Kabinet Juanda adalah kabinet yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada masa pemerintahan parlementer untuk menormalisasi situasi politik dengan membentuk kabinet ahli yang dipimpin Djuanda Kartawidjaja sebagai perdana menteri, namun akhirnya kabinet ini dibubarkan setelah Soekarno mengeluarkan dekrit yang mengembalikan berlakunya UUD 1945 dan beralih ke sistem demokrasi terpimpin."
3. Latar Belakang
Kabinet Djuanda adalah salah satu Kabinet yang
ada pada masa Pemerintahan Parlementer.
Kabinet ini merupakan kabinet yang dipilih juga
oleh Ir. Soekarno.
Terbentuknya kabinet ini dalam keadaan yanag
tidak menggembirakan karena pada saat itu
Presiden menyatakan negara dalam keadaan
bahaya. Bahaya karena partai politik melakukan
“dagang sapi” untuk merebut kekuasaan.
4. Lanjutan . . .
Sejak terjadinya perebutan kekuasan itu maka
Soekarno membentuk kabinet ini dengan
menggunakan “Zaken Kabinet”. Zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya masing-masing. Zaken
kabinet juga dibentuk dengan alasan lain yaitu
karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti
UUDS 1950.
5. Keanggotaan Kabinet Djuanda
Pada 9 April 1957, Soekarno mengumumkan
pembentukan Kabinet Karya Djuanda di bawah komando
seorang non-partai, Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana
Menteri. Susunannya adalah sebagai berikut:
1. Perdana Menteri : Djuanda Kartawidjaja
Wakil Perdana Menteri : Hardi Idham Chalid J. Leimena
2. Menteri Luar Negeri : Subandrio
3. Menteri Dalam Negeri : Sanusi Hardjadinata
4. Menteri Pertahanan : Djuanda
5. Menteri Kehakiman : GA Maengkom
6. 6. Menteri Penerangan : Soedibjo
7. Menteri Keuangan : Sutikno Slamet
8. Menteri Pertanian : Sadjarwo
9. Menteri Perdagangan : Prof. Drs.
Soenardjo
10. Menteri Perindustrian : FJ Inkiriwang
11. Menteri Perhubungan : Sukardan
12. Menteri Pelayaran : Mohammad Nazir
13. Menteri PU dan Tenaga : Pangeran
Mohammad Nur
7. Lanjutan . . .
14. Menteri Perburuhan : Samjono
15. Menteri Sosial : J. Leimena
16. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan : Prijono
17. Menteri Agama : Mohammad Iljas
18. Menteri Kesehatan : Azis Saleh
19. Menteri Agraria : R. Sunarjo
20. Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat : A.M. Hanafi
21. Menteri Negara : FL Tobing
Chaerul Saleh
Suprajogi
Wahid Wahab
Mohammad Yamin
8. Proses Terbentuknya Kabinet
Djuanda
Kabinet Djuanda disebut juga Kabinet Karya karna
dibentuk bukan berdasarkan pertimbangan politis
kepartaian. Kabinet ini juga disebut Kabinet Kerja
Darurat Ekstra Parlementer. Istilah “darurat”
dilekatkan mengingat kabinet ini dibentuk oleh
presiden Soekarno berlandaskan pemberlakuan
“keadaan perang dan darurat perang” (SOB) pada
waktu itu.
9. Program-program Kabinet Juanda
1. Membentuk Dewan Nasional (sesuai dengan
konsepsi Presiden) dan sejak Juni 1957 membentuk
Depernas (Departemen Penerangan Nasional);
2. Normalisasi keadaan RI;
3. Melanjutkan pelaksanaan pembatalan KMB;
4. Perjuangan Irian Barat;
5. Mempercepat pembangunan. (Moedjanto,
1992:104).
10. Perkembangan
Dalam situasi politik di tanah air sampai
dengan menjelang tahun 1960. sesudah
1959 sampai dengan 1965, keputusan –
keputusan politik tetap mendominasi
warna kebijakan – kebijakan ekonomi.
11. Lanjutan . . .
Dalam usahanya untuk menormalisasi keadaan sosial
politik Indonesia, Kabinet karya menyelenggarakan
Musyawarah Nasional di Jakarta pada bulan September
1957. Munas ini dihadiri oleh wakil-wakil pusat dan
daerah-darah, serta Presiden Soekarno dan mantan
Wakil Presiden Hatta. Dalam Munas tersebut dibahas
mengenai hubungan antara pusat dan daerah yang
berangsur-angsur dapat dipulihkan dan menuju satu
titik keserasian. (Moedjanto, 1992:105).
12. Beberapa peristiwa penting pada masa
kerja Kabinet Karya antara lain :
1. Perjuangan Irian Barat yang dipimpin oleh pemerinth dan digiatkan
dalam aksi pembebasan Irian Barat.
2. Pendirian “Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik
Indonesia” pada tanggal 10 Februari 1958 dengan Husein sebagai
ketuanya.
3. Pendirian “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI)
tepat setelah berakhirnya masa berlaku ultimatum “Gerakan
Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia”. PRRI
dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara -mantan Presiden PDRI- dan
berkedudukan di Bukittinggi.
4. Perjuangan pembebasan Irian Jaya dan penyatuannya ke dalam
wilayah NKRI sebenarnya telah memberi kesadaran akan perjuangan
pembentukan keutuhan wilayah negara.
13. Beberapa Faktor Kesulitan pada
Kabinet Juanda
1.Biaya menumpas pemberontakan PRRI-PERMESTA
begitu besar (sampai pertengahan 1958 mencapai lebih
dari Rp 5.000.000,00);
2.Kekurangan penerimaan karena sistem ekonomi barter
dan merebaknya penyelundupan;
3.Defisit penerimaan yang begitu besar. Pada tahun 1958
kurang lebih Rp 9.500.000,00 ; tahun 1958 Rp
7.911.000,00 ; sehingga berakibat inflasi karena
pemerintah hanya mampu menutupinya dengan uang
muka (pinjaman) dari Bank Indonesia.
4.Disiplin ekonomi masyarakat memang masih kurang.
14. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13
Desember 1957 oleh Perdana Menteri
Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja,
adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia
bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar,
di antara dan di dalam kepulauan Indonesia
menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
15. Lanjutan . . .
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik
Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda
1939, yaituTeritoriale Zeeën en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan
zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah
Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan
setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3
mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan
bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau
tersebut.
16. Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan tanggal 13
Desember sebagai Hari Nusantara.[2] Penetapan hari ini dipertegas oleh
Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126
Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, sehingga tanggal 13 Desember resmi
menjadi hari perayaan nasional tidak libur.
Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai
corak tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu
kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan
wilayah
Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh
dan bulat
b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara
Kepulauan
c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan
dan keselamatan NKRI
Lanjutan . . .
19. Berakhirnya Kabinet Djuanda (Versi 1)
Berakhirnya masa kerja Kabinet Karya berawal
dari diterimanya gagasan “kembali ke UUD 1945”
pada tanggal 19 Februari 1959 yang
digelontorkan Nasution dalam konferensi
Komando Daerah Militer pada bulan yang sama.
Menurut putusan sidang Kabinet Karya pada
tanggal 19 Februari 1959, Presiden akan
menyampaikan amanat kepada Konstituante
berisi permintaan agar UUD 1945 diundangkan
kembali.
20. Pihak yang pro bersama pihak militer kemudian mendesak
Presiden Soekarno untuk mengundangkan kembali UUD 1945
dengan dekrit. Dekrit Presiden yang disampaikan tanggal 5 Juli
1959 berisi :
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan
DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-
singkatnya. (Moedjanto, 1992:114).
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka sistem
demokrasi liberal Indonesia berganti dengan demokrasi terpimpin.
Kabinet Karya pun dibubarkan dan digantikan oleh Kabinet Kerja.
Lanjutan . . .
21. Berakhirnya Kabinet Djuanda (Versi 2)
Sesudah pemimpin pusat terlepas dari krisis
perpecahan negara dan bangsa, rakyat Indonesia
mengalami lagi masa-masa yang menentukan mati
hidupnya negara kesatuan Republik Indonesia.
Sekali lagi PM Juanda dan Kabinetnya menghadapi
pertentangan politik dan ideologi. Kali ini dalam
konstituante. Pertentangan ini merambat masuk
kedalam masyarakat dan menambah ketegangan-
ketegangan.
22. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden. Dengan
diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka
bangsa Indonsia kembali ke UUD 1945, sedangkan
UUDS tidak berlaku lagi. Perubahan dalam hal UUD
dan adanya penerapan sistem Demokrasi Terpimpin
dalam rangka kembali ke UUD 1945 memberikan
pengaruh dan perubahan yang besar terhadap
sistem ketatanegaraan Indonesia.
Lanjutan . . .
23. Lanjutan . . .
Sistem parlementer yang selama ini dipakai oleh
bangsa Indonesia diganti dengan sistem presidensil.
Secara otomatis dengan adanya perubahan sistem
ini maka presiden akan berperan sebagai kepala
Pemerintahan disamping sebagai kepala negara,
sehingga Perdana Menteri tidak perlu ada lagi.
Maka, Senin tanggal 6 Juli 1959 sehari setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Juanda
dan Kabinet Karya mengembalikan mandat kepada
Presiden. Dengan begitu maka berakhirlah masa
Kabinet Djuanda (Rauf 2001:124-126).