SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
8




                                     BAB II

                             KAJIAN PUSTAKA



A. Belajar dan Pembelajaran

      Menurut Gagne (Wilis, 1996:11), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu

   proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat

   pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya.

   Sedangkan     Fontana (1981:147) menyatakan bahwa belajar juga dapat

   dipandang sebagai proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap

   sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku individu diantaranya dapat

   berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, emosional, dan sikap.

   Perubahan perilaku individu ini akibat adanya proses belajar yang relatif tetap,

   sehingga pada akhirnya didapat suatu hasil belajar berupa perubahan perilaku

   tersebut. Belajar menurut Suparno (Boston, 1996:61) merupakan proses

   mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang

   dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga

   pengertiannya dikembangkan.

      Suherman, dkk (2001:8-9) menyatakan bahwa peristiwa belajar akan lebih

   terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari

   pengalaman dalam kehidupan sosia di masyarakat. Belajar dengan poses

   pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang

   sengaja diciptakan. Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses

   pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga proses pembelajaran adalah
9




   proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru,

   sumber/ fasilitas, dan teman sesama siswa. Sedangkan menurut konsep

   komunikasi , pembelajaran adalah proses komunikasi fungsionsl antara siswa

   dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubnaha sikap dan pola

   pikir yang akan menjadi kebiasan bagi siswa yang bersangutan, dimana guru

   berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan, dan materi yang

   dikomunikasikan berisi pesan berupa imu pengetahuan. Dalam komunikasi

   banyak arah dalam pembelajaran, peran-peran tersebut bisa berubah.



B. Model Problem Based Instruction (PBI)

      Dalam     pembelajaran    matematika,   Krismanto    (Puspita,    2008:10)

   menjelaskan bahwa masalah adalah suatu pertanyaan yang memberikan

   tantangan untuk diselesaikan. Namun, menurut Puspita (2008:10) tidak semua

   pernyataan secara otomatis dapat menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan

   menjadi masalah hanya jika pertanyan itu menunjukan adanya suatu tantangan

   yang tidak dapat diselesaikan oleh suatu prosedur yang rutin yang sudah

   diketahui pelaku, dalam hal ini siswa.

      Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Intruction) secara garis

   besar merupakan penyajian kepada siswa tentang situasi masalah yang

   autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka

   untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (menemukan). Seluruh proses

   belajar mengajar yang berorientasi pada pembelajaran berbasis masalah adalah

   membantu siswa untuk menjadi mandiri. Siswa mandiri yang percaya kepada
10




keterampilan intelektual mereka sendiri memerlukan keterlibatan aktif dalam

lingkungan yang berorientasi pada inkuiri. Menurut Dewey (Trianto, 2007:67)

belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons,

merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan Lingkungan

memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan

sistem saraf otek berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga

masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, serta dicari pemecahannya

dengan baik. Sejalan dengan pendapat Dewey, Rustana (Puspita, 2008:11)

menjelaskan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based

Instruction, PBI) merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir

kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.

   Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction, PBI)

digolongkan sebagai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Puspita,

2008:11). Menurut Yusniati (2009:10-11), masalah kontekstual adalah

masalah-masalah yang sudah dikenal, dekat dengan kehidupan riil sehari-hari

siswa. Masalah kontekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran

matematika dalam membantu siswa mengembangkan pengertian terhadap

konsep matematis yang dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai sumber

aplikasi matematika. Masalah kontekstual dapat digali dari (1) situasi personal

siswa, yaitu situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2)

situasi sekolah/akademik; situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik
11




di sekolah dan kegiatan-kegiatan yang berkait dengan proses pembelajaran,

(3) situasi masyarakat; situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas

masyarakat sekitar di mana siswa tinggal, (4) Situasi Saintifik/matematis,

situasi yang berkaitan dengan fenomena substansi secara saintifik atau

berkaitan dengan matematika itu sendiri.

   Komponen- komponen dalam pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi

(Puspita, 2008:11) adalah sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (Constructivism)

           Konstruktivisme merupakan landasan         (filosofis) pendekatan

   Contextual Teaching Learning (CTL), Yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu

   pada hakikatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui

   proses yang tidak mulus (trial and error). Dalam pandangan konstruktivis,

   strategi memperoleh lebih diutamakan daripada seberapa banyak siswa

   menerima dan mengingat pengetahuan.

   Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:

   a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

   b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan

       menerapkan idenya sendiri.

   c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

       belajar.

2. Bertanya (Questioning)

           Bertanya merupakan gambaran dalam proses berpikir. Melalui

   berpikir jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka. Bertanya dapat
12




   dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing,

   mengkonfirmasi, dan mengevaluasi kemampuan berpikir siswa. Selain itu,

   bertanya   dapat   mencairkan   ketegangan,   menambah    pengetahuan,

   mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan

   memfokuskan. Pada semua aktivitas pembelajaran, proses bertanya dapat

   diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru dan guru

   dengan siswa.

3. Menemukan (Inquiri)

          Menemukan merupakan proses yeng penting dalam pembelajaran

   agar resistensinya kuat dan memunculkan kepuasan tersendiri dalam benak

   siswa dibandingkan hanya melalui penerimaan dari guru. Proses

   menemukan memiliki beberapa siklus, yaitu observasi, bertanya, menduga,

   mengumpulkan data, dan menyimpulkan.

4. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)

          Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada komunikasi dua arah.

   Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, guru

   disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk

   masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong , dan

   menghargai.

5. Pemodelan (Modeling)

          Model merupakan media pembelajaran yang ditiru, diadaptasi atau

   dimodifikasi oleh siswa. Dengan adanya pemodelan, biasanya konsep akan

   lebih mudah untuk difahami atau bahkan dapat menimbulkan ide baru.
13




6. Refleksi (Reflection)

           Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru

   dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, dan

   mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Asesmen Otentik (Authentic Assesment)

           Asesmen       otentik     adalah    penilaian    yang dilakukan     secara

   komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi

   proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yan telah

   dilakukannya mendapat penghargaan.

   Dalam Puspita (2008:13), Center for Occupational Research and

Developmen atau disingat CORD menyampaikan 5 strategi bagi pendidik

dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat REACT,

yaitu sebagai berikut:

1. Relating: Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

2. Experiencing:    Belajar ditekankan kepada penggalian                 (eksplorasi),

   penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).

3. Applying: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks

   pemanfaatannya.

4. Cooperating:     Belajar        melalui    konteks      komunikasi   interpersonal,

   pemakaian bersama-sama dan lain-lain.

5. Transfering: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi

   atau konteks baru.
14




   Jadi dalam pelaksanaannya, pembelajaran berbasis masalah (Problem

Based Intruction) harus memenuhi komponen-komponen atau strategi yang

ada dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

1. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

          Menurut Arends (Trianto, 2007:68-70), berbagai pengembang

   pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu

   memiliki     karakteristik   sebagai   berikut   (Krajcik,   1999;   Krajcik,

   Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik,

   1992, 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990)

   a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di

      sekitar    prinsip-prinsip   atau    keterampilan    akademik     tertentu,

      pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di

      sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting

      dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi

      kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan

      memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi itu.

   b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran

      berbasis masalah berpusat pada pelajaran tertentu, masalah yang

      dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat

      meninjau dari berbagai mata pelajaran yang lain.

   c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan

      siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian

      nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
15




      mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat

      ramalan,      mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan

      eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan

      kesimpulan. Namun sudah barang tentu metode yang digunakan sangat

      tergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

   d. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis

      masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk

      karya nyata atau artefak dan memamerkannya. Karya tersebut dapat

      berupa rekaman debat, model fisik, video ataupun program komputer.

      Karya       nyata   dan   peragaan   direncanakan   oleh   siswa   untuk

      mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa

      yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif terhadap

      laporan atau makalah.

   e. Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang

      bekerja sama satu dengan yang lainny, paling sering secara

      berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan

      motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas

      kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog

      dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan

      berpikir.

2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

         Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima langkah yang

   dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah
16




 dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima

 langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel

 berikut:

                              Tabel 2.1

    Tahapan-tahapan Model Problem Based Instruction (PBI)

      Tahap                           Tingkah Laku Guru

                       Guru       menjelaskan      tujuan    pembelajaran,

     Tahap - 1         menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan

Orientasi siswa pada   fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk

      masalah          memunculkan masalah, memotivasisiswa untuk

                       terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

     Tahap - 2         Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

Mengorganisasikan      mengorganisasikan        tugas       belajar   yang

siswa untuk belajar    berhubungan dengan masalah tersebut.

     Tahap - 3         Guru mendorong siswa untuk menggumpulkan

   Membimbing          informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

   penyelidikan        untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

 individual maupun     masalah.

     kelompok

     Tahap - 4         Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

Mengembangkan dan      menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan,

 menyajikan hasil      video, dan model serta membantu mereka untuk

       karya           berbagi tugas dengan temannya.
17




      Tahap – 5            Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi

  Menganalisis dan         atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan

 mengevaluasi proses       atau proses yang mereka gunakan

 pemecahan masalah

                                Sumber : Ibrahim & Nur (Trianto, 2007:71-72)



          Di dalam kelas PBI, menurut Ibrahim (Trianto, 2007:72) peran

   guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru dalam kelas PBI antara

   lain sebagai berikut:

   a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah

      autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

   b. Memfasilitasi/       membimbing   penyelidikan   misalnya   melakukan

      pengamatan atau melakukan eksperimen/ pecobaan.

   c. Memfasilitasi dialog siswa.

   d. Mendukung belajar siswa.

3. Manfaat Pembelajaran Berbasis masalah

          Pengajaran berdasarkan masalah menurut Ibrahim (Trianto,

   2007:70) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi

   sebanyak-banyaknya kepada siswa.         Pengajaran berdasarkan masalah

   dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

   berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar

   berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman

   nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
18




4. Kelemahan Pembelajaran Berbasis masalah

             Selain memiliki kelebihan, Pembelajaran Berbasis Masalah juga

   mempunyai kelemahan. Menurut Killen (Soekisno, 2002: 16) beberapa

   kelemahan pemecahan masalah sebagai salah satu strategi pembelajaran

   adalah:

   a. Pemecahan masalah dianggap oleh para siswa sebagai suatu hal yang

      merepotkan.

   b. Pemecahan masalah dinggap oleh para siswa tertarik dan percaya

      bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah tetapi kenyataannya

      siswa ragu untuk mencoba.

   c. Pembelajaran dengan berdasarkan masalah akan berhasil jika

      dilengkapi dengan persiapan waktu yang cukup lama.

   d. Karena siswa cenderung untuk bekerja seniri, mereka mungkin tidak

      dapat ”menemukan” semua hal yang seharusnya mereka dapatkan.

   e. Ketika     mereka   belajar   dalam   suatu   kelompok,   siswa   yang

      kemampuannya kurang percaya diri, cenderung didominasi oleh siswa

      yang pandai.

   f. Siswa yang menggunakan strategi pemecahan masalah yang tidak tepat

      mungkin akan membuat kesimpulan yang salah,

   g. Para siswa yang menganggap guru sebagai satu-satunya sumber ilmu

      pengetahuan mungkin merasa tidak nyaman dengan teknik pemecahan.
19




C. Pembelajaran Biasa (Konvensional)

      Pembelajaran    biasa      (Konvensional)   adalah   pembelajaran   yang

   menggunakan metode ekspositori yakni pembelajaran yang menekankan

   kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada

   kelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran

   secara optimal (Maryani, 2008:9). Sedangkan Ruseffendi (Yusniati, 2009:22)

   menyatakan bahwa pembelajaran matematika konvensional pada umumnya

   memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada

   pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil

   dari proses, dan pengajaran yang berpusat pada guru. Adapun tahap-tahap

   pembelajaran ekspositori menurut Sanjaya (Maryani, 2008:21) adalah sebagai

   berikut:

   1. Persiapan (preparation)

              Langkah persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk

      menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan

      persiapan adalah:

      a. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.

      b. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.

      c. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa .

      d. Menciptakan Suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

   2. Penyajian (presentation)

              Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran

      sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan agar materi pelajaran dapat
20




   dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Ada beberapa hal yang

   harus   diperhatikan   dalam    pelaksanaan   langkah    ini,   diantaranya

   penggunaan bahasa, intonasi suara, menjaga kontak mata dengan siswa.

3. Menghubungkan (correlation)

           Adalah   langkah   menghubungkan      materi    pelajaran   dengan

   pengalaman siswa atau dengan hal lain yang memungkinkan siswa dapat

   menangkap keterkaitannnya dalam struktur pengetahuan yang telah

   dimilikinya. Langkah ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap

   materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan

   yang telah dimilikinya, maupun makna untuk meningkatkan kualitas

   kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.

4. Menyimpulkan (generalization)

           Menyimpulkan adalah tahap untuk memahami inti (Core) dari

   materi pelajaran yang telah disajikan. Menyimpulkan berarti pula

   memberikan keyakinan pada siswa tentang kebenaran suatu pelajaran.

   Dengan demikian siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru.

   Menyimpulkan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan

   cara mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan,

   memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah

   disajikan. Dengan cara demikian diharapan siswa dapat menangkap inti

   materi dan mengingat kembali keseluruhan materi pelajaran yang telah

   dibahas.
21




5. Penerapan (aplication)

           Adalah langkah untuk mengetahui kemampuan siswa setelah

   mereka menyimak penjelasan guru. Melalui langkah ini, guru akan dapat

   mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi

   pelajaran oleh siswa. Teknik yang bisa dilakukan pada langkah ini

   diantaranya dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah

   disajikan dan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang

   telah disajikan.

   Kemudian Nasution (Yusniati, 2009: 21-22) memberikan gambaran ciri-

ciri pembelajaran konvensional yaitu:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sehingga

   keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas

   tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena terutama harus mendengarkan

   penjelasan guru.

4. Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut kecepatan umumnya

   ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.

5. Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif.

6. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan

   pelajaran secara tuntas, sebagian lagi menguasai sebagian saja, dan ada

   lagi yang akan gagal.
22




7. Guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan

   (sebagai sumber informasi atau pengetahuan).

   Pembelajaran     konvensional   mempunyai      kelemahan-kelemahan   dan

keunggulan. Kelemahan dari pembelajaran konvensional menurut Yusniati

(2009:22-23) adalah:

1. Kurikulum disajikan secara linier.

2. Kurikulum dijadikan bahan acuan yang harus diikuti.

3. Aktivitas pembelajaran terikat pada buku pegangan (buku teks).

4. Siswa dianggap sesuatu yang kosong (kertas putih), dimana guru akan

   menggoreskan pengetahuan diatasnya.

5. Guru bertindak sebagai pusat informasi.

6. Penilaian dilakukan dengan pemberian tes hasil belajar yang terpisah dari

   proses belajar mengajar.

7. Siswa banyak bekerja secara individual.

    Sedangkan keunggulan dari pembelajaran konvensional (Yusniati,

2009:23) adalah guru dapat mengejar target kurikulum sesuai dengan alokasi

waktu yang tersedia. Dan guru merasa nyaman karena seakan-akan tidak ada

tuntutan terhadap inovasi atau perubahan-perubahan dalam proses belajar

mengajar karena guru diberi wewenang penuh terhadap kegiatan proses

belajar mengajar.
23




D. Penalaran Matematis

      Penalaran    adalah   suatu    proses    atau   aktivitas   berpikir   untuk

   menarik kesimpulan atau membuat pernyataan yang telah dibuktikan

   kebenarannya (Setyono, 2008). Sejalan dengan pendapat Setyono, Shufer dan

   Pierce (Puspita, 2008:8) mendefinisikan penalaran sebagai terjemahan dari

   reasoning, yaitu proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta-fakta

   dan sumber yang relevan.      Selain itu,   kemampuan penalaran matematis

   manurut Sastrosudirjo (Nela, 2006:16), meliputi:

   1. kemampuan untuk menemukan penyelesaian pemecahan masalah.

   2. kemampuan untuk menarik kesimpulan suatu pernyataan dan melihat

      hubungan implikasi.

   3. kemampuan untuk melihat hubungan antar ide-ide.

       Killpatrick dan Findell (Puspita, 2008:9) juga menjelaskan bahwa

   kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan

   secara logis, memperkirakan jawaban, memberikan jawaban, memberikan

   penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, dan

   membuktikan secara matematis       Kemampuan penalaran ini dikenalkannya

   sebagai penalaran adaptif dengan indikator sebagai berikut:

   1. Mampu mengajukan dugaan atau konjektur,

   2. Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan,

   3. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan,

   4. Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen,

   5. Mampu menemukan pola dari suatu masalah matematis.
24




        Adapun indikator penalaran matematis menurut Utari (Puspita, 2008:11-

   12), adalah sebagai berikut:

   1. Menarik kesimpulan logis

   2. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola.

   3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.

   4. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat

        analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur.

   5. Mengajukan lawan contoh.

   6. Memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen

        yang valid.

   7. Menyusun        pembuktian   langsung,    pembuktian   tak   langsung,dan

        pembuktian dengan induksi matematis.

        Dalam penelitian ini, indikator penalaran yang digunakan adalah sebagai

   berikut:

   1. Menarik kesimpulan logis,

   2. Memperkirakan jawaban dan proses solusi,

   3. Memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan,

   4. Menemukan dan menggunakan pola dari suatu masalah matematis.



E. Hasil Penelitian yang Relevan

   1.   Puspita (2008) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

        Masalah (Problem Based Instruction) untuk Meningkatkan Kemampuan

        Penalaran Matematis” menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran
25




     matematis     siswa   yang    pembelajarannya    menggunakan      model

     pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan

     penalaran matematis siswa yang pembelajan menggunakan model

     konvonsional. Hasil ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

     peningkatan   kemampuan      penalaran   yang signifikan   antara kelas

     eksperimen dan kelas kontrol. Dengan demikian, model pembelajaran

     berbasis masalah dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran

     matematika untuk meningkatkan kamampuan penalaran matematis siswa.

     Sementara itu, hasil pengolahan instrumen non tes menunjukkan bahwa

     siswa merespons secara positif pelaksanaan model pembelajaran berbasis

     masalah dalam pembelajaran matematika.


2.   Nurmalia (2009) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

     masalah dan komunikasi matematis siswa SMP melalui Pendekatan

     Problem Based Learning (PBL)” menyimpulkan bahwa kemampuan

     pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang pembelajarannya

     menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada

     pembelajannya menggunakan model konvensional. Di samping itu

     terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kemampuan

     pemecahan masalah dan komunikasi matematis sebagai pengaruh dari

     pembelajaran dengan pendekatan PBL, serta siswa memberikan respons

     positif terhadap penerapan pendekatan PBL dalam pembelajaran. Dengan

     demikian pendekatan PBL dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran
26




   matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

   komunikasi.


3. Sarah (2005) yang berjudul “Pengembangan Model Pembelajaran Problem

   Based    Instruction   untuk    Meningkatkan        Hasil   Belajar   Siswa”

   menyimpulkan bahwa model PBI yang dikembangkan dapat meningkatkan

   hasil belajar siswa dan efektivitas pembelajaran.

More Related Content

What's hot

Konsep dasar teori konstruktivistik
Konsep dasar teori konstruktivistikKonsep dasar teori konstruktivistik
Konsep dasar teori konstruktivistikKundas Tanma
 
Perbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, dan
Perbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, danPerbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, dan
Perbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, danIka Pratiwi
 
Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)
Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)
Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)Dedi Yulianto
 
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Pendekatan Konstruktivisme dalam PembelajaranPendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaranyus01
 
Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeAminah Rahmat
 
Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1zabidah awang
 
Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)
Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)
Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)WaQhyoe Arryee
 
Strategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran KontextualStrategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran KontextualPratiwiKartikaSari
 
Definisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaran
Definisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaranDefinisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaran
Definisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaranDani Novita Rahma
 
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)Dedi Yulianto
 
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematikaImplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematikanurcahyono19
 
Model mjodel pembelajaran
Model mjodel pembelajaranModel mjodel pembelajaran
Model mjodel pembelajaranAwaluddin Asham
 

What's hot (19)

Ctl
CtlCtl
Ctl
 
Konsep dasar teori konstruktivistik
Konsep dasar teori konstruktivistikKonsep dasar teori konstruktivistik
Konsep dasar teori konstruktivistik
 
Perbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, dan
Perbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, danPerbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, dan
Perbedaan paradigma teori konstruktivistik, behavioristik, dan
 
Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)
Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)
Konstruktivisme dan desain pembelajaran (dipakai)
 
Model
ModelModel
Model
 
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Pendekatan Konstruktivisme dalam PembelajaranPendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
65 model pembelajaran
65 model pembelajaran65 model pembelajaran
65 model pembelajaran
 
Unit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivismeUnit 5 konstruktivisme
Unit 5 konstruktivisme
 
Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1Kemahiran Belajar Add Maths 1
Kemahiran Belajar Add Maths 1
 
Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)
Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)
Kelompok 7 kelas a2 12 (penerapan teori belajar dalam kehidupan)
 
Strategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran KontextualStrategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran Kontextual
 
2. bab 2
2. bab 22. bab 2
2. bab 2
 
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar KonstruktivismeTeori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar Konstruktivisme
 
Definisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaran
Definisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaranDefinisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaran
Definisi model, metode, pendekatan dan strategi pembelajaran
 
Modul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextualModul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextual
 
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)Konstruktivisme  implikasi baru dalam tep (1)
Konstruktivisme implikasi baru dalam tep (1)
 
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematikaImplikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
Implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
 
Model mjodel pembelajaran
Model mjodel pembelajaranModel mjodel pembelajaran
Model mjodel pembelajaran
 

Viewers also liked

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalahPeningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalahLukman
 
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeFaktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeUniversity of Andalas
 
Pengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah Matematika
Pengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah MatematikaPengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah Matematika
Pengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah MatematikaMuhammad Alfiansyah Alfi
 
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalahKemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalahYadi Pura
 
Kepemimpinan dalam perusahaan ppt
Kepemimpinan dalam perusahaan pptKepemimpinan dalam perusahaan ppt
Kepemimpinan dalam perusahaan pptmaureen07
 
LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"
LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"
LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"Rosim Nyerupa
 
Power point kepemimpinan
Power point kepemimpinanPower point kepemimpinan
Power point kepemimpinanFirdausJuliani
 
Kepemimpinan pelayan (servant leadership)
Kepemimpinan pelayan (servant leadership)Kepemimpinan pelayan (servant leadership)
Kepemimpinan pelayan (servant leadership)Dwi Diantono
 
PROBLEM SOLVING POWERPOINT
PROBLEM SOLVING POWERPOINT PROBLEM SOLVING POWERPOINT
PROBLEM SOLVING POWERPOINT Andrew Schwartz
 

Viewers also liked (11)

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalahPeningkatan kemampuan pemecahan masalah
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
 
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat KampanyeFaktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
Faktor Penunjang Keberhasilan dan Penghambat Kampanye
 
Pengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah Matematika
Pengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah MatematikaPengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah Matematika
Pengembangan Tes Untuk Kemampuan Kreatif Pemecahan Masalah Matematika
 
Pemecahan masalah
Pemecahan masalahPemecahan masalah
Pemecahan masalah
 
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalahKemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan pemecahan masalah
 
Instrumen tes
Instrumen tesInstrumen tes
Instrumen tes
 
Kepemimpinan dalam perusahaan ppt
Kepemimpinan dalam perusahaan pptKepemimpinan dalam perusahaan ppt
Kepemimpinan dalam perusahaan ppt
 
LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"
LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"
LDK OSIS 2013 "Materi kepemimpinan"
 
Power point kepemimpinan
Power point kepemimpinanPower point kepemimpinan
Power point kepemimpinan
 
Kepemimpinan pelayan (servant leadership)
Kepemimpinan pelayan (servant leadership)Kepemimpinan pelayan (servant leadership)
Kepemimpinan pelayan (servant leadership)
 
PROBLEM SOLVING POWERPOINT
PROBLEM SOLVING POWERPOINT PROBLEM SOLVING POWERPOINT
PROBLEM SOLVING POWERPOINT
 

Similar to Tes Slide Share

Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualputri-uki
 
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxGrant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxLeli85
 
Pendekatan kontekstual pada_siswa_sekola
Pendekatan kontekstual pada_siswa_sekolaPendekatan kontekstual pada_siswa_sekola
Pendekatan kontekstual pada_siswa_sekolaMuhammad Iqbal
 
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaranDani Novita Rahma
 
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docxLK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docxWAKURSMKUMMA
 
Model Pembelajaran CTL.pptx
Model Pembelajaran CTL.pptxModel Pembelajaran CTL.pptx
Model Pembelajaran CTL.pptxkartimikartimi
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualSyam Sheya
 
12 makalah ctl
12   makalah ctl12   makalah ctl
12 makalah ctlFafa Pie
 
Learning theory kognitif
Learning theory kognitifLearning theory kognitif
Learning theory kognitifJeny Hardiah
 
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmodel model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmustamin17
 
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxModel Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxlalumhw88
 
Pembelajaran aktif dalam pendidikan moral
Pembelajaran aktif dalam pendidikan moralPembelajaran aktif dalam pendidikan moral
Pembelajaran aktif dalam pendidikan moralNormarini Norzan
 
19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung
19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung
19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandungChaez Cicuitd
 
belajar pembelajaran
belajar pembelajaranbelajar pembelajaran
belajar pembelajaranahmadfwzzy
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaranNurul Hilal
 

Similar to Tes Slide Share (20)

Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
Pp Resty Meitasari (0903587)
Pp Resty Meitasari (0903587)Pp Resty Meitasari (0903587)
Pp Resty Meitasari (0903587)
 
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptxGrant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
Grant Theory Pembelajaran-Moh_ Nurhakim.pptx
 
Pendekatan kontekstual pada_siswa_sekola
Pendekatan kontekstual pada_siswa_sekolaPendekatan kontekstual pada_siswa_sekola
Pendekatan kontekstual pada_siswa_sekola
 
Pendekatan inkuiri
Pendekatan inkuiriPendekatan inkuiri
Pendekatan inkuiri
 
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
65 model pembelajaran dan 15 metode pembelajaran
 
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docxLK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docx
LK 0.1 PEDAGOGIK MODUL 1_okey.docx
 
Pkp ut raha
Pkp ut rahaPkp ut raha
Pkp ut raha
 
Model Pembelajaran CTL.pptx
Model Pembelajaran CTL.pptxModel Pembelajaran CTL.pptx
Model Pembelajaran CTL.pptx
 
Ppt ctl dan paikem
Ppt ctl dan paikemPpt ctl dan paikem
Ppt ctl dan paikem
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
12 makalah ctl
12   makalah ctl12   makalah ctl
12 makalah ctl
 
Learning theory kognitif
Learning theory kognitifLearning theory kognitif
Learning theory kognitif
 
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmodel model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
 
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsxModel Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
Model Pembelajaran Kurikulum Merdeka.ppsx
 
Pembelajaran aktif dalam pendidikan moral
Pembelajaran aktif dalam pendidikan moralPembelajaran aktif dalam pendidikan moral
Pembelajaran aktif dalam pendidikan moral
 
Sbd1
Sbd1Sbd1
Sbd1
 
19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung
19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung
19. model pembelajaran aktif prosiding seminar internasional-p ps upi bandung
 
belajar pembelajaran
belajar pembelajaranbelajar pembelajaran
belajar pembelajaran
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 

Tes Slide Share

  • 1. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Menurut Gagne (Wilis, 1996:11), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan Fontana (1981:147) menyatakan bahwa belajar juga dapat dipandang sebagai proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan perilaku individu diantaranya dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, emosional, dan sikap. Perubahan perilaku individu ini akibat adanya proses belajar yang relatif tetap, sehingga pada akhirnya didapat suatu hasil belajar berupa perubahan perilaku tersebut. Belajar menurut Suparno (Boston, 1996:61) merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Suherman, dkk (2001:8-9) menyatakan bahwa peristiwa belajar akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosia di masyarakat. Belajar dengan poses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga proses pembelajaran adalah
  • 2. 9 proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/ fasilitas, dan teman sesama siswa. Sedangkan menurut konsep komunikasi , pembelajaran adalah proses komunikasi fungsionsl antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubnaha sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasan bagi siswa yang bersangutan, dimana guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa imu pengetahuan. Dalam komunikasi banyak arah dalam pembelajaran, peran-peran tersebut bisa berubah. B. Model Problem Based Instruction (PBI) Dalam pembelajaran matematika, Krismanto (Puspita, 2008:10) menjelaskan bahwa masalah adalah suatu pertanyaan yang memberikan tantangan untuk diselesaikan. Namun, menurut Puspita (2008:10) tidak semua pernyataan secara otomatis dapat menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat diselesaikan oleh suatu prosedur yang rutin yang sudah diketahui pelaku, dalam hal ini siswa. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Intruction) secara garis besar merupakan penyajian kepada siswa tentang situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (menemukan). Seluruh proses belajar mengajar yang berorientasi pada pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa untuk menjadi mandiri. Siswa mandiri yang percaya kepada
  • 3. 10 keterampilan intelektual mereka sendiri memerlukan keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri. Menurut Dewey (Trianto, 2007:67) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otek berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, serta dicari pemecahannya dengan baik. Sejalan dengan pendapat Dewey, Rustana (Puspita, 2008:11) menjelaskan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction, PBI) merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction, PBI) digolongkan sebagai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Puspita, 2008:11). Menurut Yusniati (2009:10-11), masalah kontekstual adalah masalah-masalah yang sudah dikenal, dekat dengan kehidupan riil sehari-hari siswa. Masalah kontekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika dalam membantu siswa mengembangkan pengertian terhadap konsep matematis yang dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai sumber aplikasi matematika. Masalah kontekstual dapat digali dari (1) situasi personal siswa, yaitu situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) situasi sekolah/akademik; situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik
  • 4. 11 di sekolah dan kegiatan-kegiatan yang berkait dengan proses pembelajaran, (3) situasi masyarakat; situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar di mana siswa tinggal, (4) Situasi Saintifik/matematis, situasi yang berkaitan dengan fenomena substansi secara saintifik atau berkaitan dengan matematika itu sendiri. Komponen- komponen dalam pembelajaran kontekstual menurut Nurhadi (Puspita, 2008:11) adalah sebagai berikut: 1. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan (filosofis) pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL), Yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui proses yang tidak mulus (trial and error). Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan daripada seberapa banyak siswa menerima dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa. b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri. c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. 2. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan gambaran dalam proses berpikir. Melalui berpikir jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka. Bertanya dapat
  • 5. 12 dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, mengkonfirmasi, dan mengevaluasi kemampuan berpikir siswa. Selain itu, bertanya dapat mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan, mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan memfokuskan. Pada semua aktivitas pembelajaran, proses bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru dan guru dengan siswa. 3. Menemukan (Inquiri) Menemukan merupakan proses yeng penting dalam pembelajaran agar resistensinya kuat dan memunculkan kepuasan tersendiri dalam benak siswa dibandingkan hanya melalui penerimaan dari guru. Proses menemukan memiliki beberapa siklus, yaitu observasi, bertanya, menduga, mengumpulkan data, dan menyimpulkan. 4. Masyarakat Belajar (Learning Comunity) Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada komunikasi dua arah. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, guru disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong , dan menghargai. 5. Pemodelan (Modeling) Model merupakan media pembelajaran yang ditiru, diadaptasi atau dimodifikasi oleh siswa. Dengan adanya pemodelan, biasanya konsep akan lebih mudah untuk difahami atau bahkan dapat menimbulkan ide baru.
  • 6. 13 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, dan mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Asesmen Otentik (Authentic Assesment) Asesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yan telah dilakukannya mendapat penghargaan. Dalam Puspita (2008:13), Center for Occupational Research and Developmen atau disingat CORD menyampaikan 5 strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat REACT, yaitu sebagai berikut: 1. Relating: Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. 2. Experiencing: Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention). 3. Applying: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya. 4. Cooperating: Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama-sama dan lain-lain. 5. Transfering: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.
  • 7. 14 Jadi dalam pelaksanaannya, pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Intruction) harus memenuhi komponen-komponen atau strategi yang ada dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 1. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Arends (Trianto, 2007:68-70), berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992, 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990) a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi itu. b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada pelajaran tertentu, masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagai mata pelajaran yang lain. c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
  • 8. 15 mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Namun sudah barang tentu metode yang digunakan sangat tergantung pada masalah yang sedang dipelajari. d. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan memamerkannya. Karya tersebut dapat berupa rekaman debat, model fisik, video ataupun program komputer. Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif terhadap laporan atau makalah. e. Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainny, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. 2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima langkah yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah
  • 9. 16 dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel berikut: Tabel 2.1 Tahapan-tahapan Model Problem Based Instruction (PBI) Tahap Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, Tahap - 1 menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan Orientasi siswa pada fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk masalah memunculkan masalah, memotivasisiswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap - 2 Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan Mengorganisasikan mengorganisasikan tugas belajar yang siswa untuk belajar berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap - 3 Guru mendorong siswa untuk menggumpulkan Membimbing informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan individual maupun masalah. kelompok Tahap - 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan Mengembangkan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, menyajikan hasil video, dan model serta membantu mereka untuk karya berbagi tugas dengan temannya.
  • 10. 17 Tahap – 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi Menganalisis dan atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan mengevaluasi proses atau proses yang mereka gunakan pemecahan masalah Sumber : Ibrahim & Nur (Trianto, 2007:71-72) Di dalam kelas PBI, menurut Ibrahim (Trianto, 2007:72) peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut: a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari. b. Memfasilitasi/ membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ pecobaan. c. Memfasilitasi dialog siswa. d. Mendukung belajar siswa. 3. Manfaat Pembelajaran Berbasis masalah Pengajaran berdasarkan masalah menurut Ibrahim (Trianto, 2007:70) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
  • 11. 18 4. Kelemahan Pembelajaran Berbasis masalah Selain memiliki kelebihan, Pembelajaran Berbasis Masalah juga mempunyai kelemahan. Menurut Killen (Soekisno, 2002: 16) beberapa kelemahan pemecahan masalah sebagai salah satu strategi pembelajaran adalah: a. Pemecahan masalah dianggap oleh para siswa sebagai suatu hal yang merepotkan. b. Pemecahan masalah dinggap oleh para siswa tertarik dan percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah tetapi kenyataannya siswa ragu untuk mencoba. c. Pembelajaran dengan berdasarkan masalah akan berhasil jika dilengkapi dengan persiapan waktu yang cukup lama. d. Karena siswa cenderung untuk bekerja seniri, mereka mungkin tidak dapat ”menemukan” semua hal yang seharusnya mereka dapatkan. e. Ketika mereka belajar dalam suatu kelompok, siswa yang kemampuannya kurang percaya diri, cenderung didominasi oleh siswa yang pandai. f. Siswa yang menggunakan strategi pemecahan masalah yang tidak tepat mungkin akan membuat kesimpulan yang salah, g. Para siswa yang menganggap guru sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan mungkin merasa tidak nyaman dengan teknik pemecahan.
  • 12. 19 C. Pembelajaran Biasa (Konvensional) Pembelajaran biasa (Konvensional) adalah pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori yakni pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada kelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal (Maryani, 2008:9). Sedangkan Ruseffendi (Yusniati, 2009:22) menyatakan bahwa pembelajaran matematika konvensional pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari proses, dan pengajaran yang berpusat pada guru. Adapun tahap-tahap pembelajaran ekspositori menurut Sanjaya (Maryani, 2008:21) adalah sebagai berikut: 1. Persiapan (preparation) Langkah persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah: a. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif. b. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar. c. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa . d. Menciptakan Suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka. 2. Penyajian (presentation) Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan agar materi pelajaran dapat
  • 13. 20 dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, diantaranya penggunaan bahasa, intonasi suara, menjaga kontak mata dengan siswa. 3. Menghubungkan (correlation) Adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannnya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya, maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa. 4. Menyimpulkan (generalization) Menyimpulkan adalah tahap untuk memahami inti (Core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan pada siswa tentang kebenaran suatu pelajaran. Dengan demikian siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah disajikan. Dengan cara demikian diharapan siswa dapat menangkap inti materi dan mengingat kembali keseluruhan materi pelajaran yang telah dibahas.
  • 14. 21 5. Penerapan (aplication) Adalah langkah untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Melalui langkah ini, guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang bisa dilakukan pada langkah ini diantaranya dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan dan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. Kemudian Nasution (Yusniati, 2009: 21-22) memberikan gambaran ciri- ciri pembelajaran konvensional yaitu: 1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sehingga keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual. 2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru. 3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena terutama harus mendengarkan penjelasan guru. 4. Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut kecepatan umumnya ditentukan oleh kecepatan guru mengajar. 5. Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif. 6. Diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, sebagian lagi menguasai sebagian saja, dan ada lagi yang akan gagal.
  • 15. 22 7. Guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan (sebagai sumber informasi atau pengetahuan). Pembelajaran konvensional mempunyai kelemahan-kelemahan dan keunggulan. Kelemahan dari pembelajaran konvensional menurut Yusniati (2009:22-23) adalah: 1. Kurikulum disajikan secara linier. 2. Kurikulum dijadikan bahan acuan yang harus diikuti. 3. Aktivitas pembelajaran terikat pada buku pegangan (buku teks). 4. Siswa dianggap sesuatu yang kosong (kertas putih), dimana guru akan menggoreskan pengetahuan diatasnya. 5. Guru bertindak sebagai pusat informasi. 6. Penilaian dilakukan dengan pemberian tes hasil belajar yang terpisah dari proses belajar mengajar. 7. Siswa banyak bekerja secara individual. Sedangkan keunggulan dari pembelajaran konvensional (Yusniati, 2009:23) adalah guru dapat mengejar target kurikulum sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia. Dan guru merasa nyaman karena seakan-akan tidak ada tuntutan terhadap inovasi atau perubahan-perubahan dalam proses belajar mengajar karena guru diberi wewenang penuh terhadap kegiatan proses belajar mengajar.
  • 16. 23 D. Penalaran Matematis Penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Setyono, 2008). Sejalan dengan pendapat Setyono, Shufer dan Pierce (Puspita, 2008:8) mendefinisikan penalaran sebagai terjemahan dari reasoning, yaitu proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta-fakta dan sumber yang relevan. Selain itu, kemampuan penalaran matematis manurut Sastrosudirjo (Nela, 2006:16), meliputi: 1. kemampuan untuk menemukan penyelesaian pemecahan masalah. 2. kemampuan untuk menarik kesimpulan suatu pernyataan dan melihat hubungan implikasi. 3. kemampuan untuk melihat hubungan antar ide-ide. Killpatrick dan Findell (Puspita, 2008:9) juga menjelaskan bahwa kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan secara logis, memperkirakan jawaban, memberikan jawaban, memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedur jawaban yang digunakan, dan membuktikan secara matematis Kemampuan penalaran ini dikenalkannya sebagai penalaran adaptif dengan indikator sebagai berikut: 1. Mampu mengajukan dugaan atau konjektur, 2. Mampu memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan, 3. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, 4. Mampu memeriksa kesahihan suatu argumen, 5. Mampu menemukan pola dari suatu masalah matematis.
  • 17. 24 Adapun indikator penalaran matematis menurut Utari (Puspita, 2008:11- 12), adalah sebagai berikut: 1. Menarik kesimpulan logis 2. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola. 3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi. 4. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur. 5. Mengajukan lawan contoh. 6. Memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid. 7. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung,dan pembuktian dengan induksi matematis. Dalam penelitian ini, indikator penalaran yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Menarik kesimpulan logis, 2. Memperkirakan jawaban dan proses solusi, 3. Memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan, 4. Menemukan dan menggunakan pola dari suatu masalah matematis. E. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Puspita (2008) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis” menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran
  • 18. 25 matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajan menggunakan model konvonsional. Hasil ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan demikian, model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kamampuan penalaran matematis siswa. Sementara itu, hasil pengolahan instrumen non tes menunjukkan bahwa siswa merespons secara positif pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika. 2. Nurmalia (2009) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa SMP melalui Pendekatan Problem Based Learning (PBL)” menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada pembelajannya menggunakan model konvensional. Di samping itu terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis sebagai pengaruh dari pembelajaran dengan pendekatan PBL, serta siswa memberikan respons positif terhadap penerapan pendekatan PBL dalam pembelajaran. Dengan demikian pendekatan PBL dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran
  • 19. 26 matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi. 3. Sarah (2005) yang berjudul “Pengembangan Model Pembelajaran Problem Based Instruction untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa” menyimpulkan bahwa model PBI yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan efektivitas pembelajaran.