Majapahit memiliki sistem pemerintahan teratur dengan raja sebagai kekuasaan tertinggi. Kerajaan ini berkembang pesat secara politik, ekonomi, dan sosial di bawah pemerintahan Hayam Wuruk pada abad ke-14. Peninggalan bersejarah seperti candi dan prasasti menggambarkan kejayaan Majapahit sebagai kerajaan terbesar di nusantara.
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Peninggalan kerajaan majapahit
1. KERAJAAN MAJAPAHIT
a. Perkembangan politik, sosial, dan ekonomi
Politik dan pemerintahan
Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang
teratur. Raja memegang kekuasaan tertinggi dalam
melaksanakan perintahnya dan dibantu oleh berbagai badan,
sebagai berikut:
Rakryan Mahamantri Katrini, dijabat oleh para putra raja yang
terdiri atas Rakryan Ihino, Rakryan Sirikan, dan Rakryan Ihalu.
Dewan Pelaksanaan, terdiri atas Rakryan Mapatih /Patih
Mangkabumi, Rakryan Tumenggung, Rakryan Demung,
Rakryan Rangga, dan Rakryan Kanuruhan, kelima pejabat ini
dikenal sebagai sang panca ring wilwatika.
2. Struktur ini ada di pemerintahan pusat dan juga berlaku
di daerah yang berada di bawah raja-raja untuk
menciptakan pemerintahan yang bersih dan aman
dibentuklah badan saptopati, selain itu disusun juga kitab
kutaramanawa yang berupa kitab hukum bagi Majapahit.
Ada juga yang disebut Dharmadyaksa yang merupakan
pejabat tinggi kerajaan khusus yang menangani
persoalan agama. Ada 2 macam Dharmadyaksa:
Dharmadyaksa ring kasaiwan, mengurusi agama syiwa (hindu)
Dharmadyaksa ring kasogatan, mengurusi agama buddha.
Kehidupan beragama di majapahit berkembang semarak,
pemeluk yang beragama hindu maupun buddha saling
bersatu, maka sejak saat itulah dikenal semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika”.
3. b. Kehidupan sosial ekonomi
Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk, keamanan dan
kemakmuran rakyat sangat diutamakan. Untuk memajukan
perekonomian dibidang perdagangan Hayam Wuruk jembatan
dan jalan-jalan sebagai lalu lintas perdagangan. Dari daerah
pantai berkembang perdagangan antar daerah, antar pulau,
bahkan dari luar. Kemudian timbullah kota2 sebagai pusat
pelayaran dan perdagangan. Kegiatan pertanian juga
dikembangkan, sawah dan ladang di kerjakan secukupnya
dan dikerjakan secara bergiliran. Hal ini maksudnya agar
tanah tetap subur dan kehabisan lahan pertanian.
4. BULELENG
Ki Gusti Panji Sakti, seorang yang dijuluki banyak nama: Ki Barak,
Gde Pasekan, Gusti Panji, Ki Panji Sakti, Ki Gusti Anglurah Panji
Sakti,
Selama berkuasa di Den Bukit Panji Sakti sejak 1660an sampai
1697 sangat disegani kawan maupun lawan. Dengan pasukan
Gowak yang diorganisir bersama rakyat, beliau menguasai kerajaan
Blambangan, Pasuruan, Jembrana. Hingga tahun 1690an Panji Sakti
menikmati kejayaannya.
Buleleng adalah nama puri yang dibangun Panji Sakti di tengah
tegalan jagung gembal yang juga disebut juga buleleng. Letaknya
tidak jauh dari sungai yang disebut juga tukad Buleleng. Purinya
disebut Puri Buleleng.
Ki Gusti Panji sakti diperkirakan wafat tahun 1699 dengan
meninggalkan banyak keturunan.
Namun sayang putra-putra Ki Gusti Panji Sakti mempunyai pikiran
yang berbeda satu sama lain sehingga kerajaan Buleleng menjadi
lemah. Kerajaan Buleleng terpecah belah.
5. Akhirnya dikuasai kerajaan Mengwi, termasuk
Blambangan. Lepas dari genggaman Mengwi kemudian
tahun 1783 jatuh ke tangan kerajaan Karangasem.
Sejak itu terjadi beberapa kali pergantian raja asal
Karangasem. Salah seorang raja asal Karangasem yaitu
I Gusti Gde Karang bertakhta sebagai raja Buleleng
tahun 1806-1818. Sebagai raja Buleleng beliau juga
menguasai kerajaan Karangasem dan Jembrana. Beliau
dikenal berwatak keras dan curiga kepada bangsa asing.
Memang pada jaman itu bangsa asing seperti Belanda
dan Inggris ingin menguasai Bali melalui Buleleng dan
Jembrana.
7. 1. CANDI SUKUH
Terletak di wilayah
Kabupaten
Karanganyar, Jawa
Tengah
Telah diusulkan ke
UNESCO untuk
menjadi salah satu
Situs Warisan Dunia
sejak tahun 1995.
8. 2. CANDI CETHO
Peninggalan masa
akhir pemerintahan
Majapahit (abad ke-
15).
Berada di Dusun
Ceto, Desa
Gumeng,Kecamatan
Jenawi, Kabupaten
Karanganyar, pada
ketinggian 1400m di
atas permukaan laut.
9. 3. CANDI PARI
Terletak di Desa
Candi Pari,
Kecamatan Porong,
Kabupaten
Sidoarjo, Propinsi
Jawa Timur.
Lokasi tersebut
berada sekitar 2 km
ke arah barat laut
pusat semburan
lumpur PT Lapindo
Brantas saat ini.
10. 4. CANDI JABUNG
Tterletak di Desa Jabung,
Kecamatan Paiton,Kabupaten
Probolinggo, Jawa Timur.
Menurut kitab Nagarakertagama
Candi Jabung di sebutkan dengan
nama Bajrajinaparamitapura.
Dalam kitab Nagarakertagama
candi Jabung dikunjungi oleh Raja
Hayam Wuruk pada lawatannya
keliling Jawa Timur pada tahun
1359 Masehi.
Pada kitab Pararaton disebut
Sajabung yaitu tempat
pemakaman Bhre Gundal salah
seorang keluarga raja.
11. 5. GAPURA WRINGIN LAWANG
Dalam bahasa Jawa,
Wringin Lawang berarti
'Pintu Beringin'.
Gapura ini terbuat dari
bahan bata merah
dengan luas dasar 13 x
11 meter dan tinggi 15,5
meter.
Diperkirakan dibangun
pada abad ke-14.
12. 6. GAPURA BAJANG RATU
Diperkirakan dibangun pada
abad ke-14 dan adalah salah
satu gapura besar pada
zaman keemasan Majapahit.
Menurut catatan Badan
Pelestarian Peninggalan
Purbakala Mojokerto, candi /
gapura ini berfungsi sebagai
pintu masuk bagi bangunan
suci untuk memperingati
wafatnya Raja Jayanegara
Namun sebenarnya sebelum
wafatnya Jayanegara candi ini
dipergunakan sebagai pintu
belakang kerajaan.
13. 7. CANDI BRAHU
Nama candi ini, yaitu
'brahu', diduga berasal
dari kata wanaru atau
warahu.
Nama ini didapat dari
sebutan sebuah
bangunan suci yang
disebut dalam Prasasti
Alasantan.
Prasasti tersebut
ditemukan tak jauh dari
Candi Brahu.
14. 8. CANDI TIKUS
Candi ini terletak
di kompleks
Trowulan, sekitar
13 km di sebelah
tenggara kota
Mojokerto.
Ditemukan pada
tahun 1914.
Pada saat
ditemukan,
tempat candi
tersebut berada
merupakan
sarang tikus.
15. 9. CANDI SURAWANA
Terletak di Desa
Canggu, Kecamatan
Pare, Kabupaten
Kediri, sekitar 25 km
arah timur laut dari
Kota Kediri.
Diperkirakan
dibangun pada abad
14
Candi Surawana saat
ini keadaannya sudah
tidak utuh. Hanya
bagian dasar yang
telah direkonstruksi.
16. 10. CANDI WRINGIN BRANJANG
Terletak di Blitar, Jawa
Timur.
tubuh dan atap candi
mempunyai ukuran panjang
400 cm, lebar 300 cm dan
tingginya 500 cm. pintu
masuknya berukuran lebar
1 m, tingginya 2 m
Diduga merupakan tempat
penyimpanan alat-alat
upacara dari zaman
Kerajaan Majapahit yakni
pada abad ke 15 M.
17. 11. Celengan babi
12. Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu
sebagai penggambaran Kertaraisa. Berlokasi semula di
Candi Simping, Blitar , kini menjadi koleksi Museum
Nasional Republik Indonesia
18. 13. Arca Bidadari Majapahit, cetakan Emasapsara (bidadari
surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan
sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman
keemasan" nusantara.
19. 14. Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah
Mada.
15. Makam Putri Campa di Trowulan
20. 16. Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta
Tribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam
Wuruk.
21. 17. Sepasang patung penjaga gerbang abad ke- 14 dari
kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of Asian Art, San
Francisco)
23. 1. Periuk Tanah Liat
Salah satu benda
yang dipajang di Ruang
Pra Sejarah adalah
sebuah periuk (tengah).
Periuk tanah liat ini
dibuat dengan teknik
roda pemutar dan teknik
tatap.
Peralatan memasak
yang berasal dari zaman
bercocok tanam ini
ditemukan di situs
Kalang Anyar, Desa
Banjar Asem, Buleleng.
24. 2. BONGPAI DAN STUPIKA
*Bongpai (kiri) dan Stupika (kanan)
Bongpai ditemukan di situs pabean kecamatan Sawan, Buleleng. Bongpai
merupakan bagian dari kuburan etnis China ini terbuat dari batu granit yang
bagian permukaannya ditatah dengan aksara China.
Stupika ditemukan di Situ Kalibukbuk, Buleleng.
25. 3. Petaka Bale Prabu Pura Agung
Salah satu alat
upacara yang
menjadi koleksi
museum
Benda ini
merupakan alat
upacara yang
didapatkan dari
Desa Bungkulan,
Buleleng.
26. 4. Kempu Lengkap (atas) dan Jembung
Kuningan ( bawah )
Merupakan
perlengkapan
upacara koleksi
pribadi I Ketut
Suharsana dari
Kelurahan Beratan,
Singaraja.
27. RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH DI MAJAPAHIT
(1293-1519 M)
Majapahit sebagai sebuah kerajaan memiliki masa
pemerintahan yang berlangsung dari tahun 1293 M
sampai 1519 M atau berlangsung selama 226 tahun,
suata masa yang cukup panjang dalam satu dinasti
pemerintahan. Raja-raja yang pernah berkuasa di
Majapahit adalah sebagai berikut:
28. 1. Raden Wijaya (bergelar Krtajasa Jayawarddhana), masa
pemerintahan tahun 1293-1309 M, sebagai pendiri kerajaan
Majapahit. Ia adalah keturunan penguasa Singhasari, anak Dyah
Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka (Narasinghamurti), jadi masih
keturunan Ken Arok dan Ken Dedes secara langsung.
2. Jayanagara (bergelar Sri
Sundarapandyadewadhiswaranamarajabhise ka Wikramottungga-
dewa), masa pemerintahan tahun 1309-1328 M, sebelumnya
berkedudukan di Daha (Kadiri) dengan sebutan Bhre Daha. Ia
dipersiapkan untuk menggantikan ayahandanya sehingga diangkat
sebagai putra mahkota (rajakumara).
3. Tribhuwana Wijayottunggadewi (bergelar Tribhuwanottunggadewi
Jayawisnuwarddhani), 1328-1350 M, sebelumnya berkedudukan di
Kahuripan (Bhre Kahuripan).
29. 4. Hayam Wuruk (bergelar Sri Rajasanagara), masa pemerintahan
tahun 1350-1389 M, sebelumnya berkedudukan di Jiwana dan
dikenal dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha.
5. Wikramawarddhana (biasa disebut dengan Bhre Hyang Wisesa),
masa pemerintahan tahun 1389-1400 M, sebelumnya berkedudukan
di Lasem (Bhre Lasem sang Alemu) adalah menantu sekaligus
keponakan raja Hayam Wuruk yang dikawinkan dengan putrinya,
Kusumawarddhani (Bhre Kabalan) yang berkedudukan di Kabalan.
6. Suhita (dikenal juga dengan sebutan Prabhustri), masa
pemerintahan tahun 1429-1447 M, anak dari Wikramawarddhana. Ia
menggantikan kakaknya yang telah dinobatkan sebagai putra
mahkota yaitu Bhre Hyang Wekasing Sukha II yang berkedudukan di
Tumapel (Bhre Tumapel) tetapi sebelum diangkat menjadi raja telah
meninggal terlebih dahulu pada tahun 1399 M.
30. 7. Dyah Krtawijaya (bergelar Sri Wijayaparakramawarddhana), masa
pemerintahan tahun 1447-1451 M, sebelumnya berkedudukan di
Tumapel (Bhre Tumapel) adalah adik dari Suhita. Dia menggantikan
kakaknya menjadi raja karena Suhita tidak memiliki anak.
8. Dyah Wijayakumara (bergelar Sri Rajasawarddhana), masa
pemerintahan tahun 1451-1453 M, sebelumnya berkedudukan di
Pamotan (Bhre Pamotan) serta di Keling Kahuripan dan juga dikenal
dengan sebutan Sang Sinagara.
9. Dyah Suryawikrama (bergelar Sri Girisawarddhana), masa
pemerintahan tahun 1456-1466 M, sebelumnya berkedudukan di
Wengker (Bhre Wengker), adalah anak dari Dyah Kertawijaya dan
juga dikenal dengan sebutan Bhre Hyang Purwwawisesa.
10. Dyah Suraprabhawa (bergelar Sri Singhawikramawarddhana),
masa pemerintahan tahun 1466-1474 M, sebelumnya berkedudukan
di Tumapel (Bhre Tumapel), dan dikenal dengan sebutan Bhre
Pandan Salas. Karena diserang Bhre Kertabhumi pusat
pemerintahannya dipindahkanke Daha.
31. 11. Bhre Kertabhumi, masa pemerintahan tahun 1468-
1478 M, mengusir Sri Singhawikramawarddhana
sehingga dia dapat berkuasa di Majapahit. ia adalah
anak bungsu dari Sri Rajasawarddhana.
12. Dyah Ranawijaya (Sri Girindrawarddhana), masa
pemerintahan tahun 1474-1519 M, sebelumnya
berkedudukan di Kling (Bhatara i Kling), anak dari Dyah
Suraprabhawa. Pusat pemerintahan sudah tidak di
Majapahit tetapi di Kling karena Majapahit masih dikuasai
oleh Bhre Kertabhumi. Berusaha mempersatukan
kembali Majapahit pada tahun 1478 dengan menyerang
Bhre Kertabhumi.
32. RAJA RAJA YANG MEMERINTAHKAN KERAJAAN
BULELENG
Wangsa Panji Sakti
1. Gusti Panji Śakti (c. 1660-1697/99)
2. Gusti Panji Wayahan Danurdarastra (1697/99-1732) [anak
Gusti Panji Sakti]
3. Gusti Alit Panji (1732-c. 1757/65) [anak Gusti Panji
Wayahan]
Di bawah kekuasaan Mengwi paruh pertama abad ke-18
1. Gusti Ngurah Panji (di Sukasadda c. 1757/65) [anak Gusti
Alit Panji]
Di bawah kekuasaan Karangasem c. 1757-1806
1. Gusti Ngurah Jelantik (di Singaraja c. 1757/65-c. 1780)
[saudara Gusti Ngurah Panji]
2. Gusti Made Jelantik (c. 1780-1793) [anak Gusti Ngurah
Jelantik]
3. Gusti Made Singaraja (1793-?) [kemenakan Gusti Made
Jelantik]
33. Wangsa Karangasem
1. Anak Agung Rai (?-1806) [anak Gusti Gede Ngurah
Karangasem]
2. Gusti Gede Karang (1806–1818) [saudara Anak Agung Rai]
3. Gusti Gede Ngurah Pahang (1818–1822) [anak Gusti Gede
Karang]
4. Gusti Made Oka Sori (1822–1825) [kemenakan Gusti Gede
Karang]
5. Gusti Ngurah Made Karangasem (1825–1849) [kemenakan
Gusti Gede Karang]
34. Wangsa Panji Sakti
1. Gusti Made Rahi (1849, 1851–1853) [canggah Gusti Ngurah Panji]
Di bawah kekuasaan Bangli 1849-1854
2. Gusti Ketut Jelantik (1854–1873; regent 1853-1861; wafat 1893)
[keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik]
Di bawah pemerintahan langsung Belanda 1882-1929
1. Anak Agung Putu Jelantik (regent 1929-1938; menggunakan
gelar Anak Agung 1938-1944) [keturunan dari Gusti Ngurah
Jelantik]
2. Anak Agung Nyoman Panji Tisna (1944–1947) [anak Anak Agung
Putu Jelantik]
3. Ngurah Ketut Jelantik (1947–1950; wafat 1970) [saudara Anak
Agung Panji Tisna]
4. Buleleng bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
1950
5. Anak Agung Nyoman Panji Tisna (kepala keluarga kerajaan 1950-
1958; wafat 1978)
36. A. PEMBAGIAN WILAYAH
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan
kelanjutan Singasari terdiri atas beberapa kawasan
tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah
ini diperintah oleh uparaja yang disebutPaduka
Bhattara yang bergelar Bhre atau “Bhatara i". Gelar ini
adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi
ini hanyalah untuk kerabat dekat raja.
37. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka,
memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan
mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka
pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389)
ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat
raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan
Majapahit dikenal sebagai berikut:
38. 1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja,
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur),
atau natha (tuan), atau bhre (pangeran
atau bangsawan),
3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
5. Wanua: dikelola oleh thani,
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
39. Saat Majapahit memasuki era Kemaharajaan
Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa
negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran
pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang
lebih besar pun terbentuk:
40. 1. Negara agung atau negara utama atau inti kerajaan. Area
awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa
pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang
termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah
sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan
pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur
Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para
Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
41. 2. Mancanagara, area yang melingkupi Negara Agung. Menurut
kitab Pujasatra Nāgarakṛtāgama pupuh XIII dan XIV,
berikut adalah daerah-daerah nusa pranusa pramuka “pulau
demi pulau sebagai negara” bawahan Majapahit disebut
sebagai mañcanagara.
42. Negara-negara taklukan di Jawa tidak disebut karena
masih dianggap sebagai bagian dari “mandala” kerajaan.
Hal yang menarik adalah tidak disebutkan sama sekali
mengenai Kerajaan Sunda dan Madura. Perlu pula
disadari bahwa nama-nama di kerajaan-kerajaan ini
adalah berdasarkan klaim Majapahit dan belum pernah
ditemukan bukti mengenai pengakuan suatu daerah
atas kekuasaan negara itu.
43. Buku ini membagi wilayah kekuasaan Majapahit dalam empat
kelompok wilayah:
1. Wilayah-wilayah Sumatera. Sumatra disebut
di Nāgarakṛtāgama sebagai “Melayu”
2. Wilayah-wilayah di Tanjung Negara (Kalimantan) dan
Tringgano (Trengganu). Kalimantan disebut
di Nāgarakṛtāgama sebagai “Nusa Tanjungnegara” dan/atau
“Pulau Tanjungpura”.
3. Semenanjung Malaya. Wilayah yang sekarang dikenal sebagai
Malaysia Barat ini disebut di Nāgarakṛtāgama sebagai “Hujung
Medini”.
4. Wilayah-wilayah di sebelah timur Pulau Jawa (Bali, Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai Irian).
44. Dengan demikian, orang akan melihat bahwa luas
wilayah Majapahit kurang lebih sama dengan wilayah
Hindia Belanda dikurangi dengan Jawa Barat karena
dalam daftar tak disebutkan nama Pasundan.
Bahkan juga terungkap dalam catatan sejarah bahwa
pengaruh dalam kaitan sebagai negara-negara Mitreka
Satata.
45. 3. Nusantara adalah area yang tidak mencerminkan
kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan
mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati
otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan
Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan
birokratnya atau tentara militernya di sini akan tetapi,
tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan
Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras.
46. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan
koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
47. 4. Mitreka Satata yang secara harafiah berarti "mitra dengan
tatanan (aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara
independen luar negeri yang dianggap setara oleh
Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan
Majapahit. Menurut Negarakertagama Pupuh 15, bangsa
asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand),
Dharmmanagari (Kerajaan Nakhot di Tammarat), Marutma,
Rajapura dan Sinhanagari (Kerajaan di Myanmar), Kerajaan
Champa, Kamboja, dan Yawana (Anam)
48. Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri
seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan
hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
49. Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba
seperti ini kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern
sebagai “mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan
oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya,
dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa
integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan
yang termasuk dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu
wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki
pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati
kebebasan internal cukup luas.
50. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-
banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan
sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi
lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota
Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga
ditemukan dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya,
seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-
mandala tetangga Majapahit yang sezaman,
Ayutthaya dan Champa.
51. B. PERWUJUDAN CAKRAWALA MANDALA
NUSANTARA
Majapahit dalam abad 14 merupakan kekuasaan besar di Asia
Tenggara, menggantikan Mataram dan Sriwijaya, dua buah
Negara yang berbeda dasarnya, yang pertama merupakan
Negara pertanian, yang kedua adalah Negara maritim, kedua
ciri itu dimiliki oleh Majapahit.
Visi dan keinginan kuat untuk membangun kerajaan yang
mengedepankan kekuatanmaritim dan agraria telah menjadi
tekad Raden Wijaya, anak menantu Kertanegara.
52. Visi itu diwujudkan dengan memilih lokasi ibukota Kerajaan
Majapahit di daerah Trik/Tarik di hilir sungai Brantas
dengan maksud memudahkan pengawasan perdagangan pesisir
dan sekaligus dapat mengendalikan produksi pertanian di
pedalaman, selain itu perluasan cakrawala mandala ke luar
Pulau Jawa, yang meliputi daerah seluruh dwipantara.
53. Puncak kejayaan bahari tercapai pada abad ke-14 ketika
Majapahit menguasai seluruh Nusantara bahkan pengaruhnya
meluas sampai ke negara-negara asing tetangganya. Kerajaan
Majapahit di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Gajah
Mada, dan yang berada di ujung terdepan armada laut
Kerajaan Majapahit adalah Kapal Perang Kerajaan yang
dipimpin oleh Senapati Sarwajala (Laksamana Laut) Mpu Nala
telah berkembang pesat menjadi kerajaan besar yang mampu
memberikan jaminan bagi keamanan perdagangan di wilayah
Nusantara.
54. Penyatuan Nusantara oleh Majapahit melalui
ekspedisi-ekspedisi bahari dimulai tak lama
setelah Mahapatih Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Tan Ayun Amuktia
Palapa yang terkenal itu pada tahun 1334.
55. Keberhasilan Kerajaan Majapahit mewujudkan visi Sumpah
Palapa, selain dibakar semangat kebangsaan patriotik di
bawah komando Mahapatih Gajah Mada, juga banyak
disumbang oleh keberhasilan Majapahit dalam
mengembangkan teknologi bahari berupa kapal bercadik yang
menjadi tumpuan utama kekuatan armada lautnya.
Gambaran model konstruksi kapal bercadik sejak zaman
Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit telah terpahat rapih
pada relief Candi Borobudur.
56. Armada laut Majapahit ini didukung oleh
persenjataan andalan berupa meriam hasil
rampasan dari bala tentara Kubilai Khan ketika
menyerang Kediri (atas tipudaya Raden Wijaya)
yang ditiru Majapahit dari peralatan perang
Kubilai Khan itu.
58. I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan
menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang kekuasaannya pernah
meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan).
Setelah I GustiNgurah Panji Sakti wafat pada tahun
1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena putra-putranya
punya pikiran yang saling berbeda.
59. Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi
namun kembali merdeka pada tahun 1752.Selanjutnya jatuh
ke dalam kekuasaan raja Karangasem. Raja Karangasem,
I Gusti Gede Karang membangun istana dengan nama Puri
Singaraja. Raja berikutnya adalah putranya bernama I Gusti
Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821.
61. POLITIK
1. Pemerintahan Kertarajasa
Untuk meredam kemungkinan terjadinya
pemberontakan, Raden Wijaya (Kertarajasa) melakukan
langkah-langkah sebagai berikut.
a). Mengawini empat putri Kertanegara dengan tujuan
mencegah terjadinya perebutan kekuasaan antar
anggota keluarga raja. Putri sulung Kertanegara, Dyah
Sri Tribhuaneswari, dijadikan permaisuri dan putra dari
pernikahan tersebut Jayanegara, dijadikan putra
mahkota.
b) Memberikan kedudukan dan hadiah yang pantas
kepada para pendukungnya, misalnya, Lurah Kudadu
memperoleh tanah di Surabaya dan Arya Wiraraja
diberi kekuasaan atas daerah Lumajang sampai
Blambangan.
62. 2. Pemerintahan Jayanegara
Masa pemerintahan Jayanegara dipenuhi
pemberontakan akibat kepemimpinannya kurang berwibawa
dan kurang bijaksana. Pemberontakan-pemberontakan itu
sebagai berikut.
a) Pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1231.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan pada tahun 1309.
b) Pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311.
c) Pemberontakan Juru Demung (1313) disusul
Pemberontakan Gajah Biru.
d) Pemberontakan Nambi pada tahun 1319. Nambi adalah
Rakryan Patih Majapahit sendiri.
e) Pemberontakan Kuti pada tahun 1319.
Namun, meskipun berbagai pemberontakan tersebut
berhasil dipadamkan, Jayanegara justru meninggal akibat
dibunuh oleh salah seorang tabibnya yang bernama Tanca. Ia
lalu dimakamkan di candi Singgapura di Kapopongan.
63. 3. Pemerintahan Tribhuwanatunggadewi
Oleh karena Jayanegara tidak berputra,
sementara Gayatri sebagai Rajapatni telah
menjadi biksuni, takhta Kerajaan Majapahit
diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhana (1328 – 1350) yang
menjalankan pemerintahan dibantu suaminya,
Kertawardhana. Masa pemerintahan
Tribhuwanatunggadewi diwarnai permasalahan
dalam negeri, yakni meletusnya Pemberontakan
Sadeng. Pemberontakan ini dapat dipadamkan
oleh Gajah Mada yang pada saat itu baru saja
diangkat menjadi Patih Daha.
64. 4. PEMERINTAHAN HAYAM WURUK
Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa pada zaman
Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mengalami masa kejayaan dan
memiliki wilayah yang sangat luas. Luas kekuasaan Majapahit pada
saat itu hampir sama dengan luas negara Republik Indonesia
sekarang. Namun, sepeninggal Gajah Mada yang wafat pada tahun
1364, Hayam Wuruk tidak berhasil mendapatkan penggantinya yang
setara. Kerajaan Majapahit pun mulai mengalami kemunduran.
Sepeninggalnya, Majapahit sering dilanda perang saudara dan
satu per satu daerah kekuasaan Majapahit pun melepaskan diri.
Pada tahun 1526, Kerajaan Majapahit runtuh setelah diserbu oleh
pasukan Islam dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah.
65. PEMERINTAHAN
Dalam Kerajaan Majapahit, raja memegang
kekuasaan tertinggi dan dibantu oleh berbagai
badan atau pejabat berikut.
Rakryan Mahamantri Katrini, yang dijabat oleh
para putra raja yang terdiri atas Rakryan I Hino,
Rakryan I Sirikan, dan Rakryan I Halu.
Dewan Pelaksana terdiri atas Rakryan Mapatih
atau Patih Mangkabumi, Rakryan Tumenggung,
Rakryan Demung, Rakryan Rangga, dan Rakryan
Kanuruhan. Kelima pejabat itu dikenal Sang
Panca ring Wilwatika.
66. Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa, dibentuk badan peradilan Saptopapati.
Selain itu disusun pula kitab hukum oleh Gajah Mada
yang disebut Kitab Kutaramanawa. Untuk mengatur
kehidupan beragama dibentuk badan Dharmadyaksa
yaitu pejabat tinggi kerajaan yang khusus menangani
persoalan keagamaan. Di Majapahit dikenal dua
Dharmadyaksa yaitu :
Dharmadyaksa ring Kasaiwan, mengurusi agama
Syiwa (Hindu),
Dharmadyaksa ring Kasogatan, mengurusi agama
Buddha.
67. POLITIK DAN PEMERINTAHAN KERAJAAN
BULELENG
Pada tahun 1846, kapal Belanda berlabuh di daerah
kekuasaan kerajaan ini. Berdasarkan hukum Tawan Karang,
setiap kapal yang berlabuh tanpa izin akan menjadi milik
kerajaan Buleleng. Hal ini memicu peperangan antara
kerajaan Buleleng dengan pihak Belanda. Peperangan yang
dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik akhirnya berakhir pada
kemenangan.
Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1848 Belanda
kembali melakukan penyerangan terhadap kerajaan Buleleng.
Pada awal tahun 1849, Belanda berhasil menghancurkan
benteng pertahanan kerajaan Buleleng. Hal ini membuat
posisi Buleleng semakin lemah, kerajaan Buleleng akhirnya
kalah dan sejak itu dikuasai oleh Belanda.
68. Selama berkuasa di Den Bukit Panji Sakti sejak 1660an sampai
1697 sangat disegani kawan maupun lawan. Ki Gusti Panji sakti
diperkirakan wafat tahun 1699 dengan meninggalkan banyak
keturunan.
Namun sayang putra-putra Ki Gusti Panji Sakti mempunyai
pikiran yang berbeda satu sama lain sehingga kerajaan Buleleng
menjadi lemah. Kerajaan Buleleng terpecah belah. Akhirnya dikuasai
kerajaan Mengwi, termasuk Blambangan. Lepas dari genggaman
Mengwi kemudian tahun 1783 jatuh ke tangan kerajaan
Karangasem. Sejak itu terjadi beberapa kali pergantian raja asal
Karangasem. Salah seorang raja asal Karangasem yaitu I Gusti Gde
Karang bertakhta sebagai raja Buleleng tahun 1806-1818. Sebagai
raja Buleleng beliau juga menguasai kerajaan Karangasem dan
Jembrana. Beliau dikenal berwatak keras dan curiga kepada bangsa
asing. Memang pada jaman itu bangsa asing seperti Belanda dan
Inggris ingin menguasai Bali melalui Buleleng dan Jembrana.
69. PERKEMBANGAN AGAMA DI KERAJAAN
MAJAPAHIT
Agama Hindu yang kita kenal di Indonesia berasal dari India. Di
Indonesia pada saat ini, agama Hindu dipeluk oleh sebagian besar
penduduk Pulau Bali dan juga penduduk Jawa serta beberapa pulau
lainnya. Agama Hindu masuk ke Indonesia sekitar abad IV Masehi.
Ini dibuktikan oleh adanya kerajaan Hindu yang pertama di
Indonesia, yakni kerajaan yang terletak di Kalimantan Timur.
Perkembangan selanjutnya ialah di Jawa Barat, yakni di Kerajaan
Tarumanegara, yang berdiri sekitar abad V Masehi. Rajanya yang
terkenal ialah Purnawarman. Kemudian agama Hindu berkembang
pula di Jawa Tengah. Raja pertama yang memeluk agama Hindu
ialah Rakai Sanjaya. Perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah
jauh lebih pesat. Ini terbukti dari banyaknya bangunan suci yang
didirikan sebagai tempat pemujaan. Tempat pemujaan semacam ini
disebut candi.
70. Seperti kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Jawa,
kerajaan Mataram di Jawa Tengah itu adalah kerajaan
agraris. Ini berarti bahwa mata pencaharian pokok
penduduknya adalah bertani. Banyak candi yang didirikan.
Candi yang terkenal ialah candi Prambanan. Candi ini
disebut juga candi Lorojonggrang. Candi Lorojonggrang
didirikan pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.
Bangunan yang megah seperti itu merupakan salah satu
tanda kemajuan kerajaannya, bahwa kerajaan itu makmur.
Jika tidak makmur tak mungkin dapat mendirikan bangunan
suci semegah itu.
Setelah kerajaan Hindu di Jawa Tengah lenyap, pada abad
X timbul kerajaan Hindu di Jawa Timur. Rajanya bernama
Empu Sendok yang beragama Hindu. Raja ini mendirikan
bangunan-bangunan suci, antara lain candi Songgoriti yang
terletak di daerah Batu, Malang.
71. Empu Sendok diganti oleh Darmawangsa yang juga memeluk agama Hindu.
Kemudian Darmawangsa digantikan oleh Airlangga. Airlangga berasal dari
Bali. Kemudian ia menjadi raja di kerajaan Kahuripan. Pada masa
pemerintahannya, hiduplah seorang pujangga yang terkenal, yaitu Empu
Kanwa. Buku yang ditulisnya adalah Arjuna Wiwaha.
Airlangga juga mendirikan suatu pusat pertapaan yang letaknya di lereng
Gunung Penanggungan. Tempat itu dikenal dengan nama candi Belahan.
Pada zaman Majapahit, seluruh wilayah nusantara bersatu di bawah
kekuasaan raja Majapahit. Kebesaran Agama Hindu pada masa itu tercermin
dengan adanya candi Penataran dan bangunan-bangunan suci lainnya.
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Majapahit mencapai zaman
keemasan. Kemakmuran negara pada zaman itu dilukiskan sebagai "gemah
ripah loh jinawi". Dengan didampingi seorang patih, Hayam Wuruk dapat
memimpin Majapahit dengan berhasil. Patih tersebut adalah Maha Patih
Gajah Mada.
Di bawah pemerintahannya seluruh Nusantara dapat dipersatukan. Patih
yang termasyhur itu bersumpah di hadapan raja dan rakyatnya, yang
terkenal dengan Sumpah Palapa.
Akhirnya apa yang menjadi impian itu terwujud. Gajah Mada dapat
mempersatukan seluruh Nusantara. Bahkan Kerajaan Majapahit lebih luas
daripada Kepulauan Indonesia sekarang.
72. KEHIDUPAN BERAGAMA DI KERAJAAN
BULELENG
Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah, terutama dari zaman
megalitikum masih terasa kuat. Kepercayaan pada zaman itu dititikberatkan
kepada pemujaan roh nenek moyang yang disimboliskan dalam wujud bangunan
pemujaan yang disebut teras piramid atau bangunan berundak-undak. Kadang-
kadang di atas bangunan ditempatkan menhir, yaitu tiang batu monolit sebagai
simbol roh nenek moyang mereka.
Diketahui pula nama-nama biksu yang memakai unsur nama Siwa, sebagai contoh
biksu Piwakangsita Siwa, biksu Siwanirmala, dan biksu Siwaprajna. Berdasarkan
hal ini, agama yang berkembang pada saat itu adalah agama Siwa. Baru lambat
laun ada dua aliran agama besar yang dipeluk oleh penduduk, yaitu agama Siwa
dan agama Budha. Keterangan ini diperoleh dari prasasti-prasastinya yang
menyebutkan adanya mpungku Sewasogata (Siwa-Buddha) sebagai pembantu
raja.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam
masyarakat pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan
dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan
mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang
lunak atau yang keras. Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan
tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk
(Jembrana).