Teks ini membahas model pengelolaan bantaran sungai di perkotaan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Idealnya, bantaran sungai berfungsi sebagai sumber air, ruang hidup, dan tempat pembuangan limbah alami. Namun kenyataannya, banyak pemukiman kumuh di bantaran sungai menyebabkan pencemaran dan pengurangan fungsi sungai. Pengelolaan yang baik memerlukan kerja sama pemerintah, masyarakat, dan swasta den
1. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
Model Pengelolaan Bantaran Sungai di Perkotaan
Ramadhani Pratama Guna(1)
(1)
Magister Studi Pembangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 24012056.
ABSTRAK
Bantaran sungai merupakan salah satu wilayah di beberapa kota besar di Indonesia yang seringkali
dijadikan tempat bermukim. Masalah timbul ketika pemukiman yang tumbuh di wilayah ini
menimbulkan dampak-dampak yang tidak baik berupa pengurangan fungsi sungai dan bantarannya
sebagai sumber kehidupan dan sumber air, sebagai tempat tinggal dan beraktivitas (rekreasi,
transportasi air, dan aksesoris kota), dan sebagai recycle alami bagi keseimbangan ekosistem.
Penataan wilayah inipun menjadi isu klasik yang seperti tiada kunjung selesai. Dengan berbagai
realitas dan keterbatasan yang dialami pemerintah terkait, gagasan-gagasan mengenai multi-level
governance mengemuka. Penelitian ini mencoba untuk mencari model pengelolaan bantaran sungai
dengan segala keterbatasan yang ada, dengan melibatkan berbagai stakeholders. Peran berbagai
stakeholders ini kemudian dipetakan agar mendapat pemahaman yang komprehensif beserta peran
yang dapat dilakukan.
Kata-kunci: Bantaran sungai, kota besar, peran stakeholders
PENGANTAR sungai. Parahnya, di beberapa daerah
penduduk bantaran sungai tersebut
Bantaran sungai adalah salah satu isu krusial menggunakan air sungai untuk beraktivitas
dalam penataan lingkungan terutama di kota- seperti mencuci motor, mencuci pakaian, dan
kota besar. Bandung, Jakarta, Bogor, lainnya.
Yogyakarta, dan Malang adalah contoh kota-
kota besar di Indonesia yang mengalami Hal lain yang menyebabkan masalah ini
masalah pada penataan lingkungan di seputar semakin berlarut adalah sudah menjamurnya
bantaran sungai. Hal ini dikarenakan seakan- pemukiman ini sehingga langkah yang dapat
akan belum ada contoh yang benar-benar diambil adalah langkah “pengobatan” bukan
terlihat berhasil dan konkrit dalam mengatasi “pencegahan”. Sedangkan untuk melakukan
masalah-masalah seputar penataan bantaran hal tersebut perlu effort yang luar biasa besar
sungai. baik dari segi waktu, tenaga, ataupun uang.
Pemerintah yang terkaitpun tidak bisa
Permasalahan yang timbul berkaitan dengan berbuat banyak karena ketebatasan
bantaran sungai adalah semakin pendanaan.
menjamurnya pemukiman kumuh yang
bermukim di bantaran sungai. Sebagian besar Oleh karena itu, rumusan masalah yang akan
dari pemukiman tersebut juga mengambil menjadi arah pembahasan penelitian ini
tepian sungai untuk bangunan, sehingga adalah:
pondasi-pondasi bangunannya langsung 1. Seperti apa gambaran ideal kondisi
ditancapkan di aliran sungai. Tidak hanya itu, bantaran sungai di kota-kota besar?
sistem sanitasi, pengelolaan kebersihan, dan 2. Bagaimana pengelolaan yang baik dalam
manajemen airpun tidak terkelola dengan upaya perwujudan kondisi ideal tersebut?
baik. Hal ini kemudian menyebabkan
masalah-masalah turunan seperti banyaknya METODE
pembuangan sampah, pembungan limbah
organik rumah tangga, dan pencemaran Metode Pengumpulan Data
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 1
2. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
Metode yang ditempuh dalam pengumpulan
data adalah metode kualitatif. Metode
pertama ialah menelusuri literatur, tulisan,
dan makalah mengenai pengelolaan bantaran
sungai di kota-kota besar. Metode kedua
ialah dengan mewawancarai penduduk yang
tinggal di bantaran sungai, dalam penelitian
ini yang menjadi tujuan wawancara adalah
penduduk bantaran Sungai Cikapundung,
Kota Bandung. Metode ketiga ialah dengan
observasi langsung ke lapangan. Dalam hal
ini penulis melakukan observasi di bantaran Gambar 1 Fungsi Lingkungan dan Keteririsannya
Sungai Cikapundung, Kali Citepus, dan Kali (Dunlap, 1993)
Cidurian, keduanya di Kota Bandung.
Sehingga peran sungai dalam hal ini bisa
Metode Analisis Data dibagi menjadi:
Setelah data terkumpul dan sudah dianggap 1. Supply depot, yaitu sebagai penyedia
cukup, penulis akan menganalisisnya dengan sumber kehidupan. Misalnya, sumber air
metode kualitatif. Penelitian ini akan baku bagi manusia, sumber ikan air
menggunakan teori-teori dan topik dalam tata tawar, sumber makanan bagi ekosistem
kelola lingkungan untuk membantu dalam sungai dan rawa, bahkan hingga sumber
analisis rumusan masalah yang telah energi untuk menggerakkan turbin.
ditetapkan. 2. Living space, yaitu sebagai ruang
kehidupan atau habitat. Misalnya, ruang
PEMBAHASAN untuk transportasi air, ruang untuk
rekreasi sederhana, dan ruang publik.
Impian Tentang Bantaran Sungai 3. Waste repository, yaitu untuk tempat
Hampir semua kota-kota besar di Indonesia “tenggelamnya” (sink) sampah dan
dilintasi oleh aliran sungai, baik kota di hilir kotoran. Misal, untuk pembuangan
seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya, sampah dedaunan, bangkai hewan, dan
ataupun kota di pertengahan dan hulu seperti lainnya. Tentunya masih dalam tahap
Bandung, Batu, Malang, dan Yogyakarta. yang wajar (di bawah ambang tercemar
Sungai-sungai ini beragam mulai dari yang dan daya dukung lingkungannya).
besar dan mempunyai lembah (basin) yang
juga besar hingga yang kecil namun Berangkat dari peran sungai inilah gambaran
berkelok-kelok. ideal mengenai bantaran sungai dapat
direkonstruksikan. Gambaran dalam hal ini
Sungai-sungai yang melewati perkotaan ini hanya saya batasi pada gambaran fisik
berperan sangat penting bagi kehidupan sungai. Sementara hal yang menyangkut
masyarakatnya. Dunlap dan Catton (1993) sosial budaya masyarakat akan lebih banyak
mengemukakan model umum peran dibahas pada bagian setelah ini. Untuk
lingkungan atas kehidupan manusia. Ketiga menunjang berfungsinya sungai sebagai
peran itu adalah living space, supply depot, supply depot, kebersihan sungai merupakan
dan waste repository. Perhatikan skema hal yang mutlak. Sehingga bantaran sungai
model pada Gambar 1 berikut. haruslah didesain untuk mencegah
masyarakat membuang sampah ke sungai.
Untuk menunjang fungsi sebagai living space,
bantaran sungai harus bisa menjadi
penunjang masyarakat untuk beraktivitas.
Bantaran sungai harus rapi, tertata, dan
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 2
3. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
dapat diakses dengan mudah oleh memilih bantaran sungai. Faktor ini adalah
masyarakat. Sungai di kota besar dataran lokasi yang strategis. Lokasi strategis ini
rendah sangat berpotensi untuk menjadi jalur maksudnya lokasi yang dekat dengan
transportasi dan aksesoris kota, sehingga bangunan-bangunan utama untuk melakukan
bantarannyapun harus menjadi ruang publik. kegiatan, baik sosial, ekonomi, politik,
Sedangkan untuk kota besar di dataran tinggi maupun budaya, seperti pertokoan,
dimana banyak jeram, sungai dapat menjadi perkantoran, gedung kesenian, dan bank
area hijau dan aksesoris kota, sedangkan (Bintarto, 1977). Lokasi strategis inilah yang
bantarannya dapat menunjang untuk daerah memang pada kota-kota besar dekat dengan
ruang terbuka hijau. sungai utamanya, seperti sungai-sungai yang
telah disebutkan di atas. Sedangkan bila
Sedangkan fungsi sungai sebagai waste ditelusuri sungai-sungai ini sampai wilayah
repository menandakan bahwa tidak yang agak jauh dari lokasi strategis,
mengapa bila bantaran sungai ditanami pemukiman kumuh yang menempati
pepohonan dan hidup hewan-hewan. bantaran sungai ini semakin berkurang.
Guguran daun yang jatuh ke sungai tidak
akan membuat sungai menjadi tercemar Pada lain sisi, pemukim ini mayoritas dari
karena sungai mempunyai mekanisme golongan menengah ke bawah (Afrilyanti,
penguraian alami. 2012). Sehingga, memilih lokasi “sisa” di
bantaran sungai adalah suatu prioritas
Realitas Lapangan dan Masalahnya mengingat harga yang relatif murah dan
Adapun realitas yang ada di lapangan lokasi strategis.
tidaklah sesuai yang diharapkan. Pemukiman
kumuh dan padat penduduk adalah Pekerjaan rata-rata pemukim di bantaran
pemandangan yang mencolok di bantaran sungai kota-kota besar biasanya mengikuti
sungai kota besar. Tumpukan sampah kerap atau menyesuaikan lokasi-lokasi strategis
terlihat di sungai yang bantarannya sudah yang ada di dekatnya. Afrilyanti (2012)
tidak tertata dengan baik. Realitas ini dapat mengungkapkan bahwa karena di dekat
dilihat di beberapa wilayah di bantaran bantaran sungai tempat ia meneliti (Sungai
Sungai Ciliwung, Cipinang, dan Krukut untuk Way Awi, Kota Bandar Lampung) terdapat
di Provinsi DKI Jakarta; Sungai Cikapundung, pasar dan pertokoan, banyak penduduk di
Kali Citepus, dan Kali Cidurian di Kota bantaran sungai tersebut berprofesi sebagai
Bandung; Sungai Code dan Kali Winongo di pedagang, baik skala kaki lima, kecil, dan
Yogyakarta; Sungai Brantas di Malang, dan besar. Anggani (2005) mengungkapkan
lainnya. bahwa mayoritas penduduk bantaran sungai
tempat penelitiannya (BKT Kaligawe, Kota
Pada sisi kependudukan, beberapa penelitian Semarang) berprofesi sebagai buruh industri
pada bantaran sungai di kota besar dan buruh bangunan. Memang daerah
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Kaligawe adalah daerah industri dan dekat
kawasan bantaran tersebut adalah pendatang dengan Pelabuhan Tanjung Mas. Seperti itu
(Afrilyanti, 2012). Lebih lanjut, Chotib (2011) pula daerah Plesiran (bantaran Sungai
mengemukakan bahwa jumlah pendatang di Cikapundung, Kota Bandung) yang dekat
bantaran sungai ini berkisar 55% - 85% dengan kampus ITB dan kantor pemerintahan
dibandingkan penduduk asli. Sehingga faktor dan bisnis (kawasan Cihampelas dan
migrasi menjadi salah satu pendukung bagi sekitarnya), penduduk (asli dan pendatang)
masalah ini. mayoritasnya adalah mahasiswa dan
karyawan. Serupa, daerah Babakan Ciamis
Migrasi dalam konteks ini tidak menjadi Kota Bandung yang dekat dengan kantor-
masalah ketika pemilihan lokasi tidak di kantor swasta, penduduknya mayoritas
bantaran sungai. Namun, ada faktor lain yang sebagai pedagang dan karyawan. Sehingga
menyebabkan para pendatang ini tetap jenis aktivitas pada lokasi strategis sangat
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 3
4. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
berkaitan dengan pekerjaan penduduk di hanya tanggung jawab pemerintah, namun
bantaran sungai dekat lokasi strategis juga masyarakat dan swasta.
tersebut. Melemahkan keterkaitannya
berpotensi menimbulkan konflik. Pertanyaannya adalah mengapa swasta ikut
berperan? Ada dua alasan yang dapat
Permasalahan selanjutnya adalah sudah mendukung hal ini. Pertama, di kota-kota
lamanya waktu menetap penduduk di besar di Indonesia, banyak juga pihak swasta
bantaran sungai ini. Ada yang sudah 4 tahun yang bertempat di bantaran sungai, sehingga
bahkan yang sudah mencapai puluhan tahun. mereka juga tidak dapat dipisahkan dalam
Masalah ini semakin terakumulasi seiring kerja sama untuk mengelola bantaran sungai.
dengan berjalannya waktu dan tidak tegasnya Kedua, terkait dengan living space, bahwa
peraturan mengenai bantaran sungai. Adanya swasta lebih dapat berperan dalam
UU Nomor 7 Tahun 2004 (Tentang Sumber penyediaan living space. Hal ini berkaitan
Daya Air) dan PP Nomor 38 Tahun 2011 dengan bentuk pengorganisasian swasta
(Tentang Sungai) tidak dilaksanakan dengan yang lebih kokoh dan baku sehingga
baik. Padahal, dalam PP Nomor 38 Tahun perwujudan living space yang baik juga
2011 sudah jelas ditentukan mengenai lebar dipengaruhi oleh professionalitas swasta.
sempadan/bantaran sungai, yang berkisar 10
– 30 meter bergantung kedalaman sungai. Realitas lapangan dan keterbatasan yang
telah dibahas di atas memberikan sedikit
Permasalahan yang sekaligus menjadi gambaran bahwa permasalahan bantaran
keterbatasan adalah dana dari pemerintah sungai bukan hal yang sederhana. Sehingga
terkait, terutama pemerintah kota. Besarnya permasalahan ini menuntut peran tidak hanya
area yang harus ditata tidak sebanding dari pemerintah, namun juga swasta dan
dengan anggaran yang dipunya, sehingga masyarakat. Terlebih lagi ketika pemerintah
strategi umum yang dapat dilakukan ada dua. mempunyai keterbatasan dalam pendanaan.
Pertama, penataan secara bertahap dalam Dengan karakteristik ini, tipe pengelolaan
waktu yang relatif panjang. Cara ini yang bisa diterapkan adalah tipe campuran
memerlukan komitmen yang kuat dari antara terpimpin dan mekanisme pasar
segenap pihak (pemerintah dan masyarakat) (Bernstein, 2002). Sehingga dari
juga estafet antar periode kepemimpinan. pencampuran ini (terpimpin dan mekanisme
Kedua, penataan dengan lebih masal, di pasar) akan terbentuk pemerintahan lokal
banyak area. Sumber pendanaan dapat dari dalam arti sekecil-kecilnya di masyarakat.
pemerintah pusat dan swasta. Waktu yang Pemerintahan lokal ini boleh jadi merupakan
dibutuhkan untuk cara ini relatif lebih singkat inisiatif dari warga, misal dalam bentuk
dibanding cara pertama, namun komunitas atau organisasi kemasyarakatan
membutuhkan anggaran dan usaha yang lainnya, atau berupa “persatuan” antara aktor
relatif lebih besar. swasta (private) dan masyarakat (Eckerberg
dan Joas, 2004). Konsep ini kemudian diberi
Bantaran Sungai adalah Tanggung istilah Multi-level Governance.
Jawab Bersama
Berangkat dari peran lingkungan yang Struktur Pengorganisasian Multi-level
ditawarkan Dunlap dan Catton (1993) pada Governance
bagian Gambaran Ideal Bantaran Sungai Kota Konsep multi-level governance adalah konsep
Besar model pengelolaan sungai dapat pemerintahan lebih kecil di tataran yang lebih
dikembangkan. Pengelolaan sungai kota lokal. Dalam konteks banyaknya stakeholder
besar adalah pengelolaan terintegrasi yang seperti yang ada dalam pengelolaan bantaran
bertujuan untuk meningkatkan peranan sungai ini, struktur pengorganisasian harus
sungai sebagai supply depot, living space, dielaborasi. Kuswartojo (2009)
dan waste repository. Sehingga dari tiga mengungkapkan bahwa struktur
tujuan tersebut, peran pengelolaan ini bukan pengorganisasian dibagi menjadi tiga jenis
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 4
5. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
berdasarkan karakternya: kokoh kaku, daya adaptif, dan tidak jelas. Dalam bentuk
tahan/lenting tinggi, dan labil. Lebih jauh, matriks, pengorganisasian dan proses
Kuswartojo (2009) juga mengungkapkan penyelenggaraan ini disajikan sebagai
bahwa proses dalam penyelenggaraan berikut.
lingkungan dapat dibagi 3 (tiga) jenis: baku,
Tabel 1 Struktur Pengorganisasian dan Penyelenggaraan Lingkungan
PROSES
BAKU ADAPTIF TIDAK JELAS
STRUKTUR KOKOH KAKU Mapan dan Perlu waktu utk Berbasis
PENGORGANISASIAN mekanistik penyesuaian kewenangan/
kekuasaan
DAYA TAHAN/ Penyesuaian dgn Responsif, Tidak efektif
LENTING prosedur adaptif, fleksibel
TINGGI
LABIL Berbasis Tidak efektif Kusut oleh blm
prosedur terbentuk-nya
sistem
Dalam konteks pengelolaan bantaran sungai Peran Aktor Utama
dan multi-level governance, struktur dan Peran pemerintah, dalam hal ini pemerintah
proses yang harus dikedepankan adalah yang kota yang bersangkutan memang cukup
bersifat responsif, adaptif, dan fleksibel. Hal dominan. Seringkali, meskipun konsep multi-
ini dikarenakan masyarakat di sekitar level governance berkembang dan peran
bantaran sungai adalah masyarakat yang pemerintah telah terkikis oleh penerapan
dinamis dan dari berbagai macam latar konsep tersebut, tidak dapat dipungkiri
belakang, seperti yang telah di bahas pada bahwa peran pemerintah tetap sentral dalam
bagian realitas lapangan. Sehingga, struktur banyak pengambilan keputusan (Eckerberg
pengorganisasian yang harus dibentuk adalah dan Joas, 2004). Sehingga wajar bila
struktur yang mempunyai daya tahan/lenting pemerintah menempati peran terbanyak.
tinggi, sedangkan proses yang dikedepankan
adalah proses adaptif. Dalam kasus pengelolaan sungai di Sungai
Cikapundung, Bandung; Kali Pepe, Solo; dan
Pemerintah kota/kabupaten yang berkaitan Sungai Brantas di Surabaya, pemerintah
dengan bantaran sungai ini dapat membentuk setempat menjadi inisiatornya. Inisiator
tim khusus yang terdiri dari kepala-kepala dalam hal ini berupa pembentukan organisasi
wilayah yang lebih kecil, seperti kecamatan tingkat lokal dan pendanaan. Mengenai
dan kelurahan. Pada level ini struktur pendanaan untuk melakukan hal ini dapat
pengorganisasian yang dibentuk adalah diambil dari APBD. Sekiranya masih kurang,
struktur yang baku. Sedangkan pada level di pemerintah setempat dapat menerapkan
bawahnya struktur ini lebih adaptif. Tokoh- konsep Polluter Pays Principle (PPP) yang
tokoh masyarakat, komunitas, organisasi ditawarkan oleh Bernstein (2002).
kepemudaan lokal dan elemen lainnya adalah Panjangnya aliran sungai dan luasnya wilayah
aktor utama pada level ini. Peran swasta kehidupan (meliputi pemukiman, industi, dan
terutama pengelola operasional masuk di komersial) di sekitar aliran sungai perkotaan
level bawah ini. Oleh karena itu, banyaknya sangat rentan terhadap pencemaran. Konsep
aktor di level organisasi ini membawa PPP ini dapat diterapkan bagi para pencemar,
konsekuensi pada keharusan struktur yang sehingga bayaran atas pencemarannya dapat
adaptif. langsung dirasakan dalam bentuk
transformasi atas upaya recovery kondisi
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 5
6. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
alam bantaran sungai. Sedangkan untuk oknum-oknum yang membuang sampah ke
sosialisasi, dapat memanfaatkan sumber daya Sungai Cikapundung.
masyarakat, mulai dari lingkup kelurahan,
RW, hingga RT. Pendekatan selanjutnya adalah penegakkan
hukum bagi pembuangan sampai di sungai.
Pemerintah dapat berperan dalam pembinaan Anggaran untuk penyediaan penampungan
wirausaha; penjaminan akses usaha agar sampah sementara ini dapat diperoleh dari
penataan bantaran sungai tidak hukuman (dalam bentuk denda) terhadap
menghilangkan sumber penghasilan pelaku pembuangan sampah, mirip dengan
penduduk sekitar; pembuatan aturan agar konsep PPP.
rumah menghadap ke sungai (pengubahan
budaya bahwa sungai bukan tempat Peran swasta dalam pengelolaan bantaran
pembuangan); resettlement (pemindahan sungai dapat dilibatkan terutama dalam
tempat tinggal); penyediaan lahan untuk perwujudan peran sungai sebagai living
pembagunan rumah susun/apartemen space. Peran-peran ini antara lain penyediaan
subsidi; pembangunan pedestrian tepi sungai area pedagang, pengelolaan bersama
(seperti di tepi Kali Pepe di Solo); tranportasi air (sehingga keuntungannya bisa
pembangunan jalan tepi sungai; dan dibagi dengan koperasi warga),
penghijauan bantaran sungai. Mengenai pembangunan rumah susun, penghijauan
pendanaan, selain dari APBD, program seperti kawasan pemukiman, penyediaan
pembinaan kewirausahaan dan penjaminan penampungan sampah sementara, dan
akses usaha dapat ditawarkan ke bank-bank lainnya.
BUMN dan BUMD. Sedangkan untuk
pembangunan jalan dan pedestrian dapat Dalam konteks multi-level governance,
menggunakan pendanaan APBD ataupun penyatuan unsur swasta dan masyarakat
NGO internasional. Konsep PPP yang telah dapat diterapkan pada pembinaan komunitas
dibahas di atas juga dapat diterapkan untuk peduli lingkungan. Pihak swasta dapat
hal ini. menggunakan program CSR untuk mendanai
pengembangan komunitas ini dan terjun
Sedangkan dalam upaya meningkatkan fungsi langsung dalam kegiatan-kegiatan komunitas
waste repository, pemerintah harus menjaga ini.
agar daya repository sungai tidak terlampaui.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah Mengenai rumah susun, masyarakat yang
dengan penyediaan penampungan sampah dipindahkan tentunya harus mendapat ganti
sementara, setingkat RT atau RW, bisa dalam yang setimpal, baik dari segi luas bangunan,
bentuk lahan atau gerobak sampah. luas tanah, harga, dan sebagainya tanpa
Pendekatan ini cukup penting mengingat adanya depresiasi. Rumah susun inipun perlu
pada beberapa daerah di bantaran Sungai disubsidi oleh pemerintah. Dana untuk subsidi
Cikapundung, seperti Babakan Ciamis dan ini dapat diambil dari APBD, APBN, atau
Braga, masyarakatnya sudah mempunyai keduanya. Dalam penempatanpun harus
kesadaran dan kemauan untuk tidak dilakukan dengan sangat adil, hingga jangan
membuang sampah ke sungai. Namun, akibat sampai harta pribadi penduduk jadi
tidak berjalannya pengelolaan gerobak berkurang setelah dipindahkan. Seperti
sampah sumbangan Pemerintah Kota realitas di daerah Plesiran Bandung, dimana
Bandung, masyarakat sekitar tidak
banyak penduduknya yang membuka usaha
mempunyai pilihan mudah untuk membuang
kontrak kamar (indekost). Penggantian ini
sampah. Pilihannya adalah membuang
harus dihitung juga sehingga, misalnya, di
sampah di kelurahan yang berbeda (dengan
rumah susun nantinya pemilik ini
jarak yang agak jauh) atau membuang
mendapatkan kamar sebanyak apa yang ia
sampah ke sungai. Pada akhirnya ada saja
punya sebelumya.
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 6
7. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
2. Pengelolaan bantaran sungai pada
Peran masyarakat dalam hal pengelolaan hakikatnya ditujukan untuk
bantaran sungai lebih ditekankan kepada meningkatkan peranan sungai dan
kegiatan-kegiatan kolektif. Kegiatan-kegiatan bantarannya sebagai supply depot, living
kolektif ini pada dasarnya bertujuan untuk space, dan waste repository.
dua hal yang akhirnya akan berkorelasi. 3. Konsep pengelolaan bantaran sungai
Tujuan pertama adalah untuk pembiasaan harus diawali dari pemahaman yang baik
baik dari frekuensi kegiatan ataupun akan kondisi sekitar bantaran sungai dan
banyaknya aktor yang melakukan hal segala keterbatasan untuk mewujudkan
tersebut. Pembiasaan ini pada akhirnya akan kondisi idealnya.
menjadi karakter dan secara akumulatif akan 4. Pengelolaan bantaran sungai ini
menjadi budaya (Agustian, 2004). Akumulasi kemudian dielaborasi dengan struktur
kebiasaan dan menjadi karakter ini pada pengelolaan yang adaptif, responsif, dan
akhirnya menjadi sarana pembelajaran dan fleksibel.
peningkatan pengetahuan (knowledge) bagi 5. Selanjutnya, pemetaan mengenai peran
masyarakat sehingga ada proses belajar berbagai macam stakeholders dapat
dengan praktek (learning by doing). Inilah dilakukan untuk mengetahui potensi-
yang menjadi tujuan kedua, yaitu proses potensi multi-level governance.
pembelajaran. Pembelajaran ini yang 6. Peran masyarakat pada pengelolaan
kemudian menjadi titik temu gagasan dan bantaran sungai harus ditujukan untuk
harapan akan kesadaran lingkungan secara membangkitkan pembelajaran sosial
kolektif, yang tadinya gagasan dan harapan (social learning) sehingga kesadaran-
ini sangat beragam. Sehingga dari hal ini kesadaran akan lingkungan semakin kuat
timbul apa yang dinamakan pembelajaran dengan bersatunya gagasan dan harapan
sosial (Milbrath, 1989). yang beragam di masyarakat terhadap
lingkungan.
Berangkat dari pembelajaran sosial inilah
peran masyarakat dikembangkan. Tujuannya Saran
adalah bertemunya beragam gagasan dan Penelitian ini mempunyai keterbatasan dan
harapan mengenai kesadaran lingkungan. kekurangan sehingga kedepannya dapat
Oleh karena itu, masyarakat bisa berperan dikembangkan penelitian-penelitian lebih
dalam memilah sampah, penebaran benih lanjut agar penelitian ini dapat lebih kuat.
ikan, gotong royong pembersihan sungai, Penelitian kedepannya dapat difokuskan pada
hukuman sosial, pembentukan koperasi aspek sosial masyarakat terutama
warga, meningkatkan perilaku proaktif, pembentukan dan perubahan budaya-budaya
menginisiasi komunitas peduli lingkungan, yang terjadi pada penduduk sekitar bantaran
urban farming, dan lainnya. sungai.
KESIMPULAN DAN SARAN Selain itu, penelitian-penelitian pada daerah
bantaran sungai di perkotaan haruslah lebih
Kesimpulan spesifik. Hal ini dikarenakan besarnya variabel
Kesimpulan dari pembahasan mengenai atau unsur yang mempengaruhi perilaku
bantaran sungai ini antara lain: sosial, alam, dan korelasi keduanya. Tidak
1. Bantaran sungai yang ideal tidak hanya hanya besar, namun variabel dan unsur ini
mencakup bantaran itu saja, namun juga juga sangat variatif. Sehingga, kemungkinan
berkaitan dengan kualitas lingkungan besar pengelolaan bantaran sungai suatu
sungai tersebut, perilaku penduduk di kota dengan kota lainnya berbeda.
sekitarnya, dan apa dampak langsungnya
kepada sungai. DAFTAR PUSTAKA
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 7
8. SP6114: Tata Kelola Lingkungan
Chotib., 2011. Minat Bertransmigrasi
Afrilyanti, A. R., 2012. Deskripsi Penduduk Penghuni Bantaran Sungai dan Banjir
Bermukim di Bantaran Sungai Way Awi Kanal Timur DKI Jakarta. Jurnal
Kelurahan Kelapa Tiga Kecamatan Ketransmigrasian, 28 (1 Juli 2012), 25 -
Tanjung Karang Pusat Kota Bandar 33.
Lampung Tahun 2012. Jurnal Sosiologi Dunlap, R. E. dan Catton, W. R. Jr., 1993.
FKIP Universitas Lampung. Towards an Ecological Sociology: the
Agustian, A. G., 2004. The ESQ Way 165. Development, Current Status and
Jakarta: Arga Publishing. Probable Future of Environmental
Anggani, Hening., 2005. Analisis Lingkungan Sociology. The Annuals of the
Pemanfaatan Bantaran Sungai Banjir International Institute of Sociology.
Kanal Timur (Studi Kasus di Kelurahan Eckerberg, K. dan Joas, M., 2004. Multi-level
Kaligawe Semarang). Tesis. Program Environmental Governance. Jurnal Local
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Environment, 9 (5), 405 – 412.
Diponegoro. Kuswartojo, T., 2009. Pengorganisasian
Bernstein, S., 2002. Liberal Environmentalism Penyelenggaraan Lingkungan. Slide
and Global Environmental Governance. Kuliah Magister Studi Pembangunan.
Jurnal Global Environmental Politics Milbrath, L. W., 1989. Envisioning a
Massachusetts Institute of Technology, 2 Sustainable Society: Learning Our Way
(3). Out. Albany: SUNY Press.
Bintarto., 1977. Pola Kota dan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor
Permasalahannya. Yogyakarta: Fakultas 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
Geografi UGM. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai.
Magister Studi Pembangunan, SAPPK ITB | 8