HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
1. MAKALAH
EKONOMI INTERNASIONAL
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH :
Murtini : (09190037)
Prayuda Wibowo : (09190046)
Riean Novico D.P : (09190052)
DOSEN PEMBIMBING:
Rita wati S.E
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
RADEN FATAH PALEMBANG
2. 2012
PENDAHULUAN
Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan
bisnis yang akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat
dari semakin berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja
antar negara. Kegiatan ini dapat terjadi melalui hubungan ekspor impor, investasi,
perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan
intelektual dan alih teknologi, yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap
kegiatan ekonomi lainnya, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan
sebagainya. Indonesia sendiri terlibat didalamnya.
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas mendorong produk
industri dalam negeri untuk mampu bersaing dengan produk impor, baik di dalam
negeri sendiri maupun di pasar ekspor. Hal ini merupakan problem besar bagi
Indonesia karena kemampuan produk Indonesia dari segi kualitas maupun
kuantitas masih lemah. Salah satu permasalahan yang dialami oleh Indonesia
dalam menghadapi perdagangan bebas adalah sulitnya membendung terjadinya
lonjakan produk impor, sehingga mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing
yang pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, dan
selanjutnya akan muncul dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja,
terjadinya pengangguran serta bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Karenanya setiap Negara pasti memiliki kebijakan masing-masing mengenai
perdagangan internasional tersebut.
Selain membahas mengenai kebijakan, disini juga akan dibahas mengenai
alat pembayaran internasional, yakni devisa. Yang mana perbedaan mata uang
menjadi salah satu penghambat perdagangan internasional.
2
3. PEMBAHASAN
A. Kebijakan perdagangan internasional
Kebijakan proteksi
Kebijakan proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi
industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi
perusahaan baru dari perusahaan-perusahaan besar yang semen-mena dengan
kelebihan yang ia miliki, selain itu persaingan-persaingan barang-barang
impor. Proteksi dalam perdagangan internasional terdiri atas kebijakan tarif,
kuota, larangan impor, subsidi, dan dumping.
1. Tarif
Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas
barang-barang impor. Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka
harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi mahal. Hal ini
menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut,
sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak
dinikmati oleh masyarakat.
2. Kuota
Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan
jumlah maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu
periode tertentu. Sama halnya tarif, pengaruh diberlakukannya kuota
mengakibatkan harga-harga barang impor menjadi tinggi karena jumlah
barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pembatasan
jumlah barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata untuk masing-
masing barang meningkat. Dengan demikian, diberlakukannya kuota dapat
3
4. melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang luar
negeri.
3. Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang melarang
masuknya barang-barang tertentu ke dalam negeri. Kebijakan larangan
impor dilakukan untuk menghindari barang-barang yang dapat merugikan
masyarakat. Misalnya melarang impor daging sapi yang mengandung
penyakit Anthrax.
4. Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan
kepada produk dalam negeri. Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat
berupa keringanan pajak, pemberian fasilitas, pemberian kredit bank yang
murah ataupun pemberian hadiah atau insentif dari pemerintah. Adanya
subsidi, harga barang dalam negeri menjadi murah, sehingga barang-
barang hasil produksi dalam negeri mampu bersaing dengan barang-
barang impor.
5. Dumping
Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara
dengan cara menjual barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di
dalam negeri.
Kebijakan perdagangan bebas
Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan pemerintah yang
menghendaki perdagangan internasional berlangsung tanpa adanya hambatan
apapun. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini beralasan bahwa
4
5. perdagangan bebas akan memungkinkan setiap negara berspesialisasi
memproduksi barang dan menjadikannya keungglan komparatif.
Kebijakan autarki
Kebijakan autarki adalah kebijakan perdagangan dengan tujuan untuk
menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh negara lain, baik pengaruh
politik, ekonomi, maupun militer, sehingga kebijakan ini bertentangan dengan
prinsip perdagangan internasional yang menganjurkan adanya perdagangan
bebas.
B. Alat pembayaran dalam perdagangan internasional
Ketika melakukan transaksi jual beli, untuk mendapatkan barang yang
kalian inginkan, tentunya kalian akan membayarnya dengan uang yang berlaku di
tempat tersebut. Sama halnya perdagangan internasional, pada saat terjadi
kegiatan ekspor dan impor barang, uang yang digunakan sebagai alat
pembayarannya, yaitu berupa devisa.
1. Pengertian Devisa
Devisa adalah alat pembayaran luar negeri atau semua barang yang dapat
diterima di dunia internasional sebagai alat pembayaran. Beberapa barang yang
dapat digunakan sebagai devisa yaitu emas dan perak, valuta asing, dan wesel
asing. Devisa yang diperolah suatu negara dapat berupa devisa umum dan devisa
kredit. Devisa umum adalah devisa yang diperoleh dari kegiatan perdagangan
antar negara dan tidak ada kewajiban untuk mengembalikan. Adapun devisa kredit
adalah devisa yang diperoleh dari pinjaman atau bantuan dari luar negeri dan ada
kewajiban untuk mengembalikan.
2. Fungsi Devisa
5
6. • membiayai perdagangan luar negeri yang berupa impor barang dan jasa
• membayar pokok utang, cicilan utang, bunga utang, atau utang luar negeri
• membiayai pembinaan dan pemeliharaan hubungan luar negeri, yaitu
untuk kedutaan, konsulat, biaya kontingen olahraga, misi kebudayaan ke
luar negeri
• mengatasi kesulitan perekonomian negara dalam kaitannya dengan
pembayaran luar negeri
• memudahkan terjadinya transaksi dalam perdagangan internasional
3. Sumber Devisa
• ekspor barang
• penerimaan jasa
• penerimaan dari turis mancanegara
• pinjaman luar negeri
• bantuan luar negeri
• pungutan bea cukai
• kiriman uang asing dari luar negeri kedalam negeri
6
7. Study kasus
Amerika Boikot CPO dari Indonesia
Perkembangan Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia dalam Perdagangan
dunia
Ekspor CPO memiliki prospek yang sangat cerah disebabkan oleh
peningkatan konsumsi produk- produk yang berbahan baku CPO yang sejalan
dengan pertumbuhan produk diberbagai negara. Harga CPO penyerahan Februari
2011 yang diperdagangkan di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI)
dibuka pada level harga US$1256 per ton dan pada akhir perdagangan berada
pada level harga US$1188 per ton. Rata-rata harga CPO yang ditransaksikan di
BKDI berada pada level harga US$1260 per ton dengan harga tertinggi US$1299
per ton dan harga terendah US$1188 per ton. Di Malaysia Derivatives Exchange
(MDEX), harga rata-rata CPO yang ditransaksikan untuk penyerahan Februari
2011 berada pada level harga US$1246 per ton, dan di Rotterdam US$1283 per
ton.
Untuk perkembangan konsumsi minyak sawit (CPO) dunia dari tahun ke
tahun terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO
dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China
dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia.
Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO
di dunia.
7
8. Yang menjadi permasalahan utama perdagangan dunia CPO sebenarnya
bukan terletak pada tingkat permintaan konsumsi atau ekspornya, karena baik
konsumsi atau ekspor dunia cenderung meningkat dengan stabil. Permasalahan
utamanya justru terletak pada fluktuasi harga yang tidak stabil. Fluktuasi harga
CPO ini cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil
produk subtitusi (saingan CPO), yaitu negara-negara penghasil minyak dari
kacang kedelai dan jagung yang umumnya merupakan negara di Eropa dan
Amerika (negara maju). Isu-isu seperti produk yang tidak higienis, pengrusakan
ekosistem hutan termasuk isu pemusnahan orang utan merupakan isu yang
diangkat untuk menjatuhkan harga CPO dunia. Untuk pengembangan agribisnis
kelapa sawit masih cukup terbuka bagi Indonesia, terutama karena ketersediaan
sumberdaya alam/lahan, tenagakerja, teknologi maupun tenaga ahli.
Dengan posisi sebagai produsen terbesar kedua saat ini dan menuju
produsen utama di dunia pada masa depan, Indonesia perlu memanfaatkan
peluang ini dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan sampai dengan upaya
menjaga agar tetap bertahan pada posisi sebagai a country leader and market
leader. (Data BPS, berbagai sumber terkait, data diolah F.Hero P.2011)
Alasan AS Memboikot CPO Indonesia
AS menilai bahwa bahwa produk minyak sawit mentah dan turunannya
dari Indonesia tidak ramah lingkungan. Alhasil, karena alasan itu, Per 28 Januari,
Amerika Serikat secara resmi menolak produk minyak sawit mentah dan
turunannya dari Indonesia.
Atase Pertanian Agrikultur Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) untuk
Indonesia, Denis Voboril, mengatakan bahwa Crude Palm Oil (CPO) di Amerika
sangat dibutuhkan.
Alasan CPO sangat dibutuhkan di Amerika, kata Denis karena CPO adalah energi
terbarukan dan ramah lingkungan dalam produksinya.
8
9. "Pemerintah Amerika punya beberapa peraturan terkait produk untuk udara
bersih. Crude Palm Oil atau CPO merupakan salah satu energi terbarukan yang
masuk ke dalam kategori untuk udara bersih," ujar Denis saat hadir dalam
konferensi pers yang digelar di Kementerian Pertanian, Senin (13/2/2012).
Terkait isu bahwa AS memboikot Crude Palm Oil (CPO) atau produk minyak
sawit mentah dan turunannya dari Indonesia, Denis menyatakan bahwa sejauh ini
pemerintah AS masih mengkaji hal itu.
Hal itu didasarkan dari hasil pengkajian Enviromental Protection Agency (EPA)
bahwa produk minyak kelapa sawit Indonesia masih di bawah standar, yakni
hanya 17%.
Menurut EPA, Indonesia harus bisa memenuhi standar produksi CPO minimal
20% agar bisa mengimpor kembali minyak kelapa sawit.
Mengenai energi terbarukan, AS juga memiliki sumber energi yang lain.
Selama ramah lingkungan, Amerika akan banyak memproduksi hal tersebut.
"Tidak hanya pada bahan Crude Palm Oil saja, kita tidak fokus hanya itu, tapi ada
juga bahan lain," ungkap Denis.
Tindakan Indonesia Menanggapi Pemboikotan CPO dari pihak AS
Pemerintah Indonesia melayangkan tanggapan terhadap Notice of Data
Availability (NODA) yang dikeluarkan Environmental Protection Agency (EPA)
Amerika Serikat terkait produk crude palm oil (CPO).
Sebagaimana dirilis Kementerian Perdagangan, Jumat (4/5/2012), tanggapan
resmi Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan tersebut diserahkan ke
pemerintah AS pada 26 April 2012 sebelum batas akhir penyampaian tanggapan
yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 27 April 2012.
Tanggapan yang disampaikan Mendag Gita Wirjawan bahwa EPA, dalam
analisanya, telah mengabaikan komitmen Pemerintah Indonesia dalam melindungi
lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
9
10. Ditegaskan, pada Copenhagen Meeting 2009, Presiden RI telah menyampaikan
komitmennya untuk mengurangi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020.
Dan pemerintah Indonesia juga menargetkan penurunan emisi sebesar 41 persen
melalui kerja sama internasional.
Lebih lanjut, dalam tanggapan resminya, Mendag juga menyampaikan bahwa
dalam menghitung emisi gas rumah kaca, EPA banyak menggunakan data-data
yang bersifat asumsi, bukan data riil. Sehingga hasilnya tidak menggambarkan
kondisi yang sesungguhnya.
Dalam hal ini, Indonesia mengusulkan agar EPA menggunakan metode lain dalam
penghitungan gas rumah kaca.
Kemudian, poin ketiga yang disampaikan Mendag adalah CPO merupakan
tanaman paling efisien dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Food Policy Research Institute tahun
2010, CPO hanya membutuhkan 0,26 hektar lahan untuk menghasilkan 1 ton
minyak sawit.
Selanjutnya, Mendag juga menyampaikan bahwa NODA tidak konsisten dengan
beberapa pasal di dalam ketentuan WTO, antara lain mengenai prinsip Most
Favored Nation, dan National Treatment karena membedakan CPO dengan
komoditas seperti kedelai yang diproduksi di dalam negeri AS.
Untuk diketahui, EPA mengeluarkan NODA pada Desember 2011 dan secara
resmi didaftarkan kepada US Federal Register pada 27 Januari 2012. NODA
merupakan analisa terhadap emisi gas rumah kaca dari minyak kelapa sawit
(CPO).
Berdasarkan program Renewable Fuel Standard (RFS) yang diterapkan di AS,
bahan baku untuk produk biodiesel dan renewable diesel harus memenuhi
ketentuan minimum 20 persen ambang batas pengurangan emisi gas kaca.
10
11. Melalui analisisnya, EPA menyatakan bahwa CPO hanya berada pada level 11-17
persen, sehingga tidak memenuhi ketentuan RFS untuk dapat dikategorikan
sebagai bahan bakar terbarukan (renewable fuel) yang efisien.
Atas dikeluarkannya NODA tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai upaya untuk menangani isu ini.
KBRI Washington secara aktif telah melakukan berbagai pertemuan dengan
beberapa pihak terkait di AS, termasuk dengan United States Trade
Representative (USTR), EPA, Department of Commerce, US Chamber of
Commerce, Staffer Congress, serta para pemangku kepentingan CPO di AS dalam
rangka menyampaikan concern pemerintah Indonesia dan melakukan lobbying.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan
tindakan Amerika Serikat menolak Crude Palm Oil (CPO) atau produk minyak
sawit mentah dan turunannya dari Indonesia tidak dibenarkan World Trade
Organization (WTO).
Karena, menurut Hatta, tindakan AS menolak masuknya CPO Indonesia bisa
dikategorikan sebagai technical barrier atau hambatan teknis perdagangan. Dan itu
dilarang WTO dilakukan dalam perdagangan dunia.
“Itu (tindakan AS) bisa kita kategorikan sebagai technical barier. Itu tidak boleh
terjadi, itu tidak dibenarkan dalam WTO,” tegas Hatta, saat ditemui di kompleks
Istana, Jakarta, Selasa (31/1/2012).
Oleh sebab itu, menurut Hatta, notifikasi penolakan AS harus ditanggapi dan
diberikan pejelasan, baik oleh Kadin ataupun Apindo, ataupun pengusaha, asosiasi
kelapa sawit, termasuk pemerintah. Dalam hal ini, lanjut Hatta, Menteri Pertanian
Suswono sebagai leading sector harus menjelaskan. Pasalnya, tidak ada bedanya
biodiesel atau biofuel bersumber dari CPO dengan biodesel dari bahan lainnya.
“Itu sama! Dia tidak mengandung apa yang disebut emisi karbon dioksida yang
bersifat kimiawi, itu tidak ada,” tampik Hatta atas tudingan AS bahwa CPO
Indonesia tidak ramah lingkungan.
11
12. “Saya kira itu harus kita jelaskan, harus dicounter dan harus diberikan penjelasan
darimana dasarnya. Kalau biodiesel yang bersumber dari CPO itu tidak ramah
lingkungan. Dasarnya apa? Wong jelas-jelas seluruh biodiesel itu tidak
mengandung emisi karbon. Tidak ramah lingkungannya dimana?”
Hatta juga mengingatkan bahwa penjelasan yang disiapkan dan diberikan harus
secara ilmiah dan secara jelas biar argumentasi itu kuat. “Kita tidak boleh diam
hal-hal seperti itu. Karena ini membahayakan pasar kita. Itu tidak boleh,” tegas
Hatta.
Sebelumnya diberitakan, Per 28 Januari, Amerika Serikat secara resmi menolak
produk minyak sawit mentah dan turunannya dari Indonesia. Alasannya, karena
sawit Indonesia dinilai sebagai produk yang tidak ramah lingkungan. Hal tersebut
disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Indramayu.
"Notifikasinya sudah saya terima. Kita dikasih waktu hingga 27 Februari
mendatang untuk melakukan bantahan. Kami minta pihak-pihak terkait untuk
segera melakukan bantahan," katanya.
Dia mengatakan, keputusan Amerika Serikat tersebut diambil setelah mereka
menerima pengaduan Noda EPA, yakni otoritas setempat yang concern pada
persoalan lingkungan hidup.
12