SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
Jozua Sabandar
PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika di sekolah akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan akan pendekatan
pembelajaran yang bernuansa konstruktifisme. Artinya, bahwa materi matematika yang telah guru
siapkan untuk disajikan di kelas tidak akan disajikan dalam bentuk yang sudah jadi, dengan cara
“top-down”. Konsep-konsep atau materi matematika tersebut harus harus secara bottom-up
dikenalkan untuk kemudian dibangun atau dikonstruksi oleh siswa dengan panduan dan arahan dari
guru yang berperan sebagai fasilitator dan tidak sebagai penyampai informasi dalam bentuk jadi
Dalam hal mengkonstruksi tersebut, siswa tentu diberikan peluang untuk menkonstruksi
pengetahuan serta pemahaman matematikanya secara radikal pada awal proses belajar, namun
selanjutnya aspek radikal tersebut menjadi berkurang dengan munculnya aktifitas belajar yang
interaktif sehingga aspek sosial dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut (socio-
constructivism) mulai berperan. Dalam situasi belajar mengajar seperti ini, peranan guru sebagai
penceramah atau orang yang mentransferkan pengetahuan yang sudah disiapkannya akan beralih
dari teacher telling ke situasi student learning.
Dengan demikian, mengawali suatu proses pembelajaran matematika yang mengutamakan
aspek konstruktifisme di kelas sesungguhnya guru sudah harus mempersiapkan tugas serta aktifitas
belajar siswa dan mengantisipasi setiap respons dan pertanyaan yang mungkin dikemukakan siswa.
Hal ini akan lebih terasa dan nampak jelas ketika terhadap suatu konsep matematika yang akan
diajarkan di kelas, proses pembelajaran diawali dengan menyajikan suatu stuasi masalah yang
bermakna bagi siswa, atau situasi yang kontekstual bagi siswa. Dengan demikiansiswa akan
berkesempatan untuk memberdayakan kemampuan serta pengalaman yangdimilikinya.
Dengan mempertimbangkan bahwa kemampuan matematika siswa beradapada level yang
beragam, karena itu, soal-soal yang disajikan ketika guru mengawali suatukegiatan belajar
hendaknya dapat mengakomodasi keberagaman level pengetahuan siswa danmembuka
peluang untuk mereka berpartisipasi dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka. Demikian juga
dengan mempertimbangkan bahwa konsep matematika adalah sesuatu (pengetahuan) yang abstrak
dan untuk menuju pada keabstrakan tersebut pebelajar harus berpijak pada sesuatu (pengetahuan )
yang konkrit yang dimilikinya. Pemanfaatan terhadap pengetahuan yang dimiliki siswa
sesungguhnya membuka kesempatan kepada mereka untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar,
apakah bertanya, mengemukakan pendapat atau bekerja sama dengan temannya dalam kelompok
belajar. Dengan kata lain pembelajaran matematika di kelas janganlah “kering” dan “sepi” tetapi
melibatkan siswa secara aktif adalah suatu yang dipandang perlu dan penting.
Soal Kontekstual
Soal – soal kontekstual dimaknai secara umum sebagai suatu situasi yang memuat
masalah yang dapat dijangkau oleh pikiran siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa segera
terlibat dalam proses belajar Soal seperti ini tidaklah sekedar berkaitan dengan konteks
kehidupan keseharian, tetapi juga dapat sesuatu yang fiktif namun dapat dijangkau oleh
akal manusia, ataupun sesuatu yang kontekstual secara matematika.(Freudenthal, 19973
dalam van den Heuvel Pan Huizen, 1999) Yang terakhir ini, maksudnya bentuk
matematika yang masih dapat dipahami atau bermakna bagi siswa.
Selain daripada itu, diharapkan bahwa soal-soal yang dipilih itu dapat
diselesaikan dengan menggunakan lebih dari satu cara atau strategi serta melibatkan lebih
dari satu aktifitas berpikir tingkat tinggi. Sehingga siswa merasa tertarik dan sadar akan
betapa kayanya cara dalam matematika dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Diharapkan akan timbul penghargaan siswa tentang peranan matematika dalam
kehidupan dan dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. Berdasarkan
peluang yang disediakan oleh soal kontekstual bagi terbentuknya pengetahuan
matematika, soal-soal kontekstual memuat konteks yang bertingkat dimulai dengan
menyajikan terjemahan dari soal matematika yang disajikan dalam bentuk teks,
menyajikan kesempatan bagi terjadinya matematisasi, serta memberikan peluang bagi
siswa untuk menemukan konsep baru dalam matematika.
Dengan disediakannya soal-soal kontekstual seperti ini maka peluang untuk siswa
menemukan kembali (reinvention) gagasan-gagasan matematika menjadi lebih baik.
Proses
Umumnya konsep-konsep matematika berawal dari pengalaman dan kejadian dalam
kehidupan manusia. Sehingga, ketika orang diharapkan mempelajari matematika agar
mengerti maknanya, sebaiknya ia dapat kenal dan memahami akan adanya situasi atau
konteks yang memuat serta melahirkan konsep matematika tertentu yang akan dipelajari
siswa. Oleh karena itu, sekalipun pada bagian akhir dari pembelajaran matematika akan
menghasilkan siswa yang telah memahami dan menguasai konsep matematika yang pada
mulanya abstrak baginya, siswa harus diberi kesempatan untuk menjalani suatu tahap
konkrit. Pengertian konkrit disini, tidak hanya sebatas bahwa siswa bisa melihat, meraba
akan model konkrit dari konsep yang akan dipelajari, tetapi juga bahwa siswa dapat
menangkap akan adanya situasi yang konkrit bagi siswa. (Gravemeijer, 1994) misalnya
konsep matematika yang telah dikenalnya namun terkait dengan konsep yang akan
dipelajari. Ini berarti, suatu konsep yang sekarang ini abstrak bagi siswa, nantinya tidak
lagi abstrak setelah ia menjalani proses pembelajaran yang disiapkan guru. Jika kegiatan
belajar dipandang tidak hanya sejauh mengenalkan suatu pengetahuan yang baru kepada
siswa, tetapi juga sebagai suatu upaya untuk memberdayakan serta memperkuat
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka dalam proses belajar tersebut perlu
disediakan aktifitas untuk memberdayakan pengetahuan yang sudah dimiliki itu
agar siswa memahami dan menguasai pengetahuan yang baru, sekaligus memperkokoh
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya pada siswa.
Karena siswa akan menjalani suatu proses yang memampukannya membangun
pengetahuannya dengan bantuan fasilitas dari guru, maka keterlibatannya dalam proses
belajar haruslah nampak. Keterlibatan siswa dalam proses belajar ini antara lain adalah :
(a) melakukan observasi , (b) melakukan eksplorasi, (c) melakukan inkuiri, (d) membuat
hipotesis, (e) membuat konjektur, (f) membuat generalisasi, dan (g) menerapkan.
Keterlibatan siswa seperti ini dalam proses belajar diharapkan dalam memunculkan dan
mengembangkan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam belajar
matematika, yaitu penalaran, komunikasi, koneksi, repsesentasi dan pemecahan masalah.
a. Observasi. Manakala pembelajaran terhadap suatu konsep matematika yang pada
mulanya abstrak bagi siswa, diharapkan sudut pandang atau aspek konkrit yang
ada pada siswa perlu diberdayakan.. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk
pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang sama yang selalu muncul dalam
matematika, sehingga siswa dapat memperhatikan hal-hal yang mencolok yang
melekat pada fenomena-fenomena tersebut. Hal-hal yang mencolok itu dapat
berupa bentuk matematika, pola bilangan, kedudukan suatu unsur dalam
fenomena ini yang dapat menimbulkan pertanyaan atau rasa ingin tahu ataupun
jawaban sementara atau tebakan atau perkiraan terhadap pertanyan yang mungkin
tentang fenomena itu..
b. Eksplorasi biasanya terjadi pada mereka yang memiliki rasa ingin tahu terhadap
sesuatu yang relatif masih baru dan yang menarik perhatiannya, misalnya, apa
yang amat spesifik dari yang teramati olehnya. Tentu saja, hasil dari eksplorasi
bisa bervariasi, sebab hal ini amat bergantung pada ketertarikan individu terhadap
fenomena yang dihadapinya, sekalipun fenomena itu sama dihadapan individu-
individu.
c. Inkuiri. Explorasi serta observasi akan menimbulkan rasa ingin tahu yang lebih
jauh pada individu untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang muncul.
Dalam inkuiri, individu mengajukan pertanyaan dan mencari informasi yang
cukup dengan mengkaji dan menganalisa informasi tadi untuk menjawab
pertanyaan yang dimunculkan.
d. Hipotesis. Tentu saja dari hasil inkuiri itu, dapat saja dihasilkan jawaban
sementara (hipotetsis) terhadap pertanyaan yang dikemukakan. Namun, diterima
atau ditolaknya hipotesis itu, amat terganung pengujian secara matematik
terhadap kebenaran hipotesis itu. Tindakan menduga atau menebak dapat
dipandang sebagai bentuk sederhana dari pengujian akan kebenaran hipotesis itu.
e. Konjektur. Suatu pernyataan matematika yang benar yang dihasilkan berdasarkan
pengamatan atau eksplorasi, percobaan, namun belum dibuktikan kebenarannya
secara formal adalah suatu bentuk kesimpulan secara umum, tetapi tidak formal.
Ketika pernyataan ini dibuktikan secara matematika, maka konjektur tadi berubah
namanya menjadi suatu teorema. Dalam hal ini tentu dipahami bahwa bahwa
proses berpikir induktif yang telah berperan..
f. Generalisasi. Dengan menerapkan cara berpikir deduktif, maka kebenaran dari
konjektur itu dibuktikan. Dan sifat yang telah dibuktikan itu akan berlaku secara
umum.
g. Aplikasi. Kegunaan matematika sudahlah jelas yaitu antara lain agar dapat
digunakan dalam berbagai bidang keilmuan atau dalam menyelesaikan berbagai
masalah yang dijumpai dalam kehidupan keseharian.
Mengajarkan Matematika
Mengajarkan matematika sesungguhnya tidaklah sekedar bahwa guru menyiapkan dan
menyampaikan aturan-aturan dan definisi-definisi, serta prosedur bagi para siswa untuk
mereka hafalkan , akan tetapi termasuk dalam mengajarkan matematika adalah
bagaimana guru melibatkan siswa sebagai peserta - peserta yang aktif dalam proses
belajar sebagai upaya untuk mendorong mereka membangun atau mengkonstruksi
pengetahuan mereka. Dalam proses belajar tersebut, hendaknya diingat bahwa diakhir
dari suatu rangkaian kegiatan belajar dan mengajar, kompetensi-kompetensi penalaran,
koneksi, komunikasi, representasi harus sudah nampak sebagai hasil belajar siswa.
Karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya kegiatan belajar diarahkan untuk
munculnya kompetensi-kompetensi tersebut yang dianjurkan agar kegiatan tersebut dapat
terjadi pada setiap jenjang pendidikan (NCTM, 2000).
Representasi matematika yang merupakan salah satu kompetensi adalah suatu
aspek yang selalu hadir dalam pembelajaran matematika. Representasi atau model dari
suatu situasi atau konsep matematika jika disajikan dalam bentuk yang sudah jadi
sesungguhnya dapat dipandang telah mengurangkan atau meniadakan kesempatan bagi
siswa untuk berpikir kreatif dan menemukan sejak awal konsep matematika yang
terkandung dalam suatu situasi masalah. Representasi matematika terhadap suatu situasi
atau suatu konsep dapat muncul dalam berbagai cara, konkrit (benda nyata), semi konkrit,
benda tiruan atau gambar, semi abstrak (sketsa, atau lambang yang siswa buat sendiri)
serta abstrak yang berbentuk simbol-simbol resmi dan rumus. Dengan
demikianrepresentasi atau model matematika juga dapat dipandang bertransisi dan
merupakan jembatan yang menghubungkan bagian konkrit dan abstrak dalam
pembelajaran matematika. (Gravemeijer, 1994). Kehadiran representasi dalam
pembelajaran matematika akan memicu juga timbulnya kemampuan untuk mengaitkan
ide-ide matematika dalam berbagai topik ataupun dengan situasi keseharian, ataupun
memunculkan kemampuan siswa untuk bernalar serta berkomunikasi. Artinya dengan
beragam representasi yang siswa munculkan mereka diharapkan dapat
mengkomunikasikan gagasan atau strategi mereka kepada temannya saat mereka
berinteraksi di kelas. Sesungguhnya kompetensi-kompetensi ini jika secara sengaja
diberikan peluang untuk muncul dan disiasati secara baik, maka akan merupakan modal
dasar untuk menunjang kemampuan pemecahan masalah matematika.
Dari keberagaman pendapat siswa yang terlibat dalam komunikasi, siswa
diharapkan dapat secara mandiri memilih strategi atau prosedur yang sesuai dengan level
kemampuannya, sehingga ia akan bertanggung jawab terhadap pilihannya itu. Karena itu,
perlu diberikan kesempatan juga kepada siswa untuk memberikan suatu refleksi
mengenai apa yang ia kembangkan, atau apa yang ia contohi atau akomodasi dari siswa
yang lain atau dari guru. Refleksi ini dapat mengenai berbagai hal, misalnya tentang
alasan ia memilih suatu strategi, mengapa ia mengubah prosedur, apa yang ia lihat sangat
cocok bagi dirinya, ataupun apa keindahan atau keunggulan dari suatu teknik atau
strategi. Kegiatan refleksi ini seyogiyanya merupakan bagian yang harus ada dalam tiap
kegiatan belajar di kelas, ataupun di luar kelas, misalnya di rumah.baik secara lisan
maupun tulisan.
Prosedur
Konsep-konsep matematika berawal dari aktifitas manusia yang selanjutnya disadari dan
dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang selanjutnya digunakan untuk membantu
manusia menyelesaikan masalah. Karena iu belajar matematika hendaknya dipandang
sebagai aktivitas manusia (human activity) (Freudenthal, 1973). Sebagai contoh, ketika
konsep suatu deret geometri ta hingga akan diajarkan berserta dengan menghitung jumlah
ta hingga suku-suku deret itu, hendaknya dipahami bahwa deret seperti itu tidak muncul
atau terjadi dengan sendirinya. Sesungguhnya ada saja kejadian atau peristiwa yang
kontekstual yang ada disekitar kehidupan manusia yang memunculkan bentuk deret
geometri ta hingga tersebut. Pandanglah contoh-contoh deret geometri ta hingga berikut
ini, dimana pembentukannya dapatlah sebagai hasil suatu kegiatan manusia.
1. V2 + V4 + I/8 + 1/16 + . . .
2. 1/3 + 1/9 + 1/27 + 1/81 +____
3. V4 + 1/16 + 1/64 + 1/254 + . .
4. 1/5 + 1/25 + 1/125 + 1/625 +.....
1. Observasi
Jika anda mengobservasi bentuk penjumlahan bilangan-bilangan seperti di atas, akan
anda jumpai beberapa ciri umum yang mereka miliki.
5. Tiap dua bilangan yang berturutan adalah perkalian bilangan di depannya dengan
bilangan pertama. Atau bilangan kedua adalah kwadrat bilangan pertama, bilangan
ketiga adalah pangkat tiga dari bilangan pertama, dst.
6. Untuk contoh pertama, anda tahu bahwa bilangan (suku berikutnya) berikutnya adalah
1/32, dan 1/64.
7. Semakin besar urutan suatu suku, akan semakin kecil suku itu
8. Bilangan-bilangan itu membentuk suatu pola tertentu, dan ta hingga banyaknya:
1/x + 1/x2
+ 1/x3
+ . . .
3. Pertanyaan: 1. Dalam hal ini, bilangan apakah x itu?
9. Tentukan salah satu syarat yang harus dipenuhi x. Jelaskan
10. jumlah dari semua suku yang ta hingga itu?
4. Coba anda taksir sebesar apakah jumlah suku-suku itu.
Dari contoh-contoh ini diharapkan muncul pertanyaan, sebagai ungkapan kepekaan
ataupun rasa ingin tahu. Bahkan mungkin ada pertanyaan seperti: Apakah hal ini ada
dalam kehidupan manusia? Atau dapat saja muncul pertanyaan lain
4. Kegiatan memunculkan model
Untuk memunculkan model atau bentuk matematika: V2 + V4 + 1/8 + 1/16 +
sesungguhnya dapat diawali dengan aktivitas sebagai berikut dengan melipat kertas
menjadi dua bagian yang sama, menggunting, dan melipat, dan menggunting dst. Lihat
ilustrasi berikut)
Kegiatan: Lakukan kegiatan berikut ini
11. Ambil selembar kertas berbentuk persegi
panjang sebagai berikut.
12. Lipat kertas menjadi dua bagian berbentuk
pers. Panjang kemudian digunting menurut
lipatannya.
13. Ambil seperdua bagian kertas tadi dan lipat
menjadi dua bagian berbentuk pers.panjang yang
sama dan gunting pada lipatannya. Masing-
masing adalah VA bagian dari kertas semula
____________________ 4. Ambil satu dari VA bagian kertas yang ada, lipat
Gambar 1. menjadi dua bagian yang sama dan guntinglah
Persegi panjang satuan pada lipatan itu. Diperoleh 1/8.
5. Lakukan hal ini berkali-kali, dan susunlah
guntingan-guntingan kertas tadi sebagai berikut.
V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 + 1/64 + ...=
Gambar 2. Penjumlahan bagian-bagian dari
Persegipanjang satuan
(Apa yang dapat disimpulkan dari ilustrasi mengenai penjumlahan ini?)
Perhatikanlah bahwa dengan aktivitas ini, ada beberapa hal yang menarik:
14. Bagian kertas satuan dipecah-pecah dengan aturan tertentu.
15. Model fisik (nyata/konkrit) disajikan dalam bentuk lambang (bilangan,
notasi) dimunculkan suatu penjumlahan.
16. Dengan hadirnya bentuk fisik/konkrit tadi, maka dengan observasi atau explorasi
yang
tepat dapatlah ditentukan bilangan terdekat apakah yang mennyatakan hasil
penjumlahan ini.
17. Jawab tentang hasil jumlah ini diperoleh secara informal.
18._____________________________________________________Bagaimana
menentukan X
A + 1/16 + 1/64 + 1/254 + . . . =__________________
1
Gambar 3. Persegi satuan
VA
VA
VA VA
Gambar 4. Bagian Persegi panjang dibagi pada
tiga kelompok, dgn satu kelompok sisa
VA + 1/16
1/16
VA + 1/16 VA + 1/16
Gambar 5. seperempat sisa dibagi lagi kepada tiga kelompok
Selanjutnya terhadap sisa 1/16 dilakukan lagi pembagian , dan ditempatkan pada tiga
kelompok yang ada.
VA + 1/16 + 1/64
1/64
VA + 1/16 + 1/64 VA + 1/16 + 1/64
Gambar 6. 1/16 sisa dibagi lagi pada tiga kelompok
Pelajarilah ilustrasi ini (lihat Gambar 6.) untuk menentukan bahwa :
¼ + 1/16 + 1/64 + 1/256 + … = 1/3
Secara kontekstual situasi ini dapat disajikan sebagai berikut
Ada satu kue akan dibagi sama untuk 3 anak, tetapi kue itu telah terbagi atas 4 bagian
yang sama. Masing-masing mula2 mengambil ¼. Selanjutnya ¼ yang tersisa dibagi atas
4 bagian yang sama dan masing-masing mendapat 1/16. Sisa 1/16 dibagi lagi atas 4
bagian yang sama menjadi 1/64 utk masing2 bagian, dan setiap anak mendapat 1/64 dst.
(Perhatikanlah bahwa dari empat bagian yang sama itu, masing-masing anak mendapat
satu bagian, yaitu ¼. Sedangkan untuk bagian ke empat ( sisa) tidak ada diantara ketiga
anak itu yang mau mengambilnya, sehingga disepakati bahwa bagian keempat itu dibagi
lagi atas empat bagian yang sama,masing-masing 1/16 dan setiap anak memperoleh satu
bagian. Selanjutnya, bagian yang tersisa pun lalu dibagi empat, dst). Dapat dipahami
bahwa setiap anak akan mendapatkan:
VA + 1/16 + 1/64 + . . . . Dan jumlah ini = 1/3 (Mengapa?)
6. Refleksi
Coba anda tuliskan suatu refleksi tentang aktifitas ini, tentang:
• kejelasan aktifitas ini yang membantu pemahaman anda
• suatu rasional mengapa diperoleh 1/3.
7. Cara lain.
Dengan memanfaatkan contoh pertama di atas, Vi + V4 + 1/8 + 1/16 + . . . maka VA +
1/16 + 1/64 + . . . dapat diselesaikan sebagai berikut.
Dari V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . = 1
Selanjutnya misalkan bahwa VA + 1/16 + 1/64 + 1/256 + . . . = y
Pandang : ( V2 + VA + 1/8 +...) - ( VA + 1/16 + 1/64 +...) = V2 + 1/8 + 1/32 + 1/128 +..
= 2 (VA+ 1/16 + 1/64 + . . . )
1 - y = 2y
1 = 3y
Atau y = 1/3,
8. Latihan
Selanjutnya, anda diharapkan bekerja dalam kelompok untuk mententukan apakah :
a. 1/3 + 1/9 + 1/27 + . . . = V2
b. 1/5 + 1/25 + 1/125 + . . . = VA dst.
c. Gunakan cara lain untuk menyelesaikan soal a dan b.
9. Konjektur.
Dari pengamatan anda pada kedua soal yang pertama tadi serta hasil dari penyelesaian
soal a dan b, tentu anda akan mempunyai hipotesis, atau dugaan, jika anda dihadapkan
pada bentuk
1/6 + 1/36 + 1/216 + . . . = 1/5
Jika anda kembali melakukan beberapa percobaan atau kegiatan inkuiri, maka anda akan
sampai pada suatu kesimpulan umum yang berkaitan dengan jumlah ta hingga suku-suku
deret geometri ta hingga
1/x + 1/x2
+ 1/x3
+ . . .
Maka anda akan menyimpulkan bahwa 1/x + 1/x2
+ 1/x3
+ . . . = 1/ (x - 1).
Dengan ketentuan bahwa x adalah bilangan asli.
Dapatkah anda BUKTIKAN HAL INI?
10. Koneksi.
Pandanglah 1/3 yang ditulis sebagai pecahan decimal berikut ini:
1/3 = 0.3333333 . . .
Perhatikan bahwa
0.3333 . . . adalah suatu pecahan dengan desimal berulang dengan banyaknya angka
desimal ta terhingga.
Dengan demikian 0.3333 dapatlah ditulis sebagai berikut:
0.3333. . . = 0.3 + 0.03 + 0.003 + 0.0003+ . . . . =
3/10 + 3/100 + 3/1000 + 3/10000 + . . . =
3(1/10 + 1/100 + 1/1000 + 1/10000 + . . . )
= 3 (1/9) = 1/3
11. Aplikasi
Pandanglah 0.121212 ...
x = 0.121212...
100 x = 12.121212 ...
99x = 12
jadi x = 12/99 = 4/33 Tetapi
0.121212 . . . = 0.12 + 0.0012 + 0.0000112 + . . .
= (0.1 + 0.02) + (0.001 + 0.0002) + (0.00001+ 0.000002) + . . .
= (0.1 + 0.001 + 0.00001 + . . . .) + ( 0.02 + 0.0002 + 0.000002 + ...) *
•4 •* *-
Panda
ng 0.1
+ 0.01
+
0.001
+ . . .
= 1/9
(perha
tikan
conto
h di
depan
)
Jika
dimisa
lkan
bahwa
a =
0.1 +
0.001
+
0.0000
1
+ . . .,
maka
(0.1) a
= 0.1
(0.1 +
0.001
+
0.0000
1
+ . . .)
=
0
.
0
1
+
0
.
0
0
0
1
+
0
.
0
0
0
0
0
1
+
.
.
.
=
1
/
9
9
*
*
Deng
an
demi
kian
a
=
(1/99)
: (0.1)
a
=
(1/99)
:
(1/10)
=
(1/99)
(10/1)
=
10/99
Panda
ng b
= 0.02
+
0.0002
+
0.0000
02 + . .
. =
2 (0.01
+
0.0001
+
0.0000
01+ ...)
= 2 (1/99) = 2/99 ***
Dari
(*),
(**),
dan
(***)
disimp
ulkan
bahwa
0.1212
12 ... =
10/99
+ 2/99
=
12/99
= 4/33.
12.
Secar
a
umum
Jika
diketa
hui x
adalah
bilang
an asli
> 1,
dan
S =
1/x +
1/x2
+
1/x3
+ ...
Maka x
S
=
1
/
x
(
1
/
x
+
1
/
x
2
+
1
/
x
3
+
.
.
.
)
=
1
+
l
/
x
+
l
/
x
2
+
l
/
x
3
+
.
.
.
A
t
a
u
(
1
/
x
)
S
=
1
+
S
(
1
/
x
)
S
-
S
=
1
S
(
1
/
x
-
1
)
=
1
S
[
(
1
-
x
)
/
x
]
=
1
a
t
a
u
S
=
x
/
(
1
-
x
)
Catata
n:
Sesun
gguhn
ya
jumlah
dari
bilang
an-
bilang
an
pada
V2 +
VA +
1/8 +
1/16 +
1/32 . .
. ,
tidakla
h tepat
sama
dengan
1.
(Meng
apa?).
Akan
tetapi
jumlah
dari
bilanga
n-
bilanga
n yang
ta
hingga
banyak
nya
pada
bentuk
V2 +
VA +
1/8 +
1/16 ...
adalah
mende
kati 1 .
tetapi
tidak
sama
dengan
satu,
sekalip
un
bilanga
n-
bilanga
n yang
dijuml
ahkan
itu ta
hingga
banyak
nya.
Karena itu dikatakan limit dari V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . adalah sama dengan 1.
Secara umum, penjumlahan ini ditulis sebagai berikut:
Lim (V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . )
n—>co
Lim V2 +( V2)2
+ (1/2)3
+ . . . + (l/2)n
= 1
n—>co
(Dan dibaca: “limit dari V2 + VA+ 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . untuk n menuju 00 adalah =
1
11. Soal:
1. Tentukan jumlah deret berikut:
a. 3/5 + 3/25 + 3/125 +......
b. 2/7 + 2/49 + 2/343 + ....
2. Tuliskan pecahan berulang berikut ini sebagai pecahan biasa.
a. 1, 35353535 . . .
b. 0. 13131313 . . . .
Daftar Pustaka
Freudenthal. H. (1973). Mathematics as an Educational Task. Dalam van den Heuvel
Panhuizen (1996). Assessment and Realistic Mathematics Education.
Freudenthal Institution. Utrecht.
Gravemeijer, K.P.E (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Feudenthal
Institution, Utrecht.
NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia

More Related Content

What's hot

Makalah rme revisi
Makalah rme revisiMakalah rme revisi
Makalah rme revisiSaepul watan
 
Week 15 kognitif
Week 15 kognitifWeek 15 kognitif
Week 15 kognitifjayamartha
 
Learning theory kognitif
Learning theory kognitifLearning theory kognitif
Learning theory kognitifJeny Hardiah
 
Teori Belajar Psikologi berbasis Kognitif
Teori Belajar Psikologi berbasis KognitifTeori Belajar Psikologi berbasis Kognitif
Teori Belajar Psikologi berbasis KognitifJen Kelana
 
prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...
prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...
prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...tikamathworld
 
Kurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranKurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranFadly Pamungkaz
 
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivismeTeori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivismeuniversitas negeri jember
 
Tes Slide Share
Tes Slide ShareTes Slide Share
Tes Slide Shareputra177
 
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...Fppi Unila
 
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...umdatus
 
Seminar Matematika
Seminar MatematikaSeminar Matematika
Seminar MatematikaVivin Dolpin
 
5117 11181-1-sm
5117 11181-1-sm5117 11181-1-sm
5117 11181-1-smFppi Unila
 
Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis
Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematisInstrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis
Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematisPreally A
 
Studi komparasi model pembelajaran realistic mathematics education
Studi komparasi model pembelajaran realistic mathematics educationStudi komparasi model pembelajaran realistic mathematics education
Studi komparasi model pembelajaran realistic mathematics educationloviolivia90
 
Kemampuan representasi matematis
Kemampuan representasi matematisKemampuan representasi matematis
Kemampuan representasi matematisIbnu Fajar
 

What's hot (20)

57 111-1-sm
57 111-1-sm57 111-1-sm
57 111-1-sm
 
Makalah rme revisi
Makalah rme revisiMakalah rme revisi
Makalah rme revisi
 
Week 15 kognitif
Week 15 kognitifWeek 15 kognitif
Week 15 kognitif
 
Learning theory kognitif
Learning theory kognitifLearning theory kognitif
Learning theory kognitif
 
Teori Belajar Psikologi berbasis Kognitif
Teori Belajar Psikologi berbasis KognitifTeori Belajar Psikologi berbasis Kognitif
Teori Belajar Psikologi berbasis Kognitif
 
Tokoh dan teori matematika
Tokoh dan teori matematika Tokoh dan teori matematika
Tokoh dan teori matematika
 
Proposal untuk pps
Proposal untuk ppsProposal untuk pps
Proposal untuk pps
 
Kontruktivis
KontruktivisKontruktivis
Kontruktivis
 
prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...
prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...
prosiding PGRI 2015 Pengembangan Soal Matematika Untuk Mengukur Kemampuan Kon...
 
Kurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranKurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaran
 
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivismeTeori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
Teori belajar behavioristik, kognitif, konstruktivisme
 
Tes Slide Share
Tes Slide ShareTes Slide Share
Tes Slide Share
 
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
2 upaya meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis menggunakan mod...
 
Jigsaw 2 2
Jigsaw 2 2Jigsaw 2 2
Jigsaw 2 2
 
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...
Meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa smp melalui penerapan metod...
 
Seminar Matematika
Seminar MatematikaSeminar Matematika
Seminar Matematika
 
5117 11181-1-sm
5117 11181-1-sm5117 11181-1-sm
5117 11181-1-sm
 
Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis
Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematisInstrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis
Instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis
 
Studi komparasi model pembelajaran realistic mathematics education
Studi komparasi model pembelajaran realistic mathematics educationStudi komparasi model pembelajaran realistic mathematics education
Studi komparasi model pembelajaran realistic mathematics education
 
Kemampuan representasi matematis
Kemampuan representasi matematisKemampuan representasi matematis
Kemampuan representasi matematis
 

Similar to MatematikaModel

Matematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiaMatematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiasinaramdhani
 
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematikamatematikauntirta
 
Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...
Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...
Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...maritje
 
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0wirentakewirentake
 
Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeAminah Rahmat
 
Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)
Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)
Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)Interest_Matematika_2011
 
1.10 bab2 (1)
1.10 bab2 (1)1.10 bab2 (1)
1.10 bab2 (1)AIC
 
Model pembelajaran
Model pembelajaranModel pembelajaran
Model pembelajaranQmMu
 
Makalah Teori Ausubel
Makalah Teori AusubelMakalah Teori Ausubel
Makalah Teori AusubelIra Marion
 
Makalah penelitian jurnal bintang
Makalah penelitian jurnal bintangMakalah penelitian jurnal bintang
Makalah penelitian jurnal bintangLauri Bintang
 
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran MatematikaArtikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran Matematikarianti aprilia
 
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiTajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiArachnis Flosaeris
 
P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)Cha Aisyah
 

Similar to MatematikaModel (20)

Matematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesiaMatematika realistik indonesia
Matematika realistik indonesia
 
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran Matematika
 
Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...
Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...
Upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran m...
 
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
Pengembangan pembelajaranmatematika unit_1_0
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 
Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivisme
 
Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)
Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)
Pendekatan investigasi matematika (rifa muftianti, 0903576)
 
1.10 bab2 (1)
1.10 bab2 (1)1.10 bab2 (1)
1.10 bab2 (1)
 
Arvar mades
Arvar madesArvar mades
Arvar mades
 
Arvar mades
Arvar madesArvar mades
Arvar mades
 
Artikel ptk
Artikel ptkArtikel ptk
Artikel ptk
 
Proposal SKRIPSI
Proposal SKRIPSIProposal SKRIPSI
Proposal SKRIPSI
 
Model pembelajaran
Model pembelajaranModel pembelajaran
Model pembelajaran
 
Makalah Teori Ausubel
Makalah Teori AusubelMakalah Teori Ausubel
Makalah Teori Ausubel
 
Makalah penelitian jurnal bintang
Makalah penelitian jurnal bintangMakalah penelitian jurnal bintang
Makalah penelitian jurnal bintang
 
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran MatematikaArtikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
 
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubiTajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
Tajuk 4; konstruktivisme vs latih tubi
 
Pp pemb.mtk dg pend.realistik
Pp pemb.mtk dg pend.realistikPp pemb.mtk dg pend.realistik
Pp pemb.mtk dg pend.realistik
 
Bab i (edit inty)
Bab i (edit inty)Bab i (edit inty)
Bab i (edit inty)
 
P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)P 18 pendidikan(nila k)
P 18 pendidikan(nila k)
 

More from Nur Arifaizal Basri

contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdfcontoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdfNur Arifaizal Basri
 
contoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdfcontoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdfNur Arifaizal Basri
 
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdfPermendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdfNur Arifaizal Basri
 
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajarMODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajarNur Arifaizal Basri
 
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docxFORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docxNur Arifaizal Basri
 
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factorPengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factorNur Arifaizal Basri
 
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bkLaporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bkNur Arifaizal Basri
 
Carl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occultCarl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occultNur Arifaizal Basri
 
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
 cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT) cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)Nur Arifaizal Basri
 
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)Nur Arifaizal Basri
 
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)Nur Arifaizal Basri
 
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993Nur Arifaizal Basri
 

More from Nur Arifaizal Basri (20)

CONTOH RPL KLASIKAL
CONTOH RPL KLASIKALCONTOH RPL KLASIKAL
CONTOH RPL KLASIKAL
 
contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdfcontoh RPL  BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
contoh RPL BIMBINGAN KELOMPOK.pdf
 
contoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdfcontoh RPL konseling individu.pdf
contoh RPL konseling individu.pdf
 
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdfPermendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
Permendikbud No 15 Tahun 2018.pdf
 
UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014UU ASN NO. 5 TH. 2014
UU ASN NO. 5 TH. 2014
 
program kerja BK 2022-2023.pdf
program kerja BK 2022-2023.pdfprogram kerja BK 2022-2023.pdf
program kerja BK 2022-2023.pdf
 
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajarMODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
MODEL LAYANAN BK SMA guru penggerak kurikulum meredeka belajar
 
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docxFORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
FORMAT LAPORAN ALAT PERAGA BK DENGAN PANDUAN BIMBINGAN KARIER.docx
 
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factorPengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
Pengembangan Buku Panduan Bimbingan Karier Berdasarkan Teori Trait and factor
 
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bkLaporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
Laporan hasil tindak lanjut analisis pelaksanaan program bk
 
self control
self controlself control
self control
 
Carl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occultCarl gustav jung psychology and the occult
Carl gustav jung psychology and the occult
 
kepercayan diri
kepercayan dirikepercayan diri
kepercayan diri
 
self-efficacy, and self-esteem
self-efficacy, and self-esteemself-efficacy, and self-esteem
self-efficacy, and self-esteem
 
mengenal kecemasan komunikasi
mengenal kecemasan komunikasimengenal kecemasan komunikasi
mengenal kecemasan komunikasi
 
KECEMASAN KOMUNIKASI
KECEMASAN KOMUNIKASIKECEMASAN KOMUNIKASI
KECEMASAN KOMUNIKASI
 
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
 cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT) cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
cognitive behavioral therapy for social anxiety disorder (CBT)
 
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
EXPLORING CAREERS WITH TYPOLOGY (JOHN HOLLAND)
 
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
VOCATIONAL INDECISION (JOHN HOLLAND)
 
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
PERSONALITY AND VOCATIONAL John holland 1993
 

Recently uploaded

REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 

Recently uploaded (20)

REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 

MatematikaModel

  • 1. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar PENDAHULUAN Pembelajaran matematika di sekolah akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan akan pendekatan pembelajaran yang bernuansa konstruktifisme. Artinya, bahwa materi matematika yang telah guru siapkan untuk disajikan di kelas tidak akan disajikan dalam bentuk yang sudah jadi, dengan cara “top-down”. Konsep-konsep atau materi matematika tersebut harus harus secara bottom-up dikenalkan untuk kemudian dibangun atau dikonstruksi oleh siswa dengan panduan dan arahan dari guru yang berperan sebagai fasilitator dan tidak sebagai penyampai informasi dalam bentuk jadi Dalam hal mengkonstruksi tersebut, siswa tentu diberikan peluang untuk menkonstruksi pengetahuan serta pemahaman matematikanya secara radikal pada awal proses belajar, namun selanjutnya aspek radikal tersebut menjadi berkurang dengan munculnya aktifitas belajar yang interaktif sehingga aspek sosial dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut (socio- constructivism) mulai berperan. Dalam situasi belajar mengajar seperti ini, peranan guru sebagai penceramah atau orang yang mentransferkan pengetahuan yang sudah disiapkannya akan beralih dari teacher telling ke situasi student learning. Dengan demikian, mengawali suatu proses pembelajaran matematika yang mengutamakan aspek konstruktifisme di kelas sesungguhnya guru sudah harus mempersiapkan tugas serta aktifitas belajar siswa dan mengantisipasi setiap respons dan pertanyaan yang mungkin dikemukakan siswa. Hal ini akan lebih terasa dan nampak jelas ketika terhadap suatu konsep matematika yang akan diajarkan di kelas, proses pembelajaran diawali dengan menyajikan suatu stuasi masalah yang bermakna bagi siswa, atau situasi yang kontekstual bagi siswa. Dengan demikiansiswa akan berkesempatan untuk memberdayakan kemampuan serta pengalaman yangdimilikinya. Dengan mempertimbangkan bahwa kemampuan matematika siswa beradapada level yang beragam, karena itu, soal-soal yang disajikan ketika guru mengawali suatukegiatan belajar hendaknya dapat mengakomodasi keberagaman level pengetahuan siswa danmembuka peluang untuk mereka berpartisipasi dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka. Demikian juga dengan mempertimbangkan bahwa konsep matematika adalah sesuatu (pengetahuan) yang abstrak dan untuk menuju pada keabstrakan tersebut pebelajar harus berpijak pada sesuatu (pengetahuan ) yang konkrit yang dimilikinya. Pemanfaatan terhadap pengetahuan yang dimiliki siswa sesungguhnya membuka kesempatan kepada mereka untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar, apakah bertanya, mengemukakan pendapat atau bekerja sama dengan temannya dalam kelompok belajar. Dengan kata lain pembelajaran matematika di kelas janganlah “kering” dan “sepi” tetapi melibatkan siswa secara aktif adalah suatu yang dipandang perlu dan penting.
  • 2. Soal Kontekstual Soal – soal kontekstual dimaknai secara umum sebagai suatu situasi yang memuat masalah yang dapat dijangkau oleh pikiran siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa segera terlibat dalam proses belajar Soal seperti ini tidaklah sekedar berkaitan dengan konteks kehidupan keseharian, tetapi juga dapat sesuatu yang fiktif namun dapat dijangkau oleh akal manusia, ataupun sesuatu yang kontekstual secara matematika.(Freudenthal, 19973 dalam van den Heuvel Pan Huizen, 1999) Yang terakhir ini, maksudnya bentuk matematika yang masih dapat dipahami atau bermakna bagi siswa. Selain daripada itu, diharapkan bahwa soal-soal yang dipilih itu dapat diselesaikan dengan menggunakan lebih dari satu cara atau strategi serta melibatkan lebih dari satu aktifitas berpikir tingkat tinggi. Sehingga siswa merasa tertarik dan sadar akan betapa kayanya cara dalam matematika dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Diharapkan akan timbul penghargaan siswa tentang peranan matematika dalam kehidupan dan dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. Berdasarkan peluang yang disediakan oleh soal kontekstual bagi terbentuknya pengetahuan matematika, soal-soal kontekstual memuat konteks yang bertingkat dimulai dengan menyajikan terjemahan dari soal matematika yang disajikan dalam bentuk teks, menyajikan kesempatan bagi terjadinya matematisasi, serta memberikan peluang bagi siswa untuk menemukan konsep baru dalam matematika. Dengan disediakannya soal-soal kontekstual seperti ini maka peluang untuk siswa menemukan kembali (reinvention) gagasan-gagasan matematika menjadi lebih baik. Proses Umumnya konsep-konsep matematika berawal dari pengalaman dan kejadian dalam kehidupan manusia. Sehingga, ketika orang diharapkan mempelajari matematika agar mengerti maknanya, sebaiknya ia dapat kenal dan memahami akan adanya situasi atau konteks yang memuat serta melahirkan konsep matematika tertentu yang akan dipelajari siswa. Oleh karena itu, sekalipun pada bagian akhir dari pembelajaran matematika akan menghasilkan siswa yang telah memahami dan menguasai konsep matematika yang pada mulanya abstrak baginya, siswa harus diberi kesempatan untuk menjalani suatu tahap konkrit. Pengertian konkrit disini, tidak hanya sebatas bahwa siswa bisa melihat, meraba akan model konkrit dari konsep yang akan dipelajari, tetapi juga bahwa siswa dapat menangkap akan adanya situasi yang konkrit bagi siswa. (Gravemeijer, 1994) misalnya konsep matematika yang telah dikenalnya namun terkait dengan konsep yang akan dipelajari. Ini berarti, suatu konsep yang sekarang ini abstrak bagi siswa, nantinya tidak lagi abstrak setelah ia menjalani proses pembelajaran yang disiapkan guru. Jika kegiatan belajar dipandang tidak hanya sejauh mengenalkan suatu pengetahuan yang baru kepada siswa, tetapi juga sebagai suatu upaya untuk memberdayakan serta memperkuat pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, maka dalam proses belajar tersebut perlu disediakan aktifitas untuk memberdayakan pengetahuan yang sudah dimiliki itu
  • 3. agar siswa memahami dan menguasai pengetahuan yang baru, sekaligus memperkokoh pengetahuan yang sudah ada sebelumnya pada siswa. Karena siswa akan menjalani suatu proses yang memampukannya membangun pengetahuannya dengan bantuan fasilitas dari guru, maka keterlibatannya dalam proses belajar haruslah nampak. Keterlibatan siswa dalam proses belajar ini antara lain adalah : (a) melakukan observasi , (b) melakukan eksplorasi, (c) melakukan inkuiri, (d) membuat hipotesis, (e) membuat konjektur, (f) membuat generalisasi, dan (g) menerapkan. Keterlibatan siswa seperti ini dalam proses belajar diharapkan dalam memunculkan dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika, yaitu penalaran, komunikasi, koneksi, repsesentasi dan pemecahan masalah. a. Observasi. Manakala pembelajaran terhadap suatu konsep matematika yang pada mulanya abstrak bagi siswa, diharapkan sudut pandang atau aspek konkrit yang ada pada siswa perlu diberdayakan.. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang sama yang selalu muncul dalam matematika, sehingga siswa dapat memperhatikan hal-hal yang mencolok yang melekat pada fenomena-fenomena tersebut. Hal-hal yang mencolok itu dapat berupa bentuk matematika, pola bilangan, kedudukan suatu unsur dalam fenomena ini yang dapat menimbulkan pertanyaan atau rasa ingin tahu ataupun jawaban sementara atau tebakan atau perkiraan terhadap pertanyan yang mungkin tentang fenomena itu.. b. Eksplorasi biasanya terjadi pada mereka yang memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang relatif masih baru dan yang menarik perhatiannya, misalnya, apa yang amat spesifik dari yang teramati olehnya. Tentu saja, hasil dari eksplorasi bisa bervariasi, sebab hal ini amat bergantung pada ketertarikan individu terhadap fenomena yang dihadapinya, sekalipun fenomena itu sama dihadapan individu- individu. c. Inkuiri. Explorasi serta observasi akan menimbulkan rasa ingin tahu yang lebih jauh pada individu untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang muncul. Dalam inkuiri, individu mengajukan pertanyaan dan mencari informasi yang cukup dengan mengkaji dan menganalisa informasi tadi untuk menjawab pertanyaan yang dimunculkan. d. Hipotesis. Tentu saja dari hasil inkuiri itu, dapat saja dihasilkan jawaban sementara (hipotetsis) terhadap pertanyaan yang dikemukakan. Namun, diterima atau ditolaknya hipotesis itu, amat terganung pengujian secara matematik terhadap kebenaran hipotesis itu. Tindakan menduga atau menebak dapat dipandang sebagai bentuk sederhana dari pengujian akan kebenaran hipotesis itu. e. Konjektur. Suatu pernyataan matematika yang benar yang dihasilkan berdasarkan pengamatan atau eksplorasi, percobaan, namun belum dibuktikan kebenarannya secara formal adalah suatu bentuk kesimpulan secara umum, tetapi tidak formal. Ketika pernyataan ini dibuktikan secara matematika, maka konjektur tadi berubah namanya menjadi suatu teorema. Dalam hal ini tentu dipahami bahwa bahwa proses berpikir induktif yang telah berperan.. f. Generalisasi. Dengan menerapkan cara berpikir deduktif, maka kebenaran dari konjektur itu dibuktikan. Dan sifat yang telah dibuktikan itu akan berlaku secara umum.
  • 4. g. Aplikasi. Kegunaan matematika sudahlah jelas yaitu antara lain agar dapat digunakan dalam berbagai bidang keilmuan atau dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dijumpai dalam kehidupan keseharian. Mengajarkan Matematika Mengajarkan matematika sesungguhnya tidaklah sekedar bahwa guru menyiapkan dan menyampaikan aturan-aturan dan definisi-definisi, serta prosedur bagi para siswa untuk mereka hafalkan , akan tetapi termasuk dalam mengajarkan matematika adalah bagaimana guru melibatkan siswa sebagai peserta - peserta yang aktif dalam proses belajar sebagai upaya untuk mendorong mereka membangun atau mengkonstruksi pengetahuan mereka. Dalam proses belajar tersebut, hendaknya diingat bahwa diakhir dari suatu rangkaian kegiatan belajar dan mengajar, kompetensi-kompetensi penalaran, koneksi, komunikasi, representasi harus sudah nampak sebagai hasil belajar siswa. Karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya kegiatan belajar diarahkan untuk munculnya kompetensi-kompetensi tersebut yang dianjurkan agar kegiatan tersebut dapat terjadi pada setiap jenjang pendidikan (NCTM, 2000). Representasi matematika yang merupakan salah satu kompetensi adalah suatu aspek yang selalu hadir dalam pembelajaran matematika. Representasi atau model dari suatu situasi atau konsep matematika jika disajikan dalam bentuk yang sudah jadi sesungguhnya dapat dipandang telah mengurangkan atau meniadakan kesempatan bagi siswa untuk berpikir kreatif dan menemukan sejak awal konsep matematika yang terkandung dalam suatu situasi masalah. Representasi matematika terhadap suatu situasi atau suatu konsep dapat muncul dalam berbagai cara, konkrit (benda nyata), semi konkrit, benda tiruan atau gambar, semi abstrak (sketsa, atau lambang yang siswa buat sendiri) serta abstrak yang berbentuk simbol-simbol resmi dan rumus. Dengan demikianrepresentasi atau model matematika juga dapat dipandang bertransisi dan merupakan jembatan yang menghubungkan bagian konkrit dan abstrak dalam pembelajaran matematika. (Gravemeijer, 1994). Kehadiran representasi dalam pembelajaran matematika akan memicu juga timbulnya kemampuan untuk mengaitkan ide-ide matematika dalam berbagai topik ataupun dengan situasi keseharian, ataupun memunculkan kemampuan siswa untuk bernalar serta berkomunikasi. Artinya dengan beragam representasi yang siswa munculkan mereka diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan atau strategi mereka kepada temannya saat mereka berinteraksi di kelas. Sesungguhnya kompetensi-kompetensi ini jika secara sengaja diberikan peluang untuk muncul dan disiasati secara baik, maka akan merupakan modal dasar untuk menunjang kemampuan pemecahan masalah matematika. Dari keberagaman pendapat siswa yang terlibat dalam komunikasi, siswa diharapkan dapat secara mandiri memilih strategi atau prosedur yang sesuai dengan level kemampuannya, sehingga ia akan bertanggung jawab terhadap pilihannya itu. Karena itu, perlu diberikan kesempatan juga kepada siswa untuk memberikan suatu refleksi mengenai apa yang ia kembangkan, atau apa yang ia contohi atau akomodasi dari siswa yang lain atau dari guru. Refleksi ini dapat mengenai berbagai hal, misalnya tentang alasan ia memilih suatu strategi, mengapa ia mengubah prosedur, apa yang ia lihat sangat cocok bagi dirinya, ataupun apa keindahan atau keunggulan dari suatu teknik atau strategi. Kegiatan refleksi ini seyogiyanya merupakan bagian yang harus ada dalam tiap
  • 5. kegiatan belajar di kelas, ataupun di luar kelas, misalnya di rumah.baik secara lisan maupun tulisan. Prosedur Konsep-konsep matematika berawal dari aktifitas manusia yang selanjutnya disadari dan dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang selanjutnya digunakan untuk membantu manusia menyelesaikan masalah. Karena iu belajar matematika hendaknya dipandang sebagai aktivitas manusia (human activity) (Freudenthal, 1973). Sebagai contoh, ketika konsep suatu deret geometri ta hingga akan diajarkan berserta dengan menghitung jumlah ta hingga suku-suku deret itu, hendaknya dipahami bahwa deret seperti itu tidak muncul atau terjadi dengan sendirinya. Sesungguhnya ada saja kejadian atau peristiwa yang kontekstual yang ada disekitar kehidupan manusia yang memunculkan bentuk deret geometri ta hingga tersebut. Pandanglah contoh-contoh deret geometri ta hingga berikut ini, dimana pembentukannya dapatlah sebagai hasil suatu kegiatan manusia. 1. V2 + V4 + I/8 + 1/16 + . . . 2. 1/3 + 1/9 + 1/27 + 1/81 +____ 3. V4 + 1/16 + 1/64 + 1/254 + . . 4. 1/5 + 1/25 + 1/125 + 1/625 +..... 1. Observasi Jika anda mengobservasi bentuk penjumlahan bilangan-bilangan seperti di atas, akan anda jumpai beberapa ciri umum yang mereka miliki. 5. Tiap dua bilangan yang berturutan adalah perkalian bilangan di depannya dengan bilangan pertama. Atau bilangan kedua adalah kwadrat bilangan pertama, bilangan ketiga adalah pangkat tiga dari bilangan pertama, dst. 6. Untuk contoh pertama, anda tahu bahwa bilangan (suku berikutnya) berikutnya adalah 1/32, dan 1/64. 7. Semakin besar urutan suatu suku, akan semakin kecil suku itu 8. Bilangan-bilangan itu membentuk suatu pola tertentu, dan ta hingga banyaknya: 1/x + 1/x2 + 1/x3 + . . . 3. Pertanyaan: 1. Dalam hal ini, bilangan apakah x itu? 9. Tentukan salah satu syarat yang harus dipenuhi x. Jelaskan 10. jumlah dari semua suku yang ta hingga itu? 4. Coba anda taksir sebesar apakah jumlah suku-suku itu.
  • 6. Dari contoh-contoh ini diharapkan muncul pertanyaan, sebagai ungkapan kepekaan ataupun rasa ingin tahu. Bahkan mungkin ada pertanyaan seperti: Apakah hal ini ada dalam kehidupan manusia? Atau dapat saja muncul pertanyaan lain 4. Kegiatan memunculkan model Untuk memunculkan model atau bentuk matematika: V2 + V4 + 1/8 + 1/16 + sesungguhnya dapat diawali dengan aktivitas sebagai berikut dengan melipat kertas menjadi dua bagian yang sama, menggunting, dan melipat, dan menggunting dst. Lihat ilustrasi berikut) Kegiatan: Lakukan kegiatan berikut ini 11. Ambil selembar kertas berbentuk persegi panjang sebagai berikut. 12. Lipat kertas menjadi dua bagian berbentuk pers. Panjang kemudian digunting menurut lipatannya. 13. Ambil seperdua bagian kertas tadi dan lipat menjadi dua bagian berbentuk pers.panjang yang sama dan gunting pada lipatannya. Masing- masing adalah VA bagian dari kertas semula ____________________ 4. Ambil satu dari VA bagian kertas yang ada, lipat Gambar 1. menjadi dua bagian yang sama dan guntinglah Persegi panjang satuan pada lipatan itu. Diperoleh 1/8. 5. Lakukan hal ini berkali-kali, dan susunlah guntingan-guntingan kertas tadi sebagai berikut. V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 + 1/64 + ...= Gambar 2. Penjumlahan bagian-bagian dari Persegipanjang satuan (Apa yang dapat disimpulkan dari ilustrasi mengenai penjumlahan ini?) Perhatikanlah bahwa dengan aktivitas ini, ada beberapa hal yang menarik: 14. Bagian kertas satuan dipecah-pecah dengan aturan tertentu. 15. Model fisik (nyata/konkrit) disajikan dalam bentuk lambang (bilangan, notasi) dimunculkan suatu penjumlahan.
  • 7. 16. Dengan hadirnya bentuk fisik/konkrit tadi, maka dengan observasi atau explorasi yang
  • 8. tepat dapatlah ditentukan bilangan terdekat apakah yang mennyatakan hasil penjumlahan ini. 17. Jawab tentang hasil jumlah ini diperoleh secara informal. 18._____________________________________________________Bagaimana menentukan X A + 1/16 + 1/64 + 1/254 + . . . =__________________ 1 Gambar 3. Persegi satuan VA VA VA VA Gambar 4. Bagian Persegi panjang dibagi pada tiga kelompok, dgn satu kelompok sisa VA + 1/16
  • 10. VA + 1/16 VA + 1/16 Gambar 5. seperempat sisa dibagi lagi kepada tiga kelompok Selanjutnya terhadap sisa 1/16 dilakukan lagi pembagian , dan ditempatkan pada tiga kelompok yang ada. VA + 1/16 + 1/64 1/64 VA + 1/16 + 1/64 VA + 1/16 + 1/64 Gambar 6. 1/16 sisa dibagi lagi pada tiga kelompok Pelajarilah ilustrasi ini (lihat Gambar 6.) untuk menentukan bahwa : ¼ + 1/16 + 1/64 + 1/256 + … = 1/3 Secara kontekstual situasi ini dapat disajikan sebagai berikut Ada satu kue akan dibagi sama untuk 3 anak, tetapi kue itu telah terbagi atas 4 bagian yang sama. Masing-masing mula2 mengambil ¼. Selanjutnya ¼ yang tersisa dibagi atas 4 bagian yang sama dan masing-masing mendapat 1/16. Sisa 1/16 dibagi lagi atas 4 bagian yang sama menjadi 1/64 utk masing2 bagian, dan setiap anak mendapat 1/64 dst. (Perhatikanlah bahwa dari empat bagian yang sama itu, masing-masing anak mendapat satu bagian, yaitu ¼. Sedangkan untuk bagian ke empat ( sisa) tidak ada diantara ketiga anak itu yang mau mengambilnya, sehingga disepakati bahwa bagian keempat itu dibagi lagi atas empat bagian yang sama,masing-masing 1/16 dan setiap anak memperoleh satu bagian. Selanjutnya, bagian yang tersisa pun lalu dibagi empat, dst). Dapat dipahami bahwa setiap anak akan mendapatkan:
  • 11. VA + 1/16 + 1/64 + . . . . Dan jumlah ini = 1/3 (Mengapa?) 6. Refleksi Coba anda tuliskan suatu refleksi tentang aktifitas ini, tentang: • kejelasan aktifitas ini yang membantu pemahaman anda • suatu rasional mengapa diperoleh 1/3. 7. Cara lain. Dengan memanfaatkan contoh pertama di atas, Vi + V4 + 1/8 + 1/16 + . . . maka VA + 1/16 + 1/64 + . . . dapat diselesaikan sebagai berikut. Dari V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . = 1 Selanjutnya misalkan bahwa VA + 1/16 + 1/64 + 1/256 + . . . = y Pandang : ( V2 + VA + 1/8 +...) - ( VA + 1/16 + 1/64 +...) = V2 + 1/8 + 1/32 + 1/128 +.. = 2 (VA+ 1/16 + 1/64 + . . . ) 1 - y = 2y 1 = 3y Atau y = 1/3, 8. Latihan Selanjutnya, anda diharapkan bekerja dalam kelompok untuk mententukan apakah : a. 1/3 + 1/9 + 1/27 + . . . = V2 b. 1/5 + 1/25 + 1/125 + . . . = VA dst. c. Gunakan cara lain untuk menyelesaikan soal a dan b. 9. Konjektur. Dari pengamatan anda pada kedua soal yang pertama tadi serta hasil dari penyelesaian soal a dan b, tentu anda akan mempunyai hipotesis, atau dugaan, jika anda dihadapkan pada bentuk
  • 12. 1/6 + 1/36 + 1/216 + . . . = 1/5 Jika anda kembali melakukan beberapa percobaan atau kegiatan inkuiri, maka anda akan sampai pada suatu kesimpulan umum yang berkaitan dengan jumlah ta hingga suku-suku deret geometri ta hingga 1/x + 1/x2 + 1/x3 + . . . Maka anda akan menyimpulkan bahwa 1/x + 1/x2 + 1/x3 + . . . = 1/ (x - 1). Dengan ketentuan bahwa x adalah bilangan asli. Dapatkah anda BUKTIKAN HAL INI? 10. Koneksi. Pandanglah 1/3 yang ditulis sebagai pecahan decimal berikut ini: 1/3 = 0.3333333 . . . Perhatikan bahwa 0.3333 . . . adalah suatu pecahan dengan desimal berulang dengan banyaknya angka desimal ta terhingga. Dengan demikian 0.3333 dapatlah ditulis sebagai berikut: 0.3333. . . = 0.3 + 0.03 + 0.003 + 0.0003+ . . . . = 3/10 + 3/100 + 3/1000 + 3/10000 + . . . = 3(1/10 + 1/100 + 1/1000 + 1/10000 + . . . ) = 3 (1/9) = 1/3 11. Aplikasi Pandanglah 0.121212 ... x = 0.121212... 100 x = 12.121212 ... 99x = 12 jadi x = 12/99 = 4/33 Tetapi 0.121212 . . . = 0.12 + 0.0012 + 0.0000112 + . . . = (0.1 + 0.02) + (0.001 + 0.0002) + (0.00001+ 0.000002) + . . . = (0.1 + 0.001 + 0.00001 + . . . .) + ( 0.02 + 0.0002 + 0.000002 + ...) *
  • 13. •4 •* *- Panda ng 0.1 + 0.01 + 0.001 + . . . = 1/9 (perha tikan conto h di depan ) Jika dimisa lkan bahwa a = 0.1 + 0.001 +
  • 14. 0.0000 1 + . . ., maka (0.1) a = 0.1 (0.1 + 0.001 + 0.0000 1 + . . .) = 0 . 0 1 + 0 . 0 0 0 1 + 0 . 0 0 0 0 0 1 + . . . = 1 / 9 9 * * Deng an demi kian a = (1/99) : (0.1) a = (1/99) : (1/10) = (1/99) (10/1) = 10/99
  • 15. Panda ng b = 0.02 + 0.0002 + 0.0000 02 + . . . = 2 (0.01 + 0.0001 + 0.0000 01+ ...) = 2 (1/99) = 2/99 *** Dari (*), (**), dan (***) disimp ulkan bahwa 0.1212 12 ... = 10/99 + 2/99 = 12/99 = 4/33. 12. Secar a umum Jika diketa hui x adalah bilang an asli > 1, dan S = 1/x + 1/x2 + 1/x3 + ... Maka x S = 1 / x ( 1 / x + 1 / x 2 + 1 / x 3 + . . . )
  • 17. sama dengan 1. (Meng apa?). Akan tetapi jumlah dari bilanga n- bilanga n yang ta hingga banyak nya pada bentuk V2 + VA + 1/8 + 1/16 ... adalah mende kati 1 . tetapi tidak sama dengan satu, sekalip un bilanga n- bilanga n yang dijuml ahkan itu ta hingga banyak nya.
  • 18. Karena itu dikatakan limit dari V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . adalah sama dengan 1. Secara umum, penjumlahan ini ditulis sebagai berikut: Lim (V2 + VA + 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . ) n—>co Lim V2 +( V2)2 + (1/2)3 + . . . + (l/2)n = 1 n—>co (Dan dibaca: “limit dari V2 + VA+ 1/8 + 1/16 + 1/32 . . . untuk n menuju 00 adalah = 1 11. Soal: 1. Tentukan jumlah deret berikut: a. 3/5 + 3/25 + 3/125 +...... b. 2/7 + 2/49 + 2/343 + .... 2. Tuliskan pecahan berulang berikut ini sebagai pecahan biasa.
  • 19. a. 1, 35353535 . . . b. 0. 13131313 . . . .
  • 20. Daftar Pustaka Freudenthal. H. (1973). Mathematics as an Educational Task. Dalam van den Heuvel Panhuizen (1996). Assessment and Realistic Mathematics Education. Freudenthal Institution. Utrecht. Gravemeijer, K.P.E (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Feudenthal Institution, Utrecht. NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia