SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  60
Télécharger pour lire hors ligne
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN
TAK TENTU
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika
OLEH
RUTH DIAN FITRIO
NIM. 0100540040
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2014
ABSTRAK
Fitrio, Ruth Dian. 2014. Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Skripsi Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
Skripsi ini membahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan dua persamaan yang terdiri dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan
yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui, khususnya yang berorde satu dan
memiliki koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Langkah-
langkah yang diperlukan untuk menentukan solusi sistem persamaan diferensial
dengan metode koefisien tak tentu dimulai dengan menuliskan sistem persamaan
diferensial dalam bentuk matriks 𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝐴 merupakan matriks
koefisien berordo 𝑛 × 𝑛 dan 𝑭(𝒙) merupakan matriks fungsi tak homogen dari
sistem tersebut. Langkah selanjutnya yaitu mencari determinan dari matriks
koefisien 𝐴, jika det(𝐴) ≠ 0, maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu mencari
solusi homogen (𝒚ℎ) dari sistem homogen 𝒚′
= 𝐴𝒚 dengan cara mencari nilai eigen
dan vektor eigen dari matriks 𝐴 sehingga diperoleh solusi homogen dari sistem
persamaan diferensial, yaitu 𝒚ℎ = 𝑐1 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥
+ 𝑐2 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥
+ ⋯ + 𝑐 𝑛 𝐯n 𝑒 𝜆 𝑛 𝑥
dengan
𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆 𝑛 merupakan nilai eigen dan 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯 𝑛 merupakan vektor eigen dari
matriks 𝐴. Langkah selanjutnya yaitu mencari solusi khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak
homogen 𝑭(𝒙). Langkah-langkahnya yaitu, melihat bentuk fungsi yang mirip
dengan fungsi tak homogen 𝑭(𝒙) dari bentuk-bentuk fungsi yang tersedia.
Kemudian lihat kesamaan 𝑭(𝒙) dengan solusi homogen (𝒚ℎ), setelah itu memilih
pemisalan 𝒚 𝑝 yaitu bentuk fungsi yang mirip dengan bentuk 𝑭(𝒙) dengan
mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, substitusikan 𝒚 𝑝 ke sistem 𝒚′
= 𝐴𝒚 +
𝑭(𝒙) untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien pada 𝒚 𝑝. Setelah 𝒚ℎ dan 𝒚 𝑝
diperoleh, maka dapat ditentukan solusi umum dari sistem persamaan diferensial
linear tak homogen yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝.
Kata kunci: Sistem Persamaan Diferensial, Metode Koefisien Tak Tentu
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth
Dian Fitrio telah diperiksa dan disetujui untuk di uji.
Jayapura, 3 Juli 2014
Pembimbing I Pembimbing II
Supiyanto, S.Si., M.Kom
NIP. 19760906 200212 1 003
Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc
NIP. 19681111 199703 2 001
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR
TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth
Dian Fitrio telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari Kamis tanggal 3
Juli 2014.
Dewan Penguji:
Nama Jabatan Tanda Tangan
1. Supiyanto, S.Si., M.Kom. (Ketua) (......................)
NIP. 19760906 200212 1 003
2. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc. (Sekretaris) (......................)
NIP. 19681111 199703 2 001
3. Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)
NIP. 19810829 200501 1 001
4. Titik Suparwati, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................)
NIP. 19750226 200112 2 001
5. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc. (Anggota) (......................)
NIP. 19810415 200604 2 003
Mengetahui:
Mengesahkan
Dekan Fakultas MIPA
Drs. Daniel Napitupulu, M.Si.
NIP. 19610517 199203 1 001
Ketua Jurusan,
Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si.
NIP. 19810829 200501 1 001
Ketua Program Studi,
Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc.
NIP. 19810415 200604 2 003
ii
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Cenderawasih yang tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di Perpustakaan
Universitas Cenderawasih dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak
cipta ada pada penulis.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis, dan harus disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh skripsi haruslah seizin
Rektor Universitas Cenderawasih.
Perpustakaan yang meminjam skripsi ini untuk keperluan anggotanya harus
mengisi nama dan tandatangan peminjam dan tanggal pinjam.
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dalam
bentuk skripsi.
Skripsi ini berjudul “Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak
Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu”. Adapun maksud dan tujuan
pembuatan skrispi ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi Strata Satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di
Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Cenderawasih.
Dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menempuh studi, penulis banyak
mengalami hambatan dan tantangan, namun Allah SWT selalu membuka jalan
dengan menghadirkan orang-orang yang baik dan selalu membantu penulis baik
berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si selaku Rektor Universitas Cenderwasih yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Universtas
Cenderawasih serta menyediakan sarana dan prasarana selama pendidikan.
2. Drs. Daniel Napitupulu, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih, atas kesempatan yang diberikan
untuk menjalani studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Alvian M. Sroyer, S.Si, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
4. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih.
5. Supiyanto, S.Si., M.Kom, selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, nasehat dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
6. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing II yang selalu
membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan ibu-ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk
penyempurnaan skripsi ini.
8. Segenap Dosen dan Staf FMIPA Uncen, khususnya Dosen Jurusan Matematika.
9. Mas Anum, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009, adik-adik angkatan 2011
dan 2012, serta seluruh teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu yang telah membantu penulis selama studi serta penulisan skripsi ini
hingga pada ujian sidang.
10. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan penulis terutama Eka, Wellem, Radian,
Ricky, Ilham, Kak Itha, Kak Gusti, Darwin, Asghar, Chaninda, Dewi,
Charoline, Indriyani, Octovina, Lisa, Theresia, Eko, Firdaus, Nuna, Yuyun,
Vengki, Yoke, Lin, Joe, Ria, Narty, Yenny, dan Tina yang saling mendukung
dan memberi motivasi kepada sesama.
11. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Sueb dan Ibunda Nina Maria,
yang tak pernah lelah senantiasa membesarkan, mendidik dan memberikan
dukungan motivasi serta doa demi kebaikan dan keberhasilan anak-anaknya.
Hanya doa dan harapan yang dapat penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.
Semoga semua pihak yang telah membantu penulis selama studi hingga penulisan
skripsi ini diberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jayapura, Juni 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................ ii
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................2
1.3 Batasan Masalah...............................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................3
1.6 Metode Penelitian.............................................................................3
1.7 Sistematika Penulisan.......................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Fungsi ...............................................................................................4
2.2 Turunan.............................................................................................5
2.3 Matriks..............................................................................................7
2.4 Sistem Persamaan Linear ...............................................................14
2.5 Operasi Baris Elementer.................................................................15
2.6 Determinan .....................................................................................17
2.7 Invers Matriks.................................................................................18
2.8 Ruang Vektor..................................................................................21
2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen.........................................................22
2.10 Persamaan Diferensial....................................................................25
vi
2.11 Metode Koefisien Tak Tentu..........................................................27
BAB III SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK
HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU
3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu.................30
3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak
Tentu...............................................................................................31
3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode
Koefisien Tak Tentu.......................................................................32
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.....................................................................................47
4.2 Saran...............................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan 𝑦 = 𝑓(𝑥) ............................... 7
Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu ............................................................... 28
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Simbol Nama Penggunaan pertama
kali pada halaman
𝑦(𝑛) Turunan ke-𝑛 dari 𝑦 terhadap 𝑥……………………………………..1
lim Limit…………………………………………..………………...…...5
𝑦′
, 𝐷𝑥 𝑦,
𝑑𝑦
𝑑𝑥
Turunan pertama dari 𝑦 terhadap 𝑥..……………………….………..5
𝑎𝑖𝑗 Entri-entri dalam matriks…………………………………………....9
∀ Untuk setiap……………………………………… …......................10
> Lebih dari…………………………………………….......................10
< Kurang dari……………………………………………....................10
𝐴 𝑛×𝑛 Matriks berordo 𝑛 × 𝑛…………….………………………………..10
≠ Tidak sama dengan…………………………………………............11
𝐼 𝑛 Matriks identitas berordo 𝑛 × 𝑛…………………………………....11
𝐴 𝑇 Transpos dari matriks 𝐴……………………………………………14
[ | ] Matriks yang diperbesar…………………………………………....15
det(𝐴) Determinan dari matriks 𝐴…………………………………………18
|𝐴| Determinan dari matriks 𝐴…………………………………………18
𝐶𝑖𝑗 Kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗……………………………………………….......20
𝑎𝑑𝑗(𝐴) Adjoin dari matriks 𝐴………………………………………………20
𝐴−1 Invers dari matriks 𝐴……………………………………………….21
ℝ 𝑛 Himpunan bilangan real dimensi 𝑛………………………………...22
⊆ Himpunan bagian………………………………………………......23
𝜆 Nilai eigen……………………………………………….................24
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang dari matematika
yang berperan penting dalam menganalisis dan menyelesaikan persoalan-
persoalan rumit. Banyak masalah-masalah dalam bidang sains, teknik,
ekonomi bahkan bisnis yang bila diformulasikan secara matematis dapat
membentuk suatu persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah
persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak
diketahui. Apabila persamaan tersebut hanya memuat satu peubah bebas,
maka dinamakan persamaan diferensial biasa, sedangkan apabila memuat
lebih dari satu peubah bebas maka dinamakan persamaan diferensial parsial.
Selain ditinjau dari peubah bebasnya, persamaan diferensial juga dapat
ditinjau dari tingkat ordenya, yaitu pangkat tertinggi dari turunan yang
muncul pada persamaan diferensial tersebut. Misalnya, jika suatu persamaan
hanya memiliki turunan pertama, maka persamaan tersebut dinamakan
persamaan diferensial orde satu. Jika turunan yang dimilikinya sampai pada
turunan kedua, maka persamaan itu dinamakan persamaan diferensial orde
dua, dan secara umum jika persamaan tersebut memiliki turunan hingga
turunan ke-𝑛, maka dinamakan persamaan diferensial orde 𝑛.
Persamaan diferensial dengan bentuk
𝑎 𝑛(𝑥)𝑦(𝑛)
+ 𝑎 𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1)
+ ⋯ + 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) (1)
dengan 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas x, 𝑎 𝑛 ≠ 0
merupakan bentuk umum dari pesamaan diferensial linear. Persamaan (1)
dikatakan homogen jika 𝑔(𝑥) = 0 dan dikatakan tak homogen jika 𝑔(𝑥) ≠ 0.
Untuk menentukan solusi suatu persamaan diferensial, perlu diketahui
terlebih dahulu jenis dari persamaan diferensial tersebut, setelah itu baru dapat
ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya dan metode yang dapat
digunakan untuk mencari solusinya. Contohnya jika diberikan persamaan
diferensial linear homogen, maka solusi umumnya dapat diperoleh dengan
mencari akar-akar dari persamaan karakteristiknya. Lain halnya jika diberikan
2
persamaan diferensial tak homogen. Langkah-langkah untuk mencari
solusinya terbagi menjadi dua, yaitu mencari solusi umum untuk persamaan
homogennya (𝑦ℎ) dan solusi khusus untuk persamaan tak homogennya (𝑦𝑝).
Metode-metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi khusus dari
persamaan diferensial linear tak homogen adalah variasi parameter dan
koefisien tak tentu. Namun, dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu
metode koefisien tak tentu. Langkah pada metode ini adalah menduga dengan
tepat solusi khusus 𝑦𝑝 yang serupa dengan 𝑔(𝑥) pada Persamaan (1), dengan
koefisien-koefisien tak diketahui yang akan dicari dengan cara
mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada persamaan awal.
Selain untuk menentukan solusi persamaan diferensial linear tak
homogen, metode ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen, yaitu sistem yang memuat
beberapa persamaan diferensial linear tak homogen. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan metode koefisien tak tentu.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah bagaimana cara menentukan solusi sistem persamaan
diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu.
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka sistem
persamaan diferensial yang dibahas yaitu sistem dengan dua persamaan
diferensial linear tak homogen orde satu yang terdiri dari dua fungsi tak
diketahui dan tiga persamaan diferensial linear tak homogen orde satu yang
terdiri dari tiga fungsi tak diketahui yang memiliki koefisien konstan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah
menentukan solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu.
3
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis
dan pembaca tentang sistem persamaan diferensial, khususnya sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dan mengetahui langkah-langkah
mencari solusinya menggunakan metode koefisien tak tentu.
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode
studi pustaka yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang memuat
materi yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori. Bab ini berisi kajian mengenai teori-teori
dasar yang terkait dengan masalah yang akan dibahas seperti
fungsi, turunan, matriks, sistem persamaan linear, operasi baris
elementer, determinan, invers matriks, ruang vektor, nilai eigen
dan vektor eigen, persamaan diferensial dan metode koefisien
tak tentu.
BAB III : Pembahasan. Bab ini berisi pembahasan tentang solusi sistem
persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode
koefisien tak tentu.
BAB IV : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari penulis atas hasil yang
telah didapatkan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Fungsi
Definisi 2.1 (Purcell, 2004)
Sebuah fungsi 𝑓 adalah suatu aturan korespondensi (padanan) yang
menghubungkan setiap obyek 𝑥 dalam satu himpunan, dengan tepat satu nilai
tunggal 𝑓(𝑥) dari suatu himpunan kedua.
Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah huruf tunggal seperti 𝑓
(atau 𝑔 atau 𝐹). Maka 𝑓(𝑥), yang dibaca “𝑓 dari 𝑥” atau “𝑓 pada 𝑥”,
menunjukkan nilai yang diberikan oleh 𝑓 pada 𝑥.
Contoh 2.1:
Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥2
+ 𝑥, berikut ini ditentukan:
a) 𝑓(2)
b) 𝑓(2 + ℎ)
c) 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2)
d)
𝑓(2+ℎ)−𝑓(2)
ℎ
Penyelesaian:
a) 𝑓(2) = 22
+ 2 = 6
b) 𝑓(2 + ℎ) = (2 + ℎ)2
+ (2 + ℎ)
= 4 + 4ℎ + ℎ2
+ (2 + ℎ)
= 6 + 5ℎ + ℎ2
c) 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2) = 6 + 5ℎ + ℎ2
− 6
= 5ℎ + ℎ2
d)
𝑓(2+ℎ)−𝑓(2)
ℎ
=
5ℎ+ℎ2
ℎ
=
ℎ(5 + ℎ)
ℎ
= 5 + ℎ
5
2.2 Turunan
Definisi 2.2 (Purcell, 2004)
Turunan sebuah fungsi 𝑓 adalah fungsi lain 𝑓′ (dibaca “𝑓 aksen”) yang
nilainya pada sebarang bilangan 𝑥0 adalah
𝑓′(𝑥0) = lim
ℎ→0
𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0)
ℎ
asalkan limit ini ada.
Jika sebuah fungsi mempunyai turunan di titik 𝑥 = 𝑥0 maka fungsi
tersebut dikatakan diferensiabel atau fungsi tersebut terdiferensialkan di titik
𝑥 = 𝑥0. Turunan 𝑦 = 𝑓(𝑥) terhadap 𝑥 dinotasikan dengan 𝑓′(𝑥) atau 𝑦′ atau
𝐷𝑥 𝑦 atau
𝑑𝑦
𝑑𝑥
.
Contoh 2.2:
Jika 𝑓(𝑥) = 2𝑥 + 3, maka 𝑓′(𝑥0) dapat ditentukan sebagai berikut
𝑓′(𝑥0) = lim
ℎ→0
𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0)
ℎ
= lim
ℎ→0
[2(𝑥0 + ℎ) + 3] − [2𝑥0 + 3]
ℎ
= lim
ℎ→0
2𝑥0 + 2ℎ + 3 − 2𝑥0 − 3
ℎ
= lim
ℎ→0
2ℎ
ℎ
= lim
ℎ→0
2
= 2
2.2.1 Aturan Pencarian Turunan
a. Aturan Fungsi Konstanta
Teorema 2.1 (Purcell, 2004)
Jika 𝑓(𝑥) = 𝑘 dengan 𝑘 suatu konstanta, maka untuk sebarang 𝑥,
𝑓′(𝑥) = 0.
b. Aturan Fungsi Identitas
Teorema 2.2 (Purcell, 2004)
Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥, maka 𝑓′(𝑥) = 1.
6
c. Aturan Pangkat
Teorema 2.3 (Purcell, 2004)
Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥 𝑛
, dengan 𝑛 bilangan bulat positif, maka 𝑓′(𝑥) = 𝑛𝑥 𝑛−1
.
d. Aturan Kelipatan Konstanta
Teorema 2.4 (Purcell, 2004)
Jika k suatu konstanta dan 𝑓 suatu fungsi yang terdiferensialkan, maka
(𝑘𝑓)′(𝑥) = 𝑘 ∙ 𝑓′(𝑥).
e. Aturan Jumlah dan Selisih
Teorema 2.5 (Purcell, 2004)
Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
(𝑓 ± 𝑔)′(𝑥) = 𝑓′(𝑥) ± 𝑔′(𝑥).
f. Aturan Hasilkali
Teorema 2.6 (Purcell, 2004)
Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka
(𝑓 ∙ 𝑔)′
𝑥 = 𝑓′(𝑥)𝑔(𝑥) + 𝑓(𝑥)𝑔′
(𝑥).
g. Aturan Hasilbagi
Teorema 2.7 (Purcell, 2004)
Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi terdiferensialkan, maka
(
𝑓
𝑔
)
′
(𝑥) =
𝑓′(𝑥)𝑔(𝑥) − 𝑓(𝑥)𝑔′
(𝑥)
(𝑔(𝑥))
2
2.2.2 Turunan Tingkat Tinggi
Jika 𝑦 = 𝑓(𝑥) maka 𝑓′
(𝑥) disebut turunan pertama dari 𝑦 terhadap 𝑥.
Jika 𝑓′
(𝑥) diturunkan lagi maka akan menghasilkan fungsi lain yang
dinyatakan oleh 𝑓′′(𝑥) (dibaca “𝑓 dua aksen 𝑥”) dan disebut turunan kedua.
Selanjutnya jika 𝑓′′(𝑥) diturunkan lagi, menghasilkan 𝑓′′′
(𝑥), yang disebut
turunan ketiga, dan seterusnya. Turunan keempat dinyatakan sebagai 𝑓(4)
(𝑥),
turunan kelima dinyatakan sebagai 𝑓(5)
(𝑥) dan seterusnya sampai 𝑓(𝑛)
(𝑥)
yang disebut turunan ke-𝑛.
7
Contoh 2.3:
𝑓(𝑥) = 2𝑥3
+ 2𝑥2
+ 6𝑥 + 100
maka:
𝑓′(𝑥) = 6𝑥2
+ 4𝑥 + 6
𝑓′′(𝑥) = 12𝑥 + 4
𝑓′′′(𝑥) = 12
𝑓(4)
(𝑥) = 0
Karena turunan fungsi nol adalah nol, maka untuk turunan kelima dan
turunan-turunan yang lebih tinggi dari 𝑓 juga sama dengan nol.
Telah diperkenalkan tiga notasi untuk turunan yaitu notasi 𝑓′
(𝑥), notasi
𝑦′, notasi 𝐷𝑥 𝑦, dan notasi Leibniz (
𝑑𝑦
𝑑𝑥
). Semua notasi ini mempunyai
perluasan untuk turunan tingkat tinggi, seperti yang diperlihatkan pada tabel
berikut
Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan 𝒚 = 𝒇(𝒙)
Turunan
Notasi
𝑓′ 𝑦′ 𝐷 Leibniz
Pertama 𝑓′
(𝑥) 𝑦′ 𝐷𝑥 𝑦
𝑑𝑦
𝑑𝑥
Kedua 𝑓′′
(𝑥) 𝑦′′ 𝐷𝑥
2
𝑦
𝑑2
𝑦
𝑑𝑥2
Ketiga 𝑓′′′
(𝑥) 𝑦′′′ 𝐷𝑥
3
𝑦
𝑑3
𝑦
𝑑𝑥3
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
Ke-𝑛 𝑓(𝑛)
(𝑥) 𝑦(𝑛) 𝐷𝑥
𝑛
𝑦
𝑑 𝑛
𝑦
𝑑𝑥 𝑛
Sumber: Purcell, 2004
2.3 Matriks
Definisi 2.3 (Anton, 2009)
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.
Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
8
Matriks yang mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom dinyatakan dengan
𝐴 𝑚×𝑛 = [
𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛
⋮
𝑎 𝑚1
⋮
𝑎 𝑚2
⋱
⋯
⋮
𝑎 𝑚𝑛
]
Matriks tidak mempunyai nilai tetapi ukuran. Ukuran matriks disebut
ordo yang ditentukan oleh banyaknya baris dan banyaknya kolom. Jika
matriks 𝐴 mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom, maka matriks 𝐴 berordo
𝑚 × 𝑛.
Suatu matriks yang mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom dapat dinyatakan
sebagai 𝐴 𝑚×𝑛 = [𝑎𝑖𝑗]
𝑚×𝑛
dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 menunjukkan banyaknya
baris dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 menunjukkan banyaknya kolom.
Berikut diberikan contoh untuk matriks berordo 3 × 2 dan 3 × 3.
𝐴3×2 = [
4 1
2 4
0 5
] , 𝐴3×3 = [
1 3 5
6 4 2
2 0 1
]
2.3.1 Jenis-Jenis Matriks
Berikut adalah beberapa jenis matriks yang penting:
1. Matriks Baris
Matriks baris adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari satu baris, atau
matriks berordo 1 × 𝑛. Matriks baris disebut juga vektor baris. Secara
umum matriks baris dapat ditulis [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1 dan
𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛.
Bentuk umum matriks baris adalah:
[ 𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛]
2. Matriks Kolom
Matriks kolom adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari 1 kolom,
atau matriks berordo 𝑚 × 1. Matriks kolom disebut juga vektor kolom.
Secara umum dapat ditulis dengan [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 dan
𝑗 = 1.
9
Bentuk umum matriks kolom adalah:
[
𝑎11
𝑎21
⋮
𝑎 𝑚1
]
3. Matriks Nol
Matriks nol adalah matriks di mana semua unsurnya nol.
Contoh 2.4:
Matriks nol berordo 2 × 2 dan 2 × 3
𝑂2×2 = [
0 0
0 0
] , 𝑂2×3 = [
0 0 0
0 0 0
]
4. Matriks Bujursangkar
Matriks bujursangkar yaitu suatu matriks yang banyak barisnya sama
dengan banyak kolomnya. Dalam matriks bujursangkar ini dikenal
diagonal utama, yaitu entri-entri yang mempunyai nomor baris yang
sama dengan nomor kolom. Sebagai contoh,
[
𝑎11 𝑎12
𝑎21 𝑎22
𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛
𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛
𝑎31 𝑎32
⋮ ⋮
𝑎 𝑛1 𝑎 𝑛2
𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛
⋮ ⋱ ⋮
𝑎 𝑛3 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛]
Matriks di atas mempunyai ordo 𝑛 × 𝑛 dan ditulis 𝐴 𝑛×𝑛, entri-entri yang
merupakan diagonal utama yaitu 𝑎11, 𝑎22, 𝑎33, … , 𝑎 𝑛𝑛.
5. Matriks Segitiga
Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang
terletak di bawah entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya
adalah [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0, untuk setiap 𝑖 > 𝑗.
𝐴 𝑛×𝑛 =
[
𝑎11 𝑎12
0 𝑎22
𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛
𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛
0 0
⋮ ⋮
0 0
𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛
⋮ ⋱ ⋮
0 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛]
10
Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri
yang terletak di atas entri diagonal utama semua nol.
Bentuk umumnya adalah [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0, untuk setiap 𝑖 < 𝑗.
𝐴 𝑛×𝑛 =
[
𝑎11 0
𝑎21 𝑎22
0 ⋯ 0
0 ⋯ 0
𝑎31 𝑎32
⋮ ⋮
𝑎 𝑛1 𝑎 𝑛2
𝑎33 ⋯ 0
⋮ ⋱ ⋮
𝑎 𝑛3 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛]
Contoh 2.5:
Matriks segitiga atas 𝐴3×3 = [
1 3 4
0 2 6
0 0 1
]
Matriks segitiga bawah 𝐴3×3 = [
3 0 0
4 1 0
1 2 5
]
6. Matriks Diagonal
Matriks diagonal merupakan matriks bujursangkar dengan semua entri
yang bukan diagonal utamanya bernilai nol. Dengan kata lain suatu
matriks 𝐴 berordo 𝑛 × 𝑛 disebut matriks diagonal , jika 𝑎𝑖𝑗 = 0 untuk
𝑖 ≠ 𝑗. Seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut ini.
𝐴 𝑛×𝑛 =
[
𝑎11 0
0 𝑎22
0 ⋯ 0
0 ⋯ 0
0 0
⋮ ⋮
0 0
𝑎33 ⋯ 0
⋮ ⋱ ⋮
0 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛]
7. Matriks Identitas
Matriks identitas yaitu matriks diagonal yang entri-entri pada diagonal
utamanya sama dengan satu dan entri-entri lainnya sama dengan nol.
Matriks ini dilambangkan dengan 𝐼 dan dapat juga dituliskan 𝐼 𝑛 untuk
matriks identitas berordo 𝑛 × 𝑛.
11
Contoh 2.6:
Berikut diberikan contoh untuk matriks identitas berordo 2 × 2 dan
3 × 3.
𝐼2 = [
1 0
0 1
] , 𝐼3 = [
1 0 0
0 1 0
0 0 1
]
2.3.2 Operasi pada Matriks dan Sifat-Sifatnya
Adapun operasi-operasi pada matriks antara lain:
1. Kesamaan Matriks
Dua matriks disebut sama jika ordonya sama dan entri yang seletak
bernilai sama, sehingga jika matriks 𝐴 dan 𝐵 sama, maka dapat ditulis
𝐴 = 𝐵. Sebagai contoh, jika matriks 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] dengan
𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛, dan 𝐴 = 𝐵, maka berlaku
𝑎𝑖𝑗 = 𝑏𝑖𝑗.
2. Penjumlahan dan Selisih Matriks
Definisi 2.4 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] merupakan matriks berukuran sama
𝑚 × 𝑛, maka jumlah matriks 𝐴 dan 𝐵 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛
yang diperoleh dengan menjumlahkan entri-entri pada 𝐵 dengan entri-
entri yang bersesuaian pada 𝐴.
Definisi 2.5 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] merupakan matriks berukuran sama
𝑚 × 𝑛, maka selisih 𝐴 dan 𝐵 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 yang
diperoleh dengan mengurangkan entri-entri 𝐴 dengan entri-entri yang
bersesuaian pada 𝐵.
Dengan kata lain, jumlah dan selisih matriks dapat ditulis seperti
berikut
𝐴 + 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗] dan 𝐴 − 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 − 𝑏𝑖𝑗]
12
Contoh 2.7:
Jika diketahui
𝐴 = [
2 1 3
1 2 4
−3 4 7
] , 𝐵 = [
1 2 4
2 −1 4
0 3 5
]
maka
𝐴 + 𝐵 = [
2 1 3
1 2 4
−3 4 7
] + [
1 2 4
2 −1 4
0 3 5
] = [
3 3 7
3 1 8
−3 7 12
]
dan
𝐴 − 𝐵 = [
2 1 3
1 2 4
−3 4 7
] − [
1 2 4
2 −1 4
0 3 5
] = [
1 −1 −1
−1 3 0
−3 1 2
]
3. Perkalian Matriks dengan Matriks
Definisi 2.6 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 adalah sebuah matriks 𝑚 × 𝑟 dan 𝐵 adalah sebuah matriks 𝑟 × 𝑛,
maka hasil kali 𝐴𝐵 adalah matriks 𝑚 × 𝑛 yang entri-entrinya
didefinisikan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris 𝑖 dan
kolom 𝑗 dari 𝐴𝐵, pilih baris 𝑖 dari matriks 𝐴 dan kolom 𝑗 dari matriks 𝐵.
Kalikan entri-entri yang berpadanan dari baris dan kolom bersama-sama
kemudian jumlahkan hasil kalinya sehingga hasil kali matriks 𝐴𝐵
berordo 𝑚 × 𝑛.
Misalkan 𝐴 𝑚×𝑛 dan 𝐵 𝑛×𝑘 maka 𝐴 𝑚×𝑛 𝐵 𝑛×𝑘 = 𝐶 𝑚×𝑘 dengan entri-
entri dari 𝐶𝑖𝑗 merupakan penjumlahan dari perkalian entri-entri 𝐴 baris 𝑖
dengan entri-entri 𝐵 kolom 𝑗.
Misalkan 𝐴2×3 = [
𝑎 𝑏 𝑐
𝑑 𝑒 𝑓
] , 𝐵3×2 = [
𝑘 𝑛
𝑙 𝑜
𝑚 𝑝
]
maka 𝐴2×3 𝐵3×2 = 𝐶2×2 = [
𝑎𝑘 + 𝑏𝑙 + 𝑐𝑚 𝑎𝑛 + 𝑏𝑜 + 𝑐𝑝
𝑑𝑘 + 𝑒𝑙 + 𝑓𝑚 𝑑𝑛 + 𝑒𝑜 + 𝑓𝑝
]
4. Perkalian Matriks dengan Skalar
Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap-tiap entri
pada 𝐴 dikalikan dengan k.
13
Bentuk umum
𝑘 ∙ 𝐴 = 𝑘 ∙ [
𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛
⋮
𝑎 𝑚1
⋮
𝑎 𝑚2
⋯
⋯
⋮
𝑎 𝑚𝑛
]
= [
𝑘𝑎11 𝑘𝑎12 ⋯ 𝑘𝑎1𝑛
𝑘𝑎21 𝑘𝑎22 ⋯ 𝑘𝑎2𝑛
⋮
𝑘𝑎 𝑚1
⋮
𝑘𝑎 𝑚2
⋯
⋯
⋮
𝑘𝑎 𝑚𝑛
]
Contoh 2.8:
Misalkan 𝑘 skalar dengan 𝑘 = 3 dan matriks 𝐴 = [
𝑎 𝑏 𝑐
𝑑 𝑒 𝑓
] maka
diperoleh 3 ∙ 𝐴 = 3 ∙ [
𝑎 𝑏 𝑐
𝑑 𝑒 𝑓
] = [
3𝑎 3𝑏 3𝑐
3𝑑 3𝑒 3𝑓
]
Teorema berikut menunjukkan sifat-sifat utama dari operasi matriks.
Teorema 2.8 (Anton, 2009)
Misalkan 𝐴, 𝐵, dan 𝐶 adalah matriks-matriks yang berukuran sama,
sedangkan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah suatu skalar, maka sifat-sifat berikut ini
adalah valid.
a) 𝐴 + 𝐵 = 𝐵 + 𝐴 (Hukum komutatif untuk penjumlahan)
b) 𝐴 + (𝐵 + 𝐶) = (𝐴 + 𝐵) + 𝐶 (Hukum asosiatif untuk penjumlahan)
c) 𝐴(𝐵𝐶) = (𝐴𝐵)𝐶 (Hukum asosiatif untuk perkalian)
d) 𝐴(𝐵 + 𝐶) = 𝐴𝐵 + 𝐴𝐶 (Hukum distributif kiri)
e) ( 𝐵 + 𝐶) 𝐴 = 𝐵𝐴 + 𝐶𝐴 (Hukum distributif kanan)
f) 𝐴(𝐵 − 𝐶) = 𝐴𝐵 − 𝐴𝐶
g) ( 𝐵 − 𝐶) 𝐴 = 𝐵𝐴 − 𝐶𝐴
h) 𝑎(𝐵 + 𝐶) = 𝑎𝐵 + 𝑎𝐶
i) 𝑎(𝐵 − 𝐶) = 𝑎𝐵 − 𝑎𝐶
j) ( 𝑎 + 𝑏) 𝐶 = 𝑎𝐶 + 𝑏𝐶
k) ( 𝑎 − 𝑏) 𝐶 = 𝑎𝐶 − 𝑏𝐶
l) 𝑎(𝑏𝐶) = (𝑎𝑏)𝐶
m) 𝑎(𝐵𝐶) = (𝑎𝐵)𝐶 = 𝐵(𝑎𝐶)
14
5. Transpos Matriks
Definisi 2.7 (Anton & Rorres, 2004)
Jika 𝐴 adalah suatu matriks 𝑚 × 𝑛, maka transpos dari 𝐴, dinyatakan
dengan 𝐴 𝑇
, didefinisikan sebagai matriks 𝑛 × 𝑚 yang didapatkan dengan
menukarkan baris-baris dan kolom-kolom dari 𝐴; sehingga kolom
pertama dari 𝐴 𝑇
adalah baris pertama dari 𝐴, kolom kedua dari 𝐴 𝑇
adalah
baris kedua dari 𝐴, dan seterusnya.
2.4 Sistem Persamaan Linear
Secara umum, persamaan linear dengan 𝑛 variabel 𝑥1, 𝑥2,…, 𝑥 𝑛 adalah
persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
𝑎1 𝑥1 + 𝑎2 𝑥2+. . . +𝑎 𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏
dengan 𝑎1, 𝑎2,…, 𝑎 𝑛 dan 𝑏 merupakan konstanta. Variabel-variabel dalam
persamaan linear seringkali disebut sebagai faktor-faktor yang tidak
diketahui. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear
dalam peubah 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥 𝑛 dinamakan sistem persamaan linear atau sistem
linear.
Secara umum sistem persamaan linear didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.8 (Anton dan Rorres, 2004)
Sistem persamaan linear adalah suatu sistem sebarang yang terdiri dari 𝑚
persamaan linear dengan 𝑛 variabel yang tidak diketahui dengan bentuk:
𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2+. . . +𝑎1𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏1
𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2+. . . +𝑎2𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏2
⋮
𝑎 𝑚1 𝑥1 + 𝑎 𝑚2 𝑥2+. . . +𝑎 𝑚𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏 𝑚
dengan 𝑎𝑖𝑗 dan 𝑏𝑖 merupakan konstanta dan 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚, 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛.
Sistem persamaan linear (2.1) dapat ditulis matriks sebagai berikut
[
𝑎11 𝑎12
𝑎21 𝑎22
⋯ 𝑎1𝑛
⋯ 𝑎2𝑛
⋮ ⋮
𝑎 𝑚1 𝑎 𝑚2
⋱ ⋮
⋯ 𝑎 𝑚𝑛
] [
𝑥1
𝑥2
⋮
𝑥 𝑚
] = [
𝑏1
𝑏2
⋮
𝑏 𝑚
]
(2.1)
(2.2)
15
Jika matriks tersebut berturut-turut dilambangkan 𝐴, 𝑋, dan 𝐵, maka Sistem
persamaan linear (2.2) dapat dituliskan sebagai
𝐴𝑋 = 𝐵
Jika 𝑚 = 𝑛, Sistem persamaan (2.1) disebut sistem bujursangkar atau persegi.
Penulisan Sistem persamaan linear (2.1) juga dapat disingkat dengan
menggabungkan entri-entri pada matriks 𝐴 dan 𝐵 sebagai berikut
[𝐴 | 𝐵] = [
𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝑎 𝑚1 𝑎 𝑚2 … 𝑎 𝑚𝑛
|
𝑏1
𝑏2
⋮
𝑏 𝑚
]
bentuk ini disebut matriks yang diperbesar.
2.5 Operasi Baris Elementer
Operasi baris elementer merupakan operasi yang digunakan untuk
menyederhanakan bentuk sistem persamaan linear pada baris-baris matriks
yang diperbesar, sehingga sistem persamaan lebih mudah diselesaikan.
Operasi-operasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengalikan sebuah baris dengan sebuah konstanta tak nol.
(𝑐𝑅𝑖, dengan 𝑐 = konstanta, 𝑐 ≠ 0 dan 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖).
b. Menukarkan antara dua baris.
(𝑅𝑖 ↔ 𝑅𝑗, dengan 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖 dan 𝑅𝑗 = baris ke- 𝑗).
c. Menambahkan perkalian dari satu baris ke baris lainnya.
(𝑐𝑅𝑖 + 𝑅𝑗, dengan 𝑐 = konstanta, 𝑐 ≠ 0, 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖 dan 𝑅𝑗 = baris ke-
𝑗).
Contoh 2.9:
Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut
𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9
2𝑥 + 4𝑦 − 3𝑧 = 1
3𝑥 + 6𝑦 − 5𝑧 = 0
Solusi dari sistem persamaan di atas dapat ditentukan menggunakan operasi
baris elementer.
(2.3)
16
Penyelesaian:
Sistem persamaan linear di atas dapat ditulis dalam bentuk
[
1 1 2
2 4 −3
3 6 −5
] [
𝑥
𝑦
𝑧
] = [
9
1
0
]
atau dapat disingkat
𝐴𝑋 = 𝐵
dengan 𝐴 = [
1 1 2
2 4 −3
3 6 −5
], 𝑋 = [
𝑥
𝑦
𝑧
], dan 𝐵 = [
9
1
0
].
Sistem (2.3) ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
untuk menentukan solusinya menggunakan operasi baris elementer
[
1 1 2
2 4 −3
3 6 −5
|
9
1
0
]
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu baris pertama dikalikan
dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, maka diperoleh
[
1 1 2
0 2 −7
3 6 −5
|
9
−17
0
]
Baris pertama dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga,
sehingga diperoleh
[
1 1 2
0 2 −7
0 3 −11
|
9
−17
−27
]
Kemudian kalikan baris kedua dengan (
1
2
), sehingga diperoleh
[
1 1 2
0 1 −
7
2
0 3 −11
|
9
−
17
2
−27
]
Selanjutnya baris kedua dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
[
1 1 2
0 1 −
7
2
0 0 −
1
2
||
9
−
17
2
−
3
2 ]
17
Kalikan baris ketiga dengan (−2), sehingga diperoleh
[
1 1 2
0 1 −
7
2
0 0 1
|
9
−
17
2
3
]
Baris kedua dikalikan dengan (−1), kemudian ditambahkan ke baris pertama,
sehingga diperoleh
[
1 0
11
2
0 1 −
7
2
0 0 1
||
35
2
−
17
2
3 ]
Baris ketiga dikalikan dengan (−
11
2
), kemudian ditambahkan ke baris
pertama dan baris ketiga dikalikan dengan (
7
2
), kemudian ditambahkan ke
baris kedua, sehingga diperoleh
[
1 0 0
0 1 0
0 0 1
|
1
2
3
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 0 0
0 1 0
0 0 1
] [
𝑥
𝑦
𝑧
] = [
1
2
3
]
atau 𝑥 = 1, 𝑦 = 2 dan 𝑧 = 3.
2.6 Determinan
Definisi 2.9 (Anton, 2009)
Misalkan 𝐴 adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan
dengan det, dan didefinisikan det(𝐴) sebagai jumlah semua hasil kali entri
bertanda dari 𝐴.
Notasi | 𝐴| adalah notasi alternatif untuk det(𝐴).
Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo
2 × 2 dan 3 × 3.
a. Determinan matriks 2 × 2
Misalkan matriks 𝐴 = [
𝑎11 𝑎12
𝑎21 𝑎22
]
maka, det( 𝐴) = |
𝑎11 𝑎12
𝑎21 𝑎22
| = 𝑎11 𝑎22 − 𝑎12 𝑎21
18
b. Determinan matriks 3 × 3
Misalkan 𝐴 = [
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎21 𝑎22 𝑎23
𝑎31 𝑎32 𝑎33
]
maka,
det(𝐴) = |
𝑎11 𝑎12 𝑎13
𝑎21 𝑎22 𝑎23
𝑎31 𝑎32 𝑎33
|
= 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31
−𝑎12 𝑎21 𝑎33 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32
Contoh 2.10:
Diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut
𝐴 = [
3 2 4
1 −2 3
2 3 2
]
maka
det( 𝐴) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33
−𝑎11 𝑎23 𝑎32
= (−12) + 12 + 12 − (−16) − 27 − 4
= −3
2.7 Invers Matriks
Definisi 2.10 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 adalah sebuah matriks persegi dan jika sebuah matriks 𝐵 yang
berukuran sama dapat ditentukan sedemikian sehingga 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼, maka
𝐴 disebut dapat dibalik dan 𝐵 disebut invers dari 𝐴.
Contoh 2.11:
Matriks 𝐵 = [
3 5
1 2
] adalah invers dari 𝐴 = [
2 −5
−1 3
]
Karena 𝐴𝐵 = [
2 −5
−1 3
] [
3 5
1 2
] = [
1 0
0 1
] = 𝐼
dan 𝐵𝐴 = [
3 5
1 2
] [
2 −5
−1 3
] = [
1 0
0 1
] = 𝐼
19
Sebelum memasuki teorema berikutnya tentang invers matriks, berikut
diberikan definisi tentang adjoin suatu matriks.
Definisi 2.11 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 adalah matriks bujursangkar, maka minor entri 𝑎𝑖𝑗 dinyatakan oleh 𝑀𝑖𝑗
dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa setelah
baris ke- 𝑖 dan kolom ke- 𝑗 dihilangkan dari 𝐴. Bilangan (−1)𝑖+𝑗( 𝑀𝑖𝑗)
dinyatakan oleh 𝐶𝑖𝑗 dan disebut kofaktor entri 𝑎𝑖𝑗.
Definisi 2.12 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 adalah sembarang matriks 𝑛 × 𝑛 dan 𝐶𝑖𝑗 adalah kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗, maka
matriks
[
𝐶11 𝐶12 … 𝐶1𝑛
𝐶21 𝐶22 … 𝐶2𝑛
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
𝐶 𝑛1 𝐶 𝑛2 ⋯ 𝐶 𝑛𝑛
]
disebut matriks kofaktor dari 𝐴. Transpos dari matriks ini disebut adjoin 𝐴
dan dinyatakan oleh 𝑎𝑑𝑗(𝐴).
Contoh 2.12:
Diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut
𝐴 = [
3 2 −1
1 6 3
2 −4 0
]
Kofaktor dari 𝐴 adalah
𝐶11 = (−1)1+1 |
6 3
−4 0
| = 12
𝐶12 = (−1)1+2 |
1 3
2 0
| = 6
𝐶13 = (−1)1+3 |
1 6
2 −4
| = −16
𝐶21 = (−1)2+1 |
2 −1
−4 0
| = 4
𝐶22 = (−1)2+2 |
3 −1
2 0
| = 2
𝐶23 = (−1)2+3 |
3 2
2 −4
| = 16
𝐶31 = (−1)3+1 |
2 −1
6 3
| = 12
20
𝐶32 = (−1)3+2 |
3 −1
1 3
| = −10
𝐶33 = (−1)3+3 |
3 2
1 6
| = 16
Sehingga matriks kofaktornya adalah
[
12 6 −16
4 2 16
12 −10 16
]
dan adjoin 𝐴 adalah
𝑎𝑑𝑗(𝐴) = [
12 4 12
6 2 −10
−16 16 16
]
Teorema 2.9 (Anton, 2009)
Suatu matriks bujursangkar 𝐴 dapat dibalik jika dan hanya jika det( 𝐴) ≠ 0.
Teorema 2.10 (Anton, 2009)
Jika 𝐴 adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka
𝐴−1
=
1
det( 𝐴)
𝑎𝑑𝑗(𝐴)
Contoh 2.13:
Invers dari matriks 𝐴 dalam Contoh 2.12 dapat dicari menggunakan rumus
pada Teorema 2.10.
Diketahui
𝐴 = [
3 2 −1
1 6 3
2 −4 0
]
det( 𝐴) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33 −
𝑎11 𝑎23 𝑎32
= 0 + 12 + 4 − (−12) − (−36) − 0
= 64
𝐴−1
=
1
det( 𝐴)
𝑎𝑑𝑗( 𝐴) =
1
64
[
12 4 12
6 2 −10
−16 16 16
] =
[
12
64
4
64
12
64
6
64
2
64
−10
64
−16
64
16
64
16
64 ]
21
2.8 Ruang Vektor
Definisi 2.13 (Imrona, 2009)
Sebuah vektor di ℝ 𝑛
dinyatakan oleh 𝑛 bilangan terurut yaitu
𝑢 = (𝑢1, 𝑢2, … , 𝑢 𝑛).
Definisi 2.14 (Imrona, 2009)
vektor nol adalah vektor yang semua entrinya nol.
Definisi berikut ini terdiri dari sepuluh aksioma untuk ruang vektor.
Definisi 2.15 (Imrona, 2009)
Misalkan 𝑉 adalah suatu himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan
operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar (dalam hal ini, skalar adalah
bilangan real). 𝑉 disebut ruang vektor jika memenuhi sepuluh aksioma
berikut.
(1) Jika 𝐮 dan 𝐯 adalah objek-objek pada 𝑉, maka 𝐮 + 𝐯 berada pada 𝑉.
(2) 𝐮 + 𝐯 = 𝐯 + 𝐮
(3) 𝐮 + (𝐯 + 𝐰) = (𝐮 + 𝐯) + 𝐰
(4) Di dalam 𝑉 terdapat suatu objek 0, yang disebut vektor nol (zero vector)
untuk 𝑉, sedemikian rupa sehingga 𝟎 + 𝐮 = 𝐮 + 𝟎 = 𝐮 untuk semua 𝐮
pada 𝑉.
(5) Untuk setiap 𝐮 pada 𝑉, terdapat suatu objek – 𝐮 pada 𝑉, yang disebut
sebagai negatif dari 𝐮, sedemikian rupa sehingga
𝐮 + (−𝐮) = (−𝐮) + 𝐮 = 𝟎
(6) Jika 𝑘 adalah skalar sebarang dan 𝐮 adalah objek sebarang pada 𝑉, maka
𝑘𝐮 terdapat pada 𝑉.
(7) 𝑘(𝐮 + 𝐯) = 𝑘𝐮 + 𝑘𝐯
(8) (𝑘 + 𝑙)𝐮 = 𝑘𝐮 + 𝑙𝐮
(9) 𝑘(𝑙𝐮) = (𝑘𝑙)(𝐮)
(10) 1𝐮 = 𝐮
Anggota ruang vektor disebut vektor.
22
Definisi 2.16 (Anton, 2009)
Suatu himpunan bagian 𝑊 dari suatu ruang vektor 𝑉 disebut suatu subruang
dari 𝑉 jika 𝑊 adalah suatu ruang vektor di bawah penjumlahan dan perkalian
skalar yang didefinisikan pada 𝑉.
Definisi 2.17 (Imrona, 2009)
Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. Misalkan pula 𝒂 ∈ 𝑉.
Vektor 𝒂 disebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari 𝑆 jika
terdapat skalar-skalar 𝑘1, 𝑘2, … , 𝑘 𝑛, sehingga memenuhi persamaan
𝑘1 𝒖1 + 𝑘2 𝒖2 + ⋯ + 𝑘 𝑛 𝒖 𝑛 = 𝒂
Definisi 2.18 (Imrona, 2009)
Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. 𝑆 disebut membangun 𝑉
jika setiap vektor di 𝑉 tersebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari
𝑆.
Definisi 2.19 (Imrona, 2009)
Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. Himpunan 𝑆 disebut
bebas linear jika persamaan vektor
𝑘1 𝒖1 + 𝑘2 𝒖2 + ⋯ + 𝑘 𝑛 𝒖 𝑛 = 𝟎
hanya dipenuhi oleh 𝑘1 = 𝑘2 = ⋯ = 𝑘 𝑛 = 0. Jika terdapat penyelesaian yang
lain, maka 𝑆 disebut tak bebas linear.
Definisi 2.20 (Imrona, 2009)
Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. 𝑆 disebut basis ruang
vektor 𝑉 jika 𝑆 memenuhi dua aksioma berikut:
1. 𝑆 bebas linear
2. 𝑆 membangun 𝑉.
2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi 2.21 (Anton & Rorres, 2004)
Misalkan 𝐴 adalah matriks bujursangkar, maka sebuah vektor tak nol 𝐯 dalam
𝑅 𝑛
dinamakan vektor eigen dari 𝐴 jika 𝐴𝐯 adalah kelipatan skalar dari 𝐯,
23
yaitu:
𝐴𝐯 = 𝜆𝐯
dengan λ adalah skalar. Selanjutnya skalar λ dinamakan nilai eigen dari 𝐴 dan
𝐯 dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝐴 yang terkait dengan λ.
Untuk mencari nilai eigen matriks 𝐴 maka 𝐴𝐯 = λ𝐯 dituliskan kembali
sebagai
𝐴𝐯 = 𝜆𝐼𝐯
atau
(𝜆 𝐼 – 𝐴)𝐯 = 𝟎
Supaya λ menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari persamaan
di atas, yaitu jika dan hanya jika
𝑑𝑒𝑡 (𝜆𝐼 – 𝐴) = 0
Persamaan (2.4) dinamakan persamaan karakteristik dari 𝐴. Skalar yang
memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari 𝐴. Jika λ adalah suatu
parameter, maka det(𝜆𝐼 − 𝐴) adalah suatu polinomial 𝐴 yang dinamakan
polinomial karakteristik dari 𝐴.
Vektor eigen 𝐴 yang bersesuaian dengan nilai eigen λ adalah vektor tak
nol 𝐯 yang memenuhi 𝐴𝐯 = λ𝐯. Masalah nilai eigen dan vektor eigen dapat
diselesaikan melalui proses berikut:
1. Temukan semua skalar 𝜆 sedemikian sehingga det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0. Ini adalah
nilai eigen dari 𝐴.
2. Jika 𝜆1, 𝜆2, …, 𝜆 𝑛 adalah nilai eigen yang diperoleh di (1), maka selesaikan
n sistem persamaan linear
(𝜆𝑖 𝐼 − 𝐴)𝐯𝑖 = 𝟎, i = 1, 2, 3, …,n
untuk memperoleh semua vektor eigen 𝐯𝑖 yang bersesuaian dengan setiap
nilai eigen.
Contoh 2.14:
Diberikan matriks sebagai berikut 𝐴 = [
1 3
4 2
]
Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari 𝐴.
(2.4)
24
Penyelesaian :
Sistem persamaan linear untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen
adalah
(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎
([
𝜆 0
0 𝜆
] − [
1 3
4 2
]) [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
[
𝜆 − 1 − 3
− 4 𝜆 − 2
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
] (2.5)
Sistem ini mempunyai paling tidak ada satu solusi jika dan hanya jika:
det(𝜆𝐼 − 𝐴)= 0
sehingga diperoleh
|
𝜆 − 1 − 3
− 4 𝜆 − 2
| = 0
(𝜆 − 1)(𝜆 − 2) − (−3(−4)) = 0
𝜆2
− 2𝜆 − 𝜆 + 2 − 12 = 0
𝜆2
− 3𝜆 − 10 = 0
(𝜆 + 2)(𝜆 − 5) = 0
Maka diperoleh nilai eigen dari 𝐴 adalah 𝜆1 = −2 atau 𝜆2 = 5
Selanjutnya adalah mencari vektor eigen.
Untuk λ= −2
Substitusikan 𝜆 = −2 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga
menghasilkan sistem:
[
−3 −3
−4 −4
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
[
1 1
0 0
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
𝑥1 + 𝑥2 = 0
𝑥1 = −𝑥2
Jika 𝑥2 = 𝑠 maka 𝑥1 = − 𝑠, dengan s adalah variabel bebas.
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = −2 adalah vektor tak nol yang
berbentuk
𝐯 = [
−𝑠
𝑠
] = 𝑠 [
−1
1
]
25
Untuk λ = 5
Substitusikan λ=5 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga menghasilkan
sistem:
[
4 − 3
− 4 3
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
dengan operasi baris elementer, diperoleh:
[
4 −3
0 0
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
4𝑥1 − 3𝑥2 = 0
4
3
𝑥1 = 𝑥2
Jika 𝑥1 = 𝑡 maka 𝑥2 =
4
3
𝑡, dengan t adalah variabel bebas.
Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = 5 adalah vektor tak nol
yang berbentuk
𝐯 = [
𝑡
4
3
𝑡
] = 𝑡 [
1
4
3
]
2.10 Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu
variabel atau lebih yang menghubungkan fungsi itu sendiri dan turunannya
dalam berbagai orde. Selain itu, persamaan diferensial juga didefinisikan
sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tak
diketahui (Waluya, 2006).
Persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah
tak bebas) beserta turunannya terhadap satu peubah bebas disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial
yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta
turunannya terhadap lebih dari satu peubah bebas.
Contoh 2.15:
1. 𝑦′
+ 𝑥𝑦 = 6
2. 𝑦′′
+ 𝑦′
− 6𝑦 = 0
3.
𝜕2 𝑢
𝜕𝑡2 −
𝜕2 𝑢
𝜕𝑥2 = 0
26
Persamaan 1 dan 2 memuat turunan biasa dan disebut persamaan
diferensial biasa. Persamaan 3 memuat turunan-turunan parsial dan disebut
persamaan diferensial parsial.
Definisi 2.22 (Finizio dan Ladas, 1982)
Suatu persamaan diferensial biasa orde 𝑛 adalah suatu persamaan yang dapat
ditulis dalam bentuk
𝑦(𝑛)
= 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦′
, … , 𝑦(𝑛−1)
)
dengan 𝑦 𝑛
menyatakan turunan ke-𝑛 dari fungsi 𝑦 terhadap 𝑥.
Contoh 2.16:
1. 𝑦′
= 3𝑦 + 𝑥 + 𝑒−2𝑥
merupakan persamaan diferensial orde satu, dan
2. 𝑦′′
= 𝑦′
− 2𝑦 − 3 merupakan persamaan diferensial orde dua.
2.10.1 Persamaan Diferensial Linear
Persamaan diferensial linear yaitu persamaan diferensial yang
berpangkat satu dalam peubah tak bebas dan turunan-turunannya yaitu
persamaan diferensial yang berbentuk :
𝑎 𝑛(𝑥)𝑦(𝑛)
+ 𝑎 𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1)
+ ⋯ + 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥)
dengan 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas 𝑥, serta
𝑎 𝑛 ≠ 0. Persamaan di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk
persamaan berikut:
a. Jika 𝑔(𝑥) = 0 maka persamaan tersebut homogen.
b. Jika 𝑔(𝑥) ≠ 0 maka persamaan tersebut tak homogen.
c. Jika seluruh koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 adalah konstanta, maka persamaan
tersebut dikatakan memiliki koefisien konstan.
d. Jika satu atau lebih dari koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 adalah variabel, maka
persamaan tersebut dikatakan memiliki koefisien variabel.
Contoh 2.17:
1. 𝑥𝑦′
− 2𝑦 = 𝑥3
dengan 𝑥 ≠ 0 adalah suatu persamaan diferensial linear tak
homogen orde satu dengan koefisien variabel.
2. 𝑦′′
− 𝑦 = 0 adalah suatu persamaan diferensial linear homogen orde dua
dengan koefisien konstan.
27
2.10.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial
Penyelesaian dari persamaan diferensial dalam fungsi y yang tidak
diketahui dari variabel bebas 𝑥 dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah I : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear
homogen (𝑦ℎ)
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen (𝑦𝑝)
Langkah III : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear yaitu
𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝
Contoh 2.18:
Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut
𝑦′′
− 𝑦 = 1
Solusi umum dari persamaan diferensial di atas yaitu
Langkah 1 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen (𝑦ℎ)
𝑦′′
− 𝑦 = 0
Solusi umum: 𝑦ℎ = 𝑐1 𝑒−𝑥
+ 𝑐1 𝑒 𝑥
Langkah 2 : Menentukan solusi khusus dari persamaan diferensial linear
tak homogen (𝑦𝑝)
𝑦′′
− 𝑦 = 1
Solusi khusus: 𝑦𝑝 = 1
Langkah 3 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial
𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝑐1 𝑒−𝑥
+ 𝑐1 𝑒 𝑥
+ 1
2.11 Metode Koefisien Tak Tentu
Metode ini digunakan untuk menghitung suatu penyelesaian khusus dari
persamaan diferensial tak homogen
𝑎 𝑛(𝑥)𝑦(𝑛)
+ 𝑎 𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1)
+ ⋯ + 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) (2.5)
28
dengan koefisien-koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 merupakan konstanta-konstanta,
𝑎 𝑛 ≠ 0 dan 𝑔(𝑥) adalah kombinasi linear dari fungsi dengan tipe yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu
Suku-suku dalam 𝑔(𝑥) Pilihan untuk 𝑦𝑝
𝑘𝑒 𝛾𝑥
𝐶𝑒 𝛾𝑥
𝐾𝑥 𝑛
(𝑛 = 0, 1, … ) 𝐾 𝑛 𝑥 𝑛
+ 𝐾 𝑛−1 𝑥 𝑛−1
+ ⋯ + 𝐾1 𝑥 + 𝐾0
𝑘𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑥 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑥 𝐾𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑥 + 𝑀𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑥
Sumber: Purcell, 2004
Langkah-langkah untuk menentukan solusi umum dari PD linear tak
homogen dengan metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
Langkah I : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear
homogen (𝑦ℎ)
Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak
homogen (𝑦𝑝)
i. Melihat bentuk 𝑔(𝑥), cocokkan bentukya dengan bentuk
pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan bentuk dengan solusi
persamaan diferensial linear homogen
ii. Menentukan bentuk solusi khusus (𝑦𝑝) yang sesuai
dengan bentuk 𝑔(𝑥)
iii. Mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada Persamaan (2.5) untuk mencari
nilai dari koefisien-koefisien yang terdapat pada 𝑦𝑝
iv. Menentukan solusi khusus 𝑦𝑝
Langkah III : Menentukan solusi umum dari persamaan diferensial linear,
yaitu 𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝
29
Aturan untuk metode koefisien tak tentu:
a. Aturan Dasar
Jika 𝑔(𝑥) adalah salah satu fungsi yang ada dalam Tabel 2.2, pilih fungsi
𝑦𝑝 yang bersesuaian dan tentukan koefisien tak tentunya dengan
mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada Persamaan (2.5).
b. Aturan Modifikasi
Jika 𝑔(𝑥) sama dengan solusi persamaan diferensial homogen, kalikan 𝑦𝑝
yang bersesuaian dalam Tabel 2.2 dengan 𝑥 (atau 𝑥2
jika 𝑔(𝑥) sama
dengan solusi akar kembar persamaan diferensial homogen)
c. Aturan Penjumlahan
Jika 𝑔(𝑥) adalah jumlah fungsi-fungsi yang terdapat dalam Tabel 2.2 pada
kolom pertama, 𝑦𝑝 adalah jumlah fungsi pada baris yang bersesuaian.
30
BAB III
SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK
HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU
Dalam penelitian ini, secara khusus dibahas solusi dari sistem persamaan
diferensial linear tak homogen berorde satu yaitu sistem yang memuat dua atau
lebih persamaan diferensial linear tak homogen yang memiliki koefisien konstan.
3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu
Definisi 3.1 (Goode, 1991)
Sistem Persamaan Diferensial (SPD) linear orde satu dengan 𝑛 persamaan
dan 𝑛 fungsi tak diketahui dapat dinyatakan dalam bentuk
𝑦1′ = 𝑎11 𝑦1 + 𝑎12 𝑦2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑦𝑛 + 𝐹1(𝑥)
𝑦2′ = 𝑎21 𝑦1 + 𝑎22 𝑦2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑦𝑛 + 𝐹2(𝑥)
⋮
𝑦𝑛′ = 𝑎 𝑛1 𝑦1 + 𝑎 𝑛2 𝑦2 + ⋯ + 𝑎 𝑛𝑛 𝑦𝑛 + 𝐹𝑛(𝑥)
dengan 𝑦𝑖′ =
𝑑𝑦 𝑖
𝑑𝑥
, untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.
Sistem (3.1) dapat ditulis dalam bentuk matriks
𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)
dengan
𝒚 = [
𝑦1
𝑦2
⋮
𝑦𝑛
], 𝒚′
= [
𝑦1′
𝑦2′
⋮
𝑦𝑛′
], 𝐴 = [
𝑎11 𝑎12
𝑎21 𝑎22
⋯ 𝑎1𝑛
⋯ 𝑎2𝑛
⋮ ⋮
𝑎 𝑛1 𝑎 𝑛2
⋮
⋯ 𝑎 𝑛𝑛
] dan 𝑭(𝒙) = [
𝐹1(𝑥)
𝐹2(𝑥)
⋮
𝐹𝑛(𝑥)
],
𝐴 merupakan matriks koefisien yang berordo 𝑛 × 𝑛. Jika 𝑭(𝒙) = 𝟎, maka
Sistem (3.1) dikatakan SPD homogen, sehingga bentuk matriksnya adalah
𝒚′
= 𝐴𝒚
selain itu dikatakan SPD tak homogen.
Untuk menentukan solusi dari SPD tak homogen dengan metode
koefisien tak tentu, maka matriks koefisien dari SPD tersebut harus memiliki
determinan yang tidak sama dengan nol.
(3.1)
31
Contoh 3.1:
Diberikan sistem persamaan diferensial seperti berikut
𝑦1
′
= 𝑦1 − 𝑒 𝑥
𝑦2
′
= 2𝑦1 − 3𝑦2 + 2𝑦3 + 6𝑒−𝑥
𝑦3
′
= 𝑦1 − 2𝑦2 + 𝑦3 + 𝑒 𝑥
SPD di atas merupakan SPD linear tak homogen orde satu dengan tiga
fungsi tak diketahui dan memiliki koefisien konstan. SPD tersebut dapat
ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut
[
𝑦1′
𝑦2′
𝑦3′
] = [
1 0 0
2 −3 2
1 −2 1
] [
𝑦1
𝑦2
𝑦3
] + [
−𝑒 𝑥
6𝑒−𝑥
𝑒 𝑥
]
atau secara singkat
𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)
dengan 𝐴 = [
1 0 0
2 −3 2
1 −2 1
] dan 𝑭(𝒙) = [
−𝑒 𝑥
6𝑒−𝑥
𝑒 𝑥
].
3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu
Pada Subbab 2.11, telah dipaparkan tentang metode koefisien tak tentu
untuk mencari solusi persamaan diferensial linear tak homogen. Selain untuk
mencari solusi persamaan diferensial linear, metode koefisien tak tentu dapat
juga digunakan untuk mencari solusi SPD linear sebagaimana akan dibahas
pada subbab ini, yaitu bagaimana mencari solusi SPD linear tak homogen
dengan koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu.
Untuk mencari solusi SPD linear tak homogen, langkah-langkah
utamanya terbagi menjadi empat, yaitu:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙).
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′
= 𝐴𝒚 dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Tentukan semua nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆 𝑛 dari 𝐴 𝑛×𝑛.
32
ii. Selanjutnya, tentukan vektor eigen 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯 𝑛 yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh 𝑛 solusi sebagai berikut
𝒚1 = 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥
, 𝒚2 = 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥
, …, 𝒚 𝑛 = 𝐯 𝑛 𝑒 𝜆 𝑛 𝑥
.
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari 𝑛
solusi di atas sebagai berikut
𝒚ℎ = 𝑐1 𝒚1 + 𝑐 𝟏 𝒚2 + ⋯ + 𝑐 𝑛 𝒚 𝑛
4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).
Dalam hal ini, langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen 𝑭(𝒙), cocokkan bentuknya
dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan pada solusi
homogen (𝒚ℎ)
ii. Memilih permisalan 𝒚 𝑝 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙)
iii. Mensubstitusikan 𝒚 𝑝 ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada 𝒚 𝑝.
iv. Menentukan solusi khusus 𝒚 𝑝.
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝.
3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien
Tak Tentu
Kasus 1:
Diberikan sebuah SPD linear dengan dua persamaan yang terdiri dari dua
fungsi tak diketahui sebagai berikut
𝑦1
′
= −3𝑦1 + 2𝑦2 − 𝑥2
𝑦2
′
= 𝑦1 − 2𝑦2 + 𝑒 𝑥
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD linear di atas adalah
𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)
dengan 𝐴 = [
−3 2
1 −2
] dan 𝑭(𝒙) = [−𝑥2
𝑒 𝑥 ]
2. det(𝐴) = |
−3 2
1 −2
| = 4
karena det(𝐴) ≠ 0, maka solusi dapat dicari.
33
3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′
= 𝐴𝒚
𝒚ℎ = 𝑐1 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥
+ 𝑐2 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks 𝐴
𝐴 = [
−3 2
1 −2
]
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah
det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0
det([
𝜆 0
0 𝜆
] − [
−3 2
1 −2
]) = 0
|
𝜆 + 3 −2
−1 𝜆 + 2
| = 0
(𝜆 + 3)(𝜆 + 2) − (−2)(−1) = 0
𝜆2
+ 5𝜆 + 6 − 2 = 0
𝜆2
+ 5𝜆 + 4 = 0
(𝜆 + 1)(𝜆 + 4) = 0
Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen dari 𝐴 yaitu 𝜆1 = −1 dan 𝜆2 = −4.
ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen
pada Langkah i.
a. Untuk 𝜆1 = −1
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎
[
𝜆 + 3 −2
−1 𝜆 + 2
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
[
2 −2
−1 1
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
𝐴𝑋 = 𝐵
dengan 𝐴 = [
2 −2
−1 1
], 𝑋 = [
𝑥1
𝑥2
], dan 𝐵 = [
0
0
].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[
2 −2
−1 1
|
0
0
]
34
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama
dengan (
1
2
), maka diperoleh
[
1 −1
−1 1
|
0
0
]
Tambahkan baris kedua dengan baris pertama, sehingga diperoleh
[
1 −1
0 0
|
0
0
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 −1
0 0
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
atau
– 𝑥1 + 𝑥2 = 0
𝑥2 = 𝑥1
misalkan 𝑥1 = 𝑠, maka 𝑥2 = 𝑠 sehingga vektor
𝐯 = [
𝑥1
𝑥2
] = [
𝑠
𝑠
] = 𝑠 [
1
1
]
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 = −1
yaitu 𝐯1 = [
1
1
].
b. Untuk 𝜆2 = −4
Sistem untuk mencari vektor eigen adalah
(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎
[
𝜆 + 3 −2
−1 𝜆 + 2
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
[
−1 −2
−1 −2
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk
𝐴𝑋 = 𝐵
dengan 𝐴 = [
−1 −2
−1 −2
], 𝑋 = [
𝑥1
𝑥2
], dan 𝐵 = [
0
0
].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[
−1 −2
−1 −2
|
0
0
]
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (−1), maka
diperoleh
35
[
1 2
−1 −2
|
0
0
]
Selanjutnya, tambahkan baris pertama ke baris kedua, sehingga
diperoleh
[
1 2
0 0
|
0
0
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 2
0 0
] [
𝑥1
𝑥2
] = [
0
0
]
atau
𝑥1 + 2𝑥2 = 0
𝑥1 = −2𝑥2
misalkan 𝑥2 = 𝑡, maka 𝑥1 = −2𝑡 sehingga vektor
𝐯 = [
𝑥1
𝑥2
] = [
−2𝑡
𝑡
] = 𝑡 [
−2
1
]
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆2 = −4
yaitu 𝐯2 = [
−2
1
].
Maka solusi homogen dari SPD adalah
𝒚ℎ = 𝑐1 [
1
1
] 𝑒−𝑥
+ 𝑐2 [
−2
1
] 𝑒−4𝑥
4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).
i. Bentuk dari 𝑭(𝒙) = [−𝑥2
𝑒 𝑥 ] = [−𝑥2
0
] + [
0
𝑒 𝑥] = 𝑥2
[
−1
0
] + 𝑒 𝑥
[
0
1
]
ii. Dapat dilihat bahwa bentuk 𝑭(𝒙) di atas mengandung variabel 𝑥2
dan
𝑒 𝑥
sehingga dipilih pemisalan 𝒚 𝑝 dari Tabel 2.2 yang sesuai dengan
bentuk 𝑭(𝒙) yaitu 𝒚 𝑝 = 𝒂𝑥2
+ 𝒃𝑥 + 𝒄 + 𝒅𝑒 𝑥
iii. Substitusi 𝒚 𝑝 pada SPD
(𝒚 𝑝)
′
= 𝐴𝒚 𝑝 + 𝑭(𝒙)
2𝒂𝑥 + 𝒃 + 𝒅𝑒 𝑥
= 𝐴𝒂𝑥2
+ 𝐴𝒃𝑥 + 𝐴𝒄 + 𝐴𝒅𝑒 𝑥
+ [
−1
0
] 𝑥2
+ [
0
1
] 𝑒 𝑥
Dari persamaan di atas, diperoleh
36
a. koefisien dari 𝑥2
yaitu
𝟎 = 𝐴𝒂 + [
−1
0
]
𝐴𝒂 + [
−1
0
] = 𝟎
𝐴𝒂 = [
1
0
]
𝒂 = 𝐴−1
[
1
0
]
𝒂 = (
1
6 − 2
[
−2 −2
−1 −3
]) [
1
0
]
𝒂 = [
−
1
2
−
1
2
−
1
4
−
3
4
] [
1
0
]
𝒂 = [
−
1
2
−
1
4
]
…(3.2)
b. koefisien dari 𝑥 yaitu
2𝒂 = 𝐴𝒃 …(3.3)
2𝒂 = 𝐴𝒃
𝒃 = 𝐴−1
2𝒂
𝒃 = [
−
1
2
−
1
2
−
1
4
−
3
4
] [
−1
−
1
2
]
𝒃 = [
3
4
5
8
]
c. koefisien dari 𝑒 𝑥
yaitu
𝒅 = 𝐴𝒅 + [
0
1
] …(3.4)
𝒅 = 𝐴𝒅 + [
0
1
]
misalkan 𝒅 = [
𝑥
𝑦]
[
𝑥
𝑦] = [
−3 2
1 −2
] [
𝑥
𝑦] + [
0
1
]
37
[
𝑥
𝑦] = [
−3𝑥 + 2𝑦
𝑥 − 2𝑦
] + [
0
1
]
[
𝑥
𝑦] = [
−3𝑥 + 2𝑦
𝑥 − 2𝑦 + 1
]
Diperoleh
𝑥 = −3𝑥 + 2𝑦 atau 4𝑥 − 2𝑦 = 0 …(3.5)
𝑦 = 𝑥 − 2𝑦 + 1 atau 𝑥 − 3𝑦 = −1 …(3.6)
Persamaan (3.5) dan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk matriks
𝐴𝑋 = 𝐵
dengan 𝐴 = [
4 −2
1 −3
], 𝑋 = [
𝑥
𝑦], dan 𝐵 = [
0
−1
].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks tersebut dapat ditulis
dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut
[
4 −2
1 −3
|
0
−1
]
dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris
pertama dengan (
1
4
), maka diperoleh
[1 −
2
4
1 −3
|
0
−1
]
Baris pertama dikalikan dengan (−1), kemudian tambahkan ke
baris kedua, sehingga diperoleh
[
1 −
2
4
0 −
10
4
|
0
−1
]
Kalikan baris kedua dengan (−
4
10
), sehingga diperoleh
[1 −
2
4
0 1
|
0
4
10
]
Baris kedua dikalikan dengan (
2
4
), kemudian ditambahkan ke
baris pertama, sehingga diperoleh
[
1 0
0 1
|
2
10
4
10
]
38
atau
𝒅 = [
𝑥
𝑦] = [
2
10
4
10
]
d. Koefisien dari konstanta yaitu
𝒃 = 𝐴𝒄 …(3.7)
𝒃 = 𝐴𝒄
𝒄 = 𝐴−1
𝒃
𝒄 = [
−
1
2
−
1
2
−
1
4
−
3
4
] [
3
4
5
8
]
𝒄 = [
−
11
16
−
21
32
]
iv. Sehingga diperoleh solusi khusus 𝒚 𝑝 yaitu
𝒚 𝑝 = [
−
1
2
−
1
4
] 𝑥2
+ [
3
4
5
8
] 𝑥 + [
−
11
16
−
21
32
] + [
2
10
4
10
] 𝑒 𝑥
5. Jadi solusi umum dari SPD tak homogen di atas yaitu
𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝 = 𝑐1 [
1
1
] 𝑒−𝑥
+ 𝑐2 [
−2
1
] 𝑒−4𝑥
− [
1
2
1
4
] 𝑥2
+ [
3
4
5
8
] 𝑥 − [
11
16
21
32
]
+ [
2
10
4
10
] 𝑒 𝑥
39
Kasus 2:
Diberikan sebuah SPD linear dengan tiga persamaan yang terdiri dari tiga
fungsi tak diketahui sebagai berikut
𝑦1
′
= 𝑦1 − 𝑒 𝑥
𝑦2
′
= 2𝑦1 − 3𝑦2 + 2𝑦3 + 6𝑒−𝑥
𝑦3
′
= 𝑦1 − 2𝑦2 + 2𝑦3 + 𝑒 𝑥
Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut
1. Bentuk matriks dari SPD di atas adalah
𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙)
dengan 𝐴 = [
1 0 0
2 −3 2
1 −2 2
] dan 𝑭(𝒙) = [
−𝑒 𝑥
6𝑒−𝑥
𝑒 𝑥
]
2. det(𝐴) = |
1 0 0
2 −3 2
1 −2 2
| = −2
karena det(𝐴) ≠ 0, maka solusi dapat dicari.
3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′
= 𝐴𝒚.
𝒚ℎ = 𝑐1 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥
+ 𝑐2 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥
+ 𝑐3 𝐯3 𝑒 𝜆3 𝑥
i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks 𝐴
𝐴 = [
1 0 0
2 −3 2
1 −2 2
]
Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan
karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah
det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0
det([
𝜆 0 0
0 𝜆 0
0 0 𝜆
] − [
1 0 0
2 −3 2
1 −2 2
]) = 0
|
𝜆 − 1 0 0
−2 𝜆 + 3 −2
−1 2 𝜆 − 2
| = 0
(𝜆 − 1)(𝜆 + 3)(𝜆 − 2) + (0)(−2)(−1) + (0)(−2)(2)
−(0)(𝜆 + 3)(−1) − (𝜆 − 1)(−2)(2) − (0)(−2)(𝜆 − 2) = 0
𝜆3
− 7𝜆 + 6 + 4𝜆 − 4 = 0
𝜆3
− 3𝜆 + 2 = 0
(𝜆 − 1)(𝜆 − 1)(𝜆 + 2) = 0
40
Sehingga diperoleh nilai eigen dari 𝐴 yaitu 𝜆1,2 = 1 dan 𝜆3 = −2.
ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen
pada Langkah i.
a. Untuk 𝜆 = 1
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎
[
𝜆 − 1 0 0
−2 𝜆 + 3 −2
−1 2 𝜆 − 2
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
[
0 0 0
−2 4 −2
−1 2 −1
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
𝐴𝑋 = 𝐵
dengan 𝐴 = [
0 0 0
−2 4 −2
−1 2 −1
], 𝑋 = [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
], dan 𝐵 = [
0
0
0
].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[
0 0 0
−2 4 −2
−1 2 −1
|
0
0
0
]
dengan menukarkan baris pertama dengan baris ketiga, maka
diperoleh
[
−1 2 −1
−2 4 −2
0 0 0
|
0
0
0
]
Baris pertama dikalikan dengan (−1), sehingga diperoleh
[
1 −2 1
−2 4 −2
0 0 0
|
0
0
0
]
Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris
ketiga, sehingga diperoleh
[
1 −2 1
0 0 0
0 0 0
|
0
0
0
]
41
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 −2 1
0 0 0
0 0 0
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
atau
𝑥1 − 2𝑥2 + 𝑥3 = 0
𝑥1 = 2𝑥2 − 𝑥3
misalkan 𝑥2 = 𝑠 dan 𝑥3 = 𝑡, maka diperoleh
𝑥1 = 2𝑠 − 𝑡
𝐯 = [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
2𝑠 − 𝑡
𝑠
𝑡
] = [
2𝑠
𝑠
0
] + [
−𝑡
0
𝑡
] = 𝑠 [
2
1
0
] + 𝑡 [
−1
0
1
]
sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = 1
yaitu
𝐯 𝟏 = [
2
1
0
] dan 𝐯 𝟐 = [
−1
0
1
]
b. Untuk 𝜆 = −2
Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu
(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎
[
𝜆 − 1 0 0
−2 𝜆 + 3 −2
−1 2 𝜆 − 2
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
[
−3 0 0
−2 1 −2
−1 2 −4
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk
𝐴𝑋 = 𝐵
dengan 𝐴 = [
−3 0 0
−2 1 −2
−1 2 −4
], 𝑋 = [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
], dan 𝐵 = [
0
0
0
].
Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam
bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[
−3 0 0
−2 1 −2
−1 2 −4
|
0
0
0
]
42
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (−
1
3
), dan baris
kedua dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris
ketiga, maka diperoleh
[
1 0 0
−2 1 −2
3 0 0
|
0
0
0
]
Baris pertama dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke
baris ketiga, sehingga diperoleh
[
1 0 0
−2 1 −2
0 0 0
|
0
0
0
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 0 0
−2 1 −2
0 0 0
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
atau
𝑥1 = 0 …(3.8)
−2𝑥1 + 𝑥2 − 2𝑥3 = 0 …(3.9)
substitusikan nilai 𝑥1 pada Persamaan (3.8) ke Persamaan (3.9),
maka diperoleh
−2(0) + 𝑥2 − 2𝑥3 = 0
𝑥2 = 2𝑥3
misalkan 𝑥3 = 𝑡, maka 𝑥2 = 2𝑡
sehingga
𝐯 = [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
2𝑡
𝑡
] = 𝑡 [
0
2
1
]
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = −2 yaitu
𝐯 𝟑 = [
0
2
1
].
Maka solusi homogen dari SPD yaitu
𝒚ℎ = 𝑐1 [
2
1
0
] 𝑒 𝑥
+ 𝑐2 [
−1
0
1
] 𝑒 𝑥
+ 𝑐3 [
0
2
1
] 𝑒−2𝑥
.
4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).
43
i. Bentuk dari 𝑭(𝒙) = [
−𝑒 𝑥
6𝑒−𝑥
𝑒 𝑥
] = [
−𝑒 𝑥
0
𝑒 𝑥
] + [
0
6𝑒−𝑥
0
]
= 𝑒 𝑥
[
−1
0
1
] + 𝑒−𝑥
[
0
6
0
]
ii. Dapat dilihat pada langkah i bahwa bentuk 𝑭(𝒙) memiliki variabel 𝑒 𝑥
dan 𝑒−𝑥
sehingga dipilih pemisalan 𝒚 𝑝 dari Tabel 2.2 yang sesuai
dengan bentuk 𝑭(𝒙) yaitu 𝒚 𝑝 = 𝒂𝑒 𝑥
+ 𝒃𝑒−𝑥
namun, karena 𝑒 𝑥
terdapat juga pada solusi homogen dari SPD, maka dipilih pemisalan
𝒚 𝑝 yaitu 𝒚 𝑝 = 𝒂𝑥𝑒 𝑥
+ 𝒃𝑒 𝑥
+ 𝒄𝑒−𝑥
.
iii. Substitusikan 𝒚 𝑝 ke SPD
(𝒚 𝑝)
′
= 𝐴𝒚 𝑝 + 𝑭(𝒙)
𝒂𝑥𝑒 𝑥
+ 𝒂𝑒 𝑥
+ 𝒃𝑒 𝑥
− 𝒄𝑒−𝑥
= 𝐴𝒂𝑥𝑒 𝑥
+ 𝐴𝒃𝑒 𝑥
+ 𝐴𝒄𝑒−𝑥
+ [
−1
0
1
] 𝑒 𝑥
+ [
0
6
0
] 𝑒−𝑥
Dari persamaan di atas, diperoleh:
a. koefisien dari 𝑥𝑒 𝑥
yaitu
𝒂 = 𝐴𝒂
Dari Persamaan (1), diperoleh 𝒂 merupakan vektor
eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, maka
𝒂 = [
−1
0
1
].
…(3.10)
b. koefisien dari 𝑒 𝑥
yaitu
𝒂 + 𝒃 = 𝐴𝒃 + [
−1
0
1
] …(3.11)
𝒂 + 𝒃 = 𝐴𝒃 + [
−1
0
1
]
𝒂 − [
−1
0
1
] = 𝐴𝒃 − 𝒃
𝒂 − [
−1
0
1
] = (𝐴 − 𝐼)𝒃
44
misalkan 𝒃 = [
𝑥
𝑦
𝑧
]
[
−1
0
1
] − [
−1
0
1
] = ([
1 0 0
2 −3 2
1 −2 2
] − [
1 0 0
0 1 0
0 0 1
]) [
𝑥
𝑦
𝑧
]
[
0
0
0
] = [
0 0 0
2 −4 2
1 −2 1
] [
𝑥
𝑦
𝑧
]
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[
0 0 0
2 −4 2
1 −2 1
|
0
0
0
]
dengan operasi baris pertama ditukar dengan baris ketiga, maka
diperoleh
[
1 −2 1
2 −4 2
0 0 0
|
0
0
0
]
Baris pertama dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan
ke baris kedua, sehingga diperoleh
[
1 −2 1
0 0 0
0 0 0
|
0
0
0
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 −2 1
0 0 0
0 0 0
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
0
0
]
atau
𝑥 − 2𝑦 + 𝑧 = 0
𝑥 = 2𝑦 − 𝑧
misalkan 𝑦 = 𝑠 dan 𝑧 = 𝑡, maka 𝑥 = 2𝑠 − 𝑡 sehingga
𝒃 = [
2𝑠 − 𝑡
𝑠
𝑡
] = 𝑠 [
2
1
0
] + 𝑡 [
−1
0
1
]
diambil 𝑠 = 𝑡 = 0, maka diperoleh
𝒃 = [
0
0
0
]
c. koefisien dari 𝑒−𝑥
yaitu
45
−𝒄 = 𝐴𝒄 + [
0
6
0
] …(3.12)
−𝒄 = 𝐴𝒄 + [
0
6
0
]
[−
0
6
0
] = 𝐴𝒄 + 𝒄
[
0
−6
0
] = (𝐴 + 𝐼)𝒄
misalkan 𝒄 = [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
]
[
0
−6
0
] = ([
1 0 0
2 −3 2
1 −2 2
] + [
1 0 0
0 1 0
0 0 1
]) [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
]
[
0
−6
0
] = [
2 0 0
2 −2 2
1 −2 3
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
]
Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut
[
2 0 0
2 −2 2
1 −2 3
|
0
−6
0
]
dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (
1
2
), dan baris
ketiga dikalikan dengan (−1) kemudian ditambahkan ke baris
kedua, sehingga diperoleh
[
1 0 0
1 0 −1
1 −2 3
|
0
−6
0
]
Dari matriks di atas, diperoleh
[
1 0 0
1 0 −1
1 −2 3
] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
−6
0
]
atau
𝑥1 = 0 …(3.13)
𝑥1 − 𝑥3 = −6 …(3.14)
𝑥1 − 2𝑥2 + 3𝑥3 = 0 …(3.15)
46
Substitusikan nilai 𝑥1 pada Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.14),
maka diperoleh
0 − 𝑥3 = −6 atau 𝑥3 = 6
dan substitusikan nilai 𝑥1 dan 𝑥3 pada Persamaan (3.15), maka
diperoleh
0 − 2𝑥2 + 3(6) = 0
−2𝑥2 = −18
𝑥2 =
−18
−2
𝑥2 = 9
sehingga
𝒄 = [
𝑥1
𝑥2
𝑥3
] = [
0
9
6
]
iv. Sehingga diperoleh solusi khusus 𝒚 𝑝 yaitu
𝒚 𝑝 = [
−1
0
1
] 𝑥𝑒 𝑥
+ [
0
9
6
] 𝑒−𝑥
5. Jadi, solusi umum dari SPD yaitu
𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝
= 𝑐1 [
2
1
0
] 𝑒 𝑥
+ 𝑐2 [
−1
0
1
] 𝑒 𝑥
+ 𝑐3 [
0
2
1
] 𝑒−2𝑥
+ [
−1
0
1
] 𝑥𝑒 𝑥
+ [
0
9
6
] 𝑒−𝑥
47
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sesuai pembahasan pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan bahwa
langkah-langkah untuk mencari solusi SPD linear tak homogen dengan
metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut:
1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks
𝒚′
= 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙).
2. Menghitung determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) = 0, maka
perhitungannya tidak dilanjutkan.
3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′
= 𝐴𝒚 dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
i. Menentukan semua nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆 𝑛 dari 𝐴 𝑛×𝑛.
ii. Selanjutnya menentukan vektor eigen 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯 𝑛 yang bersesuaian
dengan nilai-nilai eigen pada langkah i.
Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh 𝑛 solusi berikut
𝒚1 = 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥
, 𝒚2 = 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥
, …, 𝒚 𝑛 = 𝐯 𝑛 𝑒 𝜆 𝑛 𝑥
.
sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari 𝑛
solusi di atas sebagai berikut
𝒚ℎ = 𝑐1 𝒚1 + 𝑐 𝟏 𝒚2 + ⋯ + 𝑐 𝑛 𝒚 𝑛
dalam penelitian ini hanya dibahas untuk 𝑛 = 2 dan 𝑛 = 3.
4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙)
dengan langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu:
i. Melihat bentuk fungsi tak homogen 𝑭(𝒙), mencocokkan bentuknya
dengan bentuk-bentuk yang tersedia dan lihat kesamaan bentuknya
dengan bentuk pada solusi homogen (𝒚ℎ)
ii. Memilih permisalan 𝒚 𝑝 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙)
iii. Mensubstitusi 𝒚 𝑝 ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang
terdapat pada 𝒚 𝑝.
iv. Menentukan solusi khusus 𝒚 𝑝.
5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝.
48
4.2 Saran
Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai solusi dari sistem
persamaan diferensial linear tak homogen orde satu. Bagi pembaca yang
tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai metode ini, dapat
mengkaji tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen
dengan orde yang lebih tinggi atau solusi persamaan diferensial linear tak
homogen dengan orde yang lebih tinggi.
49
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H. 2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang: Binarupa Aksara
Anton, H. dan C. Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi, Edisi
Kedelapan. Terjemahan oleh R. Indriasari dan I. Harmen. Jakarta : Erlangga.
Finizio, N dan G. Ladas. 1988. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan
Modern. Terjemahan oleh Dra. W. Santoso. Jakarta : Erlangga.
Gazali, W. 2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Goode, S. W. 1991. An Introduction to Differential Equations and Linear Algebra.
New York: Prentice-Hall International, Inc.
Granita. 2012. Persamaan Diferensial Biasa. Riau. Zanafa Publishing.
Imrona, M. 2009. Aljabar Linear Dasar. Jakarta: Erlangga.
Purcell, E. J, D. Varberg, dan S. E. Rigdon. 2004. Kalkulus Jilid 1(Edisi
Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
. 2004. Kalkulus Jilid 2(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Waluya, B. 2006. Buku Ajar Persamaan Diferensial. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

Contenu connexe

Tendances

Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksPembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksIpit Sabrina
 
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi RekursiRelasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi RekursiOnggo Wiryawan
 
Makalah struktur aljabar grupoida
Makalah struktur aljabar grupoidaMakalah struktur aljabar grupoida
Makalah struktur aljabar grupoidaDIANTO IRAWAN
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Arvina Frida Karela
 
Aljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabarAljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabarmaman wijaya
 
geometri analitik
geometri analitikgeometri analitik
geometri analitikputriyani13
 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Onggo Wiryawan
 
Mrv 4.1 fitriana &amp; fatmala yunita ruang n- euclidis
Mrv 4.1   fitriana &amp; fatmala yunita  ruang n- euclidisMrv 4.1   fitriana &amp; fatmala yunita  ruang n- euclidis
Mrv 4.1 fitriana &amp; fatmala yunita ruang n- euclidisNunink Apriani
 
Binomial dan Multinomial
Binomial dan MultinomialBinomial dan Multinomial
Binomial dan MultinomialHeni Widayani
 
Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03
Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03
Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03KuliahKita
 
Semigrup dan monoid
Semigrup dan monoidSemigrup dan monoid
Semigrup dan monoidJhoko Jhoko
 
Bab 1. Sistem Bilangan Real
Bab 1. Sistem Bilangan RealBab 1. Sistem Bilangan Real
Bab 1. Sistem Bilangan RealKelinci Coklat
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grupYadi Pura
 
transformasi-pembuktian
transformasi-pembuktiantransformasi-pembuktian
transformasi-pembuktianorenji hyon
 
Makalah setengah putaran
Makalah setengah putaranMakalah setengah putaran
Makalah setengah putaranNia Matus
 
Matematika diskret kombinatorika
Matematika diskret  kombinatorika Matematika diskret  kombinatorika
Matematika diskret kombinatorika unesa
 
Koefisien binomial
Koefisien binomialKoefisien binomial
Koefisien binomialoilandgas24
 
Logika dan Himpunan Matematika
Logika dan Himpunan MatematikaLogika dan Himpunan Matematika
Logika dan Himpunan MatematikaSenja Arofah
 

Tendances (20)

Operasi biner
Operasi binerOperasi biner
Operasi biner
 
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksPembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
 
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi RekursiRelasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
Relasi Rekursi : Definisi, Contoh, Jenis Relasi Rekursi
 
Makalah struktur aljabar grupoida
Makalah struktur aljabar grupoidaMakalah struktur aljabar grupoida
Makalah struktur aljabar grupoida
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 
Aljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabarAljabar 3-struktur-aljabar
Aljabar 3-struktur-aljabar
 
geometri analitik
geometri analitikgeometri analitik
geometri analitik
 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
 
Mrv 4.1 fitriana &amp; fatmala yunita ruang n- euclidis
Mrv 4.1   fitriana &amp; fatmala yunita  ruang n- euclidisMrv 4.1   fitriana &amp; fatmala yunita  ruang n- euclidis
Mrv 4.1 fitriana &amp; fatmala yunita ruang n- euclidis
 
Pembuktian dalam matematika
Pembuktian dalam matematikaPembuktian dalam matematika
Pembuktian dalam matematika
 
Binomial dan Multinomial
Binomial dan MultinomialBinomial dan Multinomial
Binomial dan Multinomial
 
Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03
Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03
Matematika Diskrit - 08 kombinatorial - 03
 
Semigrup dan monoid
Semigrup dan monoidSemigrup dan monoid
Semigrup dan monoid
 
Bab 1. Sistem Bilangan Real
Bab 1. Sistem Bilangan RealBab 1. Sistem Bilangan Real
Bab 1. Sistem Bilangan Real
 
Homomorfisma grup
Homomorfisma grupHomomorfisma grup
Homomorfisma grup
 
transformasi-pembuktian
transformasi-pembuktiantransformasi-pembuktian
transformasi-pembuktian
 
Makalah setengah putaran
Makalah setengah putaranMakalah setengah putaran
Makalah setengah putaran
 
Matematika diskret kombinatorika
Matematika diskret  kombinatorika Matematika diskret  kombinatorika
Matematika diskret kombinatorika
 
Koefisien binomial
Koefisien binomialKoefisien binomial
Koefisien binomial
 
Logika dan Himpunan Matematika
Logika dan Himpunan MatematikaLogika dan Himpunan Matematika
Logika dan Himpunan Matematika
 

En vedette

Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...
Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...
Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...Ruth Dian
 
Buku ajar pemodelan matematika
Buku ajar pemodelan matematikaBuku ajar pemodelan matematika
Buku ajar pemodelan matematikaRuth Dian
 
Jurnal Matematika
Jurnal MatematikaJurnal Matematika
Jurnal MatematikaRuth Dian
 
metode euler
metode eulermetode euler
metode eulerRuth Dian
 
Persamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukan
Persamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukanPersamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukan
Persamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukanDian Arisona
 
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)Ruth Dian
 

En vedette (9)

Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...
Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...
Proposal skripsi solusi sistem persamaan diferensial tak homogen dengan metod...
 
Buku ajar pemodelan matematika
Buku ajar pemodelan matematikaBuku ajar pemodelan matematika
Buku ajar pemodelan matematika
 
Jurnal Matematika
Jurnal MatematikaJurnal Matematika
Jurnal Matematika
 
Judul skripsi mat
Judul skripsi matJudul skripsi mat
Judul skripsi mat
 
metode euler
metode eulermetode euler
metode euler
 
Persamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukan
Persamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukanPersamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukan
Persamaan Nonhomogen ; Metode Koefisien Tak ditentukan
 
Persamaan differensial-biasa
Persamaan differensial-biasaPersamaan differensial-biasa
Persamaan differensial-biasa
 
Skripsi matematika dari pdf
Skripsi matematika dari pdfSkripsi matematika dari pdf
Skripsi matematika dari pdf
 
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
Laporan Praktek Kerja Lapangan(PKL)
 

Similaire à Solusi Sistem Persamaan Diferensial

RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)Arikha Nida
 
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)Arikha Nida
 
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)Arikha Nida
 
RPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDV
RPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDVRPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDV
RPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDVMerisaJanuarti
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]Modul Guruku
 
RPP Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
RPP Sistem Persamaan Linear Dua VariabelRPP Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
RPP Sistem Persamaan Linear Dua VariabelEldy Rompies
 
Statistika-Lingkungan (1).pdf
Statistika-Lingkungan (1).pdfStatistika-Lingkungan (1).pdf
Statistika-Lingkungan (1).pdfBintangEkananda1
 
Rpp matematika peminatan sma x bab 3
Rpp matematika peminatan sma x bab 3Rpp matematika peminatan sma x bab 3
Rpp matematika peminatan sma x bab 3eli priyatna laidan
 
5 (01-11-2022).docx
5 (01-11-2022).docx5 (01-11-2022).docx
5 (01-11-2022).docxRestiELF
 
Hambatan belajar bio
Hambatan belajar bioHambatan belajar bio
Hambatan belajar bioHeppiNiwer
 
MODUL AJAR BDT (P1) fis.docx
MODUL AJAR BDT (P1) fis.docxMODUL AJAR BDT (P1) fis.docx
MODUL AJAR BDT (P1) fis.docxRestiELF
 
RPS-Aljabar-Linear.pdf
RPS-Aljabar-Linear.pdfRPS-Aljabar-Linear.pdf
RPS-Aljabar-Linear.pdfcahayaislam7
 
4. vektor
4. vektor4. vektor
4. vektortrianaN
 
Perangkat Pembelajaran 2013 Setelah Revisi
Perangkat Pembelajaran 2013 Setelah RevisiPerangkat Pembelajaran 2013 Setelah Revisi
Perangkat Pembelajaran 2013 Setelah Revisigini_alawiyah96
 

Similaire à Solusi Sistem Persamaan Diferensial (20)

RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 5)
 
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 6)
 
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)
RPP Matematika Kelas X Semester 1 (bagian 4)
 
RPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDV
RPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDVRPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDV
RPP tentang himpunan Penyelesaian SPLDV
 
Skripsi
Skripsi Skripsi
Skripsi
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F - [modulguruku.com]
 
4. program semester sma 11 - eka lismaya sari
4. program semester   sma 11 - eka lismaya sari4. program semester   sma 11 - eka lismaya sari
4. program semester sma 11 - eka lismaya sari
 
4 rpp pgl
4 rpp pgl4 rpp pgl
4 rpp pgl
 
Rpp pertidaksamaan linier
Rpp pertidaksamaan linierRpp pertidaksamaan linier
Rpp pertidaksamaan linier
 
RPP Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
RPP Sistem Persamaan Linear Dua VariabelRPP Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
RPP Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
 
Statistika-Lingkungan (1).pdf
Statistika-Lingkungan (1).pdfStatistika-Lingkungan (1).pdf
Statistika-Lingkungan (1).pdf
 
Rpp matematika peminatan sma x bab 3
Rpp matematika peminatan sma x bab 3Rpp matematika peminatan sma x bab 3
Rpp matematika peminatan sma x bab 3
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
5 (01-11-2022).docx
5 (01-11-2022).docx5 (01-11-2022).docx
5 (01-11-2022).docx
 
Hambatan belajar bio
Hambatan belajar bioHambatan belajar bio
Hambatan belajar bio
 
Silabus sma n 5 manisah
Silabus sma n 5   manisahSilabus sma n 5   manisah
Silabus sma n 5 manisah
 
MODUL AJAR BDT (P1) fis.docx
MODUL AJAR BDT (P1) fis.docxMODUL AJAR BDT (P1) fis.docx
MODUL AJAR BDT (P1) fis.docx
 
RPS-Aljabar-Linear.pdf
RPS-Aljabar-Linear.pdfRPS-Aljabar-Linear.pdf
RPS-Aljabar-Linear.pdf
 
4. vektor
4. vektor4. vektor
4. vektor
 
Perangkat Pembelajaran 2013 Setelah Revisi
Perangkat Pembelajaran 2013 Setelah RevisiPerangkat Pembelajaran 2013 Setelah Revisi
Perangkat Pembelajaran 2013 Setelah Revisi
 

Dernier

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfHendroGunawan8
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 

Dernier (20)

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 

Solusi Sistem Persamaan Diferensial

  • 1. SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU HALAMAN JUDUL SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika OLEH RUTH DIAN FITRIO NIM. 0100540040 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2014
  • 2. ABSTRAK Fitrio, Ruth Dian. 2014. Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu. Skripsi Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih. Skripsi ini membahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan dua persamaan yang terdiri dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui, khususnya yang berorde satu dan memiliki koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Langkah- langkah yang diperlukan untuk menentukan solusi sistem persamaan diferensial dengan metode koefisien tak tentu dimulai dengan menuliskan sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝐴 merupakan matriks koefisien berordo 𝑛 × 𝑛 dan 𝑭(𝒙) merupakan matriks fungsi tak homogen dari sistem tersebut. Langkah selanjutnya yaitu mencari determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) ≠ 0, maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari sistem homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 dengan cara mencari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks 𝐴 sehingga diperoleh solusi homogen dari sistem persamaan diferensial, yaitu 𝒚ℎ = 𝑐1 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥 + 𝑐2 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥 + ⋯ + 𝑐 𝑛 𝐯n 𝑒 𝜆 𝑛 𝑥 dengan 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆 𝑛 merupakan nilai eigen dan 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯 𝑛 merupakan vektor eigen dari matriks 𝐴. Langkah selanjutnya yaitu mencari solusi khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙). Langkah-langkahnya yaitu, melihat bentuk fungsi yang mirip dengan fungsi tak homogen 𝑭(𝒙) dari bentuk-bentuk fungsi yang tersedia. Kemudian lihat kesamaan 𝑭(𝒙) dengan solusi homogen (𝒚ℎ), setelah itu memilih pemisalan 𝒚 𝑝 yaitu bentuk fungsi yang mirip dengan bentuk 𝑭(𝒙) dengan mengikuti aturan yang ada. Selanjutnya, substitusikan 𝒚 𝑝 ke sistem 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien pada 𝒚 𝑝. Setelah 𝒚ℎ dan 𝒚 𝑝 diperoleh, maka dapat ditentukan solusi umum dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝. Kata kunci: Sistem Persamaan Diferensial, Metode Koefisien Tak Tentu
  • 3. LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi dengan judul : SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth Dian Fitrio telah diperiksa dan disetujui untuk di uji. Jayapura, 3 Juli 2014 Pembimbing I Pembimbing II Supiyanto, S.Si., M.Kom NIP. 19760906 200212 1 003 Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc NIP. 19681111 199703 2 001
  • 4. LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan judul: SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU oleh Ruth Dian Fitrio telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari Kamis tanggal 3 Juli 2014. Dewan Penguji: Nama Jabatan Tanda Tangan 1. Supiyanto, S.Si., M.Kom. (Ketua) (......................) NIP. 19760906 200212 1 003 2. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc. (Sekretaris) (......................) NIP. 19681111 199703 2 001 3. Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................) NIP. 19810829 200501 1 001 4. Titik Suparwati, S.Si., M.Si. (Anggota) (......................) NIP. 19750226 200112 2 001 5. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc. (Anggota) (......................) NIP. 19810415 200604 2 003 Mengetahui: Mengesahkan Dekan Fakultas MIPA Drs. Daniel Napitupulu, M.Si. NIP. 19610517 199203 1 001 Ketua Jurusan, Alvian M. Sroyer, S.Si., M.Si. NIP. 19810829 200501 1 001 Ketua Program Studi, Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc. NIP. 19810415 200604 2 003
  • 5. ii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI Skripsi S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih yang tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Universitas Cenderawasih dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis, dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh skripsi haruslah seizin Rektor Universitas Cenderawasih. Perpustakaan yang meminjam skripsi ini untuk keperluan anggotanya harus mengisi nama dan tandatangan peminjam dan tanggal pinjam.
  • 6. iii UCAPAN TERIMAKASIH Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dalam bentuk skripsi. Skripsi ini berjudul “Solusi Sistem Persamaan Diferensial Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu”. Adapun maksud dan tujuan pembuatan skrispi ini adalah untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Strata Satu (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih. Dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menempuh studi, penulis banyak mengalami hambatan dan tantangan, namun Allah SWT selalu membuka jalan dengan menghadirkan orang-orang yang baik dan selalu membantu penulis baik berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si selaku Rektor Universitas Cenderwasih yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Universtas Cenderawasih serta menyediakan sarana dan prasarana selama pendidikan. 2. Drs. Daniel Napitupulu, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih, atas kesempatan yang diberikan untuk menjalani studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 3. Alvian M. Sroyer, S.Si, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih. 4. Tiku Tandiangnga, S.Si., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih. 5. Supiyanto, S.Si., M.Kom, selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, nasehat dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
  • 7. iv 6. Westy B. Kawuwung, S.Si., M.Sc, selaku Pembimbing II yang selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 7. Bapak dan ibu-ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini. 8. Segenap Dosen dan Staf FMIPA Uncen, khususnya Dosen Jurusan Matematika. 9. Mas Anum, kakak-kakak angkatan 2008 dan 2009, adik-adik angkatan 2011 dan 2012, serta seluruh teman penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis selama studi serta penulisan skripsi ini hingga pada ujian sidang. 10. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan penulis terutama Eka, Wellem, Radian, Ricky, Ilham, Kak Itha, Kak Gusti, Darwin, Asghar, Chaninda, Dewi, Charoline, Indriyani, Octovina, Lisa, Theresia, Eko, Firdaus, Nuna, Yuyun, Vengki, Yoke, Lin, Joe, Ria, Narty, Yenny, dan Tina yang saling mendukung dan memberi motivasi kepada sesama. 11. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Sueb dan Ibunda Nina Maria, yang tak pernah lelah senantiasa membesarkan, mendidik dan memberikan dukungan motivasi serta doa demi kebaikan dan keberhasilan anak-anaknya. Hanya doa dan harapan yang dapat penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Semoga semua pihak yang telah membantu penulis selama studi hingga penulisan skripsi ini diberikan rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jayapura, Juni 2014 Penulis
  • 8. v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................................ i ABSTRAK LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................................ ii UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................... iii DAFTAR ISI........................................................................................................... v DAFTAR TABEL................................................................................................. vii DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................2 1.3 Batasan Masalah...............................................................................2 1.4 Tujuan Penelitian..............................................................................2 1.5 Manfaat Penelitian............................................................................3 1.6 Metode Penelitian.............................................................................3 1.7 Sistematika Penulisan.......................................................................3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi ...............................................................................................4 2.2 Turunan.............................................................................................5 2.3 Matriks..............................................................................................7 2.4 Sistem Persamaan Linear ...............................................................14 2.5 Operasi Baris Elementer.................................................................15 2.6 Determinan .....................................................................................17 2.7 Invers Matriks.................................................................................18 2.8 Ruang Vektor..................................................................................21 2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen.........................................................22 2.10 Persamaan Diferensial....................................................................25
  • 9. vi 2.11 Metode Koefisien Tak Tentu..........................................................27 BAB III SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU 3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu.................30 3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu...............................................................................................31 3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu.......................................................................32 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan.....................................................................................47 4.2 Saran...............................................................................................48 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
  • 10. vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan 𝑦 = 𝑓(𝑥) ............................... 7 Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu ............................................................... 28
  • 11. viii DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG Simbol Nama Penggunaan pertama kali pada halaman 𝑦(𝑛) Turunan ke-𝑛 dari 𝑦 terhadap 𝑥……………………………………..1 lim Limit…………………………………………..………………...…...5 𝑦′ , 𝐷𝑥 𝑦, 𝑑𝑦 𝑑𝑥 Turunan pertama dari 𝑦 terhadap 𝑥..……………………….………..5 𝑎𝑖𝑗 Entri-entri dalam matriks…………………………………………....9 ∀ Untuk setiap……………………………………… …......................10 > Lebih dari…………………………………………….......................10 < Kurang dari……………………………………………....................10 𝐴 𝑛×𝑛 Matriks berordo 𝑛 × 𝑛…………….………………………………..10 ≠ Tidak sama dengan…………………………………………............11 𝐼 𝑛 Matriks identitas berordo 𝑛 × 𝑛…………………………………....11 𝐴 𝑇 Transpos dari matriks 𝐴……………………………………………14 [ | ] Matriks yang diperbesar…………………………………………....15 det(𝐴) Determinan dari matriks 𝐴…………………………………………18 |𝐴| Determinan dari matriks 𝐴…………………………………………18 𝐶𝑖𝑗 Kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗……………………………………………….......20 𝑎𝑑𝑗(𝐴) Adjoin dari matriks 𝐴………………………………………………20 𝐴−1 Invers dari matriks 𝐴……………………………………………….21 ℝ 𝑛 Himpunan bilangan real dimensi 𝑛………………………………...22 ⊆ Himpunan bagian………………………………………………......23 𝜆 Nilai eigen……………………………………………….................24
  • 12. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial merupakan salah satu cabang dari matematika yang berperan penting dalam menganalisis dan menyelesaikan persoalan- persoalan rumit. Banyak masalah-masalah dalam bidang sains, teknik, ekonomi bahkan bisnis yang bila diformulasikan secara matematis dapat membentuk suatu persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui. Apabila persamaan tersebut hanya memuat satu peubah bebas, maka dinamakan persamaan diferensial biasa, sedangkan apabila memuat lebih dari satu peubah bebas maka dinamakan persamaan diferensial parsial. Selain ditinjau dari peubah bebasnya, persamaan diferensial juga dapat ditinjau dari tingkat ordenya, yaitu pangkat tertinggi dari turunan yang muncul pada persamaan diferensial tersebut. Misalnya, jika suatu persamaan hanya memiliki turunan pertama, maka persamaan tersebut dinamakan persamaan diferensial orde satu. Jika turunan yang dimilikinya sampai pada turunan kedua, maka persamaan itu dinamakan persamaan diferensial orde dua, dan secara umum jika persamaan tersebut memiliki turunan hingga turunan ke-𝑛, maka dinamakan persamaan diferensial orde 𝑛. Persamaan diferensial dengan bentuk 𝑎 𝑛(𝑥)𝑦(𝑛) + 𝑎 𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1) + ⋯ + 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) (1) dengan 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas x, 𝑎 𝑛 ≠ 0 merupakan bentuk umum dari pesamaan diferensial linear. Persamaan (1) dikatakan homogen jika 𝑔(𝑥) = 0 dan dikatakan tak homogen jika 𝑔(𝑥) ≠ 0. Untuk menentukan solusi suatu persamaan diferensial, perlu diketahui terlebih dahulu jenis dari persamaan diferensial tersebut, setelah itu baru dapat ditentukan langkah-langkah penyelesaiannya dan metode yang dapat digunakan untuk mencari solusinya. Contohnya jika diberikan persamaan diferensial linear homogen, maka solusi umumnya dapat diperoleh dengan mencari akar-akar dari persamaan karakteristiknya. Lain halnya jika diberikan
  • 13. 2 persamaan diferensial tak homogen. Langkah-langkah untuk mencari solusinya terbagi menjadi dua, yaitu mencari solusi umum untuk persamaan homogennya (𝑦ℎ) dan solusi khusus untuk persamaan tak homogennya (𝑦𝑝). Metode-metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi khusus dari persamaan diferensial linear tak homogen adalah variasi parameter dan koefisien tak tentu. Namun, dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode koefisien tak tentu. Langkah pada metode ini adalah menduga dengan tepat solusi khusus 𝑦𝑝 yang serupa dengan 𝑔(𝑥) pada Persamaan (1), dengan koefisien-koefisien tak diketahui yang akan dicari dengan cara mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada persamaan awal. Selain untuk menentukan solusi persamaan diferensial linear tak homogen, metode ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen, yaitu sistem yang memuat beberapa persamaan diferensial linear tak homogen. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana cara menentukan solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu. 1.3 Batasan Masalah Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka sistem persamaan diferensial yang dibahas yaitu sistem dengan dua persamaan diferensial linear tak homogen orde satu yang terdiri dari dua fungsi tak diketahui dan tiga persamaan diferensial linear tak homogen orde satu yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui yang memiliki koefisien konstan. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah menentukan solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu.
  • 14. 3 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan penulis dan pembaca tentang sistem persamaan diferensial, khususnya sistem persamaan diferensial linear tak homogen dan mengetahui langkah-langkah mencari solusinya menggunakan metode koefisien tak tentu. 1.6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode studi pustaka yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang memuat materi yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori. Bab ini berisi kajian mengenai teori-teori dasar yang terkait dengan masalah yang akan dibahas seperti fungsi, turunan, matriks, sistem persamaan linear, operasi baris elementer, determinan, invers matriks, ruang vektor, nilai eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial dan metode koefisien tak tentu. BAB III : Pembahasan. Bab ini berisi pembahasan tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu. BAB IV : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari penulis atas hasil yang telah didapatkan.
  • 15. 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1 (Purcell, 2004) Sebuah fungsi 𝑓 adalah suatu aturan korespondensi (padanan) yang menghubungkan setiap obyek 𝑥 dalam satu himpunan, dengan tepat satu nilai tunggal 𝑓(𝑥) dari suatu himpunan kedua. Untuk memberi nama fungsi, dipakai sebuah huruf tunggal seperti 𝑓 (atau 𝑔 atau 𝐹). Maka 𝑓(𝑥), yang dibaca “𝑓 dari 𝑥” atau “𝑓 pada 𝑥”, menunjukkan nilai yang diberikan oleh 𝑓 pada 𝑥. Contoh 2.1: Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥2 + 𝑥, berikut ini ditentukan: a) 𝑓(2) b) 𝑓(2 + ℎ) c) 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2) d) 𝑓(2+ℎ)−𝑓(2) ℎ Penyelesaian: a) 𝑓(2) = 22 + 2 = 6 b) 𝑓(2 + ℎ) = (2 + ℎ)2 + (2 + ℎ) = 4 + 4ℎ + ℎ2 + (2 + ℎ) = 6 + 5ℎ + ℎ2 c) 𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2) = 6 + 5ℎ + ℎ2 − 6 = 5ℎ + ℎ2 d) 𝑓(2+ℎ)−𝑓(2) ℎ = 5ℎ+ℎ2 ℎ = ℎ(5 + ℎ) ℎ = 5 + ℎ
  • 16. 5 2.2 Turunan Definisi 2.2 (Purcell, 2004) Turunan sebuah fungsi 𝑓 adalah fungsi lain 𝑓′ (dibaca “𝑓 aksen”) yang nilainya pada sebarang bilangan 𝑥0 adalah 𝑓′(𝑥0) = lim ℎ→0 𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0) ℎ asalkan limit ini ada. Jika sebuah fungsi mempunyai turunan di titik 𝑥 = 𝑥0 maka fungsi tersebut dikatakan diferensiabel atau fungsi tersebut terdiferensialkan di titik 𝑥 = 𝑥0. Turunan 𝑦 = 𝑓(𝑥) terhadap 𝑥 dinotasikan dengan 𝑓′(𝑥) atau 𝑦′ atau 𝐷𝑥 𝑦 atau 𝑑𝑦 𝑑𝑥 . Contoh 2.2: Jika 𝑓(𝑥) = 2𝑥 + 3, maka 𝑓′(𝑥0) dapat ditentukan sebagai berikut 𝑓′(𝑥0) = lim ℎ→0 𝑓(𝑥0 + ℎ) − 𝑓(𝑥0) ℎ = lim ℎ→0 [2(𝑥0 + ℎ) + 3] − [2𝑥0 + 3] ℎ = lim ℎ→0 2𝑥0 + 2ℎ + 3 − 2𝑥0 − 3 ℎ = lim ℎ→0 2ℎ ℎ = lim ℎ→0 2 = 2 2.2.1 Aturan Pencarian Turunan a. Aturan Fungsi Konstanta Teorema 2.1 (Purcell, 2004) Jika 𝑓(𝑥) = 𝑘 dengan 𝑘 suatu konstanta, maka untuk sebarang 𝑥, 𝑓′(𝑥) = 0. b. Aturan Fungsi Identitas Teorema 2.2 (Purcell, 2004) Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥, maka 𝑓′(𝑥) = 1.
  • 17. 6 c. Aturan Pangkat Teorema 2.3 (Purcell, 2004) Jika 𝑓(𝑥) = 𝑥 𝑛 , dengan 𝑛 bilangan bulat positif, maka 𝑓′(𝑥) = 𝑛𝑥 𝑛−1 . d. Aturan Kelipatan Konstanta Teorema 2.4 (Purcell, 2004) Jika k suatu konstanta dan 𝑓 suatu fungsi yang terdiferensialkan, maka (𝑘𝑓)′(𝑥) = 𝑘 ∙ 𝑓′(𝑥). e. Aturan Jumlah dan Selisih Teorema 2.5 (Purcell, 2004) Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka (𝑓 ± 𝑔)′(𝑥) = 𝑓′(𝑥) ± 𝑔′(𝑥). f. Aturan Hasilkali Teorema 2.6 (Purcell, 2004) Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terdiferensialkan, maka (𝑓 ∙ 𝑔)′ 𝑥 = 𝑓′(𝑥)𝑔(𝑥) + 𝑓(𝑥)𝑔′ (𝑥). g. Aturan Hasilbagi Teorema 2.7 (Purcell, 2004) Jika 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi terdiferensialkan, maka ( 𝑓 𝑔 ) ′ (𝑥) = 𝑓′(𝑥)𝑔(𝑥) − 𝑓(𝑥)𝑔′ (𝑥) (𝑔(𝑥)) 2 2.2.2 Turunan Tingkat Tinggi Jika 𝑦 = 𝑓(𝑥) maka 𝑓′ (𝑥) disebut turunan pertama dari 𝑦 terhadap 𝑥. Jika 𝑓′ (𝑥) diturunkan lagi maka akan menghasilkan fungsi lain yang dinyatakan oleh 𝑓′′(𝑥) (dibaca “𝑓 dua aksen 𝑥”) dan disebut turunan kedua. Selanjutnya jika 𝑓′′(𝑥) diturunkan lagi, menghasilkan 𝑓′′′ (𝑥), yang disebut turunan ketiga, dan seterusnya. Turunan keempat dinyatakan sebagai 𝑓(4) (𝑥), turunan kelima dinyatakan sebagai 𝑓(5) (𝑥) dan seterusnya sampai 𝑓(𝑛) (𝑥) yang disebut turunan ke-𝑛.
  • 18. 7 Contoh 2.3: 𝑓(𝑥) = 2𝑥3 + 2𝑥2 + 6𝑥 + 100 maka: 𝑓′(𝑥) = 6𝑥2 + 4𝑥 + 6 𝑓′′(𝑥) = 12𝑥 + 4 𝑓′′′(𝑥) = 12 𝑓(4) (𝑥) = 0 Karena turunan fungsi nol adalah nol, maka untuk turunan kelima dan turunan-turunan yang lebih tinggi dari 𝑓 juga sama dengan nol. Telah diperkenalkan tiga notasi untuk turunan yaitu notasi 𝑓′ (𝑥), notasi 𝑦′, notasi 𝐷𝑥 𝑦, dan notasi Leibniz ( 𝑑𝑦 𝑑𝑥 ). Semua notasi ini mempunyai perluasan untuk turunan tingkat tinggi, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut Tabel 2. 1 Cara Penulisan (Notasi) Untuk Turunan 𝒚 = 𝒇(𝒙) Turunan Notasi 𝑓′ 𝑦′ 𝐷 Leibniz Pertama 𝑓′ (𝑥) 𝑦′ 𝐷𝑥 𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑥 Kedua 𝑓′′ (𝑥) 𝑦′′ 𝐷𝑥 2 𝑦 𝑑2 𝑦 𝑑𝑥2 Ketiga 𝑓′′′ (𝑥) 𝑦′′′ 𝐷𝑥 3 𝑦 𝑑3 𝑦 𝑑𝑥3 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ Ke-𝑛 𝑓(𝑛) (𝑥) 𝑦(𝑛) 𝐷𝑥 𝑛 𝑦 𝑑 𝑛 𝑦 𝑑𝑥 𝑛 Sumber: Purcell, 2004 2.3 Matriks Definisi 2.3 (Anton, 2009) Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
  • 19. 8 Matriks yang mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom dinyatakan dengan 𝐴 𝑚×𝑛 = [ 𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛 ⋮ 𝑎 𝑚1 ⋮ 𝑎 𝑚2 ⋱ ⋯ ⋮ 𝑎 𝑚𝑛 ] Matriks tidak mempunyai nilai tetapi ukuran. Ukuran matriks disebut ordo yang ditentukan oleh banyaknya baris dan banyaknya kolom. Jika matriks 𝐴 mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom, maka matriks 𝐴 berordo 𝑚 × 𝑛. Suatu matriks yang mempunyai 𝑚 baris dan 𝑛 kolom dapat dinyatakan sebagai 𝐴 𝑚×𝑛 = [𝑎𝑖𝑗] 𝑚×𝑛 dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 menunjukkan banyaknya baris dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 menunjukkan banyaknya kolom. Berikut diberikan contoh untuk matriks berordo 3 × 2 dan 3 × 3. 𝐴3×2 = [ 4 1 2 4 0 5 ] , 𝐴3×3 = [ 1 3 5 6 4 2 2 0 1 ] 2.3.1 Jenis-Jenis Matriks Berikut adalah beberapa jenis matriks yang penting: 1. Matriks Baris Matriks baris adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari satu baris, atau matriks berordo 1 × 𝑛. Matriks baris disebut juga vektor baris. Secara umum matriks baris dapat ditulis [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1 dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛. Bentuk umum matriks baris adalah: [ 𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛] 2. Matriks Kolom Matriks kolom adalah suatu matriks yang hanya terdiri dari 1 kolom, atau matriks berordo 𝑚 × 1. Matriks kolom disebut juga vektor kolom. Secara umum dapat ditulis dengan [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 dan 𝑗 = 1.
  • 20. 9 Bentuk umum matriks kolom adalah: [ 𝑎11 𝑎21 ⋮ 𝑎 𝑚1 ] 3. Matriks Nol Matriks nol adalah matriks di mana semua unsurnya nol. Contoh 2.4: Matriks nol berordo 2 × 2 dan 2 × 3 𝑂2×2 = [ 0 0 0 0 ] , 𝑂2×3 = [ 0 0 0 0 0 0 ] 4. Matriks Bujursangkar Matriks bujursangkar yaitu suatu matriks yang banyak barisnya sama dengan banyak kolomnya. Dalam matriks bujursangkar ini dikenal diagonal utama, yaitu entri-entri yang mempunyai nomor baris yang sama dengan nomor kolom. Sebagai contoh, [ 𝑎11 𝑎12 𝑎21 𝑎22 𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛 𝑎31 𝑎32 ⋮ ⋮ 𝑎 𝑛1 𝑎 𝑛2 𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛 ⋮ ⋱ ⋮ 𝑎 𝑛3 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛] Matriks di atas mempunyai ordo 𝑛 × 𝑛 dan ditulis 𝐴 𝑛×𝑛, entri-entri yang merupakan diagonal utama yaitu 𝑎11, 𝑎22, 𝑎33, … , 𝑎 𝑛𝑛. 5. Matriks Segitiga Matriks segitiga atas adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang terletak di bawah entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya adalah [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0, untuk setiap 𝑖 > 𝑗. 𝐴 𝑛×𝑛 = [ 𝑎11 𝑎12 0 𝑎22 𝑎13 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑎23 ⋯ 𝑎2𝑛 0 0 ⋮ ⋮ 0 0 𝑎33 ⋯ 𝑎3𝑛 ⋮ ⋱ ⋮ 0 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛]
  • 21. 10 Matriks segitiga bawah adalah matriks bujursangkar dengan entri-entri yang terletak di atas entri diagonal utama semua nol. Bentuk umumnya adalah [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑎𝑖𝑗 = 0, untuk setiap 𝑖 < 𝑗. 𝐴 𝑛×𝑛 = [ 𝑎11 0 𝑎21 𝑎22 0 ⋯ 0 0 ⋯ 0 𝑎31 𝑎32 ⋮ ⋮ 𝑎 𝑛1 𝑎 𝑛2 𝑎33 ⋯ 0 ⋮ ⋱ ⋮ 𝑎 𝑛3 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛] Contoh 2.5: Matriks segitiga atas 𝐴3×3 = [ 1 3 4 0 2 6 0 0 1 ] Matriks segitiga bawah 𝐴3×3 = [ 3 0 0 4 1 0 1 2 5 ] 6. Matriks Diagonal Matriks diagonal merupakan matriks bujursangkar dengan semua entri yang bukan diagonal utamanya bernilai nol. Dengan kata lain suatu matriks 𝐴 berordo 𝑛 × 𝑛 disebut matriks diagonal , jika 𝑎𝑖𝑗 = 0 untuk 𝑖 ≠ 𝑗. Seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut ini. 𝐴 𝑛×𝑛 = [ 𝑎11 0 0 𝑎22 0 ⋯ 0 0 ⋯ 0 0 0 ⋮ ⋮ 0 0 𝑎33 ⋯ 0 ⋮ ⋱ ⋮ 0 ⋯ 𝑎 𝑛𝑛] 7. Matriks Identitas Matriks identitas yaitu matriks diagonal yang entri-entri pada diagonal utamanya sama dengan satu dan entri-entri lainnya sama dengan nol. Matriks ini dilambangkan dengan 𝐼 dan dapat juga dituliskan 𝐼 𝑛 untuk matriks identitas berordo 𝑛 × 𝑛.
  • 22. 11 Contoh 2.6: Berikut diberikan contoh untuk matriks identitas berordo 2 × 2 dan 3 × 3. 𝐼2 = [ 1 0 0 1 ] , 𝐼3 = [ 1 0 0 0 1 0 0 0 1 ] 2.3.2 Operasi pada Matriks dan Sifat-Sifatnya Adapun operasi-operasi pada matriks antara lain: 1. Kesamaan Matriks Dua matriks disebut sama jika ordonya sama dan entri yang seletak bernilai sama, sehingga jika matriks 𝐴 dan 𝐵 sama, maka dapat ditulis 𝐴 = 𝐵. Sebagai contoh, jika matriks 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛, dan 𝐴 = 𝐵, maka berlaku 𝑎𝑖𝑗 = 𝑏𝑖𝑗. 2. Penjumlahan dan Selisih Matriks Definisi 2.4 (Anton, 2009) Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] merupakan matriks berukuran sama 𝑚 × 𝑛, maka jumlah matriks 𝐴 dan 𝐵 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 yang diperoleh dengan menjumlahkan entri-entri pada 𝐵 dengan entri- entri yang bersesuaian pada 𝐴. Definisi 2.5 (Anton, 2009) Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dan 𝐵 = [𝑏𝑖𝑗] merupakan matriks berukuran sama 𝑚 × 𝑛, maka selisih 𝐴 dan 𝐵 adalah matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 yang diperoleh dengan mengurangkan entri-entri 𝐴 dengan entri-entri yang bersesuaian pada 𝐵. Dengan kata lain, jumlah dan selisih matriks dapat ditulis seperti berikut 𝐴 + 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗] dan 𝐴 − 𝐵 = [𝑎𝑖𝑗 − 𝑏𝑖𝑗]
  • 23. 12 Contoh 2.7: Jika diketahui 𝐴 = [ 2 1 3 1 2 4 −3 4 7 ] , 𝐵 = [ 1 2 4 2 −1 4 0 3 5 ] maka 𝐴 + 𝐵 = [ 2 1 3 1 2 4 −3 4 7 ] + [ 1 2 4 2 −1 4 0 3 5 ] = [ 3 3 7 3 1 8 −3 7 12 ] dan 𝐴 − 𝐵 = [ 2 1 3 1 2 4 −3 4 7 ] − [ 1 2 4 2 −1 4 0 3 5 ] = [ 1 −1 −1 −1 3 0 −3 1 2 ] 3. Perkalian Matriks dengan Matriks Definisi 2.6 (Anton, 2009) Jika 𝐴 adalah sebuah matriks 𝑚 × 𝑟 dan 𝐵 adalah sebuah matriks 𝑟 × 𝑛, maka hasil kali 𝐴𝐵 adalah matriks 𝑚 × 𝑛 yang entri-entrinya didefinisikan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris 𝑖 dan kolom 𝑗 dari 𝐴𝐵, pilih baris 𝑖 dari matriks 𝐴 dan kolom 𝑗 dari matriks 𝐵. Kalikan entri-entri yang berpadanan dari baris dan kolom bersama-sama kemudian jumlahkan hasil kalinya sehingga hasil kali matriks 𝐴𝐵 berordo 𝑚 × 𝑛. Misalkan 𝐴 𝑚×𝑛 dan 𝐵 𝑛×𝑘 maka 𝐴 𝑚×𝑛 𝐵 𝑛×𝑘 = 𝐶 𝑚×𝑘 dengan entri- entri dari 𝐶𝑖𝑗 merupakan penjumlahan dari perkalian entri-entri 𝐴 baris 𝑖 dengan entri-entri 𝐵 kolom 𝑗. Misalkan 𝐴2×3 = [ 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 𝑒 𝑓 ] , 𝐵3×2 = [ 𝑘 𝑛 𝑙 𝑜 𝑚 𝑝 ] maka 𝐴2×3 𝐵3×2 = 𝐶2×2 = [ 𝑎𝑘 + 𝑏𝑙 + 𝑐𝑚 𝑎𝑛 + 𝑏𝑜 + 𝑐𝑝 𝑑𝑘 + 𝑒𝑙 + 𝑓𝑚 𝑑𝑛 + 𝑒𝑜 + 𝑓𝑝 ] 4. Perkalian Matriks dengan Skalar Suatu matriks dapat dikalikan suatu skalar k dengan aturan tiap-tiap entri pada 𝐴 dikalikan dengan k.
  • 24. 13 Bentuk umum 𝑘 ∙ 𝐴 = 𝑘 ∙ [ 𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎2𝑛 ⋮ 𝑎 𝑚1 ⋮ 𝑎 𝑚2 ⋯ ⋯ ⋮ 𝑎 𝑚𝑛 ] = [ 𝑘𝑎11 𝑘𝑎12 ⋯ 𝑘𝑎1𝑛 𝑘𝑎21 𝑘𝑎22 ⋯ 𝑘𝑎2𝑛 ⋮ 𝑘𝑎 𝑚1 ⋮ 𝑘𝑎 𝑚2 ⋯ ⋯ ⋮ 𝑘𝑎 𝑚𝑛 ] Contoh 2.8: Misalkan 𝑘 skalar dengan 𝑘 = 3 dan matriks 𝐴 = [ 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 𝑒 𝑓 ] maka diperoleh 3 ∙ 𝐴 = 3 ∙ [ 𝑎 𝑏 𝑐 𝑑 𝑒 𝑓 ] = [ 3𝑎 3𝑏 3𝑐 3𝑑 3𝑒 3𝑓 ] Teorema berikut menunjukkan sifat-sifat utama dari operasi matriks. Teorema 2.8 (Anton, 2009) Misalkan 𝐴, 𝐵, dan 𝐶 adalah matriks-matriks yang berukuran sama, sedangkan 𝑎, 𝑏, dan 𝑐 adalah suatu skalar, maka sifat-sifat berikut ini adalah valid. a) 𝐴 + 𝐵 = 𝐵 + 𝐴 (Hukum komutatif untuk penjumlahan) b) 𝐴 + (𝐵 + 𝐶) = (𝐴 + 𝐵) + 𝐶 (Hukum asosiatif untuk penjumlahan) c) 𝐴(𝐵𝐶) = (𝐴𝐵)𝐶 (Hukum asosiatif untuk perkalian) d) 𝐴(𝐵 + 𝐶) = 𝐴𝐵 + 𝐴𝐶 (Hukum distributif kiri) e) ( 𝐵 + 𝐶) 𝐴 = 𝐵𝐴 + 𝐶𝐴 (Hukum distributif kanan) f) 𝐴(𝐵 − 𝐶) = 𝐴𝐵 − 𝐴𝐶 g) ( 𝐵 − 𝐶) 𝐴 = 𝐵𝐴 − 𝐶𝐴 h) 𝑎(𝐵 + 𝐶) = 𝑎𝐵 + 𝑎𝐶 i) 𝑎(𝐵 − 𝐶) = 𝑎𝐵 − 𝑎𝐶 j) ( 𝑎 + 𝑏) 𝐶 = 𝑎𝐶 + 𝑏𝐶 k) ( 𝑎 − 𝑏) 𝐶 = 𝑎𝐶 − 𝑏𝐶 l) 𝑎(𝑏𝐶) = (𝑎𝑏)𝐶 m) 𝑎(𝐵𝐶) = (𝑎𝐵)𝐶 = 𝐵(𝑎𝐶)
  • 25. 14 5. Transpos Matriks Definisi 2.7 (Anton & Rorres, 2004) Jika 𝐴 adalah suatu matriks 𝑚 × 𝑛, maka transpos dari 𝐴, dinyatakan dengan 𝐴 𝑇 , didefinisikan sebagai matriks 𝑛 × 𝑚 yang didapatkan dengan menukarkan baris-baris dan kolom-kolom dari 𝐴; sehingga kolom pertama dari 𝐴 𝑇 adalah baris pertama dari 𝐴, kolom kedua dari 𝐴 𝑇 adalah baris kedua dari 𝐴, dan seterusnya. 2.4 Sistem Persamaan Linear Secara umum, persamaan linear dengan 𝑛 variabel 𝑥1, 𝑥2,…, 𝑥 𝑛 adalah persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑎1 𝑥1 + 𝑎2 𝑥2+. . . +𝑎 𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏 dengan 𝑎1, 𝑎2,…, 𝑎 𝑛 dan 𝑏 merupakan konstanta. Variabel-variabel dalam persamaan linear seringkali disebut sebagai faktor-faktor yang tidak diketahui. Sebuah himpunan berhingga dari persamaan-persamaan linear dalam peubah 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥 𝑛 dinamakan sistem persamaan linear atau sistem linear. Secara umum sistem persamaan linear didefinisikan sebagai berikut Definisi 2.8 (Anton dan Rorres, 2004) Sistem persamaan linear adalah suatu sistem sebarang yang terdiri dari 𝑚 persamaan linear dengan 𝑛 variabel yang tidak diketahui dengan bentuk: 𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2+. . . +𝑎1𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏1 𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2+. . . +𝑎2𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏2 ⋮ 𝑎 𝑚1 𝑥1 + 𝑎 𝑚2 𝑥2+. . . +𝑎 𝑚𝑛 𝑥 𝑛 = 𝑏 𝑚 dengan 𝑎𝑖𝑗 dan 𝑏𝑖 merupakan konstanta dan 𝑖 = 1, 2, … , 𝑚, 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛. Sistem persamaan linear (2.1) dapat ditulis matriks sebagai berikut [ 𝑎11 𝑎12 𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎1𝑛 ⋯ 𝑎2𝑛 ⋮ ⋮ 𝑎 𝑚1 𝑎 𝑚2 ⋱ ⋮ ⋯ 𝑎 𝑚𝑛 ] [ 𝑥1 𝑥2 ⋮ 𝑥 𝑚 ] = [ 𝑏1 𝑏2 ⋮ 𝑏 𝑚 ] (2.1) (2.2)
  • 26. 15 Jika matriks tersebut berturut-turut dilambangkan 𝐴, 𝑋, dan 𝐵, maka Sistem persamaan linear (2.2) dapat dituliskan sebagai 𝐴𝑋 = 𝐵 Jika 𝑚 = 𝑛, Sistem persamaan (2.1) disebut sistem bujursangkar atau persegi. Penulisan Sistem persamaan linear (2.1) juga dapat disingkat dengan menggabungkan entri-entri pada matriks 𝐴 dan 𝐵 sebagai berikut [𝐴 | 𝐵] = [ 𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛 𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛 ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝑎 𝑚1 𝑎 𝑚2 … 𝑎 𝑚𝑛 | 𝑏1 𝑏2 ⋮ 𝑏 𝑚 ] bentuk ini disebut matriks yang diperbesar. 2.5 Operasi Baris Elementer Operasi baris elementer merupakan operasi yang digunakan untuk menyederhanakan bentuk sistem persamaan linear pada baris-baris matriks yang diperbesar, sehingga sistem persamaan lebih mudah diselesaikan. Operasi-operasi tersebut adalah sebagai berikut : a. Mengalikan sebuah baris dengan sebuah konstanta tak nol. (𝑐𝑅𝑖, dengan 𝑐 = konstanta, 𝑐 ≠ 0 dan 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖). b. Menukarkan antara dua baris. (𝑅𝑖 ↔ 𝑅𝑗, dengan 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖 dan 𝑅𝑗 = baris ke- 𝑗). c. Menambahkan perkalian dari satu baris ke baris lainnya. (𝑐𝑅𝑖 + 𝑅𝑗, dengan 𝑐 = konstanta, 𝑐 ≠ 0, 𝑅𝑖 = baris ke- 𝑖 dan 𝑅𝑗 = baris ke- 𝑗). Contoh 2.9: Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut 𝑥 + 𝑦 + 2𝑧 = 9 2𝑥 + 4𝑦 − 3𝑧 = 1 3𝑥 + 6𝑦 − 5𝑧 = 0 Solusi dari sistem persamaan di atas dapat ditentukan menggunakan operasi baris elementer. (2.3)
  • 27. 16 Penyelesaian: Sistem persamaan linear di atas dapat ditulis dalam bentuk [ 1 1 2 2 4 −3 3 6 −5 ] [ 𝑥 𝑦 𝑧 ] = [ 9 1 0 ] atau dapat disingkat 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan 𝐴 = [ 1 1 2 2 4 −3 3 6 −5 ], 𝑋 = [ 𝑥 𝑦 𝑧 ], dan 𝐵 = [ 9 1 0 ]. Sistem (2.3) ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut untuk menentukan solusinya menggunakan operasi baris elementer [ 1 1 2 2 4 −3 3 6 −5 | 9 1 0 ] dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu baris pertama dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, maka diperoleh [ 1 1 2 0 2 −7 3 6 −5 | 9 −17 0 ] Baris pertama dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga, sehingga diperoleh [ 1 1 2 0 2 −7 0 3 −11 | 9 −17 −27 ] Kemudian kalikan baris kedua dengan ( 1 2 ), sehingga diperoleh [ 1 1 2 0 1 − 7 2 0 3 −11 | 9 − 17 2 −27 ] Selanjutnya baris kedua dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga, sehingga diperoleh [ 1 1 2 0 1 − 7 2 0 0 − 1 2 || 9 − 17 2 − 3 2 ]
  • 28. 17 Kalikan baris ketiga dengan (−2), sehingga diperoleh [ 1 1 2 0 1 − 7 2 0 0 1 | 9 − 17 2 3 ] Baris kedua dikalikan dengan (−1), kemudian ditambahkan ke baris pertama, sehingga diperoleh [ 1 0 11 2 0 1 − 7 2 0 0 1 || 35 2 − 17 2 3 ] Baris ketiga dikalikan dengan (− 11 2 ), kemudian ditambahkan ke baris pertama dan baris ketiga dikalikan dengan ( 7 2 ), kemudian ditambahkan ke baris kedua, sehingga diperoleh [ 1 0 0 0 1 0 0 0 1 | 1 2 3 ] Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 0 0 0 1 0 0 0 1 ] [ 𝑥 𝑦 𝑧 ] = [ 1 2 3 ] atau 𝑥 = 1, 𝑦 = 2 dan 𝑧 = 3. 2.6 Determinan Definisi 2.9 (Anton, 2009) Misalkan 𝐴 adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan dengan det, dan didefinisikan det(𝐴) sebagai jumlah semua hasil kali entri bertanda dari 𝐴. Notasi | 𝐴| adalah notasi alternatif untuk det(𝐴). Akan ditunjukkan rumus untuk menghitung determinan dengan ordo 2 × 2 dan 3 × 3. a. Determinan matriks 2 × 2 Misalkan matriks 𝐴 = [ 𝑎11 𝑎12 𝑎21 𝑎22 ] maka, det( 𝐴) = | 𝑎11 𝑎12 𝑎21 𝑎22 | = 𝑎11 𝑎22 − 𝑎12 𝑎21
  • 29. 18 b. Determinan matriks 3 × 3 Misalkan 𝐴 = [ 𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎21 𝑎22 𝑎23 𝑎31 𝑎32 𝑎33 ] maka, det(𝐴) = | 𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎21 𝑎22 𝑎23 𝑎31 𝑎32 𝑎33 | = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 −𝑎12 𝑎21 𝑎33 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32 Contoh 2.10: Diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut 𝐴 = [ 3 2 4 1 −2 3 2 3 2 ] maka det( 𝐴) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33 −𝑎11 𝑎23 𝑎32 = (−12) + 12 + 12 − (−16) − 27 − 4 = −3 2.7 Invers Matriks Definisi 2.10 (Anton, 2009) Jika 𝐴 adalah sebuah matriks persegi dan jika sebuah matriks 𝐵 yang berukuran sama dapat ditentukan sedemikian sehingga 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼, maka 𝐴 disebut dapat dibalik dan 𝐵 disebut invers dari 𝐴. Contoh 2.11: Matriks 𝐵 = [ 3 5 1 2 ] adalah invers dari 𝐴 = [ 2 −5 −1 3 ] Karena 𝐴𝐵 = [ 2 −5 −1 3 ] [ 3 5 1 2 ] = [ 1 0 0 1 ] = 𝐼 dan 𝐵𝐴 = [ 3 5 1 2 ] [ 2 −5 −1 3 ] = [ 1 0 0 1 ] = 𝐼
  • 30. 19 Sebelum memasuki teorema berikutnya tentang invers matriks, berikut diberikan definisi tentang adjoin suatu matriks. Definisi 2.11 (Anton, 2009) Jika 𝐴 adalah matriks bujursangkar, maka minor entri 𝑎𝑖𝑗 dinyatakan oleh 𝑀𝑖𝑗 dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang masih tersisa setelah baris ke- 𝑖 dan kolom ke- 𝑗 dihilangkan dari 𝐴. Bilangan (−1)𝑖+𝑗( 𝑀𝑖𝑗) dinyatakan oleh 𝐶𝑖𝑗 dan disebut kofaktor entri 𝑎𝑖𝑗. Definisi 2.12 (Anton, 2009) Jika 𝐴 adalah sembarang matriks 𝑛 × 𝑛 dan 𝐶𝑖𝑗 adalah kofaktor dari 𝑎𝑖𝑗, maka matriks [ 𝐶11 𝐶12 … 𝐶1𝑛 𝐶21 𝐶22 … 𝐶2𝑛 ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝐶 𝑛1 𝐶 𝑛2 ⋯ 𝐶 𝑛𝑛 ] disebut matriks kofaktor dari 𝐴. Transpos dari matriks ini disebut adjoin 𝐴 dan dinyatakan oleh 𝑎𝑑𝑗(𝐴). Contoh 2.12: Diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut 𝐴 = [ 3 2 −1 1 6 3 2 −4 0 ] Kofaktor dari 𝐴 adalah 𝐶11 = (−1)1+1 | 6 3 −4 0 | = 12 𝐶12 = (−1)1+2 | 1 3 2 0 | = 6 𝐶13 = (−1)1+3 | 1 6 2 −4 | = −16 𝐶21 = (−1)2+1 | 2 −1 −4 0 | = 4 𝐶22 = (−1)2+2 | 3 −1 2 0 | = 2 𝐶23 = (−1)2+3 | 3 2 2 −4 | = 16 𝐶31 = (−1)3+1 | 2 −1 6 3 | = 12
  • 31. 20 𝐶32 = (−1)3+2 | 3 −1 1 3 | = −10 𝐶33 = (−1)3+3 | 3 2 1 6 | = 16 Sehingga matriks kofaktornya adalah [ 12 6 −16 4 2 16 12 −10 16 ] dan adjoin 𝐴 adalah 𝑎𝑑𝑗(𝐴) = [ 12 4 12 6 2 −10 −16 16 16 ] Teorema 2.9 (Anton, 2009) Suatu matriks bujursangkar 𝐴 dapat dibalik jika dan hanya jika det( 𝐴) ≠ 0. Teorema 2.10 (Anton, 2009) Jika 𝐴 adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka 𝐴−1 = 1 det( 𝐴) 𝑎𝑑𝑗(𝐴) Contoh 2.13: Invers dari matriks 𝐴 dalam Contoh 2.12 dapat dicari menggunakan rumus pada Teorema 2.10. Diketahui 𝐴 = [ 3 2 −1 1 6 3 2 −4 0 ] det( 𝐴) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 − 𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32 = 0 + 12 + 4 − (−12) − (−36) − 0 = 64 𝐴−1 = 1 det( 𝐴) 𝑎𝑑𝑗( 𝐴) = 1 64 [ 12 4 12 6 2 −10 −16 16 16 ] = [ 12 64 4 64 12 64 6 64 2 64 −10 64 −16 64 16 64 16 64 ]
  • 32. 21 2.8 Ruang Vektor Definisi 2.13 (Imrona, 2009) Sebuah vektor di ℝ 𝑛 dinyatakan oleh 𝑛 bilangan terurut yaitu 𝑢 = (𝑢1, 𝑢2, … , 𝑢 𝑛). Definisi 2.14 (Imrona, 2009) vektor nol adalah vektor yang semua entrinya nol. Definisi berikut ini terdiri dari sepuluh aksioma untuk ruang vektor. Definisi 2.15 (Imrona, 2009) Misalkan 𝑉 adalah suatu himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar (dalam hal ini, skalar adalah bilangan real). 𝑉 disebut ruang vektor jika memenuhi sepuluh aksioma berikut. (1) Jika 𝐮 dan 𝐯 adalah objek-objek pada 𝑉, maka 𝐮 + 𝐯 berada pada 𝑉. (2) 𝐮 + 𝐯 = 𝐯 + 𝐮 (3) 𝐮 + (𝐯 + 𝐰) = (𝐮 + 𝐯) + 𝐰 (4) Di dalam 𝑉 terdapat suatu objek 0, yang disebut vektor nol (zero vector) untuk 𝑉, sedemikian rupa sehingga 𝟎 + 𝐮 = 𝐮 + 𝟎 = 𝐮 untuk semua 𝐮 pada 𝑉. (5) Untuk setiap 𝐮 pada 𝑉, terdapat suatu objek – 𝐮 pada 𝑉, yang disebut sebagai negatif dari 𝐮, sedemikian rupa sehingga 𝐮 + (−𝐮) = (−𝐮) + 𝐮 = 𝟎 (6) Jika 𝑘 adalah skalar sebarang dan 𝐮 adalah objek sebarang pada 𝑉, maka 𝑘𝐮 terdapat pada 𝑉. (7) 𝑘(𝐮 + 𝐯) = 𝑘𝐮 + 𝑘𝐯 (8) (𝑘 + 𝑙)𝐮 = 𝑘𝐮 + 𝑙𝐮 (9) 𝑘(𝑙𝐮) = (𝑘𝑙)(𝐮) (10) 1𝐮 = 𝐮 Anggota ruang vektor disebut vektor.
  • 33. 22 Definisi 2.16 (Anton, 2009) Suatu himpunan bagian 𝑊 dari suatu ruang vektor 𝑉 disebut suatu subruang dari 𝑉 jika 𝑊 adalah suatu ruang vektor di bawah penjumlahan dan perkalian skalar yang didefinisikan pada 𝑉. Definisi 2.17 (Imrona, 2009) Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. Misalkan pula 𝒂 ∈ 𝑉. Vektor 𝒂 disebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari 𝑆 jika terdapat skalar-skalar 𝑘1, 𝑘2, … , 𝑘 𝑛, sehingga memenuhi persamaan 𝑘1 𝒖1 + 𝑘2 𝒖2 + ⋯ + 𝑘 𝑛 𝒖 𝑛 = 𝒂 Definisi 2.18 (Imrona, 2009) Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. 𝑆 disebut membangun 𝑉 jika setiap vektor di 𝑉 tersebut dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari 𝑆. Definisi 2.19 (Imrona, 2009) Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. Himpunan 𝑆 disebut bebas linear jika persamaan vektor 𝑘1 𝒖1 + 𝑘2 𝒖2 + ⋯ + 𝑘 𝑛 𝒖 𝑛 = 𝟎 hanya dipenuhi oleh 𝑘1 = 𝑘2 = ⋯ = 𝑘 𝑛 = 0. Jika terdapat penyelesaian yang lain, maka 𝑆 disebut tak bebas linear. Definisi 2.20 (Imrona, 2009) Misalkan 𝑉 ruang vektor. 𝑆 = {𝒖1, 𝒖2, … , 𝒖 𝑛} ⊆ 𝑉. 𝑆 disebut basis ruang vektor 𝑉 jika 𝑆 memenuhi dua aksioma berikut: 1. 𝑆 bebas linear 2. 𝑆 membangun 𝑉. 2.9 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Definisi 2.21 (Anton & Rorres, 2004) Misalkan 𝐴 adalah matriks bujursangkar, maka sebuah vektor tak nol 𝐯 dalam 𝑅 𝑛 dinamakan vektor eigen dari 𝐴 jika 𝐴𝐯 adalah kelipatan skalar dari 𝐯,
  • 34. 23 yaitu: 𝐴𝐯 = 𝜆𝐯 dengan λ adalah skalar. Selanjutnya skalar λ dinamakan nilai eigen dari 𝐴 dan 𝐯 dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝐴 yang terkait dengan λ. Untuk mencari nilai eigen matriks 𝐴 maka 𝐴𝐯 = λ𝐯 dituliskan kembali sebagai 𝐴𝐯 = 𝜆𝐼𝐯 atau (𝜆 𝐼 – 𝐴)𝐯 = 𝟎 Supaya λ menjadi nilai eigen, maka harus ada solusi tak nol dari persamaan di atas, yaitu jika dan hanya jika 𝑑𝑒𝑡 (𝜆𝐼 – 𝐴) = 0 Persamaan (2.4) dinamakan persamaan karakteristik dari 𝐴. Skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari 𝐴. Jika λ adalah suatu parameter, maka det(𝜆𝐼 − 𝐴) adalah suatu polinomial 𝐴 yang dinamakan polinomial karakteristik dari 𝐴. Vektor eigen 𝐴 yang bersesuaian dengan nilai eigen λ adalah vektor tak nol 𝐯 yang memenuhi 𝐴𝐯 = λ𝐯. Masalah nilai eigen dan vektor eigen dapat diselesaikan melalui proses berikut: 1. Temukan semua skalar 𝜆 sedemikian sehingga det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0. Ini adalah nilai eigen dari 𝐴. 2. Jika 𝜆1, 𝜆2, …, 𝜆 𝑛 adalah nilai eigen yang diperoleh di (1), maka selesaikan n sistem persamaan linear (𝜆𝑖 𝐼 − 𝐴)𝐯𝑖 = 𝟎, i = 1, 2, 3, …,n untuk memperoleh semua vektor eigen 𝐯𝑖 yang bersesuaian dengan setiap nilai eigen. Contoh 2.14: Diberikan matriks sebagai berikut 𝐴 = [ 1 3 4 2 ] Akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari 𝐴. (2.4)
  • 35. 24 Penyelesaian : Sistem persamaan linear untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen adalah (𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎 ([ 𝜆 0 0 𝜆 ] − [ 1 3 4 2 ]) [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] [ 𝜆 − 1 − 3 − 4 𝜆 − 2 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] (2.5) Sistem ini mempunyai paling tidak ada satu solusi jika dan hanya jika: det(𝜆𝐼 − 𝐴)= 0 sehingga diperoleh | 𝜆 − 1 − 3 − 4 𝜆 − 2 | = 0 (𝜆 − 1)(𝜆 − 2) − (−3(−4)) = 0 𝜆2 − 2𝜆 − 𝜆 + 2 − 12 = 0 𝜆2 − 3𝜆 − 10 = 0 (𝜆 + 2)(𝜆 − 5) = 0 Maka diperoleh nilai eigen dari 𝐴 adalah 𝜆1 = −2 atau 𝜆2 = 5 Selanjutnya adalah mencari vektor eigen. Untuk λ= −2 Substitusikan 𝜆 = −2 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga menghasilkan sistem: [ −3 −3 −4 −4 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] dengan operasi baris elementer, diperoleh: [ 1 1 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] 𝑥1 + 𝑥2 = 0 𝑥1 = −𝑥2 Jika 𝑥2 = 𝑠 maka 𝑥1 = − 𝑠, dengan s adalah variabel bebas. Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = −2 adalah vektor tak nol yang berbentuk 𝐯 = [ −𝑠 𝑠 ] = 𝑠 [ −1 1 ]
  • 36. 25 Untuk λ = 5 Substitusikan λ=5 ke dalam Sistem persamaan (2.5) sehingga menghasilkan sistem: [ 4 − 3 − 4 3 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] dengan operasi baris elementer, diperoleh: [ 4 −3 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] 4𝑥1 − 3𝑥2 = 0 4 3 𝑥1 = 𝑥2 Jika 𝑥1 = 𝑡 maka 𝑥2 = 4 3 𝑡, dengan t adalah variabel bebas. Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan λ = 5 adalah vektor tak nol yang berbentuk 𝐯 = [ 𝑡 4 3 𝑡 ] = 𝑡 [ 1 4 3 ] 2.10 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu variabel atau lebih yang menghubungkan fungsi itu sendiri dan turunannya dalam berbagai orde. Selain itu, persamaan diferensial juga didefinisikan sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tak diketahui (Waluya, 2006). Persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta turunannya terhadap satu peubah bebas disebut persamaan diferensial biasa. Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang menyangkut satu atau lebih fungsi (peubah tak bebas) beserta turunannya terhadap lebih dari satu peubah bebas. Contoh 2.15: 1. 𝑦′ + 𝑥𝑦 = 6 2. 𝑦′′ + 𝑦′ − 6𝑦 = 0 3. 𝜕2 𝑢 𝜕𝑡2 − 𝜕2 𝑢 𝜕𝑥2 = 0
  • 37. 26 Persamaan 1 dan 2 memuat turunan biasa dan disebut persamaan diferensial biasa. Persamaan 3 memuat turunan-turunan parsial dan disebut persamaan diferensial parsial. Definisi 2.22 (Finizio dan Ladas, 1982) Suatu persamaan diferensial biasa orde 𝑛 adalah suatu persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk 𝑦(𝑛) = 𝐹(𝑥, 𝑦, 𝑦′ , … , 𝑦(𝑛−1) ) dengan 𝑦 𝑛 menyatakan turunan ke-𝑛 dari fungsi 𝑦 terhadap 𝑥. Contoh 2.16: 1. 𝑦′ = 3𝑦 + 𝑥 + 𝑒−2𝑥 merupakan persamaan diferensial orde satu, dan 2. 𝑦′′ = 𝑦′ − 2𝑦 − 3 merupakan persamaan diferensial orde dua. 2.10.1 Persamaan Diferensial Linear Persamaan diferensial linear yaitu persamaan diferensial yang berpangkat satu dalam peubah tak bebas dan turunan-turunannya yaitu persamaan diferensial yang berbentuk : 𝑎 𝑛(𝑥)𝑦(𝑛) + 𝑎 𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1) + ⋯ + 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) dengan 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dari variabel bebas 𝑥, serta 𝑎 𝑛 ≠ 0. Persamaan di atas dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk persamaan berikut: a. Jika 𝑔(𝑥) = 0 maka persamaan tersebut homogen. b. Jika 𝑔(𝑥) ≠ 0 maka persamaan tersebut tak homogen. c. Jika seluruh koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 adalah konstanta, maka persamaan tersebut dikatakan memiliki koefisien konstan. d. Jika satu atau lebih dari koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 adalah variabel, maka persamaan tersebut dikatakan memiliki koefisien variabel. Contoh 2.17: 1. 𝑥𝑦′ − 2𝑦 = 𝑥3 dengan 𝑥 ≠ 0 adalah suatu persamaan diferensial linear tak homogen orde satu dengan koefisien variabel. 2. 𝑦′′ − 𝑦 = 0 adalah suatu persamaan diferensial linear homogen orde dua dengan koefisien konstan.
  • 38. 27 2.10.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial Penyelesaian dari persamaan diferensial dalam fungsi y yang tidak diketahui dari variabel bebas 𝑥 dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah I : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear homogen (𝑦ℎ) Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak homogen (𝑦𝑝) Langkah III : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear yaitu 𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 Contoh 2.18: Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut 𝑦′′ − 𝑦 = 1 Solusi umum dari persamaan diferensial di atas yaitu Langkah 1 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear homogen (𝑦ℎ) 𝑦′′ − 𝑦 = 0 Solusi umum: 𝑦ℎ = 𝑐1 𝑒−𝑥 + 𝑐1 𝑒 𝑥 Langkah 2 : Menentukan solusi khusus dari persamaan diferensial linear tak homogen (𝑦𝑝) 𝑦′′ − 𝑦 = 1 Solusi khusus: 𝑦𝑝 = 1 Langkah 3 : Menentukan solusi umum persamaan diferensial 𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝 = 𝑐1 𝑒−𝑥 + 𝑐1 𝑒 𝑥 + 1 2.11 Metode Koefisien Tak Tentu Metode ini digunakan untuk menghitung suatu penyelesaian khusus dari persamaan diferensial tak homogen 𝑎 𝑛(𝑥)𝑦(𝑛) + 𝑎 𝑛−1(𝑥)𝑦(𝑛−1) + ⋯ + 𝑎0(𝑥)𝑦 = 𝑔(𝑥) (2.5)
  • 39. 28 dengan koefisien-koefisien 𝑎0, 𝑎1, … , 𝑎 𝑛 merupakan konstanta-konstanta, 𝑎 𝑛 ≠ 0 dan 𝑔(𝑥) adalah kombinasi linear dari fungsi dengan tipe yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. 2 Metode Koefisien Tak Tentu Suku-suku dalam 𝑔(𝑥) Pilihan untuk 𝑦𝑝 𝑘𝑒 𝛾𝑥 𝐶𝑒 𝛾𝑥 𝐾𝑥 𝑛 (𝑛 = 0, 1, … ) 𝐾 𝑛 𝑥 𝑛 + 𝐾 𝑛−1 𝑥 𝑛−1 + ⋯ + 𝐾1 𝑥 + 𝐾0 𝑘𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑥 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑥 𝐾𝑐𝑜𝑠 𝜔𝑥 + 𝑀𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑥 Sumber: Purcell, 2004 Langkah-langkah untuk menentukan solusi umum dari PD linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut: Langkah I : Menentukan solusi umum persamaan diferensial linear homogen (𝑦ℎ) Langkah II : Menentukan solusi khusus persamaan diferensial linear tak homogen (𝑦𝑝) i. Melihat bentuk 𝑔(𝑥), cocokkan bentukya dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan bentuk dengan solusi persamaan diferensial linear homogen ii. Menentukan bentuk solusi khusus (𝑦𝑝) yang sesuai dengan bentuk 𝑔(𝑥) iii. Mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada Persamaan (2.5) untuk mencari nilai dari koefisien-koefisien yang terdapat pada 𝑦𝑝 iv. Menentukan solusi khusus 𝑦𝑝 Langkah III : Menentukan solusi umum dari persamaan diferensial linear, yaitu 𝑦 = 𝑦ℎ + 𝑦𝑝
  • 40. 29 Aturan untuk metode koefisien tak tentu: a. Aturan Dasar Jika 𝑔(𝑥) adalah salah satu fungsi yang ada dalam Tabel 2.2, pilih fungsi 𝑦𝑝 yang bersesuaian dan tentukan koefisien tak tentunya dengan mensubstitusikan 𝑦𝑝 pada Persamaan (2.5). b. Aturan Modifikasi Jika 𝑔(𝑥) sama dengan solusi persamaan diferensial homogen, kalikan 𝑦𝑝 yang bersesuaian dalam Tabel 2.2 dengan 𝑥 (atau 𝑥2 jika 𝑔(𝑥) sama dengan solusi akar kembar persamaan diferensial homogen) c. Aturan Penjumlahan Jika 𝑔(𝑥) adalah jumlah fungsi-fungsi yang terdapat dalam Tabel 2.2 pada kolom pertama, 𝑦𝑝 adalah jumlah fungsi pada baris yang bersesuaian.
  • 41. 30 BAB III SOLUSI SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR TAK HOMOGEN DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU Dalam penelitian ini, secara khusus dibahas solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen berorde satu yaitu sistem yang memuat dua atau lebih persamaan diferensial linear tak homogen yang memiliki koefisien konstan. 3.1 Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Linear Orde Satu Definisi 3.1 (Goode, 1991) Sistem Persamaan Diferensial (SPD) linear orde satu dengan 𝑛 persamaan dan 𝑛 fungsi tak diketahui dapat dinyatakan dalam bentuk 𝑦1′ = 𝑎11 𝑦1 + 𝑎12 𝑦2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑦𝑛 + 𝐹1(𝑥) 𝑦2′ = 𝑎21 𝑦1 + 𝑎22 𝑦2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑦𝑛 + 𝐹2(𝑥) ⋮ 𝑦𝑛′ = 𝑎 𝑛1 𝑦1 + 𝑎 𝑛2 𝑦2 + ⋯ + 𝑎 𝑛𝑛 𝑦𝑛 + 𝐹𝑛(𝑥) dengan 𝑦𝑖′ = 𝑑𝑦 𝑖 𝑑𝑥 , untuk 𝑖 = 1,2, … , 𝑛. Sistem (3.1) dapat ditulis dalam bentuk matriks 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝒚 = [ 𝑦1 𝑦2 ⋮ 𝑦𝑛 ], 𝒚′ = [ 𝑦1′ 𝑦2′ ⋮ 𝑦𝑛′ ], 𝐴 = [ 𝑎11 𝑎12 𝑎21 𝑎22 ⋯ 𝑎1𝑛 ⋯ 𝑎2𝑛 ⋮ ⋮ 𝑎 𝑛1 𝑎 𝑛2 ⋮ ⋯ 𝑎 𝑛𝑛 ] dan 𝑭(𝒙) = [ 𝐹1(𝑥) 𝐹2(𝑥) ⋮ 𝐹𝑛(𝑥) ], 𝐴 merupakan matriks koefisien yang berordo 𝑛 × 𝑛. Jika 𝑭(𝒙) = 𝟎, maka Sistem (3.1) dikatakan SPD homogen, sehingga bentuk matriksnya adalah 𝒚′ = 𝐴𝒚 selain itu dikatakan SPD tak homogen. Untuk menentukan solusi dari SPD tak homogen dengan metode koefisien tak tentu, maka matriks koefisien dari SPD tersebut harus memiliki determinan yang tidak sama dengan nol. (3.1)
  • 42. 31 Contoh 3.1: Diberikan sistem persamaan diferensial seperti berikut 𝑦1 ′ = 𝑦1 − 𝑒 𝑥 𝑦2 ′ = 2𝑦1 − 3𝑦2 + 2𝑦3 + 6𝑒−𝑥 𝑦3 ′ = 𝑦1 − 2𝑦2 + 𝑦3 + 𝑒 𝑥 SPD di atas merupakan SPD linear tak homogen orde satu dengan tiga fungsi tak diketahui dan memiliki koefisien konstan. SPD tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut [ 𝑦1′ 𝑦2′ 𝑦3′ ] = [ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 1 ] [ 𝑦1 𝑦2 𝑦3 ] + [ −𝑒 𝑥 6𝑒−𝑥 𝑒 𝑥 ] atau secara singkat 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝐴 = [ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 1 ] dan 𝑭(𝒙) = [ −𝑒 𝑥 6𝑒−𝑥 𝑒 𝑥 ]. 3.2 Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu Pada Subbab 2.11, telah dipaparkan tentang metode koefisien tak tentu untuk mencari solusi persamaan diferensial linear tak homogen. Selain untuk mencari solusi persamaan diferensial linear, metode koefisien tak tentu dapat juga digunakan untuk mencari solusi SPD linear sebagaimana akan dibahas pada subbab ini, yaitu bagaimana mencari solusi SPD linear tak homogen dengan koefisien konstan menggunakan metode koefisien tak tentu. Untuk mencari solusi SPD linear tak homogen, langkah-langkah utamanya terbagi menjadi empat, yaitu: 1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙). 2. Menghitung determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) = 0, maka perhitungannya tidak dilanjutkan. 3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 dengan langkah-langkah sebagai berikut: i. Tentukan semua nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆 𝑛 dari 𝐴 𝑛×𝑛.
  • 43. 32 ii. Selanjutnya, tentukan vektor eigen 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯 𝑛 yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i. Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh 𝑛 solusi sebagai berikut 𝒚1 = 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥 , 𝒚2 = 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥 , …, 𝒚 𝑛 = 𝐯 𝑛 𝑒 𝜆 𝑛 𝑥 . sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari 𝑛 solusi di atas sebagai berikut 𝒚ℎ = 𝑐1 𝒚1 + 𝑐 𝟏 𝒚2 + ⋯ + 𝑐 𝑛 𝒚 𝑛 4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙). Dalam hal ini, langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu: i. Melihat bentuk fungsi tak homogen 𝑭(𝒙), cocokkan bentuknya dengan bentuk pada Tabel 2.2 dan lihat kesamaan pada solusi homogen (𝒚ℎ) ii. Memilih permisalan 𝒚 𝑝 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙) iii. Mensubstitusikan 𝒚 𝑝 ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang terdapat pada 𝒚 𝑝. iv. Menentukan solusi khusus 𝒚 𝑝. 5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝. 3.3 Studi Kasus Solusi SPD Linear Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu Kasus 1: Diberikan sebuah SPD linear dengan dua persamaan yang terdiri dari dua fungsi tak diketahui sebagai berikut 𝑦1 ′ = −3𝑦1 + 2𝑦2 − 𝑥2 𝑦2 ′ = 𝑦1 − 2𝑦2 + 𝑒 𝑥 Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut 1. Bentuk matriks dari SPD linear di atas adalah 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝐴 = [ −3 2 1 −2 ] dan 𝑭(𝒙) = [−𝑥2 𝑒 𝑥 ] 2. det(𝐴) = | −3 2 1 −2 | = 4 karena det(𝐴) ≠ 0, maka solusi dapat dicari.
  • 44. 33 3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 𝒚ℎ = 𝑐1 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥 + 𝑐2 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥 i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks 𝐴 𝐴 = [ −3 2 1 −2 ] Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0 det([ 𝜆 0 0 𝜆 ] − [ −3 2 1 −2 ]) = 0 | 𝜆 + 3 −2 −1 𝜆 + 2 | = 0 (𝜆 + 3)(𝜆 + 2) − (−2)(−1) = 0 𝜆2 + 5𝜆 + 6 − 2 = 0 𝜆2 + 5𝜆 + 4 = 0 (𝜆 + 1)(𝜆 + 4) = 0 Sehingga diperoleh nilai-nilai eigen dari 𝐴 yaitu 𝜆1 = −1 dan 𝜆2 = −4. ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i. a. Untuk 𝜆1 = −1 Sistem untuk mencari vektor eigen adalah (𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎 [ 𝜆 + 3 −2 −1 𝜆 + 2 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] [ 2 −2 −1 1 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan 𝐴 = [ 2 −2 −1 1 ], 𝑋 = [ 𝑥1 𝑥2 ], dan 𝐵 = [ 0 0 ]. Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut [ 2 −2 −1 1 | 0 0 ]
  • 45. 34 dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama dengan ( 1 2 ), maka diperoleh [ 1 −1 −1 1 | 0 0 ] Tambahkan baris kedua dengan baris pertama, sehingga diperoleh [ 1 −1 0 0 | 0 0 ] Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 −1 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] atau – 𝑥1 + 𝑥2 = 0 𝑥2 = 𝑥1 misalkan 𝑥1 = 𝑠, maka 𝑥2 = 𝑠 sehingga vektor 𝐯 = [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 𝑠 𝑠 ] = 𝑠 [ 1 1 ] Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆1 = −1 yaitu 𝐯1 = [ 1 1 ]. b. Untuk 𝜆2 = −4 Sistem untuk mencari vektor eigen adalah (𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎 [ 𝜆 + 3 −2 −1 𝜆 + 2 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] [ −1 −2 −1 −2 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] Sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan 𝐴 = [ −1 −2 −1 −2 ], 𝑋 = [ 𝑥1 𝑥2 ], dan 𝐵 = [ 0 0 ]. Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut [ −1 −2 −1 −2 | 0 0 ] dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (−1), maka diperoleh
  • 46. 35 [ 1 2 −1 −2 | 0 0 ] Selanjutnya, tambahkan baris pertama ke baris kedua, sehingga diperoleh [ 1 2 0 0 | 0 0 ] Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 2 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ 0 0 ] atau 𝑥1 + 2𝑥2 = 0 𝑥1 = −2𝑥2 misalkan 𝑥2 = 𝑡, maka 𝑥1 = −2𝑡 sehingga vektor 𝐯 = [ 𝑥1 𝑥2 ] = [ −2𝑡 𝑡 ] = 𝑡 [ −2 1 ] Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆2 = −4 yaitu 𝐯2 = [ −2 1 ]. Maka solusi homogen dari SPD adalah 𝒚ℎ = 𝑐1 [ 1 1 ] 𝑒−𝑥 + 𝑐2 [ −2 1 ] 𝑒−4𝑥 4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙). i. Bentuk dari 𝑭(𝒙) = [−𝑥2 𝑒 𝑥 ] = [−𝑥2 0 ] + [ 0 𝑒 𝑥] = 𝑥2 [ −1 0 ] + 𝑒 𝑥 [ 0 1 ] ii. Dapat dilihat bahwa bentuk 𝑭(𝒙) di atas mengandung variabel 𝑥2 dan 𝑒 𝑥 sehingga dipilih pemisalan 𝒚 𝑝 dari Tabel 2.2 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙) yaitu 𝒚 𝑝 = 𝒂𝑥2 + 𝒃𝑥 + 𝒄 + 𝒅𝑒 𝑥 iii. Substitusi 𝒚 𝑝 pada SPD (𝒚 𝑝) ′ = 𝐴𝒚 𝑝 + 𝑭(𝒙) 2𝒂𝑥 + 𝒃 + 𝒅𝑒 𝑥 = 𝐴𝒂𝑥2 + 𝐴𝒃𝑥 + 𝐴𝒄 + 𝐴𝒅𝑒 𝑥 + [ −1 0 ] 𝑥2 + [ 0 1 ] 𝑒 𝑥 Dari persamaan di atas, diperoleh
  • 47. 36 a. koefisien dari 𝑥2 yaitu 𝟎 = 𝐴𝒂 + [ −1 0 ] 𝐴𝒂 + [ −1 0 ] = 𝟎 𝐴𝒂 = [ 1 0 ] 𝒂 = 𝐴−1 [ 1 0 ] 𝒂 = ( 1 6 − 2 [ −2 −2 −1 −3 ]) [ 1 0 ] 𝒂 = [ − 1 2 − 1 2 − 1 4 − 3 4 ] [ 1 0 ] 𝒂 = [ − 1 2 − 1 4 ] …(3.2) b. koefisien dari 𝑥 yaitu 2𝒂 = 𝐴𝒃 …(3.3) 2𝒂 = 𝐴𝒃 𝒃 = 𝐴−1 2𝒂 𝒃 = [ − 1 2 − 1 2 − 1 4 − 3 4 ] [ −1 − 1 2 ] 𝒃 = [ 3 4 5 8 ] c. koefisien dari 𝑒 𝑥 yaitu 𝒅 = 𝐴𝒅 + [ 0 1 ] …(3.4) 𝒅 = 𝐴𝒅 + [ 0 1 ] misalkan 𝒅 = [ 𝑥 𝑦] [ 𝑥 𝑦] = [ −3 2 1 −2 ] [ 𝑥 𝑦] + [ 0 1 ]
  • 48. 37 [ 𝑥 𝑦] = [ −3𝑥 + 2𝑦 𝑥 − 2𝑦 ] + [ 0 1 ] [ 𝑥 𝑦] = [ −3𝑥 + 2𝑦 𝑥 − 2𝑦 + 1 ] Diperoleh 𝑥 = −3𝑥 + 2𝑦 atau 4𝑥 − 2𝑦 = 0 …(3.5) 𝑦 = 𝑥 − 2𝑦 + 1 atau 𝑥 − 3𝑦 = −1 …(3.6) Persamaan (3.5) dan (3.6) dapat ditulis dalam bentuk matriks 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan 𝐴 = [ 4 −2 1 −3 ], 𝑋 = [ 𝑥 𝑦], dan 𝐵 = [ 0 −1 ]. Untuk mencari solusinya, bentuk matriks tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar seperti berikut [ 4 −2 1 −3 | 0 −1 ] dengan operasi baris pada matriks di atas yaitu kalikan baris pertama dengan ( 1 4 ), maka diperoleh [1 − 2 4 1 −3 | 0 −1 ] Baris pertama dikalikan dengan (−1), kemudian tambahkan ke baris kedua, sehingga diperoleh [ 1 − 2 4 0 − 10 4 | 0 −1 ] Kalikan baris kedua dengan (− 4 10 ), sehingga diperoleh [1 − 2 4 0 1 | 0 4 10 ] Baris kedua dikalikan dengan ( 2 4 ), kemudian ditambahkan ke baris pertama, sehingga diperoleh [ 1 0 0 1 | 2 10 4 10 ]
  • 49. 38 atau 𝒅 = [ 𝑥 𝑦] = [ 2 10 4 10 ] d. Koefisien dari konstanta yaitu 𝒃 = 𝐴𝒄 …(3.7) 𝒃 = 𝐴𝒄 𝒄 = 𝐴−1 𝒃 𝒄 = [ − 1 2 − 1 2 − 1 4 − 3 4 ] [ 3 4 5 8 ] 𝒄 = [ − 11 16 − 21 32 ] iv. Sehingga diperoleh solusi khusus 𝒚 𝑝 yaitu 𝒚 𝑝 = [ − 1 2 − 1 4 ] 𝑥2 + [ 3 4 5 8 ] 𝑥 + [ − 11 16 − 21 32 ] + [ 2 10 4 10 ] 𝑒 𝑥 5. Jadi solusi umum dari SPD tak homogen di atas yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝 = 𝑐1 [ 1 1 ] 𝑒−𝑥 + 𝑐2 [ −2 1 ] 𝑒−4𝑥 − [ 1 2 1 4 ] 𝑥2 + [ 3 4 5 8 ] 𝑥 − [ 11 16 21 32 ] + [ 2 10 4 10 ] 𝑒 𝑥
  • 50. 39 Kasus 2: Diberikan sebuah SPD linear dengan tiga persamaan yang terdiri dari tiga fungsi tak diketahui sebagai berikut 𝑦1 ′ = 𝑦1 − 𝑒 𝑥 𝑦2 ′ = 2𝑦1 − 3𝑦2 + 2𝑦3 + 6𝑒−𝑥 𝑦3 ′ = 𝑦1 − 2𝑦2 + 2𝑦3 + 𝑒 𝑥 Solusi umumnya dapat ditentukan sebagai berikut 1. Bentuk matriks dari SPD di atas adalah 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙) dengan 𝐴 = [ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 2 ] dan 𝑭(𝒙) = [ −𝑒 𝑥 6𝑒−𝑥 𝑒 𝑥 ] 2. det(𝐴) = | 1 0 0 2 −3 2 1 −2 2 | = −2 karena det(𝐴) ≠ 0, maka solusi dapat dicari. 3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚. 𝒚ℎ = 𝑐1 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥 + 𝑐2 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥 + 𝑐3 𝐯3 𝑒 𝜆3 𝑥 i. Mencari nilai-nilai eigen dari matriks 𝐴 𝐴 = [ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 2 ] Sesuai dengan Persamaan (2.4) pada halaman 23, maka persamaan karateristik untuk mencari nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0 det([ 𝜆 0 0 0 𝜆 0 0 0 𝜆 ] − [ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 2 ]) = 0 | 𝜆 − 1 0 0 −2 𝜆 + 3 −2 −1 2 𝜆 − 2 | = 0 (𝜆 − 1)(𝜆 + 3)(𝜆 − 2) + (0)(−2)(−1) + (0)(−2)(2) −(0)(𝜆 + 3)(−1) − (𝜆 − 1)(−2)(2) − (0)(−2)(𝜆 − 2) = 0 𝜆3 − 7𝜆 + 6 + 4𝜆 − 4 = 0 𝜆3 − 3𝜆 + 2 = 0 (𝜆 − 1)(𝜆 − 1)(𝜆 + 2) = 0
  • 51. 40 Sehingga diperoleh nilai eigen dari 𝐴 yaitu 𝜆1,2 = 1 dan 𝜆3 = −2. ii. Mencari vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen pada Langkah i. a. Untuk 𝜆 = 1 Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu (𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎 [ 𝜆 − 1 0 0 −2 𝜆 + 3 −2 −1 2 𝜆 − 2 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] [ 0 0 0 −2 4 −2 −1 2 −1 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan 𝐴 = [ 0 0 0 −2 4 −2 −1 2 −1 ], 𝑋 = [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ], dan 𝐵 = [ 0 0 0 ]. Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut [ 0 0 0 −2 4 −2 −1 2 −1 | 0 0 0 ] dengan menukarkan baris pertama dengan baris ketiga, maka diperoleh [ −1 2 −1 −2 4 −2 0 0 0 | 0 0 0 ] Baris pertama dikalikan dengan (−1), sehingga diperoleh [ 1 −2 1 −2 4 −2 0 0 0 | 0 0 0 ] Baris pertama dikalikan dengan (2), kemudian ditambahkan ke baris ketiga, sehingga diperoleh [ 1 −2 1 0 0 0 0 0 0 | 0 0 0 ]
  • 52. 41 Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 −2 1 0 0 0 0 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] atau 𝑥1 − 2𝑥2 + 𝑥3 = 0 𝑥1 = 2𝑥2 − 𝑥3 misalkan 𝑥2 = 𝑠 dan 𝑥3 = 𝑡, maka diperoleh 𝑥1 = 2𝑠 − 𝑡 𝐯 = [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 2𝑠 − 𝑡 𝑠 𝑡 ] = [ 2𝑠 𝑠 0 ] + [ −𝑡 0 𝑡 ] = 𝑠 [ 2 1 0 ] + 𝑡 [ −1 0 1 ] sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = 1 yaitu 𝐯 𝟏 = [ 2 1 0 ] dan 𝐯 𝟐 = [ −1 0 1 ] b. Untuk 𝜆 = −2 Sistem untuk mencari vektor eigen yaitu (𝜆𝐼 − 𝐴)𝐯 = 𝟎 [ 𝜆 − 1 0 0 −2 𝜆 + 3 −2 −1 2 𝜆 − 2 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] [ −3 0 0 −2 1 −2 −1 2 −4 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] Matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk 𝐴𝑋 = 𝐵 dengan 𝐴 = [ −3 0 0 −2 1 −2 −1 2 −4 ], 𝑋 = [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ], dan 𝐵 = [ 0 0 0 ]. Untuk mencari solusinya, bentuk matriks di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut [ −3 0 0 −2 1 −2 −1 2 −4 | 0 0 0 ]
  • 53. 42 dengan operasi baris pertama dikalikan dengan (− 1 3 ), dan baris kedua dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris ketiga, maka diperoleh [ 1 0 0 −2 1 −2 3 0 0 | 0 0 0 ] Baris pertama dikalikan dengan (−3), kemudian ditambahkan ke baris ketiga, sehingga diperoleh [ 1 0 0 −2 1 −2 0 0 0 | 0 0 0 ] Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 0 0 −2 1 −2 0 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] atau 𝑥1 = 0 …(3.8) −2𝑥1 + 𝑥2 − 2𝑥3 = 0 …(3.9) substitusikan nilai 𝑥1 pada Persamaan (3.8) ke Persamaan (3.9), maka diperoleh −2(0) + 𝑥2 − 2𝑥3 = 0 𝑥2 = 2𝑥3 misalkan 𝑥3 = 𝑡, maka 𝑥2 = 2𝑡 sehingga 𝐯 = [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 2𝑡 𝑡 ] = 𝑡 [ 0 2 1 ] Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 = −2 yaitu 𝐯 𝟑 = [ 0 2 1 ]. Maka solusi homogen dari SPD yaitu 𝒚ℎ = 𝑐1 [ 2 1 0 ] 𝑒 𝑥 + 𝑐2 [ −1 0 1 ] 𝑒 𝑥 + 𝑐3 [ 0 2 1 ] 𝑒−2𝑥 . 4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙).
  • 54. 43 i. Bentuk dari 𝑭(𝒙) = [ −𝑒 𝑥 6𝑒−𝑥 𝑒 𝑥 ] = [ −𝑒 𝑥 0 𝑒 𝑥 ] + [ 0 6𝑒−𝑥 0 ] = 𝑒 𝑥 [ −1 0 1 ] + 𝑒−𝑥 [ 0 6 0 ] ii. Dapat dilihat pada langkah i bahwa bentuk 𝑭(𝒙) memiliki variabel 𝑒 𝑥 dan 𝑒−𝑥 sehingga dipilih pemisalan 𝒚 𝑝 dari Tabel 2.2 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙) yaitu 𝒚 𝑝 = 𝒂𝑒 𝑥 + 𝒃𝑒−𝑥 namun, karena 𝑒 𝑥 terdapat juga pada solusi homogen dari SPD, maka dipilih pemisalan 𝒚 𝑝 yaitu 𝒚 𝑝 = 𝒂𝑥𝑒 𝑥 + 𝒃𝑒 𝑥 + 𝒄𝑒−𝑥 . iii. Substitusikan 𝒚 𝑝 ke SPD (𝒚 𝑝) ′ = 𝐴𝒚 𝑝 + 𝑭(𝒙) 𝒂𝑥𝑒 𝑥 + 𝒂𝑒 𝑥 + 𝒃𝑒 𝑥 − 𝒄𝑒−𝑥 = 𝐴𝒂𝑥𝑒 𝑥 + 𝐴𝒃𝑒 𝑥 + 𝐴𝒄𝑒−𝑥 + [ −1 0 1 ] 𝑒 𝑥 + [ 0 6 0 ] 𝑒−𝑥 Dari persamaan di atas, diperoleh: a. koefisien dari 𝑥𝑒 𝑥 yaitu 𝒂 = 𝐴𝒂 Dari Persamaan (1), diperoleh 𝒂 merupakan vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, maka 𝒂 = [ −1 0 1 ]. …(3.10) b. koefisien dari 𝑒 𝑥 yaitu 𝒂 + 𝒃 = 𝐴𝒃 + [ −1 0 1 ] …(3.11) 𝒂 + 𝒃 = 𝐴𝒃 + [ −1 0 1 ] 𝒂 − [ −1 0 1 ] = 𝐴𝒃 − 𝒃 𝒂 − [ −1 0 1 ] = (𝐴 − 𝐼)𝒃
  • 55. 44 misalkan 𝒃 = [ 𝑥 𝑦 𝑧 ] [ −1 0 1 ] − [ −1 0 1 ] = ([ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 2 ] − [ 1 0 0 0 1 0 0 0 1 ]) [ 𝑥 𝑦 𝑧 ] [ 0 0 0 ] = [ 0 0 0 2 −4 2 1 −2 1 ] [ 𝑥 𝑦 𝑧 ] Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut [ 0 0 0 2 −4 2 1 −2 1 | 0 0 0 ] dengan operasi baris pertama ditukar dengan baris ketiga, maka diperoleh [ 1 −2 1 2 −4 2 0 0 0 | 0 0 0 ] Baris pertama dikalikan dengan (−2), kemudian ditambahkan ke baris kedua, sehingga diperoleh [ 1 −2 1 0 0 0 0 0 0 | 0 0 0 ] Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 −2 1 0 0 0 0 0 0 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 0 0 ] atau 𝑥 − 2𝑦 + 𝑧 = 0 𝑥 = 2𝑦 − 𝑧 misalkan 𝑦 = 𝑠 dan 𝑧 = 𝑡, maka 𝑥 = 2𝑠 − 𝑡 sehingga 𝒃 = [ 2𝑠 − 𝑡 𝑠 𝑡 ] = 𝑠 [ 2 1 0 ] + 𝑡 [ −1 0 1 ] diambil 𝑠 = 𝑡 = 0, maka diperoleh 𝒃 = [ 0 0 0 ] c. koefisien dari 𝑒−𝑥 yaitu
  • 56. 45 −𝒄 = 𝐴𝒄 + [ 0 6 0 ] …(3.12) −𝒄 = 𝐴𝒄 + [ 0 6 0 ] [− 0 6 0 ] = 𝐴𝒄 + 𝒄 [ 0 −6 0 ] = (𝐴 + 𝐼)𝒄 misalkan 𝒄 = [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] [ 0 −6 0 ] = ([ 1 0 0 2 −3 2 1 −2 2 ] + [ 1 0 0 0 1 0 0 0 1 ]) [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] [ 0 −6 0 ] = [ 2 0 0 2 −2 2 1 −2 3 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] Dibentuk matriks yang diperbesar sebagai berikut [ 2 0 0 2 −2 2 1 −2 3 | 0 −6 0 ] dengan operasi baris pertama dikalikan dengan ( 1 2 ), dan baris ketiga dikalikan dengan (−1) kemudian ditambahkan ke baris kedua, sehingga diperoleh [ 1 0 0 1 0 −1 1 −2 3 | 0 −6 0 ] Dari matriks di atas, diperoleh [ 1 0 0 1 0 −1 1 −2 3 ] [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 −6 0 ] atau 𝑥1 = 0 …(3.13) 𝑥1 − 𝑥3 = −6 …(3.14) 𝑥1 − 2𝑥2 + 3𝑥3 = 0 …(3.15)
  • 57. 46 Substitusikan nilai 𝑥1 pada Persamaan (3.13) ke Persamaan (3.14), maka diperoleh 0 − 𝑥3 = −6 atau 𝑥3 = 6 dan substitusikan nilai 𝑥1 dan 𝑥3 pada Persamaan (3.15), maka diperoleh 0 − 2𝑥2 + 3(6) = 0 −2𝑥2 = −18 𝑥2 = −18 −2 𝑥2 = 9 sehingga 𝒄 = [ 𝑥1 𝑥2 𝑥3 ] = [ 0 9 6 ] iv. Sehingga diperoleh solusi khusus 𝒚 𝑝 yaitu 𝒚 𝑝 = [ −1 0 1 ] 𝑥𝑒 𝑥 + [ 0 9 6 ] 𝑒−𝑥 5. Jadi, solusi umum dari SPD yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝 = 𝑐1 [ 2 1 0 ] 𝑒 𝑥 + 𝑐2 [ −1 0 1 ] 𝑒 𝑥 + 𝑐3 [ 0 2 1 ] 𝑒−2𝑥 + [ −1 0 1 ] 𝑥𝑒 𝑥 + [ 0 9 6 ] 𝑒−𝑥
  • 58. 47 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Sesuai pembahasan pada Bab III, maka diperoleh kesimpulan bahwa langkah-langkah untuk mencari solusi SPD linear tak homogen dengan metode koefisien tak tentu yaitu sebagai berikut: 1. Menulis sistem persamaan diferensial dalam bentuk matriks 𝒚′ = 𝐴𝒚 + 𝑭(𝒙). 2. Menghitung determinan dari matriks koefisien 𝐴, jika det(𝐴) = 0, maka perhitungannya tidak dilanjutkan. 3. Mencari solusi homogen (𝒚ℎ) dari SPD homogen 𝒚′ = 𝐴𝒚 dengan langkah-langkah sebagai berikut: i. Menentukan semua nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆 𝑛 dari 𝐴 𝑛×𝑛. ii. Selanjutnya menentukan vektor eigen 𝐯1, 𝐯2, … , 𝐯 𝑛 yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen pada langkah i. Dengan dua langkah di atas, maka diperoleh 𝑛 solusi berikut 𝒚1 = 𝐯1 𝑒 𝜆1 𝑥 , 𝒚2 = 𝐯2 𝑒 𝜆2 𝑥 , …, 𝒚 𝑛 = 𝐯 𝑛 𝑒 𝜆 𝑛 𝑥 . sehingga diperoleh solusi umum dari SPD yaitu kombinasi linear dari 𝑛 solusi di atas sebagai berikut 𝒚ℎ = 𝑐1 𝒚1 + 𝑐 𝟏 𝒚2 + ⋯ + 𝑐 𝑛 𝒚 𝑛 dalam penelitian ini hanya dibahas untuk 𝑛 = 2 dan 𝑛 = 3. 4. Mencari solusi particular/khusus (𝒚 𝑝) dari fungsi tak homogen 𝑭(𝒙) dengan langkah-langkah pada metode koefisien tak tentu yaitu: i. Melihat bentuk fungsi tak homogen 𝑭(𝒙), mencocokkan bentuknya dengan bentuk-bentuk yang tersedia dan lihat kesamaan bentuknya dengan bentuk pada solusi homogen (𝒚ℎ) ii. Memilih permisalan 𝒚 𝑝 yang sesuai dengan bentuk 𝑭(𝒙) iii. Mensubstitusi 𝒚 𝑝 ke SPD untuk mencari koefisien-koefisien yang terdapat pada 𝒚 𝑝. iv. Menentukan solusi khusus 𝒚 𝑝. 5. Menentukan solusi umum SPD, yaitu 𝒚 = 𝒚ℎ + 𝒚 𝑝.
  • 59. 48 4.2 Saran Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai solusi dari sistem persamaan diferensial linear tak homogen orde satu. Bagi pembaca yang tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai metode ini, dapat mengkaji tentang solusi sistem persamaan diferensial linear tak homogen dengan orde yang lebih tinggi atau solusi persamaan diferensial linear tak homogen dengan orde yang lebih tinggi.
  • 60. 49 DAFTAR PUSTAKA Anton, H. 2009. Dasar-dasar Aljabar Linear (jilid 1). Tangerang: Binarupa Aksara Anton, H. dan C. Rorres. 2004. Aljabar Linear Elementer versi Aplikasi, Edisi Kedelapan. Terjemahan oleh R. Indriasari dan I. Harmen. Jakarta : Erlangga. Finizio, N dan G. Ladas. 1988. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan Modern. Terjemahan oleh Dra. W. Santoso. Jakarta : Erlangga. Gazali, W. 2005. Matriks dan Transformasi Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu. Goode, S. W. 1991. An Introduction to Differential Equations and Linear Algebra. New York: Prentice-Hall International, Inc. Granita. 2012. Persamaan Diferensial Biasa. Riau. Zanafa Publishing. Imrona, M. 2009. Aljabar Linear Dasar. Jakarta: Erlangga. Purcell, E. J, D. Varberg, dan S. E. Rigdon. 2004. Kalkulus Jilid 1(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga. . 2004. Kalkulus Jilid 2(Edisi Kedelapan). Jakarta: Erlangga. Waluya, B. 2006. Buku Ajar Persamaan Diferensial. Semarang: Universitas Negeri Semarang.