SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  121
Télécharger pour lire hors ligne
METODE PENELITIAN SASTRA




           Disusun oleh:
       Asep Yusup Hudayat




          Fakultas Satra
      Universitas Padjadjaran
             Bandung
               2007
DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR …………………………………………………                             i

DAFTAR ISI …………………………………………………………..                            iii



BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………                            1

1.1 Pengertian, Hakikat Metodologi, Metode, dan Teknik ……………   1

1.2 Relevansi Metode dalam Kegiatan Penelitian ……………………..      2



BAB II PENELITIAN ILMIAH ………………………………………                       10

2.1 Penelitian dan Ilmu …………………………………………………                    10

2.2 Metode dan Nilai Keilmiahan ………………………………………                16

2.3 Asas-asas Dasar Penelitian …………………………………………                19

2.4 Penggolongan Penelitian ……………………………………………                  20

2.5 Metode Kualitatif ……………………………………………………                     22

2.6 Metode Deskriptif ………………………………………………….                     23



BAB III SASTRA DALAM PENELITIAN ILMIAH ………………                  29

3.1 Sastra sebagai Sistem ………………………………………………                   29

3.2 Sastra sebagai Objek Penelitian ……………………………………             31

3.3. Pemanfaatan Teori bagi Penelitian Sastra …………………………       33


                                                                     iii
3.4 Pendekatan Sastra: Pengertian ………………………………………                   37

  3.4.1 Pengertian Pendekatan ………………………………………..                     37

   3.4.2 Jenis-jenis Pendekatan ………………………………………                     38

        3.4.2.1 Pendekatan Ekspresif ………………………………                   39

        3.4.2.2 Pendekatan Mimeis …………………………………                     40

        3.4.2.3 Pendekatan Pragmatik ………………………………                   43

        3.4.2.4 Pendekatan Objektif …………………………………                   48



BAB IV STRUKTURALISME ………………………………………… 51

4.1 Prinsip-prinsip Antarhubungan ……………………………………… 51

4.2 Teori Formalis ………………………………………………………                            54

4.3 Teori Strukturalisme Dinamik ………………………………………                    55

4.4 Semiotik ……………………………………………………………                                58

4.5 Struktualisme Genetik ………………………………………………                        62

  4.5.1 Karya Sastra sebagai Fakta Kemanusiaan ……………………             65

  4.5.2 Karya Sastra sebagai Produk Subjek Kolektif ………………..        66

  4.5.3 Karya Sastra sebagai Ekspresi Pandangan Dunia ……………         67

  4.5.4 Struktur Karya Sastra dan Struktur Sosial ……………………          69

  4.5.5 Metode Dialektik ……………………………………………..                        71

4.6 Naratologi …………………………………………………………… 72

  4.6.1 Naratologi dalam Tinjauan Umum dan Perkembangannya …… 72

  4.6.2 Pelopor Naratilogi Periode Strukturalisme dan Pahamnya ……   76

       4.6.2.1 Vladimir Propp ………………………………………                       76



                                                                         iv
4.6.2.2 Levi’Strauss …………………………………………                                                         78

           4.6.2.3 Tvzetan Todorov ……………………………………                                                        79

           4.6.2.4 Greimas ……………………………………………..                                                           80



BAB V RANCANGAN USULAN PENELITIAN: TINJAUAN KRITIS .. 83

5.1 Langkah-langkah Penyusunan Rancangan Usulan Penelitian ..........                                    83

   5.1.1 Latar belakang Masalah ……………………………………                                                           83

   5.1.2 Identifikasi Masalah ………………………………………..                                                          86

   5.1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………..                                                            88

   5.1.4 Landasan Teori ……………………………………………                                                                89

   5.1.5 Metodologi …………………………………………………                                                                  91

5.2 Kemampuan Menguraikan Latar Belakang Masalah dan Identifikasi

   Masalah.. .........................................................................................   95

5.3 Kemampuan Menjabarkan Tujuan Penelitian ……………………                                                     100

5.4 Kemampuan Menyajikan Landasan Teoretis ………………………                                                     103

5.5 Kemampuan Menyajikan Metode …………………………………                                                            105



DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 112




                                                                                                              v
KATA PENGANTAR



       Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan

sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan

masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian,

menjadi bagian yang tidak terpisahkan       dalam modul ini. Pertimbangan

utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai

penelitian sastra yang menuntut sebuah metode penelitian yang khusus di

samping tetap      berada dalam jangkauan asas-asas penelitian ilmiah secara

universal. Adapun uraian mengenai tinjauan kritis atas rancangan sejumlah

usulan penelitian sastra dimaksudkan untuk melengkapi uraian empiris dari

rentang pembahasan metode penelitian sastra menyangkut pengertian, hakikat,

relevansi metode dan penelitian, sastra dalam penelitian ilmiah, sampai ke

uaraian beberapa pendekatan sastra dalam wilayah strukturalisme.

       Materi yang disajikan dalam modul ini bersumber dari beberapa buku

dan karangan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan metode penelitian.

Sasaran utama penulisan modul ini adalah para mahasiswa yang akan

menghadapi penyusunan Usulan Penelitian Skripsi atau sedang menempuh

masa bimbingan skripsi yang menggunakan pendekatan struktural sebagai

objek formalnya.




                                                                           i
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara

langsung atau tidak langsung telah ikut serta mewujudkan penyusunan modul

ini. Perbaikan di kemudian hari tentunya perlu penyusun lakukan untuk

menjadikan modul ini cukup memadai sesuai kebutuhan para mahasiswa di

program strata satu dengan bidang kajian utamanya adalah sastra..

       Tentunya modul ini akan menempati fungsinya yang optimal sebagai

materi pengetahuan bila dapat menumbuhkan kesadaran para mahasiswa akan

filsafat ilmu, teori, dan metode dalam ruang lingkup penelitian sastra. Dengan

demikian, penyusun berhadap modul ini dapat membuka jalan bagi tercapainya

kegiatan   penelitian   yang baik   dengan bekal kemampuan metode yang

memadai.



                                                      Bandung, Agustus 2007



                                                          Penyusun




                                                                            ii
BAB I

                            PENDAHULUAN




1.1 Pengertian, Hakikat Metodologi, Metode, dan Teknik

       Adakalanya    pengertian-pengertian metodologi, metode, dan teknik

sering tertukar atau bahkan dicampuradukkan. Pengertian mendasar dari

masing-masing istilah adalah:

   1. Metodologi berasal dari methodos dan logos, yaitu filsafat ilmu

       mengenai metode. Metodologi dengan demikian membahas prosedur

       intelektual dalam totalitas komunitas ilmiah.

   2. Metode berasal dari kata methods yang akar katanya adalah meta yang

       berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah; sedangkan hodos berarti

       jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas, metode dianggap

       sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas; langkah-langkah

       sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.

   3. Teknik berasal dari kata teknikos, yang berarti alat, atau seni

       menggunakan alat.


       Perbedaan mendasarnya antara metodologi dan metode adalah

metodologi membahas konsep teoritik berbagai metode sedangkan metode

mengemukakan secara teknis tentang metode yang digunakan dalam kegiatan

penelitian. Upaya memilah dua pengetian tersebut berpangkal dari penyadaran


                                                                         1
filsafat keilmuan yang kita anut yang berkorelasi dengan metodologi penelitian

itu sendiri.

        Adakalanya para penganut filsafat ilmu yang berbeda memberi cap

bohong, munafik pada langkah-langkah kerja penelitian yang memulai

tulisannya dengan alasan pemilihan judul, perumusan masalah, dan kerangka

pemikiran penelitian. Yang memberi cap tersebut lupa atau tidak tahu bahwa

ada metodologi penelitian yang berbeda yang menggunakan dasar filsafat ilmu

yang berbeda dan menuntut langkah kerja yang berbeda pula.

        Muhazir (2002: 4) menegaskan bahwa para ilmuwan peneliti perlu

menggunakan landasan filsafat ilmu. Landasan tersebut digunakan untuk

metodologi penelitian. Dengan demikian yang bersangutan sadar dalam

beberapa hal: (1) sadar filsafati, artinya dia sadar menggunakan pendekatan

filsafat ilmu yang mana; (2) sadar teoritik, artinya dia sadar teori penelitian

atau model mana yang digunakan; dan (3) sadar teknis, artinya dia mampu

memilih teknik penelitian yang tepat.



1.2 Relevansi Metode dalam Kegiatan Penelitian

        Lebih jauh Muhazir (2002: 55) menyebutkan bahwa metodologi

penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari

bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Prosedur kerja mencari

kebenaran sebagai filsafat dikenal sebagai filsafat epistemologis. Kualitas

kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait langsung dengan

kualitas prosedur kerjanya.



                                                                             2
Dengan prosedur kerja yang baik, kualitas kebenaran yang diperoleh

pun sejauh kebenaran epistemologik; dan ilmu pengetahuan hanya akan

mampu menjangkau kebenaran epistemologik. Kebenaran epistemologik

tampil dalam wujud kebenaran tesis dan lebih jauh berupa kebenaran teori

yang pada gilirannya akan disanggah oleh tesis lain atau teori lain. Gerak dari

tesis dan teori yang satu ke tesis dan teori yang lain merupakan proses

berkelanjutan ilmu pengetahuan memperoleh kebenaran objekif universal yang

bukti kebenarannya hanya dapat diuji pada beragam kasus.

       Sebagai    alat,   sama   dengan    teori,   metode   berfungsi   untuk

menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan

dipahami. Klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi dan deduksi,

eksplanasi dan interpretasi, kuantitatif dan kualitatif, dan sebaginya adalah

sejumlah metode yang sudah sangat umum penggunaannya, baik dalam ilmu

kealaman maupun ilmu sosial, termasuk ilmu humaniora.

       Prosedur yang dimaksud dalam bahasan metodologi terjadi sejak

peneliti menaruh minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal,

membangun konsep dan model, merumuskan hipotesis dan permasalahan,

mengadakan pengujian teori, menganalisis data, dan akhirnya menarik

kesimpulan. Metodologi jelas mengimplikasikan metode. Tetapi metodologi

bukanlah kumpulan metode, juga bukan deskripsi mengenai metode tersebut.

Perbedaan antara ilmu kealaman dengan ilmu kemanusiaan, misalnya,

bukanlah karena perbedaan metode, melainkan karena perbedaan paradigma

dan perbedaan metodologi.



                                                                             3
Berbeda dengan metode, metodologi tidak berkaitan dengan teknik-

teknik penelitian, melainkan dengan konsep-konsep dasar logika secara

keseluruhan. Metode deskripsi, komparasi, struktural, dan sebagainya

digunakan dalam kedua bidang ilmu, tetapi dasar dan cara pemahamannya,

bagaimana prosedur pemahaman tersebut dibangun, jelas berbeda.

         Secara definit metode dengan teknik tidak memiliki batas-batas yang

jelas.   Metode   sering disebutkan sebagai teknik.       Ratna   (2004: 37)

mengemukakan tiga cara yang dapat membedakan antara metode dengan

teknik, bahkan juga dengan teori, melalui cara:

         1. membedakan tingkat abstraksinya

            Abstraksi tertinggi dimiliki teori kemudian diikuti oleh metode dan

            teknik. Artinya, meskipun secara teoretis metode masih bersifat

            abstrak, tetapi sebagian ciri-cirinya dapat diidentifikasi secara

            kongkret. Sebagai alat, teknik bersifat paling kongkret. Sebagai

            instrumen penelitian, teknik dapat dideteksi secara inderawi.

            Dengan demikian, teknik berhubungan dengan data primer.

            Sejumlah teknik yang sering dimanfaatkan, misalnya: wawancara,

            kuesieoner, rekaman, statistik, dokumen, angket, teknik kartu data,

            dan sebagainya. Sampling dapat dianggap sebagai teknik pada saat

            keseluruhan sampel sudah dimasukkan ke dalam sistem kartu

            sehingga bersifat kongkret. Demikian juga statistik dapat dianggap

            sebagai metode pada saat data sedang dikuantifikasikan sehingga

            sifatnya masih abstrak



                                                                             4
Pada pembicaraan yang berbeda,       metode dapat menjadi teori.

   Struktur adalah teori sebab sudah menghasilkan sejumlah konsep

   dasar dan sudah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tetapi

   sebelumnya, struktur disebut sebagai metode. Jadi, struktur bisa

   menjadi metode atau teori tergantung dari tujuan dan cara pandang

   peneliti.



2. memperhatikan faktor mana yang lebih luas ruang lingkup

   pemakaiannya

   Secara berurutan tingkat keluasan ruang lingkup pemakaian:

   paradigma, metodologi, teori, metode, dan teknik; luasnya

   paradigma dan metodologi disebabkan oleh penelusurannya ke

   masa lampau. Luasnya teori disebabkan oleh adanya perkembangan

   secara terus menerus. Teknik memiliki ruang lingkup yang lebih

   sempit dibandingkan metode        walaupun    keduanya    memiliki

   pengertian yang sama. Metode yang baik adalah metode yang selalu

   bersifat teknik.



3. memperhatikan hubungannya dengan objek

   Makin dekat dan jelas hubungannya dengan objek maka disebut

   teknik, sebaliknya makin jauh dan kurang jelas disebut metode.




                                                                    5
Dalam penelitian sastra terdapat dua macam penelitian, yaitu penelitian

lapangan dan perpustakaan. Prosedur penelitian lapangan ilmu sastra hampir

sama dengan ilmu sosial. Keduanya memanfaatkan instrumen yang sama,

dengan metode dan teknik yang sama.

       Prosedur penelitian pustaka dalam bidang sastra agak berbeda. Pada

umumnya penelitian pustaka secara khusus meneliti teks. Teknik yang

digunakan adalah kartu data primer maupun sekunder dengan metode yang

paling sering digunakan adalah hermeneutik yang disamakan dengan

verstehen, interpretasi, dan pemahaman. Dalam bidang ilmu lain, interpretasi

disejajarkan dengan metode kualitatif, analisis isi, dan etnografi. Metode lain

yang sering digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu dengan jalan

menguraikan sekaligus menganalisis.

       Metode yang perlu dibicarakan dalam analisis karya sastra adalah:

metode intuitif, hermeneutik, metode formal, analisis isi, dialektika, deskriptif

analisis, deskriptif komparatif, dan deskripsif induktif. Sehubungan dengan

jangkauan utama pembicaraan ke arah pendekatan struktural, maka metode

yang penting untuk dikemukakan pada uraian ini menyangkut: metode

hermeneutik, metode formal, metode dialektik, dan metode deskriptif analisis.

Perbedaan masing-masing metode (Ratna, 2004: 44-46) tampak pada uraian di

bawah ini:

       a. metode hermeneutik

             Metode ini dianggap sebagai metode ilmiah paling tua yang sudah

             ada sejak zama Plato dan Aristoteles. Mula-mula metode ini



                                                                               6
berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Hermeneutik modern baru

   berkembang sejak abad ke-19 melalui gagasan Schleiermacher,

   Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan sebagainya.

   Dalam sastra dan filsafat, hermeneutik disejajarkan dengan

   interpretasi, pemahaman, verstehen, dan retroaktif. Dalam ilmu-

   ilmu sosial juga disebut metode kualitatif, analisis isi, alamiah,

   naturalistik,   studi   kasus,    etnografi,   etnometodologi,      dan

   fenomenologi.

   Metode ini ini tidak mencari makna yang benar melainkan makna

   yang paling optimal. Untuk menghindarkan keterbatasan proses

   interpretasi, peneliti harus memiliki titik pijak yang jelas. Penafsiran

   terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan

   paradigma yang berbeda-beda. Keragaman tersebut pada gilirannya

   menimbulkan      kekayaan    makna     dalam     kehidupan    manusia,

   menambah kualitas estetika, etika, dan logika.



b. metode formal

   Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-

   aspek formal, aspek-aspek bentuk yang mengarah pada unsur-unsur

   karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah mengenai

   sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik.

   Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur

   karya sastra kemudian mempertalikan hubungan antarunsur tersebut



                                                                         7
dengan totalitasnya.. Metode ini sama dengan metode struktural

   yang berkembang menjadi teori strukturalisme. Metode formal

   memandang bahwa keseluruhan aktivitas kultural memiliki dan

   terdiri atas unsur-unsur.



c. metode dialektika

   Mekanisme kerja metode ini adalah tesis, antitesis, dan sintesis..

   Prinsip dasarnya adalah unsur yang satu tidak harus lebur ke dalam

   unsur   lainnya.    Individualitas    dipertahankan     di    samping

   interdependensinya.     Kontradiksi     tidak   dimaksudkan     untuk

   menguntungkan secara sepihak. Sintesis bukanlah hasil yang pasti

   tetapi justru merupakan awal penelusuran gejala berikutnya.

   Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan hermeneutik, yaitu

   gerak spiral eksplorasi makna yang mengarah kepada penelusuran

   unsur ke dalam totalitas dan sebaliknya. Pada metode ini,

   kontinuitas operasionalisasi tidak berhenti pada level tertulis tetapi

   diteruskan pada jaringan kategori sosial sebagai penjaringan makna

   secara lengkap. Kontradiksi dalam dialektika dianggap sebagai

   energi pemahaman objek.

   Metode dialektika digunakan dengan sangat berhasil oleh

   Goldmann dalam struktural genetik. Secara teoretis, setiap fakta

   sastra dapat dianggap sebagai tesis kemudian diadakan negasi.

   Dengan adanya pengingkaran, tesis dan antitesis seolah-olah hilang



                                                                       8
atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis

   itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi tesis kembali dan seterusnya

   sehingga proses pemahaman terjadi secara terus- menerus.



d. metode deskriptif analisis

   Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta

   yang kemudian disusul dengan analisis. Metode ini tidak semata-

   mata hanya menguraikan tetapi juga memberikan pemahaman dan

   penjelasan. Metode ini dapat diaplikasikan ke dalam beberapa jenis

   lainnya, misalnya metode deskriptif komparatif atau metode

   deskriptif induktif.

   Metode ini dapat diperoleh melalui gabungan dua metode dengan

   menitikberatkan kepada metode yang lebih khas yang sesuai dengan

   tujuan penelitian.




                                                                      9
BAB II

                          PENELITIAN ILMIAH




2.1 Penelitian dan Ilmu

       Penelitian merupakan bentuk nomina dari kata kerja: meneliti.

Pengertian   meneliti   dimaksudkan   sebagai   tindakan   melakukan   kerja

penyelidikan secara cermat terhadap suatu sasaran untuk memperoleh hasil

tertentu. Kata penelitian yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja

meneliti mengandung makna sebagaimana yang terdapat pada kata meneliti.

Penelitian dipandang sebagai sinonim riset (reseach) yang menunjukkan arti

kegiatan yang diarahkan pada kerja pencarian ulang, atau pencarian kembali

atas suatu objek, yaitu kegiatan yang memerlukan ketelitian, kecermatan, dan

kecerdasan yang memadai.

       Hubungannya dengan ilmu, kegiatan penelitian erat kaitannya dengan

keberadaan kehidupan ilmu yang bersifat kumulatif. Ilmu tidak selalu dalam

keadaan mantap dan stabil tetapi sebaliknya bersifat dinamis. Kedinamisan

ilmu ditopang secara kuat oleh kegiatan penelitian. Sebagai akibatnya,

penelitian mempunyai peran penting bagi keberadaan dan kehidupan ilmu,

yaitu mengembangkan dan mempertajamnya. Jadi, ilmu dapat hidup,



                                                                         10
berkembang, dan menjadi tajam berkat penelitian yang dilakukan secara terus

menerus.

       Ilmu adalah pengetahuan yang bersistem dan terorganisasi. Oleh karena

itu, upaya penelitian yang dilakukan dalam rangka pengembangan ilmu

memerlukan metode yang bersifat ilmiah. Oleh karena itu pula, kegiatan

penelitian yang dikaitkan dengan pengembangan ilmu merupakan serangkaian

kegiatan yang dilakukan secara tertata, sistematis, dan terorganisasi untuk

mendapatkan jawaban secara ilmiah atas suatu masalah (Nazir, 1985: 9-15).

       Dalam kaiatannya dengan sifat ilmu pula, penelitian mempunyai tujuan

untuk mengungkapkan gejala-gejala yang bersifat umum, yang selanjutnya

melahirkan prinsip-prinsip yang berlaku secara umum. Gejala yang bersifat

umum menjadi indikasi akan suatu kebenaran ilmiah.

       Dalam rangka pengembangan ilmu dan eksistensi sosial, kebenaran

ilmiah menyimpan kegunaan ganda. Pertama, scientific objective, yaitu

mengembangkan ilmu dengan teori-teori yang sesuai dan relevan. Kedua,

practicial objective, yaitu memecahkan dan menjawab persoalan-persoalan

praktis yang mendesak.Situasi itu memperlihatkan pentingnya peran penelitian

bagi pengembangan ilmu.

       Chamamah (2001:7) mengemukakan bahwa kata penelitian dapat

diinterpretasi dua macam, yaitu kegiatan yang dilakukan secara ilmiah dan

kegiatan yang dilakukan secara nonilmiah. Dalam menghadapi masalah,

penelitian yang ilmiah tidak sama dengan penelitian nonilmiah. Perbedaan

keduanya berhubungan dengan persoalan metodologis, terutama yang berkaitan



                                                                            11
dengan pemanfaatan teori dan metode. Penelitian ilmiah merupakan

serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan metode bersistem, nalar, dan

sesuai dengan objeknya, yaitu sifat-sifat yang ada pada ilmu. Penelitian yang

dikaitkan dengan ilmu yang disebut penelitian ilmiah- inilah yang menjadi

sasaran dalam mata kuliah ini. Kaitannya dengan kehidupan ilmu, kegiatan

penelitian dituntut untuk memakai metode yang ilmiah pula, di antaranya

adalah penggunaan sikap perpikir yang kritis dari si peneliti.

       Sesuai dengan sasaran kerja penelitian yang dibahas dalam mata kuiah

ini, yaitu penelitian sastra, dapatlah diketahui bahwa melakukan kajian

terhadap karya sastra merupakan kegiatan yang penting dalam perkembangan

ilmu sastra. Ilmu sastra sebagai satu disiplin akan berkembang berkat

penajaman konsep-konsep, teori-teori, dan metodologi yang dihasilkan melalui

penelitian sastra. Dapat juga dilihat perlunya ilmu sastra dan penelitian sastra

untuk perkembangan dan kesempurnaan ilmu sastra.

       Penelitian adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk

memecahkan masalah dengan dukungan data sebagai landasan dalam

mengambil keputusan. Penelitian bukan saja merupakan proses sistematis akan

tetapi juga dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (scientific methods).

       Wuradji (2001: 1-2) menyebutkan bahawa penelitian merupakan proses

sistematis. Proses yang dimaksud adalah       kegiatan yang dilakukan dengan

prosedur yang ditetapkan secara tertata (tersistem). Prosedurnya berarti

menggunakan urutan tertentu. Tersistem berarti menunjukkan adanya

hubungan fungsional antara kegiatan yang dilakukan. Urutan umum dari proses



                                                                             12
sistematis penelitian adalah: perumusan masalah, penelaahan informasi,

pengumpulan data, analisis data, dan penyajian kesimpulan.

       Banyak hal yang dapat membedakan manusia dengan makhluk hewan.

Perbedaan yang paling menonjol adalah manusia selalu mengalami

pertumbuhan intelektual, emosional, social, dan spiritual. Manusia mempunyai

kemampuan bernalar dan menggunakan simbol-simbol untuk mengekspresikan

pikirannya. Di samping itu, manusia senantiasa mencari kesempurnaan dan

kebenaran. Oleh karena itu, manusia mencari tahu dan mencari makna. Usaha

mencari tahu dan menemukan makna tidak pernah padam karena manusia

senantiasa menghadapi masalah-masalah yang bergantian. Di samping masalah

yang dihadapi, ia ingin tahu pula tentang masalah yang dihadapi orang lain.

Semua itu merupakan rangkaian rangsangan, baik yang muncul dari dalam

dirinya maupun muncul dari luar dirinya. Rasa ingin tahu itulah yang

menyebabkan manusia secara sengaja menghimbun keterangan yang berupa

data, fakta, dan pengetahuan yang tersusun berupa konsep atau gagasan yang

saling berkaitan yang akhirnya memberikan keterangan atau penjelasan

mengenai segala sesuatu yang dialaminya.

       Nazir (1985: 9) mengemukakan bahwa ilmu lahir karena manusia

diberkahi sifat ingin tahu oleh Tuhan. Keingintahuan manusia tentang

permasalahan   yang   terjadi   di   sekelilingnya   dapat menjurus   kepada

keingintahuan ilmiah. Dengan adanya keingintahuan        manusia yang terus-

menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan

persepsi serta kemampuan berpikir manusia secara logis yang sering disebut



                                                                         13
penalaran yang mengarah kepada keilmuan tertentu. Ilmu mencakup lapangan

yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang kemajuan manusia secara

menyeluruh, termasuk ke dalamnya pengetahuan yang telah dirumuskan secara

sistematis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus yang telah

menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum.

       Merujuk kepada pendapat di atas perihal sumber pengetahuan, kegiatan

penelitian dengan menggunakan metode tertentu sangat terikat dengan bidang

ilmu (sains) tertentu. Proses memperoleh pengetahuan melalui ilmu berbeda

dengan cara-cara memperoleh pengetahuan melalui relevasi (pengelaman

secara kebetulan), otoritas, intuasi, atau pendapat umum. Pengetahuan yang

diperoleh dengan ilmu itu adalah pengetahuan yang telah teruji dengan metode-

metode ilmiah. Sifat ingin tahu yang diperoleh melalui ilmu ini dimulai dengan

mengkonseptualisasi gambaran tentang masalah, kemudian melakukan proses

penemuan, penciptaan atau penyusunan cara-cara yang baik untuk membatasi,

menggambarkan, dan menafsirkan apa yang diamati.

       Semua pengetahuan yang telah diperoleh itu rupanya senantiasa pula

dipertanyakan keabsahannya. Terjadilah usaha mencari tahu atau menemukan

kebenaran yang lebih sahih dan lebih diyakini. Untuk memverifikasi keabsahan

ilmu yang sudah ada atau menjajaki teori baru, atau memperkaya teori yang

sudah ada, orang melakukan berbagai usaha seperti perenungan kembali,

melakukan kegiatan penemuan, penyelidikan, atau penelitian. Inilah awal dari

rangkaian terjadinya kegiatan yang dinamakan penelitian.




                                                                           14
Di dalam melakukan kegiatan penelitian itu terdapat dua kemungkinan

bentuk kegiatan. Pertama, penelitian yang dilakukan dengan berpegang atau

bertolak dari teori yang telah ada sebelumnya. Penelitian dengan menggunakan

teori itu mungkin bersifat memperkaya teori itu dengan contoh-contoh atau

menunjukkan dalam kondisi apa teori tersebut kurang tepat dan perlu

dimodifikasi. Kedua, adalah penelitian yang sifatnya memperkaya ilmu itu

sendiri dengan jalan mencari dan menemukan teori-teori baru yang sesuai atau

relevan dengan kondisi dan situasi.

       Untuk sampai kepada kegiatan penelitian jenis kedua, memerlukan

sikap tanggap yang tinggi sebagai ilmuwan. Yang bersangkutan harus

mengkaji latar belakang dan proses lahirnya suatu teori. Ia harus memperlajari

dan mendalami perkembangan ilmu yang bersangkutan terutama yang

berkenaan dengan pengetahuan mengenai gejala-gejala yang berkait dengan

penemuan teori itu sendiri. Dalam hal ini, para ilmuwan tentunya berupaya

untuk mengurangi subjektivitas dan mempertinggi objektivitas. Kesimpulan

apapun yang dibuat mestilah dinilai sebagai kesimpulan sementara. Para

ilmuwan akan selalu tidak puas dengan setiap kesimpulan sementara. Oleh

karena itu, para ilmuwan selalu berusaha menemukan kesimpulan baru yang

barangkali merevisi kesimpulan-kesimpulan terdahulu. Begitulah terjadinya

penelitian yang tidak pernah henti-hentinya.

       Penelitian bertujuan untuk menemukan atau menggali (explore),

mengembangkan (develop atau extention) dan menguji (testing) teori. Adapun

yang dimaksud teori adalah seperangkat construct (konsep yang saling



                                                                           15
berhubungan), rumusan-rumusan dan preposisi yang menyajikan suatu

pandangan yang sistematis suatu fenomena dengan menspesifikasikan

hubungan-hubungan antarvariable dengan tujuan untuk menjelaskan dan

memprediksi gejala.

       Penelitian     akan    menghasilkan    teori,     sebaliknya   teori   dalam

hubungannya dengan kegiatan penelitian dapat memberikan kerangka kerja

bagi pelaksanaan penelitian. Teori dapat membantu merumuskan problem,

pengajuan    hipotesis,      penyusunan    design,     pengembangan      instrumen,

pengumpulan dan analisis data, serta membantu dalam menginterpretasi data.

       Hubungan teori dan penelitian digambarkan sebagai berikut:


                             Pengumpulan             Analisis         Penyajian hasil
 Identifikasi                data                    data             penelitian
 masalah                                                              Kesimpulan
 Formulasi                                                            dan implikasi
 hipotesis
 Review
 informasi yang
 terkait


     Teori-teori yang terkait                                   Pengembangan/
     Ilmu pengetahuan yang                                      Perluasan revisi
     Eksis body of knowledge                                    dan teori baru




2.2 Metode Dan Nilai Keilmiahan

       Peneliti ilmuwan yang memanfaatkan nalarnya di dalam bekerja

mendasarkan kerjanya atas sifat ideal ilmu, yaitu interrelasi yang sistematis dan

terorganisasi antara fakta-fakta. Dengan demikian metodenya pun bersifat



                                                                                   16
ilmiah. Metode ilmiah bertolak dari kesangsian yang sistematis. Suatu kerja

yang didasarkan pada metode ilmiah memiliki empat nilai dasar: universalitas,

komunikasi,     ketanpapamrihan,     dan   skeptisisme     yang      sistematis   dan

terorganisir.

        Dalam kerja penelitian, ilmu-ilmu humaniora, nilai-nilai dasar tersebut

dapat dijabarkan dalam kriteria: (1) berdasarkan fakta, (2) bebas prasangka, (3)

menggunakan prinsip analisis, (4) menggunakan hipoteisis apabila ada, dan (5)

menggunakan      ukuran objektif (jarak metodologis).          Penelitian ilmiah

memerlukan landasan kerja yang ilmiah pula. Landasan kerja yang dimaksud

oleh Chamamah (2001: 14) yang sejalan dengan pemahaman Muhajir (2002:

4) dirumuskan dalam tiga hal, yaitu:

    1. landasan teori: landasan yang berupa hasil perenungan terdahulu yang

        berhubungan dengan masalah dalam penelitian dan bertujuan mencari

        jawaban secara ilmiah;

    2. landasan metodologis: landasan yang berupa tata aturan kerja dalam

        penelitian dan bertujuan untuk membuktikan jawaban yang dihasilkan;

    3. landasan kecendikiaan: bekal kemampuan membaca, menganalisis,

        menginterpretasi,    dan    menyimpulkan;        bertujuan     mempertajam

        penelitian guna meningkatkan kedekatan hasil penelitian.

        Dalam penelitian ilmiah, dituntut langkah-langkah berturut-turut, yaitu:

(1) menetapkan persoalan pokok, (2) merumuskan dan mendefinisikan

masalah, (3) mengadakan studi pustaka, (4) merumuskan hipotesis, (5)

mengumpulkan       data,    (6)    mengolah   data,      (7)   menganalisis       dan



                                                                                  17
menginterpretasi, (8) membuat generalisasi sesuai sifatnya, (9) menarik

kesimpulan, (10) merumuskan dan melaporkan hasil penelitian, dan (11)

mengemukakan implikasi-implikasi penelitian.

       Dalam kaitannya dengan keberadaan kondisi produk sastra yang

menjadi sasaran kajian, perlu diperhatikan persoalan yang muncul serta

jawaban-jawaban yang diperlukan. Karya-karya tercipta pada masa kini dari

latar penciptaan sosial dan word view yang berbeda-beda melahirkan persoalan

pembacaan dari peneliti yang berlainan latar pembacaannya. Demikian pula,

produk yang tercipta dari proses transformasi karya “asing” menimbulkan pula

latar pembacaan yang berbeda dengan latar penciptaannya; juga persoalan

bentuk-bentuk resepsi dalam mentransformasi. Karya-karya yang tercipta dari

latar waktu yang berlainan akan menimbulkan persoalan yang berhubungan

dengan pergeseran makna. Dalam hal inilah pemilihan teori dan metode yang

memadai menempati peran yang penting untuk menghasilkan penelitian yang

memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

       Pelaksanaan kegiatan yang didasarkan pada metode di atas akan

memberikan citra keilmiahan penelitian sastra sesuai dengan karakteristik

kesastraannya.




                                                                         18
2.3 Asas-asas Dasar Penelitian

       Wiersma     dalam (Wuradji, (2001: 3-4) menjelaskan bahwa secara

umum asas-asas dasar penelitian meliputi:

   1. sistematis

   2. menghasilkan pengetahuan yang:

          a. valid : berhubungan dengan sebarapa jauh hasil penelitian dapat

              diinterpretasi (dimaknai) secara akurat dan seberapa jauh

              hasilnya dapat digeneralisasi dan diimplemetasikan pada

              populasi dan situasi yang lain

          b. validitas internal mengarah kepada ketepatan pemahaman hasil

              penelitian   dan    validitas    eksternal   mengarah   kepada

              penggeneralisasian hasil penelitian

          c. realibel internal menunjukkan seberapa jauh pengumpulan data,

              analisis data dan pemahaman yang dilakukan penelitian

              konsisten dalam pemaknaan; realibel eksternal menunjukkan

              seberapa jauh peneliti lain yang independen dapat mengulang

              penelitian dan menunjukkan hasil yang sama dalam setting yang

              serupa.

          d. Objektif mengarah kepada penelitian yang terbebas dari campur

              tangan atau unsur-unsur subjektif

   3. didukung data empiris




                                                                         19
2.4 Penggolongan Penelitian

       Merujuk kepada pendapat Hogben, Charters, dan Whitney, Nazir (

1985: 29-31) menggolongkan penelitian berdasarkan tujuannya ke dalam dua

bagian besar, yaitu :

   1. penelitian dasar (basic Reasearch) bertujuan untuk mengembangkan

       ilmu pegetahuan. Jenis penelitian in tidak berorientasi pada hasil yang

       dapat dimanfaatkan dengan segera untuk memecahkan problem yang

       mendesak.

   2. penelitian terapan (applied Reasearch) bertujuan untuk memecahkan

       problem mendesak dan hasilnya dapat dimanfaatkan dengan segera

       dalam kehidupan praktis. Salah satu tipe dari penelitian terapan adalah

       penelitian tindakan (action research). Penelitian ini dilakukan oleh guru

       atau manager atau administrator bertujuan untuk bahan pengambilan

       keputusan dalam ruang lingkup lokal. Penelitian ini tidak banyak

       menuntut untuk melakukan generalisasi.



   Berdasarkan desain metodologinya,        (bandingkan Nazir, 1885; Ratna,

2004; dan Muhadjir, 2003) penelitian digolongkan menjadi:

   1. penelitian experiment: mengandaikan situasi penelitian di mana peneliti

       setidaknya memanipulasi satu variabel penelitian untuk mengetahui

       apakah terdapat hasil yang berbeda dari pengaturan atau perubahan

       variabel    independen   tersebut.   Penelitian   ini   bertujuan   untuk




                                                                             20
membandingkan dan mencari hubungan sebab akibat. Karena itu

   penelitian ini juga dikenal dengan istilah penelitian kausal-komparatif.

2. penelitian ex-post facto: peneliti tidak berusaha mengendalikan atau

   mengatur/mengontrol/memanipulasi          variabel    independen   karena

   variabel penelitiannya sudah terjadi. Variabel independen tersebut

   biasanya muncul atau terjadi dalam setting alami. Dari variabel-variabel

   yang telah muncul secara alami tersebut, peneliti berusaha menemukan

   hubungan antar variabel.

3. penelitian survey: mengendalikan variabel penelitian yang dilakukan

   saat penelitian dilaksanakan. Ciri yang membedakan penelitian survey

   ini dengan penelitian lainnya adalah data pada penelitian survey

   merupakan current status (present conditions).

4. penelitian historis: merupakan kegiatan penelitian untuk memecahkan

   masalah di mana peneliti menggali data yang telah terjadi pada masa

   lampau. Tujuannya untuk mendeskripsikan fakta-fakta pada masa

   lampau.

5. penelitian   ethnography:     pada    umumnya        dihubungkan   dengan

   penelitian-penelitian pada antropologi. Untuk penelitian-penelitian

   kemasuyarakatan, ethnography merupakan pendekatan penelitian.

   Penelitian ini merupakan pendeskripsian secara analitik dan mendalam

   tentang situasi cultural yang spesifik.

6. content analysis; berusaha menganalisis dokumen untuk diketahui isi

   dan makna yang terkandung dalam dokumen tersebut. Macam-macam



                                                                          21
dokumen yang dijadikan data penelitian di antaranya: karangan tertulis,

       gambar, grafik, lukisan, biografi, fotografi, laporan, buku teks, surat

       kabar, film, buku harian, dan majalah.




2.5 Metode Kualitatif

       Motode kualitatif memberikan perhatian kepada data alamiah yang

berada dalam hubungan konteks keberadaanya. Landasan berpikir metode

kualitatif adalah paradigma positivisme Max Weber, Immanuel kant, dan

Wilhlem Dilthey (Ratna, 2004: 47-49).        Objek sosial bukan gejala sosial

sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung di balik

tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam

hubungan inilah metode kualitatif      dianggap persis sama dengan metode

pemahaman atau verstehen. Penelitian kualitatif mempertahankan nilai-nilai.

Dalam ilmu sosial, sumber datanya adalah masyarakat sedangkan data

penelitiannya adalah tindakan-tindakan. Dalam ilmu sastra, sumber datanya

adalah karya sedangkan data penelitiannya teks.

       Sejalan dengan uraian di atas, Ratna menguraikan ciri-ciri terpenting

metode kualitatif . Ciri-ciri yang dimaksud adalah:

   1. memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan

       hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural;

   2. lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian

       sehingga makna selalu berubah;




                                                                           22
3. tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek

       peneliti sebagai instrumen utama sehingga terjadi interaksi langsung di

       antaranya;

   4. desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian

       bersifat terbuka;

   5. penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya

       masing-masing.



2.6 Metode Deskriptif

       Metode dskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sakarang. Tujuan dari penelitian

deskriptif ini adalah untuk membuat dekripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antarfenomena yang diselidiki.

       Menurut Whitney (dalam Nazir, 1985: 63-65) metode dekriptif adalah

pencarian   fakta   dengan   interpretasi   yang   tepat.   Penelitian   dskriptif

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku

dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan

kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses

yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam

metode deskripsi peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena

tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti



                                                                               23
mengadakan klasifikasi serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan

menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu sehingga banyak ahli

menamakan metode deskriptif ini dengan nama survei normatif (normative

survey). Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan (status)

fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor

lain. Metode ini dinamakan juga studi status .

          Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar-

standar. Dalam metode ini dapat diteliti masalah-masalah normatif bersama-

sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-

perbandingan antarfenomena. Perspektif waktu yang dijangkau dalam

penelitian ini adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu

yang masih terjangkau dalam ingatan responden.

          Nazir (1985: 72-73) mengurutkan kriteria pokok metode deskriptif

adalah:

A. kriteria umum:

   1. masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah serta tidak

          terlalu luas

   2. tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu umum

   3. data yang digunakan harus fakta-fakta yang terpercaya dan bukan

          merupakan opini

   4. standar       yang    digunakan   untuk    membuat   perbandingan   harus

          mempunyai validitas




                                                                            24
5. harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian

       dilakukan

   6. hasil penelitian harus berisi secara detil yang digunakan baik dalam

       mengumpulkan data maupun dalam menganalisis data serta studi

       kepustakan yang dilakukan. Deduksi logis harus jelas hubungannya

       dengan kerangka teoretis yang digunakan, jika kerangka teoretis untuk

       itu telah dikembangkan.



B. kriteria khusus

   1. prinsip-prinsip ataupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai

       (value)

   2. fakta-fakta ataupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai

       masalah status.

   3. sifat penelitian adalah ex post facto, karena itu tidak ada kontrol

       terhadap variabel dan peneliti tidak mengadakan pengaturan atau

       manipulasi terhadap variabel; variabel dilihat sebagaimana adanya.



   Adapun langkah-langkah umum dalam metode deskrptif adalah:

   1. memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada

       kegunaan masalah tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang

       ada

   2. menentukan tujuan dari penelitian yang akan dikerjakan; tujuan ini

       harus konsisten dengan rumusan dan definisi dari masalah



                                                                            25
3.   memberi limitasi dari area atau scope atau sejauh mana penelitian

        deskriptif tersebut akan dilaksanakan; seberapa jauh wilayah penelitian

        akan dijangkau

   4. merumuskan kerangka teori atau kerangka konseptual

   5. menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang ada hubungannya dengan

        masalah yang ingin dipecahkan

   6. merumuskan hipotesis-hipotesis yang ingin diuji, baik secara eksplisit

        maupun secara implisit

   7. melakukan kerja lapangan untuk mengumpulkan data; gunakan teknik

        pengumpulan data yang cocok untuk penelitian

   8. membuat tabulasi serta analisis (statistik); dilakukan terhadap data yang

        telah dikumpulkan

   9. memberikan interpretasi dari hasil dalam hubungannya dengan kondisi

        yang ingin diselidiki dan data yang diperoleh serta referensi khas

        terhadap masalah yang ingin dipecahkan

   10. mengadakan generalisasi serta deduksi dari penemuan-penemuan serta

        hipotesis-hipotesis yang ingin diuji



Jenis-jenis penelitian deskriptif    (Nazir, 1985: 65-68) yang perlu dikenal

sehubungan dengan praktik analisis terhadap karya sastra adalah:

   1. metode survei:        penyelidikan   untuk memperoleh fakta-fakta dari

        gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara

        faktual; dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap



                                                                            26
hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau

   masalah yang serupa

2. metode deskriptif berkesinambungan: kerja meneliti secara deskriptif

   yang dilakukan secara terus menerus atas suatu objek penelitian;

   penelitian dengan menggunakan metode ini bertujuan menjangkau

   informasi faktual yang mendetail

3. Studi kasus:     penelitian tentang status subjek penelitian yang

   berhubungan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan

   personalitas; subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga,

   maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan

   gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta

   karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu

   yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal

   yang bersifat umun

4. Studi komparatif: sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari

   jawaban secara mendasar tentang sebab akibat dengan jalan

   menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya

   suatu fenomena tertentu. Dalam studi komparatif ini, sulit diketahui

   faktor-faktor penyebab yang dijadikan dasar pembanding sebab

   penelitian komparatif tidak mempunyai kontrol; metode yang

   digunakan di dalamnya adalah ex post facto, yaitu data dikumpulkan

   setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung;




                                                                       27
Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji

hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia.




                                                          28
BAB III

            SASTRA DALAM PENELITIAN ILMIAH



3.1 Sastra sebagai Sistem

       Chamamah ( 2001: 9-14) yang merujuk beberapa pendapat dari Idema,

Plark, Eliis, Eagelton, Lotman, Riffaterre, dan Teeuw,          menguraikan

pemahaman sastra sebagai sistem. Ia mengawali pembicaraanya dari perspektif

bahasa sebagai sistem semiotik primer. Selanjutnya sastra dihubungkan dengan

konvensi budaya dan konvensi sastra. Secara cermat Teeuw masalah sistem

sastra yangbersifat umum sekaligus khusus. Menurutnya, menjabarkan Istilah

sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua

masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan, keberadaannya

tidak merupakan keharusan. Hal ini berarti bahwa sastra meupakan gejala yang

universal. Akan tetapi suatu fenomena pula bahwa gejala yang universal itu

tidak mendapat konsep yang universal pula. Kriteria kesastraaan yang ada

dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan kriteria kesastraan yang ada

pada masyarakat lain. Sastra mengandung sifat umum dan khusus. Pengertian

umum dan khusus di sini dapat diperjelas dengan memahami terlebih dahulu

konsep tentang sastra.

       Upaya mengungkap konsep tentang sastra pada umumnya dipandang

tidak mudah. Hal ini disadari juga oleh para kitikus dan teoretis sastra.



                                                                          29
Pertanyaan yang berhubungan dengan penjelasan tentang konsep sastra selalu

muncul tetapi selalu pula berakhir dengan kesimpulan yang menunjukkan

kegagalannya. Melalui sistem sastralah, upaya mengenali konsep sastra dapat

dilakukan.

          Fenomena yang terlihat universal dan sekaligus individual itu

memperlihatkan sifat-sifat yang dapat ditarik dari berbagai sisinya. Wujud

ciptaan yang dipandang sebagai hasil kegiatan bersastra pertama-tama dilihat

dari sisi bahannya, yaitu berupa bahasa. Pemakaian bahasa pada kegiatan

bersastra berbeda dengan pemakaian bahasa pada kegiatan yang lainnya,

seperti pada pemakaian sehari-hari         (natural atau ordinary language).

Perbedaan ini memberi kesan akan adanya sifat yang spesial yang dalam

banyak hal tidak mengikuti tata aturan bahasa sehingga sering disebut

“menyimpang atau yang sering menimbulkan interpretasi ganda. Dalam rangka

fungsi inilah bahasa sastra mempunyai susunan yang kompleks. Sifat-sifat

yang diangkat dari corak bahasanya mewujudkan sastra sebagai satu sistem.

Apabila bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan sistem pembentuk

yang pertama maka sastra merupakan sistem yang kedua, secondary modelling

system.

          Sebagai satu sistem, sastra merupakan satu kebulatan dalam arti dapat

dilihat dari berbagai sisi, di antaranya dari sisi bahan. Sastra tidak ditentukan

oleh bentuk strukturnya tetapi oleh bahasa yang digunakan dalam macam cara

tertentu oleh masyarakat. Ini menunjukkan pengertian bahwa bahasa yang

dipakai mengandung fungsi yang lebih umum.



                                                                              30
Bahasa yang dipergunakan secara istimewa dalam ciptaan sastra pada

hakikatnya untuk menyampaikan informasi. Pemanipulasian bahasa pada

hakekatnya dalam rangka mewujudkan sastra sebagai sarana komunikasi yang

maksimal. Dengan demikian, visi dan fungsi sastra terwujud sebagai sarana

komunikasi, yaitu komunikasi dengan penikmatnya atau pembacanya.

       Pekerjaan meneliti sastra pada hakikatnya merupakan proses pertemuan

antara ciptaan sastra dengan penelitinya, yaitu pembacanya. Dalam hal ini,

perlu pula diperhatikan situasi pembaca dan pembacaan pada waktu

berhadapan   dengan    karya     sastra.   Pembaca   yang   dibekali   sejumlah

pengetahuan, disadari atau tidak akan menjadi bekal dalam pembacaannya.

Terjadilah pembacaan teks yang berstruktur yang menghasilkan dua kutub.

Keduanya bergerak dalam irama yang dinamis. Dengan demikian, membaca

bukanlah proses yang berjalan satu arah, dari pembaca saja, tetapi satu bentuk

interaksi dinamis antara teks dan pembacanya. Sastra dipahami sebagai satu

sistem yang terbaca pada ciptaan-ciptaan yang oleh masyarakatnya

dikategorikan sebagai produk sastra.



3.2 Sastra sebagai Objek Penelitian

       Sebagai ilmu, ilmu sastra mempunyai karakteristik keilmiahan sendiri.

Dalam hal ini penelitian harus memilih metode dan langkah-langkah kerja yang

tepat dan sesuai dengan karakteristik objek kajiannya. Salah satu yang menarik

dalam menggunakan metode penelitian sastra adalah perihal keharusan adanya

distansi, kerja yang objektif,      dan terhindar dari unsur prasangka dari



                                                                            31
perspektif. Gejala dengan situasi kesastraan inilah yang sering menuntut

perhatian tersendiri.

       Penerapan metode ilmiah seperti yang dikemukakan di atas perlu

mempertimbangkan sifat sastra yang memperlihatkan gejala yang universal

sekaligus khusus atau unik. Gejala universal pada sastra membuat sastra

memiliki sifat-sifat yang umum. Karya sastra adalah wujud kreativitas manusia

yang tergolong konvensi-konvensi yang berlaku bagi wujud ciptaannya

menjadi kaidah. Namun, keunikan karakteristik sastra pada suatu masyarakat,

bahkan keunikan suatu ciptaan sastra, membuat sastra memiliki sifat-sifat yang

khusus. Dalam hal ini, generalisasi sebagaimana yang dianjurkan oleh suatu

metode penelitian (positivistik) tentu saja tidak dapat dilakukan. Langkah yang

bisa dilakukan adalah transferabilitas.

       Karya sastra terbentuk untuk mengetahui segala sesuatu yang organik.

Tugas pembaca untuk mengetahui segala kekaburan elemen-elemen yang

berfungsi membentuk kesatuan itu. Pembaca bertugas menghubungkan

berbagai strata yang berbeda-beda pada tempatnya yang betul. Karena karya

sastra pada mulanya mengandung unsur yang kabur, pembacalah yang

mewujudkannya menjadi tidak kabur. Dalam mengungkapkan dan menyibak

kekaburan itulah, sejumlah peralatan diperlukan, di antranya hasil renungan

orang terdahulu tentang masalah atau berbagai hal yang berkaitan dengan

masalah dalam penelitian, seperti berbagai teori dan pandangan-pandangan

yang pernah ada.




                                                                            32
3.3 Pemanfaatan Teori bagi Penelitian Sastra

       Pembicaraan paradigma menjadi penting dalam menempatkan teori

pada sebuah penelitian (Ratna, 2004: 21). Paradigma berasal dari bahasa Latin:

paradigma berarti contoh, model, pola. Secara luas paradigma didefinisikan

sebagai seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi

untuk menuntun tindakan-tindakan manusia yang disepakati bersama, baik

dalam kehidupan sehari-hari maupun penelitian ilmiah.

       Bagi ilmuwan, paradigma dianggap sebagai konsep-konsep kunci

dalam melaksanakan suatu penelitian tertentu. Paradigmalah yang menentukan

jenis-jenis ekspermen yang harus dilakukan oleh para ilmuwan, jenis-jenis

pertanyan yang harus diajukan, dan jenis-jenis permasalahan yang harus

dipecahkan. Tanpa paradigma, ilmuwan tidak bisa mengumpulkan data.

       Terdapat tiga hal yang mempengaruhi perbedaan paradigma seorang

ilmuwan, sebagai berikut:

       1. unsur dalam diri sendiri

       2. unsur luar berupa lingkungan fisik

       3. unsur luar berupa penjelajahan metodologi dan teori.



       Dalam kaitannya dengan karya sastra sebagai objek penelitian,

paradigma di sini dibicarakan dalam kaitannya dengan teori dan metode di satu

pihak, dan di pihak lain berhubungan dengan sifat-sifat dasar karya sastra

sebagai objek. Kaitan paradigma dengan teori dan metode tidak banyak

menimbulkan masalah sebab komponen-komponen tersebut memiliki ciri-ciri



                                                                           33
yang relatif sama, konsep-konsep dasar yang memungkinkan subjek untuk

menganalisis objek penelitian. Permasalahan yang agak kompleks akan timbul

apabila paradigma dikaitkan dengan objek karya sastra. Di satu pihak, sebagai

cara pandang, paradigma secara keseluruhan didasarkan atas asumsi-asumsi

ilmiah yang memungkinkan subjek untuk menghadapi masalah secara objektif.

Di pihak lain, sebagai hakikat kreatif karya sastra didominasi oleh

subjektivitas, imajinasi, bahkan khayalan.

       Sebagai bentuk kegiatan ilmiah, penelitian sastra memerlukan landasan

kerja yang berupa teori. Teori sebagai hasil perenungan yang mendalam,

tersistem, dan terstruktur terhadap gejala-gejala alam berfungsi sebagai

pengarah dalam kegiatan penelitian. Teori memperlihatkan hubungan-

hubungan antarfakta yang tampaknya berbeda dan terpisah ke dalam satu

persoalan dan menginformasikan proses pertalian yang terjadi di dalam

kesatuan tersebut. Selanjutnya, hasil penelitian dalam arah balik akan

memberikan sumbangannya bagi teori. Jadi, antara teori dan penelitian pun

terdapat hubungan saling mengembangkan.

       Sesuai dengan beraneka ragam ilmu, maka teori pun juga beraneka

ragam. Dalam penelitian sastra, pemilihan macam teori diarahkan oleh masalah

yang akan dijawab oleh penelitian dan oleh tujuan yang akan dicapai oleh

penelitian. Contohnya, penelitian yang memasalahkan construct suatu wacana

akan memanfaatkan teori struktural, dan sebagainya.




                                                                          34
Ritzer (dalam Ratna: 2004:26) mengemukakan empat faktor yang

berkaitan dengan metode kualitatif secara filosofis. Keempat faktor tersebut

adalah:

   1. faktor ontologis, keberadaan objek yang sendirinya berada di antara

          masing-masing ilmu; dalam ilmu humaniora, khususnya sastra, objek

          dikonstruksikan oleh individu sebagai peneliti

   2. faktor epistemologis, bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan;

          secara kualitatif, jarak antara subjek dengan objek dipersempit bahkan

          seolah-olah tidak ada jarak

   3. faktor aksiologis, penelitian adalah penilaian, berbeda dengan

          penelitian kuantitatif yang bebas nilai

   4. faktor metodologis, keseluruhan proses penelitian, termasuk metode,

          teori, dan teknik.

          Paradigma ilmu sastra dengan demikian mencoba menjelaskan konsep-

konsep yang mendasari pandangan dunia ilmuwan sastra, baik dalam kaitannya

dengan individu maupun kelompok; baik dalam kaitannya dengan kaidah-

kaidah sastra secara keseluruhan maupun sastra sebagai genre, termasuk

model-model        pendekatan     dalam     kaitannya      dengan   kecenderungan

multidisiplin. Paradigma dengan demikian mendahului, mengkondisikan

ilmuwan sastra, ke arah mana penelitian sastra diarahkan, jawaban-jawaban

apa yang akan diberikan. Pada gilirannya, baik secara eksplisit maupun implisit

paradigma mengkondisikan teori, metode, teknik dan proses selanjutnya.

Perbedaan dan perkembangan paradigma melahirkan angkatan, periode,



                                                                              35
generasi, aliran, dan berbagai paham yang lain. Dengan kalimat lain, teori dan

metode tidak berarti apa-apa apabila dibandingkan dengan peranan paradigma.

       Relevansi pengalaman paradigmatis terhadap hakikat karya secara

keseluruhan jelas berkaitan dengan hakikat karya, gejala kultural sebagai

kualitas imajinasi dan kreativitas. Para ilmuwan sastra sejak semula telah

memahami bahwa karya sastra bukan kenyataan sesungguhnya. Keseluruhan

unsur, termasuk tokoh-tokoh, latar tempat dan waktu, bahkan juga nama dan

tahun yang sama dengan sejarah umum adalah unsur yang diciptakan. Karya

sastra tidak menyediakan referensi apa pun yang dapat dijadikan pedoman

untuk menjelaskan fakta sejarah, kecuali referensi estetisnya. Unsur-unsur

karya sastra hanya berfungsi dalam totalitas karya, bukan totalitas alam

semesta yang melatarbelakanginya. Novel sejarah, novel psikologis, demikian

juga novel ilmu pengetahuan tidak dimaksudkan untuk melegitimasikan aspek-

aspek sejarah, psikologis, demikian juga novel ilmu pengetahuan tidak

dimaksudkan untuk melegitimasikan aspek-aspek sejarah, psikologis dan ilmu

pengetahuan, melainkan semata-mata sebagai alternatif terhadap bidang ilmu

yang ditunjuknya dengan pertimbangan bahwa ada dunia lain yang seolah-olah

sama dengan dunia yang ditunjuknya.

       Pengalaman paradigmatis terhadap genre-genre sastra sama dengan

hakikat tersebut. Perbedaannya, subjek dalam hubungan ini telah memiliki

referensi yang digunakan sebagai dasar untuk memahami dan mengembangkan

hakikat imajinasi. Puisi, novel, dan drama, puisi, drama bersajak, dll

memperoleh pengertian melalui pengalaman paradigmatis tersebut.



                                                                           36
Penjelajahan terhadap konsep-konsep paradigma sama pentingnya

dengan teori, tetapi dalam penelitian konsep paradigma tidak muncul secara

eksplisit. Demikian juga konsep-konsep yang berkaitan dengan metodologi

yang tidak pernah dipertimbangkan sebagai butir-butir penelitian. Paradigma

dan metodologi dianggap sebagai komponen-komponen yang secara inklusif

mempengaruhi dan mengarahkan peneliti pada suatu kesadaran tertentu,

sehingga berbeda dengan peneliti lain dengan paradigma dan metodologi yang

berbeda. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa paradigma dan

metodologi merupakan jiwa dan semangat penelitian yang kemudian diarahkan

oleh teori dengan mempertimbangkan cara yang sudah disepakati, yaitu metode

dan teknik.




3.4 Pendekatan Sastra

3.4.1. Pengertian Pendekatan

       Pendekatan adakalanya disamakan dengan metode (Ratna, 2004: 53-

55). Lebih lanjut, Ratna menguraikan bahwa secara etimologis, pendekatan

berasal dari kata appropio, approach, yang diartikan sebagai jalan dan

penghampiran. Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek,

sedangkan metode adalah cara-cara mengumpulkan, menganalisis, dan

menyajikan data. Dengan dasar pertimbangan bahwa sebuah penelitian

merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan metodis, maka

perlu dibedakan antara metode dengan pendekatan.




                                                                        37
Pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi

baik dengan metode maupun teori. Dalam sebuah pendekatan dimungkinkan

untuk mengoperasikan sejumlah teori dan metode. Dalam hubungan inilah,

pendekatan disejajarkan dengan bidang ilmu tertentu, seperti pendekatan

sosiologi sastra, mitopoik, intrinsik dan ekstrinsik, pendekatan objektif,

ekspresif, mimetik, pragmatik,dan sebagainya. Definisi tersebut bersifat relatif

sebab yang jauh lebih penting adalah tujuan yang hendak dicapai sehingga

sebuah pendekatan pada tahap tertentu bisa menjadi metode. Pendekatan

adalah pengakuan terhadap hakikat ilmiah objek ilmu pengetahuan itu sendiri.

Pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu.

       Penelitian secara keseluruhan ditentukan oleh tujuan. Pendekatan

merupakan langkah pertama dalam mewujudkan tujuan penelitian.              Pada

dasarnya,   dalam    rangka   melaksanakan     suatu   penelitian,   pendekatan

mendahului teori dan metode. Artinya, pemahaman mengenai pendekatanlah

yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan

penentuan masalah, teori, metode, dan tekniknya.



3.4.2 Jenis-jenis Pendekatan Sastra

       Empat komponen utama pendekatan sastra yang dikemukakan Abrams

menjadi bagian penting dalam teori strukturalisme. Empat pendekatan yang

dimaksud adalah (1) pendekatan ekspresif, (2) pendekatan mimesis, (3)

pendekatan pragmatik, dan (4) pendekatan objektif.




                                                                             38
3.4.2.1 Pendekatan Ekspresif

       Pendekatan ekspresif ini tidak semata-mata memberikan perhatian

terhadap bagaimana karya itu diciptakan tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi

dalam karya sastra yang dihasilkan. Wilayah studi pendekatan ini adalah diri

pengarang, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil karyanya. Pendekatan ini

dapat dimanfaatkan untuk menggali ciiri-ciri individualisme, nasionalisme,

komunisme, feminisme, dan sebagainya dalam karya baik karya sastra

individual maupun karya sastra dalam kerangka periodisasi.

       Menurut Abrams (1958: 22) pendekatan ekspresif ini menempatkan

karya sastra sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi     pikiran dan perasaan

pengarang. Pengarang sendiri menjadi pokok yang melahirkan produksi

persepsi-persepsi,    pikiran-pikiran,   dan      perasaan-perasaan     yang

dikombinasikan. Praktik analisis dengan pendekatan ini mengarah pada

penelusuran kesejatian visi pribadi pengarang yang dalam paham struktur

genetik disebut pandangan dunia. Seringkali pendekatan ini mencari fakta-

fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang

secara sadar atau tidak telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut.

Dengan demikian secara konseptual dan metodologis dapat diketahui bahwa

pendekatan ekspresif menempatkan karya sastra sebagai: (1) wujud ekspresi

pengarang, (2) produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi-

persepsi, pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya, (3) produk pandangan

dunia pengarang. Secara metodis, langkah kerja yang dapat dilakukan melalui

pendekatan ini adalah: (1) memerikan sejumalah pikiran, persepsi, dan



                                                                          39
perasaan pengarang yang hadir secara langsung atau tidak di dalam karyanya,

(2) memetakan sejumlah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang

ditemukan dalam karyanya ke dalam beberapa kategori faktual teks berupa

watak, pengalaman, dan ideologi pengarang,        (3) merujukkan data yang

diperoleh pada tahap (1) dan (2) ke dalam fakat-fakta khusus menyangkut

watak, pengalaman hidup, dan ideologi pengarang secara faktual luar teks (data

sekunder berupa data biografis), dan (4) membicarakan secara menyeluruh,

sesuai tujuan, pandangan dunia pengarang dalam konteks individual maupun

sosial dengan mempertimbangkan hubungan-hubungan teks karya sastra hasil

ciptaannya dengan data biografisnya.



3.4.2.2 Pendekatan Mimesis

       Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman,

yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang

sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8).

Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu

yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti

misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk

kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya Luxemberg, 1989:15).

Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya seni berada di bawah kenyataan.

Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap

sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya

sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan.



                                                                           40
Sehubungan dengan pendekatan mimesis, Segers (2000, 91-94)

mengungkapkan konsep yang dipakai kaum Maxist. Menurut konsep ini

konsep imitasi harus menjadi norma dasar telaah. Kritik Marxist menyatakan

bahwa dunia fiksional teks sastra seharusnya merefleksikan realitas sosial.

Lebih jauh Segers mempertimbangkan fiksionalisasi dalam telaah teks sastra

yang   berhubungan     dengan    pendekatan   mimesis.    Menurutnya,    norma

fiksionalitas mengimplikasikan bahwa tanda-tanda linguistik yang berfungsi

dalam teks sastra tidak merujuk secara langsung pada dunia kita, tetapi pada

dunia fiksional teks karya sastra.

       Adapun John Baxter (dalam Makaryk,1993: 591-593) menguraikan

bahwa mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni

karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal.

Mimesis sering diterjemahkan sebagai "tiruan". Secara terminologis, mimesis

menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya

berbeda. Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk

akhir; mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan

aktif dengan suatu kenyataan hidup.

       Menurut Baxter, metode terbaik mimesis adalah dengan jalan

memperkuat dan memperdalam pemahaman moral,                   menyelidiki dan

menafsirkan semesta yang diterima secara riil. Proses tidak berhenti hanya

dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya. Mungkin

rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan walaupun

hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang riil yang



                                                                             41
tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat. Kenyataan kadang-kadang digambarkan

berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang menyeluruh.

Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam cakupan

yang ideal. Mimesis sama dan sebangun dengan apa yang Coleridge sebut

sebagai 'imajinasi yang utama, ' yang oleh Whalley disebut sebagai hasil dari

kesadaran tertinggi.

       Melalui penjabaran di atas,      dapat diketahui secara konseptual dan

metodologis bahwa pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai:

(1)   produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis, (2)

representasi kenyataan semesta secara fiksional, (3) produk dinamis yang

kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan

(4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan.

       Secara metodis, langkah kerja analisis melalui pendekatan ini dapat

disusun ke dalam langkah pokok, yaitu: (1) mengungkap dan mendeskripsikan

data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara tekstual,            (2)

menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk dirujukkan ke

dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu,       sesuai tujuan, misalnya

menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara dinamis, dsb.,

(3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks karya sastra

dengan kenyataan fakta realita, dan (4) menelusuri kesadaran tertinggi yang

terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang

direpresentasikan dalam karya sastra.




                                                                             42
3.4.2.3 Pendekatan Pragmatik

       Pendekatan pragmatis menurut Abram (1958: 14-21) memberikan

perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini memberikan

perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca. Pendekatan

pragmatis    mempertimbangkan       implikasi    pembaca       melalui      berbagai

kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan

pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan

pragmatis di antaranya berbagai tanggapan masyarakat atau peneriman

pembaca tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis

maupun diakronis.

       Segers (2000:35-47) dalam kaitannya dengan pendekatan pragmatik,

mengawali     pembicaraannya     dengan    uraian    seputar     estetika   resepsi.

Menurutnya, secara metodologis estetika resepsi berusaha memulai arah baru

dalam studi sastra karena berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya

dipelajari (terutama) dalam kaitannya dengan reaksi pembaca. Dalam

uraiannya, Segers memetakan estetika resepsi ke dalam tiga bagian utama,

yaitu (1) konsep umum estetika resepsi, (2) penerapan praktis estetika resepsi,

dan (3) kedudukan estetika resepsi dalam tradisi studi sastra.

       Estetika resepsi yang termasuk ke dalam wilayah pendekatan pragmatik

memuat konsep-konsep dasar seperti yang dikemukanan Jauss dan Iser. Kata

kunci dari konsep yang diperkenalkan Jauss adalah rezeptions und

wirkungsasthetik “ tanggapan dan efek”.         Menurutnya, pembacalah yang

menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra. Pembaca dalam



                                                                                 43
kondisi demikianlah yang mampu menentukan nasib dan peranannya dari segi

sejarah sastra dan estetika. Resepsi sebuah karya dengan pemahaman dan

penilaiannya tidak dapat diteliti lepas dari rangka sejarahnya seperti yang

terwujud dalam horison harapan pembaca masing-masing. Baru dalam

kaitannya dengan pembaca, karya sastra mendapat makna dan fungsinya.

Tujuh bagian penting yang menjadi dasar dari teori estetika resepsi Jauss,

yaitu: (1) pengalaman pembaca, (2) horison harapan, (3) nilai estetik, (4)

semangat zaman, (5) rangkaian sastra, (6) perspektif sinkronik dan diakronik,

dan (7) sejarah umum.

       Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks

karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang

bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau

zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang

berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan

mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan

teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Dalam

hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer

tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas

pengalaman sebelumnya.

       Horison harapan muncul pada tiap aktivitas pembacaan pembaca untuk

masing-masing karya di dalam momen historis melalui bentuk dan pemahaman

atas ganre, dari bentuk dan tema karya yang telah dikenal, dan dari oposisi

antara puisi dan bahasa praktis. Karya sastra tidak berada dalam kekosongan



                                                                             44
informasi. Dengan kondisi tersebut, teks karya sastra mampu menstimulus

proses psikis pembaca dalam meresepsi teks karya sastra yang dibacanya

sehingga bagian dari proses tersebut mengimplikasikan adanya harapan-

harapan atas karya yang dibacanya.

       Horison harapan atas sebuah karya membuka peluang untuk

menentukan karakter artistiknya melalui kesamaan dan tingkat pengaruhnya

pada syarat pembaca. Penandaan perbedaan       jarak estetik antara horison

harapan yang diberinya dan tampilan suatu karya baru akan mengarahkan

potensi-potensi   resepsi   yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

horison sampai pada penghilangan pengalaman yang umum dikenal atau

sampai pada peningkatan kesadaran pengalaman yang baru saja dicetuskan.

Kondisi yang mengindikasikan adanya jarak estetik ini dapat menjadi objektif

menurut sejarah sejalan dengan spektrum reaksi pembaca dan pertimbangan

kritiknya.

       Perihal semangat zaman, rekonstruksi horison harapan pada permukaan

suatu karya yang telah diciptakan dan diterima di masa lalu memungkinkan

pembaca mempertanyakan kembali tentang teks tersebut. Proses pembacaan

diarahkan kepada bagaimana pembaca jaman sekarang bisa memandang dan

memahami karya tersebut. Pendekatan ini mengoreksi norma-norma klasikal

yang tidak dikenal atau memodernisasi pemahaman seni dan menghindari

kesulitan yang menyelimutinya.

       Teori estetik resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra

dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut



                                                                         45
bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk

mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman

kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra

sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi

pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat

memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya

sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru.

       Keberhasilan linguistik melalui perbedaan dan hubungan metodologis

yang menyeluruh dari analisis sinkronis dan diakronis adalah kesempatan

untuk menanggulangi perspektif diakronis yang sebelumnya merupakan satu-

satunya perspektif yang diberlakukan di dalam sejarah sastra. Pembenahan

tersebut membuka perubahan dalam perilaku estetik. Perspektif sejarah sastra

selalu menemukan hubungan fungsional antara pemahaman karya-karya baru

dengan makna karya-karya terdahulu. Perspektif ini juga mempertimbangkan

pandangan sinkronis guna menyusun dalam kelompok-kelompok yang sama,

berlawanan dan teratur sehingga diperoleh sistem hubungan yang umum dalam

karya sastra pada waktu tertentu.

       Tugas sejarah sastra yang utuh tidaklah hanya diwakili kesinkronisan

dan kediakronisan di dalam rangkaian sistemnya, tetapi juga melihat seperti '

sejarah khusus' dalam hubungan uniknya terhadap 'sejarah umum'. Hubungan

ini tidak berakhir dengan fakta     yang   beragam, diidealkan, satirik, atau

gambaran berupa kayalan tentang keberadaan sosial, tetapi hubungannya dapat

ditemukan di dalam sastra dari semua waktu. Fungsi sosial sastra



                                                                            46
memanifetasikan dirinya di dalam kemungkinan riil hanya jika pengalaman

kesastraan pembaca masuk ke dalam horison harapannya dari kehidupan

praktisnya untuk kemudian pembaca melaksanakan pemahaman atas dunianya.

Manifestasi tersebut mempunyai dan mempengaruhi perilaku sosialnya.

        Konsep yang dikemukakan Iser (1987: ix-xii; 54) adalah terdapat

hubungan dialektis antara teks, pembaca, dan interaksinya. Iser menyebutnya

sebagai respon estetik sebab walaupun pusat perhatiannya sekitar teks, tetapi

mengarahkan persepsi      dan imajinasi pembaca dalam rangka melakukan

penyesuaian dan bahkan membedakan fokusnya. Teori ini melihat bahwa karya

sastra sebagai suatu yang diformukasikan kembali dari sesuatu yang telah

diformukasikan dalam realita. Karya sastra ini melahirkan sesuatu yang tidak

ada sebelumnya. Konsekuansinya, teori respon estetik dihadapkan pada

permasalahan bagaimana suatu situasi yang         tidak diformukasikan dapat

diproses dan dipahami. Asumsi dasar dari teori ini adalah teks hanya bisa hadir

saat dibaca dan perlu pengujian atas teks tersebut melalui pembaca.

        Konsep dialektika respon estetik (Iser, 1987: 20 dan 54), interaksinya

dapat   dicermati melalui pengertian implied reder, literary repertoire, dan

literary strategies Implied reader merupakan model, rol, dan standpoint yang

membuat pembaca sebagai real reader menyusun makna teksnya. Repertoire

merupakan seperangkat norma sosial, historis, dan budaya yang dipakai untuk

membaca yang dihadirkan oleh teks dan merupakan semua wilayah familiar

dalam teks berupa acuan kepada karya-karya yang ada lebih dahulu. Strategi

digunakan untuk defamiliarisasi dan untuk mengkomunikasikan teks dengan



                                                                            47
pembacanya tanpa mendeterminasikannya. Melalui strategi ini disajikan

primary code kepada pembaca dan membuat pembaca mengaturnya sendiri

sehingga lahir makna yang bervariasi.

       Masing-masing toeri di atas (Jauss dan Iser) mengarahkan praktik

metodisnya. Pandangan Jauss dengan tujuh tesisnya memetakan analisis pada

aspek estetik dan historisnya. Ketujuh tesis tersebut merupakan pemodelan

yang mengarah tuntutan metodisnya. Adapun pandangan Iser yang menyatakan

bahwa terdapat interaksi antara teks dan pembaca dalam proses pembacaan.

Teks hanya bisa hadir saat dibaca dan perlu pengujian atas teks tersebut

melalui pembaca. Deskripsi tentang teks tidak lebih dari pengalaman pembaca

yang terbudaya.    Dengan demikian, langkah-langkah yang perlu diikuti

sehubungan dengan pernyataan di atas adalah dengan jalan langkah (1)

menandai adanya kualitas yang khusus atas teks sastra yang mencirikan adanya

perbedaan dengan teks lainnya dan (2) memerikan dan meneliti unsur-unsur

dasar penyebab tanggapan terhadap karya sastra.



3.4.2.4 Pendekatan Objektif

       Pendekatan objektif (Abrams, 1978: 26-29) memusatkan perhatian

semata-mata pada unsur-unsur, antarhubungan, dan totalitas. Pendekatan ini

mengarah pada analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah

mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspekhistoris,

sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi.

Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi.



                                                                           48
Pemahaman       dipusatkan    pada   analisis   terhadap   unsur-unsur   dengan

mempertimbangkan keterjalinan antarunsur di satu pihak dan unsur-unsur

dengan totalitas di pihak lain.

       Konsep dasar pendekatan ini (Hawkes dalam Pradopo, 2002: 21) adalah

karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam

unsur pembentuk struktur. Antara unsur-unsur pembentuknya ada jalinan erat

(koherensi). Tiap unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya melainkan

maknanya ditentukan oleh hubungan dengan unsur-unsur lain yang terlibat

dalam sebuah situasi. Makna unsur-unsur karya sasatra itu hanya dapat

dipahami sepenuhnya atas dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan

karya sastra.

       Secara metodologis, pendekatan ini bertujuan melihat karya sastra

sebagai sebuah sistem dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat

bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya.

Analisis karya sastra melalui pendekatan ini tergantung pada jenis sastranya.

Analisis sajak berbeda dengan analisis prosa. Analisis yang digunakan terhadap

saja misalnya penelusuran lapis norma, mulai dari lapir bunyi sampai ke lapis

metafisik. Teknik analisisnya pun bisa diarahkan pada pembacaan heuristik

sampai ke tingkat pembacaan hermeneutik. Adapun terhadap prosa, sesuai

dengan sifat fiksi yang merupakan struktur cerita, analisisnya diarahkan pada

struktur ceritanya. Struktur yang dimaksud dijajaki melalui unsur-unsur

pembentuknya berupa: tema, fakta cerita (tokoh, alur, dan latar), dan sarana

cerita (pusat pengisahan, konflik, gaya bahasa, dll.).



                                                                            49
Pada analisis prosa, tema dan fakta-fakta cerita dipadukan menjadi satu

oleh sarana sastra. Di dalam analisisnya, unsur-unsur tersebut ditelusuri dan

dikemukakan hubungan dan fungsi tiap-tiap unsur. Tema berjalin erat dengan

fakta-fakta dan berhubungan erat dengan sarana sastra.




                                                                           50
BAB IV

                          STRUKTURALISME



4.1 Prinsip-prinsip Antarhubungan

        Strukturalisme adalah sebuah paham atau kepercayaan bahwa segala

sesuatu yang ada di dunia ini mempunyai struktur (Pieget, 1995: 4-12; Hawkes,

1978: 17-18; dan Faruk: 1994: 17-18; Faruk, 1999: 1-9; dan Teeuw, 1984: 120-

139).   Sesuatu dikatakan mempunyai struktur apabila ia membentuk suatu

kesatuan yang utuh, bukan merupakan jumlah dari bagian-bagian semata.

Hubungan antarbagian di dalam struktur tidak bersifat kuantitatif, melainkan

kualitatif. Artinya, apabila suatu bagian dihilangkan, keutuhan sesuatu itu tidak

sekedar berkurang, melainkan rusak sama sekali.

        Selain itu, strukturalisme juga percaya bahwa suatu struktur

mempunyai daya transformasi dan regulasi diri. Semua dikatakan berstruktur

apabila ia dapat melakukan perubahan, tanpa harus kehilangan keutuhan

dirinya, fungsi utama yang menjadi tujuan atau pusat strukturasinya. Sesuatu

dikatakan berstruktur apabila ia mempunyai kemampuan untuk mengatakan

kemungkinan gangguan dan pengaruh dari luar dengan caranya sendiri.

        Keseluruhan    pengertian    tersebut    menunjukkan      bahwa     bagi

strukturalisme segala sesuatu di dalam dunia membangun dunianya sendiri,

mekanisme sendiri, untuk menjalankan fungsi-fungsinya sendiri, terlepas dari

                                                                              51
berbagai kemungkinan pengaruh dari luar. Sesuatu dipahami sebagai kekuatan

yang mampu membangun, mengembangkan, dan mempertahankan dirinya

sendiri dengan caranya sendiri pula. Dengan kata lain, strukturalisme

cenderung memahami segala sesuatu sebagai sebuah sistem tertutup, otonom.

Karena itu, strukturalisme dalam ilmu sastra akan memperlakukan karya sastra

atau kesastraan sebagai sesuatu yang mandiri pula, sesuatu yang berstruktur,

sesuatu yang utuh, transformatif, dan self-regulatif. Aliran Kritik Baru di

Amerika, Formalisme di Rusia, percaya bahwa teks sastra dapat dipahami dan

dijelaskan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat di dalam teks itu sendiri.

Strukturalisme percaya bahwa sastra dapat dipahami dan dijelaskan atas dasar

sistm sastra sendiri yang membentuk semacam kaidah-kaidah bagi penciptaan

karya sastra.

        Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting.

Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperan secara

maksimal    semata-mata    dengan   adanya    fungsi,    yaitu   dalam   rangka

menunjukkan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat. Unsur tidak memiliki

arti dalam dirinya sendiri. Unsur dapat dipahami semata-mata dalam proses

antarhubungannya. Makna total setiap entitas dapat dipahami hanya dalam

integritasnya terhadap totalitasnya. Sebagai kualitas totalitas, antarhubungan

merupakan energi, motivator terjadinya gejala baru, mekanisme yang baru.

Tanpa    antarhubungan    sesungguhnya   unsur   tidak    berarti.   Mekanisme

antarhubungan tersebut dianggap sebagai pergeseran yang signifikan dan

fundamental, yaitu dari struktur yang otonom ke arah relevansi fungsi karya



                                                                            52
sebagai sistem komunikasi. Karya dengan demikian tidak dipahami melalui

ergon yang terisolasi melainkan selalu dalam kaitannya dengan perubahan

realita sosial. Karya tidak dapat diisolasi. Karya harus dikondisikan sebagai

fakta kemanusiaan sehingga memungkinkan untuk mengoperasikan secara

maksimal berbagai saluran komunikasi yang terkandung di dalamnya.

       Relevansi prinsip-prinsip antarhubungan dalam analisis karya sastra, di

satu pihak mengarahkan peneliti agar secara terus menerus memperhatikan

setiap unsur sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsur-unsur yang lain.

Di pihak lain, antarhubunganlah yang menyebabkan sebuah karya sastra, suatu

masyarakat, dan gejala apa saja           memiliki arti yang sesungguhnya.

Kesalahpahaman mengenai fungsi-fungsi antarhubungan menyebabkan peneliti

hanya meneliti salah satu unsur tertentu yang pada gilirannya berarti

memperkosa hakikat suatu totalitas. Analisis terhadap penokohan, misalnya,

tidak mungkin dilakukan secara terpisah dari unsur-unsur yang lain. Dengan

kata lain, penokohan tidak dapat dipahami tanpa menghubungkannya dengan

unsur-unsur yang lain, seperti kejadian, latar, plot, dan sebagainya.

       Sejalan dengan uraian di atas, prinsip antarhubungan secara esensial

dipertahankan pada setiap teori dibawah naungan strukturalisme. Namun

demikian, perubahan menuju pada perkembangan teoretik telah terjadi yang

sekaligus mengarahkan pembahasan metodologis secara berbeda pula.




                                                                           53
4.2 Teori Formalisme

       Tujuan pokok formalisme (bandingkan Teeuw, 1985: 128-13; Ratna:

2004: 80-87) adalah studi ilmiah tentang sastra dengan cara meneliti unsur-

unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dan sebagainya. Metode yang

digunakan metode formal. Metode formal menjalankan fungsinya dengan cara

merekonstruksi teks melalui pemaksimalan konsep fungsi. Dengan jalan

demikian, teks menjadi suatu kesatuan yang terorganisasikan. Prinsip dan

sarana inilah yang mengarahkannya pada konsep sistem dan akhirnya ke

konsep struktur.

       Sebagai teori modern mengenai sastra, secara historis kelahiran

formalisme dipicu oleh paling sedikit tiga faktor, yaitu:

   1. formalisme lahir sebagai akibat penolakannya terhadap paradigma

       positivisme abad ke-19 yang memegang teguh prinsip-prinsip

       kausalitas; reaksi terhadap studi biografis

   2. kecenderungan yang terjadi dalam ilmu humaniora di mana terjadinya

       pergeseran dari paradigma diakronis ke sinkronis

   3. penolakan terhadap pendekatan tradisional yang selalu memberikan

       perhatian terhadap hubungan karya sastra dengan sejarah, sosiologi, dan

       psikologi.

       Usaha maksimal kelompok formalis dalam rangka menemukan hakikat

       karya sastra dengan cara mengeksploitasi sarana bahasa telah mencapai

       klimaknya. Meskipun demikian, penemuannya mengarahkan pada

       paradigma baru bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara terisolir



                                                                           54
semata-mata melalui akumulasi perangkat-perangkat intrinsiknya, tetapi

        juga harus melibatkan keseluruhan faktor yang membentuknya.

        Pergeseran   perhatian   dari    masalah-masalah     teknis,   khususnya

        sebagaimana digemari oleh kelompok formalisme awal ke arah

        pemahaman sastra secara lebih luas, melahirkan strukturalisme.



4.3 Teori Strukturalisme Dinamik

        Scholes   (dalam    Ratna,      2004:   89)   menjelaskan      keberadaan

strukturalisme menjadi tiga tahap, yaitu (1) sebagai pergeseran paradigma

berpikir, (2) sebagai metode, dan (3) sebagai teori. Lahirnya strukturalisme

dinamik didasarkan atas kelemahan-kelemahan strukturalisme sebagaimana

yang dianggap sebagai perkembangan formalisme.

        Strukturalisme dinamika (lihat Teeuw, 1985: 185-192; Muhadjir, 2002:

304);   Pradopo 2002: 46; dan Ratna, 2003: 88-96;)           mencermati bahwa

strukturalisme dinamik dimaksudkan sebagai penyempurnaan strukturalisme

yang semata-mata memberikan intensitas          terhadap struktur intrinsik yang

dengan sendirinya melupakan aspek-aspek ekstrinsiknya.            Strukturalisme

dinamik mula-mula dikemukakan oleh Mukarovsky              dan Felik Vodicka.

Menurutnya, karya sastra adalah proses komunikasi, fakta semiotik, terdiri atas

tanda, struktur, dan nilai-nilai. Karya seni adalah petanda yang memperoleh

makna dalam kesadaran pembaca. Oleh karena itulah, karya seni harus

dikembalikan pada kompetensi penulis, masyarakat yang menghasilkannya,

dan pembaca sebagai penerima.



                                                                              55
Perbedaan unsur-unsur karya sastra untuk jenis yang berbeda-beda

terjadi akibat proses resepsi pembaca. Setiap penilaian akan memberikan hasil

yang berbeda. Unsur-unsur yang terdapat pada ketiga jenis sastra (prosa, puisi,

dan drama) akan membutuhkan pemusatan analisis yang berbeda pula. Unsur-

unsur prosa, misalnya mengarah pada tema, peristiwa atau kejadian, latar atau

setting, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi,

di antaranya tema, stilistika, imajinasi, ritme atau irama, rima atau persajakan,

diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen. Unsur-unsur (teks)

drama di antaranya tema, dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya

bahasa.

          Atas dasar hakikat otonom karya sastra, maka tidak ada aturan yang

baku terhadap suatu kegiatan analisis. Artinya, unsur-unsur yang dibicarakan

tergantung dari dominasi unsur-unsur karya di satu pihak, tujuan analisis di lain

pihak. Dalam analisis akan selalu terjadi tarik menarik antara struktur global,

yaitu totalitas karya itu sendiri dengan unsur-unsur yang diadopsi ke dalam

wilayah penelitian. Kondisi tersebut menunjukkan dinamika karya sastra

sebagai totalitas sebab proses adopsi mengandaikan terjadinya ciri-ciri

transformasi dan regulasi diri sehingga terjadi keseimbangan antara struktur

global dengan unsur-unsur yang dianalisis.

          Karya sastra tidak mungkin dan tidak perlu dianalisis secara

menyeluruh sebab struktur global bersifat tidak terbatas. Akan tetapi analisis

tidak dapat dilepaskan dari kerangka sosial kultural yang menghasilkannya.

Prosa, puisi, dan drama dan sastra jenis klasiknya tidak semata-mata dianalisis



                                                                              56
sebagai teks tetapi juga dimungkinkan dalam kaitannya dengan pementasan

langsung sebagai performing art. Dalam hubungan ini, analisis struktur akan

melibatkan paling sedikit tiga komponen utama, yaitu pencerita, karya sastra,

dan pendengar. Metodologi penelitian pun menjadi bertambah kompleks, tidak

bertambah dalam penelitian pustaka, melainkan harus dilengkapi dengan

penelitian lapangan yang dengan sendirinya juga melibatkan instrumen

penelitian lapangan.

       Dengan demikian strukturalisme dinamik adalah pendekatan atas karya

sastra dengan menerapkan kerja strukturalisme atas dasar konsep semiotik.

Analisis struktural murni      mengasingkan karya sastra dari kerangka

kesejarahan dan relevansi eksistensialnya. Strukturalisme dinamik yang

dikembangkan Ian Mukarovsky dan Felix Vodicka mencoba memahami karya

sastra berdasarkan kesadaran bahwa karya sastra sebagagi struktur pada

hakikatnya memiliki ciri khas yaitu sebagai tanda (sign). Tanda baru mendapat

makna sepenuhnya bila sudah melalui tanggapan pembaca. Dengan demikian

ada pengaruh timbal balik antara tanda dan pembacanya. Pembaca dalam

memberi makna terikat pada konvensi tanda, tidak semau-maunya. Jadi,

dengan kerangka semiotik itu dapat diproduksi makna dalam karya sastra yang

merupakan struktur sistem tanda-tanda itu.




                                                                          57
4.4 Semiotik

       Secara padat Dolezel, Stout (dalam Makaryk, 1993: 183-189), dan

ratna (2004: 96-120)      menjelaskan pendekatan semiotik dimulai dari

pengertian, latar belakang sejarah pertumbuhannya, aliran semiotik, dan

hubungan semitoik dengan pendekatan lainnya. Menurutnya, strukturalisme

berhubungan erat atau bahkan tidak terpisahkan dengan semiotik sebagai

sarana untuk memahami karya sastra, untuk menangkap makna unsur-unsur

struktur karya sastra dalam jalinan dengan keseluruhan karya yang harus

memperhatikan sistem tanpa yang dipergunakan dalam karya sastra. Karya

sastra itu merupakan struktur sistem tanda-tanda yang bermakna.

       Dalam lapangan semiotik, pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu (1)

penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan (2)

pertanda (signified) atau yang ditanda yang merupakan arti tanda. Ada tiga

jenis tanda yang pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon dan indeks

merupakan tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah, yaitu

persamaan dan sebab akibat, antara penanda dan petanda. Simbol adalah tanda

yang tidak menunjukkan adanya hubungan almiah antara keduanya,

hubungannya bersifat arbitrer berdasarkan konvensi masyarakat. Sebuah sistem

tanda yang utama yang menggunakan simbol adalah bahasa. Arti simbol

ditentukan oleh konvensi masyarakat.

       Bahasa merupakan sistem ketandaan tingkat pertama. Dalam sistem

ketandaan tingkat pertama ini ditingkatkan menjadi sistem ketandaan tingkat

kedua. Arti bahasa tingkat pertama disebut arti (meaning), arti bahasa dalam



                                                                         58
sastra sebagai sistem tanda tingkat kedua biasa disebut makna (significance)

yang merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Dalam kaya sastra, arti

bahasa ditentukan oleh konvensi sastra di samping konvensi bahasa sendiri.

Oleh karena itu yang dimaksud makna (bahasa) sastra itu bukan semata-mata

arti bahasanya. Jadi, yang dimaksud makna karya sastra itu meliputi arti

bahasa, suasana, perasaan, intensitas, arti tambahan (konotasi), daya liris, dan

segala pengertian tanda-tanda yang ditimbulkan oleh konvensi sastra.

       Menurut Pradopo (2002: 272) studi sastra bersifat semiotik itu adalah

usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan

menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra

mempunyai makna-makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur

karya sastra atau hubungan-dalam (internal relation) antarunsurnya akan

dihasilkan bermacam-macam makna. Bahasa sebagai sistem semiotik tingkat

pertama diorganisasikan sesuai dengan konvensi-konvensi tambahan yang

memberikan makna dan efek-efek lain dari arti yang diberikan oleh

penggunaan bahasa biasa. Oleh karena memberi makna karya itu dengan jalan

mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya makna sastra, maka

menganalisis karya sastra itu adalah memburu tanda-tanda.

       Dalam sistem semiotik, menghubungkan teks sastra dengan hal-hal di

luar dirinya itu dimungkinkan, sesuai dengan tanda bahasa yang bermakna,

yang pemakaiannya tidak lepas dari konvensi dan hal-hal di luar strukturnya.

Berhubungan dengan hal ini, dalam metode sastra semiotik dikenal metode

hubungan intertekstual untuk memberi makna lebih penuh kepada sebuah



                                                                             59
karya sastra daripada jika karya sastra hanya dianalisis secara struktural murni.

Prinsip hubungan antarteks ini disebabkan oleh kenyataan bahwa karya sastra

itu tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk sastra. Sebuah karya sastra

merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari sebuah sistem konvensi atau

kode sastra dan budaya. Menurut pandangan intertektualitas, sebuah karya

sastra merupakan jawaban terhadap karya sastra yang lain yang lahir

sebelumnya, baik berupa penerusan konvensi sastranya maupun penentangan

konvensi ataupun konsep estetik, atau yang lain. Untuk memberikan makna

atau konkretisasi sebuah karya sastra, prinsip intertekstualitas ituperlu

diterapkan, yaitu dengan jalan membandingkan sistem tanda dalam

hipogramnya dengan sistem tanda karya sastra yang menanggapi dan

mentransformasikannya. Sistem tanda tersebut berupa konvensi-konvensi

tambahan dalam sastra, yaitu tanda-tanda dalam karya sastra yang

memungkinkan diproduksinya makna karya sastra.

       Sejalan dengan paham triadik peircean, diketahui bahwa konsep-konsep

triadik tersebut bersifat dinamisme internal. Dilihat dari segi cara kerjanya,

terdapat (1) sintaksis semiotika, yaitu studi dengan memberikan intensitas

hubungan tanda dengan tanda-tanda yang lain, (2) semantik semiotik, studi

dengan memberikan perhatian pada hubungan tanda dan acuannya, dan (3)

pragmatik semiotik, studi dengan memberikan perhatian pada hubungan natara

pengirim dan penerima. Dilihat dari faktor yang menentukan adanya tanda,

maka tanda dibedakan sebagai berikut:




                                                                              60
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu
METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu

Contenu connexe

Tendances

Filsafat Pendidikan Perenialisme
Filsafat Pendidikan PerenialismeFilsafat Pendidikan Perenialisme
Filsafat Pendidikan PerenialismeTiti Imansari
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaAhyaniyani
 
Karangan ilmiah ppt
Karangan ilmiah pptKarangan ilmiah ppt
Karangan ilmiah pptYuliJ
 
Mata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologiMata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologiNiicha Juwita
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikUchy Fahrel
 
Presentasi Diksi
Presentasi DiksiPresentasi Diksi
Presentasi DiksiAry Hidayat
 
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURTINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURNurulbanjar1996
 
Teori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksiTeori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksiLaila Purnamasari
 
Ppt m1 kb3 WIDYA UKARA
Ppt m1 kb3 WIDYA UKARAPpt m1 kb3 WIDYA UKARA
Ppt m1 kb3 WIDYA UKARASPADAIndonesia
 
Morfologi bahasa
Morfologi bahasaMorfologi bahasa
Morfologi bahasakunmartih
 
Pengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umumPengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umumDidikparavisi
 
1. hakikat kritik sastra
1. hakikat kritik sastra1. hakikat kritik sastra
1. hakikat kritik sastraCoral Reef
 
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieMakalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieDedy Wiranto
 

Tendances (20)

Aliran aliran filsafat
Aliran aliran filsafatAliran aliran filsafat
Aliran aliran filsafat
 
Penerjemahan idiom
Penerjemahan idiomPenerjemahan idiom
Penerjemahan idiom
 
Filsafat Pendidikan Perenialisme
Filsafat Pendidikan PerenialismeFilsafat Pendidikan Perenialisme
Filsafat Pendidikan Perenialisme
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacana
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Karangan ilmiah ppt
Karangan ilmiah pptKarangan ilmiah ppt
Karangan ilmiah ppt
 
Mata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologiMata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologi
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistik
 
Presentasi Diksi
Presentasi DiksiPresentasi Diksi
Presentasi Diksi
 
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURTINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
 
Teori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksiTeori strukturalisme prosa fiksi
Teori strukturalisme prosa fiksi
 
Ppt m1 kb3 WIDYA UKARA
Ppt m1 kb3 WIDYA UKARAPpt m1 kb3 WIDYA UKARA
Ppt m1 kb3 WIDYA UKARA
 
Morfologi bahasa
Morfologi bahasaMorfologi bahasa
Morfologi bahasa
 
Pembelajaran Mendengarkan
Pembelajaran MendengarkanPembelajaran Mendengarkan
Pembelajaran Mendengarkan
 
Materi wacana
Materi wacanaMateri wacana
Materi wacana
 
Pengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umumPengantar linguistik umum
Pengantar linguistik umum
 
Kajian Fonologi
Kajian FonologiKajian Fonologi
Kajian Fonologi
 
Relasi makna
Relasi maknaRelasi makna
Relasi makna
 
1. hakikat kritik sastra
1. hakikat kritik sastra1. hakikat kritik sastra
1. hakikat kritik sastra
 
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieMakalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
 

En vedette

Metode penelitian sastra
Metode penelitian sastraMetode penelitian sastra
Metode penelitian sastraAbrori Rozaq
 
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"Marliena An
 
Jurnal Metodologi Penelitian
Jurnal Metodologi PenelitianJurnal Metodologi Penelitian
Jurnal Metodologi PenelitianJacka Adhiethama
 
Metodologi penelitian powerpoint
Metodologi penelitian  powerpointMetodologi penelitian  powerpoint
Metodologi penelitian powerpointRobert Lakka
 
Topics for Field Research
Topics for Field ResearchTopics for Field Research
Topics for Field ResearchJames Dabbagian
 
Dhanyko Novas-5160811340
Dhanyko Novas-5160811340Dhanyko Novas-5160811340
Dhanyko Novas-5160811340Dhanyko Novas
 
Ch10 Field Research
Ch10 Field ResearchCh10 Field Research
Ch10 Field Researchyxl007
 
Materi Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan Data
Materi Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan DataMateri Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan Data
Materi Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan DataLia Rusdyana Dewi
 
4. aspek aspek kritik sastra
4. aspek aspek kritik sastra4. aspek aspek kritik sastra
4. aspek aspek kritik sastraCoral Reef
 
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah PenelitianMateri Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah PenelitianLia Rusdyana Dewi
 
Metode Penelitian Sosial (Pengantar)
Metode Penelitian Sosial (Pengantar)Metode Penelitian Sosial (Pengantar)
Metode Penelitian Sosial (Pengantar)Mitha Viani
 
Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji Normalitas dan HomogenitasUji Normalitas dan Homogenitas
Uji Normalitas dan Homogenitassilvia kuswanti
 
Makalah penelitian kualitatif
Makalah penelitian kualitatifMakalah penelitian kualitatif
Makalah penelitian kualitatifNora Indrasari
 
Komponen rancangan penelitian
Komponen rancangan penelitian Komponen rancangan penelitian
Komponen rancangan penelitian PT. SASA
 
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode PenelitianMateri Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode PenelitianLia Rusdyana Dewi
 

En vedette (20)

Metode penelitian sastra
Metode penelitian sastraMetode penelitian sastra
Metode penelitian sastra
 
Feminisme
FeminismeFeminisme
Feminisme
 
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
Psikologi Sastra Novel "Cala Ibi"
 
Jurnal Metodologi Penelitian
Jurnal Metodologi PenelitianJurnal Metodologi Penelitian
Jurnal Metodologi Penelitian
 
Metodologi penelitian powerpoint
Metodologi penelitian  powerpointMetodologi penelitian  powerpoint
Metodologi penelitian powerpoint
 
Panduan evaluasi pembelajaran
Panduan evaluasi pembelajaranPanduan evaluasi pembelajaran
Panduan evaluasi pembelajaran
 
Aslam 2
Aslam 2Aslam 2
Aslam 2
 
Topics for Field Research
Topics for Field ResearchTopics for Field Research
Topics for Field Research
 
Dhanyko Novas-5160811340
Dhanyko Novas-5160811340Dhanyko Novas-5160811340
Dhanyko Novas-5160811340
 
Ch10 Field Research
Ch10 Field ResearchCh10 Field Research
Ch10 Field Research
 
Materi Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan Data
Materi Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan DataMateri Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan Data
Materi Kuliah Metodologi Penelitian - Metode Pengumpulan Data
 
4. aspek aspek kritik sastra
4. aspek aspek kritik sastra4. aspek aspek kritik sastra
4. aspek aspek kritik sastra
 
A presentation on sastras
A presentation on sastrasA presentation on sastras
A presentation on sastras
 
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah PenelitianMateri Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 3 - Langkah-langkah Penelitian
 
Metode Penelitian Sosial (Pengantar)
Metode Penelitian Sosial (Pengantar)Metode Penelitian Sosial (Pengantar)
Metode Penelitian Sosial (Pengantar)
 
Field research
Field researchField research
Field research
 
Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji Normalitas dan HomogenitasUji Normalitas dan Homogenitas
Uji Normalitas dan Homogenitas
 
Makalah penelitian kualitatif
Makalah penelitian kualitatifMakalah penelitian kualitatif
Makalah penelitian kualitatif
 
Komponen rancangan penelitian
Komponen rancangan penelitian Komponen rancangan penelitian
Komponen rancangan penelitian
 
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode PenelitianMateri Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode Penelitian
Materi Kuliah Metodologi Penelitian 1 - Pengenalan Metode Penelitian
 

Similaire à METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu

Metodologi Penelitian dan Statistik
Metodologi Penelitian dan StatistikMetodologi Penelitian dan Statistik
Metodologi Penelitian dan StatistikPUTRA ADI IRAWAN
 
373196685 buku-teori-arsitektur-oke
373196685 buku-teori-arsitektur-oke373196685 buku-teori-arsitektur-oke
373196685 buku-teori-arsitektur-okeEka Budi
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiAlbaar Rubhasy
 
Panduan penulisan tugas akhir prodi kesmas untad 1
Panduan penulisan tugas akhir prodi  kesmas untad 1Panduan penulisan tugas akhir prodi  kesmas untad 1
Panduan penulisan tugas akhir prodi kesmas untad 1Hadik27
 
Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3
Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3
Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3Anton Saja
 
Kelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptx
Kelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptxKelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptx
Kelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptxzielzidny
 
Metodologi penelitian
Metodologi penelitianMetodologi penelitian
Metodologi penelitianFppi Unila
 
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70DEPDIKNASBUD
 
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...DEPDIKNASBUD
 
Syarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin Amq
 
Berlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkBerlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkrizkinandita
 
Karya Tulis Ilmiah; PKM dan Penelitian
Karya Tulis Ilmiah; PKM dan PenelitianKarya Tulis Ilmiah; PKM dan Penelitian
Karya Tulis Ilmiah; PKM dan PenelitianAhmadHidayatullah20
 
Buku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdf
Buku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdfBuku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdf
Buku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdfRosihanAnwar26
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuAndrias Eka
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuw0nd0
 
Endah budi r(bangun datar, not full)
Endah budi r(bangun datar, not full)Endah budi r(bangun datar, not full)
Endah budi r(bangun datar, not full)Faridberbagi
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuFaridberbagi
 

Similaire à METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu (20)

Metodologi Penelitian dan Statistik
Metodologi Penelitian dan StatistikMetodologi Penelitian dan Statistik
Metodologi Penelitian dan Statistik
 
373196685 buku-teori-arsitektur-oke
373196685 buku-teori-arsitektur-oke373196685 buku-teori-arsitektur-oke
373196685 buku-teori-arsitektur-oke
 
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi InformasiMetodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Metodologi Penelitian pada Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
 
Panduan penulisan tugas akhir prodi kesmas untad 1
Panduan penulisan tugas akhir prodi  kesmas untad 1Panduan penulisan tugas akhir prodi  kesmas untad 1
Panduan penulisan tugas akhir prodi kesmas untad 1
 
Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3
Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3
Modul konsep dasar keperawatan 2 kb 3
 
Berfikir kritis
 Berfikir kritis Berfikir kritis
Berfikir kritis
 
Kelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptx
Kelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptxKelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptx
Kelompok10-Struktur dan kerangka penulisan ilmiah.pptx
 
Format proposal skripsi
Format proposal skripsiFormat proposal skripsi
Format proposal skripsi
 
Metodologi penelitian
Metodologi penelitianMetodologi penelitian
Metodologi penelitian
 
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
 
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
 
Syarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakom
 
Berlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptkBerlatih menyusun-proposal-ptk
Berlatih menyusun-proposal-ptk
 
Karya Tulis Ilmiah; PKM dan Penelitian
Karya Tulis Ilmiah; PKM dan PenelitianKarya Tulis Ilmiah; PKM dan Penelitian
Karya Tulis Ilmiah; PKM dan Penelitian
 
Riset
RisetRiset
Riset
 
Buku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdf
Buku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdfBuku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdf
Buku Modul Hipotesis dan Variabel Penelitian.pdf
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
 
Endah budi r(bangun datar, not full)
Endah budi r(bangun datar, not full)Endah budi r(bangun datar, not full)
Endah budi r(bangun datar, not full)
 
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahajuKelas viii smp matematika_endah budi rahaju
Kelas viii smp matematika_endah budi rahaju
 

Plus de Abrori Rozaq

Plus de Abrori Rozaq (20)

III. pemikiran arab masa shadr islam
III. pemikiran arab masa shadr islamIII. pemikiran arab masa shadr islam
III. pemikiran arab masa shadr islam
 
Munaada
MunaadaMunaada
Munaada
 
Leksikografi
LeksikografiLeksikografi
Leksikografi
 
(tamyiz) التمييز
 (tamyiz) التمييز (tamyiz) التمييز
(tamyiz) التمييز
 
Maf'ul hal
Maf'ul halMaf'ul hal
Maf'ul hal
 
Maf'ul fih
Maf'ul fihMaf'ul fih
Maf'ul fih
 
Maf'ul min ajlih
Maf'ul min ajlihMaf'ul min ajlih
Maf'ul min ajlih
 
(maf'ul ma'ah) المفعول معه
 (maf'ul ma'ah) المفعول معه (maf'ul ma'ah) المفعول معه
(maf'ul ma'ah) المفعول معه
 
Pemk.pembaharuan mesir
Pemk.pembaharuan mesirPemk.pembaharuan mesir
Pemk.pembaharuan mesir
 
Pemikiran teologi islam
Pemikiran teologi islamPemikiran teologi islam
Pemikiran teologi islam
 
Ii. fenomena berfikir ba
Ii. fenomena berfikir baIi. fenomena berfikir ba
Ii. fenomena berfikir ba
 
Materi 4b hukum adat
Materi 4b hukum adatMateri 4b hukum adat
Materi 4b hukum adat
 
Materi 3
Materi 3Materi 3
Materi 3
 
Materi 2,new
Materi 2,newMateri 2,new
Materi 2,new
 
Materi 2
Materi 2Materi 2
Materi 2
 
Maf'ul hal
Maf'ul halMaf'ul hal
Maf'ul hal
 
Maf'ul fih
Maf'ul fihMaf'ul fih
Maf'ul fih
 
Maf'ul min ajlih
Maf'ul min ajlihMaf'ul min ajlih
Maf'ul min ajlih
 
Psikologi sastra
Psikologi sastraPsikologi sastra
Psikologi sastra
 
Mps
MpsMps
Mps
 

METODE PENELITIAN SASTRA]Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebu

  • 1. METODE PENELITIAN SASTRA Disusun oleh: Asep Yusup Hudayat Fakultas Satra Universitas Padjadjaran Bandung 2007
  • 2. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………………………………….. iii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1 1.1 Pengertian, Hakikat Metodologi, Metode, dan Teknik …………… 1 1.2 Relevansi Metode dalam Kegiatan Penelitian …………………….. 2 BAB II PENELITIAN ILMIAH ……………………………………… 10 2.1 Penelitian dan Ilmu ………………………………………………… 10 2.2 Metode dan Nilai Keilmiahan ……………………………………… 16 2.3 Asas-asas Dasar Penelitian ………………………………………… 19 2.4 Penggolongan Penelitian …………………………………………… 20 2.5 Metode Kualitatif …………………………………………………… 22 2.6 Metode Deskriptif …………………………………………………. 23 BAB III SASTRA DALAM PENELITIAN ILMIAH ……………… 29 3.1 Sastra sebagai Sistem ……………………………………………… 29 3.2 Sastra sebagai Objek Penelitian …………………………………… 31 3.3. Pemanfaatan Teori bagi Penelitian Sastra ………………………… 33 iii
  • 3. 3.4 Pendekatan Sastra: Pengertian ……………………………………… 37 3.4.1 Pengertian Pendekatan ……………………………………….. 37 3.4.2 Jenis-jenis Pendekatan ……………………………………… 38 3.4.2.1 Pendekatan Ekspresif ……………………………… 39 3.4.2.2 Pendekatan Mimeis ………………………………… 40 3.4.2.3 Pendekatan Pragmatik ……………………………… 43 3.4.2.4 Pendekatan Objektif ………………………………… 48 BAB IV STRUKTURALISME ………………………………………… 51 4.1 Prinsip-prinsip Antarhubungan ……………………………………… 51 4.2 Teori Formalis ……………………………………………………… 54 4.3 Teori Strukturalisme Dinamik ……………………………………… 55 4.4 Semiotik …………………………………………………………… 58 4.5 Struktualisme Genetik ……………………………………………… 62 4.5.1 Karya Sastra sebagai Fakta Kemanusiaan …………………… 65 4.5.2 Karya Sastra sebagai Produk Subjek Kolektif ……………….. 66 4.5.3 Karya Sastra sebagai Ekspresi Pandangan Dunia …………… 67 4.5.4 Struktur Karya Sastra dan Struktur Sosial …………………… 69 4.5.5 Metode Dialektik …………………………………………….. 71 4.6 Naratologi …………………………………………………………… 72 4.6.1 Naratologi dalam Tinjauan Umum dan Perkembangannya …… 72 4.6.2 Pelopor Naratilogi Periode Strukturalisme dan Pahamnya …… 76 4.6.2.1 Vladimir Propp ……………………………………… 76 iv
  • 4. 4.6.2.2 Levi’Strauss ………………………………………… 78 4.6.2.3 Tvzetan Todorov …………………………………… 79 4.6.2.4 Greimas …………………………………………….. 80 BAB V RANCANGAN USULAN PENELITIAN: TINJAUAN KRITIS .. 83 5.1 Langkah-langkah Penyusunan Rancangan Usulan Penelitian .......... 83 5.1.1 Latar belakang Masalah …………………………………… 83 5.1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………….. 86 5.1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………….. 88 5.1.4 Landasan Teori …………………………………………… 89 5.1.5 Metodologi ………………………………………………… 91 5.2 Kemampuan Menguraikan Latar Belakang Masalah dan Identifikasi Masalah.. ......................................................................................... 95 5.3 Kemampuan Menjabarkan Tujuan Penelitian …………………… 100 5.4 Kemampuan Menyajikan Landasan Teoretis ……………………… 103 5.5 Kemampuan Menyajikan Metode ………………………………… 105 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 112 v
  • 5. KATA PENGANTAR Metode penelitian sastra merupakan alat penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai. Selain itu, upaya mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal sebagai objek penelitian, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam modul ini. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebuah metode penelitian yang khusus di samping tetap berada dalam jangkauan asas-asas penelitian ilmiah secara universal. Adapun uraian mengenai tinjauan kritis atas rancangan sejumlah usulan penelitian sastra dimaksudkan untuk melengkapi uraian empiris dari rentang pembahasan metode penelitian sastra menyangkut pengertian, hakikat, relevansi metode dan penelitian, sastra dalam penelitian ilmiah, sampai ke uaraian beberapa pendekatan sastra dalam wilayah strukturalisme. Materi yang disajikan dalam modul ini bersumber dari beberapa buku dan karangan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan metode penelitian. Sasaran utama penulisan modul ini adalah para mahasiswa yang akan menghadapi penyusunan Usulan Penelitian Skripsi atau sedang menempuh masa bimbingan skripsi yang menggunakan pendekatan struktural sebagai objek formalnya. i
  • 6. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah ikut serta mewujudkan penyusunan modul ini. Perbaikan di kemudian hari tentunya perlu penyusun lakukan untuk menjadikan modul ini cukup memadai sesuai kebutuhan para mahasiswa di program strata satu dengan bidang kajian utamanya adalah sastra.. Tentunya modul ini akan menempati fungsinya yang optimal sebagai materi pengetahuan bila dapat menumbuhkan kesadaran para mahasiswa akan filsafat ilmu, teori, dan metode dalam ruang lingkup penelitian sastra. Dengan demikian, penyusun berhadap modul ini dapat membuka jalan bagi tercapainya kegiatan penelitian yang baik dengan bekal kemampuan metode yang memadai. Bandung, Agustus 2007 Penyusun ii
  • 7. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian, Hakikat Metodologi, Metode, dan Teknik Adakalanya pengertian-pengertian metodologi, metode, dan teknik sering tertukar atau bahkan dicampuradukkan. Pengertian mendasar dari masing-masing istilah adalah: 1. Metodologi berasal dari methodos dan logos, yaitu filsafat ilmu mengenai metode. Metodologi dengan demikian membahas prosedur intelektual dalam totalitas komunitas ilmiah. 2. Metode berasal dari kata methods yang akar katanya adalah meta yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah; sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas, metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas; langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. 3. Teknik berasal dari kata teknikos, yang berarti alat, atau seni menggunakan alat. Perbedaan mendasarnya antara metodologi dan metode adalah metodologi membahas konsep teoritik berbagai metode sedangkan metode mengemukakan secara teknis tentang metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian. Upaya memilah dua pengetian tersebut berpangkal dari penyadaran 1
  • 8. filsafat keilmuan yang kita anut yang berkorelasi dengan metodologi penelitian itu sendiri. Adakalanya para penganut filsafat ilmu yang berbeda memberi cap bohong, munafik pada langkah-langkah kerja penelitian yang memulai tulisannya dengan alasan pemilihan judul, perumusan masalah, dan kerangka pemikiran penelitian. Yang memberi cap tersebut lupa atau tidak tahu bahwa ada metodologi penelitian yang berbeda yang menggunakan dasar filsafat ilmu yang berbeda dan menuntut langkah kerja yang berbeda pula. Muhazir (2002: 4) menegaskan bahwa para ilmuwan peneliti perlu menggunakan landasan filsafat ilmu. Landasan tersebut digunakan untuk metodologi penelitian. Dengan demikian yang bersangutan sadar dalam beberapa hal: (1) sadar filsafati, artinya dia sadar menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang mana; (2) sadar teoritik, artinya dia sadar teori penelitian atau model mana yang digunakan; dan (3) sadar teknis, artinya dia mampu memilih teknik penelitian yang tepat. 1.2 Relevansi Metode dalam Kegiatan Penelitian Lebih jauh Muhazir (2002: 55) menyebutkan bahwa metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Prosedur kerja mencari kebenaran sebagai filsafat dikenal sebagai filsafat epistemologis. Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerjanya. 2
  • 9. Dengan prosedur kerja yang baik, kualitas kebenaran yang diperoleh pun sejauh kebenaran epistemologik; dan ilmu pengetahuan hanya akan mampu menjangkau kebenaran epistemologik. Kebenaran epistemologik tampil dalam wujud kebenaran tesis dan lebih jauh berupa kebenaran teori yang pada gilirannya akan disanggah oleh tesis lain atau teori lain. Gerak dari tesis dan teori yang satu ke tesis dan teori yang lain merupakan proses berkelanjutan ilmu pengetahuan memperoleh kebenaran objekif universal yang bukti kebenarannya hanya dapat diuji pada beragam kasus. Sebagai alat, sama dengan teori, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi dan deduksi, eksplanasi dan interpretasi, kuantitatif dan kualitatif, dan sebaginya adalah sejumlah metode yang sudah sangat umum penggunaannya, baik dalam ilmu kealaman maupun ilmu sosial, termasuk ilmu humaniora. Prosedur yang dimaksud dalam bahasan metodologi terjadi sejak peneliti menaruh minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal, membangun konsep dan model, merumuskan hipotesis dan permasalahan, mengadakan pengujian teori, menganalisis data, dan akhirnya menarik kesimpulan. Metodologi jelas mengimplikasikan metode. Tetapi metodologi bukanlah kumpulan metode, juga bukan deskripsi mengenai metode tersebut. Perbedaan antara ilmu kealaman dengan ilmu kemanusiaan, misalnya, bukanlah karena perbedaan metode, melainkan karena perbedaan paradigma dan perbedaan metodologi. 3
  • 10. Berbeda dengan metode, metodologi tidak berkaitan dengan teknik- teknik penelitian, melainkan dengan konsep-konsep dasar logika secara keseluruhan. Metode deskripsi, komparasi, struktural, dan sebagainya digunakan dalam kedua bidang ilmu, tetapi dasar dan cara pemahamannya, bagaimana prosedur pemahaman tersebut dibangun, jelas berbeda. Secara definit metode dengan teknik tidak memiliki batas-batas yang jelas. Metode sering disebutkan sebagai teknik. Ratna (2004: 37) mengemukakan tiga cara yang dapat membedakan antara metode dengan teknik, bahkan juga dengan teori, melalui cara: 1. membedakan tingkat abstraksinya Abstraksi tertinggi dimiliki teori kemudian diikuti oleh metode dan teknik. Artinya, meskipun secara teoretis metode masih bersifat abstrak, tetapi sebagian ciri-cirinya dapat diidentifikasi secara kongkret. Sebagai alat, teknik bersifat paling kongkret. Sebagai instrumen penelitian, teknik dapat dideteksi secara inderawi. Dengan demikian, teknik berhubungan dengan data primer. Sejumlah teknik yang sering dimanfaatkan, misalnya: wawancara, kuesieoner, rekaman, statistik, dokumen, angket, teknik kartu data, dan sebagainya. Sampling dapat dianggap sebagai teknik pada saat keseluruhan sampel sudah dimasukkan ke dalam sistem kartu sehingga bersifat kongkret. Demikian juga statistik dapat dianggap sebagai metode pada saat data sedang dikuantifikasikan sehingga sifatnya masih abstrak 4
  • 11. Pada pembicaraan yang berbeda, metode dapat menjadi teori. Struktur adalah teori sebab sudah menghasilkan sejumlah konsep dasar dan sudah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tetapi sebelumnya, struktur disebut sebagai metode. Jadi, struktur bisa menjadi metode atau teori tergantung dari tujuan dan cara pandang peneliti. 2. memperhatikan faktor mana yang lebih luas ruang lingkup pemakaiannya Secara berurutan tingkat keluasan ruang lingkup pemakaian: paradigma, metodologi, teori, metode, dan teknik; luasnya paradigma dan metodologi disebabkan oleh penelusurannya ke masa lampau. Luasnya teori disebabkan oleh adanya perkembangan secara terus menerus. Teknik memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dibandingkan metode walaupun keduanya memiliki pengertian yang sama. Metode yang baik adalah metode yang selalu bersifat teknik. 3. memperhatikan hubungannya dengan objek Makin dekat dan jelas hubungannya dengan objek maka disebut teknik, sebaliknya makin jauh dan kurang jelas disebut metode. 5
  • 12. Dalam penelitian sastra terdapat dua macam penelitian, yaitu penelitian lapangan dan perpustakaan. Prosedur penelitian lapangan ilmu sastra hampir sama dengan ilmu sosial. Keduanya memanfaatkan instrumen yang sama, dengan metode dan teknik yang sama. Prosedur penelitian pustaka dalam bidang sastra agak berbeda. Pada umumnya penelitian pustaka secara khusus meneliti teks. Teknik yang digunakan adalah kartu data primer maupun sekunder dengan metode yang paling sering digunakan adalah hermeneutik yang disamakan dengan verstehen, interpretasi, dan pemahaman. Dalam bidang ilmu lain, interpretasi disejajarkan dengan metode kualitatif, analisis isi, dan etnografi. Metode lain yang sering digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu dengan jalan menguraikan sekaligus menganalisis. Metode yang perlu dibicarakan dalam analisis karya sastra adalah: metode intuitif, hermeneutik, metode formal, analisis isi, dialektika, deskriptif analisis, deskriptif komparatif, dan deskripsif induktif. Sehubungan dengan jangkauan utama pembicaraan ke arah pendekatan struktural, maka metode yang penting untuk dikemukakan pada uraian ini menyangkut: metode hermeneutik, metode formal, metode dialektik, dan metode deskriptif analisis. Perbedaan masing-masing metode (Ratna, 2004: 44-46) tampak pada uraian di bawah ini: a. metode hermeneutik Metode ini dianggap sebagai metode ilmiah paling tua yang sudah ada sejak zama Plato dan Aristoteles. Mula-mula metode ini 6
  • 13. berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Hermeneutik modern baru berkembang sejak abad ke-19 melalui gagasan Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan sebagainya. Dalam sastra dan filsafat, hermeneutik disejajarkan dengan interpretasi, pemahaman, verstehen, dan retroaktif. Dalam ilmu- ilmu sosial juga disebut metode kualitatif, analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi, etnometodologi, dan fenomenologi. Metode ini ini tidak mencari makna yang benar melainkan makna yang paling optimal. Untuk menghindarkan keterbatasan proses interpretasi, peneliti harus memiliki titik pijak yang jelas. Penafsiran terjadi karena setiap subjek memandang objek melalui horison dan paradigma yang berbeda-beda. Keragaman tersebut pada gilirannya menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah kualitas estetika, etika, dan logika. b. metode formal Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek- aspek formal, aspek-aspek bentuk yang mengarah pada unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra kemudian mempertalikan hubungan antarunsur tersebut 7
  • 14. dengan totalitasnya.. Metode ini sama dengan metode struktural yang berkembang menjadi teori strukturalisme. Metode formal memandang bahwa keseluruhan aktivitas kultural memiliki dan terdiri atas unsur-unsur. c. metode dialektika Mekanisme kerja metode ini adalah tesis, antitesis, dan sintesis.. Prinsip dasarnya adalah unsur yang satu tidak harus lebur ke dalam unsur lainnya. Individualitas dipertahankan di samping interdependensinya. Kontradiksi tidak dimaksudkan untuk menguntungkan secara sepihak. Sintesis bukanlah hasil yang pasti tetapi justru merupakan awal penelusuran gejala berikutnya. Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan hermeneutik, yaitu gerak spiral eksplorasi makna yang mengarah kepada penelusuran unsur ke dalam totalitas dan sebaliknya. Pada metode ini, kontinuitas operasionalisasi tidak berhenti pada level tertulis tetapi diteruskan pada jaringan kategori sosial sebagai penjaringan makna secara lengkap. Kontradiksi dalam dialektika dianggap sebagai energi pemahaman objek. Metode dialektika digunakan dengan sangat berhasil oleh Goldmann dalam struktural genetik. Secara teoretis, setiap fakta sastra dapat dianggap sebagai tesis kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran, tesis dan antitesis seolah-olah hilang 8
  • 15. atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri. Sintesis kemudian menjadi tesis kembali dan seterusnya sehingga proses pemahaman terjadi secara terus- menerus. d. metode deskriptif analisis Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode ini tidak semata- mata hanya menguraikan tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan. Metode ini dapat diaplikasikan ke dalam beberapa jenis lainnya, misalnya metode deskriptif komparatif atau metode deskriptif induktif. Metode ini dapat diperoleh melalui gabungan dua metode dengan menitikberatkan kepada metode yang lebih khas yang sesuai dengan tujuan penelitian. 9
  • 16. BAB II PENELITIAN ILMIAH 2.1 Penelitian dan Ilmu Penelitian merupakan bentuk nomina dari kata kerja: meneliti. Pengertian meneliti dimaksudkan sebagai tindakan melakukan kerja penyelidikan secara cermat terhadap suatu sasaran untuk memperoleh hasil tertentu. Kata penelitian yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja meneliti mengandung makna sebagaimana yang terdapat pada kata meneliti. Penelitian dipandang sebagai sinonim riset (reseach) yang menunjukkan arti kegiatan yang diarahkan pada kerja pencarian ulang, atau pencarian kembali atas suatu objek, yaitu kegiatan yang memerlukan ketelitian, kecermatan, dan kecerdasan yang memadai. Hubungannya dengan ilmu, kegiatan penelitian erat kaitannya dengan keberadaan kehidupan ilmu yang bersifat kumulatif. Ilmu tidak selalu dalam keadaan mantap dan stabil tetapi sebaliknya bersifat dinamis. Kedinamisan ilmu ditopang secara kuat oleh kegiatan penelitian. Sebagai akibatnya, penelitian mempunyai peran penting bagi keberadaan dan kehidupan ilmu, yaitu mengembangkan dan mempertajamnya. Jadi, ilmu dapat hidup, 10
  • 17. berkembang, dan menjadi tajam berkat penelitian yang dilakukan secara terus menerus. Ilmu adalah pengetahuan yang bersistem dan terorganisasi. Oleh karena itu, upaya penelitian yang dilakukan dalam rangka pengembangan ilmu memerlukan metode yang bersifat ilmiah. Oleh karena itu pula, kegiatan penelitian yang dikaitkan dengan pengembangan ilmu merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tertata, sistematis, dan terorganisasi untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah atas suatu masalah (Nazir, 1985: 9-15). Dalam kaiatannya dengan sifat ilmu pula, penelitian mempunyai tujuan untuk mengungkapkan gejala-gejala yang bersifat umum, yang selanjutnya melahirkan prinsip-prinsip yang berlaku secara umum. Gejala yang bersifat umum menjadi indikasi akan suatu kebenaran ilmiah. Dalam rangka pengembangan ilmu dan eksistensi sosial, kebenaran ilmiah menyimpan kegunaan ganda. Pertama, scientific objective, yaitu mengembangkan ilmu dengan teori-teori yang sesuai dan relevan. Kedua, practicial objective, yaitu memecahkan dan menjawab persoalan-persoalan praktis yang mendesak.Situasi itu memperlihatkan pentingnya peran penelitian bagi pengembangan ilmu. Chamamah (2001:7) mengemukakan bahwa kata penelitian dapat diinterpretasi dua macam, yaitu kegiatan yang dilakukan secara ilmiah dan kegiatan yang dilakukan secara nonilmiah. Dalam menghadapi masalah, penelitian yang ilmiah tidak sama dengan penelitian nonilmiah. Perbedaan keduanya berhubungan dengan persoalan metodologis, terutama yang berkaitan 11
  • 18. dengan pemanfaatan teori dan metode. Penelitian ilmiah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan metode bersistem, nalar, dan sesuai dengan objeknya, yaitu sifat-sifat yang ada pada ilmu. Penelitian yang dikaitkan dengan ilmu yang disebut penelitian ilmiah- inilah yang menjadi sasaran dalam mata kuliah ini. Kaitannya dengan kehidupan ilmu, kegiatan penelitian dituntut untuk memakai metode yang ilmiah pula, di antaranya adalah penggunaan sikap perpikir yang kritis dari si peneliti. Sesuai dengan sasaran kerja penelitian yang dibahas dalam mata kuiah ini, yaitu penelitian sastra, dapatlah diketahui bahwa melakukan kajian terhadap karya sastra merupakan kegiatan yang penting dalam perkembangan ilmu sastra. Ilmu sastra sebagai satu disiplin akan berkembang berkat penajaman konsep-konsep, teori-teori, dan metodologi yang dihasilkan melalui penelitian sastra. Dapat juga dilihat perlunya ilmu sastra dan penelitian sastra untuk perkembangan dan kesempurnaan ilmu sastra. Penelitian adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah dengan dukungan data sebagai landasan dalam mengambil keputusan. Penelitian bukan saja merupakan proses sistematis akan tetapi juga dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (scientific methods). Wuradji (2001: 1-2) menyebutkan bahawa penelitian merupakan proses sistematis. Proses yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan dengan prosedur yang ditetapkan secara tertata (tersistem). Prosedurnya berarti menggunakan urutan tertentu. Tersistem berarti menunjukkan adanya hubungan fungsional antara kegiatan yang dilakukan. Urutan umum dari proses 12
  • 19. sistematis penelitian adalah: perumusan masalah, penelaahan informasi, pengumpulan data, analisis data, dan penyajian kesimpulan. Banyak hal yang dapat membedakan manusia dengan makhluk hewan. Perbedaan yang paling menonjol adalah manusia selalu mengalami pertumbuhan intelektual, emosional, social, dan spiritual. Manusia mempunyai kemampuan bernalar dan menggunakan simbol-simbol untuk mengekspresikan pikirannya. Di samping itu, manusia senantiasa mencari kesempurnaan dan kebenaran. Oleh karena itu, manusia mencari tahu dan mencari makna. Usaha mencari tahu dan menemukan makna tidak pernah padam karena manusia senantiasa menghadapi masalah-masalah yang bergantian. Di samping masalah yang dihadapi, ia ingin tahu pula tentang masalah yang dihadapi orang lain. Semua itu merupakan rangkaian rangsangan, baik yang muncul dari dalam dirinya maupun muncul dari luar dirinya. Rasa ingin tahu itulah yang menyebabkan manusia secara sengaja menghimbun keterangan yang berupa data, fakta, dan pengetahuan yang tersusun berupa konsep atau gagasan yang saling berkaitan yang akhirnya memberikan keterangan atau penjelasan mengenai segala sesuatu yang dialaminya. Nazir (1985: 9) mengemukakan bahwa ilmu lahir karena manusia diberkahi sifat ingin tahu oleh Tuhan. Keingintahuan manusia tentang permasalahan yang terjadi di sekelilingnya dapat menjurus kepada keingintahuan ilmiah. Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus- menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan persepsi serta kemampuan berpikir manusia secara logis yang sering disebut 13
  • 20. penalaran yang mengarah kepada keilmuan tertentu. Ilmu mencakup lapangan yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang kemajuan manusia secara menyeluruh, termasuk ke dalamnya pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus yang telah menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum. Merujuk kepada pendapat di atas perihal sumber pengetahuan, kegiatan penelitian dengan menggunakan metode tertentu sangat terikat dengan bidang ilmu (sains) tertentu. Proses memperoleh pengetahuan melalui ilmu berbeda dengan cara-cara memperoleh pengetahuan melalui relevasi (pengelaman secara kebetulan), otoritas, intuasi, atau pendapat umum. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu itu adalah pengetahuan yang telah teruji dengan metode- metode ilmiah. Sifat ingin tahu yang diperoleh melalui ilmu ini dimulai dengan mengkonseptualisasi gambaran tentang masalah, kemudian melakukan proses penemuan, penciptaan atau penyusunan cara-cara yang baik untuk membatasi, menggambarkan, dan menafsirkan apa yang diamati. Semua pengetahuan yang telah diperoleh itu rupanya senantiasa pula dipertanyakan keabsahannya. Terjadilah usaha mencari tahu atau menemukan kebenaran yang lebih sahih dan lebih diyakini. Untuk memverifikasi keabsahan ilmu yang sudah ada atau menjajaki teori baru, atau memperkaya teori yang sudah ada, orang melakukan berbagai usaha seperti perenungan kembali, melakukan kegiatan penemuan, penyelidikan, atau penelitian. Inilah awal dari rangkaian terjadinya kegiatan yang dinamakan penelitian. 14
  • 21. Di dalam melakukan kegiatan penelitian itu terdapat dua kemungkinan bentuk kegiatan. Pertama, penelitian yang dilakukan dengan berpegang atau bertolak dari teori yang telah ada sebelumnya. Penelitian dengan menggunakan teori itu mungkin bersifat memperkaya teori itu dengan contoh-contoh atau menunjukkan dalam kondisi apa teori tersebut kurang tepat dan perlu dimodifikasi. Kedua, adalah penelitian yang sifatnya memperkaya ilmu itu sendiri dengan jalan mencari dan menemukan teori-teori baru yang sesuai atau relevan dengan kondisi dan situasi. Untuk sampai kepada kegiatan penelitian jenis kedua, memerlukan sikap tanggap yang tinggi sebagai ilmuwan. Yang bersangkutan harus mengkaji latar belakang dan proses lahirnya suatu teori. Ia harus memperlajari dan mendalami perkembangan ilmu yang bersangkutan terutama yang berkenaan dengan pengetahuan mengenai gejala-gejala yang berkait dengan penemuan teori itu sendiri. Dalam hal ini, para ilmuwan tentunya berupaya untuk mengurangi subjektivitas dan mempertinggi objektivitas. Kesimpulan apapun yang dibuat mestilah dinilai sebagai kesimpulan sementara. Para ilmuwan akan selalu tidak puas dengan setiap kesimpulan sementara. Oleh karena itu, para ilmuwan selalu berusaha menemukan kesimpulan baru yang barangkali merevisi kesimpulan-kesimpulan terdahulu. Begitulah terjadinya penelitian yang tidak pernah henti-hentinya. Penelitian bertujuan untuk menemukan atau menggali (explore), mengembangkan (develop atau extention) dan menguji (testing) teori. Adapun yang dimaksud teori adalah seperangkat construct (konsep yang saling 15
  • 22. berhubungan), rumusan-rumusan dan preposisi yang menyajikan suatu pandangan yang sistematis suatu fenomena dengan menspesifikasikan hubungan-hubungan antarvariable dengan tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi gejala. Penelitian akan menghasilkan teori, sebaliknya teori dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian dapat memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan penelitian. Teori dapat membantu merumuskan problem, pengajuan hipotesis, penyusunan design, pengembangan instrumen, pengumpulan dan analisis data, serta membantu dalam menginterpretasi data. Hubungan teori dan penelitian digambarkan sebagai berikut: Pengumpulan Analisis Penyajian hasil Identifikasi data data penelitian masalah Kesimpulan Formulasi dan implikasi hipotesis Review informasi yang terkait Teori-teori yang terkait Pengembangan/ Ilmu pengetahuan yang Perluasan revisi Eksis body of knowledge dan teori baru 2.2 Metode Dan Nilai Keilmiahan Peneliti ilmuwan yang memanfaatkan nalarnya di dalam bekerja mendasarkan kerjanya atas sifat ideal ilmu, yaitu interrelasi yang sistematis dan terorganisasi antara fakta-fakta. Dengan demikian metodenya pun bersifat 16
  • 23. ilmiah. Metode ilmiah bertolak dari kesangsian yang sistematis. Suatu kerja yang didasarkan pada metode ilmiah memiliki empat nilai dasar: universalitas, komunikasi, ketanpapamrihan, dan skeptisisme yang sistematis dan terorganisir. Dalam kerja penelitian, ilmu-ilmu humaniora, nilai-nilai dasar tersebut dapat dijabarkan dalam kriteria: (1) berdasarkan fakta, (2) bebas prasangka, (3) menggunakan prinsip analisis, (4) menggunakan hipoteisis apabila ada, dan (5) menggunakan ukuran objektif (jarak metodologis). Penelitian ilmiah memerlukan landasan kerja yang ilmiah pula. Landasan kerja yang dimaksud oleh Chamamah (2001: 14) yang sejalan dengan pemahaman Muhajir (2002: 4) dirumuskan dalam tiga hal, yaitu: 1. landasan teori: landasan yang berupa hasil perenungan terdahulu yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian dan bertujuan mencari jawaban secara ilmiah; 2. landasan metodologis: landasan yang berupa tata aturan kerja dalam penelitian dan bertujuan untuk membuktikan jawaban yang dihasilkan; 3. landasan kecendikiaan: bekal kemampuan membaca, menganalisis, menginterpretasi, dan menyimpulkan; bertujuan mempertajam penelitian guna meningkatkan kedekatan hasil penelitian. Dalam penelitian ilmiah, dituntut langkah-langkah berturut-turut, yaitu: (1) menetapkan persoalan pokok, (2) merumuskan dan mendefinisikan masalah, (3) mengadakan studi pustaka, (4) merumuskan hipotesis, (5) mengumpulkan data, (6) mengolah data, (7) menganalisis dan 17
  • 24. menginterpretasi, (8) membuat generalisasi sesuai sifatnya, (9) menarik kesimpulan, (10) merumuskan dan melaporkan hasil penelitian, dan (11) mengemukakan implikasi-implikasi penelitian. Dalam kaitannya dengan keberadaan kondisi produk sastra yang menjadi sasaran kajian, perlu diperhatikan persoalan yang muncul serta jawaban-jawaban yang diperlukan. Karya-karya tercipta pada masa kini dari latar penciptaan sosial dan word view yang berbeda-beda melahirkan persoalan pembacaan dari peneliti yang berlainan latar pembacaannya. Demikian pula, produk yang tercipta dari proses transformasi karya “asing” menimbulkan pula latar pembacaan yang berbeda dengan latar penciptaannya; juga persoalan bentuk-bentuk resepsi dalam mentransformasi. Karya-karya yang tercipta dari latar waktu yang berlainan akan menimbulkan persoalan yang berhubungan dengan pergeseran makna. Dalam hal inilah pemilihan teori dan metode yang memadai menempati peran yang penting untuk menghasilkan penelitian yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Pelaksanaan kegiatan yang didasarkan pada metode di atas akan memberikan citra keilmiahan penelitian sastra sesuai dengan karakteristik kesastraannya. 18
  • 25. 2.3 Asas-asas Dasar Penelitian Wiersma dalam (Wuradji, (2001: 3-4) menjelaskan bahwa secara umum asas-asas dasar penelitian meliputi: 1. sistematis 2. menghasilkan pengetahuan yang: a. valid : berhubungan dengan sebarapa jauh hasil penelitian dapat diinterpretasi (dimaknai) secara akurat dan seberapa jauh hasilnya dapat digeneralisasi dan diimplemetasikan pada populasi dan situasi yang lain b. validitas internal mengarah kepada ketepatan pemahaman hasil penelitian dan validitas eksternal mengarah kepada penggeneralisasian hasil penelitian c. realibel internal menunjukkan seberapa jauh pengumpulan data, analisis data dan pemahaman yang dilakukan penelitian konsisten dalam pemaknaan; realibel eksternal menunjukkan seberapa jauh peneliti lain yang independen dapat mengulang penelitian dan menunjukkan hasil yang sama dalam setting yang serupa. d. Objektif mengarah kepada penelitian yang terbebas dari campur tangan atau unsur-unsur subjektif 3. didukung data empiris 19
  • 26. 2.4 Penggolongan Penelitian Merujuk kepada pendapat Hogben, Charters, dan Whitney, Nazir ( 1985: 29-31) menggolongkan penelitian berdasarkan tujuannya ke dalam dua bagian besar, yaitu : 1. penelitian dasar (basic Reasearch) bertujuan untuk mengembangkan ilmu pegetahuan. Jenis penelitian in tidak berorientasi pada hasil yang dapat dimanfaatkan dengan segera untuk memecahkan problem yang mendesak. 2. penelitian terapan (applied Reasearch) bertujuan untuk memecahkan problem mendesak dan hasilnya dapat dimanfaatkan dengan segera dalam kehidupan praktis. Salah satu tipe dari penelitian terapan adalah penelitian tindakan (action research). Penelitian ini dilakukan oleh guru atau manager atau administrator bertujuan untuk bahan pengambilan keputusan dalam ruang lingkup lokal. Penelitian ini tidak banyak menuntut untuk melakukan generalisasi. Berdasarkan desain metodologinya, (bandingkan Nazir, 1885; Ratna, 2004; dan Muhadjir, 2003) penelitian digolongkan menjadi: 1. penelitian experiment: mengandaikan situasi penelitian di mana peneliti setidaknya memanipulasi satu variabel penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hasil yang berbeda dari pengaturan atau perubahan variabel independen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk 20
  • 27. membandingkan dan mencari hubungan sebab akibat. Karena itu penelitian ini juga dikenal dengan istilah penelitian kausal-komparatif. 2. penelitian ex-post facto: peneliti tidak berusaha mengendalikan atau mengatur/mengontrol/memanipulasi variabel independen karena variabel penelitiannya sudah terjadi. Variabel independen tersebut biasanya muncul atau terjadi dalam setting alami. Dari variabel-variabel yang telah muncul secara alami tersebut, peneliti berusaha menemukan hubungan antar variabel. 3. penelitian survey: mengendalikan variabel penelitian yang dilakukan saat penelitian dilaksanakan. Ciri yang membedakan penelitian survey ini dengan penelitian lainnya adalah data pada penelitian survey merupakan current status (present conditions). 4. penelitian historis: merupakan kegiatan penelitian untuk memecahkan masalah di mana peneliti menggali data yang telah terjadi pada masa lampau. Tujuannya untuk mendeskripsikan fakta-fakta pada masa lampau. 5. penelitian ethnography: pada umumnya dihubungkan dengan penelitian-penelitian pada antropologi. Untuk penelitian-penelitian kemasuyarakatan, ethnography merupakan pendekatan penelitian. Penelitian ini merupakan pendeskripsian secara analitik dan mendalam tentang situasi cultural yang spesifik. 6. content analysis; berusaha menganalisis dokumen untuk diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen tersebut. Macam-macam 21
  • 28. dokumen yang dijadikan data penelitian di antaranya: karangan tertulis, gambar, grafik, lukisan, biografi, fotografi, laporan, buku teks, surat kabar, film, buku harian, dan majalah. 2.5 Metode Kualitatif Motode kualitatif memberikan perhatian kepada data alamiah yang berada dalam hubungan konteks keberadaanya. Landasan berpikir metode kualitatif adalah paradigma positivisme Max Weber, Immanuel kant, dan Wilhlem Dilthey (Ratna, 2004: 47-49). Objek sosial bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam hubungan inilah metode kualitatif dianggap persis sama dengan metode pemahaman atau verstehen. Penelitian kualitatif mempertahankan nilai-nilai. Dalam ilmu sosial, sumber datanya adalah masyarakat sedangkan data penelitiannya adalah tindakan-tindakan. Dalam ilmu sastra, sumber datanya adalah karya sedangkan data penelitiannya teks. Sejalan dengan uraian di atas, Ratna menguraikan ciri-ciri terpenting metode kualitatif . Ciri-ciri yang dimaksud adalah: 1. memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural; 2. lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah; 22
  • 29. 3. tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama sehingga terjadi interaksi langsung di antaranya; 4. desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka; 5. penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing. 2.6 Metode Deskriptif Metode dskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sakarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat dekripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Menurut Whitney (dalam Nazir, 1985: 63-65) metode dekriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian dskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskripsi peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti 23
  • 30. mengadakan klasifikasi serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu sehingga banyak ahli menamakan metode deskriptif ini dengan nama survei normatif (normative survey). Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor lain. Metode ini dinamakan juga studi status . Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar- standar. Dalam metode ini dapat diteliti masalah-masalah normatif bersama- sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan- perbandingan antarfenomena. Perspektif waktu yang dijangkau dalam penelitian ini adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden. Nazir (1985: 72-73) mengurutkan kriteria pokok metode deskriptif adalah: A. kriteria umum: 1. masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah serta tidak terlalu luas 2. tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu umum 3. data yang digunakan harus fakta-fakta yang terpercaya dan bukan merupakan opini 4. standar yang digunakan untuk membuat perbandingan harus mempunyai validitas 24
  • 31. 5. harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian dilakukan 6. hasil penelitian harus berisi secara detil yang digunakan baik dalam mengumpulkan data maupun dalam menganalisis data serta studi kepustakan yang dilakukan. Deduksi logis harus jelas hubungannya dengan kerangka teoretis yang digunakan, jika kerangka teoretis untuk itu telah dikembangkan. B. kriteria khusus 1. prinsip-prinsip ataupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai (value) 2. fakta-fakta ataupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai masalah status. 3. sifat penelitian adalah ex post facto, karena itu tidak ada kontrol terhadap variabel dan peneliti tidak mengadakan pengaturan atau manipulasi terhadap variabel; variabel dilihat sebagaimana adanya. Adapun langkah-langkah umum dalam metode deskrptif adalah: 1. memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan masalah tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang ada 2. menentukan tujuan dari penelitian yang akan dikerjakan; tujuan ini harus konsisten dengan rumusan dan definisi dari masalah 25
  • 32. 3. memberi limitasi dari area atau scope atau sejauh mana penelitian deskriptif tersebut akan dilaksanakan; seberapa jauh wilayah penelitian akan dijangkau 4. merumuskan kerangka teori atau kerangka konseptual 5. menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan 6. merumuskan hipotesis-hipotesis yang ingin diuji, baik secara eksplisit maupun secara implisit 7. melakukan kerja lapangan untuk mengumpulkan data; gunakan teknik pengumpulan data yang cocok untuk penelitian 8. membuat tabulasi serta analisis (statistik); dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan 9. memberikan interpretasi dari hasil dalam hubungannya dengan kondisi yang ingin diselidiki dan data yang diperoleh serta referensi khas terhadap masalah yang ingin dipecahkan 10. mengadakan generalisasi serta deduksi dari penemuan-penemuan serta hipotesis-hipotesis yang ingin diuji Jenis-jenis penelitian deskriptif (Nazir, 1985: 65-68) yang perlu dikenal sehubungan dengan praktik analisis terhadap karya sastra adalah: 1. metode survei: penyelidikan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual; dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap 26
  • 33. hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa 2. metode deskriptif berkesinambungan: kerja meneliti secara deskriptif yang dilakukan secara terus menerus atas suatu objek penelitian; penelitian dengan menggunakan metode ini bertujuan menjangkau informasi faktual yang mendetail 3. Studi kasus: penelitian tentang status subjek penelitian yang berhubungan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas; subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umun 4. Studi komparatif: sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat dengan jalan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Dalam studi komparatif ini, sulit diketahui faktor-faktor penyebab yang dijadikan dasar pembanding sebab penelitian komparatif tidak mempunyai kontrol; metode yang digunakan di dalamnya adalah ex post facto, yaitu data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung; 27
  • 34. Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia. 28
  • 35. BAB III SASTRA DALAM PENELITIAN ILMIAH 3.1 Sastra sebagai Sistem Chamamah ( 2001: 9-14) yang merujuk beberapa pendapat dari Idema, Plark, Eliis, Eagelton, Lotman, Riffaterre, dan Teeuw, menguraikan pemahaman sastra sebagai sistem. Ia mengawali pembicaraanya dari perspektif bahasa sebagai sistem semiotik primer. Selanjutnya sastra dihubungkan dengan konvensi budaya dan konvensi sastra. Secara cermat Teeuw masalah sistem sastra yangbersifat umum sekaligus khusus. Menurutnya, menjabarkan Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan, keberadaannya tidak merupakan keharusan. Hal ini berarti bahwa sastra meupakan gejala yang universal. Akan tetapi suatu fenomena pula bahwa gejala yang universal itu tidak mendapat konsep yang universal pula. Kriteria kesastraaan yang ada dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan kriteria kesastraan yang ada pada masyarakat lain. Sastra mengandung sifat umum dan khusus. Pengertian umum dan khusus di sini dapat diperjelas dengan memahami terlebih dahulu konsep tentang sastra. Upaya mengungkap konsep tentang sastra pada umumnya dipandang tidak mudah. Hal ini disadari juga oleh para kitikus dan teoretis sastra. 29
  • 36. Pertanyaan yang berhubungan dengan penjelasan tentang konsep sastra selalu muncul tetapi selalu pula berakhir dengan kesimpulan yang menunjukkan kegagalannya. Melalui sistem sastralah, upaya mengenali konsep sastra dapat dilakukan. Fenomena yang terlihat universal dan sekaligus individual itu memperlihatkan sifat-sifat yang dapat ditarik dari berbagai sisinya. Wujud ciptaan yang dipandang sebagai hasil kegiatan bersastra pertama-tama dilihat dari sisi bahannya, yaitu berupa bahasa. Pemakaian bahasa pada kegiatan bersastra berbeda dengan pemakaian bahasa pada kegiatan yang lainnya, seperti pada pemakaian sehari-hari (natural atau ordinary language). Perbedaan ini memberi kesan akan adanya sifat yang spesial yang dalam banyak hal tidak mengikuti tata aturan bahasa sehingga sering disebut “menyimpang atau yang sering menimbulkan interpretasi ganda. Dalam rangka fungsi inilah bahasa sastra mempunyai susunan yang kompleks. Sifat-sifat yang diangkat dari corak bahasanya mewujudkan sastra sebagai satu sistem. Apabila bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan sistem pembentuk yang pertama maka sastra merupakan sistem yang kedua, secondary modelling system. Sebagai satu sistem, sastra merupakan satu kebulatan dalam arti dapat dilihat dari berbagai sisi, di antaranya dari sisi bahan. Sastra tidak ditentukan oleh bentuk strukturnya tetapi oleh bahasa yang digunakan dalam macam cara tertentu oleh masyarakat. Ini menunjukkan pengertian bahwa bahasa yang dipakai mengandung fungsi yang lebih umum. 30
  • 37. Bahasa yang dipergunakan secara istimewa dalam ciptaan sastra pada hakikatnya untuk menyampaikan informasi. Pemanipulasian bahasa pada hakekatnya dalam rangka mewujudkan sastra sebagai sarana komunikasi yang maksimal. Dengan demikian, visi dan fungsi sastra terwujud sebagai sarana komunikasi, yaitu komunikasi dengan penikmatnya atau pembacanya. Pekerjaan meneliti sastra pada hakikatnya merupakan proses pertemuan antara ciptaan sastra dengan penelitinya, yaitu pembacanya. Dalam hal ini, perlu pula diperhatikan situasi pembaca dan pembacaan pada waktu berhadapan dengan karya sastra. Pembaca yang dibekali sejumlah pengetahuan, disadari atau tidak akan menjadi bekal dalam pembacaannya. Terjadilah pembacaan teks yang berstruktur yang menghasilkan dua kutub. Keduanya bergerak dalam irama yang dinamis. Dengan demikian, membaca bukanlah proses yang berjalan satu arah, dari pembaca saja, tetapi satu bentuk interaksi dinamis antara teks dan pembacanya. Sastra dipahami sebagai satu sistem yang terbaca pada ciptaan-ciptaan yang oleh masyarakatnya dikategorikan sebagai produk sastra. 3.2 Sastra sebagai Objek Penelitian Sebagai ilmu, ilmu sastra mempunyai karakteristik keilmiahan sendiri. Dalam hal ini penelitian harus memilih metode dan langkah-langkah kerja yang tepat dan sesuai dengan karakteristik objek kajiannya. Salah satu yang menarik dalam menggunakan metode penelitian sastra adalah perihal keharusan adanya distansi, kerja yang objektif, dan terhindar dari unsur prasangka dari 31
  • 38. perspektif. Gejala dengan situasi kesastraan inilah yang sering menuntut perhatian tersendiri. Penerapan metode ilmiah seperti yang dikemukakan di atas perlu mempertimbangkan sifat sastra yang memperlihatkan gejala yang universal sekaligus khusus atau unik. Gejala universal pada sastra membuat sastra memiliki sifat-sifat yang umum. Karya sastra adalah wujud kreativitas manusia yang tergolong konvensi-konvensi yang berlaku bagi wujud ciptaannya menjadi kaidah. Namun, keunikan karakteristik sastra pada suatu masyarakat, bahkan keunikan suatu ciptaan sastra, membuat sastra memiliki sifat-sifat yang khusus. Dalam hal ini, generalisasi sebagaimana yang dianjurkan oleh suatu metode penelitian (positivistik) tentu saja tidak dapat dilakukan. Langkah yang bisa dilakukan adalah transferabilitas. Karya sastra terbentuk untuk mengetahui segala sesuatu yang organik. Tugas pembaca untuk mengetahui segala kekaburan elemen-elemen yang berfungsi membentuk kesatuan itu. Pembaca bertugas menghubungkan berbagai strata yang berbeda-beda pada tempatnya yang betul. Karena karya sastra pada mulanya mengandung unsur yang kabur, pembacalah yang mewujudkannya menjadi tidak kabur. Dalam mengungkapkan dan menyibak kekaburan itulah, sejumlah peralatan diperlukan, di antranya hasil renungan orang terdahulu tentang masalah atau berbagai hal yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian, seperti berbagai teori dan pandangan-pandangan yang pernah ada. 32
  • 39. 3.3 Pemanfaatan Teori bagi Penelitian Sastra Pembicaraan paradigma menjadi penting dalam menempatkan teori pada sebuah penelitian (Ratna, 2004: 21). Paradigma berasal dari bahasa Latin: paradigma berarti contoh, model, pola. Secara luas paradigma didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakan-tindakan manusia yang disepakati bersama, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun penelitian ilmiah. Bagi ilmuwan, paradigma dianggap sebagai konsep-konsep kunci dalam melaksanakan suatu penelitian tertentu. Paradigmalah yang menentukan jenis-jenis ekspermen yang harus dilakukan oleh para ilmuwan, jenis-jenis pertanyan yang harus diajukan, dan jenis-jenis permasalahan yang harus dipecahkan. Tanpa paradigma, ilmuwan tidak bisa mengumpulkan data. Terdapat tiga hal yang mempengaruhi perbedaan paradigma seorang ilmuwan, sebagai berikut: 1. unsur dalam diri sendiri 2. unsur luar berupa lingkungan fisik 3. unsur luar berupa penjelajahan metodologi dan teori. Dalam kaitannya dengan karya sastra sebagai objek penelitian, paradigma di sini dibicarakan dalam kaitannya dengan teori dan metode di satu pihak, dan di pihak lain berhubungan dengan sifat-sifat dasar karya sastra sebagai objek. Kaitan paradigma dengan teori dan metode tidak banyak menimbulkan masalah sebab komponen-komponen tersebut memiliki ciri-ciri 33
  • 40. yang relatif sama, konsep-konsep dasar yang memungkinkan subjek untuk menganalisis objek penelitian. Permasalahan yang agak kompleks akan timbul apabila paradigma dikaitkan dengan objek karya sastra. Di satu pihak, sebagai cara pandang, paradigma secara keseluruhan didasarkan atas asumsi-asumsi ilmiah yang memungkinkan subjek untuk menghadapi masalah secara objektif. Di pihak lain, sebagai hakikat kreatif karya sastra didominasi oleh subjektivitas, imajinasi, bahkan khayalan. Sebagai bentuk kegiatan ilmiah, penelitian sastra memerlukan landasan kerja yang berupa teori. Teori sebagai hasil perenungan yang mendalam, tersistem, dan terstruktur terhadap gejala-gejala alam berfungsi sebagai pengarah dalam kegiatan penelitian. Teori memperlihatkan hubungan- hubungan antarfakta yang tampaknya berbeda dan terpisah ke dalam satu persoalan dan menginformasikan proses pertalian yang terjadi di dalam kesatuan tersebut. Selanjutnya, hasil penelitian dalam arah balik akan memberikan sumbangannya bagi teori. Jadi, antara teori dan penelitian pun terdapat hubungan saling mengembangkan. Sesuai dengan beraneka ragam ilmu, maka teori pun juga beraneka ragam. Dalam penelitian sastra, pemilihan macam teori diarahkan oleh masalah yang akan dijawab oleh penelitian dan oleh tujuan yang akan dicapai oleh penelitian. Contohnya, penelitian yang memasalahkan construct suatu wacana akan memanfaatkan teori struktural, dan sebagainya. 34
  • 41. Ritzer (dalam Ratna: 2004:26) mengemukakan empat faktor yang berkaitan dengan metode kualitatif secara filosofis. Keempat faktor tersebut adalah: 1. faktor ontologis, keberadaan objek yang sendirinya berada di antara masing-masing ilmu; dalam ilmu humaniora, khususnya sastra, objek dikonstruksikan oleh individu sebagai peneliti 2. faktor epistemologis, bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan; secara kualitatif, jarak antara subjek dengan objek dipersempit bahkan seolah-olah tidak ada jarak 3. faktor aksiologis, penelitian adalah penilaian, berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bebas nilai 4. faktor metodologis, keseluruhan proses penelitian, termasuk metode, teori, dan teknik. Paradigma ilmu sastra dengan demikian mencoba menjelaskan konsep- konsep yang mendasari pandangan dunia ilmuwan sastra, baik dalam kaitannya dengan individu maupun kelompok; baik dalam kaitannya dengan kaidah- kaidah sastra secara keseluruhan maupun sastra sebagai genre, termasuk model-model pendekatan dalam kaitannya dengan kecenderungan multidisiplin. Paradigma dengan demikian mendahului, mengkondisikan ilmuwan sastra, ke arah mana penelitian sastra diarahkan, jawaban-jawaban apa yang akan diberikan. Pada gilirannya, baik secara eksplisit maupun implisit paradigma mengkondisikan teori, metode, teknik dan proses selanjutnya. Perbedaan dan perkembangan paradigma melahirkan angkatan, periode, 35
  • 42. generasi, aliran, dan berbagai paham yang lain. Dengan kalimat lain, teori dan metode tidak berarti apa-apa apabila dibandingkan dengan peranan paradigma. Relevansi pengalaman paradigmatis terhadap hakikat karya secara keseluruhan jelas berkaitan dengan hakikat karya, gejala kultural sebagai kualitas imajinasi dan kreativitas. Para ilmuwan sastra sejak semula telah memahami bahwa karya sastra bukan kenyataan sesungguhnya. Keseluruhan unsur, termasuk tokoh-tokoh, latar tempat dan waktu, bahkan juga nama dan tahun yang sama dengan sejarah umum adalah unsur yang diciptakan. Karya sastra tidak menyediakan referensi apa pun yang dapat dijadikan pedoman untuk menjelaskan fakta sejarah, kecuali referensi estetisnya. Unsur-unsur karya sastra hanya berfungsi dalam totalitas karya, bukan totalitas alam semesta yang melatarbelakanginya. Novel sejarah, novel psikologis, demikian juga novel ilmu pengetahuan tidak dimaksudkan untuk melegitimasikan aspek- aspek sejarah, psikologis, demikian juga novel ilmu pengetahuan tidak dimaksudkan untuk melegitimasikan aspek-aspek sejarah, psikologis dan ilmu pengetahuan, melainkan semata-mata sebagai alternatif terhadap bidang ilmu yang ditunjuknya dengan pertimbangan bahwa ada dunia lain yang seolah-olah sama dengan dunia yang ditunjuknya. Pengalaman paradigmatis terhadap genre-genre sastra sama dengan hakikat tersebut. Perbedaannya, subjek dalam hubungan ini telah memiliki referensi yang digunakan sebagai dasar untuk memahami dan mengembangkan hakikat imajinasi. Puisi, novel, dan drama, puisi, drama bersajak, dll memperoleh pengertian melalui pengalaman paradigmatis tersebut. 36
  • 43. Penjelajahan terhadap konsep-konsep paradigma sama pentingnya dengan teori, tetapi dalam penelitian konsep paradigma tidak muncul secara eksplisit. Demikian juga konsep-konsep yang berkaitan dengan metodologi yang tidak pernah dipertimbangkan sebagai butir-butir penelitian. Paradigma dan metodologi dianggap sebagai komponen-komponen yang secara inklusif mempengaruhi dan mengarahkan peneliti pada suatu kesadaran tertentu, sehingga berbeda dengan peneliti lain dengan paradigma dan metodologi yang berbeda. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa paradigma dan metodologi merupakan jiwa dan semangat penelitian yang kemudian diarahkan oleh teori dengan mempertimbangkan cara yang sudah disepakati, yaitu metode dan teknik. 3.4 Pendekatan Sastra 3.4.1. Pengertian Pendekatan Pendekatan adakalanya disamakan dengan metode (Ratna, 2004: 53- 55). Lebih lanjut, Ratna menguraikan bahwa secara etimologis, pendekatan berasal dari kata appropio, approach, yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran. Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek, sedangkan metode adalah cara-cara mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data. Dengan dasar pertimbangan bahwa sebuah penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan metodis, maka perlu dibedakan antara metode dengan pendekatan. 37
  • 44. Pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi baik dengan metode maupun teori. Dalam sebuah pendekatan dimungkinkan untuk mengoperasikan sejumlah teori dan metode. Dalam hubungan inilah, pendekatan disejajarkan dengan bidang ilmu tertentu, seperti pendekatan sosiologi sastra, mitopoik, intrinsik dan ekstrinsik, pendekatan objektif, ekspresif, mimetik, pragmatik,dan sebagainya. Definisi tersebut bersifat relatif sebab yang jauh lebih penting adalah tujuan yang hendak dicapai sehingga sebuah pendekatan pada tahap tertentu bisa menjadi metode. Pendekatan adalah pengakuan terhadap hakikat ilmiah objek ilmu pengetahuan itu sendiri. Pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu. Penelitian secara keseluruhan ditentukan oleh tujuan. Pendekatan merupakan langkah pertama dalam mewujudkan tujuan penelitian. Pada dasarnya, dalam rangka melaksanakan suatu penelitian, pendekatan mendahului teori dan metode. Artinya, pemahaman mengenai pendekatanlah yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan penentuan masalah, teori, metode, dan tekniknya. 3.4.2 Jenis-jenis Pendekatan Sastra Empat komponen utama pendekatan sastra yang dikemukakan Abrams menjadi bagian penting dalam teori strukturalisme. Empat pendekatan yang dimaksud adalah (1) pendekatan ekspresif, (2) pendekatan mimesis, (3) pendekatan pragmatik, dan (4) pendekatan objektif. 38
  • 45. 3.4.2.1 Pendekatan Ekspresif Pendekatan ekspresif ini tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya itu diciptakan tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Wilayah studi pendekatan ini adalah diri pengarang, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil karyanya. Pendekatan ini dapat dimanfaatkan untuk menggali ciiri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, feminisme, dan sebagainya dalam karya baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka periodisasi. Menurut Abrams (1958: 22) pendekatan ekspresif ini menempatkan karya sastra sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan pengarang. Pengarang sendiri menjadi pokok yang melahirkan produksi persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan yang dikombinasikan. Praktik analisis dengan pendekatan ini mengarah pada penelusuran kesejatian visi pribadi pengarang yang dalam paham struktur genetik disebut pandangan dunia. Seringkali pendekatan ini mencari fakta- fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang secara sadar atau tidak telah membukakan dirinya dalam karyanya tersebut. Dengan demikian secara konseptual dan metodologis dapat diketahui bahwa pendekatan ekspresif menempatkan karya sastra sebagai: (1) wujud ekspresi pengarang, (2) produk imajinasi pengarang yang bekerja dengan persepsi- persepsi, pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya, (3) produk pandangan dunia pengarang. Secara metodis, langkah kerja yang dapat dilakukan melalui pendekatan ini adalah: (1) memerikan sejumalah pikiran, persepsi, dan 39
  • 46. perasaan pengarang yang hadir secara langsung atau tidak di dalam karyanya, (2) memetakan sejumlah pikiran, persepsi, dan perasaan pengarang yang ditemukan dalam karyanya ke dalam beberapa kategori faktual teks berupa watak, pengalaman, dan ideologi pengarang, (3) merujukkan data yang diperoleh pada tahap (1) dan (2) ke dalam fakat-fakta khusus menyangkut watak, pengalaman hidup, dan ideologi pengarang secara faktual luar teks (data sekunder berupa data biografis), dan (4) membicarakan secara menyeluruh, sesuai tujuan, pandangan dunia pengarang dalam konteks individual maupun sosial dengan mempertimbangkan hubungan-hubungan teks karya sastra hasil ciptaannya dengan data biografisnya. 3.4.2.2 Pendekatan Mimesis Dasar pertimbangan pendekatan mimesis adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri yang tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai peniruan kenyataan (Abrams, 1958:8). Kenyataan di sini dipakai dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra, seperti misalnya benda-benda yang dapat dilihat dan diraba, bentuk-bentuk kemasyarakatan, perasaan, pikiran, dan sebagainya Luxemberg, 1989:15). Melalui pandangan ini, secara hierarkis karya seni berada di bawah kenyataan. Akan tetapi Marxis dan sosiologi sastra memandang karya seni dianggap sebagai dokumen sosial; karya seni sebagai refleksi dan kenyataan di dalamnya sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan. 40
  • 47. Sehubungan dengan pendekatan mimesis, Segers (2000, 91-94) mengungkapkan konsep yang dipakai kaum Maxist. Menurut konsep ini konsep imitasi harus menjadi norma dasar telaah. Kritik Marxist menyatakan bahwa dunia fiksional teks sastra seharusnya merefleksikan realitas sosial. Lebih jauh Segers mempertimbangkan fiksionalisasi dalam telaah teks sastra yang berhubungan dengan pendekatan mimesis. Menurutnya, norma fiksionalitas mengimplikasikan bahwa tanda-tanda linguistik yang berfungsi dalam teks sastra tidak merujuk secara langsung pada dunia kita, tetapi pada dunia fiksional teks karya sastra. Adapun John Baxter (dalam Makaryk,1993: 591-593) menguraikan bahwa mimesis adalah hubungan dinamis yang berlanjut antara suatu seni karya yang baik dengan alam semesta moral yang nyata atau masuk akal. Mimesis sering diterjemahkan sebagai "tiruan". Secara terminologis, mimesis menandakan suatu seni penyajian atau kemiripan, tetapi penekanannya berbeda. Tiruan, menyiratkan sesuatu yang statis, suatu copy, suatu produk akhir; mimesis melibatkan sesuatu yang dinamis, suatu proses, suatu hubungan aktif dengan suatu kenyataan hidup. Menurut Baxter, metode terbaik mimesis adalah dengan jalan memperkuat dan memperdalam pemahaman moral, menyelidiki dan menafsirkan semesta yang diterima secara riil. Proses tidak berhenti hanya dengan apa pembaca atau penulis mencoba untuk mengetahuinya. Mungkin rentang batas yang riil dengan yang dihadirkan dapat dikhayalkan walaupun hanya sesaat dalam kondisi riil, atau suatu perspektif pada aspek yang riil yang 41
  • 48. tidak bisa dijangkau jika tidak dilihat. Kenyataan kadang-kadang digambarkan berbeda karena tak sesuai dengan pandangan kenyataan yang menyeluruh. Oleh karena itu, kenyataan tidak dapat dihadirkan dalam karya dalam cakupan yang ideal. Mimesis sama dan sebangun dengan apa yang Coleridge sebut sebagai 'imajinasi yang utama, ' yang oleh Whalley disebut sebagai hasil dari kesadaran tertinggi. Melalui penjabaran di atas, dapat diketahui secara konseptual dan metodologis bahwa pendekatan mimesis menempatkan karya sastra sebagai: (1) produk peniruan kenyataan yang diwujudkan secara dinamis, (2) representasi kenyataan semesta secara fiksional, (3) produk dinamis yang kenyataan di dalamnya tidak dapat dihadirkan dalam cakupan yang ideal, dan (4) produk imajinasi yang utama dengan kesadaran tertinggi atas kenyataan. Secara metodis, langkah kerja analisis melalui pendekatan ini dapat disusun ke dalam langkah pokok, yaitu: (1) mengungkap dan mendeskripsikan data yang mengarah pada kenyataan yang ditemukan secara tekstual, (2) menghimpun data pokok atau spesifik sebagai variabel untuk dirujukkan ke dalam pembahasan berdasarkan kategori tertentu, sesuai tujuan, misalnya menelusuri unsur fiksionalitas sebagai refleksi kenyataan secara dinamis, dsb., (3) membicarakan hubungan spesifikasi kenyataan dalam teks karya sastra dengan kenyataan fakta realita, dan (4) menelusuri kesadaran tertinggi yang terkandung dalam teks karya sastra yang berhubungan dengan kenyataan yang direpresentasikan dalam karya sastra. 42
  • 49. 3.4.2.3 Pendekatan Pragmatik Pendekatan pragmatis menurut Abram (1958: 14-21) memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pendekatan ini memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca. Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis di antaranya berbagai tanggapan masyarakat atau peneriman pembaca tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Segers (2000:35-47) dalam kaitannya dengan pendekatan pragmatik, mengawali pembicaraannya dengan uraian seputar estetika resepsi. Menurutnya, secara metodologis estetika resepsi berusaha memulai arah baru dalam studi sastra karena berpandangan bahwa sebuah teks sastra seharusnya dipelajari (terutama) dalam kaitannya dengan reaksi pembaca. Dalam uraiannya, Segers memetakan estetika resepsi ke dalam tiga bagian utama, yaitu (1) konsep umum estetika resepsi, (2) penerapan praktis estetika resepsi, dan (3) kedudukan estetika resepsi dalam tradisi studi sastra. Estetika resepsi yang termasuk ke dalam wilayah pendekatan pragmatik memuat konsep-konsep dasar seperti yang dikemukanan Jauss dan Iser. Kata kunci dari konsep yang diperkenalkan Jauss adalah rezeptions und wirkungsasthetik “ tanggapan dan efek”. Menurutnya, pembacalah yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra. Pembaca dalam 43
  • 50. kondisi demikianlah yang mampu menentukan nasib dan peranannya dari segi sejarah sastra dan estetika. Resepsi sebuah karya dengan pemahaman dan penilaiannya tidak dapat diteliti lepas dari rangka sejarahnya seperti yang terwujud dalam horison harapan pembaca masing-masing. Baru dalam kaitannya dengan pembaca, karya sastra mendapat makna dan fungsinya. Tujuh bagian penting yang menjadi dasar dari teori estetika resepsi Jauss, yaitu: (1) pengalaman pembaca, (2) horison harapan, (3) nilai estetik, (4) semangat zaman, (5) rangkaian sastra, (6) perspektif sinkronik dan diakronik, dan (7) sejarah umum. Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya. Horison harapan muncul pada tiap aktivitas pembacaan pembaca untuk masing-masing karya di dalam momen historis melalui bentuk dan pemahaman atas ganre, dari bentuk dan tema karya yang telah dikenal, dan dari oposisi antara puisi dan bahasa praktis. Karya sastra tidak berada dalam kekosongan 44
  • 51. informasi. Dengan kondisi tersebut, teks karya sastra mampu menstimulus proses psikis pembaca dalam meresepsi teks karya sastra yang dibacanya sehingga bagian dari proses tersebut mengimplikasikan adanya harapan- harapan atas karya yang dibacanya. Horison harapan atas sebuah karya membuka peluang untuk menentukan karakter artistiknya melalui kesamaan dan tingkat pengaruhnya pada syarat pembaca. Penandaan perbedaan jarak estetik antara horison harapan yang diberinya dan tampilan suatu karya baru akan mengarahkan potensi-potensi resepsi yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan horison sampai pada penghilangan pengalaman yang umum dikenal atau sampai pada peningkatan kesadaran pengalaman yang baru saja dicetuskan. Kondisi yang mengindikasikan adanya jarak estetik ini dapat menjadi objektif menurut sejarah sejalan dengan spektrum reaksi pembaca dan pertimbangan kritiknya. Perihal semangat zaman, rekonstruksi horison harapan pada permukaan suatu karya yang telah diciptakan dan diterima di masa lalu memungkinkan pembaca mempertanyakan kembali tentang teks tersebut. Proses pembacaan diarahkan kepada bagaimana pembaca jaman sekarang bisa memandang dan memahami karya tersebut. Pendekatan ini mengoreksi norma-norma klasikal yang tidak dikenal atau memodernisasi pemahaman seni dan menghindari kesulitan yang menyelimutinya. Teori estetik resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut 45
  • 52. bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru. Keberhasilan linguistik melalui perbedaan dan hubungan metodologis yang menyeluruh dari analisis sinkronis dan diakronis adalah kesempatan untuk menanggulangi perspektif diakronis yang sebelumnya merupakan satu- satunya perspektif yang diberlakukan di dalam sejarah sastra. Pembenahan tersebut membuka perubahan dalam perilaku estetik. Perspektif sejarah sastra selalu menemukan hubungan fungsional antara pemahaman karya-karya baru dengan makna karya-karya terdahulu. Perspektif ini juga mempertimbangkan pandangan sinkronis guna menyusun dalam kelompok-kelompok yang sama, berlawanan dan teratur sehingga diperoleh sistem hubungan yang umum dalam karya sastra pada waktu tertentu. Tugas sejarah sastra yang utuh tidaklah hanya diwakili kesinkronisan dan kediakronisan di dalam rangkaian sistemnya, tetapi juga melihat seperti ' sejarah khusus' dalam hubungan uniknya terhadap 'sejarah umum'. Hubungan ini tidak berakhir dengan fakta yang beragam, diidealkan, satirik, atau gambaran berupa kayalan tentang keberadaan sosial, tetapi hubungannya dapat ditemukan di dalam sastra dari semua waktu. Fungsi sosial sastra 46
  • 53. memanifetasikan dirinya di dalam kemungkinan riil hanya jika pengalaman kesastraan pembaca masuk ke dalam horison harapannya dari kehidupan praktisnya untuk kemudian pembaca melaksanakan pemahaman atas dunianya. Manifestasi tersebut mempunyai dan mempengaruhi perilaku sosialnya. Konsep yang dikemukakan Iser (1987: ix-xii; 54) adalah terdapat hubungan dialektis antara teks, pembaca, dan interaksinya. Iser menyebutnya sebagai respon estetik sebab walaupun pusat perhatiannya sekitar teks, tetapi mengarahkan persepsi dan imajinasi pembaca dalam rangka melakukan penyesuaian dan bahkan membedakan fokusnya. Teori ini melihat bahwa karya sastra sebagai suatu yang diformukasikan kembali dari sesuatu yang telah diformukasikan dalam realita. Karya sastra ini melahirkan sesuatu yang tidak ada sebelumnya. Konsekuansinya, teori respon estetik dihadapkan pada permasalahan bagaimana suatu situasi yang tidak diformukasikan dapat diproses dan dipahami. Asumsi dasar dari teori ini adalah teks hanya bisa hadir saat dibaca dan perlu pengujian atas teks tersebut melalui pembaca. Konsep dialektika respon estetik (Iser, 1987: 20 dan 54), interaksinya dapat dicermati melalui pengertian implied reder, literary repertoire, dan literary strategies Implied reader merupakan model, rol, dan standpoint yang membuat pembaca sebagai real reader menyusun makna teksnya. Repertoire merupakan seperangkat norma sosial, historis, dan budaya yang dipakai untuk membaca yang dihadirkan oleh teks dan merupakan semua wilayah familiar dalam teks berupa acuan kepada karya-karya yang ada lebih dahulu. Strategi digunakan untuk defamiliarisasi dan untuk mengkomunikasikan teks dengan 47
  • 54. pembacanya tanpa mendeterminasikannya. Melalui strategi ini disajikan primary code kepada pembaca dan membuat pembaca mengaturnya sendiri sehingga lahir makna yang bervariasi. Masing-masing toeri di atas (Jauss dan Iser) mengarahkan praktik metodisnya. Pandangan Jauss dengan tujuh tesisnya memetakan analisis pada aspek estetik dan historisnya. Ketujuh tesis tersebut merupakan pemodelan yang mengarah tuntutan metodisnya. Adapun pandangan Iser yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara teks dan pembaca dalam proses pembacaan. Teks hanya bisa hadir saat dibaca dan perlu pengujian atas teks tersebut melalui pembaca. Deskripsi tentang teks tidak lebih dari pengalaman pembaca yang terbudaya. Dengan demikian, langkah-langkah yang perlu diikuti sehubungan dengan pernyataan di atas adalah dengan jalan langkah (1) menandai adanya kualitas yang khusus atas teks sastra yang mencirikan adanya perbedaan dengan teks lainnya dan (2) memerikan dan meneliti unsur-unsur dasar penyebab tanggapan terhadap karya sastra. 3.4.2.4 Pendekatan Objektif Pendekatan objektif (Abrams, 1978: 26-29) memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, antarhubungan, dan totalitas. Pendekatan ini mengarah pada analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspekhistoris, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi. Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi. 48
  • 55. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur dengan mempertimbangkan keterjalinan antarunsur di satu pihak dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak lain. Konsep dasar pendekatan ini (Hawkes dalam Pradopo, 2002: 21) adalah karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur pembentuk struktur. Antara unsur-unsur pembentuknya ada jalinan erat (koherensi). Tiap unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya melainkan maknanya ditentukan oleh hubungan dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam sebuah situasi. Makna unsur-unsur karya sasatra itu hanya dapat dipahami sepenuhnya atas dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Secara metodologis, pendekatan ini bertujuan melihat karya sastra sebagai sebuah sistem dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya. Analisis karya sastra melalui pendekatan ini tergantung pada jenis sastranya. Analisis sajak berbeda dengan analisis prosa. Analisis yang digunakan terhadap saja misalnya penelusuran lapis norma, mulai dari lapir bunyi sampai ke lapis metafisik. Teknik analisisnya pun bisa diarahkan pada pembacaan heuristik sampai ke tingkat pembacaan hermeneutik. Adapun terhadap prosa, sesuai dengan sifat fiksi yang merupakan struktur cerita, analisisnya diarahkan pada struktur ceritanya. Struktur yang dimaksud dijajaki melalui unsur-unsur pembentuknya berupa: tema, fakta cerita (tokoh, alur, dan latar), dan sarana cerita (pusat pengisahan, konflik, gaya bahasa, dll.). 49
  • 56. Pada analisis prosa, tema dan fakta-fakta cerita dipadukan menjadi satu oleh sarana sastra. Di dalam analisisnya, unsur-unsur tersebut ditelusuri dan dikemukakan hubungan dan fungsi tiap-tiap unsur. Tema berjalin erat dengan fakta-fakta dan berhubungan erat dengan sarana sastra. 50
  • 57. BAB IV STRUKTURALISME 4.1 Prinsip-prinsip Antarhubungan Strukturalisme adalah sebuah paham atau kepercayaan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini mempunyai struktur (Pieget, 1995: 4-12; Hawkes, 1978: 17-18; dan Faruk: 1994: 17-18; Faruk, 1999: 1-9; dan Teeuw, 1984: 120- 139). Sesuatu dikatakan mempunyai struktur apabila ia membentuk suatu kesatuan yang utuh, bukan merupakan jumlah dari bagian-bagian semata. Hubungan antarbagian di dalam struktur tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Artinya, apabila suatu bagian dihilangkan, keutuhan sesuatu itu tidak sekedar berkurang, melainkan rusak sama sekali. Selain itu, strukturalisme juga percaya bahwa suatu struktur mempunyai daya transformasi dan regulasi diri. Semua dikatakan berstruktur apabila ia dapat melakukan perubahan, tanpa harus kehilangan keutuhan dirinya, fungsi utama yang menjadi tujuan atau pusat strukturasinya. Sesuatu dikatakan berstruktur apabila ia mempunyai kemampuan untuk mengatakan kemungkinan gangguan dan pengaruh dari luar dengan caranya sendiri. Keseluruhan pengertian tersebut menunjukkan bahwa bagi strukturalisme segala sesuatu di dalam dunia membangun dunianya sendiri, mekanisme sendiri, untuk menjalankan fungsi-fungsinya sendiri, terlepas dari 51
  • 58. berbagai kemungkinan pengaruh dari luar. Sesuatu dipahami sebagai kekuatan yang mampu membangun, mengembangkan, dan mempertahankan dirinya sendiri dengan caranya sendiri pula. Dengan kata lain, strukturalisme cenderung memahami segala sesuatu sebagai sebuah sistem tertutup, otonom. Karena itu, strukturalisme dalam ilmu sastra akan memperlakukan karya sastra atau kesastraan sebagai sesuatu yang mandiri pula, sesuatu yang berstruktur, sesuatu yang utuh, transformatif, dan self-regulatif. Aliran Kritik Baru di Amerika, Formalisme di Rusia, percaya bahwa teks sastra dapat dipahami dan dijelaskan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat di dalam teks itu sendiri. Strukturalisme percaya bahwa sastra dapat dipahami dan dijelaskan atas dasar sistm sastra sendiri yang membentuk semacam kaidah-kaidah bagi penciptaan karya sastra. Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting. Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperan secara maksimal semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka menunjukkan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat. Unsur tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri. Unsur dapat dipahami semata-mata dalam proses antarhubungannya. Makna total setiap entitas dapat dipahami hanya dalam integritasnya terhadap totalitasnya. Sebagai kualitas totalitas, antarhubungan merupakan energi, motivator terjadinya gejala baru, mekanisme yang baru. Tanpa antarhubungan sesungguhnya unsur tidak berarti. Mekanisme antarhubungan tersebut dianggap sebagai pergeseran yang signifikan dan fundamental, yaitu dari struktur yang otonom ke arah relevansi fungsi karya 52
  • 59. sebagai sistem komunikasi. Karya dengan demikian tidak dipahami melalui ergon yang terisolasi melainkan selalu dalam kaitannya dengan perubahan realita sosial. Karya tidak dapat diisolasi. Karya harus dikondisikan sebagai fakta kemanusiaan sehingga memungkinkan untuk mengoperasikan secara maksimal berbagai saluran komunikasi yang terkandung di dalamnya. Relevansi prinsip-prinsip antarhubungan dalam analisis karya sastra, di satu pihak mengarahkan peneliti agar secara terus menerus memperhatikan setiap unsur sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsur-unsur yang lain. Di pihak lain, antarhubunganlah yang menyebabkan sebuah karya sastra, suatu masyarakat, dan gejala apa saja memiliki arti yang sesungguhnya. Kesalahpahaman mengenai fungsi-fungsi antarhubungan menyebabkan peneliti hanya meneliti salah satu unsur tertentu yang pada gilirannya berarti memperkosa hakikat suatu totalitas. Analisis terhadap penokohan, misalnya, tidak mungkin dilakukan secara terpisah dari unsur-unsur yang lain. Dengan kata lain, penokohan tidak dapat dipahami tanpa menghubungkannya dengan unsur-unsur yang lain, seperti kejadian, latar, plot, dan sebagainya. Sejalan dengan uraian di atas, prinsip antarhubungan secara esensial dipertahankan pada setiap teori dibawah naungan strukturalisme. Namun demikian, perubahan menuju pada perkembangan teoretik telah terjadi yang sekaligus mengarahkan pembahasan metodologis secara berbeda pula. 53
  • 60. 4.2 Teori Formalisme Tujuan pokok formalisme (bandingkan Teeuw, 1985: 128-13; Ratna: 2004: 80-87) adalah studi ilmiah tentang sastra dengan cara meneliti unsur- unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dan sebagainya. Metode yang digunakan metode formal. Metode formal menjalankan fungsinya dengan cara merekonstruksi teks melalui pemaksimalan konsep fungsi. Dengan jalan demikian, teks menjadi suatu kesatuan yang terorganisasikan. Prinsip dan sarana inilah yang mengarahkannya pada konsep sistem dan akhirnya ke konsep struktur. Sebagai teori modern mengenai sastra, secara historis kelahiran formalisme dipicu oleh paling sedikit tiga faktor, yaitu: 1. formalisme lahir sebagai akibat penolakannya terhadap paradigma positivisme abad ke-19 yang memegang teguh prinsip-prinsip kausalitas; reaksi terhadap studi biografis 2. kecenderungan yang terjadi dalam ilmu humaniora di mana terjadinya pergeseran dari paradigma diakronis ke sinkronis 3. penolakan terhadap pendekatan tradisional yang selalu memberikan perhatian terhadap hubungan karya sastra dengan sejarah, sosiologi, dan psikologi. Usaha maksimal kelompok formalis dalam rangka menemukan hakikat karya sastra dengan cara mengeksploitasi sarana bahasa telah mencapai klimaknya. Meskipun demikian, penemuannya mengarahkan pada paradigma baru bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara terisolir 54
  • 61. semata-mata melalui akumulasi perangkat-perangkat intrinsiknya, tetapi juga harus melibatkan keseluruhan faktor yang membentuknya. Pergeseran perhatian dari masalah-masalah teknis, khususnya sebagaimana digemari oleh kelompok formalisme awal ke arah pemahaman sastra secara lebih luas, melahirkan strukturalisme. 4.3 Teori Strukturalisme Dinamik Scholes (dalam Ratna, 2004: 89) menjelaskan keberadaan strukturalisme menjadi tiga tahap, yaitu (1) sebagai pergeseran paradigma berpikir, (2) sebagai metode, dan (3) sebagai teori. Lahirnya strukturalisme dinamik didasarkan atas kelemahan-kelemahan strukturalisme sebagaimana yang dianggap sebagai perkembangan formalisme. Strukturalisme dinamika (lihat Teeuw, 1985: 185-192; Muhadjir, 2002: 304); Pradopo 2002: 46; dan Ratna, 2003: 88-96;) mencermati bahwa strukturalisme dinamik dimaksudkan sebagai penyempurnaan strukturalisme yang semata-mata memberikan intensitas terhadap struktur intrinsik yang dengan sendirinya melupakan aspek-aspek ekstrinsiknya. Strukturalisme dinamik mula-mula dikemukakan oleh Mukarovsky dan Felik Vodicka. Menurutnya, karya sastra adalah proses komunikasi, fakta semiotik, terdiri atas tanda, struktur, dan nilai-nilai. Karya seni adalah petanda yang memperoleh makna dalam kesadaran pembaca. Oleh karena itulah, karya seni harus dikembalikan pada kompetensi penulis, masyarakat yang menghasilkannya, dan pembaca sebagai penerima. 55
  • 62. Perbedaan unsur-unsur karya sastra untuk jenis yang berbeda-beda terjadi akibat proses resepsi pembaca. Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Unsur-unsur yang terdapat pada ketiga jenis sastra (prosa, puisi, dan drama) akan membutuhkan pemusatan analisis yang berbeda pula. Unsur- unsur prosa, misalnya mengarah pada tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi, di antaranya tema, stilistika, imajinasi, ritme atau irama, rima atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan enjambemen. Unsur-unsur (teks) drama di antaranya tema, dialog, peristiwa, latar, penokohan, alur, dan gaya bahasa. Atas dasar hakikat otonom karya sastra, maka tidak ada aturan yang baku terhadap suatu kegiatan analisis. Artinya, unsur-unsur yang dibicarakan tergantung dari dominasi unsur-unsur karya di satu pihak, tujuan analisis di lain pihak. Dalam analisis akan selalu terjadi tarik menarik antara struktur global, yaitu totalitas karya itu sendiri dengan unsur-unsur yang diadopsi ke dalam wilayah penelitian. Kondisi tersebut menunjukkan dinamika karya sastra sebagai totalitas sebab proses adopsi mengandaikan terjadinya ciri-ciri transformasi dan regulasi diri sehingga terjadi keseimbangan antara struktur global dengan unsur-unsur yang dianalisis. Karya sastra tidak mungkin dan tidak perlu dianalisis secara menyeluruh sebab struktur global bersifat tidak terbatas. Akan tetapi analisis tidak dapat dilepaskan dari kerangka sosial kultural yang menghasilkannya. Prosa, puisi, dan drama dan sastra jenis klasiknya tidak semata-mata dianalisis 56
  • 63. sebagai teks tetapi juga dimungkinkan dalam kaitannya dengan pementasan langsung sebagai performing art. Dalam hubungan ini, analisis struktur akan melibatkan paling sedikit tiga komponen utama, yaitu pencerita, karya sastra, dan pendengar. Metodologi penelitian pun menjadi bertambah kompleks, tidak bertambah dalam penelitian pustaka, melainkan harus dilengkapi dengan penelitian lapangan yang dengan sendirinya juga melibatkan instrumen penelitian lapangan. Dengan demikian strukturalisme dinamik adalah pendekatan atas karya sastra dengan menerapkan kerja strukturalisme atas dasar konsep semiotik. Analisis struktural murni mengasingkan karya sastra dari kerangka kesejarahan dan relevansi eksistensialnya. Strukturalisme dinamik yang dikembangkan Ian Mukarovsky dan Felix Vodicka mencoba memahami karya sastra berdasarkan kesadaran bahwa karya sastra sebagagi struktur pada hakikatnya memiliki ciri khas yaitu sebagai tanda (sign). Tanda baru mendapat makna sepenuhnya bila sudah melalui tanggapan pembaca. Dengan demikian ada pengaruh timbal balik antara tanda dan pembacanya. Pembaca dalam memberi makna terikat pada konvensi tanda, tidak semau-maunya. Jadi, dengan kerangka semiotik itu dapat diproduksi makna dalam karya sastra yang merupakan struktur sistem tanda-tanda itu. 57
  • 64. 4.4 Semiotik Secara padat Dolezel, Stout (dalam Makaryk, 1993: 183-189), dan ratna (2004: 96-120) menjelaskan pendekatan semiotik dimulai dari pengertian, latar belakang sejarah pertumbuhannya, aliran semiotik, dan hubungan semitoik dengan pendekatan lainnya. Menurutnya, strukturalisme berhubungan erat atau bahkan tidak terpisahkan dengan semiotik sebagai sarana untuk memahami karya sastra, untuk menangkap makna unsur-unsur struktur karya sastra dalam jalinan dengan keseluruhan karya yang harus memperhatikan sistem tanpa yang dipergunakan dalam karya sastra. Karya sastra itu merupakan struktur sistem tanda-tanda yang bermakna. Dalam lapangan semiotik, pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu (1) penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan (2) pertanda (signified) atau yang ditanda yang merupakan arti tanda. Ada tiga jenis tanda yang pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon dan indeks merupakan tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah, yaitu persamaan dan sebab akibat, antara penanda dan petanda. Simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan adanya hubungan almiah antara keduanya, hubungannya bersifat arbitrer berdasarkan konvensi masyarakat. Sebuah sistem tanda yang utama yang menggunakan simbol adalah bahasa. Arti simbol ditentukan oleh konvensi masyarakat. Bahasa merupakan sistem ketandaan tingkat pertama. Dalam sistem ketandaan tingkat pertama ini ditingkatkan menjadi sistem ketandaan tingkat kedua. Arti bahasa tingkat pertama disebut arti (meaning), arti bahasa dalam 58
  • 65. sastra sebagai sistem tanda tingkat kedua biasa disebut makna (significance) yang merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Dalam kaya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra di samping konvensi bahasa sendiri. Oleh karena itu yang dimaksud makna (bahasa) sastra itu bukan semata-mata arti bahasanya. Jadi, yang dimaksud makna karya sastra itu meliputi arti bahasa, suasana, perasaan, intensitas, arti tambahan (konotasi), daya liris, dan segala pengertian tanda-tanda yang ditimbulkan oleh konvensi sastra. Menurut Pradopo (2002: 272) studi sastra bersifat semiotik itu adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna-makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur karya sastra atau hubungan-dalam (internal relation) antarunsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna. Bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama diorganisasikan sesuai dengan konvensi-konvensi tambahan yang memberikan makna dan efek-efek lain dari arti yang diberikan oleh penggunaan bahasa biasa. Oleh karena memberi makna karya itu dengan jalan mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya makna sastra, maka menganalisis karya sastra itu adalah memburu tanda-tanda. Dalam sistem semiotik, menghubungkan teks sastra dengan hal-hal di luar dirinya itu dimungkinkan, sesuai dengan tanda bahasa yang bermakna, yang pemakaiannya tidak lepas dari konvensi dan hal-hal di luar strukturnya. Berhubungan dengan hal ini, dalam metode sastra semiotik dikenal metode hubungan intertekstual untuk memberi makna lebih penuh kepada sebuah 59
  • 66. karya sastra daripada jika karya sastra hanya dianalisis secara struktural murni. Prinsip hubungan antarteks ini disebabkan oleh kenyataan bahwa karya sastra itu tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk sastra. Sebuah karya sastra merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari sebuah sistem konvensi atau kode sastra dan budaya. Menurut pandangan intertektualitas, sebuah karya sastra merupakan jawaban terhadap karya sastra yang lain yang lahir sebelumnya, baik berupa penerusan konvensi sastranya maupun penentangan konvensi ataupun konsep estetik, atau yang lain. Untuk memberikan makna atau konkretisasi sebuah karya sastra, prinsip intertekstualitas ituperlu diterapkan, yaitu dengan jalan membandingkan sistem tanda dalam hipogramnya dengan sistem tanda karya sastra yang menanggapi dan mentransformasikannya. Sistem tanda tersebut berupa konvensi-konvensi tambahan dalam sastra, yaitu tanda-tanda dalam karya sastra yang memungkinkan diproduksinya makna karya sastra. Sejalan dengan paham triadik peircean, diketahui bahwa konsep-konsep triadik tersebut bersifat dinamisme internal. Dilihat dari segi cara kerjanya, terdapat (1) sintaksis semiotika, yaitu studi dengan memberikan intensitas hubungan tanda dengan tanda-tanda yang lain, (2) semantik semiotik, studi dengan memberikan perhatian pada hubungan tanda dan acuannya, dan (3) pragmatik semiotik, studi dengan memberikan perhatian pada hubungan natara pengirim dan penerima. Dilihat dari faktor yang menentukan adanya tanda, maka tanda dibedakan sebagai berikut: 60