SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  74
PENGEMBANGAN KURIKULUM
                  BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER


                                    OLEH
                               HM SARTONO
                            KATA PENGANTAR

        Dengan selalu mengucap Puji Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah

SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Makalah Disertasi ini dapat tersusun

meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan Makalah Disertasi ini berjudul

“PENGEMBANGAN          KURIKULUM       BERBASIS      PENDIDIKAN       KARAKTER”

sebagai salah satu upaya untuk memahami dan menerapkan teori teori tentang

Pembentukan karakter didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan

merupakan upaya paling penting untuk membentuk kepribadian peserta didiknya

        Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan

kesepahaman) tentang bagaimana Basis Pendidikan karakter sebagai sebuah program

Pengembangsan didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan

merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan Potensi Peserta Didik

untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, yang penulis memaknai

bahwa, Tujuan Pendidikan tidaklah semata-mata mengarahkan satuan pendidikan untuk

mencetak wujud manusia yang hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

atau memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi semata, tetapi harus diimbangi oleh

penguasaan dan kemampuan mengamalkan nilai-nilai dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

        Penulis menyadari bahwa kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya

semata-mata ditentukan oleh tingkat kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi

kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan disiplin, disamping itu juga memiliki

etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas dari hal-hal yang
                                                                                 1
melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya adalah

faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan

personal/individu Tidak semua orang dapat berbuat sesuai , dengan keadaan ataupun

harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni.

Namun demikian sangat tergantung pada kemampuan           menyesuaikan diri terhadap

kewajiban pekerjaan/ jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu.

        Makalah yang cukup sederhana ini akan menela‟ah pengembangan Kurikulum

dan kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of

education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian

yang lebih besar pada pendidikan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa

sebelumnya. Dan penulis menyadari pula bahwa rampungnya tugas ini tidak terlepas dari

keterlibatan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun

material oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih.

        Penulis telah berusaha merampungkan makalah ini dengan sebaik mungkin,

namun hasilnya masih belum sempurna dengan harapan agar kiranya makalah ini dapat

bermanfaat sebagai salah satu informasi dalam usaha untuk pengembangan pendididkan

pada umumnya melalui upaya upaya untuk meningkatkan kesesuaian mutu pendidikan

karakter dan pembentukan karakter yang merupakan salah satu tujuan pendidikan

nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan

nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,

kepribadian dan akhlak mulia, agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia

yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda

yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur

agama dan pancasila.




                                                                                     2
Sekolah/Madrasah    mulai dari Pendidikan Usia Dini / Taman Kanak-Kanak

sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan

dan menanamkan nilai-nilai karakter. Semua masyarakat akan sepakat tentang pentingnya

karakter dalam kehidupan, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mengatur

secara sistematis kurikulum berbasis karakter sehingga peserta didik     dapat lebih

berkarakter dalam kehidupan, yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam upaya

pengembangan kependidikan di masa yang akan datang.




                                                                                   3
1. Pendahuluan

          Pendidikan dewasa ini hampir kehilangan keberadaannya sebagai suatu proses

  yang mengantarkan setiap peserta didik     menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang

  secara pribadi dapat memerankan dirinya ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai

  problem solver, selanjutnya manusia disebut dengan makhluk sosial. Kenyataan ini dapat

  dilihat dari adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) pada masyarakat akan makna-

  makna kebenaran, kebahagiaan, keadilan dan lain-lain.

          Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan

  untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan dan nampak jelas bahwa

  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dewasa ini dan di masa depan, dapat

  memberikan dampak positif dan negative, sehingga terjadi perubahan masyarakat yang

  bersifat global dengan bertumpu pada transpormasi sosial kekuatan iptek dan ekonom,

  perubahan kehidupan     berbangsa yang bersifat     individualisme dan konsumerisme

  Munculnya persoalan sosial dalam kehidupan berbangsa,         dan persoalan-persoalan

  tersebut, tercermin dari semakin maraknya korupsi yang merambah pada semua sektor

  kehidupan masyarakat, kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang semakin membesar,

  kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya

  ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi/ sex bebas yang terjadi di

  kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan

  kerusuhan (tindakan anarkis, konflik sosial dan kekerasan atas nama agama/ sara), serta

  penuturan bahasa yang buruk. telah terjadi dekadensi moral, dan yang lebih fatal lagi

  merosotnya moralitas, menyebabkan memudarnya karakter anak bangsa Prinsip-prinsip

  moral, dan nilai-nilai budaya bangsa tidak lagi menjadi pegangan dalam kehidupan

  mereka atau tidak lagi melekat sebagai karakteristik diri, kondisi semakin rapuhnya

  karakter anak bangsa, internalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga,


                                                                                       4
masyarakat dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk berupaya

memperkokohkannya kembali. Dengan perkembangan global dihadapi suatu masalah

yaitu nilai budaya asing yang masuk menyebabkan pola kehidupan secara perlahan

terpengaruh termasuk pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi

semakin mempercepat transformasi pola kehidupan masyarakat.          Nilai negatif dari

globalisasi akan mempengaruhi identitas dan integritas bangsa.     Dan kondisi bangsa

akhir-akhir ini, ketersediaan sumber daya manusia yang berkarakter merupakan

kebutuhan yang amat vital.     Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan

diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek

yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan

karakter bangsa. Upaya mengatasi kondisi tersebut maka diperlukan pemahaman dan

langkah untuk membangun kembali karakter bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila.

        Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education),

oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih

besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam pendidikan karakter harus

terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan

mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada

paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih

diutamakan Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah

member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan,

sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebagaiberikut : “Ilmu

diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR

Bukhari) , hal ini mengandung makna bahwa proses pendidikan karakter merupakan

keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman




                                                                                      5
pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai,

keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai -nilai moral

        Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan tidak hanya

membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya

akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang

bernafaskan nilai-nilai luhur Agama dan Pancasila. Sekolah/Madrasah Pendidikan Usia

Dini sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam

mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia : 1)Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, 2) Berakhlak mulia, 3) Sehat jasmani dan rohani, 4) Berilmu, 5) Cakap, 6) Kreatif,

7) Mandiri, dan 8) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia

yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan menjadi dasar dalam

pengembangan pendidikan karakter bangsa, kebutuhan itu, secara imperatif, adalah

sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.

        Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan            didefinisikan sebagai kurikulum

operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan

berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan

kepentingan   peserta   didik   dan   lingkungannya,   meletakkan    dasar   kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikutu pendidikan lebih lanjut.




                                                                                      6
2. Pentingnya Pendidikan Karakter

          Proses pembelajaran yang masih menekankan penguasaan materi dan lebih

  terlihat lagi adalah target evaluasi yang masih bertumpu pada angka-angka menunjukkan

  bahwa konsep pendidikan masih berkisar pada peningkatan dimensi kognitif, tapi lemah

  pada dimensi yang lain, seperti psikomotorik dan afektif. Bahkan, secara nasional,

  keberhasilan pendidikan diukur melalui pengujian materi yang hanya berisi aspek

  kognitif saja. Hal ini terbukti pada pelaksanaan Ujian Nasional. Sedangkan pendidikan

  yang lain, seperti akhlak, kekerasan, belum tersentuh.

          Pendidikan karakter juga belum diimplementasikan dalam kurikulum yang

  dijadikan acuan dalam kegiatan pembelajaran. Yang ada hanyalah siswa dididik untuk

  mendapatkan nilai yang tinggi dan mendapatkan prestasi yang bagus. Akhirnya lulusan

  yang dihasilkan kurang memiliki karakter yang jelas. Bahkan lulusan yang dihasilkan

  masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat, baik dari segi mentalitas maupun

  moralitas. Lulusan yang memiliki nilai yang bagus belum tentu memiliki moralitas dan

  mentalitas yang bagus. Konsep pendidikan yang tidak hanya mengacukepada nilai

  seharusnya sudah dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar manusia Indonesia

  memiliki karakter yang jelas. Jangan sampai generasi mendatang sama saja dengan

  generasi-generasi sebelumnya yang belum sadar terhadap nilai-nilai sosial yang

  seharusnya dibangun.

                Paparan makalah ini menyajikan beberapa basis dari pendidikan karakter,

  khususnya     didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan

  sebagaimana pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika

  berhadapan dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter yaitu : (1)

  Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? (2).Apakah ”karakter” dapat

  dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? (3) Karakter apa yang


                                                                                     7
perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? (4) Bagaimana menerapkan Basis karakter

secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? (5)              Bagaimana mengukur

keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? (6) Siapa yang

harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ?

2.1. Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ?

              Proses pendidikan karakter didasarkan pada potensi individu manusia

Kognitif, Afektif, Psikomotorik dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi

pada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat

              Totalitas Karakter dimaksud dalam Pendidikan adalah Karakter Bangsa

Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila :Beriman dan Bertakwa; Jujur dan

Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif;

Peduli dan Suka Menolong

              Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan

empat bagian yakni          (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan

keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan

menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan

dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru

disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas

yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan.

                 Kepentingan nasional Indonesia merupakan kepentingan bangsa dan

     negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional Indonesia yang di

     dalamnya mencakup usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.                     Rumusan

     mencerdasakan kehidupan bangsa itu memiliki 2 (dua) arti penting yaitu

     membangun manusia Indonesia yang cerdas dan berbudaya. Pengertian cerdas

     harus dimaknai, bukan saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai


                                                                                        8
ilmu pengetahuan, budaya serta kepribadian yang tangguh akan tetapi juga

memiliki kecerdasan emosional yang dengan bahasa umum disebut sebagai

berkarakter mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan berbudaya

memiliki makna sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menangkap dan

mengembangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam sikap dan

tindakan berbangsa dan bernegara (karakter bangsa) dengan penuh tanggung jawab.

disadari, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat

penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar

lagi).   Mengingat begitu pentingnya    pendidikan karakter itu sendiri karena

terindikasi munculnya Degradasi Moral Perusak Karakter Bangsa . Eksistensi,

kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga

keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan

adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada

akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa

tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman

terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai

musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam seperti maupun

manusia. Seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika bernama Thomas Lichona

mengidentifikasi adanya 10 tanda-tanda degradasi moral yang dapat merusak

karakter bangsa. Degradasi moral itu ialah (1) Mmeningkatnya kekerasan pada

remaja (2) Penggunaan kata-kata yang memburuk (3) Pengaruh peer group (rekan

kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan (4) Meningkatnya penggunaan

narkoba, alkohol dan seks bebas (5) kaburnya batasan moral baik-buruk (6)

Menurunnya etos kerja (7) Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru (8)

Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara (9) Membudayanya


                                                                             9
ketidakjujuran (10)   Adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama.

(www.cortland.edu/character/aboutus.html)

           Pentingnya pendidikan karakter itu sendiri jika dilihat dari berbagai

peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa

aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang

mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang

mendahulukan hak pribadi daripada kewajiban sebagai bangsa. Pada akhirnya

berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu tumbuhnya pandangan

sempit seperti kesukubangsaan (ethnicity) dan unsur SARA lainnya. Kerancuan ini

menyebabkan masyarakat frustasi dan cenderung meluapkan jati diri dan tanggung

jawab tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial".

           Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas

psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,

psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam

keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural

dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:




                                                                                10
Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia

yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur

dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan

Kreatif; Peduli dan Suka Menolong.

            Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti

yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam

paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu

pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau

sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Maka dengan adanya

pendidikan karakter diharapkan dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena

yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang

            Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia

yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur

dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan

Kreatif; Peduli dan Suka Menolong dalam aspek pengetahuan (cognitive), perasaan

(feeling), dan tindakan (action).

                                                                              11
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana

yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi

paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)

nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,

pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan

yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving

good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter

menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan        yang

diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education) tersebut

sesuai dengan Teori taksonomi Bloom dimana pendidikan memiliki tiga domaian

yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut bapak Pendidikan

Indonesia Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang

maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul




                                                                              12
bahwa ada 4 Pilar Dasar Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter

seperti dalam gambar berikut :




              Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis

karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,

olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan

sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna

mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah

raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan

penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan

kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan

penciptaan.     Pendidikan    nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk




                                                                                 13
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan

    kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

                  Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan

    empat bagian yakni        (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan

    keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari

    dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga

    berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan

    aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan

    kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan

    penciptaan.

2.2. Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan

   Pendidikan ?

                  ”karakter” dapat dikembangkan dalam KTSP adalah Pendidikan budi

    pekerti,   pendidikan    moral,   pendidikan   watak   bertujuan   mengembangkan

    kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara

    apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan

    sepenuh hati. Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan

    menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta

    didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan

    (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis

    pengembangan KTSP

                  Pengembangan Kurikulum dimana         Kurikulum itu sendiri adalah

    jantungnya pendidikan curriculum is the heart of education Kurikulum Tingkat

    Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai Kurikulum Operasional yang disusun

    oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan                 Kurikulum


                                                                                     14
dikembangkan berdasarkan          prinsip-prinsip yang berpusat pada           potensi,

perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik               dan lingkungannya,

meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut.

            Pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan

tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin,

(5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10)

Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)

Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli

Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab

            Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

pendidikan watak berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,

berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku

bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif

dalam pergaulan dunia. Merupakan basis pengembangan KTSP.

            Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan

Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam

KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender

pendidikan, silabus, RPP

            Tahapan Pengembangan KTSP melibatkan seluruh warga satuan

pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar           Prosedur pengembangan

kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan 1.

Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama

antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah                 (tenaga pendidik dan

kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua


                                                                                    15
stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh

masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3.

Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang

dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan

pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai

dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang

diperlukan, serta prosedur   penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi

sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat

perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi:

Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal

Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 6.

Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana Keteladanan Penghargaan

dan pemberdayaan 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk

keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian

keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua

warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara

terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah

kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri

berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai

dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi

Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter

bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada


                                                                              16
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir)

Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program

lanjutan.

            Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di

Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan

berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak”       2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan

pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang

Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap

satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ) 4. Penyiapan

bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan

karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet

diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter

di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan

karakter di setiap jenjang pendidikan

            PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER melibatkan staf/karyawan

Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi

tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-

nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik        memupuk

kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari

pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter.




                                                                              17
Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program

(Sekolah/Madrasah dan luar Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan

dan menyederhanakan sumber moral serta disajikan dengan memperhatikan

pertimbangan    psikologis   untuk    tujuan     pendidikan   .   pendidikan

diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan

pesrta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

          The golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang

pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar adalah: cinta kepada

Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat

dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja

keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah

hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan

                                                                          18
bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan

perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan,

berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.




           Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-

buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan

sehari-hari dengan sepenuh hati. Juga tidak sekedar mengajarkan mana yang benar

dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana

yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah,

mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).

Merupakan basis pengembangan KTSP.

           Karena adanya krisis ekonomi dan moral yang terus berkelanjutan

melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan


                                                                               19
tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia

mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan

pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Sebuah

mimpi panjang yang melenakan jika konsep pendidikan masih seperti ini.

             Karakter dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan    pendidikan    karakter   masih    bersifat   pencanangan     dalam    arti

kebijakannya dulu. Ditjen Pendidikan Dasar sebetulnya sudah merintis program-

program pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimensinya berbagai macam,

ada dimensi kreativitas, kejujuran, kedisiplinan. pendidikan karakter yang

menekankan dimensi disiplin. Pendidikan antikorupsi, kita juga sudah terapkan.

Juga ada pendidikan lingkungan hidup. Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi

pendidikan karakter yang sudah diterapkan di jenjang pendidikan dasar.

             Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”,

yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian

atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat

manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung

dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi

pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The

stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter

merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud

dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

             Karakter dalam perspektif Islam dapat juga diartikan sama dengan

akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa


                                                                                    20
atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak

dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang

tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang

baik. Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik

disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan.

Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk

energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa

nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan

energi negatif itu berupa nilai-nilai yang a-moral yang bersumber dari taghut

(Setan). Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian

dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif

itu berupa: Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm,

ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada

manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); Kedua,

kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm (akal yang sehat), qalbun

salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa)

dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal

insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap

dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan

spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep-

konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi:

istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh.

            Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang

yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al-

mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam


                                                                                  21
hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki

personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan

competency yang bagus pula (professional).

           Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi

negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai-

nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian,

pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai-

nilai material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan

penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi

negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa kufr

(kekafiran), munafiq (kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang

kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis

dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba

material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu pikiran

jahiliyah (pikiran sesat), qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun

mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu „l-lawwamah (jiwa yang

tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah

selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). Ketiga, sikap dan perilaku

tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan

thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep-

konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan

perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ (materialistik),

dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif). Energi negatif tersebut dalam

perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang

yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ‟amal al sayyiât


                                                                                 22
(destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja

akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak

bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu

mendayagunakan kompetensi yang dimiliki.

            Adapun hal berkaitan dengan karakter adalah prakondisi pendidikan

karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat

dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing

values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam

rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18

nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan

nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras,

(6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat

Kebangsaan,     (11)   Cinta   Tanah     Air,   (12)   Menghargai      Prestasi,   (13)

Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli

Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum.

Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah.

2009:9-10). Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun

satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara

melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang

diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis

karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang

satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan

pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam

pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah




                                                                                    23
dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih,

    rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

2.3. Karakter apa yang perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP?




               Karakter yang perlu menjadi basis pengembangan Kurikulum Tingkat

    Satuan Pendidikan adalah nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kreativitas, apalagi

    nilai-nilai lain yang diangkat sehingga siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut

    Jika dilihat, sebenarnya, karakter bukan pada aspek kognitif, tapi aspek afektifnya.

    Cuma aspek afektif tidak bisa teraktualisasi secara maksimal tanpa ada kognitif.

    Orang menjadi jujur, juga harus tegas. Karena definisi kejujuran itu memerlukan

    pertimbangan-pertimbangan intelektual sehingga dia bisa tidak kelihatan naif saat

    jujur. Kreativitas juga sebuah aspek yang non-kognitif, tetapi untuk bisa kreatif

    orang juga harus cerdas dalam mengaktualisasikan kreativitas tersebut.        Umat

    Muslim merupakan Mayoritas Penduduk Indonesia Umat Muslim Indonesia patut

    bersyukur karena dapat bersatu dalam jumlah yang besar dan menjadi mayoritas di

                                                                                     24
negerinya. Indonesia adalah karya besar umat Muslim dan kemerdekaan Indonesia

adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa kepada seluruh Bangsa Indonesia utamanya

Umat    Muslim.   Pembangunan      karakter   bangsa   pada   hakekatnya    adalah

pembangunan karakter umat, dan kalau Bangsa Indonesia memiliki karakter,

berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur, sudah barang tentu umat Muslim

yang paling berkepentingan. Kesenjangan antara Muslim Cita dan Muslim Fakta

adalah apabila umat Muslin Indonesia dapat menjadi Muslim yang baik maka

jayalah Indonesia, dan sebaliknya kondisi bangsa Indonesia yang banyak

mengalami krisis dan keterpurukan mencerminkan muslim Indonesia belum

menjadi sebagaimana diharapkan. Bahkan dalam perspektif pembangunan bangsa,

umat Muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) Muslim berideologi

Islam politik, yaitu Muslim yang sadar politik atau mind set-nya politik dan

kekuasaan, menjadikan Islam sebagai ideologi politik, bertujuan mendirikan negara

atau khilafah islamiah, dan biasanya bersifat radikal, tidak merasa menjadi

Indonesia, sedikit kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara dan bahkan

selalu merongrong kedaulatan RI; (2) Muslim mistik, yaitu Muslim yang

disibukkan dengan urusan ritual keagamaan bahkan yang bersifat mistik, tidak

mempersoalkan keindonesiaan tetapi juga tidak memberikan kontribusi yang berarti

dalam pembangunan bangsa dan negara dan tidak membahayakan negara; (3)

Muslim moderat, yaitu Muslim yang ideal karena memiliki prinsip keseimbangan

antara urusan dunia dan akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan wasathan (umat

moderat), dan dimanapun berada selalu memberikan manfaat bagi lingkungannya.

Ciri-ciri Muslim moderat antara lain: at home di Indonesia, mencintai, berjuang dan

rela berkorban untuk bangsa dan negaranya, dan memberikan kontribusi bagi

pembangunan bangsa dan negara. Sampai sekarang ini, ketiga kelompok Muslim


                                                                                25
tersebut masih ada, bahkan Muslim politik semakin menguat pada era reformasi

atau pasca Orde baru. Muslim mistik juga tetap eksis. Dalam konteks

pembangunan karakter bangsa, pembangunan karakter harus diarahkan untuk

menjadi Muslim moderat atau Muslim ideal.       Mengawinkan antara keislaman,

keindonesiaan dan kemodernan. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Nur

Cholis Madjid pada era 70 an, dan sekarang ini dirasakan pentingnya gagasan

tersebut direaktualisasi dalam konteks pembangunan karakter bangsa. Muslim

Indonesia akan dapat mewujudkan rahmatan lil‟alamin (merahmati semua) apabila

dapat mengawinkan ketiga komponen tersebut. Dengan mengawinkan ketiga

komponen tersebut seorang muslim akan memiliki tiga kesadaran: kesadaran ideal

(keislaman), kesadaran tempat (keindonesiaan) dan kesadaran waktu (kemodernan).

Dengan memiliki tiga kesadaran ini seorang Muslim akan memiliki kearifan,

kemuliaan dan kejayaan. Etika dan Moral dalam Islam Kehadiran Islam di muka

bumi adalah sebagai pedoman hidup manusia dan untuk memberikan solusi yang

tegas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan. Salah satu persoalan kemanusiaan

yang perlu mendapat perhatian besar dari umat Islam adalah persoalan etika. Etika

dan moralitas adalah puncak nilai keberagamaan seorang muslim. Hal ini sejalan

dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk

menyempurnakan keagungan. Berislam yang tidak membuahkan akhlak adalah sia-

sia. Menurut Raghib al-Isfahani, etika Islam berbentuk ethical individual social

egoism dalam motivasi moral. Maksudnya, pengejaran perilaku moral individu

tidak mesti mengorbankan perilaku moral etis sosial. Etika Islam tidak hendak

memasung otoritas individu untuk sosial sebagaimana paham komutarianisme atau

pengorbanan sosial untuk individu sebagaimana paham universalisme (Amril M.

200: 2ix). Etika Islam harus berlandaskan pada cita-cita keadilan dan kebebasan


                                                                              26
bagi individu untuk melakukan kebaikan sosial. Etika Islam adalah sebuah

pandangan moralitas agama yang mengarahkan manusia untuk berbuat baik antar

sesamanya agar tercipta masyarakat yang baik dan teratur.

           Pentingnya sekolah-Madrasah memperhatikan masalah pembentukan

akhlak pada anak-anak didiknya       “innama bu’itstu liutammima makaarimal

akhlaaq Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi

pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara

apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana

yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi

paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)

nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain,

pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan

yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving

good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter

menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan

dilakukan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha

Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan

potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2)

memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan


                                                                              27
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter

    dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,

    masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

2.4. Bagaimana menerapkan Basis       karakter secara efektif dalam implementasi

   pembelajaran ?

                Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan

    Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam

    KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender

    pendidikan, silabus, RPP.    Penerapannya     / Pelaksanaan pendidikan karakter

    melibatkan seluruh warga     satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat

    sekitar   Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan

    karakter melalui tahapan : 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan

    melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah

    (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat

    komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua

    siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan

    pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah

    (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan

    dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan

    untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan,

    sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4.

    Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan

    karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter,

    yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran

    muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/


                                                                                      28
Madrasah         7.    Melakukan      penilaian     keberhasilan   dan   supervisi    Untuk

keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian

keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua

warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara

terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah

kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri

berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai

dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Penilaian penerapan nilai

pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan

peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi

akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang

memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa Mendata

kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter

bangsa dalam dokumen I) Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya

bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah,

Struktur   dan        Muatan     Kurikulum,       Kalender   Pendidikan,     dan     program

Pengembangan Diri) • Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya

bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)

           Pendidikan          karakter   dapat     diimplementasikan      sebagaimana    di

gambarkan dalam tabel berikut :




                                                                                         29
Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan

nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda

dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih

terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia

memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana

transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan

(enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah

pembentukan karakter dan watak bangsa (nation and character building), yang pada

gilirannya sangat krusial, dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara

dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa

pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik

rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh

karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang

mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan

berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan

keharmonisan.   Pendidikan karakter diawali dari keinginan mengubah perilaku

siswa. Kira-kira dalam jangka pendek dan menengah, perilaku apa yang diharapkan


                                                                              30
berubah, seperti tak lagi tawuran Perubahan sikap bukan sesuatu yang berdiri

sendiri. Diketahui bahwa sekolah madrasah tidak bisa mengontrol perilaku anak

ketika di luar ruang kelas. Dari sudut padang pedagogis, ruang kelas anak tidak

hanya ruang kelas dalam arti konvensional. Tetapi ketika dia ada di luar, itu ruang

kelas anak di mana dia berguru pada orang dewasa. Ini yang kita katakan tidak

independen, steril dari pengaruh-pengaruh di luar kehidupan ruang kelas itu.

           Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana

strategi-strategi pembelajarannya dilakukan.    Ada beberapa model dan strategi

pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain: (1)

mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku

(cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di tingkat satuan pendidikan

). (2) menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif untuk

perkembangan karakter. (3)      menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat

kampus. (4) memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan tindakan

moral. (5) memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang

dengan menghormati semua peserta didik, mengembangkan kepribadiannya, dan

membantu mereka berhasil. (6) mendorong pengembangan motivasi diri

mahasiswa. (7) melibatkan staf/karyawan kampus sebagai komunitas pembelajaran

dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya

untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para

mahasiswa. (8) memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang

terhadap inisiatif pendidikan karakter. (9) melibatkan keluarga dan anggota

masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.




                                                                                31
Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu

    pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa

    kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti

               Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki

    Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung

    kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan

    "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan

    pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku

    yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang.

               KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat

    sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan

               Mukti    Ali   mendesain    mengintegrasikan       kurikulum    dengan

    penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia

    pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit

    dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah,

    perilaku pendidiknya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, membangun karakter

    dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda,

    mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani

    para tokoh yang memang patut untuk dicontohi.

2.5. Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis

   PendidikanKarakter?

               Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu

    pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa

    kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara,

    KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya,


                                                                                   32
mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak

didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan".

Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang

lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan

karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi"

pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali

mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan

keterampilan. Karakter itu, semacam nilai-nilai gabungan (komposit). Ada satu

pihak yang disiplin dan pandai, disiplin dan jujur, disiplin dan kreatif, ada juga

kreatif dan disiplin. Kombinasi-kombinasi. Kita sekarang belum mempunyai suatu

alat ukur untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Sekarang kita masih

mengarahkan bahwa keberhasilan anak dalam mengikuti program pendidikan tidak

hanya pintar saja, tetapi paling tidak pintar dan jujur, pintar dan berakhlak mulia.

Kreatif tentunya juga kita harapkan. Kalau dari ilmu sosial bisa diukur, cuma kita

harus menggunakan konstrak-konstrak yang jelas tentang apa yang namanya

berkarakter. Hal ini akan dapat terukur secara afektif yaitu bagaimana keterlibatan

semua fihak    dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan disiplin. Sementara

dianggap keberhasilan pada tahap awal.

           Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di

Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan

berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan

pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang

Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap

satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter) 4. Penyiapan

bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan


                                                                                 33
karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet

     diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter

     di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan

     karakter di setiap jenjang pendidikan

2.6. Siapa   yang     harus    melakukan       Pengembangan        Kurikulum      Berbasis

    PendidikanKarakter ?

                 Melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas

     pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter

     serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu

     pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan

     jangka-panjang terhadap inisiatif       basis dari pendidikan karakter.     melibatkan

     keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan

     kurikulum berbasis pendidikan karakter.

                 Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua

     pihak baik Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan

     pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana

     disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah

     untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan

     kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan

     pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan

     semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi

     pekerti yang luhur. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan

     hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang

     baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai

     yang    buruk.   Selanjutnya    menerapkan       pendidikan   berdasarkan     karakter


                                                                                        34
(characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada

       di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran

       Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan kebudayaan asli bangsa Indonesia.          Di

       samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan

       masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang.

       Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan

       penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais

       Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya,

       mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan, dan

       pandangan mereka terbatas. Berarti harus ada upaya melibatkan orangtua dan

       masyarakat Sebetulnya yang mudah harus ada role model, contoh. Contoh itu

       anggota masyarakat, anggota partai. Guru contoh langsung. Orangtua juga. Dalam

       sudut pandang pedagogis, ruang kelas itu ruang kelas tanpa dinding, borderless

       classroom. Ini yang tidak bisa guru kendalikan. Siswa, kan, tidak boleh dihadapkan

       pada nilai-nilai yang kontradiktif. Apa yang diajarkan sekolah harus kurang-lebih

       sejalan dengan apa yang ada di luar ruang kelas

3. Disain Pendidikan Karakter




                                                                                      35
Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-

nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak

atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan,

kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya

memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan

dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya

adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu,

di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase.

Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat

moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai

pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu

siswa mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti”

(Curriculum Corporation, 2003: 33).




                                                                                          36
Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan

menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini.              Sebagai aspek

kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:

mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai

pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat,

menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku

aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik

berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Terlepas dari berbagai

kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional

pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi

pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik.

Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta

direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.          Permasalahannya,



                                                                                       37
pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan

norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam

kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu

pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design

pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design

menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian

pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.

            Disain Sasaran Pendidikan Karakter adalah seluruh Sekolah/Madrsah           di

Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga Sekolah/Madrsah , meliputi para peserta

didik, Tenaga Pendidik dan Kependidikann , dan pimpinan Sekolah/Madrsah menjadi

sasaran program ini. Sekolah/Madrsah        yang selama ini telah berhasil melaksanakan

pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh

untuk disebarluaskan ke Sekolah/Madrsah lainnya.

            Disain pengembangan Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam

pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan

norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,

dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-

nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan

pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Disain dari

Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu

media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta

didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran

untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,

dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan

atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah/Madrsah.


                                                                                       38
Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa

tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di

Sekolah/Madrsah        juga    sangat     terkait     dengan    manajemen     atau    pengelolaan

Sekolah/Madrsah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter

direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di

Sekolah/Madrsah secara memadai.

            Disain Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu

ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga

kependidikan,   dan    komponen         terkait     lainnya.   Dengan     demikian,   manajemen

Sekolah/Madrsah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di

Sekolah/Madrsah.       Melalui program telah didisain ini diharapkan lulusan memiliki

keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter

mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang

baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan

karakter nantinya diharapkan menjadi budaya Sekolah/Madrsah. Dan pada tataran

Sekolah/Madrsah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya

Sekolah/Madrsah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang

dipraktikkan    oleh   semua     warga       Sekolah/Madrsah,       dan     masyarakat    sekitar

Sekolah/Madrsah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

            Dan takalah pentingnya bahwa desain dari pengintegrasian Program imtaq

ditetapkan sebagai salah satu program pengembangan diri wajib, artinya merupakan jenis

pengembangan diri yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Program imtaq juga

dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memberikan nilai akhlak mulia bagi peserta

didik, namun hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sekolah/ Madrasah itu

sendiri.   Sehubungan dengan hal tersebut diatas dapatlah dijadikan suatu acuan dalam


                                                                                              39
pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan, yang merupakan salah satu

tujuan pendidikan nasional, dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desain Program ini disusun dan ditetapkan

setelah melalui tahapan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari dewan pendidik dan

stakeholder sekolah Madrasah lainnya (komite Sekolah/ Madrasah dan orang tua peserta

didik). Salah satu cara yang dapat dipercaya adalah penerapan Pendidikan karakter untuk

mencegah merosotnya nilai-nilai moral dan etika pada generasi penerus bangsa, harus

dimulai sejak usia dini karena pada usia dini, anak masih dapat dibentuk dan diarahkan

sesuai dengan keinginan kita.

            Adapun prosedur mendisain cara mengimplementasikan pendidikan karakter

mulai dari pendidikan anak usia dini yaitu penciptaan lingkungan yang penuh dengan

kasih sayang, memperkenalkan pentingnya cinta, melalui metode pembiasaan, metode

keteladanan, metode bercerita, pengurangan kegiatan yang mengembangkan kognitif dan

diganti dengan kegiatan yang mengembangkan afektif, serta pemanfaatan permainan

tradisional. Sekolah Madrasah dituntut mengembangkan pendidikan berkarakter melalui

pengembangan intelligence guotient, emotional quotient, dan spiritual quotient pada diri

peserta didik dalam proses pembelajarannya.        Disain dari    Nilai-nilai yang harus

dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dan berangkat dari empat

sumber dan pilar dasar yang sangat fundamental dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu

Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Nilai-nilai itu mencakup

tujuh belas aspek nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,

mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, dan peduli

lingkungan. Disain pengembangannya bisa dilakukan melalui kegiatan Intrakurikuler,

ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri. Disain dari Keterlaksanaan program


                                                                                       40
didukung oleh beberapa faktor pendukung. Misalnya: 1) adanya motivasi dan dukungan

dari warga sekolah (peserta didik, guru dan pegawai); 2) motivasi dan dukungan dari

orang tua peserta didik dan masyarakat,

            Disain dari Basis Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru

yang berdiri sendiri ,bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi

dasar baru,tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada,pengembangan diri

dan budaya sekolah serta muatan lokal. oleh karna itu,guru dan sekolah perlu

mengintegrasi nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter kedalam

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),silabus,dan rencana program pembelajaran

(RPP) yang sudah ada . Adapun Prinsip yang             digunakan dalam pengembangan

pendidikan karakter   adalah :     (1) Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses

pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti ,dimulai dari awal

peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun

kemasyarakat (2) Melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya sekolah

,serta muatan local (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan .satu hal

yang selalu harus diingat        bahwa suatu aktivitas belajar dapat digunakan untuk

mengembangkan kemampuan ranah kongnitif,afektif dan psikomotorik (4) Proses

pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.guru harus

merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan

pertanyaan mencari sumber informasi ,dan mengumpulkan informasi dari sumber

memgolah informasi yang sudah dimiliki,dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan

karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi dikelas ,

sekolah,dan tugas-tugas diluar Sekolah/Madrsah .

            Pemahaman mengenal arti pendidikan karakter akan ikut menentukan isi

pendidikan karakter bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral untuk


                                                                                       41
menjadikan seseorang berkarakteter,maka isi pendidikan merupakan pilihan yang paling

tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.bahan pendidikan yang

diperkirakan    tidak   sesuai    dengan   tujuan   karakter   tidak   dimasukkan   dalam

kurikulum.kalaupun terpaksa disebut dalam isi pelajaran,maka bahan pelajaran itu disebut

close area,yaitu bahan pelajaran tabu dan secret untuk dibicarakan ,seperti yang berkenaan

dengan ras,politik,dan kesukuan. Oleh karna itu ,pilihan isi pelajaran harus tersaring dan

terseleksi secara ketat ,yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam appa yang disebut

public culture.bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan karakter sebagai

pendidikan tenteng karakter,penyusunan isi pelajaran hamper tidak ada pembatasan. bahan

pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah nyata dalam

kehidupan sehari – hari .paham ini percaya bahwa penalaran moral dan konflik kongnitif

(cognitive conflict) dalam membicarakan moral ,suatu hal yang sangat penting dalam

menumbuhkan inteligensi.         Paham ini percaya bahwa penyusunan isi bahan pelajaran

yang menekankan pada segi kognitif pada akhirnya akan mengembangkan moral kognitif

(cognitive moral development).        Namun paham ini tidak percaya terhadap tingkat

keberhasilan penanaman nilai moral seperti dikemukakan oleh durkheimian,sociological

ethcists yang meramalkan akan terjadi internalisasi melalui proses pengkondisian dan

latihan moral.penemuan atau kesimpulan kholberg tentang tahap- tahap perkembangan

moral (pre-conventional,conventional,post-conventional,autonomus, principle levels)

membuktikan bahwa teori internalisasi dari suatu buku”yang beranggapan benar” ternyata

tidak sesuai dengan perkiraan kalangan durkheimian.oleh karna itu ,ia menggunakan

istilah cognitive development untuk merujuk pada asumsi mengenai teori pilihan tentang

moral seperti telah dikemukakan oleh Dewey (1909),mead (1934), Baldwin (1906) dan

Piaget (1932)    Bahaya penyusunan bahan seperti di atas dapat terjadi transfer negative

yang menimbulkan pilihan sikap yang tidak positif terhadap kawasan nilai-nilai sentral


                                                                                       42
yang dicapai.hal ini bisa terjadi manakala guru kekurangan bahan dan pengetahuan untuk

membahas sesuatu topik yang problematis.

            Berkaitan dengan penyajian materi pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah

muncul paham yang menghendaki agar materi pendidikan karakter disampaikan dengan

memperhatikan faktor psikologi anak,sehingga dapat menjamin tingkat keberhasilan

tujuan pendidikan. Paham ini berpendapat bahwa untuk mencapai terjadinya internalisasi

moral,hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral

disajikan dengan baik dan menarik,walaupun hanya dengan teknik ceramah ,hal ini

menghasilkan internalisasi.penalaran moral dan penyajian pendidikan moral dan langkah

– langkah berpikir ilmuan sosial hanya akan menimbulkan kegaduhan saja, di lain pihak

,paham yang mementingkan perkembangan penalaran moral tidak setuju kalau pendidikan

budi pekerti atau moral menekankan pada pengkondisian dan latihan moral dalam rangka

upaya internalisasi nilai moral,seperti dianut para Durkheimian.

            Paham yang didukung oleh faculty psychology            ini hanya menimbulkan

kebosanan dan menyebabkan jenis- jenis berpikir yang kurang berkembang.Dengan

perkataan lain,keadaan ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak konstruktif bagi

seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang menyangkut moral ,yang oleh para ahli

kesehatan mental dianggap bisa menimbulkan psikosomatik,tanpa alasan. Oleh karna itu

,pihak ini cenderung untuk menggunakan cognitive development sebagai pusat

pendekatan dalam pendidikan budi pekerti dan tidak mengikuti cara transmisi nilai-nilai

budi pekerti yang pasti benar.cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam

pendidikan budi pekerti akan di jadikan dorongan agar seseorang dapat melakukan

reksturisasi dalam pengalaman dirinya melalui berbagai pengalaman dalam melakukan

pilihan moral dan pertimbangan moral (moral choice and moral judgement).Paham ini

pada dasarnya mengikuti aliran fieldpsycology dan convigurational psychology,proses


                                                                                     43
pengambilan keputusan dan pendekatan masalah dapat di kembangkan suatu pengalaman

belajar yang membiasakan seseorang untuk mampu menyusun konnsteruksi berpikir serta

mendorong perkembangan penalaran moral maupun berpikir ilmiah.           Banyak orang

berpikir,pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam mendidik karakter atau budi

pekerti adalah guru dan guru pendidikan budi pekerti.Pikiran demikian jelas kurang tepat

karena masalah karakter/budi pekerti/moral ini akan berkaitan satu dengan lainbaik

program pendidikan        disekolah maupun masalah lingkungan,terutama masalah

keadilan.perlakuan yang tidak adil dapat berupa keputusan hakim atau pejabat

Negara,juga tindakan seseorang.Masyarakat bisa memiliki pertimbangan moral yang

berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengambil sikap”komplasen,agnostic,regresif-

liberal,bahkan radikal‟sekalipun terhadap ketidak adilan. Pendidikan karakter atau budi

pekerti sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala ia hanya menjadi

tanggung jawab guru. Oleh karna itu, timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum

tersembunyi[hidden curriculum] dealam pendidikan karakter/budi pekerti,yang tidak

secara eksplisit di tulis dalam kurikulum.Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh

kegiatan guru,orang tua, masarakat, dan negara di harapkan untuk membantu dan

melakukan pelayanan ekstra dalam memmbantu pencapaian tujuaqn pendidikan

karakter/budi pekerti. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya

dengan karaqkter/budi pekerti.Demikian pula kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat

sesuatu dalam kaitannya dalam masalah karakter/budi pekerti, walupunmaasalah

lingkungan masarakat seperti keadilan,kemakmuran,keamanan,dan kesetia kawanan sosiai

mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang.Dengan perkataan

lain, ppandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap

keberhasilan pendidikan budi pekerti.




                                                                                     44
4. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN




                                                      45
Pentingnya Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan Berbasis

Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan

untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak

mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini

sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana

diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai

persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan

upaya   pemerintah    untuk   memprioritaskan    pendidikan    karakter   sebagai   dasar

pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam           Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan

karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.                 Upaya

pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya

dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah,


                                                                                      46
akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur,

disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu

bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga

mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia

melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan

cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan

peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. oleh

karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui

pengembangan budaya sekolah (school culture). Pedoman ini ditujukan kepada semua

warga pada setiap satuan pendidikan(dasar sampai menengah) melalui serangkaian

kegiatan perencanaan,      pelaksanaan dan penilaian        yang bersifat   komprehensif.

Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan

dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sedangkan pelaksanaan

dan penilaian tidak hanya menekankan aspek pengetahuan saja, melainkan juga sikap

perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak mulia. Pedoman ini dikembangkan

berdasarkan    atas      pengalaman    beberapa    satuan     pendidikan    yang     telah

mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui pelaksanaan

(piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum

4.1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP)

                      Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum

      satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen

      diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata

      lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan,

      struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan

      pembelajaran (RPP)


                                                                                       47
4.2. Tahapan Pengembangan

                 Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu

    melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat

    sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan

    karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

                 (1). Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan

    komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan

    kapendidikan serta komite sekolah).     (2). Membuat komitmen dengan semua

    stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat

    setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. (3). Melakukan

    analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan

    dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang

    bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator

    keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta

    prosedur penilaian keberhasilan. (4). Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan

    dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. (5). Membuat perencanaan dan

    program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui

    pembelajaran,   Penyusunan    mata    pelajaran   muatan   lokal   Kegiatan    lain,

    Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah (6). Melakukan

    pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan

    pemberdayaan     (7). Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi          Untuk

    keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian

    keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua

    warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara

    terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah


                                                                                     48
kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan

    dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri

    berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

    dalam budaya sekolah        Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

    implementasi pengembangan      nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

    Implementasi nilai dalam pembelajaran Implementasi belajar aktif dalam

    pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan

    nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai

    pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan

    peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi

    akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang

    memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan       karakter dan budaya bangsa.

    Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya

    dan karakter bangsa dalam dokumen I. Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter

    dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi,

    Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan

    program Pengembangan Diri) Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan

    budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)

4.3. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di

    Satuan Pendidikan

                Terkait dengan penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-

    kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” Tingkat Nasional, Tingkat

    Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan 2. Pemetaan

    kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD/MI, SMP/MTs,

    SMA/MA, SMK, SLB dan PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan


                                                                                49
Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan

     Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang

     peserta dari unsur-unsur unit Utama Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi &

     Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta) 3.

     Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan

4.4. Pengintegrasian dalam mata pelajaran

                  Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa

     diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai

     tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam

     silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi

     (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah

     nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di

     dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK

     dan KD dengan nilai dan Indikator untuk menentukan nilai yang akan

     dikembangkan; c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam

     tabel 1 itu ke dalam silabus; d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam

     silabus ke dalam RPP; e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik

     secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan

     internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f.

     memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan

     untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.

4.5. Pengembangan Proses Pembelajaran

                  Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan

     pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak;

     dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.


                                                                                    50
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang

        sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan

        dalam ranah kgnitif, afektif, dan psikmtr. Oleh karena itu, tidak selalu

        diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada

        pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk

        pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, Toleransi,

        disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar

        membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk

        pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan,

        rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga

        peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang

        menunjukkan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik,

        guru, kepala sekolah, dan tenaga Kependidikan             di sekolah itu,

        direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender

        Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya

        sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program

        sekolah adalah lomba vcal grup antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta

        tanah air, pagelaran seni, lomba pidat bertema budaya dan karakter

        bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga

        antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik

        bertema budaya dan karakter bangsa, pameran ft hasil karya peserta didik

        bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba

        mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan

        dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber


                                                                                51
untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan

             dengan budaya dan karakter bangsa.

     3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti leh

             seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun

             pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya,

             kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap

             tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian

             masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial

             (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau

             membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau

             mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

4.6. Penilaian Hasil Belajar

                  Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan

     pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester

     dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya

     mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru

     mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu

     jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan

     perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan

     dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi

     dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai

     bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

                  Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di

     kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat

     adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat


                                                                                      52
digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu

     persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

     menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan

     menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan

     terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kntrversial sampai kepada

     hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

4.7. Indikator Sekolah dan Kelas

                  Ada 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini.

     Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata

     pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala

     sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan

     mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter

     bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan

     dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan

     perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.

                  Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas

     dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta

     didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik,

     jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta

     tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang

     dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat

     progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu

     jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam

     jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa

     lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang


                                                                                       53
lebih kmpleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai Indikator

     kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya

     menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.

     Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan

     tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta

     didik.    Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan

     pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka ditetapkan

     Indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini.



4.8. Keterkaitan jenjang Kelas dan Indikator


NILAI                        INDIKATOR

                             7–9                               10- 12

Religius:                    Mengagumi kebesaran               Mensyukuri keunggulan
                             Tuhan melalui kemampuan           manusia sebagai makhluk
Sikap dan perilaku yang      manusia dalam melakukan           pencipta dan penguasa
patuh dalam                  sinkronisasi antara aspek         dibandingkan makhluk
melaksanakan ajaran          fisik dengan aspek kejiwaan.      lain
agama yang dianutnya,
Toleran terhadap             Mengagumi kebesaran               Bersyukur kepada Tuhan
pelaksanaan ibadah           Tuhan karena kemampuan            karena menjadi warga
agama lain, dan hidup        dirinya untuk hidup sebagai       bangsa Indonesia.
rukun dengan pemeluk         anggota masyarakat.
agama lain.
                             Mengagumi kekuasaan               Merasakan kekuasaan
                             Tuhan yang telah                  Tuhan yang telah
                             menciptakan berbagai alam         menciptakan berbagai
                             semesta.                          keteraturan di alam
                                                               semesta.

                             Mengagumi kebesaran               Merasakan kebesaran
                             Tuhan karena adanya agama         Tuhan dengan
                             yang menjadi sumber               keberagaman agama yang
                             keteraturan hidup                 ada di dunia.
                             masyarakat.

                             Mengagumi kebesaran               Mengagumi kebesaran


                                                                                      54
Tuhan melalui berbagai        Tuhan melalui berbagai
                            pokok bahasan dalam           pokok bahasan dalam
                            berbagai mata pelajaran.      berbagai mata pelajaran.

Jujur:                      Tidak menyontek ataupun       Melaksanakan tugas sesuai
                            menjadi plagiat dalam         dengan aturan akademik
Perilaku yang didasarkan    mengerjakan setiap tugas.     yang berlaku di sekolah.
pada upaya menjadikan
dirinya sebagai rang yang   Mengemukakan pendapat         Menyebutkan secara tegas
selalu dapat dipercaya      tanpa ragu tentang suatu      keunggulan dan
dalam perkataan,            pokok diskusi.                kelemahan suatu pokok
tindakan, dan pekerjaan.                                  bahasan.

                            Mengemukakan rasa senang      Mau bercerita tentang
                            atau tidak senang terhadap    permasalahan dirinya
                            pelajaran.                    dalam menerima pendapat
                                                          temannya.

                            Menyatakan sikap terhadap     Mengemukakan pendapat
                            suatu materi diskusi kelas.   tentang sesuatu sesuai
                                                          dengan yang diyakininya.

                            Membayar barang yang          Membayar barang yang
                            dibeli di tk sekolah dengan   dibeli dengan jujur.
                            jujur.

                            Mengembalikan barang yang     Mengembalikan barang
                            dipinjam atau ditemukan di    yang dipinjam atau
                            tempat umum.                  ditemukan di tempat
                                                          umum.

Toleransi:                  Tidak menggangu teman         Memberi kesempatan
                            yang berbeda pendapat.        kepada teman untuk
Sikap dan tindakan yang                                   berbeda pendapat.
menghargai perbedaan
agama, suku, etnis,         Menghormati teman yang        Bersahabat dengan teman
pendapat, sikap, dan        berbeda adat-istiadatnya.     lain tanpa membedakan
tindakan rang lain yang                                   agama, suku, dan etnis
berbeda dari dirinya.
                            Bersahabat dengan teman       Mau mendengarkan
                            dari kelas lain.              pendapat yang
                                                          dikemukakan teman
                                                          tentang budayanya.

                                                          Mau menerima pendapat
                                                          yang berbeda dari teman
                                                          sekelas.



                                                                                     55
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Contenu connexe

Tendances

Lembar kerja siswa study tour
Lembar kerja siswa study tourLembar kerja siswa study tour
Lembar kerja siswa study tour
wafirdy
 
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SDPerkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Elysa Nurhani
 
Modul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdf
Modul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdfModul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdf
Modul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdf
Irman Ramly
 
Model Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MI
Model Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MIModel Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MI
Model Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MI
1231011994
 
Kurikulum Humanistik
Kurikulum HumanistikKurikulum Humanistik
Kurikulum Humanistik
Ali Murfhy
 

Tendances (20)

CONTOH MODUL AJAR KELAS IV FASE B PENDIDIKAN PANCASILA.docx
CONTOH MODUL AJAR KELAS IV FASE B PENDIDIKAN PANCASILA.docxCONTOH MODUL AJAR KELAS IV FASE B PENDIDIKAN PANCASILA.docx
CONTOH MODUL AJAR KELAS IV FASE B PENDIDIKAN PANCASILA.docx
 
Merancang dan menerapkan penggunaan metode
Merancang dan menerapkan penggunaan metodeMerancang dan menerapkan penggunaan metode
Merancang dan menerapkan penggunaan metode
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Merdeka Belajar.pdf
 
Contoh Penilaian PAI Kurtilas By Muhammad Hori
Contoh Penilaian PAI Kurtilas By Muhammad HoriContoh Penilaian PAI Kurtilas By Muhammad Hori
Contoh Penilaian PAI Kurtilas By Muhammad Hori
 
Lembar kerja siswa study tour
Lembar kerja siswa study tourLembar kerja siswa study tour
Lembar kerja siswa study tour
 
PPT AKSI NYATA MERDEKA BELAJAR.pptx
PPT AKSI NYATA MERDEKA BELAJAR.pptxPPT AKSI NYATA MERDEKA BELAJAR.pptx
PPT AKSI NYATA MERDEKA BELAJAR.pptx
 
Aksi Nyata Topik Layanan Dasar..pptx
Aksi Nyata Topik Layanan Dasar..pptxAksi Nyata Topik Layanan Dasar..pptx
Aksi Nyata Topik Layanan Dasar..pptx
 
[Format] telaah soal
[Format] telaah soal[Format] telaah soal
[Format] telaah soal
 
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SDPerkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
 
Modul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdf
Modul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdfModul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdf
Modul 1.3. Angkatan 5 Reguler. Visi GP - Final.pdf
 
Metode dan teknik pembelajaran
Metode dan teknik pembelajaranMetode dan teknik pembelajaran
Metode dan teknik pembelajaran
 
Model Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MI
Model Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MIModel Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MI
Model Pembelajaran Pkn Tematis di Kelas I, II, dan III di SD/MI
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 BAB 2 KURIKULUM MERDEKA.docx
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 BAB 2 KURIKULUM MERDEKA.docxMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 BAB 2 KURIKULUM MERDEKA.docx
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 BAB 2 KURIKULUM MERDEKA.docx
 
Kurikulum Humanistik
Kurikulum HumanistikKurikulum Humanistik
Kurikulum Humanistik
 
Perspektif modul 4
Perspektif modul 4 Perspektif modul 4
Perspektif modul 4
 
LK4- RESUME .docx
LK4- RESUME .docxLK4- RESUME .docx
LK4- RESUME .docx
 
Landasan dalam pengembangan kurikulim filosofis, psikologus, sosial budaya da...
Landasan dalam pengembangan kurikulim filosofis, psikologus, sosial budaya da...Landasan dalam pengembangan kurikulim filosofis, psikologus, sosial budaya da...
Landasan dalam pengembangan kurikulim filosofis, psikologus, sosial budaya da...
 
Makalah Penilaian dalam Pembelajaran Tematik
Makalah Penilaian dalam Pembelajaran TematikMakalah Penilaian dalam Pembelajaran Tematik
Makalah Penilaian dalam Pembelajaran Tematik
 
Taksonomi bloom
Taksonomi bloomTaksonomi bloom
Taksonomi bloom
 
Paradigma baru pkn di sd
Paradigma baru pkn di sdParadigma baru pkn di sd
Paradigma baru pkn di sd
 

En vedette

Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsaPendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Hilman Latief
 
Komponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulumKomponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulum
chytra Daud
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDAR
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDARSEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDAR
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDAR
Agus Mukhandar
 

En vedette (13)

Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukumPendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
 
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsaPendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
 
Sejarah dan dinamika pengembangan kurikulum di indonesia makalah
Sejarah dan dinamika pengembangan kurikulum di indonesia makalahSejarah dan dinamika pengembangan kurikulum di indonesia makalah
Sejarah dan dinamika pengembangan kurikulum di indonesia makalah
 
Komponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulumKomponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulum
 
Panduan penilaian untuk sma final sesuai Permendikbud No. 53 Tahun 2015
Panduan penilaian untuk sma final sesuai Permendikbud No. 53 Tahun 2015Panduan penilaian untuk sma final sesuai Permendikbud No. 53 Tahun 2015
Panduan penilaian untuk sma final sesuai Permendikbud No. 53 Tahun 2015
 
Media pohon kejujuran - Media Belajar Nilai Kepemimpinan Anak Usia Dini
Media pohon kejujuran - Media Belajar Nilai Kepemimpinan Anak Usia DiniMedia pohon kejujuran - Media Belajar Nilai Kepemimpinan Anak Usia Dini
Media pohon kejujuran - Media Belajar Nilai Kepemimpinan Anak Usia Dini
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDAR
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDARSEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDAR
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA BY AGUS MUKHANDAR
 
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulumPengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum
 
Rpp Kelas VI SD
Rpp Kelas VI SDRpp Kelas VI SD
Rpp Kelas VI SD
 
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERJURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
 
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SD
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SDCONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SD
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SD
 
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SD
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SDCONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SD
CONTOH RPP KURIKULUM 2013 TEMATIK KELAS II SD
 
Menciptakan proses pembelajaran berbasis karakter
Menciptakan proses pembelajaran berbasis karakterMenciptakan proses pembelajaran berbasis karakter
Menciptakan proses pembelajaran berbasis karakter
 

Similaire à Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
Menggugah kesadaran  guru dalam  pelesterianMenggugah kesadaran  guru dalam  pelesterian
Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
Ismail Bisri
 
New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word document
Wannus Sastra
 
Data bem unpatti
Data bem unpattiData bem unpatti
Data bem unpatti
Afif Faith
 
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikTransformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Slamet Readi
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Fandy Neta
 
Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...
Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...
Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...
elen52117
 

Similaire à Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum (20)

Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
Menggugah kesadaran  guru dalam  pelesterianMenggugah kesadaran  guru dalam  pelesterian
Menggugah kesadaran guru dalam pelesterian
 
Ppd
PpdPpd
Ppd
 
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docxPENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA SEBAGAI STRATEGI DERADIKALISASI.docx
 
Isbd
IsbdIsbd
Isbd
 
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara IndonesiaMakalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
Makalah Pendidikan Karakter Untuk Memajukan Negara Indonesia
 
New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word document
 
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptxPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (REVISI).pptx
 
Ict
IctIct
Ict
 
Ict
IctIct
Ict
 
Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2
 
Resensi resti purnama sari
Resensi resti purnama sariResensi resti purnama sari
Resensi resti purnama sari
 
TI resume jurnal
TI resume jurnalTI resume jurnal
TI resume jurnal
 
Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang
Pendidikan karakter-di SMA N 1 KemabangPendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang
Pendidikan karakter-di SMA N 1 Kemabang
 
Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karakter
 
Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2Makalah pendidikan berkarakter 2
Makalah pendidikan berkarakter 2
 
Data bem unpatti
Data bem unpattiData bem unpatti
Data bem unpatti
 
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikTransformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
 
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
Pentingnya pendidikan karakter pada anak sejak usia dini , dan peran guru dal...
 
Urgensi pendidikan karakter
Urgensi pendidikan karakterUrgensi pendidikan karakter
Urgensi pendidikan karakter
 
Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...
Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...
Bab_1_PENDIDIKAN_KEWARGANEGARAAN_SEBAGAI_MATA_KULIAH_PENGEMBANGAN_KEPRIBADIAN...
 

Plus de sman 2 mataram

Explanation by nita a malia dolpin
Explanation by nita a malia   dolpinExplanation by nita a malia   dolpin
Explanation by nita a malia dolpin
sman 2 mataram
 
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita   history and culture of koreaExplanation by ni putu puspita   history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
sman 2 mataram
 
Explanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldiExplanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldi
sman 2 mataram
 
Explanation by santi korean wave
Explanation by santi   korean waveExplanation by santi   korean wave
Explanation by santi korean wave
sman 2 mataram
 
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanoneExplanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
sman 2 mataram
 
The story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amritaThe story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amrita
sman 2 mataram
 
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hanantaThe story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
sman 2 mataram
 
The story of mandalika princess
The story of mandalika princessThe story of mandalika princess
The story of mandalika princess
sman 2 mataram
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
sman 2 mataram
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
sman 2 mataram
 
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandiNarrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
sman 2 mataram
 
Narrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalikaNarrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalika
sman 2 mataram
 
Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)
sman 2 mataram
 
Narrative about toba lake by endri
Narrative about  toba lake by endriNarrative about  toba lake by endri
Narrative about toba lake by endri
sman 2 mataram
 
Kadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsihKadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsih
sman 2 mataram
 
Mantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawatiMantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawati
sman 2 mataram
 
A narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlitaA narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlita
sman 2 mataram
 

Plus de sman 2 mataram (20)

Explanation by nita a malia dolpin
Explanation by nita a malia   dolpinExplanation by nita a malia   dolpin
Explanation by nita a malia dolpin
 
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita   history and culture of koreaExplanation by ni putu puspita   history and culture of korea
Explanation by ni putu puspita history and culture of korea
 
Explanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldiExplanation about black berry by refaldi
Explanation about black berry by refaldi
 
Explanation by santi korean wave
Explanation by santi   korean waveExplanation by santi   korean wave
Explanation by santi korean wave
 
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanoneExplanation about bad effect of handphone by darian tanone
Explanation about bad effect of handphone by darian tanone
 
The story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amritaThe story o lutung kasarung by amrita
The story o lutung kasarung by amrita
 
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hanantaThe story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
The story of smart monkey and dull crocodile by mifta hananta
 
The story of mandalika princess
The story of mandalika princessThe story of mandalika princess
The story of mandalika princess
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
 
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurroziRabbit and bear by imam fadchurrozi
Rabbit and bear by imam fadchurrozi
 
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandiNarrative text by dion jodi pradenta sandi
Narrative text by dion jodi pradenta sandi
 
Narrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalikaNarrative text by baiq anggi madalika
Narrative text by baiq anggi madalika
 
Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)Narrative text (melinda mansyur)
Narrative text (melinda mansyur)
 
Narrative about toba lake by endri
Narrative about  toba lake by endriNarrative about  toba lake by endri
Narrative about toba lake by endri
 
Mirgawati (animals)
Mirgawati (animals)Mirgawati (animals)
Mirgawati (animals)
 
Kadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsihKadek gusdaryani widyaningsih
Kadek gusdaryani widyaningsih
 
Narative text
Narative textNarative text
Narative text
 
Mantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawatiMantu’s little elephant mirgawati
Mantu’s little elephant mirgawati
 
Cece p a narrative
Cece p a narrativeCece p a narrative
Cece p a narrative
 
A narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlitaA narrative by iin vii karlita
A narrative by iin vii karlita
 

Dernier

Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 

Dernier (20)

LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 

Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pengembangan kurikulum

  • 1. PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH HM SARTONO KATA PENGANTAR Dengan selalu mengucap Puji Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat taufiq inayahNya, Makalah Disertasi ini dapat tersusun meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dan Makalah Disertasi ini berjudul “PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER” sebagai salah satu upaya untuk memahami dan menerapkan teori teori tentang Pembentukan karakter didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan merupakan upaya paling penting untuk membentuk kepribadian peserta didiknya Tujuan utama makalah ini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan kesepahaman) tentang bagaimana Basis Pendidikan karakter sebagai sebuah program Pengembangsan didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan merujuk pada Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan Potensi Peserta Didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, yang penulis memaknai bahwa, Tujuan Pendidikan tidaklah semata-mata mengarahkan satuan pendidikan untuk mencetak wujud manusia yang hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi semata, tetapi harus diimbangi oleh penguasaan dan kemampuan mengamalkan nilai-nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penulis menyadari bahwa kesempatan mengembangkan diri, bukan hanya semata-mata ditentukan oleh tingkat kecerdasan, bakat dan minatnya akan tetapi kompetensi/ kemampuan dasar yang dimiliki dan disiplin, disamping itu juga memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin serta sangat dominan terlepas dari hal-hal yang 1
  • 2. melatarbelakangi pengembangan diri suatu pekerjaan, tidak kalah pentingnya adalah faktor lingkungan kerja yang pertama kali mempengaruhi pertumbuhan perkembangan personal/individu Tidak semua orang dapat berbuat sesuai , dengan keadaan ataupun harapan, hal ini disebabkan oleh kelayakan atau tidaknya suatu pekerjaan yang ditekuni. Namun demikian sangat tergantung pada kemampuan menyesuaikan diri terhadap kewajiban pekerjaan/ jabatan keprofesionalan dari masing-masing individu. Makalah yang cukup sederhana ini akan menela‟ah pengembangan Kurikulum dan kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Dan penulis menyadari pula bahwa rampungnya tugas ini tidak terlepas dari keterlibatan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun material oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih. Penulis telah berusaha merampungkan makalah ini dengan sebaik mungkin, namun hasilnya masih belum sempurna dengan harapan agar kiranya makalah ini dapat bermanfaat sebagai salah satu informasi dalam usaha untuk pengembangan pendididkan pada umumnya melalui upaya upaya untuk meningkatkan kesesuaian mutu pendidikan karakter dan pembentukan karakter yang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia, agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan pancasila. 2
  • 3. Sekolah/Madrasah mulai dari Pendidikan Usia Dini / Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. Semua masyarakat akan sepakat tentang pentingnya karakter dalam kehidupan, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mengatur secara sistematis kurikulum berbasis karakter sehingga peserta didik dapat lebih berkarakter dalam kehidupan, yang dipandang perlu mendapat perhatian dalam upaya pengembangan kependidikan di masa yang akan datang. 3
  • 4. 1. Pendahuluan Pendidikan dewasa ini hampir kehilangan keberadaannya sebagai suatu proses yang mengantarkan setiap peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang secara pribadi dapat memerankan dirinya ditengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai problem solver, selanjutnya manusia disebut dengan makhluk sosial. Kenyataan ini dapat dilihat dari adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) pada masyarakat akan makna- makna kebenaran, kebahagiaan, keadilan dan lain-lain. Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan dan nampak jelas bahwa Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dewasa ini dan di masa depan, dapat memberikan dampak positif dan negative, sehingga terjadi perubahan masyarakat yang bersifat global dengan bertumpu pada transpormasi sosial kekuatan iptek dan ekonom, perubahan kehidupan berbangsa yang bersifat individualisme dan konsumerisme Munculnya persoalan sosial dalam kehidupan berbangsa, dan persoalan-persoalan tersebut, tercermin dari semakin maraknya korupsi yang merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat, kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang semakin membesar, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi/ sex bebas yang terjadi di kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan kerusuhan (tindakan anarkis, konflik sosial dan kekerasan atas nama agama/ sara), serta penuturan bahasa yang buruk. telah terjadi dekadensi moral, dan yang lebih fatal lagi merosotnya moralitas, menyebabkan memudarnya karakter anak bangsa Prinsip-prinsip moral, dan nilai-nilai budaya bangsa tidak lagi menjadi pegangan dalam kehidupan mereka atau tidak lagi melekat sebagai karakteristik diri, kondisi semakin rapuhnya karakter anak bangsa, internalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga, 4
  • 5. masyarakat dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting untuk berupaya memperkokohkannya kembali. Dengan perkembangan global dihadapi suatu masalah yaitu nilai budaya asing yang masuk menyebabkan pola kehidupan secara perlahan terpengaruh termasuk pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin mempercepat transformasi pola kehidupan masyarakat. Nilai negatif dari globalisasi akan mempengaruhi identitas dan integritas bangsa. Dan kondisi bangsa akhir-akhir ini, ketersediaan sumber daya manusia yang berkarakter merupakan kebutuhan yang amat vital. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Upaya mengatasi kondisi tersebut maka diperlukan pemahaman dan langkah untuk membangun kembali karakter bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila. Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education), oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam pendidikan karakter harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebagaiberikut : “Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun.” (HR Bukhari) , hal ini mengandung makna bahwa proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman 5
  • 6. pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai -nilai moral Pesan dari UU Sisdiknas tahun 2003 bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian, sehingga nantianya akan lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang denagan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur Agama dan Pancasila. Sekolah/Madrasah Pendidikan Usia Dini sampai dengan Perguruan Tinggi memiliki peran yang central dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia : 1)Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) Berakhlak mulia, 3) Sehat jasmani dan rohani, 4) Berilmu, 5) Cakap, 6) Kreatif, 7) Mandiri, dan 8) menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa, kebutuhan itu, secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut. 6
  • 7. 2. Pentingnya Pendidikan Karakter Proses pembelajaran yang masih menekankan penguasaan materi dan lebih terlihat lagi adalah target evaluasi yang masih bertumpu pada angka-angka menunjukkan bahwa konsep pendidikan masih berkisar pada peningkatan dimensi kognitif, tapi lemah pada dimensi yang lain, seperti psikomotorik dan afektif. Bahkan, secara nasional, keberhasilan pendidikan diukur melalui pengujian materi yang hanya berisi aspek kognitif saja. Hal ini terbukti pada pelaksanaan Ujian Nasional. Sedangkan pendidikan yang lain, seperti akhlak, kekerasan, belum tersentuh. Pendidikan karakter juga belum diimplementasikan dalam kurikulum yang dijadikan acuan dalam kegiatan pembelajaran. Yang ada hanyalah siswa dididik untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan mendapatkan prestasi yang bagus. Akhirnya lulusan yang dihasilkan kurang memiliki karakter yang jelas. Bahkan lulusan yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat, baik dari segi mentalitas maupun moralitas. Lulusan yang memiliki nilai yang bagus belum tentu memiliki moralitas dan mentalitas yang bagus. Konsep pendidikan yang tidak hanya mengacukepada nilai seharusnya sudah dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar manusia Indonesia memiliki karakter yang jelas. Jangan sampai generasi mendatang sama saja dengan generasi-generasi sebelumnya yang belum sadar terhadap nilai-nilai sosial yang seharusnya dibangun. Paparan makalah ini menyajikan beberapa basis dari pendidikan karakter, khususnya didalam Kurikulum di masing masing Tingkat Satuan Pendidikan sebagaimana pertanyaan yang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika berhadapan dengan Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter yaitu : (1) Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? (2).Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? (3) Karakter apa yang 7
  • 8. perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? (4) Bagaimana menerapkan Basis karakter secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? (5) Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? (6) Siapa yang harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ? 2.1. Sejauh mana pentingnya pendidikan karakter itu sendiri ? Proses pendidikan karakter didasarkan pada potensi individu manusia Kognitif, Afektif, Psikomotorik dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi pada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat Totalitas Karakter dimaksud dalam Pendidikan adalah Karakter Bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila :Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. Kepentingan nasional Indonesia merupakan kepentingan bangsa dan negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional Indonesia yang di dalamnya mencakup usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan mencerdasakan kehidupan bangsa itu memiliki 2 (dua) arti penting yaitu membangun manusia Indonesia yang cerdas dan berbudaya. Pengertian cerdas harus dimaknai, bukan saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai 8
  • 9. ilmu pengetahuan, budaya serta kepribadian yang tangguh akan tetapi juga memiliki kecerdasan emosional yang dengan bahasa umum disebut sebagai berkarakter mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan berbudaya memiliki makna sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menangkap dan mengembangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam sikap dan tindakan berbangsa dan bernegara (karakter bangsa) dengan penuh tanggung jawab. disadari, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar-tawar lagi). Mengingat begitu pentingnya pendidikan karakter itu sendiri karena terindikasi munculnya Degradasi Moral Perusak Karakter Bangsa . Eksistensi, kemuliaan dan kejayaan sebuah bangsa tergantung akhlaknya, demikian juga keterpurukan, kehinaan dan kehancurannya. Awal dan sumber segala kebaikan adalah akhlak, demikian juga segala keburukan bersumber dan bermuara kepada akhlak. Apabila sebuah bangsa mengalami krisis moral dan akhlak, maka bangsa tersebut akan berbuat dlalim, berbuat kerusakan terhadap alam maupun kedlaliman terhadap sesamanya. Dampak dari kedlaliman tersebut adalah timbulnya berbagai musibah, balak dan bencana, baik yang bersumber dari alam seperti maupun manusia. Seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika bernama Thomas Lichona mengidentifikasi adanya 10 tanda-tanda degradasi moral yang dapat merusak karakter bangsa. Degradasi moral itu ialah (1) Mmeningkatnya kekerasan pada remaja (2) Penggunaan kata-kata yang memburuk (3) Pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan (4) Meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas (5) kaburnya batasan moral baik-buruk (6) Menurunnya etos kerja (7) Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru (8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara (9) Membudayanya 9
  • 10. ketidakjujuran (10) Adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama. (www.cortland.edu/character/aboutus.html) Pentingnya pendidikan karakter itu sendiri jika dilihat dari berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang mendahulukan hak pribadi daripada kewajiban sebagai bangsa. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu tumbuhnya pandangan sempit seperti kesukubangsaan (ethnicity) dan unsur SARA lainnya. Kerancuan ini menyebabkan masyarakat frustasi dan cenderung meluapkan jati diri dan tanggung jawab tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial". Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut: 10
  • 11. Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong. Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Maka dengan adanya pendidikan karakter diharapkan dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong dalam aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). 11
  • 12. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan yang diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education) tersebut sesuai dengan Teori taksonomi Bloom dimana pendidikan memiliki tiga domaian yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul 12
  • 13. bahwa ada 4 Pilar Dasar Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter seperti dalam gambar berikut : Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. Pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk 13
  • 14. memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. 2.2. Apakah ”karakter” dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ? ”karakter” dapat dikembangkan dalam KTSP adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis pengembangan KTSP Pengembangan Kurikulum dimana Kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan curriculum is the heart of education Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didefinisikan sebagai Kurikulum Operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan Kurikulum 14
  • 15. dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut. Pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Merupakan basis pengembangan KTSP. Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, RPP Tahapan Pengembangan KTSP melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua 15
  • 16. stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 6. Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana Keteladanan Penghargaan dan pemberdayaan 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada 16
  • 17. pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ) 4. Penyiapan bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai- nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter. 17
  • 18. Pendidkan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program (Sekolah/Madrasah dan luar Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber moral serta disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan . pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan pesrta didik yang berlangsung sepanjang hayat. The golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan 18
  • 19. bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik- buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Juga tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Merupakan basis pengembangan KTSP. Karena adanya krisis ekonomi dan moral yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan 19
  • 20. tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Sebuah mimpi panjang yang melenakan jika konsep pendidikan masih seperti ini. Karakter dapat dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pendidikan karakter masih bersifat pencanangan dalam arti kebijakannya dulu. Ditjen Pendidikan Dasar sebetulnya sudah merintis program- program pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimensinya berbagai macam, ada dimensi kreativitas, kejujuran, kedisiplinan. pendidikan karakter yang menekankan dimensi disiplin. Pendidikan antikorupsi, kita juga sudah terapkan. Juga ada pendidikan lingkungan hidup. Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi pendidikan karakter yang sudah diterapkan di jenjang pendidikan dasar. Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak (Oxford). Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter dalam perspektif Islam dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa 20
  • 21. atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik. Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik disimbolkan dengan nilai Malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai Setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan energi negatif itu berupa nilai-nilai yang a-moral yang bersumber dari taghut (Setan). Nilai-nilai etis moral itu berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Energi positif itu berupa: Pertama, kekuatan spiritual. Kekuatan spiritrual itu berupa îmân, islâm, ihsân dan taqwa, yang berfungsi membimbing dan memberikan kekuatan kepada manusia untuk menggapai keagungan dan kemuliaan (ahsani taqwîm); Kedua, kekuatan potensi manusia positif, berupa âqlus salîm (akal yang sehat), qalbun salîm (hati yang sehat), qalbun munîb (hati yang kembali, bersih, suci dari dosa) dan nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), yang kesemuanya itu merupakan modal insani atau sumber daya manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketiga, sikap dan perilaku etis. Sikap dan perilaku etis ini merupakan implementasi dari kekuatan spiritual dan kekuatan kepribadian manusia yang kemudian melahirkan konsep- konsep normatif tentang nilai-nilai budaya etis. Sikap dan perilaku etis itu meliputi: istiqâmah (integritas), ihlâs, jihâd dan amal saleh. Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter, yaitu orang yang bertaqwa, memiliki integritas (nafs al- mutmainnah) dan beramal saleh. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam 21
  • 22. hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan competency yang bagus pula (professional). Kebalikan dari energi positif di atas adalah energi negatif. Energi negatif itu disimbolkan dengan kekuatan materialistik dan nilai-nilai thâghût (nilai- nilai destruktif). Kalau nilai-nilai etis berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani), nilai- nilai material (thâghût ) justru berfungsi sebaliknya yaitu pembusukan, dan penggelapan nilai-nilai kemanusiaan. Hampir sama dengan energi positif, energi negatif terdiri dari: Pertama, kekuatan thaghut. Kekuatan thâghût itu berupa kufr (kekafiran), munafiq (kemunafikan), fasiq (kefasikan) dan syirik (kesyirikan) yang kesemuanya itu merupakan kekuatan yang menjauhkan manusia dari makhluk etis dan kemanusiaannya yang hakiki (ahsani taqwîm) menjadi makhluk yang serba material (asfala sâfilîn); Kedua, kekuatan kemanusiaan negatif, yaitu pikiran jahiliyah (pikiran sesat), qalbun marîdl (hati yang sakit, tidak merasa), qalbun mayyit (hati yang mati, tidak punya nurani) dan nafsu „l-lawwamah (jiwa yang tercela) yang kesemuanya itu akan menjadikan manusia menghamba pada ilah-ilah selain Allah berupa harta, sex dan kekuasaan (thâghût). Ketiga, sikap dan perilaku tidak etis. Sikap dan perilaku tidak etis ini merupakan implementasi dari kekuatan thâghût dan kekuatan kemanusiaan negatif yang kemudian melahirkan konsep- konsep normatif tentang nilai-nilai budaya tidak etis (budaya busuk). Sikap dan perilaku tidak etis itu meliputi: takabur (congkak), hubb al-dunyâ (materialistik), dlâlim (aniaya) dan amal sayyiât (destruktif). Energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang puncak keburukannya meliputi syirk, nafs lawwamah dan ‟amal al sayyiât 22
  • 23. (destruktif). Aktualisasi orang yang bermental thâghût ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak bagus (hipokrit, penghianat dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan kompetensi yang dimiliki. Adapun hal berkaitan dengan karakter adalah prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab (Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10). Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah 23
  • 24. dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun. 2.3. Karakter apa yang perlu menjadi Basis Pengembangan KTSP? Karakter yang perlu menjadi basis pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kreativitas, apalagi nilai-nilai lain yang diangkat sehingga siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut Jika dilihat, sebenarnya, karakter bukan pada aspek kognitif, tapi aspek afektifnya. Cuma aspek afektif tidak bisa teraktualisasi secara maksimal tanpa ada kognitif. Orang menjadi jujur, juga harus tegas. Karena definisi kejujuran itu memerlukan pertimbangan-pertimbangan intelektual sehingga dia bisa tidak kelihatan naif saat jujur. Kreativitas juga sebuah aspek yang non-kognitif, tetapi untuk bisa kreatif orang juga harus cerdas dalam mengaktualisasikan kreativitas tersebut. Umat Muslim merupakan Mayoritas Penduduk Indonesia Umat Muslim Indonesia patut bersyukur karena dapat bersatu dalam jumlah yang besar dan menjadi mayoritas di 24
  • 25. negerinya. Indonesia adalah karya besar umat Muslim dan kemerdekaan Indonesia adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa kepada seluruh Bangsa Indonesia utamanya Umat Muslim. Pembangunan karakter bangsa pada hakekatnya adalah pembangunan karakter umat, dan kalau Bangsa Indonesia memiliki karakter, berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur, sudah barang tentu umat Muslim yang paling berkepentingan. Kesenjangan antara Muslim Cita dan Muslim Fakta adalah apabila umat Muslin Indonesia dapat menjadi Muslim yang baik maka jayalah Indonesia, dan sebaliknya kondisi bangsa Indonesia yang banyak mengalami krisis dan keterpurukan mencerminkan muslim Indonesia belum menjadi sebagaimana diharapkan. Bahkan dalam perspektif pembangunan bangsa, umat Muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) Muslim berideologi Islam politik, yaitu Muslim yang sadar politik atau mind set-nya politik dan kekuasaan, menjadikan Islam sebagai ideologi politik, bertujuan mendirikan negara atau khilafah islamiah, dan biasanya bersifat radikal, tidak merasa menjadi Indonesia, sedikit kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara dan bahkan selalu merongrong kedaulatan RI; (2) Muslim mistik, yaitu Muslim yang disibukkan dengan urusan ritual keagamaan bahkan yang bersifat mistik, tidak mempersoalkan keindonesiaan tetapi juga tidak memberikan kontribusi yang berarti dalam pembangunan bangsa dan negara dan tidak membahayakan negara; (3) Muslim moderat, yaitu Muslim yang ideal karena memiliki prinsip keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan wasathan (umat moderat), dan dimanapun berada selalu memberikan manfaat bagi lingkungannya. Ciri-ciri Muslim moderat antara lain: at home di Indonesia, mencintai, berjuang dan rela berkorban untuk bangsa dan negaranya, dan memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara. Sampai sekarang ini, ketiga kelompok Muslim 25
  • 26. tersebut masih ada, bahkan Muslim politik semakin menguat pada era reformasi atau pasca Orde baru. Muslim mistik juga tetap eksis. Dalam konteks pembangunan karakter bangsa, pembangunan karakter harus diarahkan untuk menjadi Muslim moderat atau Muslim ideal. Mengawinkan antara keislaman, keindonesiaan dan kemodernan. Gagasan ini pertama kali dikemukakan oleh Nur Cholis Madjid pada era 70 an, dan sekarang ini dirasakan pentingnya gagasan tersebut direaktualisasi dalam konteks pembangunan karakter bangsa. Muslim Indonesia akan dapat mewujudkan rahmatan lil‟alamin (merahmati semua) apabila dapat mengawinkan ketiga komponen tersebut. Dengan mengawinkan ketiga komponen tersebut seorang muslim akan memiliki tiga kesadaran: kesadaran ideal (keislaman), kesadaran tempat (keindonesiaan) dan kesadaran waktu (kemodernan). Dengan memiliki tiga kesadaran ini seorang Muslim akan memiliki kearifan, kemuliaan dan kejayaan. Etika dan Moral dalam Islam Kehadiran Islam di muka bumi adalah sebagai pedoman hidup manusia dan untuk memberikan solusi yang tegas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan. Salah satu persoalan kemanusiaan yang perlu mendapat perhatian besar dari umat Islam adalah persoalan etika. Etika dan moralitas adalah puncak nilai keberagamaan seorang muslim. Hal ini sejalan dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan keagungan. Berislam yang tidak membuahkan akhlak adalah sia- sia. Menurut Raghib al-Isfahani, etika Islam berbentuk ethical individual social egoism dalam motivasi moral. Maksudnya, pengejaran perilaku moral individu tidak mesti mengorbankan perilaku moral etis sosial. Etika Islam tidak hendak memasung otoritas individu untuk sosial sebagaimana paham komutarianisme atau pengorbanan sosial untuk individu sebagaimana paham universalisme (Amril M. 200: 2ix). Etika Islam harus berlandaskan pada cita-cita keadilan dan kebebasan 26
  • 27. bagi individu untuk melakukan kebaikan sosial. Etika Islam adalah sebuah pandangan moralitas agama yang mengarahkan manusia untuk berbuat baik antar sesamanya agar tercipta masyarakat yang baik dan teratur. Pentingnya sekolah-Madrasah memperhatikan masalah pembentukan akhlak pada anak-anak didiknya “innama bu’itstu liutammima makaarimal akhlaaq Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan 27
  • 28. peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. 2.4. Bagaimana menerapkan Basis karakter secara efektif dalam implementasi pembelajaran ? Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program KTSP, dan Program pendidikan karakter secara terdokumentasi diintegrasikan tertera dalam KTSP, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, RPP. Penerapannya / Pelaksanaan pendidikan karakter melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan : 1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah/Madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ 28
  • 29. Madrasah 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I) Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri) • Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP) Pendidikan karakter dapat diimplementasikan sebagaimana di gambarkan dalam tabel berikut : 29
  • 30. Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak bangsa (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial, dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Pendidikan karakter diawali dari keinginan mengubah perilaku siswa. Kira-kira dalam jangka pendek dan menengah, perilaku apa yang diharapkan 30
  • 31. berubah, seperti tak lagi tawuran Perubahan sikap bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Diketahui bahwa sekolah madrasah tidak bisa mengontrol perilaku anak ketika di luar ruang kelas. Dari sudut padang pedagogis, ruang kelas anak tidak hanya ruang kelas dalam arti konvensional. Tetapi ketika dia ada di luar, itu ruang kelas anak di mana dia berguru pada orang dewasa. Ini yang kita katakan tidak independen, steril dari pengaruh-pengaruh di luar kehidupan ruang kelas itu. Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana strategi-strategi pembelajarannya dilakukan. Ada beberapa model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain: (1) mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku (cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di tingkat satuan pendidikan ). (2) menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif untuk perkembangan karakter. (3) menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat kampus. (4) memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan tindakan moral. (5) memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang dengan menghormati semua peserta didik, mengembangkan kepribadiannya, dan membantu mereka berhasil. (6) mendorong pengembangan motivasi diri mahasiswa. (7) melibatkan staf/karyawan kampus sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para mahasiswa. (8) memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter. (9) melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter. 31
  • 32. Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain mengintegrasikan kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia pendidikan kita yang masih berkutat dengan problem internalnya, seperti penyakit dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah, perilaku pendidiknya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontohi. 2.5. Bagaimana mengukur keberhasilan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter? Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya, 32
  • 33. mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan "tuntunan" bukan "tontonan". Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan "among"' yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha "mengadaptasi" pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Karakter itu, semacam nilai-nilai gabungan (komposit). Ada satu pihak yang disiplin dan pandai, disiplin dan jujur, disiplin dan kreatif, ada juga kreatif dan disiplin. Kombinasi-kombinasi. Kita sekarang belum mempunyai suatu alat ukur untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Sekarang kita masih mengarahkan bahwa keberhasilan anak dalam mengikuti program pendidikan tidak hanya pintar saja, tetapi paling tidak pintar dan jujur, pintar dan berakhlak mulia. Kreatif tentunya juga kita harapkan. Kalau dari ilmu sosial bisa diukur, cuma kita harus menggunakan konstrak-konstrak yang jelas tentang apa yang namanya berkarakter. Hal ini akan dapat terukur secara afektif yaitu bagaimana keterlibatan semua fihak dalam kegiatan-kegiatan yang mencerminkan disiplin. Sementara dianggap keberhasilan pada tahap awal. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter) 4. Penyiapan bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan 33
  • 34. karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh Best practice pelaksanaan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan 2.6. Siapa yang harus melakukan Pengembangan Kurikulum Berbasis PendidikanKarakter ? Melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik Rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter 34
  • 35. (characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan kebudayaan asli bangsa Indonesia. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan, dan pandangan mereka terbatas. Berarti harus ada upaya melibatkan orangtua dan masyarakat Sebetulnya yang mudah harus ada role model, contoh. Contoh itu anggota masyarakat, anggota partai. Guru contoh langsung. Orangtua juga. Dalam sudut pandang pedagogis, ruang kelas itu ruang kelas tanpa dinding, borderless classroom. Ini yang tidak bisa guru kendalikan. Siswa, kan, tidak boleh dihadapkan pada nilai-nilai yang kontradiktif. Apa yang diajarkan sekolah harus kurang-lebih sejalan dengan apa yang ada di luar ruang kelas 3. Disain Pendidikan Karakter 35
  • 36. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai- nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar kamuflase. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti” (Curriculum Corporation, 2003: 33). 36
  • 37. Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, 37
  • 38. pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Disain Sasaran Pendidikan Karakter adalah seluruh Sekolah/Madrsah di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga Sekolah/Madrsah , meliputi para peserta didik, Tenaga Pendidik dan Kependidikann , dan pimpinan Sekolah/Madrsah menjadi sasaran program ini. Sekolah/Madrsah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke Sekolah/Madrsah lainnya. Disain pengembangan Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai- nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Disain dari Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah/Madrsah. 38
  • 39. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan Sekolah/Madrsah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di Sekolah/Madrsah secara memadai. Disain Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen Sekolah/Madrsah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah. Melalui program telah didisain ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya Sekolah/Madrsah. Dan pada tataran Sekolah/Madrsah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya Sekolah/Madrsah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga Sekolah/Madrsah, dan masyarakat sekitar Sekolah/Madrsah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut. Dan takalah pentingnya bahwa desain dari pengintegrasian Program imtaq ditetapkan sebagai salah satu program pengembangan diri wajib, artinya merupakan jenis pengembangan diri yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Program imtaq juga dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memberikan nilai akhlak mulia bagi peserta didik, namun hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sekolah/ Madrasah itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dapatlah dijadikan suatu acuan dalam 39
  • 40. pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan, yang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional, dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desain Program ini disusun dan ditetapkan setelah melalui tahapan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari dewan pendidik dan stakeholder sekolah Madrasah lainnya (komite Sekolah/ Madrasah dan orang tua peserta didik). Salah satu cara yang dapat dipercaya adalah penerapan Pendidikan karakter untuk mencegah merosotnya nilai-nilai moral dan etika pada generasi penerus bangsa, harus dimulai sejak usia dini karena pada usia dini, anak masih dapat dibentuk dan diarahkan sesuai dengan keinginan kita. Adapun prosedur mendisain cara mengimplementasikan pendidikan karakter mulai dari pendidikan anak usia dini yaitu penciptaan lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, memperkenalkan pentingnya cinta, melalui metode pembiasaan, metode keteladanan, metode bercerita, pengurangan kegiatan yang mengembangkan kognitif dan diganti dengan kegiatan yang mengembangkan afektif, serta pemanfaatan permainan tradisional. Sekolah Madrasah dituntut mengembangkan pendidikan berkarakter melalui pengembangan intelligence guotient, emotional quotient, dan spiritual quotient pada diri peserta didik dalam proses pembelajarannya. Disain dari Nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dan berangkat dari empat sumber dan pilar dasar yang sangat fundamental dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Nilai-nilai itu mencakup tujuh belas aspek nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, dan peduli lingkungan. Disain pengembangannya bisa dilakukan melalui kegiatan Intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri. Disain dari Keterlaksanaan program 40
  • 41. didukung oleh beberapa faktor pendukung. Misalnya: 1) adanya motivasi dan dukungan dari warga sekolah (peserta didik, guru dan pegawai); 2) motivasi dan dukungan dari orang tua peserta didik dan masyarakat, Disain dari Basis Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru yang berdiri sendiri ,bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi dasar baru,tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada,pengembangan diri dan budaya sekolah serta muatan lokal. oleh karna itu,guru dan sekolah perlu mengintegrasi nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter kedalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),silabus,dan rencana program pembelajaran (RPP) yang sudah ada . Adapun Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter adalah : (1) Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti ,dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun kemasyarakat (2) Melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya sekolah ,serta muatan local (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan .satu hal yang selalu harus diingat bahwa suatu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan ranah kongnitif,afektif dan psikomotorik (4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.guru harus merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan mencari sumber informasi ,dan mengumpulkan informasi dari sumber memgolah informasi yang sudah dimiliki,dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi dikelas , sekolah,dan tugas-tugas diluar Sekolah/Madrsah . Pemahaman mengenal arti pendidikan karakter akan ikut menentukan isi pendidikan karakter bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral untuk 41
  • 42. menjadikan seseorang berkarakteter,maka isi pendidikan merupakan pilihan yang paling tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.bahan pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan tujuan karakter tidak dimasukkan dalam kurikulum.kalaupun terpaksa disebut dalam isi pelajaran,maka bahan pelajaran itu disebut close area,yaitu bahan pelajaran tabu dan secret untuk dibicarakan ,seperti yang berkenaan dengan ras,politik,dan kesukuan. Oleh karna itu ,pilihan isi pelajaran harus tersaring dan terseleksi secara ketat ,yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam appa yang disebut public culture.bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan karakter sebagai pendidikan tenteng karakter,penyusunan isi pelajaran hamper tidak ada pembatasan. bahan pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah nyata dalam kehidupan sehari – hari .paham ini percaya bahwa penalaran moral dan konflik kongnitif (cognitive conflict) dalam membicarakan moral ,suatu hal yang sangat penting dalam menumbuhkan inteligensi. Paham ini percaya bahwa penyusunan isi bahan pelajaran yang menekankan pada segi kognitif pada akhirnya akan mengembangkan moral kognitif (cognitive moral development). Namun paham ini tidak percaya terhadap tingkat keberhasilan penanaman nilai moral seperti dikemukakan oleh durkheimian,sociological ethcists yang meramalkan akan terjadi internalisasi melalui proses pengkondisian dan latihan moral.penemuan atau kesimpulan kholberg tentang tahap- tahap perkembangan moral (pre-conventional,conventional,post-conventional,autonomus, principle levels) membuktikan bahwa teori internalisasi dari suatu buku”yang beranggapan benar” ternyata tidak sesuai dengan perkiraan kalangan durkheimian.oleh karna itu ,ia menggunakan istilah cognitive development untuk merujuk pada asumsi mengenai teori pilihan tentang moral seperti telah dikemukakan oleh Dewey (1909),mead (1934), Baldwin (1906) dan Piaget (1932) Bahaya penyusunan bahan seperti di atas dapat terjadi transfer negative yang menimbulkan pilihan sikap yang tidak positif terhadap kawasan nilai-nilai sentral 42
  • 43. yang dicapai.hal ini bisa terjadi manakala guru kekurangan bahan dan pengetahuan untuk membahas sesuatu topik yang problematis. Berkaitan dengan penyajian materi pendidikan karakter di Sekolah/Madrsah muncul paham yang menghendaki agar materi pendidikan karakter disampaikan dengan memperhatikan faktor psikologi anak,sehingga dapat menjamin tingkat keberhasilan tujuan pendidikan. Paham ini berpendapat bahwa untuk mencapai terjadinya internalisasi moral,hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral disajikan dengan baik dan menarik,walaupun hanya dengan teknik ceramah ,hal ini menghasilkan internalisasi.penalaran moral dan penyajian pendidikan moral dan langkah – langkah berpikir ilmuan sosial hanya akan menimbulkan kegaduhan saja, di lain pihak ,paham yang mementingkan perkembangan penalaran moral tidak setuju kalau pendidikan budi pekerti atau moral menekankan pada pengkondisian dan latihan moral dalam rangka upaya internalisasi nilai moral,seperti dianut para Durkheimian. Paham yang didukung oleh faculty psychology ini hanya menimbulkan kebosanan dan menyebabkan jenis- jenis berpikir yang kurang berkembang.Dengan perkataan lain,keadaan ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak konstruktif bagi seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang menyangkut moral ,yang oleh para ahli kesehatan mental dianggap bisa menimbulkan psikosomatik,tanpa alasan. Oleh karna itu ,pihak ini cenderung untuk menggunakan cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam pendidikan budi pekerti dan tidak mengikuti cara transmisi nilai-nilai budi pekerti yang pasti benar.cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam pendidikan budi pekerti akan di jadikan dorongan agar seseorang dapat melakukan reksturisasi dalam pengalaman dirinya melalui berbagai pengalaman dalam melakukan pilihan moral dan pertimbangan moral (moral choice and moral judgement).Paham ini pada dasarnya mengikuti aliran fieldpsycology dan convigurational psychology,proses 43
  • 44. pengambilan keputusan dan pendekatan masalah dapat di kembangkan suatu pengalaman belajar yang membiasakan seseorang untuk mampu menyusun konnsteruksi berpikir serta mendorong perkembangan penalaran moral maupun berpikir ilmiah. Banyak orang berpikir,pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam mendidik karakter atau budi pekerti adalah guru dan guru pendidikan budi pekerti.Pikiran demikian jelas kurang tepat karena masalah karakter/budi pekerti/moral ini akan berkaitan satu dengan lainbaik program pendidikan disekolah maupun masalah lingkungan,terutama masalah keadilan.perlakuan yang tidak adil dapat berupa keputusan hakim atau pejabat Negara,juga tindakan seseorang.Masyarakat bisa memiliki pertimbangan moral yang berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengambil sikap”komplasen,agnostic,regresif- liberal,bahkan radikal‟sekalipun terhadap ketidak adilan. Pendidikan karakter atau budi pekerti sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala ia hanya menjadi tanggung jawab guru. Oleh karna itu, timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum tersembunyi[hidden curriculum] dealam pendidikan karakter/budi pekerti,yang tidak secara eksplisit di tulis dalam kurikulum.Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh kegiatan guru,orang tua, masarakat, dan negara di harapkan untuk membantu dan melakukan pelayanan ekstra dalam memmbantu pencapaian tujuaqn pendidikan karakter/budi pekerti. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya dengan karaqkter/budi pekerti.Demikian pula kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam kaitannya dalam masalah karakter/budi pekerti, walupunmaasalah lingkungan masarakat seperti keadilan,kemakmuran,keamanan,dan kesetia kawanan sosiai mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang.Dengan perkataan lain, ppandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap keberhasilan pendidikan budi pekerti. 44
  • 45. 4. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN 45
  • 46. Pentingnya Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan Berbasis Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah, 46
  • 47. akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. oleh karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui pengembangan budaya sekolah (school culture). Pedoman ini ditujukan kepada semua warga pada setiap satuan pendidikan(dasar sampai menengah) melalui serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang bersifat komprehensif. Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sedangkan pelaksanaan dan penilaian tidak hanya menekankan aspek pengetahuan saja, melainkan juga sikap perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak mulia. Pedoman ini dikembangkan berdasarkan atas pengalaman beberapa satuan pendidikan yang telah mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui pelaksanaan (piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum 4.1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP) Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 47
  • 48. 4.2. Tahapan Pengembangan Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: (1). Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah). (2). Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. (3). Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan. (4). Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. (5). Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran, Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain, Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah (6). Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan pemberdayaan (7). Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah 48
  • 49. kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Implementasi nilai dalam pembelajaran Implementasi belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan. 8. Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa. Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I. Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri) Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP) 4.3. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Terkait dengan penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan- kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim “Penggerak” Tingkat Nasional, Tingkat Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SLB dan PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan 49
  • 50. Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang peserta dari unsur-unsur unit Utama Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi & Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta) 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan 4.4. Pengintegrasian dalam mata pelajaran Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan Indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan; c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku. 4.5. Pengembangan Proses Pembelajaran Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat. 50
  • 51. 1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kgnitif, afektif, dan psikmtr. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, Toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu. 2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga Kependidikan di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vcal grup antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidat bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran ft hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber 51
  • 52. untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa. 3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti leh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu). 4.6. Penilaian Hasil Belajar Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat 52
  • 53. digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kntrversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya. 4.7. Indikator Sekolah dan Kelas Ada 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang 53
  • 54. lebih kmpleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai Indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya. Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik. Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka ditetapkan Indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini. 4.8. Keterkaitan jenjang Kelas dan Indikator NILAI INDIKATOR 7–9 10- 12 Religius: Mengagumi kebesaran Mensyukuri keunggulan Tuhan melalui kemampuan manusia sebagai makhluk Sikap dan perilaku yang manusia dalam melakukan pencipta dan penguasa patuh dalam sinkronisasi antara aspek dibandingkan makhluk melaksanakan ajaran fisik dengan aspek kejiwaan. lain agama yang dianutnya, Toleran terhadap Mengagumi kebesaran Bersyukur kepada Tuhan pelaksanaan ibadah Tuhan karena kemampuan karena menjadi warga agama lain, dan hidup dirinya untuk hidup sebagai bangsa Indonesia. rukun dengan pemeluk anggota masyarakat. agama lain. Mengagumi kekuasaan Merasakan kekuasaan Tuhan yang telah Tuhan yang telah menciptakan berbagai alam menciptakan berbagai semesta. keteraturan di alam semesta. Mengagumi kebesaran Merasakan kebesaran Tuhan karena adanya agama Tuhan dengan yang menjadi sumber keberagaman agama yang keteraturan hidup ada di dunia. masyarakat. Mengagumi kebesaran Mengagumi kebesaran 54
  • 55. Tuhan melalui berbagai Tuhan melalui berbagai pokok bahasan dalam pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran. berbagai mata pelajaran. Jujur: Tidak menyontek ataupun Melaksanakan tugas sesuai menjadi plagiat dalam dengan aturan akademik Perilaku yang didasarkan mengerjakan setiap tugas. yang berlaku di sekolah. pada upaya menjadikan dirinya sebagai rang yang Mengemukakan pendapat Menyebutkan secara tegas selalu dapat dipercaya tanpa ragu tentang suatu keunggulan dan dalam perkataan, pokok diskusi. kelemahan suatu pokok tindakan, dan pekerjaan. bahasan. Mengemukakan rasa senang Mau bercerita tentang atau tidak senang terhadap permasalahan dirinya pelajaran. dalam menerima pendapat temannya. Menyatakan sikap terhadap Mengemukakan pendapat suatu materi diskusi kelas. tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya. Membayar barang yang Membayar barang yang dibeli di tk sekolah dengan dibeli dengan jujur. jujur. Mengembalikan barang yang Mengembalikan barang dipinjam atau ditemukan di yang dipinjam atau tempat umum. ditemukan di tempat umum. Toleransi: Tidak menggangu teman Memberi kesempatan yang berbeda pendapat. kepada teman untuk Sikap dan tindakan yang berbeda pendapat. menghargai perbedaan agama, suku, etnis, Menghormati teman yang Bersahabat dengan teman pendapat, sikap, dan berbeda adat-istiadatnya. lain tanpa membedakan tindakan rang lain yang agama, suku, dan etnis berbeda dari dirinya. Bersahabat dengan teman Mau mendengarkan dari kelas lain. pendapat yang dikemukakan teman tentang budayanya. Mau menerima pendapat yang berbeda dari teman sekelas. 55