SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  83
Télécharger pour lire hors ligne
  1	
  
	
  



              ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
       NOMOR 1051/Pid.B/2008/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA
             PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK




       Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
                            Gelar Serjana Hukum



                                   Oleh :
                              IRFAN PAUWAH
                               45 05 060 043




                            FAKULTAS HUKUM
                       UNIVERSITAS 45 MAKASSAR
                                    2009
2	
  
       ii	
  
	
  
3	
  
       iii	
  
	
  
iv	
   4	
  
	
  
v	
   5	
  
	
  



                           KATA PENGANTAR




Assalamualaikum Wr. Wb.


       Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T

yang telah memberikan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya kepada Penulis

hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis

Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-Mks Tentang

Tindak Pidana Psikotropika Yang Dilakukan Oleh Anak”.


       Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari

sempurna   dan   masih    terdapat   banyak   kekurangan   karena   segala

keterbatasan yang dimiliki Penulis. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat Penulis harapkan

demi kesempurnaan penulisan hukum ini.


       Penulisan hukum ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai

pihak, baik bantuan yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung.

Yang sepantasnya pada lembaran pengantar ini penulis menghaturkan

terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak DR.

Marwan Mas, SH, MH dan Bapak Ruslan Renggong, SH., MH selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan
vi	
  
                                                                      6	
  

	
  



bersedia untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran

kepada penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.


       Atas segala bantuan yang telah diberikan, Penulis menghaturkan

penghargaan dan terima kasih kepada para pihak yang telah banyak

membantu dan menolong Penulis selama pembuatan skripsi ini:


       1. Bapak Prof. DR. Abu Hamid, selaku Rektor Universitas “45”

          Makassar.

       2. Bapak Abd. Haris Hamid, SH., MH, selaku Dekan Fakultas

          Hukum Universitas “45” Makassar.

       3. Ibu Andi Tira, SH, MH, Ibu Yulia A. Hasan, SH., MH dan Bapak

          Baso Madiong, SH., MH, masing-masing selaku Pembantu

          Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III Fakultas

          Hukum Universitas “45” Makassar.

       4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas “45”

          Makassar yang telah mendidik dan membekali penulis dengan

          pengetahuan, terima kasih atas didikan dan ilmu yang diberikan

          kepada saya selama ini. Semoga ilmu yang saya peroleh dapat

          bermanfaat untuk kedepannya.
vii	
  
                                                                        7	
  

	
  



       5. Kepada Ibunda Yulia A. Hasan, SH., MH, selaku penasehat

          akademik Penulis yang senantiasa memberi arahan dalam

          memilih mata kuliah yang akan diprogramkan.

       6. Buat Pak Patta, Pak Jamal, Ibu Marni, Ibu Biah terima kasih

          banyak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis

          baik yang bersifat administratif ataupun sosialisasi.

       7. Seluruh Staff Akademik baik fakultas maupun universitas yang

          telah sabar dan banyak membantu dalam keperluan administrasi

          akademik selama kuliah sampai penyusunan tugas akhir ini.
8	
  

	
                                                                                        viii	
  



                       My	
  sPeCial	
  tHankS	
  GoEs	
  to	
  ……..	
  :	
  

	
  

       Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat buat kita semua dan dapat

membantu untuk memperluas cakrawala berpikir para pembaca, dan penulis

mengingat kata-kata dari orang bijak “Ora et Labora” oleh karena itu jangan

pernah menyerah dalam menjalani hidup ini. Semoga Allah SWT selalu dan

senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya tanpa mengenal batas

waktu kepada kita. Amin, ya Rabbal Alamin.

Wassalamualaiku, Wr. Wb..



                                                                 Makassar, 02 Desember 2009



                                                                                Penulis
ix	
  
                                                                                                                9	
  

	
  



                                               DAFTAR ISI

                                                                                                   Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................          i

PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................                      ii

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI .........................................................                     iii

HALAMAN PENERIMAAN DAN PENGESAHAN .................................                                     iv

KATA PENGANTAR .............................................................................            v

DAFTAR ISI ..........................................................................................   ix

BAB 1 PENDAHULUAN

         1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................                11

         1.2 Rumusan Masalah .............................................................              15

         1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................                      15

         1.4 Metode Penelitian ..............................................................           16

                 1.4.1       Lokasi Penelitian ..................................................       16

                 1.4.2       Jenis dan Sumber Data ........................................             16

                 1.4.3       Teknik Pengumpulan Data ...................................                16

                 1.4.4       Analisis Data.........................................................     17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

         2.1 Pengertian Anak ................................................................           18

         2.2 Pengertian dan Golongan Psikotropika .............................                         20

         2.3 Unsur-unsur Tindak Pidana Psikotropika...........................                          26
x	
  
                                                                                                             10	
  

	
  



        2.4 Ancaman Pidana Dalam Undang-undang Psikotropika.....                                        28

        2.5 Dasar Hukum Pengadilan Anak.........................................                        33

        2.6 Syarat dan Jenis Surat Dakwaan.......................................                       39

        2.7 Jenis-jenis Putusan Hakim.................................................                  47

BAB 3 PEMBAHASAN

        3.1 Proses Pemeriksaan Perkara yang melibatkan anak-anak                                        51

                3.1.1 Analisis Perkara....................................................              51

                3.1.2 Proses Pemeriksaan dalam Persidangan ............                                 54

                3.1.3      Surat Dakwaan ....................................................           63

                3.1.4 Petikan Putusan ...................................................               68

                3.1.5 Analisis Putusan ...................................................              70

        3.2 Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara

              Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS........................................                      73

BAB 4 PENUTUP

       4.1    Kesimpulan ........................................................................       79

       4.2    Saran .................................................................................   80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
11	
  

	
  



                                      BAB 1

                                 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakag Masalah

             Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan

       manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang adil,

       makmur, sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-

       undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Untuk

       mewujudkan masyarakat yang tertib dan sejahtera tersebut perlu

       peningkatan usaha di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan dan

       bidang hukum.

             Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak

       terlepas dari berbagai masalah pelanggaran dan berbagai kejahatan

       yang mengancam stabilitas bangsa baik secara lansung maupun tidak

       lansung. Salah satunya adalah masalah peredaran dan penyalahgunaan

       narkotika dan psikotropika serta oba-obat terlarang.

             Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainya

       (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai

       NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan

       masalah    yang     sangat    kompleks,     yang       memerlukan   upaya

       penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama

       multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
12	
  

	
  



       dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.

       Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan narkotika,

       psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi

       pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut

       indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai

       peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu

       maupun     masyarakat    luas   khususnya      generasi   muda.   Maraknya

       penyalahgunaan NAPZA tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah

       sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai

       dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial

       ekonomi atas. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis

       perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu semua pihak perlu

       mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan

       pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan

       penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.

             Penyalahgunaan      psikotropika   dan     obat-obatan   terlarang   di

       kalangan   generasi     muda    dewasa   ini   kian   meningkat   Maraknya

       penyimpangan perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan

       keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Pemuda sebagai

       generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari

       semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf, sehingga
13	
  

	
  



       remaja tersebut tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan

       bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Sasaran

       dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau

       dirata-ratakan, usia sasaran psikotropika ini adalah usia pelajar, yaitu

       berkisar umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

       bahaya psikotropika sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita

       kapan saja.

             Masalah kenakalan anak (Juvenile delinquency) merupakan salah

       satu bentuk permasalah sosial yang terdapat dalam masyarakat yang

       hampir setiap tahun mengalami peningkatan, terutama di kota-kota besar

       seperti yang terjadi di kota Makassar. Peredaran NAPZA terutama

       psikotropika di kalangan anak-anak di kota Makassar makin marak. Ini

       disebabkan karena kurangnya pengawasan dari orang tua ataupun dari

       pihak yang berwajib dan minimnya pengetahuan mereka tentang bahaya

       narkoba yang dampaknya bisa menyebabkan ketergantungan yang

       merugikan dan dapat merangsang susunan syaraf pusat sehingga

       menimbulkan kelainan prilaku. Sehingga tidak salah jika banyak dari

       mereka yang terjerumus.

             Bagi kalangan anak-anak mereka tidak tahu menahu apakah itu

       NAPZA atau bukan. Mereka pada awalnya ingin mencoba dan sampai

       akhirnya jadi kecanduan dan ketergantungan dari NAPZA tersebut.
14	
  

	
  



       NAPZA yang sering digunakan pada awalnya dari golongan psikotropika.

       Karena penggunaan menganggap bahwa psikotropika lebih mudah dari

       golongan-golongan NAPZA yang lain. Peristiwa tersebut dapat diketahui

       dari berbagai media massa dan media cetak, seperti yang terjadi pada

       anak yang bernama Arlan (14) yaitu anak yang kedapatan menyimpan

       atau membawa psikotropika. Pada awalnya Ia di panggil oleh seorang

       lelaki paroh baya bernama Rudi alias Lupus di pasar kerung-kerung lalu

       menyuruhnya untuk membawa satu paket psikotropika jenis shabu-shabu

       kepada orang yang memesan atau membelinya dengan menyebutkan

       ciri-ciri orang tersebut. Ia mau membawa shabu-shabu tersebut karena

       sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu pada

       seseorang yang membeli shabu-shabu pada lelaki bernama Rudi alias

       Lupus karena mendapat imbalan uang sebesar dua puluh ribu rupiah. Ia

       terlebih dahulu ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polda Sul-sel

       sebelum menyerahkan shabu-shabu tersebut kepada orang yang

       memesannya.

             Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan

       penelitian dengan judul “Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Nomor

       1051/Pid.B/2008/PN.Mks Tentang Tindak Pidana di Bidang Psikotropika

       yang Dilakukan Oleh Anak”.
15	
  

	
  



1.2 Rumusan Masalah

              Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

       tersebut di atas, maka yang menjadi masalah pokok adalah sebagai

       berikut :

       a. Bagaimanakah    proses   pemeriksaan   perkara   Psikotropika   yang

          melibatkan anak-anak?

       b. Bagaimanakah pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara

          nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

       a. Tujuan Penelitian

          1. Untuk   mengetahui    bagaimana   proses   pemeriksaan   perkara

             Psikotropika yang melibatkan anak-anak.

          2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim

             dalam perkara nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS.

       b. Kegunaan Penelitian

          1. Diharapkan mampu memberikan masukan terhadap pembentukan

             Undang-undang atau peraturan baru yang mengatur masalah anak

             di kemudian hari.

          2. Dapat memberikan masukan terhadap pemerintah, penegak

             hukum, lembaga sosial, dan masyarakat untuk mencegah anak
16	
  

	
  



             menggunakan NAPZA terutama golongan psikotropika di Kota

             Makassar.

          3. Sebagai bahan pertimbangan bagi penulis dan penelitian lainnya

             yang menulis dan meneliti kasus yang sama.

1.4 Metode Penelitian

              Dalam rangka pengumpulan data guna menyusun karya ilmiah

       hukum seperti halnya skripsi ditentukan hal-hal sebagai berikut:

       1.4.1 Lokasi penelitian

              Adapun lokasi penelitian yang dipilih adalah Pengadilan Negeri

              Makassar, dengan pertimbangan bahwa kasus psikotropika yang

              diteliti telah memiliki putusan dan mempunyai kekuatan hukum

              tetap.

       1.4.2. Jenis dan sumber data

              1. Data Primer yaitu data yang di peroleh dari penelitian

                   lapangan melalui observasi dan wawancara.

              2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil telaah

                   dokumen-dokumen, hasil-hasil laporan penelitian dan surat

                   kabar maupun berbagai media elektronik lainnya.

       1.4.3. Teknik pengumpulan data

              1.    Penelitian kepustakaan (Library Research) dilakukan dengan

                    cara mempelajari literature hukum pidana dan sumber tertulis
17	
  

	
  



                    lainnya yang ada kaitannya dengan pertanggungjawaban

                    pidana terhadap anak di bawah umur yang menggunakan

                    Psikotropika. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan

                    landasan teoritis.

             2.     Penelitian lapangan (Field Research) dilakuakn dengan

                    teknik:

                    1)   Observasi yaitu melakuakn pencatatan setiap gejala

                         perlakuakn      masyarakat     di   lokasi   penelitian   dan

                         mengunjungi kantor Pengadilan Negeri Makassar dan

                         kantor Kepolisian di kota Makassar untuk memperoleh

                         data anak yang menggunakan psikotropika.

                    2)   Wawancara yaitu mewawancarai tiga orang Pegawai

                         dari kantor Pengadilan Negeri Makassar.

       1.4.4. Analisis Data

             Data     yang    dikumpulkan    dari     penelitian   lapangan    melalui

             wawancara akan digeneralisasikan sesuai dengan kualifikasi data.

             Data sekunder yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif.
18	
  

	
  



                                 BAB 2

                          TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Pengertian Anak

               Anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa.

       Tetapi dalam kenyataannya situasi anak Indonesia masih dan terus

       memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai opleh kegiatan

       bermain, belajar, dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk

       masa depan, realitasnya di warnai data kelam dan menyedihkan. Anak

       Indonesia masih terus mengalami kekerasan. Hal ini dapat dipahami

       karena anak adalah manusia yang belum memiliki kematangan sosial,

       pribadi dan mental seperti orang yang telah dewasa. Adapun

       perbedaan anak dengan orang dewasa terlihat dengan adanya

       perbedaan umur dan tingkah laku.

               Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang

       Kesejahteraan Anak, bahwa:

             “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
             puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Akan tetapi
             walaupun seseorang belum genap 21 tahun, namun apabila ia
             sudah kawin, maka ia tidak lagi berstatus anak, melainkan
             orang yang sudah dewasa.”

             Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 3

       tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:
19	
  

	
  



               “Anak adalah orang yang dalam perkara anak telah mencapai
               umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Jadi
               anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai
               berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan sayarat kedua si
               anak belum pernah kawin, maksudnya anak tersebut tidak
               sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin
               kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam
               perkawinan atau perkawinannya putus karena peceraian, maka
               si anak dianggap sudah dewasa; walaupun umurnya belum
               genap 18 (delapan belas) tahun.”

               Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),

       mendefenisikan:

               “Anak yang belum dewasa yaitu apabila belum berumur 16
               (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut
               dalam perkara pidana, hakim boleh memerintahkan supaya si
               tersalah dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau
               pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau
               memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan
               tidak dikenakan sesuatua hukuman. Ketentuan Pasal 35. 46,
               dan 47 KUHP ini sudah di hapus dengan lahirnya Undang-
               undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.”
               Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak yang belum

       dewasa atau anak dibawah umur adalah anak yang belum dapat

       bekerja sendiri, belum cakap dan belum mampu bertanggung jawab

       dalam    kehidupan   masyarakat,   belum   dapat   mengurus    harta

       kekayaannya sendiri, belum menikah dan belum berusia 21 tahun.

       Lebih lanjut Maulana Hasan, (2000:12) mengatakan bahwa:
                “Pengertian anak dari segi sosial adalah kedudukan anak
                sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
                senantiasa berinteraksi dengan lingkungan, masyarakat,
                bangsa dan negara.”
20	
  

	
  



               Jika ditinjau dari aspek yuridis dan juga menurut para ahli

       hukum maka menurut penulis, pengertian anak dimata hukum positif

       Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa. Orang

       yang dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang

       dibawah pengawasan wali, maka bertitik tolak dari aspek tersebut

       diatas ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur adanya

       univikasi Hukum yang berlaku universal untuk menentukan kriteria

       batasan umur anak.	
  

2.2    Pengertian dan Golongan Psikotropika

       1.   Pengertian Psikotropika

                      Convention on Psychotropic Substances, 1971, telah

            diretifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-

            unang Nomor 8 tahun 1996. Dengan ratifikasi terhadap konvensi

            tentang substansi psikotropika tersebut telah memberikan

            konsekuensi hukum. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia

            berkewajiban untuk menanggulangi pemberantasan kejahatan

            penyalahgunaan      psikotropika    tersebut.     Sejalan    dengan

            penerapan      hukum   terhadap    ratifikasi   konfensi    substansi

            psikotropika, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-

            undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-

            undang ini dalam kenyataannya tidak mampu menangkal tindak
21	
  

	
  



       kejahatan penyalahgunaan Psikotropika, disebabkan Undang-

       undang tersebut lebih banyak mengatur tentang masalah

       kesehatan secara umum.

                Psikotropika di satu sisi, merupakan obat atau bahan

         yang    bermanfaat      atau      pelayanan      kesehatan    dan

         pengembangan ilmu pengetahuan, dan disisi lain, dapat

         menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila

         dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat

         dan seksama. Perkembangan penyalahgunaan psikotropika

         dalam kenyataan semakin meningkat, sehingga mendorong

         Pemerintah Indonesia untuk menerbitkan Undang-undang

         Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.


                Psikotropika merupakan suatu zat/obat yang dapat

         menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf

         pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, kadang-kadang

         disertai dengan timbulnya halusinasi (gangguan persepsi

         visual dan pendengaran), ilusi, gangguan cara berpikir,

         perubahan      alam   perasaan.    Jenis-jenis    yang   termasuk

         psikotropika    Ecstasy/Ineks      Ecstasy       (methylen   dioxy

         methamphetamine)/ MDMA adalah salah satu jenis narkoba

         yang di buat secara ilegal di sebuah laboratorium dalam
22	
  

	
  



       bentuk tablet. Ekstasi akan mendorong tubuh untuk melakukan

       aktivitas yang melampaui batas maksimum dari kekuatan

       tubuh itu sendiri. Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi

       sebagai akibat dari pengerahan tenaga yang tinggi dan lama,

       yang sering menyebabkan kematian. Zat-zat kimia yang

       berbahaya sering dicampur dalam tablet atau kapsul ekstasi.

       Zat-zat ini justru seringkali lebih berbahaya dibandingkan

       kandungan ecstasy yang ada. Ekstasi ini mempengaruhi

       reseptor dopamin di otak sehingga bila efek zat ini habis dapat

       menimbulkan depresi dan paranoid.

             Shabu-shabu          Nama         kimianya        adalah

       methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu

       penyedap masakan. Obat ini berbentuk kristal maupun tablet,

       tidak mempunyai warna maupun bau obat ini mempunyai

       pengaruh yang kuat terhadap syaraf diantaranya :Merasa

       nikmat, eforia, waspada, enerjik, sosial dan percaya diri (bila

       digunakan lebih dari biasanya). Agitasi (mengamuk), agresi

       (menyerang), cemas, panik. Mual, berkeringat, geraham

       lengket, gigi terus mengunyah. Meningkatkan perilaku berisiko,

       kehilangan nafsu makan, susah tidur, gangguan jiwa berat,

       paranoid dan depresi.
23	
  

	
  



                     Sebenarnya psikotropika baru diperkenalkan sejak

              lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi

              yang khusus mempelajari psikofarma atau psikotropik. Istilah

              psikotropik sendiri mulai banyak dipergunakan pada tahun

              1971   sejak   dikeluarkannya    convention   on   psycotropic

              substance oleh General Assembly yang menempatkan zat-zat

              tersebut di bawah kontrol Internasional.

                     Sebagaia mana yang dikemukakan oleh Hari Sasangka,

              (2003: 63) bahwa: Psikotropika adalah obat yang bekerja pada

              atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman.

                     Menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang

              Psikotropika, dalam Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa:

                     Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun
                     sintesis bukan narkotika. yang berkhasiat psikoaktif
                     melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
                     yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
                     mental dan prilaku.
       2.   Golongan-golongan Psikotropika

                     Baik narkotika maupun psikotropika hanya boleh

              beredar dalam bentuk obat yang hanya dipergunakan untuk

              kepentingan pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan

              saja. Pembatasan tersebut dilakukan mengingat bahaya yang

              ditimbulkan dan pemakai dimaksud sangat besar.
24	
  

	
  



             Menurut      Undang-undang      nomor    5   tahun     1997,

       psikotropika dapat dibagi menjadi (4) empat golongan yaitu

       sebagai berikut:

       a. Psikotropika Golongan I

          Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya

          dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak

          digunakan dalam terapi, serta mempunya potensi sangat

          kuat yang dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

          Antaralin: Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lysergic Acid

          Diethylamide/Elsid).

       b. Psikotropika Golongan II

          Psikotropika    golongan    II    adalah   psikotropika   yang

          berkhasiat untuk pengobatandan dapat digunakan dalam

          terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

          mempunya potensi kuat yang mengakibatkan sindroma

          ketergantungan. Adapun yang termasuk dalam psikotropika

          golongan II ada sebanyak 14 (empat belas) jenis antara

          lain: Amfetainina, deksamfetainina, fenetilina dan lain lain.

       c. Psikotropika Golongan III

          Psikotropika    golongan    III   adalah   psikotropika   yang

          berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
25	
  

	
  



          terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

          mempunyai potensi sedang yang mengakibatkan sindroma

          ketergantungan. Adapun yang termasuk dalam psikotropika

          golongan III yang mengakibatkan sindroma ketergantungan

          ini terdapat 19 jenis, antara lain: amobarbital, buprenorfina,

          butabital, dan lain-lain.

       d. Psikotropika Golongan IV

          Psikotropika    golongan     IV    adalah   psikotropika   yang

          berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan

          dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

          mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan sindrima

          ketergantungan.     Adapun        yang   termasuk   psikotropika

          golongan IV ini terdiri dari 59 jenis, antara lain: alobarbital,

          alprazolam, amfepramona, dan lain-lain.

                Penggolongan psikotropika di atas tidak menutup

       kemungkinan masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak

       mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan

       tetapi digolongkan dalam kategori obat keras. Oleh karena itu,

       pengaturan, pembinaan, dan penawasannya, tunduk pada

       peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat

       keras.
26	
  

	
  



                      Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis

              psikotropika yang terlampir dalam undang-undang psikotropika

              telah   disesuaikan    dengan      perkembangan     terakhir     dari

              kesepakatan     internasional   yang    tertuang    dalam      daftar

              penggolongan psikotropika yang dikeluarkan oleh badan

              internasional di bidang psikotropika. Khusus untuk Tetrahydro

              Cannabinnol dan derivatnya, berdasarkan ketentuan dalam

              Convention     in   Phychotropic    Substance,     1971,    beserta

              daftarnya, dimasukkan kedalam psikotropika golongan I dan

              psikotropika golongan II. Namun Undang-undang Nomor 5

              tahun 1997 tentang Psikotropika telah dikeluarkan dari

              golongan     psikotropika,   karena    sesuai    dengan     tatanan

              hukuman yang ada, zat tersebut merupakan salah satu jenis

              narkotika.

2.3    Unsur-unsur Tindak Pidana Psikotropika

              Konvensi Wina tahun 1988 telah mengharuskan pemerintah RI

       untuk menindak lanjuti dalam suatu hukum nasional. Berdasarkan

       Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, mengatur

       tentang alur peredaran psikotropika. Alur peredaran psikotropika

       sudah dikemas dalam suatu sistem pengawasan yang ketat melalui
27	
  

	
  



       instrumen perizinan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan izin

       tersebut dianggap melakukan tindak pidana di bidang psikotropika.

              Tindak pidana psikotropika ini, bila ditelaah lebih rinci akan

       ditemukan beberapa unsur sebagai suatu kejahatan (Siswanto

       Sunarso 2004:63-64), yakni:

       a. Subjek kejahatan tindak pidana psikotropika dapat digolongkan

          dalam dua bagian. Bagian pertama, bersifat individual, misalnya

          para pengguna psikotropika tanpa izin, para pengedar yang illegal,

          kemungkinan para dokter yang melakukan malpraktik. Bagian

          kedua, badan-badan hukum yang secara ilegal melakukan

          peredaran psikotropika tidak sesuai dengan izin yang telah

          diberikan oleh pejabat yang berwenang.

       b. Objek kejahatan adalah bahan-bahan psikotropika baik dalam

          bentuk obat maupun dalam bentuk lainnya.

       c. Cara melakukan kejahatan oleh para pengguna psikotropika

          secara individual dan bersifat ilegal pada umumnya adalah

          meliputi tindakan berupa menggunakan, memiliki, menyimpan dan

          membawa       psikotropika    selain    yang     ditentukan   sesuai

          kepentingannya.

       d. Terhadap badan hukum dengan cara melakukan kejahatan

          bersifat illegal, dapat digolongkan dalam tiga hal yakni :
28	
  

	
  



            1. Memproduksi, melakukan pengangkutan psikotropika tanpa
               label,
            2. Mengeluarkan, mengedarkan, menyalurkan psikotropika tidak
               sesuai ketentuan,
            3. Mengimpor, mengekspor psikotropika selain yang ditentukan.

              Tindak pidana psikotropika dalam Siswanto Sunarso yang juga

       merupakan perluasan dari Pasal 53 ayat (1), adalah digolongkan

       sebagai tindak pidana percobaan atau perbantuan untuk melakukan

       tindak pidana psikotropika dan dapat dipidana jika tindak pidana

       tersebut dilakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) KUHP

       yang menghendaki 3 (tiga) syarat yaitu:

         1) Harus ada maksud untuk melakukan kejahatan;

         2) Harus ada permulaan pelaksanaan;

         3) Pelaksanaan kejahatan itu tidak mencapai maksudnya hanya

             karena ada sebab-sebab yang diluar kehendaknya.

2.4    Ancaman Pidana dalam Undang-undang Psikotropika

              Semua orang Indonesia tentu seudah mengetahui, bahwa

       Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara yang di dasarkan

       atas hukum yang berlaku, baik hukum yang tertulis maupun hukum

       yang tidak tertulis, oleh karena itu semua warga negara Indonesia

       tanpa ada pengecualian wajib taat dan patuh terhadap hukum. Tidak

       peduli rakyat kecil, pengusaha, maupun pejabat tinggi wajib untuk

       mentaati hukum. Seluruh tidak tanduk atau perbuatan yang dilakukan
29	
  

	
  



       didalam negara kita, wajib didasarkan atas hukum yang berlaku.

       Demikian pula apabila terjadi pelanggaran dan sengketa hukum

       dselesaikan pula secara hukum.

               Mengenai psikotropika, kita sudah mempunyai Undang-

       undang Nomor 5 tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut telah

       mengatur psikotropika yang hanya digunakan untuk kepentingan

       pelayanan    kesehatan    dan    pengembangan    Ilmu   Pengetahuan.

       Pelanggaran terhadap peraturan ini diancam dengan hukuman pidana

       yang tinggi dan berat bahkan samapi hukuman mati.

             Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 telah di atur

       ketentuan pidana yang dapat diterapkan bagi pelaku kejahatan

       penyalahgunaan psikotropika, yaitu:

       a. Pada Pasal 59 ayat 1 huruf c:

          “Barangsiapa mengedarkan psikotropika golongan I tidak
          memenuhi ketentuan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
          ayat (3) yaitu psikotropika golongan I hanya dapat di produksi oleh
          pabrik dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian
          dan/atau lembaga pendidikan guna pengembangan Ilmu
          Pengetahuan, di pidana dengan penjara paling singkat 4 (empat)
          tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
          sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
          paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
          rupiah).”
              Ancaman pidana tersebut akan diperberat apabila tindak

       pidananya dilakukan secara terorganisasi sebagaimana diatur dalam

       Pasal 59 ayat (2) dan ayat (3), yaitu:
30	
  

	
  



       Pasal 59 ayat (2);
         “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
         dilakukan secara terorganisir dipidana dengan pidana mati atau
         pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua
         puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh
         ratus lima puluh juta rupiah)”.

       Pasal 59 ayat (3);

         “Jika tindak pidana dalam Pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka
         di samping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada koperasi
         dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
         rupiah)”.

       b. Pada Pasal 60, yaitu:

          (1) Barang siapa:
              a. Memprodksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam
                   ketentuan Pasal 5, atau
              b. Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam
                   bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau
                   persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, atau
              c. Memproduksi atau pengedarkan psikotropika yang berupa
                   obat yang tidak terdaftar dalam yang bertanggung jawab
                   dibidang kesehatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal
                   9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
                   (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
                   200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
          (2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan
              dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
              paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
              Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
          (3) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan
              dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
              paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
              60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
          (4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
              dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 (2), Pasal 14 (3) dan Pasal
              14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
              (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
              60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
31	
  

	
  



          (5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang
              ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (4)
              dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
              pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh
              juta rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu adalah
              pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara (3) bulan.

       c. Pada Pasal 61

          (1) Barang siapa:

              a. Mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang
                  ditentukan dalam Pasal 16, atau
              b. Mengeskpor atau mengimpor psikotropika tanpa surat
                  petsetujuan ekspor atau surat persetujuan impor
                  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau
              c. Melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika
                  tanpa dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat
                  persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
                  ayat (3) atau Pasal 22 ayat (4).
              Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
              dan dipidana denda paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus
              juta rupiah).
          (2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor
              kepada orang yang bertanggung jawab atas pengangkutan
              ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau
              Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga)
              tahun dan pidana denda paling banyak Rp.60.000.000 (enam
              puluh juta rupiah).
       d. Pada Pasal 62
          Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau
          membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling
          lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000
          (seratus juta rupiah).
       e. Pada Pasal 69:

          “Percobaan atau perbentukan untuk melakukan tindak pidana
          psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang dipidana
          sama dengan jika tindak pidana tersebut dilakukan”.
32	
  

	
  



                Apa yang telah diuraikan diatas adalah pembahasan perbuatan

       dan percobaan melakukan kejahatan berdasarkan Undang-undang

       Nomor 5 tahu 1997 tentang Psikotropika yang menghendaki supaya

       pelaku utamanya dapat dihukum sama beratnya dengan orang yang

       melakukan       perbuatan   percobaan    terhadap    tindak   pidana

       psiokotropika. Demikian juga dengan percobaan yang dilakukan oleh

       seseorang sampai selesainya melakukan kejahatan tersebut.

       f. Pada Pasal 70:

          “Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam
          Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63 dan Pasal 64 dilakukan
          oleh korporasi dikenakan pidana denda sebesar 2 (dua) kali pidana
          denda yang berlaku untuk tindak kejahatan tersebut dan dapat
          dilakukan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.”
       g. Pada Pasal 71:

          (1)     Barangsiapa     bersekongkol  atau   bersepakat   untuk
                  melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut
                  melakukan, menganjurkan atau mengorganisasikan suatu
                  tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasl 60, Pasal
                  61, Pasal 62 atau Pasal 63 maka dipidana sebagai suatu
                  permufakatan jahat.
          (2)     Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
                  dipidana dengan ditambah sepertiga pidana yang berlaku
                  untuk tindak pidana tersebut.

       h. Pada Pasal 72:

          “Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan
          anak yang berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah
          atau orang yang dibawa pengampuan atau ketika dalam
          melakukan tindak pidana belum lewat 2 (dua) tahun sejak selesai
          menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang
33	
  

	
  



          dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana
          yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.
             Berdasarkan Pasal-Pasal yang mengatur tentang tindak pidana

       psikotropika tersebut dapat disimpulkan bahwa kejahatan dibidang

       psikotropika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, akan

       tetapi adakalanya kejahatan dilakukan bersama-sama dengan anak

       dibawah umur (belum genap 18 tahun usianya). Oleh Karen anak-anak

       yang belum dewasa cenderung mudah dipengaruhi untuk melakukan

       tindak pidana psikotropika . oleh karena itu perbuatan memanfaatkan

       anak dibawah umur untuk melakukan tindal pidana psikotropika diatur

       dalam Pasal ini. Diantaranya Pasal 62, Pasal 72 dan Pasal-Pasal lain

       yang dapat dikenakan terhadap anak sesuai dengan Undang-undang

       Nomor 5 tahun 1997 apabila permufakatan jahat melibatkan anak-

       anak yang belum dewasa hukumannya tetap diperberat seperti orang

       dewasa, yaitu pidana tambahan sepertiga dari pidana yang berlaku

       pada Pasal 60 sampai dengan Pasal 63.

2.5    Dasar Hukum Pengadilan Anak

             Perbedaan perilaku dan ancaman pidana yang diatur dalam

       Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ini

       dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman

       terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih

       panjang.   Selain   itu   pembedaan   tersebut   dimaksudkan   untuk
34	
  

	
  



       memberikan     kesempatan   kepada   anak    agar   setelah   melalui

       pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang

       lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan

       negara.

             Namun karena dalam UU No. 3 tahun 1997 sendiri mengatur

       tentang ketentuan-ketentuan pidana, baik ketentuan pidana formil

       maupun pidana materil bagi anak, maka sesungguhnya maksud dan

       tujuan undng-undang membentuk pengadilan ini unutuk mengadili

       pidana anak.

             Dalam undang-undang ini juga telah diatur mengenai batas

       umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti yang

       tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun

       1997, yaitu sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum

       mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

       Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka

       menurut Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tetap

       diajukan ke sidang anak.

             Kasus mengenai sanksi terhadap anak dalam undang-undang

       ini ditentukan berasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang

       masih berumur 8 sampai 12 hanya dikenakan tindakan, sedangkan

       terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun
35	
  

	
  



       dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas

       pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.

       Dalam Pasal 24 ayat (1) – (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997

       ditentukan bahwa:

          (1): Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal adalah:
                a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua
                   asuh;
                b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidkan
                   pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau

                c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau
                   Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak
                   dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

          (2): Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
               disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang
               ditetapkan oleh hakim.

             Dari uraian di atas terlihat bahwa anak nakal (juvenile
             delinquency) itu tidak dijatuhi pidana. Kemudian ada dua hal
             yang sifatnya menentukan yang perlu diperhatikan oleh hakim
             yaitu:
               a. Pada waktu anak melakukan tindak pidana,anak haruslah
                   telah mencapai umur diatas 12 samapi 18 tahun.
               b. Pada saat Jaksa melakukan penuntutan terhadap anak,
                   anak harus masih belum dewasa (belum mencapai usia 18
                   tahun) atau belum kawin. (Wagiati Soetodjo, 2008:30)

             Pidana yang dijatuhkan terhadap Anak Nakal menurut Pasal 23

       Undang-undang Nomor 3 tahun1997, meliputi pidana pokok dan

       pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana

       kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana
36	
  

	
  



       tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau

       pembayaran ganti rugi.

               Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Undang-

       undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, telah

       memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melakukan

       suatu    tindak   pidana,    baik   dalam   hukum   acaranya     maupun

       peradilannya. Hal ini terjadi mengingat karena sifat anak dan keadaan

       psikologinya dalam beberapa hal tertentu memerlukan perlakuan

       khusus serta perlindungan yang khusus pula, terutama terhadap

       tindakan-tindakan     yang     pada    hakekatnya   dapat      merugikan

       perkembangan mental maupun jasmani anak. Hal ini direalisasikan

       dengan dimulai pada perlakuan khusus saat penahanan, yaitu dengan

       menahan anak secara terpisah dengan orang dewasa. Pemeriksaan

       dilakukan oleh bagian tersendiri yang terpisah dari orang dewasa. Hal

       ini dimaksudkan untuk menghindarkan anak terhadap pengaruh-

       pengaruh buruk yang dapat diserap yang disebabkan oleh konteks

       kultural dengan tahanan yang lain. Kemudian dalam penyidikan

       polisi/jaksa yang bertugas dalam memeriksa dan mengkoreksi

       keterangan tersangka dibawah umur ini tidak diperkenankan memakai

       seragam dan pendekatan secara efektif, afektif dan simpatik.
37	
  

	
  



             Pasal 6
             Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta
             petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau
             pakaia dinas.
             Perlakuan ini dimaksud agar anak tidak merasa takut dan seram

       menghadapi Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, Penasehat Hukum

       serta petugas lainnya. Sehingga dapat mengeluarkan perasannya

       pada hakim mengapa ia melakukan suatu tindak pidana. Disamping

       itu, guna mewujudkan suasana kekeluargaan agar tidak menjadi

       peristiwa yang mengerikan bagi anak.

       Pasal 8
       (1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup.
       (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak
           sebagaimana dimasud dalam ayat (1) dapat dilakukan dalam
           sedang terbuka.
       (3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri
           oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang
           tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan.
       (4) Selai mereka yang disebut dalam ayat (3), orang-orang tertentu
           atas izin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan
           sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
       (5) Pemberitaan mengenai perkara anak muali sejak penyidikan
           sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan
           menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali atau
           orang tua asuhnya.
       (6) Putusan Pengadilan dalam pemeriksaan anak sebagaimana
           dimaksud dalam ayat (1) di ucapkan dalam sidang terbuka untuk
           umum.
             Menurut Wagiati Soetodjo, (2008:35)
             Pemerikasaan perkara pidana anak yang dilakukan secara
             tertutup agar terciptanya sauna tenang, dan penuh dengan
             kekeluargaan sehingga anakk dapat mengutarakan segala
             peristiwa dan segala perasaannya secara terbuka dan jujur
38	
  

	
  



             selama sidang berjalan. Kemudian digunakan singkatan dari
             nama anak, orang tua, wai atau orang tua asuhnya dimaksud
             agar identitas anak dan keluarganya tidak menjadi berita umum
             yang akan lebih menekan perasaan serta mengganggu
             kesehatan mental anak.
             Pasal 11
             (1) Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat
                 pertama sebgai hakim tunggal.
             (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu ketua pengadilan
                 negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak akan
                 dilakukan dengan hakim majelis.

             Selanjutnya Wagiati Soetodjo (2008:36) mengatakan bahwa:
             Perlu diadakannya hakim tunggal dalam sidang tingkat pertama
             karena:
                a. Perkara dapat diselesaikan dengan lancar;
                b. Hakim tunggal akan leibih dituntut untuk lebih
                    bertanggung jawab secara pribadi;
                c. Dengan hakim tunggal anak tidak menjadi bingun;
                d. Kerjasama hakim tunggal dengan pejabat-pejabat
                    pengawasn dan sosial juga lebih mudah diadakan;
                e. Hakim anak dapat mengikuti perkembangan anak yang
                    sedang menjalani pidana.
             Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan hakim

       tunggal adalah pilihan yang paling tepat digunakan untuk sidang anak.

             Pasal 55
             Dalam perkara anak sebagaimana dimaksud dalam dalam
             Pasal 1 angka 2, Penuntut Umum, Penasihat Hukum,
             Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali atau orag tua
             asuh dan saksi wajib hadir dalam sidang anak.
             Kehadiran orang tua, wali atau orang tua asuhnya dapat

       membuat perasaan tenang, aman dan terlindungi bagi anak yang

       sedang dalam pemeriksaan sehingga kegundahan yang terjadi pada

       diri anak akibat tuntutan jaksa dapat dihilangkan.
39	
  

	
  



             Sehingga papat disimpulkan bahwa dalam ketentuan hukum

       mengenai anak-anak, khususnya bagi anak yang melakukan tindak

       pidana, di atur dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang

       Pengadilan Anak, baik dalam pembedaan perilaku di dalam hukum

       acara maupun ancaman pidananya. Undang-undang pengadilan anak

       merupakan Lex Spesialis dari ketentuan KUHP dan KUHAP, maka

       undang-undang ini sudah mengatur tersendiri hukum acara pidananya,

       dan juga mengatur tentang sejumlah sanksi pidana terhadap anak

       yang terlibat dalam tindak kejahatan.

2.6    Syarat dan Jenis Surat Dakwaan

       a. Syarat-syarat Dakwaan

                   Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2)

           KUHAP terdapat syarat bagaimana sahnya surat dakwaan dan

           Pasal 143 ayat (3) KUHAP bagaimana batalnya surat dakwaan.

           Syarat-syarat surat dakwaan berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf

           a dan b KUHAP adalah syarat dakwaan yang diberi tanggal dan

           ditanda tangani serta berisi :

             a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
                kelamin, kebangsaan, tempat tinggal agama dan pekerjaan
                tersangka.
             b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak
                pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan
                tempat tindak pidana itu dilakukan.
40	
  

	
  



                 Didalam KUHAP Pasal 143 disebut syarat-syarat seperti

          tersebut di atas. Syarat yang mutlak ialah dicantumkannya waktu

          dan tempat terjadinya delik dan delik yang didakwakan. Apabila

          dalam membuat surat dakwaan tidak memenuhi syarat-syarat

          yang terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP dapat batal atau

          dibatalkan oleh hakim. Surat dakwaan dapat dibatalkan apabila

          sudah dibacakan di muka sidang pengadilan dan di mana

          terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan perlawanan atau

          eksepsi. Jadi surat dakwaan batal hanya dapat terjadi dalam

          proses peradilan dan hakimlah yang dapat menentukan batalnya

          surat dakwaan.

                 Yahya Harahap (2008:391) mengemukakan tentang surat

          dakwaan bahwa: Surat dakwaan mengandung dua syarat yakni

          syarat formal dan syarat materiil. Kedua syarat ini harus dipenuhi

          dalam surat dakwaan.

       b. Jenis-jenis Surat Dakwaan

                   Agar kajian berikutnya lebih terarah, maka sebelum

          dikemukanan bentuk-bentuk surat dakwaan, terlebih dahulu

          dikemukakan arti surat dakwaan. Dalam Undang-undang Nomor 8

          tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun
41	
  

	
  



       peraturan perundang-undangan lainnya, tidak dijumpai batasan

       tentang apa yang dimaksud dengan surat dakwaan.

                Akan tetapi, sebagai gambaran dapat disimak pendapat

       Gatot Supramono (1992:5) menguraikan tentang surat dakwaan

       sebagai berikut:

                Surat dakwaan, dapat pula disebut surat tuduhan adalah
                suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari
                tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat
                disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan
                yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan
                pemeriksaan.
                Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat

       dakwaan dibuat oleh penuntut umum berdasarkan berita acara

       pemeriksaan pendahuluan yang dibuat oleh penyidik. Surat

       dakwaan harus secara tegas dan jelas memuat rumusan delik

       yang didakwakan kepada terdakwa.

                Prapto Supardi (1991:23) mengatakan bahwa:
                Apabila dalam surat dakwaan tuduhan tidak disebutkan
                tindak pidana yang dituduhkan serta kira-kira waktu dan
                tempat tindak pidana itu dilakukan, maka surat tuduhan
                akan menjadi batal, tetapi sebaliknya seandainya didalam
                surat tuduhan tidak disebutkan keadaan dalam mana
                tindak pidana itu dilakukan, khususnya yang dapat
                meringankan dan memberatkan kesalahan tersangka,
                maka tidak menyebabkan kebatalan surat tuduhan
                tersebut, didalam surat tuduhan tidak perlu disebutkan
                ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan.
42	
  

	
  



                 Yahya      Harahap     (2008:386-387)      mengemukakan

       pengertian surat dakwaan sebagai berikut:

                 Pada umumnya surat dakwaan di artikan oleh para ahli
                 hukum, berupa pangertian:
                 -­‐ Surat akte;
                 -­‐ Yang memuat perumusan tindak pidana yang
                     didakwakan kepada terdakwa;
                 -­‐ Perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hali
                     pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur
                     delik Pasal tindak pidana yang dilanggar dan
                     didakwakan kepada terdakwa; dan
                 -­‐ Surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan
                     bagi hakim dalam sidang pengadila.

                 Jika   diperhatikan   pengertian   surat   dakwaan    yang

       dikemuka Yahya Harahap diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

       surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan

       delik yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan

       ditarik   dari   hasil   pemeriksaa   penyidikan.    Surat   dakwaan

       merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan

       dimua sidang pengadilan.

       a. Surat Dakwaan Tunggal

                   Dakwaan tunggal bisa juga disebut dakwaan biasa,

          yang menurut Yahya Harahap (2008:398) adalah surat

          dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat

          dakwaan hanya berisi satu dakwaan saja.
43	
  

	
  



                 Umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai

          dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor

          penyertaan atau concursus mapupun faktor alternatif atau

          faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang

          dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga

          surat dakwaan cukup dirumuskan dalam bentk tunggal.

                 Bentuk dakwaan tunggal atau biasa, digunakan oleh

          penuntut umum setelah mempelajari berkas perkara yang

          diajukan oleh penyidik. Apabila penuntut umum beranggapan

          cukup satu delik didakwakan, maka dalam surat dakwaan

          hanya diuraikan satu delik. Penyusunan dakwaan tunggal

          merupakan surat dakwaan teringan dibandingkan bentuk

          surat dakwaan lainnya, karena penuntut umum hanya

          memfokuskan pasa satu permasalahan saja.

       b. Surat Dakwaan Alternatif

                 Dalam bentuk surat dakwaan alternatif ada dua atau

          lebih dakwaan, sebagai alternatif apabila ada dua atau lebih

          delik yang dilanggar oleh terdakwa. Dakwaan alternatif

          diterapkan jika delik yang dilakukan oleh terdakwa berdekatan

          corak dan cirri kejahatannya. Dengan demikian, hakim dapat

          memilih sekaligus menentukan dakwaan mana yang tepat
44	
  

	
  



       dipertanggungjawabkan     kepada     terdakwa     sehubungan

       dengan delik yang dilakukan. Antara dakwaan yang satu

       dengan yang lainnya saling mengecualikan.

             Adapun isi surat dakwaan alternatif menurut Yahya

       harahap (2008:399-400) adalah:

             Antara dakwaan satu dengan yang lain saling
             mengecualikan dan member pilihan kepada hakim
             atau pengadilan untuk menentukan dakwaan maa
             yang tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa
             sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya.
             Menyimak pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa

       surat surat dakwaan aternativ disusun secara berlapis-lapis

       atau dua atau lebih Pasal yang didakwakan kepada terdakwa,

       sebagai pilihan untuk dibuktikan didepan pengadilan. Antara

       dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain saling

       mengecualikan, sehingga hakim dapat memilih salah satu

       dakwaan. Penggunaan dakwaan alternatif dimaksudkan untuk

       mencegah     jangan     sampai     terdakwa     terlepas   dari

       pertanggungjawaban hukum.


             Dalam praktik, dakwaan alternatif digunakan pada

       delik-delik yang dilanggar terdakwa ada kemiripan satu

       dengan yang lain, seperti pencurian (Pasal 362 KUHP)

       dengan penadahan (Pasal 480 KUHP), dan sebagainya.
45	
  

	
  



          Antara dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain yang

          diantarai oleh kata atau setidak-tidaknya, tersirat perkataan

          yang memberikan pilihan kepada hakim.

       c. Surat Dakwaan Subsidair

                 Dakwaan subsidair pada hakikatnya dibuat supaya

          terdakwa tidak lepas dari dakwaan, sebagaimana dijelska

          oleh Yahya Harahap (2008:402):

                 Dakwaan subsidair dakwaan yang terdiri dari dua atau
                 beberapa dakwaan yang disusun dan dijejerkan
                 secara berurutan, mulai dari dakwaan tindak pidana
                 yang berat sampai pada dakwaan tindak pidana yang
                 ringan.
                 Dapat dikatakan bahwa dakwaan subsidari terdiri atas

          dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan,

          mulai dari dakwaan yang terberat pidananya sampai dengan

          delik yang terendah ancaman pidananya. Dakwaan subsidair

          bisa juga disebut sebagai dakwaan pengganti (with the

          alternative of). Maksud dari surat dakwaan yang berbentuk

          subsidair, adalah sebagai usaha penuntut umum agar

          terdakwa tidak terlepas dari pidana.

                 Dakwaan pertama disebut Primair (dakwaanurutan

          pertama), subsidair, lebih subsidair, lebih subsidair lagi, dan

          lebih subsidair lagi. Jika dakwaan primair (dakwaan urutan
46	
  

	
  



          pertama) terbukti maka dakwaan subsidair (dakwaan urutan

          kedua) tidak perlu dibuktikan lagi, dan seterusnya.

       d. Surat Dakwaan Kumulatif

                  Dakwaan kumulatif bisa pula disebut dengan dakwaan

          beberapa    delik,   seperti   yang   dikemukan       oleh   Gatot

          Supramono (1992:31) mengatakan bahwa:

                  Apabila dalamberkas perkara yang diterima penuntut
                  umum diketahui terdapat beberapa tindak pidana,
                  misalnya tersangka diduga melakukan serangkaian
                  perbuatan   yang    berupa   mengambil    televise,
                  menyetubuhi korban dan membunuh peronda malam.
                  Berdasaarkan pengertian diatas, dapat dikatakan

          bahwa      dakwaan    kumulatif   disusun     dalam     rangkaian

          beberapa dakwaan, atau gabungan beberapa dakwaan

          sekaligus. Dakwaan ini berdasarkan Pasal 141 KUHAP, yaitu

          dakwaan berbentuk penggabungan perkara dalam duatu

          surat   dakwaan.     Dakwaan      kumulatif   diterapkan     pada

          seseorang seseorang terdakwa yang melakukan beberapa

          delik concursus seperti Pasal 63, 64, 65, 66 dan Pasal 70

          KUHP.


                  Menurut Yahya Harahap (2008:404-405), dakwaan

          kumulatif ini, dalam praktiknya dijumpai surat dakwaan

          sebagai berikut:
47	
  

	
  



                      1. Dakwaan kumulasi dalam penyertaan tindak
                         pidana. Yaitu dakwaan atau karena terdakwa ambil
                         bagian dalam melakukan tindak pidana (Pasal 55
                         KUHP).
                      2. Dakwaan kumulasi dalam concursus, dibuat karena
                         adanya masalah “perbarengan” suatu tindak pidana
                         yang diatur dalam Pasal 63, 64,65, 66 dan Pasal
                         70 KUHP.

2.7    Jenis-jenis Putusan Hakim

             Dalam praktik, dikenal dengan 2 (dua) bentuk putusan yang

       dapat ditemukan sebagai berikut:

       a. Putusan akhir

                  Apabila    perkara   diperiksa   sampai   selesai   pokok

          perkaranya, maka putusan yang dijatuhkan majelis hakim yang

          mengadili dan memeriksa perkara tersebut disebut putusan akhir.

          Putusan ini dasar hukumnya adalah Pasal 182 ayat (3) dan (8)

          KUHAP. Putusan akhir baru dapat dijatuhkan oleh majelis hakim

          setelah dilakukan pembuktian, tuntutan pidana, pembelaan, replik

          dan duplik. Putusan dapat dijatuhkan pada atau bila mana hakim

          belum siap dengan putusannya, persidangan dapat ditunda dalam

          waktu mendatang.

       b. Bukan putusan akhir.

                  Apabila pemeriksaan belum memasuki pokok perkara

          maka putusan yang dijatuhkan disebut putusan yang bukan
48	
  

	
  



       putusan akhir. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal Pasal 156 (1)

       KUHAP, yaitu:

            Untuk memutus diterima atau ditolaknya keberatan terdakwa
            atau penasehat hukumnya atas surat dakwaan penuntut
            umum yang dapat berisi:
            1. Pengadilan tidak berwewenang mengadili perkaranya;
            2. Surat dakwaan tidak dapat diterima;
            3. Surat dakwaan harus dibatalkan.

               Putusan hakim dilihat dari sifatnya, terdapat dua macam

       putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 191 dan Pasal 193 (1)

       KUHAP sebagai berikut:

                (1). Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
                     pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas
                     perbuatannya yang didakwakan kepadanya tidak
                     terbukti secara sah dan meyakinkan, maka
                     terdakwa diputus bebas.
                (2). Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan
                     yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetpi
                     perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana,
                     maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan
                     hukum.

               Selanjutnya Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi

       sebagai berikut:

               Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah
               melakukan tindak pisana yang didakwakan kepadanya
               maka pengadilan menjatuhkan pidana.

               Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sifat putusan

       ada dua macam yaitu:

       1. Putusan pemidanaan.
49	
  

	
  



       2. Putusan yang bukan pemidanaan.

               Putusan pemidanaan yang bersidat menghukum terdakwa,

       karena yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan

       melakukan delik sebagaimana yang didakwakan kepadanya oleh

       penuntut umum.

               Kemudian putusan yang bukan pemidanaan sebagaimana

       yang dimaksud dalam Pasal 191 ayat (1) dan (1) KUHAP, di atas

       terdapat pula (dua) putusan yakni:

       1. Putusan bebas

       2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

               Putusan    bebas,   dijatuhkan    apabila     dakwaan   yang

       dimaksud tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut

       penilaian hakim berdasarkan pembuktian yang ada dipersidangan.

       Dakwaan tidak terbukti, karena salah satu unsur atau semua unsur

       dari delik tidak terpenuhi. Untuk putusan lepas dari segala tuntutan

       hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1) KUHAP,

       karena dalam pesidangan memang terungkap bahwa terdakwa

       benar-benar    melakukan     delik,   tetapi   oleh    hukum    yang

       bersangkutan tidak dapat dipidana. Dalam teori hukum pidana

       dikenal 2 (dua) alasan tidak dipidananya terdakwa, Andi Zainal

       Abidin Farid, (1995:67), mengemukakan alasan tidak dipidananya
50	
  

	
  



       seorang terdakwa yaitu karena, dasar pembenar dan dasar

       pemaaf.

             Dasar pemaaf, terdapat jika delik yang dilakukan oleh

       seseorang tanpa sengaja atau kelalaian ataupun tidak mampu

       bertanggung   jawab   sebagaimana   diatur   dalam   Pasal   44

       KUHPidana:

             (1). Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang
                  tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya
                  karena kurang sempurna jiwanya atau karena sakit
                  berubah jiwa tidak boleh dihukum.
             (2) Jika     ternyata    perbuatan   itu   tidak  dapat
                  dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang
                  sempurna jiwanya atau karena sakit berubah jiwa
                  maka hakim boleh memerintahkan menempatkan dia
                  dirumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk
                  diperiksa.
             (3). Yang tercantum dalam ayat diatas ini, hanya berlaku
                  bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan
                  Pengadilan Negeri.
51	
  

	
  



                                  BAB 3

                                PEMBAHASAN

3.1    Proses Pemeriksaan Perkara yang Melibatkan Anak-anak

       3.1.1 Analisis Perkara

                     Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi-saki yang

             didukung dengan hasil pemriksaan para tersangka diperoleh

             gambaran bahwa telah terjadi tindak pidana psikotropika yang

             bertempat di Jalan Macini Gusung tepatnya di pasar Kerung-

             kerung yang dilakukan oleh ARLAN BIN MANSUR TORRE

             yang bertempat tinggal di jalan Maccini Gusung setapak 17

             Makassar.

                     Tindak pidana yang dilakukan sesuai Berita Acara

             Pemeriksaan (BAP) oleh pihak penyidik maka ARLAN BIN

             MANSUR TORRE secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan

             membawa psikotropika.

                     Secara singkat uraian perkara tersebut dapat di sarikan

             sebagai berikut:

             a. Pada hari selasa tanggal 9 Juli tahun 2008 sekitar jam 19.30

                WITA atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juli

                2008 bertempat di Jalan Macini Gusung Makassar di depan

                pasar Kerung-kerung atau stidak-tidaknya pada tempat lain
52	
  

	
  



         dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar. Awalnya

         Arlan Bin Mansur Torre dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus

         didalam Pasar Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus

         menyuruh     Arlan    untuk   membawakan    1      (satu)    paket

         psikotropika jenis shabu-shabu kepada seseorang yang

         memesan/membeli yang ada didepan pasar kerung-kerung.

       b. Seseorang    yang     memesan/membeli      1    (satu)      paket

         psikotropika jenis shabu-shabu tersebut, oleh Arlan Bin

         Mansur Torre dengan menyebutkan ciri-cirinya orang

         tersebut berkulit hitam.

       c. Alasan Arlan Bin Mansur Torre mau membawa shabu-shabu

         tersebut     karena    sebelumnya    juga       sudah       pernah

         mengantarkan     shabu-shabu     kepada     seseorang        yang

         memesannya atas perintah atau arahan laki-laki yang

         bernama Rudi alias Lupus.

       d. Selajutnya Arlan Bin Mansur Torre membawa shabu-shabu

         tersebut sebanyak 1 (satu) paket dalam plastic bening dan

         mengantarkannya pada yang memesan didepan pasar

         kerung-kerung dengan imbalan uang yang didapat oleh

         Arlan senilai Rp.20.000 (dua puluh ribu rupiah).
53	
  

	
  



       e. Pada saat Arlan Bin Mansur Torre membawa 1 (satu) paket

          psikotropia jenis shabu-shabu tersebut dalam plastik dan

          hendak mengantarkannya pada yang memesan/membeli,

          namun belum sempat diserahkan shabu-shabu tersebut

          kepada orang yang memesan/membeli, Arlan Bin Mansur

          Torre LAlu ditangkap oleh Petugas Kepolisian dari Polda

          Sul-Sel Bar.

       f. Petugas Kepolisian dari Polda Sul-Sel Bar melakuakn

          Penangkapan karena sebelumnya telah mendapat informasi

          dari seseorang bahwa di Jalan Macini Gusung tepatnya di

          pasar Kerung-kerung sering terjadi transaksi narkoba. Untuk

          itu petugas lansung menuju tempat yang untuk melakukan

          penyelidikan.

       g. Berdasarkan     berita   acara   pemeriksaan   laboratories

          kriminalistik No. LAB:521/KNF/VII/2008 tanggal 17 Juli 2008

          dari Pusan Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar

          dimana dalam kesimpulan pemeriksaannya bahwa barang

          bukti Kristal bening tersebut adalah benar menandung

          Methamfemina (MA) dan termasuk psikotropika golongan II.

              Berdasarkan uraian analisis perkara tersebut maka

       Arlan Bin Mansur Torre oleh pihak Penyidik ditetapkan sebagai
54	
  

	
  



            tersangka dan diancam pidana dalam Pasal 62 UU RI No. 5

            tahun 1997 tetang Psikotropika


       3.1.2 Proses Pemeriksaan dalam Persidangan


                      Terdakwa         dalam      perkara          Pidana      No.

            1051/Pid.B/2008/PN.MKS adalah seorang anak yang berumur

            14 (empat belas) tahun yang masih tergolong anak sehingga

            menurut Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan

            Anak,     Terdakwa       tersebut   dalam     proses    penangkapan,

            penahanan, penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan

            dipersidangan      harus     berpedoman       pada     Undang-undang

            Pengadilan Anak.

                      Secara garis besar proses pemeriksaan dipersidangan

            dalam perkara Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN.MKS yakni

            sebagai berikut:

            -­‐   Berdasarkan Hakim Tunggal sidang dibuka dan dinyatakan

                  tertutup   untuk    umum.     Setelah    itu   Hakim      Tunggal

                  memerintahkan        kepada     pengunjung         yang     tidak

                  berkepentingan dengan persidangan untuk meninggalkan

                  ruangan persidangan dan kepada petugas Pengadilan

                  diperintahkan untuk menutup pintu ruangan. Setelah itu
55	
  

	
  



             Hakim Ketua memerintahkan kepada Penuntut Umum agar

             menghadapkan Terdakwa ke dalam ruangan persidangan

             dalam keadaan bebas akan tetapi dengan penjaggaan yang

             baik dengan didampingi oleh Orang Tua Terdakwa, lalu

             terdakwa duduk dikursi pemeriksaan dan atas pertanyaan

             Hakim   Terdakwa        menjawab   beberapa   hal   mengenai

             identitasnya.

       -­‐   Selanjutnya     Hakim    Tunggal   memberitahukan     kepada

             Terdakwa akan hanya untuk didampingi oleh Penasehat

             Hukum, namun terdakwa menerangkan bahwa Ia tidak di

             dampingin oleh penasehat hukum karena akan menghadapi

             sendiri persidangannya.

       -­‐   Selanjutnya atas permintaan Hakim Tunggal, Penuntut

             Umum membacakan dakwaannya.

       -­‐   Selanjutnya persidangan dilanjutkan dengan mendengar

             keterangan saksi.

       -­‐   Setelah mendengarkan semua keterangan saksi, atas

             permintaan Hakim Tunggal, Penuntut Umum diperintahkan

             untuk menyusun surat Tuntutan Pidana dalam perkara

             Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN-MKS.

       -­‐   Penuntut umum lalu mengajukan Tuntutan Pidananya.
56	
  

	
  



       -­‐   Kemudian       hakim      memberikan     kesempatan    kepada

             terdakwa      untuk    melakukan       oembelaan    dan   atas

             kesempatan itu terdakwa Terdakwa menyatakan akan

             menyampaikan pembelaannya secara tertulis.

       -­‐   Sidang      selanjutnya    untuk   mendengarkan     pembelaan

             (Pledoi) Terdakwa.

       -­‐   Kemudian       Hakim      membreikan     kesempatan    kepada

             Penuntut Umum untuk mengajukan Replik dan Penuntut

             Umum menyatakan untuk menyampaikan Replik secara

             tertulis.

       -­‐   Penuntut umum kemudian mengajukan repliknya.

       -­‐   Kemudian Hakim Tunalg memberikan kesempatan kepada

             Terdakwa untuk mengajukan Duplik, Terdakwa menyatakan

             tidak akan mengajukan Duplik secara tertulis, namun

             Terdakwa akan menyatakan secara lisan bahwa Ia tetapp

             pada pembelaannya semula.

       -­‐   Sidang terakhir untuk pembacaan Putusan. Sidang dibuka

             dan dinyatakan terbuka untuk umum. Kemudian Hakim

             membacakan putusannya.

                 Dalam pemeriksaan di persidangan anak, ada beberapa

       hal    mendasar       yang      membedakan     dengan    pemeriksaan
57	
  

	
  



       persidangan terhadap terdakwa dewasa. Hal mendasar tersebut

       diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang

       Pengadilan Anak yakni pada Pasal 55 sampai dengan Pasal 59.

       Semuanya senantiasa di atur guna menjaga mental, moral dan

       masa depan anak.

              Perbedaan yang dimaksud misalnya: Hakim, Penuntu

       Umum, tidak memakai toga. Hal ini agar tidak menciptakan

       suasana yang menakutkan. Persidangan dilakukan secara

       tertutup dimaksudkan agar tidak mengganggu mental anak jika

       harus berhadapan dengan orang banyak namun putusan harus

       tetap dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Adanya

       laporan pembimbing masyarakat sebaagai bahan pertimbangan

       bagi Hakim sebelum mejatuhkan putusan, serta masih ada hal

       mendasar lain.

       1. Persidangan dengan hakim tunggal

                 Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal

          14 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UU No 3 tentang

          Pengadilan Anak. Perkara yang disidangkan dengan Hakim

          Tunggal adalah perkara yang ancaman pidananya dibawah

          lima tahun dan pembuktiannya tidak sulit. Sebaliknya apabila

          ancaman pidananya diatas lima tahun dan pembuktiannya
58	
  

	
  



          sulit   maka    Ketua   Pengadilan    dapat    menetapkan

          pemeriksaan dengan Hakim Majelis.

                  Wagiati Soetedjo (2008:36) menguraikan beberapa

          keungtungan dengan menggunakan Hakim Tunggal yaitu:

          a. Perkara dapat diselesaikan dengan lancar, jika oleh
             Msjelis Hakim kemungkinan akan berlarut-larut.
          b. Hakim Tunggal akan lebih dituntut untuk lebih
             bertanggung jawab secara pribadi, sedangkan Hakim
             Majelis tidak.
          c. Dengan hakim tunggala anak tidak menjadi bingung
             sedangkan dengan Majelis Hakim kemungkinan
             terdakwa akan menjadi bingung berhadapan dengan 3
             (tiga) orang sehingga jiwanya cenderung tertekan.
          d. Kerjasama Hakim Tunggal dengan pejabat-pejabat
             pengawasan dan sosial juga lebih mudah diadakan
             sehingga putusan yang diberi akan lebih baik dan tepat.

       2. Persidangan di buka dan dinyatakan tertutup untuk umum

                  Ketentuan ini trdapat dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal

          57 ayat (1) dan sejalan dengan Pasal 153 ayat (2) KUHP.

                  Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengganti

          yang bersedia diwawancarai mengenai perkara Pidana

          Nomor 1051/Pid.B/2008/PN.MKS (Wawancara 9 November

          2009), menguraikan maksud tersebut adalah:

                  “Tujuan dilakukannya sidang tertutup untuk umum
                  pada dasarnya untuk menjaga mental anak. Jangan
                  sampai anak merasa malu jika terlalu banyak yang
                  menyaksikan jalannya persidangan, sehingga tidak
                  dapat mengungkapkan kejadian yang sebeanrya.”
59	
  

	
  



                  Pernyataan sidang dibuka dan dinyatakan tertutup

          untuk umum dilakukan Hakim Keta dengan mengetokkan

          palu sidang sebanyak 3 (tiga) kali. Setelah itu Hakim

          Tunggal memerintahkan kepada pengunjung yang tidak

          berkepentingan dengan persidangan untuk meninggalkan

          ruang    persidangan   dan    kepada   petugas        Pengadilan

          diperintahkan untuk menutup pintu ruangan.

                  Setelah itu Hakim Tunggal memerintahkan kepada

          Penuntut Umum agar menghadapkan Terdakwa di dalam

          ruang persidangan dalam keadaan bebas akan tetapi

          dengan menjaga yang baik dengan di dampngi oleh Orang

          Tua     anak   tersebut.   Terdakwa    lalu    duduk      dikursi

          pemeriksaan     dan    atas   pertanyaan      Hakim     Tunggal,

          Terdakwa menjawab beberapa hal mengenai identitasnya.

       3. Hakim, Penuntut Umum dan Penasehat Hukum toga

                  Hal ini diatur dalam Pasal 6 UU Pengadilan Anak

         yang menetukan:

                  “Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat
                  Hukum, serta petugas lainnya tidak memakai toga
                  atau pakaian dinas”
                  Menurut Parlas Nababan selaku Hakim yang bsedia

          diwawancarai mengemukakan bahwa:
60	
  

	
  



                     Alasan mengpa mereka tidak memakai toga yakni
                     agar tercipta suasana kekeluargaan atau dengan
                     kata lain agar tidak tercipta suasana yang
                     menyeramkan yang dapat menciptakan rasa takut
                     bagi anak yang sedang diperiksa. Sehingga
                     pemeriksaan akan nyaman. Pihak yang tidak
                     memakai toga yakni Hakim dan Penuntut Umum,
                     sedangkan Panitera dan Penasehat Hukum tidak
                     memakai jas.
                     Berdasarkan tindakan Hakim tersebut maka pihak

                terdakwa dalam hal ini anak yang sedang diadili tidak

                merasa takut sehingga dengan jujur dan sopan terdakwa

                mengakui kesalahannya.

       4. Penahanan paling lama 15 (lima belas) hari

                     Dalam hal penanganan, ketentuan ini terdapat dalam

          Pasal 47 ayat (2) UU Pengadilan Anak. Berdasarkan BAP

          dari Perkara Pidana Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS ini,

          terhadap terdakwa telah ditahan dalam RUTAN berdasarkan

          Surat Perintah/Penetapan Penahanan:

          -­‐     Penyidik sejak tangga 09 Juli 2008 s/d tanggal 28 Juli

                  2008;

          -­‐     Perpanjangan kepala Kejaksaan Tinggi sejak tanggal 29

                  Juli 2008 s/d 07 Agustus 2008;

          -­‐     Penuntut Umum sejak tanggal 07 Agustus 2008 s/d 16

                  Agustus 2008;
61	
  

	
  



                Berdasarkan BAP tersebut dapat diketahuiabahwa

          penahanan tahap pemeriksaan di persidangan berlansung

          selama 12 Hari. Hal ini berarti penahanan terhadap

          terdakwa tidak lebih dari 15 Hari.

                Menurut     Parlas   Nababan   selaku   Hakim   yang

          bersedia diwawancarai (Wawancara, 09 November 2009)

          mengatakan bahwa:

                “Jika dalam 15 (lima belas) hari itu pemeriksaan
                siding belum selesai maka Penahanan dapat di
                perpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling
                lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi total seluruhnya
                selama 45 (empat puluh lima) hari. Jika pemeriksaan
                belum juga selesai maka terdakwa harus dikeluarkan
                dari tahanan demi hukum.”
       5. Terdakwa didampingi oleh orang tua, Penasehat Hukum dan

          Pembimbing kemasyarakatan

                UU Pengadilan Anak dalam Pasal 57 ayat (12)

          menghendaki terdakwa selain didampingi oleh orang tua

          juga didampingi oleh penasehat hukum dan pembimbing

          kemasyarakatan.

                Dalam perkara ini, pada siding pertama setelah

          siding dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum terdakwa

          dipanggil masuk dengan didampingi oleh orang tuanya.

          Setelah terdakwa ditanya mengenai identitasnya selanjutnya
62	
  

	
  



          Hakim Ketua memberitahukan kepada terdakwa akan

          haknya untuk didampingi oleh penasehat hukum. Terdakwa

          menerangkan bahwa Ia tidak didampingi oleh Penasehat

          Hukum Karena akan menghadapi sendiri persidangan

          perkara Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS tersebut.


                   Menurut Parlas Nababan selaku Hakim di Pengadilan

          Negeri    Makassar    (Wawancara,      09     November      2009)

          mengatakan bahwa:

                   “Seorang terdakwa bisa saja tidak didampingi oleh
                   penasehat hukum sehingga jika nantinya akan
                   melakukan pembelaan terhadap kepentingan diriya
                   sendiri, misalnya untuk melakukan pledoi, baik
                   secara lisan maupun tulisan, anak bisa melakukan
                   atau membuatnya sendiri.”
       6. Saksi dapat didengar tanpa kehadiran terdakwa

                   Ketentuan   ini   terdapat   dalam    Pasal   58     UU

          Pengadilan Anak, namun apabila terdakwa anak dibawah

          keluar, orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat

          hukum dan pembimbing kemasyarakatan harus tetap berada

          dalam ruangan.

                   Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengadilan

          Negeri Makassar (wawancara, 09 November 2009) bahwa:

                   “Seorang terdakwa anak dapat dibawa keluar apabila
                   dari ruang apabila merasa takut atau merasa
63	
  

	
  



                      tertanggu jika harus mendengarkan keterangan
                      tentang perbuatannya dari orang lain. Persidangan
                      diharapkan tidak menciptakan trauma terhadap anak,
                      sehingga sebisa mungkin hal yang membuat mental
                      anak tertanggu harus dihindari. Namun dalam
                      perkara ini terdakwa tidak dibawa keluar karena
                      terdakwa bersedia mendengar semua keterangan
                      saksi.”
            7. Putusan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum

                      Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 59 ayat (3) UU

               Pengadilan Anak yang menentukan:

                      Putusan pengadilan wajib dibacakan dalam siding
                      terbuka untuk umum. Walaupun siding anak
                      dilakukan secara tertutup tetap putusan tetap harus
                      dibacakan dalam siding terbuka untuk umum
                      sehingga siapa saja dapat menghadirii dan
                      mengetahui isi putusan.
                      Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengadilan

               Negeri Makassar (wawancara, 09 November 2009), bahwa:

               Putusan dalam perkara Pidana Anak dibacakan dalam

               siding terbuka untuk umum. Apabila tidak dibacakan dalam

               siding terbuka maka putusan akan batal demi hukum.

       3.1.3 Surat Dakwaan

                   Adapun dakwaan Penuntut Umum terhadap kasus

            tindak pidana psikotropika yang dilakukan oleh anak yang

            dibacakan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang pada

            pokoknya sebagai berikut:
64	
  

	
  



       1. Primair


          ------- Bahwa Ia Terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE

          pada hari selasa tanggal 9 Juli 2008 sekitar jam 19.30 Wita

          atau setidaknya pada waktu lain dalam bulan juli 2008

          bertempat di Jalan Macini Gusung Makassar di depan pasar

          Kerung-kerung Makassar atau setidak-tidaknya pada tempat

          lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar,

          secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa

          psikotropika yang dilakukan dengan cara-cara antara lain

          yaitu: Awalnya Terdakwa dipanggil oleh lelaki Rudi alias

          Lupus (melarikan diri/belum ditangkap) di dalam pasar

          Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus menyuruh

          terdakwa untuk membawa 1 (satu) paket psikotropika jenis

          shabu-shabu kepada orang yang memesan atau membeli

          yang ada di pasar Kerung-kerung dengan menyebutkan cirri-

          cirinya orang hitam. Terdakwa mau membawa shabu-shabu

          tersebut   karena    sebelumnya       juga     sudah   pernah

          mengantarkan shabu-shabu kepada orang yang membeli

          shabu-shabu   pada    Lelaki   Rudi    alias   Lupus   karena

          mendapatkan imbalan uang Rp.20.000 (dua puluh ribu

          rupiah). Selanjutnya terdakwa membawa shabu-shabu
65	
  

	
  



       tersebut sebanyak 1 (paket) dalam plastik bening dan

       mengantarkannya pada yang memesan di depan pasar

       Kerung-kerung namun belum sempat diserahkan shabu-

       shabu tersebut Terdakwa lalu di tangkap oleh petugas

       Kepolisian dari Polda Sul-sel Bar. Berdasarkan berita acara

       pemeriksaan laboratories kriminalistik No LAB :521 / KNF /

       VII / 2008 tanggak 17 Juli 2008 dari Pusan laboratorium

       Forensik Polri Cabang Makassar yang dibuat oleh Dra.

       SUGIHARTI,    FAISAL    RACHMAT,      ST    dan   HASURA

       MULIANI, Amd dimana dalam kesimpulan pemeriksaannya

       disebutkan bahwa:

       1. Barang bukti Kristal bening tersebut diatas adalah benar

           menggandung     Methamfemina     (MA)   dan   termasuk

           dalam golongan 2 nomor urut 9 lampiran Undang-

           undang RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

       2. Barang bukti Urine tersebut di atas benar tidak

           mengandung bahan Psikotropika.

              Perbuatan    terdakwa   sebagaimana     diatur   dan

       diancam pidana dalam Pasal 62 UU RI No. 5 Tahun 1997

       tentang Psikotropika.
66	
  

	
  



       2. Subsidair

          ------- Bahwa Ia Terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE

          pada waktu dan tempat sebagai mana tersebut pada

          dakwaan Primair diatas, menerima penyerahan Psikotropika

          selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3) dana ayat (4)

          yang dilakukan dengan cara antara lain yaitu: Awalnya

          Terdakwa dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus (melarikan

          diri / belum tertangkap) di dalam pasar Kerung-kerung lalu

          lelaki Rudi alias Lupus menyuruh terdakwa untuk membawa

          1 (satu) paket psikotropika jenis shabu-shabu kepada orang

          yang memesan atau membeli yang ada di pasar Kerung-

          kerung dengan menyebutkan cirri-cirinya orang hitam.

          Terdakwa mau membawa shabu-shabu tersebut karena

          sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu

          kepada orang yang membeli shabu-shabu pada Lelaki Rudi

          alias Lupus karena mendapatkan imbalan uang Rp.20.000

          (dua puluh ribu rupiah). Terdakwa membawa shabu-shabu

          tersebut sebanyak 1 (paket) dalam plastik bening dan

          mengantarkannya pada yang memesan di depan pasar

          Kerung-kerung namun belum sempat diserahkan shabu-
67	
  

	
  



       shabu tersebut Terdakwa lalu di tangkap oleh petugas

       Kepolisian dari Polda Sul-sel Bar.

              Berdasrkan berita acara pemeriksaan laboratories

       kriminalistik No LAB :521 / KNF / VII / 2008 tanggal 17 Juli

       2008 dari Pusat laboratorimu Forensik Polri Cabang

       Makassar yang dbuat oleh Dra. SUGIHARTI, FAISAL

       RACHMAT, ST dan HARSURA MULIANI, Amd dimana

       dalam kesimpulan pemeriksaan disebutkan bahwa:


       1. Barang bukti Kristal bening tersebut siatas adalah benar

           mengandung Methamfemina (MA) dan termasuk dalam

           golongan 2 nomor 9 lampiran Undang-undang RI No.5

           tahun 1997 tentang Psikotropika.

       2. Barang bukti Urine yang tersebut diatas benar tidak

           mengandung psikotropika.

              Terdakwa dalam menerima shabu-shabu dari lelaki

       Rudi alias Lupus (DPO) tidak dalam kapasitas atau mewakili

       Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Apotek atau Pasien yang

       sedang salam perawatan.

              Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan di

       ancam Pidana dalam Pasal 60 aya 5 UU RI No 5 tahun

       1997 tentang Psikotropika.
68	
  

	
  



                         Isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut

                diatas, cukup jelas menggambarkan seluruh perbuatan

                terdakwa yang telah melakukan tindak pidana psikotropiks

                ysitu menyimpan dan membawa psikotropika golongan II

                jenis shabu-shabu. Hal tersebut tentuanya bertentangan

                dengan prinsip Undang-undang atau hukum positifyang

                berlaku di Indonesia sehingga perbuatan anak tersebut

                dapat digolongkan sebagai suatu delik.


       3.1.4 Petikan Putusan

                       Setelah melalui bebrapa tahapan persidangan dalam

            perkara tindak pidana psikotropika oleh terdakwa ARLAN BIN

            MANSUR         TORRE     yaitu   diantaranya   adalah   telah

            mendengarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa

            dan meliaht barang bukti serta pembacaan dakwaan dari

            penuntut umum maka dengan ini menimbang, bahwa terdakwa

            didakwa dengan dakwaan yang dirumuskan dalam Pasal 62 UU

            RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, maka hakim yang

            mengadili perkara ini memutuskan dalam putusannya sebagai

            berikut:
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern
Psikotropika By Childern

Contenu connexe

Tendances

PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHPEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHAnang Sarbaini
 
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya ManusiaManajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusiaermawidiana
 
Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011
Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011
Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011Drs. HM. Yunus
 
Fullbook ipa sd_mi_kelas_5
Fullbook ipa sd_mi_kelas_5Fullbook ipa sd_mi_kelas_5
Fullbook ipa sd_mi_kelas_5MTs DARUSSALAM
 
Pengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp sahamPengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp sahamyogieardhensa
 
KIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHA
KIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHAKIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHA
KIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHAermawidiana
 
Kkp162008 08 16
Kkp162008 08 16Kkp162008 08 16
Kkp162008 08 16fajar3w
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYABANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYAermawidiana
 
Petunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalahPetunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalahTria Duga
 
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...NURIMAN NOVIANTO
 
Kelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyanto
Kelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyantoKelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyanto
Kelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyantow0nd0
 
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditorPengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditoryogieardhensa
 

Tendances (17)

File 1
File 1File 1
File 1
 
Intan. iii.a
Intan. iii.aIntan. iii.a
Intan. iii.a
 
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHPEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
 
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya ManusiaManajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia
 
Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011
Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011
Pendidikan agama islam_kelas_9_karwadi_umi_baroroh_sukiman_sutrisno_2011
 
Fullbook ipa sd_mi_kelas_5
Fullbook ipa sd_mi_kelas_5Fullbook ipa sd_mi_kelas_5
Fullbook ipa sd_mi_kelas_5
 
Pengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp sahamPengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp saham
 
doc
docdoc
doc
 
KIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHA
KIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHAKIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHA
KIPRAH KELOMPOK WANITA TANI MENJADI WIRAUSAHA
 
Kkp162008 08 16
Kkp162008 08 16Kkp162008 08 16
Kkp162008 08 16
 
Riset
RisetRiset
Riset
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYABANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA
 
Petunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalahPetunujk penulisan makalah
Petunujk penulisan makalah
 
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...
PENGARUH STORE ATMOSPHERE DAN PROMOSI PENJUALAN TERHADAP MINAT BELI DENGAN SH...
 
Kelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyanto
Kelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyantoKelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyanto
Kelas06 ilmu pengetahuan-alam-heri-sulistyanto
 
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditorPengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
 

En vedette

'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...
'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...
'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...Saskia Vugts Portretschilder
 
Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)
Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)
Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)VarganeAnny
 
Görög nyár(3) ani (nx power lite)
Görög nyár(3) ani (nx power lite)Görög nyár(3) ani (nx power lite)
Görög nyár(3) ani (nx power lite)VarganeAnny
 
óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)
óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)
óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)VarganeAnny
 
Teste comsom2
Teste comsom2Teste comsom2
Teste comsom2dmsaft
 
Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411
Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411
Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411Renata George
 
Workshop recuperación 10mos
Workshop recuperación 10mosWorkshop recuperación 10mos
Workshop recuperación 10mosjolehidy6
 
MarcAtricK n2 j7t33
MarcAtricK n2 j7t33MarcAtricK n2 j7t33
MarcAtricK n2 j7t33MarcAtricK
 
A Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum Results
A Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum ResultsA Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum Results
A Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum ResultsCare2Team
 
Music Video Evaluation (Draft)
Music Video Evaluation (Draft) Music Video Evaluation (Draft)
Music Video Evaluation (Draft) HeatherRC
 
Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)
Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)
Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)VarganeAnny
 
Quiz day 2013 - end of year revision in a fun way
Quiz day 2013 - end of year revision in a fun wayQuiz day 2013 - end of year revision in a fun way
Quiz day 2013 - end of year revision in a fun wayRuth Lemon
 

En vedette (19)

'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...
'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...
'The Making Of' Portret Koningin Beatrix, Portret in opdracht. Saskia Vugts P...
 
Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)
Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)
Minden, ami szép(13)+ani (nx power lite)
 
Görög nyár(3) ani (nx power lite)
Görög nyár(3) ani (nx power lite)Görög nyár(3) ani (nx power lite)
Görög nyár(3) ani (nx power lite)
 
development
developmentdevelopment
development
 
óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)
óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)
óCeánok, tengerek varázsa(7)+ani (nx power lite)
 
Peka bahasa
Peka bahasaPeka bahasa
Peka bahasa
 
Teste comsom2
Teste comsom2Teste comsom2
Teste comsom2
 
Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411
Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411
Trends in Terms of Venture Financing in Silicon Valley Q411
 
Ppt
PptPpt
Ppt
 
Workshop recuperación 10mos
Workshop recuperación 10mosWorkshop recuperación 10mos
Workshop recuperación 10mos
 
Test
TestTest
Test
 
MarcAtricK n2 j7t33
MarcAtricK n2 j7t33MarcAtricK n2 j7t33
MarcAtricK n2 j7t33
 
Y9 kings
Y9 kingsY9 kings
Y9 kings
 
A Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum Results
A Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum ResultsA Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum Results
A Recipe For $uccess: Tracking & Converting Supporters for Maximum Results
 
Music Video Evaluation (Draft)
Music Video Evaluation (Draft) Music Video Evaluation (Draft)
Music Video Evaluation (Draft)
 
Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)
Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)
Orosz fotoművészet(2)+ani (nx power lite)
 
Rafa unit 1
Rafa unit 1Rafa unit 1
Rafa unit 1
 
Quiz day 2013 - end of year revision in a fun way
Quiz day 2013 - end of year revision in a fun wayQuiz day 2013 - end of year revision in a fun way
Quiz day 2013 - end of year revision in a fun way
 
Usda webinar
Usda webinarUsda webinar
Usda webinar
 

Similaire à Psikotropika By Childern

Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...DEPDIKNASBUD
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGUofa_Unsada
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...Warnet Raha
 
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didangSMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didangsekolah maya
 
060 full book
060 full book060 full book
060 full bookCut Nta
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...Warnet Raha
 
Kelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmiKelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmiBurhanudin Adm
 
Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...
Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...
Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...baambangPontoh
 
Buku Biologi SMA Kelas XI Suwarno
Buku Biologi SMA Kelas XI SuwarnoBuku Biologi SMA Kelas XI Suwarno
Buku Biologi SMA Kelas XI SuwarnoRian Maulana
 
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiatiKelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiatiw0nd0
 
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umiSD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umisekolah maya
 
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...sekolah maya
 

Similaire à Psikotropika By Childern (20)

Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
 
Bab I skripsi asef pdf
Bab I skripsi asef pdfBab I skripsi asef pdf
Bab I skripsi asef pdf
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN BAYI...
 
2008050610224801312168
20080506102248013121682008050610224801312168
2008050610224801312168
 
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didangSMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
 
060 full book
060 full book060 full book
060 full book
 
Xi gunawan bhs
Xi gunawan bhsXi gunawan bhs
Xi gunawan bhs
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” PIIA0 HARI KE III...
 
1947 h-2011
1947 h-20111947 h-2011
1947 h-2011
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Kelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmiKelas4 sd sains_ipa_sularmi
Kelas4 sd sains_ipa_sularmi
 
Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...
Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...
Toaz.info laporan-rtl-rpk-pk-diklat-cks-2020-pr 75857832db967d808af6d8b7d6dee...
 
Buku Biologi SMA Kelas XI Suwarno
Buku Biologi SMA Kelas XI SuwarnoBuku Biologi SMA Kelas XI Suwarno
Buku Biologi SMA Kelas XI Suwarno
 
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiatiKelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
 
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umiSD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
 
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
http://belajar.muganet.com/bse/03_SMA-MA/kelas11_terampil-berbahasa-indonesia...
 

Psikotropika By Childern

  • 1.   1     ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 1051/Pid.B/2008/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum Oleh : IRFAN PAUWAH 45 05 060 043 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 45 MAKASSAR 2009
  • 2. 2   ii    
  • 3. 3   iii    
  • 4. iv   4    
  • 5. v   5     KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah memberikan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya kepada Penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-Mks Tentang Tindak Pidana Psikotropika Yang Dilakukan Oleh Anak”. Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan karena segala keterbatasan yang dimiliki Penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat Penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan hukum ini. Penulisan hukum ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Yang sepantasnya pada lembaran pengantar ini penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak DR. Marwan Mas, SH, MH dan Bapak Ruslan Renggong, SH., MH selaku Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan
  • 6. vi   6     bersedia untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran kepada penulis dalam menyusun karya ilmiah ini. Atas segala bantuan yang telah diberikan, Penulis menghaturkan penghargaan dan terima kasih kepada para pihak yang telah banyak membantu dan menolong Penulis selama pembuatan skripsi ini: 1. Bapak Prof. DR. Abu Hamid, selaku Rektor Universitas “45” Makassar. 2. Bapak Abd. Haris Hamid, SH., MH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas “45” Makassar. 3. Ibu Andi Tira, SH, MH, Ibu Yulia A. Hasan, SH., MH dan Bapak Baso Madiong, SH., MH, masing-masing selaku Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas “45” Makassar. 4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas “45” Makassar yang telah mendidik dan membekali penulis dengan pengetahuan, terima kasih atas didikan dan ilmu yang diberikan kepada saya selama ini. Semoga ilmu yang saya peroleh dapat bermanfaat untuk kedepannya.
  • 7. vii   7     5. Kepada Ibunda Yulia A. Hasan, SH., MH, selaku penasehat akademik Penulis yang senantiasa memberi arahan dalam memilih mata kuliah yang akan diprogramkan. 6. Buat Pak Patta, Pak Jamal, Ibu Marni, Ibu Biah terima kasih banyak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik yang bersifat administratif ataupun sosialisasi. 7. Seluruh Staff Akademik baik fakultas maupun universitas yang telah sabar dan banyak membantu dalam keperluan administrasi akademik selama kuliah sampai penyusunan tugas akhir ini.
  • 8. 8     viii   My  sPeCial  tHankS  GoEs  to  ……..  :     Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat buat kita semua dan dapat membantu untuk memperluas cakrawala berpikir para pembaca, dan penulis mengingat kata-kata dari orang bijak “Ora et Labora” oleh karena itu jangan pernah menyerah dalam menjalani hidup ini. Semoga Allah SWT selalu dan senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya tanpa mengenal batas waktu kepada kita. Amin, ya Rabbal Alamin. Wassalamualaiku, Wr. Wb.. Makassar, 02 Desember 2009 Penulis
  • 9. ix   9     DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ ii PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ......................................................... iii HALAMAN PENERIMAAN DAN PENGESAHAN ................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................. v DAFTAR ISI .......................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 11 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 15 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................... 15 1.4 Metode Penelitian .............................................................. 16 1.4.1 Lokasi Penelitian .................................................. 16 1.4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................ 16 1.4.3 Teknik Pengumpulan Data ................................... 16 1.4.4 Analisis Data......................................................... 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak ................................................................ 18 2.2 Pengertian dan Golongan Psikotropika ............................. 20 2.3 Unsur-unsur Tindak Pidana Psikotropika........................... 26
  • 10. x   10     2.4 Ancaman Pidana Dalam Undang-undang Psikotropika..... 28 2.5 Dasar Hukum Pengadilan Anak......................................... 33 2.6 Syarat dan Jenis Surat Dakwaan....................................... 39 2.7 Jenis-jenis Putusan Hakim................................................. 47 BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Proses Pemeriksaan Perkara yang melibatkan anak-anak 51 3.1.1 Analisis Perkara.................................................... 51 3.1.2 Proses Pemeriksaan dalam Persidangan ............ 54 3.1.3 Surat Dakwaan .................................................... 63 3.1.4 Petikan Putusan ................................................... 68 3.1.5 Analisis Putusan ................................................... 70 3.2 Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS........................................ 73 BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan ........................................................................ 79 4.2 Saran ................................................................................. 80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
  • 11. 11     BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakag Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Untuk mewujudkan masyarakat yang tertib dan sejahtera tersebut perlu peningkatan usaha di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan dan bidang hukum. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak terlepas dari berbagai masalah pelanggaran dan berbagai kejahatan yang mengancam stabilitas bangsa baik secara lansung maupun tidak lansung. Salah satunya adalah masalah peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika serta oba-obat terlarang. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
  • 12. 12     dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu semua pihak perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Penyalahgunaan psikotropika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda dewasa ini kian meningkat Maraknya penyimpangan perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf, sehingga
  • 13. 13     remaja tersebut tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau dirata-ratakan, usia sasaran psikotropika ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahaya psikotropika sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita kapan saja. Masalah kenakalan anak (Juvenile delinquency) merupakan salah satu bentuk permasalah sosial yang terdapat dalam masyarakat yang hampir setiap tahun mengalami peningkatan, terutama di kota-kota besar seperti yang terjadi di kota Makassar. Peredaran NAPZA terutama psikotropika di kalangan anak-anak di kota Makassar makin marak. Ini disebabkan karena kurangnya pengawasan dari orang tua ataupun dari pihak yang berwajib dan minimnya pengetahuan mereka tentang bahaya narkoba yang dampaknya bisa menyebabkan ketergantungan yang merugikan dan dapat merangsang susunan syaraf pusat sehingga menimbulkan kelainan prilaku. Sehingga tidak salah jika banyak dari mereka yang terjerumus. Bagi kalangan anak-anak mereka tidak tahu menahu apakah itu NAPZA atau bukan. Mereka pada awalnya ingin mencoba dan sampai akhirnya jadi kecanduan dan ketergantungan dari NAPZA tersebut.
  • 14. 14     NAPZA yang sering digunakan pada awalnya dari golongan psikotropika. Karena penggunaan menganggap bahwa psikotropika lebih mudah dari golongan-golongan NAPZA yang lain. Peristiwa tersebut dapat diketahui dari berbagai media massa dan media cetak, seperti yang terjadi pada anak yang bernama Arlan (14) yaitu anak yang kedapatan menyimpan atau membawa psikotropika. Pada awalnya Ia di panggil oleh seorang lelaki paroh baya bernama Rudi alias Lupus di pasar kerung-kerung lalu menyuruhnya untuk membawa satu paket psikotropika jenis shabu-shabu kepada orang yang memesan atau membelinya dengan menyebutkan ciri-ciri orang tersebut. Ia mau membawa shabu-shabu tersebut karena sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu pada seseorang yang membeli shabu-shabu pada lelaki bernama Rudi alias Lupus karena mendapat imbalan uang sebesar dua puluh ribu rupiah. Ia terlebih dahulu ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polda Sul-sel sebelum menyerahkan shabu-shabu tersebut kepada orang yang memesannya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 1051/Pid.B/2008/PN.Mks Tentang Tindak Pidana di Bidang Psikotropika yang Dilakukan Oleh Anak”.
  • 15. 15     1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka yang menjadi masalah pokok adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah proses pemeriksaan perkara Psikotropika yang melibatkan anak-anak? b. Bagaimanakah pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana proses pemeriksaan perkara Psikotropika yang melibatkan anak-anak. 2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS. b. Kegunaan Penelitian 1. Diharapkan mampu memberikan masukan terhadap pembentukan Undang-undang atau peraturan baru yang mengatur masalah anak di kemudian hari. 2. Dapat memberikan masukan terhadap pemerintah, penegak hukum, lembaga sosial, dan masyarakat untuk mencegah anak
  • 16. 16     menggunakan NAPZA terutama golongan psikotropika di Kota Makassar. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi penulis dan penelitian lainnya yang menulis dan meneliti kasus yang sama. 1.4 Metode Penelitian Dalam rangka pengumpulan data guna menyusun karya ilmiah hukum seperti halnya skripsi ditentukan hal-hal sebagai berikut: 1.4.1 Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian yang dipilih adalah Pengadilan Negeri Makassar, dengan pertimbangan bahwa kasus psikotropika yang diteliti telah memiliki putusan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. 1.4.2. Jenis dan sumber data 1. Data Primer yaitu data yang di peroleh dari penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara. 2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil telaah dokumen-dokumen, hasil-hasil laporan penelitian dan surat kabar maupun berbagai media elektronik lainnya. 1.4.3. Teknik pengumpulan data 1. Penelitian kepustakaan (Library Research) dilakukan dengan cara mempelajari literature hukum pidana dan sumber tertulis
  • 17. 17     lainnya yang ada kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana terhadap anak di bawah umur yang menggunakan Psikotropika. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan landasan teoritis. 2. Penelitian lapangan (Field Research) dilakuakn dengan teknik: 1) Observasi yaitu melakuakn pencatatan setiap gejala perlakuakn masyarakat di lokasi penelitian dan mengunjungi kantor Pengadilan Negeri Makassar dan kantor Kepolisian di kota Makassar untuk memperoleh data anak yang menggunakan psikotropika. 2) Wawancara yaitu mewawancarai tiga orang Pegawai dari kantor Pengadilan Negeri Makassar. 1.4.4. Analisis Data Data yang dikumpulkan dari penelitian lapangan melalui wawancara akan digeneralisasikan sesuai dengan kualifikasi data. Data sekunder yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif.
  • 18. 18     BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak Anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Tetapi dalam kenyataannya situasi anak Indonesia masih dan terus memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai opleh kegiatan bermain, belajar, dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk masa depan, realitasnya di warnai data kelam dan menyedihkan. Anak Indonesia masih terus mengalami kekerasan. Hal ini dapat dipahami karena anak adalah manusia yang belum memiliki kematangan sosial, pribadi dan mental seperti orang yang telah dewasa. Adapun perbedaan anak dengan orang dewasa terlihat dengan adanya perbedaan umur dan tingkah laku. Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Akan tetapi walaupun seseorang belum genap 21 tahun, namun apabila ia sudah kawin, maka ia tidak lagi berstatus anak, melainkan orang yang sudah dewasa.” Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:
  • 19. 19     “Anak adalah orang yang dalam perkara anak telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Jadi anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan sayarat kedua si anak belum pernah kawin, maksudnya anak tersebut tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena peceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa; walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.” Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), mendefenisikan: “Anak yang belum dewasa yaitu apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam perkara pidana, hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatua hukuman. Ketentuan Pasal 35. 46, dan 47 KUHP ini sudah di hapus dengan lahirnya Undang- undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.” Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak yang belum dewasa atau anak dibawah umur adalah anak yang belum dapat bekerja sendiri, belum cakap dan belum mampu bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat, belum dapat mengurus harta kekayaannya sendiri, belum menikah dan belum berusia 21 tahun. Lebih lanjut Maulana Hasan, (2000:12) mengatakan bahwa: “Pengertian anak dari segi sosial adalah kedudukan anak sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara.”
  • 20. 20     Jika ditinjau dari aspek yuridis dan juga menurut para ahli hukum maka menurut penulis, pengertian anak dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa. Orang yang dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali, maka bertitik tolak dari aspek tersebut diatas ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur adanya univikasi Hukum yang berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur anak.   2.2 Pengertian dan Golongan Psikotropika 1. Pengertian Psikotropika Convention on Psychotropic Substances, 1971, telah diretifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang- unang Nomor 8 tahun 1996. Dengan ratifikasi terhadap konvensi tentang substansi psikotropika tersebut telah memberikan konsekuensi hukum. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menanggulangi pemberantasan kejahatan penyalahgunaan psikotropika tersebut. Sejalan dengan penerapan hukum terhadap ratifikasi konfensi substansi psikotropika, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang- undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang- undang ini dalam kenyataannya tidak mampu menangkal tindak
  • 21. 21     kejahatan penyalahgunaan Psikotropika, disebabkan Undang- undang tersebut lebih banyak mengatur tentang masalah kesehatan secara umum. Psikotropika di satu sisi, merupakan obat atau bahan yang bermanfaat atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan disisi lain, dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Perkembangan penyalahgunaan psikotropika dalam kenyataan semakin meningkat, sehingga mendorong Pemerintah Indonesia untuk menerbitkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Psikotropika merupakan suatu zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, kadang-kadang disertai dengan timbulnya halusinasi (gangguan persepsi visual dan pendengaran), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan. Jenis-jenis yang termasuk psikotropika Ecstasy/Ineks Ecstasy (methylen dioxy methamphetamine)/ MDMA adalah salah satu jenis narkoba yang di buat secara ilegal di sebuah laboratorium dalam
  • 22. 22     bentuk tablet. Ekstasi akan mendorong tubuh untuk melakukan aktivitas yang melampaui batas maksimum dari kekuatan tubuh itu sendiri. Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi sebagai akibat dari pengerahan tenaga yang tinggi dan lama, yang sering menyebabkan kematian. Zat-zat kimia yang berbahaya sering dicampur dalam tablet atau kapsul ekstasi. Zat-zat ini justru seringkali lebih berbahaya dibandingkan kandungan ecstasy yang ada. Ekstasi ini mempengaruhi reseptor dopamin di otak sehingga bila efek zat ini habis dapat menimbulkan depresi dan paranoid. Shabu-shabu Nama kimianya adalah methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan. Obat ini berbentuk kristal maupun tablet, tidak mempunyai warna maupun bau obat ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap syaraf diantaranya :Merasa nikmat, eforia, waspada, enerjik, sosial dan percaya diri (bila digunakan lebih dari biasanya). Agitasi (mengamuk), agresi (menyerang), cemas, panik. Mual, berkeringat, geraham lengket, gigi terus mengunyah. Meningkatkan perilaku berisiko, kehilangan nafsu makan, susah tidur, gangguan jiwa berat, paranoid dan depresi.
  • 23. 23     Sebenarnya psikotropika baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi yang khusus mempelajari psikofarma atau psikotropik. Istilah psikotropik sendiri mulai banyak dipergunakan pada tahun 1971 sejak dikeluarkannya convention on psycotropic substance oleh General Assembly yang menempatkan zat-zat tersebut di bawah kontrol Internasional. Sebagaia mana yang dikemukakan oleh Hari Sasangka, (2003: 63) bahwa: Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, dalam Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa: Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. 2. Golongan-golongan Psikotropika Baik narkotika maupun psikotropika hanya boleh beredar dalam bentuk obat yang hanya dipergunakan untuk kepentingan pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan saja. Pembatasan tersebut dilakukan mengingat bahaya yang ditimbulkan dan pemakai dimaksud sangat besar.
  • 24. 24     Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1997, psikotropika dapat dibagi menjadi (4) empat golongan yaitu sebagai berikut: a. Psikotropika Golongan I Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunya potensi sangat kuat yang dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Antaralin: Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lysergic Acid Diethylamide/Elsid). b. Psikotropika Golongan II Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatandan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunya potensi kuat yang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Adapun yang termasuk dalam psikotropika golongan II ada sebanyak 14 (empat belas) jenis antara lain: Amfetainina, deksamfetainina, fenetilina dan lain lain. c. Psikotropika Golongan III Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
  • 25. 25     terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang yang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Adapun yang termasuk dalam psikotropika golongan III yang mengakibatkan sindroma ketergantungan ini terdapat 19 jenis, antara lain: amobarbital, buprenorfina, butabital, dan lain-lain. d. Psikotropika Golongan IV Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan sindrima ketergantungan. Adapun yang termasuk psikotropika golongan IV ini terdiri dari 59 jenis, antara lain: alobarbital, alprazolam, amfepramona, dan lain-lain. Penggolongan psikotropika di atas tidak menutup kemungkinan masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan tetapi digolongkan dalam kategori obat keras. Oleh karena itu, pengaturan, pembinaan, dan penawasannya, tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat keras.
  • 26. 26     Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis psikotropika yang terlampir dalam undang-undang psikotropika telah disesuaikan dengan perkembangan terakhir dari kesepakatan internasional yang tertuang dalam daftar penggolongan psikotropika yang dikeluarkan oleh badan internasional di bidang psikotropika. Khusus untuk Tetrahydro Cannabinnol dan derivatnya, berdasarkan ketentuan dalam Convention in Phychotropic Substance, 1971, beserta daftarnya, dimasukkan kedalam psikotropika golongan I dan psikotropika golongan II. Namun Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika telah dikeluarkan dari golongan psikotropika, karena sesuai dengan tatanan hukuman yang ada, zat tersebut merupakan salah satu jenis narkotika. 2.3 Unsur-unsur Tindak Pidana Psikotropika Konvensi Wina tahun 1988 telah mengharuskan pemerintah RI untuk menindak lanjuti dalam suatu hukum nasional. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, mengatur tentang alur peredaran psikotropika. Alur peredaran psikotropika sudah dikemas dalam suatu sistem pengawasan yang ketat melalui
  • 27. 27     instrumen perizinan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan izin tersebut dianggap melakukan tindak pidana di bidang psikotropika. Tindak pidana psikotropika ini, bila ditelaah lebih rinci akan ditemukan beberapa unsur sebagai suatu kejahatan (Siswanto Sunarso 2004:63-64), yakni: a. Subjek kejahatan tindak pidana psikotropika dapat digolongkan dalam dua bagian. Bagian pertama, bersifat individual, misalnya para pengguna psikotropika tanpa izin, para pengedar yang illegal, kemungkinan para dokter yang melakukan malpraktik. Bagian kedua, badan-badan hukum yang secara ilegal melakukan peredaran psikotropika tidak sesuai dengan izin yang telah diberikan oleh pejabat yang berwenang. b. Objek kejahatan adalah bahan-bahan psikotropika baik dalam bentuk obat maupun dalam bentuk lainnya. c. Cara melakukan kejahatan oleh para pengguna psikotropika secara individual dan bersifat ilegal pada umumnya adalah meliputi tindakan berupa menggunakan, memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika selain yang ditentukan sesuai kepentingannya. d. Terhadap badan hukum dengan cara melakukan kejahatan bersifat illegal, dapat digolongkan dalam tiga hal yakni :
  • 28. 28     1. Memproduksi, melakukan pengangkutan psikotropika tanpa label, 2. Mengeluarkan, mengedarkan, menyalurkan psikotropika tidak sesuai ketentuan, 3. Mengimpor, mengekspor psikotropika selain yang ditentukan. Tindak pidana psikotropika dalam Siswanto Sunarso yang juga merupakan perluasan dari Pasal 53 ayat (1), adalah digolongkan sebagai tindak pidana percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika dan dapat dipidana jika tindak pidana tersebut dilakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) KUHP yang menghendaki 3 (tiga) syarat yaitu: 1) Harus ada maksud untuk melakukan kejahatan; 2) Harus ada permulaan pelaksanaan; 3) Pelaksanaan kejahatan itu tidak mencapai maksudnya hanya karena ada sebab-sebab yang diluar kehendaknya. 2.4 Ancaman Pidana dalam Undang-undang Psikotropika Semua orang Indonesia tentu seudah mengetahui, bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara yang di dasarkan atas hukum yang berlaku, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, oleh karena itu semua warga negara Indonesia tanpa ada pengecualian wajib taat dan patuh terhadap hukum. Tidak peduli rakyat kecil, pengusaha, maupun pejabat tinggi wajib untuk mentaati hukum. Seluruh tidak tanduk atau perbuatan yang dilakukan
  • 29. 29     didalam negara kita, wajib didasarkan atas hukum yang berlaku. Demikian pula apabila terjadi pelanggaran dan sengketa hukum dselesaikan pula secara hukum. Mengenai psikotropika, kita sudah mempunyai Undang- undang Nomor 5 tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut telah mengatur psikotropika yang hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan. Pelanggaran terhadap peraturan ini diancam dengan hukuman pidana yang tinggi dan berat bahkan samapi hukuman mati. Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 telah di atur ketentuan pidana yang dapat diterapkan bagi pelaku kejahatan penyalahgunaan psikotropika, yaitu: a. Pada Pasal 59 ayat 1 huruf c: “Barangsiapa mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) yaitu psikotropika golongan I hanya dapat di produksi oleh pabrik dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna pengembangan Ilmu Pengetahuan, di pidana dengan penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).” Ancaman pidana tersebut akan diperberat apabila tindak pidananya dilakukan secara terorganisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (2) dan ayat (3), yaitu:
  • 30. 30     Pasal 59 ayat (2); “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terorganisir dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”. Pasal 59 ayat (3); “Jika tindak pidana dalam Pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada koperasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)”. b. Pada Pasal 60, yaitu: (1) Barang siapa: a. Memprodksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5, atau b. Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, atau c. Memproduksi atau pengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar dalam yang bertanggung jawab dibidang kesehatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 (2), Pasal 14 (3) dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
  • 31. 31     (5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu adalah pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara (3) bulan. c. Pada Pasal 61 (1) Barang siapa: a. Mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan dalam Pasal 16, atau b. Mengeskpor atau mengimpor psikotropika tanpa surat petsetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau c. Melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau Pasal 22 ayat (4). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). (2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada orang yang bertanggung jawab atas pengangkutan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah). d. Pada Pasal 62 Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah). e. Pada Pasal 69: “Percobaan atau perbentukan untuk melakukan tindak pidana psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang dipidana sama dengan jika tindak pidana tersebut dilakukan”.
  • 32. 32     Apa yang telah diuraikan diatas adalah pembahasan perbuatan dan percobaan melakukan kejahatan berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahu 1997 tentang Psikotropika yang menghendaki supaya pelaku utamanya dapat dihukum sama beratnya dengan orang yang melakukan perbuatan percobaan terhadap tindak pidana psiokotropika. Demikian juga dengan percobaan yang dilakukan oleh seseorang sampai selesainya melakukan kejahatan tersebut. f. Pada Pasal 70: “Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63 dan Pasal 64 dilakukan oleh korporasi dikenakan pidana denda sebesar 2 (dua) kali pidana denda yang berlaku untuk tindak kejahatan tersebut dan dapat dilakukan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.” g. Pada Pasal 71: (1) Barangsiapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut melakukan, menganjurkan atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasl 60, Pasal 61, Pasal 62 atau Pasal 63 maka dipidana sebagai suatu permufakatan jahat. (2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut. h. Pada Pasal 72: “Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah atau orang yang dibawa pengampuan atau ketika dalam melakukan tindak pidana belum lewat 2 (dua) tahun sejak selesai menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang
  • 33. 33     dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut. Berdasarkan Pasal-Pasal yang mengatur tentang tindak pidana psikotropika tersebut dapat disimpulkan bahwa kejahatan dibidang psikotropika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, akan tetapi adakalanya kejahatan dilakukan bersama-sama dengan anak dibawah umur (belum genap 18 tahun usianya). Oleh Karen anak-anak yang belum dewasa cenderung mudah dipengaruhi untuk melakukan tindak pidana psikotropika . oleh karena itu perbuatan memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan tindal pidana psikotropika diatur dalam Pasal ini. Diantaranya Pasal 62, Pasal 72 dan Pasal-Pasal lain yang dapat dikenakan terhadap anak sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 apabila permufakatan jahat melibatkan anak- anak yang belum dewasa hukumannya tetap diperberat seperti orang dewasa, yaitu pidana tambahan sepertiga dari pidana yang berlaku pada Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. 2.5 Dasar Hukum Pengadilan Anak Perbedaan perilaku dan ancaman pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu pembedaan tersebut dimaksudkan untuk
  • 34. 34     memberikan kesempatan kepada anak agar setelah melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun karena dalam UU No. 3 tahun 1997 sendiri mengatur tentang ketentuan-ketentuan pidana, baik ketentuan pidana formil maupun pidana materil bagi anak, maka sesungguhnya maksud dan tujuan undng-undang membentuk pengadilan ini unutuk mengadili pidana anak. Dalam undang-undang ini juga telah diatur mengenai batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997, yaitu sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka menurut Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak. Kasus mengenai sanksi terhadap anak dalam undang-undang ini ditentukan berasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun
  • 35. 35     dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak. Dalam Pasal 24 ayat (1) – (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 ditentukan bahwa: (1): Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal adalah: a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidkan pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. (2): Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim. Dari uraian di atas terlihat bahwa anak nakal (juvenile delinquency) itu tidak dijatuhi pidana. Kemudian ada dua hal yang sifatnya menentukan yang perlu diperhatikan oleh hakim yaitu: a. Pada waktu anak melakukan tindak pidana,anak haruslah telah mencapai umur diatas 12 samapi 18 tahun. b. Pada saat Jaksa melakukan penuntutan terhadap anak, anak harus masih belum dewasa (belum mencapai usia 18 tahun) atau belum kawin. (Wagiati Soetodjo, 2008:30) Pidana yang dijatuhkan terhadap Anak Nakal menurut Pasal 23 Undang-undang Nomor 3 tahun1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana
  • 36. 36     tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau pembayaran ganti rugi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Undang- undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, telah memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melakukan suatu tindak pidana, baik dalam hukum acaranya maupun peradilannya. Hal ini terjadi mengingat karena sifat anak dan keadaan psikologinya dalam beberapa hal tertentu memerlukan perlakuan khusus serta perlindungan yang khusus pula, terutama terhadap tindakan-tindakan yang pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan mental maupun jasmani anak. Hal ini direalisasikan dengan dimulai pada perlakuan khusus saat penahanan, yaitu dengan menahan anak secara terpisah dengan orang dewasa. Pemeriksaan dilakukan oleh bagian tersendiri yang terpisah dari orang dewasa. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan anak terhadap pengaruh- pengaruh buruk yang dapat diserap yang disebabkan oleh konteks kultural dengan tahanan yang lain. Kemudian dalam penyidikan polisi/jaksa yang bertugas dalam memeriksa dan mengkoreksi keterangan tersangka dibawah umur ini tidak diperkenankan memakai seragam dan pendekatan secara efektif, afektif dan simpatik.
  • 37. 37     Pasal 6 Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaia dinas. Perlakuan ini dimaksud agar anak tidak merasa takut dan seram menghadapi Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, Penasehat Hukum serta petugas lainnya. Sehingga dapat mengeluarkan perasannya pada hakim mengapa ia melakukan suatu tindak pidana. Disamping itu, guna mewujudkan suasana kekeluargaan agar tidak menjadi peristiwa yang mengerikan bagi anak. Pasal 8 (1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup. (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak sebagaimana dimasud dalam ayat (1) dapat dilakukan dalam sedang terbuka. (3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. (4) Selai mereka yang disebut dalam ayat (3), orang-orang tertentu atas izin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (5) Pemberitaan mengenai perkara anak muali sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali atau orang tua asuhnya. (6) Putusan Pengadilan dalam pemeriksaan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Menurut Wagiati Soetodjo, (2008:35) Pemerikasaan perkara pidana anak yang dilakukan secara tertutup agar terciptanya sauna tenang, dan penuh dengan kekeluargaan sehingga anakk dapat mengutarakan segala peristiwa dan segala perasaannya secara terbuka dan jujur
  • 38. 38     selama sidang berjalan. Kemudian digunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wai atau orang tua asuhnya dimaksud agar identitas anak dan keluarganya tidak menjadi berita umum yang akan lebih menekan perasaan serta mengganggu kesehatan mental anak. Pasal 11 (1) Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebgai hakim tunggal. (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak akan dilakukan dengan hakim majelis. Selanjutnya Wagiati Soetodjo (2008:36) mengatakan bahwa: Perlu diadakannya hakim tunggal dalam sidang tingkat pertama karena: a. Perkara dapat diselesaikan dengan lancar; b. Hakim tunggal akan leibih dituntut untuk lebih bertanggung jawab secara pribadi; c. Dengan hakim tunggal anak tidak menjadi bingun; d. Kerjasama hakim tunggal dengan pejabat-pejabat pengawasn dan sosial juga lebih mudah diadakan; e. Hakim anak dapat mengikuti perkembangan anak yang sedang menjalani pidana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan hakim tunggal adalah pilihan yang paling tepat digunakan untuk sidang anak. Pasal 55 Dalam perkara anak sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 1 angka 2, Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali atau orag tua asuh dan saksi wajib hadir dalam sidang anak. Kehadiran orang tua, wali atau orang tua asuhnya dapat membuat perasaan tenang, aman dan terlindungi bagi anak yang sedang dalam pemeriksaan sehingga kegundahan yang terjadi pada diri anak akibat tuntutan jaksa dapat dihilangkan.
  • 39. 39     Sehingga papat disimpulkan bahwa dalam ketentuan hukum mengenai anak-anak, khususnya bagi anak yang melakukan tindak pidana, di atur dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, baik dalam pembedaan perilaku di dalam hukum acara maupun ancaman pidananya. Undang-undang pengadilan anak merupakan Lex Spesialis dari ketentuan KUHP dan KUHAP, maka undang-undang ini sudah mengatur tersendiri hukum acara pidananya, dan juga mengatur tentang sejumlah sanksi pidana terhadap anak yang terlibat dalam tindak kejahatan. 2.6 Syarat dan Jenis Surat Dakwaan a. Syarat-syarat Dakwaan Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP terdapat syarat bagaimana sahnya surat dakwaan dan Pasal 143 ayat (3) KUHAP bagaimana batalnya surat dakwaan. Syarat-syarat surat dakwaan berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP adalah syarat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi : a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal agama dan pekerjaan tersangka. b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
  • 40. 40     Didalam KUHAP Pasal 143 disebut syarat-syarat seperti tersebut di atas. Syarat yang mutlak ialah dicantumkannya waktu dan tempat terjadinya delik dan delik yang didakwakan. Apabila dalam membuat surat dakwaan tidak memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP dapat batal atau dibatalkan oleh hakim. Surat dakwaan dapat dibatalkan apabila sudah dibacakan di muka sidang pengadilan dan di mana terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan perlawanan atau eksepsi. Jadi surat dakwaan batal hanya dapat terjadi dalam proses peradilan dan hakimlah yang dapat menentukan batalnya surat dakwaan. Yahya Harahap (2008:391) mengemukakan tentang surat dakwaan bahwa: Surat dakwaan mengandung dua syarat yakni syarat formal dan syarat materiil. Kedua syarat ini harus dipenuhi dalam surat dakwaan. b. Jenis-jenis Surat Dakwaan Agar kajian berikutnya lebih terarah, maka sebelum dikemukanan bentuk-bentuk surat dakwaan, terlebih dahulu dikemukakan arti surat dakwaan. Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun
  • 41. 41     peraturan perundang-undangan lainnya, tidak dijumpai batasan tentang apa yang dimaksud dengan surat dakwaan. Akan tetapi, sebagai gambaran dapat disimak pendapat Gatot Supramono (1992:5) menguraikan tentang surat dakwaan sebagai berikut: Surat dakwaan, dapat pula disebut surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat dakwaan dibuat oleh penuntut umum berdasarkan berita acara pemeriksaan pendahuluan yang dibuat oleh penyidik. Surat dakwaan harus secara tegas dan jelas memuat rumusan delik yang didakwakan kepada terdakwa. Prapto Supardi (1991:23) mengatakan bahwa: Apabila dalam surat dakwaan tuduhan tidak disebutkan tindak pidana yang dituduhkan serta kira-kira waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan, maka surat tuduhan akan menjadi batal, tetapi sebaliknya seandainya didalam surat tuduhan tidak disebutkan keadaan dalam mana tindak pidana itu dilakukan, khususnya yang dapat meringankan dan memberatkan kesalahan tersangka, maka tidak menyebabkan kebatalan surat tuduhan tersebut, didalam surat tuduhan tidak perlu disebutkan ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan.
  • 42. 42     Yahya Harahap (2008:386-387) mengemukakan pengertian surat dakwaan sebagai berikut: Pada umumnya surat dakwaan di artikan oleh para ahli hukum, berupa pangertian: -­‐ Surat akte; -­‐ Yang memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa; -­‐ Perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hali pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur delik Pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan kepada terdakwa; dan -­‐ Surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadila. Jika diperhatikan pengertian surat dakwaan yang dikemuka Yahya Harahap diatas, maka dapat disimpulkan bahwa surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan delik yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaa penyidikan. Surat dakwaan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimua sidang pengadilan. a. Surat Dakwaan Tunggal Dakwaan tunggal bisa juga disebut dakwaan biasa, yang menurut Yahya Harahap (2008:398) adalah surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu dakwaan saja.
  • 43. 43     Umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor penyertaan atau concursus mapupun faktor alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup dirumuskan dalam bentk tunggal. Bentuk dakwaan tunggal atau biasa, digunakan oleh penuntut umum setelah mempelajari berkas perkara yang diajukan oleh penyidik. Apabila penuntut umum beranggapan cukup satu delik didakwakan, maka dalam surat dakwaan hanya diuraikan satu delik. Penyusunan dakwaan tunggal merupakan surat dakwaan teringan dibandingkan bentuk surat dakwaan lainnya, karena penuntut umum hanya memfokuskan pasa satu permasalahan saja. b. Surat Dakwaan Alternatif Dalam bentuk surat dakwaan alternatif ada dua atau lebih dakwaan, sebagai alternatif apabila ada dua atau lebih delik yang dilanggar oleh terdakwa. Dakwaan alternatif diterapkan jika delik yang dilakukan oleh terdakwa berdekatan corak dan cirri kejahatannya. Dengan demikian, hakim dapat memilih sekaligus menentukan dakwaan mana yang tepat
  • 44. 44     dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan delik yang dilakukan. Antara dakwaan yang satu dengan yang lainnya saling mengecualikan. Adapun isi surat dakwaan alternatif menurut Yahya harahap (2008:399-400) adalah: Antara dakwaan satu dengan yang lain saling mengecualikan dan member pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan maa yang tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Menyimak pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa surat surat dakwaan aternativ disusun secara berlapis-lapis atau dua atau lebih Pasal yang didakwakan kepada terdakwa, sebagai pilihan untuk dibuktikan didepan pengadilan. Antara dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain saling mengecualikan, sehingga hakim dapat memilih salah satu dakwaan. Penggunaan dakwaan alternatif dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terdakwa terlepas dari pertanggungjawaban hukum. Dalam praktik, dakwaan alternatif digunakan pada delik-delik yang dilanggar terdakwa ada kemiripan satu dengan yang lain, seperti pencurian (Pasal 362 KUHP) dengan penadahan (Pasal 480 KUHP), dan sebagainya.
  • 45. 45     Antara dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain yang diantarai oleh kata atau setidak-tidaknya, tersirat perkataan yang memberikan pilihan kepada hakim. c. Surat Dakwaan Subsidair Dakwaan subsidair pada hakikatnya dibuat supaya terdakwa tidak lepas dari dakwaan, sebagaimana dijelska oleh Yahya Harahap (2008:402): Dakwaan subsidair dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan, mulai dari dakwaan tindak pidana yang berat sampai pada dakwaan tindak pidana yang ringan. Dapat dikatakan bahwa dakwaan subsidari terdiri atas dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan, mulai dari dakwaan yang terberat pidananya sampai dengan delik yang terendah ancaman pidananya. Dakwaan subsidair bisa juga disebut sebagai dakwaan pengganti (with the alternative of). Maksud dari surat dakwaan yang berbentuk subsidair, adalah sebagai usaha penuntut umum agar terdakwa tidak terlepas dari pidana. Dakwaan pertama disebut Primair (dakwaanurutan pertama), subsidair, lebih subsidair, lebih subsidair lagi, dan lebih subsidair lagi. Jika dakwaan primair (dakwaan urutan
  • 46. 46     pertama) terbukti maka dakwaan subsidair (dakwaan urutan kedua) tidak perlu dibuktikan lagi, dan seterusnya. d. Surat Dakwaan Kumulatif Dakwaan kumulatif bisa pula disebut dengan dakwaan beberapa delik, seperti yang dikemukan oleh Gatot Supramono (1992:31) mengatakan bahwa: Apabila dalamberkas perkara yang diterima penuntut umum diketahui terdapat beberapa tindak pidana, misalnya tersangka diduga melakukan serangkaian perbuatan yang berupa mengambil televise, menyetubuhi korban dan membunuh peronda malam. Berdasaarkan pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa dakwaan kumulatif disusun dalam rangkaian beberapa dakwaan, atau gabungan beberapa dakwaan sekaligus. Dakwaan ini berdasarkan Pasal 141 KUHAP, yaitu dakwaan berbentuk penggabungan perkara dalam duatu surat dakwaan. Dakwaan kumulatif diterapkan pada seseorang seseorang terdakwa yang melakukan beberapa delik concursus seperti Pasal 63, 64, 65, 66 dan Pasal 70 KUHP. Menurut Yahya Harahap (2008:404-405), dakwaan kumulatif ini, dalam praktiknya dijumpai surat dakwaan sebagai berikut:
  • 47. 47     1. Dakwaan kumulasi dalam penyertaan tindak pidana. Yaitu dakwaan atau karena terdakwa ambil bagian dalam melakukan tindak pidana (Pasal 55 KUHP). 2. Dakwaan kumulasi dalam concursus, dibuat karena adanya masalah “perbarengan” suatu tindak pidana yang diatur dalam Pasal 63, 64,65, 66 dan Pasal 70 KUHP. 2.7 Jenis-jenis Putusan Hakim Dalam praktik, dikenal dengan 2 (dua) bentuk putusan yang dapat ditemukan sebagai berikut: a. Putusan akhir Apabila perkara diperiksa sampai selesai pokok perkaranya, maka putusan yang dijatuhkan majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut disebut putusan akhir. Putusan ini dasar hukumnya adalah Pasal 182 ayat (3) dan (8) KUHAP. Putusan akhir baru dapat dijatuhkan oleh majelis hakim setelah dilakukan pembuktian, tuntutan pidana, pembelaan, replik dan duplik. Putusan dapat dijatuhkan pada atau bila mana hakim belum siap dengan putusannya, persidangan dapat ditunda dalam waktu mendatang. b. Bukan putusan akhir. Apabila pemeriksaan belum memasuki pokok perkara maka putusan yang dijatuhkan disebut putusan yang bukan
  • 48. 48     putusan akhir. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal Pasal 156 (1) KUHAP, yaitu: Untuk memutus diterima atau ditolaknya keberatan terdakwa atau penasehat hukumnya atas surat dakwaan penuntut umum yang dapat berisi: 1. Pengadilan tidak berwewenang mengadili perkaranya; 2. Surat dakwaan tidak dapat diterima; 3. Surat dakwaan harus dibatalkan. Putusan hakim dilihat dari sifatnya, terdapat dua macam putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 191 dan Pasal 193 (1) KUHAP sebagai berikut: (1). Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatannya yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. (2). Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetpi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Selanjutnya Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pisana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sifat putusan ada dua macam yaitu: 1. Putusan pemidanaan.
  • 49. 49     2. Putusan yang bukan pemidanaan. Putusan pemidanaan yang bersidat menghukum terdakwa, karena yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan delik sebagaimana yang didakwakan kepadanya oleh penuntut umum. Kemudian putusan yang bukan pemidanaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 191 ayat (1) dan (1) KUHAP, di atas terdapat pula (dua) putusan yakni: 1. Putusan bebas 2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan bebas, dijatuhkan apabila dakwaan yang dimaksud tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut penilaian hakim berdasarkan pembuktian yang ada dipersidangan. Dakwaan tidak terbukti, karena salah satu unsur atau semua unsur dari delik tidak terpenuhi. Untuk putusan lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1) KUHAP, karena dalam pesidangan memang terungkap bahwa terdakwa benar-benar melakukan delik, tetapi oleh hukum yang bersangkutan tidak dapat dipidana. Dalam teori hukum pidana dikenal 2 (dua) alasan tidak dipidananya terdakwa, Andi Zainal Abidin Farid, (1995:67), mengemukakan alasan tidak dipidananya
  • 50. 50     seorang terdakwa yaitu karena, dasar pembenar dan dasar pemaaf. Dasar pemaaf, terdapat jika delik yang dilakukan oleh seseorang tanpa sengaja atau kelalaian ataupun tidak mampu bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 44 KUHPidana: (1). Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna jiwanya atau karena sakit berubah jiwa tidak boleh dihukum. (2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna jiwanya atau karena sakit berubah jiwa maka hakim boleh memerintahkan menempatkan dia dirumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa. (3). Yang tercantum dalam ayat diatas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
  • 51. 51     BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Proses Pemeriksaan Perkara yang Melibatkan Anak-anak 3.1.1 Analisis Perkara Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi-saki yang didukung dengan hasil pemriksaan para tersangka diperoleh gambaran bahwa telah terjadi tindak pidana psikotropika yang bertempat di Jalan Macini Gusung tepatnya di pasar Kerung- kerung yang dilakukan oleh ARLAN BIN MANSUR TORRE yang bertempat tinggal di jalan Maccini Gusung setapak 17 Makassar. Tindak pidana yang dilakukan sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak penyidik maka ARLAN BIN MANSUR TORRE secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika. Secara singkat uraian perkara tersebut dapat di sarikan sebagai berikut: a. Pada hari selasa tanggal 9 Juli tahun 2008 sekitar jam 19.30 WITA atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juli 2008 bertempat di Jalan Macini Gusung Makassar di depan pasar Kerung-kerung atau stidak-tidaknya pada tempat lain
  • 52. 52     dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar. Awalnya Arlan Bin Mansur Torre dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus didalam Pasar Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus menyuruh Arlan untuk membawakan 1 (satu) paket psikotropika jenis shabu-shabu kepada seseorang yang memesan/membeli yang ada didepan pasar kerung-kerung. b. Seseorang yang memesan/membeli 1 (satu) paket psikotropika jenis shabu-shabu tersebut, oleh Arlan Bin Mansur Torre dengan menyebutkan ciri-cirinya orang tersebut berkulit hitam. c. Alasan Arlan Bin Mansur Torre mau membawa shabu-shabu tersebut karena sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu kepada seseorang yang memesannya atas perintah atau arahan laki-laki yang bernama Rudi alias Lupus. d. Selajutnya Arlan Bin Mansur Torre membawa shabu-shabu tersebut sebanyak 1 (satu) paket dalam plastic bening dan mengantarkannya pada yang memesan didepan pasar kerung-kerung dengan imbalan uang yang didapat oleh Arlan senilai Rp.20.000 (dua puluh ribu rupiah).
  • 53. 53     e. Pada saat Arlan Bin Mansur Torre membawa 1 (satu) paket psikotropia jenis shabu-shabu tersebut dalam plastik dan hendak mengantarkannya pada yang memesan/membeli, namun belum sempat diserahkan shabu-shabu tersebut kepada orang yang memesan/membeli, Arlan Bin Mansur Torre LAlu ditangkap oleh Petugas Kepolisian dari Polda Sul-Sel Bar. f. Petugas Kepolisian dari Polda Sul-Sel Bar melakuakn Penangkapan karena sebelumnya telah mendapat informasi dari seseorang bahwa di Jalan Macini Gusung tepatnya di pasar Kerung-kerung sering terjadi transaksi narkoba. Untuk itu petugas lansung menuju tempat yang untuk melakukan penyelidikan. g. Berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratories kriminalistik No. LAB:521/KNF/VII/2008 tanggal 17 Juli 2008 dari Pusan Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar dimana dalam kesimpulan pemeriksaannya bahwa barang bukti Kristal bening tersebut adalah benar menandung Methamfemina (MA) dan termasuk psikotropika golongan II. Berdasarkan uraian analisis perkara tersebut maka Arlan Bin Mansur Torre oleh pihak Penyidik ditetapkan sebagai
  • 54. 54     tersangka dan diancam pidana dalam Pasal 62 UU RI No. 5 tahun 1997 tetang Psikotropika 3.1.2 Proses Pemeriksaan dalam Persidangan Terdakwa dalam perkara Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN.MKS adalah seorang anak yang berumur 14 (empat belas) tahun yang masih tergolong anak sehingga menurut Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Terdakwa tersebut dalam proses penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan dipersidangan harus berpedoman pada Undang-undang Pengadilan Anak. Secara garis besar proses pemeriksaan dipersidangan dalam perkara Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN.MKS yakni sebagai berikut: -­‐ Berdasarkan Hakim Tunggal sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum. Setelah itu Hakim Tunggal memerintahkan kepada pengunjung yang tidak berkepentingan dengan persidangan untuk meninggalkan ruangan persidangan dan kepada petugas Pengadilan diperintahkan untuk menutup pintu ruangan. Setelah itu
  • 55. 55     Hakim Ketua memerintahkan kepada Penuntut Umum agar menghadapkan Terdakwa ke dalam ruangan persidangan dalam keadaan bebas akan tetapi dengan penjaggaan yang baik dengan didampingi oleh Orang Tua Terdakwa, lalu terdakwa duduk dikursi pemeriksaan dan atas pertanyaan Hakim Terdakwa menjawab beberapa hal mengenai identitasnya. -­‐ Selanjutnya Hakim Tunggal memberitahukan kepada Terdakwa akan hanya untuk didampingi oleh Penasehat Hukum, namun terdakwa menerangkan bahwa Ia tidak di dampingin oleh penasehat hukum karena akan menghadapi sendiri persidangannya. -­‐ Selanjutnya atas permintaan Hakim Tunggal, Penuntut Umum membacakan dakwaannya. -­‐ Selanjutnya persidangan dilanjutkan dengan mendengar keterangan saksi. -­‐ Setelah mendengarkan semua keterangan saksi, atas permintaan Hakim Tunggal, Penuntut Umum diperintahkan untuk menyusun surat Tuntutan Pidana dalam perkara Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN-MKS. -­‐ Penuntut umum lalu mengajukan Tuntutan Pidananya.
  • 56. 56     -­‐ Kemudian hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk melakukan oembelaan dan atas kesempatan itu terdakwa Terdakwa menyatakan akan menyampaikan pembelaannya secara tertulis. -­‐ Sidang selanjutnya untuk mendengarkan pembelaan (Pledoi) Terdakwa. -­‐ Kemudian Hakim membreikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk mengajukan Replik dan Penuntut Umum menyatakan untuk menyampaikan Replik secara tertulis. -­‐ Penuntut umum kemudian mengajukan repliknya. -­‐ Kemudian Hakim Tunalg memberikan kesempatan kepada Terdakwa untuk mengajukan Duplik, Terdakwa menyatakan tidak akan mengajukan Duplik secara tertulis, namun Terdakwa akan menyatakan secara lisan bahwa Ia tetapp pada pembelaannya semula. -­‐ Sidang terakhir untuk pembacaan Putusan. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Kemudian Hakim membacakan putusannya. Dalam pemeriksaan di persidangan anak, ada beberapa hal mendasar yang membedakan dengan pemeriksaan
  • 57. 57     persidangan terhadap terdakwa dewasa. Hal mendasar tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni pada Pasal 55 sampai dengan Pasal 59. Semuanya senantiasa di atur guna menjaga mental, moral dan masa depan anak. Perbedaan yang dimaksud misalnya: Hakim, Penuntu Umum, tidak memakai toga. Hal ini agar tidak menciptakan suasana yang menakutkan. Persidangan dilakukan secara tertutup dimaksudkan agar tidak mengganggu mental anak jika harus berhadapan dengan orang banyak namun putusan harus tetap dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Adanya laporan pembimbing masyarakat sebaagai bahan pertimbangan bagi Hakim sebelum mejatuhkan putusan, serta masih ada hal mendasar lain. 1. Persidangan dengan hakim tunggal Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UU No 3 tentang Pengadilan Anak. Perkara yang disidangkan dengan Hakim Tunggal adalah perkara yang ancaman pidananya dibawah lima tahun dan pembuktiannya tidak sulit. Sebaliknya apabila ancaman pidananya diatas lima tahun dan pembuktiannya
  • 58. 58     sulit maka Ketua Pengadilan dapat menetapkan pemeriksaan dengan Hakim Majelis. Wagiati Soetedjo (2008:36) menguraikan beberapa keungtungan dengan menggunakan Hakim Tunggal yaitu: a. Perkara dapat diselesaikan dengan lancar, jika oleh Msjelis Hakim kemungkinan akan berlarut-larut. b. Hakim Tunggal akan lebih dituntut untuk lebih bertanggung jawab secara pribadi, sedangkan Hakim Majelis tidak. c. Dengan hakim tunggala anak tidak menjadi bingung sedangkan dengan Majelis Hakim kemungkinan terdakwa akan menjadi bingung berhadapan dengan 3 (tiga) orang sehingga jiwanya cenderung tertekan. d. Kerjasama Hakim Tunggal dengan pejabat-pejabat pengawasan dan sosial juga lebih mudah diadakan sehingga putusan yang diberi akan lebih baik dan tepat. 2. Persidangan di buka dan dinyatakan tertutup untuk umum Ketentuan ini trdapat dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 57 ayat (1) dan sejalan dengan Pasal 153 ayat (2) KUHP. Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengganti yang bersedia diwawancarai mengenai perkara Pidana Nomor 1051/Pid.B/2008/PN.MKS (Wawancara 9 November 2009), menguraikan maksud tersebut adalah: “Tujuan dilakukannya sidang tertutup untuk umum pada dasarnya untuk menjaga mental anak. Jangan sampai anak merasa malu jika terlalu banyak yang menyaksikan jalannya persidangan, sehingga tidak dapat mengungkapkan kejadian yang sebeanrya.”
  • 59. 59     Pernyataan sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum dilakukan Hakim Keta dengan mengetokkan palu sidang sebanyak 3 (tiga) kali. Setelah itu Hakim Tunggal memerintahkan kepada pengunjung yang tidak berkepentingan dengan persidangan untuk meninggalkan ruang persidangan dan kepada petugas Pengadilan diperintahkan untuk menutup pintu ruangan. Setelah itu Hakim Tunggal memerintahkan kepada Penuntut Umum agar menghadapkan Terdakwa di dalam ruang persidangan dalam keadaan bebas akan tetapi dengan menjaga yang baik dengan di dampngi oleh Orang Tua anak tersebut. Terdakwa lalu duduk dikursi pemeriksaan dan atas pertanyaan Hakim Tunggal, Terdakwa menjawab beberapa hal mengenai identitasnya. 3. Hakim, Penuntut Umum dan Penasehat Hukum toga Hal ini diatur dalam Pasal 6 UU Pengadilan Anak yang menetukan: “Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas” Menurut Parlas Nababan selaku Hakim yang bsedia diwawancarai mengemukakan bahwa:
  • 60. 60     Alasan mengpa mereka tidak memakai toga yakni agar tercipta suasana kekeluargaan atau dengan kata lain agar tidak tercipta suasana yang menyeramkan yang dapat menciptakan rasa takut bagi anak yang sedang diperiksa. Sehingga pemeriksaan akan nyaman. Pihak yang tidak memakai toga yakni Hakim dan Penuntut Umum, sedangkan Panitera dan Penasehat Hukum tidak memakai jas. Berdasarkan tindakan Hakim tersebut maka pihak terdakwa dalam hal ini anak yang sedang diadili tidak merasa takut sehingga dengan jujur dan sopan terdakwa mengakui kesalahannya. 4. Penahanan paling lama 15 (lima belas) hari Dalam hal penanganan, ketentuan ini terdapat dalam Pasal 47 ayat (2) UU Pengadilan Anak. Berdasarkan BAP dari Perkara Pidana Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS ini, terhadap terdakwa telah ditahan dalam RUTAN berdasarkan Surat Perintah/Penetapan Penahanan: -­‐ Penyidik sejak tangga 09 Juli 2008 s/d tanggal 28 Juli 2008; -­‐ Perpanjangan kepala Kejaksaan Tinggi sejak tanggal 29 Juli 2008 s/d 07 Agustus 2008; -­‐ Penuntut Umum sejak tanggal 07 Agustus 2008 s/d 16 Agustus 2008;
  • 61. 61     Berdasarkan BAP tersebut dapat diketahuiabahwa penahanan tahap pemeriksaan di persidangan berlansung selama 12 Hari. Hal ini berarti penahanan terhadap terdakwa tidak lebih dari 15 Hari. Menurut Parlas Nababan selaku Hakim yang bersedia diwawancarai (Wawancara, 09 November 2009) mengatakan bahwa: “Jika dalam 15 (lima belas) hari itu pemeriksaan siding belum selesai maka Penahanan dapat di perpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi total seluruhnya selama 45 (empat puluh lima) hari. Jika pemeriksaan belum juga selesai maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.” 5. Terdakwa didampingi oleh orang tua, Penasehat Hukum dan Pembimbing kemasyarakatan UU Pengadilan Anak dalam Pasal 57 ayat (12) menghendaki terdakwa selain didampingi oleh orang tua juga didampingi oleh penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. Dalam perkara ini, pada siding pertama setelah siding dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum terdakwa dipanggil masuk dengan didampingi oleh orang tuanya. Setelah terdakwa ditanya mengenai identitasnya selanjutnya
  • 62. 62     Hakim Ketua memberitahukan kepada terdakwa akan haknya untuk didampingi oleh penasehat hukum. Terdakwa menerangkan bahwa Ia tidak didampingi oleh Penasehat Hukum Karena akan menghadapi sendiri persidangan perkara Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS tersebut. Menurut Parlas Nababan selaku Hakim di Pengadilan Negeri Makassar (Wawancara, 09 November 2009) mengatakan bahwa: “Seorang terdakwa bisa saja tidak didampingi oleh penasehat hukum sehingga jika nantinya akan melakukan pembelaan terhadap kepentingan diriya sendiri, misalnya untuk melakukan pledoi, baik secara lisan maupun tulisan, anak bisa melakukan atau membuatnya sendiri.” 6. Saksi dapat didengar tanpa kehadiran terdakwa Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 58 UU Pengadilan Anak, namun apabila terdakwa anak dibawah keluar, orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan harus tetap berada dalam ruangan. Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengadilan Negeri Makassar (wawancara, 09 November 2009) bahwa: “Seorang terdakwa anak dapat dibawa keluar apabila dari ruang apabila merasa takut atau merasa
  • 63. 63     tertanggu jika harus mendengarkan keterangan tentang perbuatannya dari orang lain. Persidangan diharapkan tidak menciptakan trauma terhadap anak, sehingga sebisa mungkin hal yang membuat mental anak tertanggu harus dihindari. Namun dalam perkara ini terdakwa tidak dibawa keluar karena terdakwa bersedia mendengar semua keterangan saksi.” 7. Putusan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 59 ayat (3) UU Pengadilan Anak yang menentukan: Putusan pengadilan wajib dibacakan dalam siding terbuka untuk umum. Walaupun siding anak dilakukan secara tertutup tetap putusan tetap harus dibacakan dalam siding terbuka untuk umum sehingga siapa saja dapat menghadirii dan mengetahui isi putusan. Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengadilan Negeri Makassar (wawancara, 09 November 2009), bahwa: Putusan dalam perkara Pidana Anak dibacakan dalam siding terbuka untuk umum. Apabila tidak dibacakan dalam siding terbuka maka putusan akan batal demi hukum. 3.1.3 Surat Dakwaan Adapun dakwaan Penuntut Umum terhadap kasus tindak pidana psikotropika yang dilakukan oleh anak yang dibacakan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang pada pokoknya sebagai berikut:
  • 64. 64     1. Primair ------- Bahwa Ia Terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE pada hari selasa tanggal 9 Juli 2008 sekitar jam 19.30 Wita atau setidaknya pada waktu lain dalam bulan juli 2008 bertempat di Jalan Macini Gusung Makassar di depan pasar Kerung-kerung Makassar atau setidak-tidaknya pada tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika yang dilakukan dengan cara-cara antara lain yaitu: Awalnya Terdakwa dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus (melarikan diri/belum ditangkap) di dalam pasar Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus menyuruh terdakwa untuk membawa 1 (satu) paket psikotropika jenis shabu-shabu kepada orang yang memesan atau membeli yang ada di pasar Kerung-kerung dengan menyebutkan cirri- cirinya orang hitam. Terdakwa mau membawa shabu-shabu tersebut karena sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu kepada orang yang membeli shabu-shabu pada Lelaki Rudi alias Lupus karena mendapatkan imbalan uang Rp.20.000 (dua puluh ribu rupiah). Selanjutnya terdakwa membawa shabu-shabu
  • 65. 65     tersebut sebanyak 1 (paket) dalam plastik bening dan mengantarkannya pada yang memesan di depan pasar Kerung-kerung namun belum sempat diserahkan shabu- shabu tersebut Terdakwa lalu di tangkap oleh petugas Kepolisian dari Polda Sul-sel Bar. Berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratories kriminalistik No LAB :521 / KNF / VII / 2008 tanggak 17 Juli 2008 dari Pusan laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar yang dibuat oleh Dra. SUGIHARTI, FAISAL RACHMAT, ST dan HASURA MULIANI, Amd dimana dalam kesimpulan pemeriksaannya disebutkan bahwa: 1. Barang bukti Kristal bening tersebut diatas adalah benar menggandung Methamfemina (MA) dan termasuk dalam golongan 2 nomor urut 9 lampiran Undang- undang RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Barang bukti Urine tersebut di atas benar tidak mengandung bahan Psikotropika. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 62 UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
  • 66. 66     2. Subsidair ------- Bahwa Ia Terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE pada waktu dan tempat sebagai mana tersebut pada dakwaan Primair diatas, menerima penyerahan Psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3) dana ayat (4) yang dilakukan dengan cara antara lain yaitu: Awalnya Terdakwa dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus (melarikan diri / belum tertangkap) di dalam pasar Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus menyuruh terdakwa untuk membawa 1 (satu) paket psikotropika jenis shabu-shabu kepada orang yang memesan atau membeli yang ada di pasar Kerung- kerung dengan menyebutkan cirri-cirinya orang hitam. Terdakwa mau membawa shabu-shabu tersebut karena sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu kepada orang yang membeli shabu-shabu pada Lelaki Rudi alias Lupus karena mendapatkan imbalan uang Rp.20.000 (dua puluh ribu rupiah). Terdakwa membawa shabu-shabu tersebut sebanyak 1 (paket) dalam plastik bening dan mengantarkannya pada yang memesan di depan pasar Kerung-kerung namun belum sempat diserahkan shabu-
  • 67. 67     shabu tersebut Terdakwa lalu di tangkap oleh petugas Kepolisian dari Polda Sul-sel Bar. Berdasrkan berita acara pemeriksaan laboratories kriminalistik No LAB :521 / KNF / VII / 2008 tanggal 17 Juli 2008 dari Pusat laboratorimu Forensik Polri Cabang Makassar yang dbuat oleh Dra. SUGIHARTI, FAISAL RACHMAT, ST dan HARSURA MULIANI, Amd dimana dalam kesimpulan pemeriksaan disebutkan bahwa: 1. Barang bukti Kristal bening tersebut siatas adalah benar mengandung Methamfemina (MA) dan termasuk dalam golongan 2 nomor 9 lampiran Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Barang bukti Urine yang tersebut diatas benar tidak mengandung psikotropika. Terdakwa dalam menerima shabu-shabu dari lelaki Rudi alias Lupus (DPO) tidak dalam kapasitas atau mewakili Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Apotek atau Pasien yang sedang salam perawatan. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan di ancam Pidana dalam Pasal 60 aya 5 UU RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
  • 68. 68     Isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut diatas, cukup jelas menggambarkan seluruh perbuatan terdakwa yang telah melakukan tindak pidana psikotropiks ysitu menyimpan dan membawa psikotropika golongan II jenis shabu-shabu. Hal tersebut tentuanya bertentangan dengan prinsip Undang-undang atau hukum positifyang berlaku di Indonesia sehingga perbuatan anak tersebut dapat digolongkan sebagai suatu delik. 3.1.4 Petikan Putusan Setelah melalui bebrapa tahapan persidangan dalam perkara tindak pidana psikotropika oleh terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE yaitu diantaranya adalah telah mendengarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan meliaht barang bukti serta pembacaan dakwaan dari penuntut umum maka dengan ini menimbang, bahwa terdakwa didakwa dengan dakwaan yang dirumuskan dalam Pasal 62 UU RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, maka hakim yang mengadili perkara ini memutuskan dalam putusannya sebagai berikut: