3. Kerajaan Buleleng
Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali bagian
utara yang didirikan sekitar pertengahan abad ke17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849.
Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji
Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara
menyatukan seluruh wilayah wilayah Bali Utara
yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.
Masa kerajaan ini dimulai pada tahun 1660 sampai
tahun 1950.
4. Sejarah Buleleng
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang
sewaktu kecil bernama I Gusti Gde
Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah
Jelantik dari seorang selir bernama Si
Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji
wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki
kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti
Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I
Gusti Ngurah Panji kelak akan
menyisihkan putra mahkota. Dengan cara
5. I Gusti Ngurah Panji
menguasai wilayah Den Bukit
dan menjadikannya Kerajaan
Buleleng, yang kekuasaannya
pernah meluas sampai ke
ujung timur pulau Jawa
I GUSTI
(Blambangan). ANGLURAH
PANJI SAKTI
6. Dikuasai Mengwi dan Karangasem
Kerajaan Buleleng tahun 1732
dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali
merdeka pada tahun 1752. Selanjutnya jatuh
ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780.
Raja Karangasem, I Gusti Gde Karang
membangun istana dengan nama Puri
Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya
bernama I Gusti Pahang Canang yang
berkuasa sampai 1821.
7. Perlawanan terhadap Belanda
Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan
Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit
pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh
Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut
Jelantik.
Pada tahun 1848 Buleleng kembali
mendapat serangan pasukan angkatan
laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada
serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat
menghancurkan benteng Jagaraga dan
akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda.
8. Dampak perlawanan terhadap Belanda
1. Bidang Politik :
- Dikuasainya seluruh Pulau Bali oleh Belanda
- Berkurangnya kekuasaan Raja pada kerajaannya bahkan
Raja dapat dikatakan menjadi bawahan Belanda.
2. Bidang Ekonomi :
- Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali
karena Bali merupakan daerah yang
strategis yang banyak dikunjungi bangsa
Asing
3. Bidang Sosial :
- Banyaknya tatanan sosial yang diperoleh
Belanda termasuk dihapuskannya adat Sute pada
upacara Ngaben.
9. Perkembangan ekonomi
Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti
Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu
daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan
letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang
menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari
pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng.Dari
Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian
seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut
atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang).
Perdagangan dengan daerah seberang mengalami
perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa
yang diperintah oleh Anak Wungsu.
10. Perkembangan Agama
Alkisah, di saat Singaraja jatuh pada pertengahan tahun
1846, tersebutlah patih I Gusti Ketut Jelantik memindahkan
markas perlawanannya ke Desa Jagaraga. Idenya muncul untuk
membangun benteng ala Barat nan canggih sebagai markas
pertahanannya. Benteng ini terletak hanya sekitar 200 meter
dari Pura Dalem Jagaraga. Kedekatannya dengan lokasi Pura
Dalem ini dapat disebut sebagai perwujudan sistem
pertahanan "duniawi-rohani" religius-spiritual. Dan, posisi
benteng Jagaraga dianggap sebagai lini terdepan dalam
kawasan kekuasaan sakti Dewa Siwa -- sebagai manifestasi
Tuhan -- yang melambangkan kehancuran dan pralina bagi
musuh atau Belanda yang berani menyerbu desa ini. Sementara
istana berada di pusat desa, di muka Pura Desa.
11. Persiapan perang yang dilakukan laskar Bali di bawah pimpinan Patih
Jelantik kala itu dapat dikatakan sebagai upaya membangun kekuatan melalui
ranah religius spiritual berlandaskan ajaran agama Hindu yang diyakininya.
Dalam kondisi genting seperti itu, keberadaan Pura Dalem memiliki
keterkaitan sangat erat dengan Pura Desa dan Merajan Agung milik
kalangan brahmana, komunitas Pande Besi di Banjar Pande dan keberadaan
Patih Jelantik di bilangan belakang Pura Desa Jagaraga.
Prosesi itu bertujuan membangkitkan spirit perjuangan dalam rangkaian
upacara masupati (memberi kekuatan gaib dan kesucian) yang dilakukan
oleh Patih Jelantik bersama para pejuang di Merajan Agung. Usai dipasupati, senjata-senjata itu konon secara magis "dihidupkan" kembali, serta
siap digunakan. Lantas, berbagai senjata itu -- dari tempat
penyimpanannya, diarak menyeberang jalan di muka Pura Desa, melintasi
Puri, bergerak ke depan hingga tiba di wilayah belakang perbentengan (dekat
Pura Dalem Jagaraga), seterusnya menempati posisi masing-masing
memperkuat benteng Jagaraga.
12. Peninggalan
Prasasti
Sebuah prasasti ditemukan di desa
Sembiran yang berangka tahun
1065, berisi : “mengkana ya hana banyaga
sakeng sabrangjong, bahitra, rumunduk i
manasa. ….. Artinya, andai kata ada
saudagar dari seberang yang datang
dengan jukung bahitra datang berlabuh di
manasa …..”
Pura dalem Jagaraga
Pura ini digunakan Jero Jempiring -istri patih I Gusti Ketut Jelantik -bertahan sebagai sentra
14. Kemunduran kerajaan
Kemunduran kerajaan Buleleng
disebabkan oleh :
1. Belanda mengajukan syarat kepada
Raja Buleleng untuk menghancurkan
bentengnya sendiri dan tidak boleh
mendirikan lagi.
2. Raja Buleleng harus mengganti
kerugian perang ¾ biaya yang
dikeluarkan Belanda.