SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  18
HUKUM KONTRAK

Disusun Oleh,

KELOMPOK 2

Anggota:
1. Alif Al Hadi
2. Anggun Amelia
3. Rosa Yundriani
4. Rexha Ariyani
5. Riski Ramanda
6. Yudi Yolanda
7. Nikky Sepdria Ningsih

(12.177)
(12.187)
(12.194)
(12.137)
(12.234)
(12.218)
(12.242)

Dosen Pembimbing: Sri Kemala.SE.Msi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
HAJI AGUS SALIM
BUKITTINGGI
2013
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum privat, yakni bidang hukum
yang konsentrasi kajiannya adalah hak kewajiban yang dimiliki oleh seseorang
itu sendiri, dimana wanprestasi atau pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
diatur dalam kontrak menjadi urusan para pihak yang terlibat dalam kontrak
tersebut.
Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof.
R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III
tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum
kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orangorang atau pihak-pihak tertentu.
Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan
kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini
merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta
berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat
berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau
yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya
syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak
dapat dikemukakan sebagai berikut:
o
o
o
o
o

Adanya kaidah hukum
Adanya Subyek hukum
Adanya Prestasi
Kata sepakat
Akibat hukum

Dan dengan di bentuknya sebuah Hukum kontrak tidak ada lagi
penyalahan atau kekeliruan antara pihak yang bekerja sama tentunya sehingga
sesama perusahaan bisa bekerja sama dengan ketentuan dan hukum yang
telah berlaku.
HUKUM KONTRAK
A. Pengertian Hukum Kontrak
Hukum kontrak adalah “ Norma atau kaidah atau aturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum dalam melaksanakan suatu obyek perjanjian atau
prestasi”.
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum privat, yakni bidang hukum
yang konsentrasi kajiannya adalah hak kewajiban yang dimiliki oleh seseorang itu
sendiri, dimana wanprestasi atau pelanggaran terhadap ketentuan yang telah diatur
dalam kontrak menjadi urusan para pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut.

B. Asas dalam Hukum Kontrak
Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas yang menjadi dasar dalam
penyusunan dan pembuatan kontrak.
Asas yang dimaksud antara lain:
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dalam hukum kontrak menyatakan bahwa
setiap individu bebas untuk membuat kontrak/perjanjian sesuai dengan
maksud dan keinginannya sepanjang tidak bertentangan dengan syarat
sahnya suatu perjanjian dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ketentuan hukum kontrak mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam
pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan
bahwa:“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Adanya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri,
Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
Adanya sesuatu hal yang tertentu
Adanya suatu sebab yang legal dan halal”.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak ini maka para pihak yang
membuat kontrak memiliki kebebasan untuk mengatur dan menentukan isi
suatu perjanjian kontrak yang akan dibuatnya selama tidak bertentangan
dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud alam pasal 1320
KUH Perdata. Selanjutnya dalam pasal 1338, ayat (1) disebutkan bahwa:
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”.
Sutan Remy Sjahdeini menyimpulkan ruang lingkup asas kebebasan
berkontrak sebagai berikut:
»
»
»
»
»

kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat
perjanjian;
kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian;
kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional (aanvullen, optional).

Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut jelas sangat jelas terkandung asas :
1. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi juka telah consensus
antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak;
2. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan
perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan
bentuk kontraknya;
3. Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi
pihak yang membuatnya (mengikat).
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dalam hukum kontrak menyatakan bahwa sebuah
perjanjian lahir karena tercapainya kesepakatan para pihak. Asas tersebut sesuai
dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yakni pada pasal 1320 seperti yang telah diuraikan
diatas.
Adanya kesepakatan antara para pihak adalah hal yang utama dalam
hukum kontrak. Hal ini bisa dilihat dalam ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1458 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:“Jual beli telah
dianggap terjadi seketika setelah tercapai kata sepakat tentang benda dan
harganya meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”.
3. Asas Pacta Sunt Servada
Asas pacta sunt servada dalam hukum kontrak merupakan asas yang
mengacu pada ketentuan dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yang menyatakan bahwa:“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang”.
Asas merupakan asas yang selaras dengan tujuan hukum yakni
mewujudkan kepastian hukum. Kontrak yang telah dibuat oleh para pihak yang
bersepakat merupakan hal yang harus dihormati dan dipatuhi oleh para pihak
yang bersepakat atau oleh pihak lainnya yang kemudian ikut terlibat dalam
pelaksanaan kontrak tersebut, seperti pihak ketiga dan atau hakim berdasarkan
ketentuan ini tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang
telah disepakati oleh para pihak.
4. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dalam hukum kontrak adalah sesuai dengan ketentuan
dalam KUH Perdata pada pasal 1338 ayat 3 yang menyatakan bahwa:“Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Itikad baik dari para pihak yang terlibat dalam kontrak merupakan salah
satu hal yang sulit diukur dengan satu parameter tertentu. Untuk itu itikad baik
dari para pihak dalam hukum kontrak dilihat dari sikap dan tingkah laku dari para
pihak dalam melaksanakan suatu kesepakatan sebagaimana ditentukan dalam
kontrak yang telah disepakati bersama.
5. Asas Kepribadian
Asas Kepribadian dalam hukum kontrak adalah asas yang menentukan
bahwa
seseorang
yang
akan
membuat
kontrak
hanya
untuk
kepentingan persoon itu sendiri.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:“Pada umumnya
sesorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri. Ini berarti bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian adalah
untuk dirinya sendiri”.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1315 KUH Perdata
tersebut diatas juga sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 1350
KUHPerdata yang menyatakan bahwa:“ Perjanjian hanya berlaku antara pihakpihak yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat merugikan pihak ketiga;
perjanjian tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam
yang ditentukan dalam pasal 1317”.
C. SYARAT SAHNYA KONTRAK
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu
perjanjian, yaitu:
1.

Adanya Kata Sepakat

Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala
hal yang terdapat di dalam perjanjian.Pada dasarnya kata sepakat adalah
pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian.
Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia
memang menghendaki apa yang disepakati.Mariam Darus Badrulzaman melukiskan
pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende
wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan
tawaran (offerte). Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan
akseptasi (acceptatie). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan
akseptasi merupakan unsur yang sangat penting untuk menentukan lahirnya
perjanjian. Di samping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara,
yaitu:






Secara lisan
Tertulis
Dengan tanda
Dengan simbol
Dengan diam-diam

Berkaitan dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus
Badrulzaman mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut,
yaitu:
Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak
penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah
mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima; dan
Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan
kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata Kontrak adalah sah bila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut :
a. Syarat Subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan,
meliputi :
1. Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Syarat Objekif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum,
meliputi :
1. Suatu hal (objek) tertentu;
2. Sesuatu sebab yang halal (kuasa).
Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat
dianggap tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini:
a. Paksaan (dwang)
Menurut Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi
mental. Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat
penuntutan terhadapnya. Akan tetapi jika ancaman kejahatan fisik tersebut
merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan oleh hukum maka dalam hal ini
ancaman tersebut tidak diberi sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada
paksaan sama sekali. Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan oleh
pemerasan atau keadaan di bawah pengaruh terhadap seseorang yang
mempunyai kelainan mental.
b. Penipuan (Bedrog)
Penipuan (fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328
KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan
pembatalan perjanjian. Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu, memang
memberikan pernyataan yang sesuai dengan kehendaknya, tetapi
kehendaknya itu, karena adanya daya tipu, sengaja diarahkan ke suatu yang
bertentangan dengan kehendak yang sebenarnya, yang seandainya tidak ada
penipuan, merupakan tindakan yang benar. Dalam hal penipuan gambaran
yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Jadi, elemen penipuan tidak hanya pernyataan yang bohong, melainkan harus
ada serangkaian kebohongan (samenweefsel vanverdichtselen), serangkaian
cerita yang tidak benar, dan setiap tindakan/sikap yang bersifat menipu
c. Kesesatan atau Kekeliruan
Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi
yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2
(dua) macam kekeliruan, yang pertama yaitu error in persona, yaitu kekeliruan
pada orangnya, contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang
terkenal tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak
terkenal hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah
error in substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu
benda.
d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheiden).
Secara umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu:
Pertama di mana seseorang menggunakan posisi psikologis dominannya yang
digunakan secara tidak adil untuk menekan pihak yang lemah supaya mereka
menyetujui sebuah perjanjian di mana sebenarnya mereka tidak ingin
menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang menggunakan wewenang
kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak adil untuk
membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi.
2.

Kecakapan untuk Membuat perikatan

Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk
membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak
cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak
cakap untuk membuat perjanjian, yakni:
Orang yang belum dewasa (persons under 21 years of age)
Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship)
Perempuan yang sudah menikah.
Berdasarkan pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia
telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian
berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa
kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang
tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun.
Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU
No.1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri)
berhak melakukan perbuatan hukum
3.

Suatu Hal Tertentu

Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een
bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya
(determinable). Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya.
Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah
mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang
diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya
(determinable).
Istilah barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut
sebagai zaak. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti
sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena
itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa.
Menurut Pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa
dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum.
4.

Kausa Hukum yang Halal

Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di
dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang
yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan
dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah
kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah
yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan
lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan jaman.
D. Ketentuan-ketentuan Umum dalam Hukum Kontrak
1. SOMASI
1.1. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi
Istilah pernyataan lalai ayau somasi merupakan terjemahan dari
ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243
KUH Perdata.
Pengertian Somasi di dalam buku Salim H.S.,S.H.,M.S. adalah teguran dari si
berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi
sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya.
Somasi timbul disebabkan debitur tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang
diperjanjikan. Ada tiga cara terjadinya somasi itu, yaitu :
Debitur melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya kreditur menerima
sekeranjang jambu seharusnya sekeranjang apel;
Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan. Tidak
memenuhi prestasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelambatan
melaksanakan prestasi dan sama sekali tidak memberikan prestasi.
Penyebab tidak melaksanakan prestasi sama sekali karena prestasi tidak
mungkin dilaksanakan atau karena debitur terang-terangan menolak
memberikan prestasi.
Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur
setelah lewat waktu yang diperjanjikan.
1. 2. Bentuk dan Isi Somasi
Bentuk somasi yang harus disampaikan kreditur kepada debitur adalah dalam
bentuk surat perintah atau sebuah akta yang sejenis.
Yang berwenang mengeluarkan surat perintah itu adalah kreditur atau pejabat
yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang adalah Juru sita, Badan Urusan
piutang Negara, dan lain-lain.
Isi atau hal-hal yang harus dimuat dalam surat somasi, yaitu :
Apa yang dituntut (pembayaran pokok kredit dan bunganya);
Dasar tuntutan (perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur); dan
Tanggal paling lambat untuk melakukan pembayaran angsuran, pada tanggal
15 juli 2002.
1. 3. Peristiwa-Peristiwa yang tidak Memerlukan Somasi
Ada lima macam peristiwa yang tidak mensyaratkan pernyataan lalai,
sebagaimana dikemukakan berikut ini (Niewenhuis, 1988).

a. Debitur menolak Pemenuhan.
Seorang kreditur tidak perlu mengajukan somasi apabila debitur
menolak pemenuhan prestasinya, sehingga kreditur boleh berpendirian
bahwa dalam sikap penolakan demikian suatu somasi tidak akan
menimbulkan suatu perubahan (HR 1-2-1957).
b. Debitur mengakui kelalaiannya.
Pengakuan demikian dapat terjadi secara tegas, akan tetapi juga
secara implicit (diam-diam), misalnya dengan menawarkan ganti rugi.
c. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan.
Debitur lalai tanpa adanya somasi, apabila prestasi (di luar peristiwa
overmacht) tidak mungkin dilakukan, misalnya karena debitur kehilangan
barang yang harus diserahkan atau barang tersebut musnah. Tidak perlunya
pernyataan lalai dalam hal ini sudah jelas dari sifatnya (somasi untuk
pemenuhan prestasi).
d. Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos)
Tidak diperlukannya somasi, apabila kewajiban debitur untuk
memberikan atau melakukan, hanya dapat diberikan atau dilakuakn dalam
batas waktu tertentu, yang dibiarkan lampau. Contoh klasik, kewajiban untuk
menyerahkan pakaian pengantin atau peti mati. Penyerahan kedua barang
tersebut setelah perkawinan atau setelah pemakaman tidak ada artinya lagi.
e. Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.
Kelima cara itu tidak perlu dilakukan somasi oleh kreditur kepada
debitur . debitur dapat langsung dinyatakan wanprestasi.
2. WANPRESTASI
2.1.Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi.
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi
atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Total breachts Artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan,
sedangkan
2. Partial breachts Artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk
dilaksanakan.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi
oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali
oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur
berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan
memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.
Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah
seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan
sesuatu, sebaiknya dianggap wanprestasi bila seseorang :
1.
2.
3.
4.

Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau
Melakuakan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti
rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.sebagai
contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan melawan hukum,
lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati
dalam kontrak, jika terbukti, maka debitor harus mengganti kerugian (termasuk ganti
rugi + bunga + biaya perkaranya). Meskipun demikian, debitor bisa saja membela
diri dengan alasan :
Keadaan memaksa (overmacht/force majure);
Kelalaian kreditor sendiri;
Kreditor telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.
Menurut kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji,
tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.[5] Dengan demikian, Wanprestasi
adalah suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau
melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian.
Wanprestasi lalai dapat timbul karena;
1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
2. Adanya keadaan memaksa (overmacht).
2.2. Macam Debitur yang telah melakukan Wanprestasi
Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi ada 4
macam, yaitu :
" Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
" Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
" Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.
" Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian.
2.3. Mulai terjadinya Wanprestasi
Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah
lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau
debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar
kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan
pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur
dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi
kewajibannya. Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi).
2.4. Akibat adanya Wanprestasi
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
* Perikatan tetap ada.
* Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH
Perdata).
* Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah
debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari
pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang
pada keadaan memaksa.
* Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan
diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan
pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi
kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4
macam, yaitu:
 Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur
(pasal 1243 KUH Perdata).
 Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal
1267 KUH Perdata).
 Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237
ayat 2 KUH Perdata).
 Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181
ayat 1 HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena
ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat
hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal
debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk
menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga.
Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas
objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau
perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266
sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa
disertai dengan tuntutan ganti rugi.
2.5. Pembelaan Debitur yang Wanprestasi
Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya
diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan mengajukan
beberapa macam alas an untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman itu.
Pembelaan tersebut ada 3 macam, yaitu:
Menyatakan adanya keadaan memaksa (overmacht).
Menyatakan bahwa kreditur lalai.
Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.
3. GANTI RUGI
3. 1. Sebab timbulnya ganti rugi
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu
a. Ganti rugi karena wanprestasi.
Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang
dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah
dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ganti rugi karena wanprestasi ini diatur dalam Buku III KUH Perdata,
yang dimulai dari Pasal 124 KUH Perdata s.d. Pasal 1252 KUH Perdata.
sedangkan
b. Perbuatan melawan hukum.
Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk
ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan
kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul karena adanya
kesalahan, bukan karena adanya perjanjian
Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum ini diatur dalam Pasal 1365
KUH Perdata.
Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah
sebagai berikut
1. Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya dan
kerugian.
2. Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUH Perdata), ini
ditujukan kepada bunga-bunga.
Yang diartikan sebagai biaya-biaya (ongkos-ongkos), yaitu ongkos yang
telah dikeluarkan oleh kreditur untuk mengurus objek perjanjian. Sedangkan bungabunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur.
3. 2. Tuntutan Ganti Rugi
Pada pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi.
Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian;
yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa
tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan
perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.
Karena tuntutatn ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas
diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu,
kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan
dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur
disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab
atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan
dalam pasal 1131 KUH Perdata.
4. KEADAAN MEMAKSA
4. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Keadaan Memaksa
Ketentuan tentang overmacht (keadaaan memaksa) dapat dilihat dan di baca
dalam pasal 1244 KUH Perdata yang berbunyi: “Debitur harus dihukum untuk
mengganti biaya, kerugian, dan bunga, bila tak dapat membuktikan bahwa tidak
dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan
perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tak dapat
dipertanggung jawabkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. “
dan pasal 1245 KUH Perdata berbunyi: “Tidak ada penggantian biaya,kerugian, dan
bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara
kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan yang terhalang olehnya.”
Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya,
kerugian dan bunga, yaitu:
1. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau
2. Terjadinya secara kebetulan, dan atau
3. Keadaan memaksa.
Yang diartikan dengan keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana
debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur, yang disebabkan adanya
kejadian yang berada di luar kekuasaannya. Misalnya karena adanya gempa bumi,
banjir, lahar, dan lain-lain.
Menurut R. Setiawan, S.H.Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang
terjadi setelah dibuatnya peretujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi
prestasinya, di mana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung
risiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat.
4. 2.Unsur-unsur Keadaan Memaksa
Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa menurut Abdulkadir
Muhammad adalah :
1. Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu peristiwa yang membinasakan atau
memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan. Ini selalu bersifat tetap.
2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini dapat bersifat tetap atau sementara.
3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan, baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi, bukan
karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur.
4. 3.Pengaturan keadaan memaksa dalam KUH Perdata
Dalam KUH Perdata, soal keadaan memaksa ini diatur dalam pasal 1244
dan pasal 12425 KUH Perdata. Tetapi dua pasal yang mengatur keadaan memaksa
ini hanya bersifat sebagai pembelaan untuk dibebaskan dari pembayaran gantikerugian debitur tidak memenuhi perjanjian karena adanya keadaam memaksa,
ketentuan dua pasal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menurut Pasal 1244 KUH Perdata, jika ada alas an untuk itu, debitur harus
dihukum membayar ganti-kerugian, apabila ia tidak dapat membuktikan
bahwa tidak tepatnya melaksanakan perjanjian itu karena sesuatu hal yang
tidak dapat diduga yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya,
kecuali jika ada itikad buruk pada debitur.
2. Menurut Pasal 1245 KUH Perdata, tidak ada ganti-kerugian yang harus
dibayar, apabila karena keadaan memaksa atau suatu kejadian yang tidak
disengaja, debitur berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang
terlarang.
4. 4.Macam Keadaan Memaksa
Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
a. Keadaan memaksa absolut.
Yaitu Suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat
memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi,
banjir bandang, dan adanya lahar.
b.Akibat keadaan memaksa relative
Yaitu Suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk
melaksanakan prestasinya. Tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan
dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau
menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau
kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
4. 5.Teori-Teori Keadaan Memaksa
Ada dua teori yang membahas tentang keadaan memaksa, yaitu
a. Teori Ketidakmungkinan
Ketidakmungkinan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
o Ketidakmungkinan absolute atau objektif yaitu suatu
ketidakmungkinan sama sekali dari debitur untuk melakukan
prestasinya pada kreditur.
o Ketidakmungkinan relatif atau ketidakmungkinan yaitu suatu
ketidakmungkinan relatif dari debitur untuk memenuhi prestasinya.
b.Teori Penghapusan atau peniadaan kesalahan
Teori atau ajaran penghapusan atau peniadaan kesalahan berarti
dengan adanya overmacht terhapuslah kesalahan debitur atau overmacht
peniadaan kesalahan. Sehinggga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi
tidak boleh atau bisa dipertanggung jawabkan (Harahap, 1986: 84).
4.6. Akibat Keadaan Memaksa
Ada tiga akibat keadaan memaksa, yaitu :
Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (pasal 1244 KUH Perdata);
Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara;
Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum
bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk
yang disebut dalam pasal 1460 KUH perdata.
Ketiga akibat itu dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Akibat keadaan memaksa absolut, yaitu akibat nomor a dan c.
2. Akibat keadaan memaksa relative, yaitu akibat nomor b.
Menurut Soebekti (2001: 144), untuk dapat dikatakan suatu “Keadaan
Memaksa” (overmacht/force mayure) bila keadaan itu:
1. Di luar kekuasaannya;
2. Memaksa; atau
3. Tidak dapat diketahui sebelumnya.
Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolute), contohnya,
bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan
yang bersifat tidak mutlak (relative), contohnya berupa suatu keadaan dimana
kontrak masih dapat dilaksanakan, tapi dengan biaya yang lebih tinggi, misalnya
terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi
pemerintah terhadap produk tertentu; krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor
produk terhenti sementara; dan lain-lain.
5. Risiko
5. 1.Pengertian Risiko
Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer
(ajaran tentang risiko). Resicoleer adalah suatu ajaran, yiatu seseorang
berkewajiban untuk memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan
salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian.
Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang kedua belah pihak
diwajibkan untuk melakukan prestasi, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat
antara keduanya. Yang termasuk perjanjian timbal balik, yiatu jual beli, sewa
menyewa, tukar menukar, dan lain-lain.
Menurut Soebekti (2001: 144), Risiko berarti kewajiban untuk memikul
kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa
benda yang dimaksudkan dalam kontrak. Disini berarti beban untuk memikul
tanggung jawab dari risiko itu hanyalah kepada salah satu pihak saja, dan alangkah
baiknya dalam setiap kontrak itu resiko diletakkan dan menjadi tanggung jawab
kedua belah pihak.
5. 2.Pengaturan Risiko dalam KUH Perdata
1. Menurut Pasal 1237 KUH Perdata, dalam hal adanya perikatan untuk
memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan
dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
2. Menurut Pasal 1460 KUH Perdata, jika kebendaan yang dipikul itu berupa
suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian
adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum
dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. Pasal ini mengatur
mengenai risiko dalam perjanjian jual-beli.
3. Menurut Pasal 1545 KUH Perdata, jika suatu barang tertentu yang telah
dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian
dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memnuhi
perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah diberikan dalam
tukar-menukar. Pasal ini mengatur mengenai risiko dalam perjanjian tukarmenukar.
4. Menurut Pasal 1553 ayat (1) KUH Perdata, jika selama waktu sewa, barang
yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak
disengaja, maka perjanjian sewa gugur demi hukum. Pasal ini mengatur
mengenai risko dalam risiko perjanjian sewa-menyewa.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk memahami dan membentuk suatu perjanjian maka para pihak harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer, yakni syarat subjektif:
adanya kata sepakat untuk mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak untuk membuat
suatu perikatan, sedangkan syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang
halal. Oleh sebab itu, dalam melakukan perbuatan hukum membuat suatu kontrak/perjanjian
haruslah pula memahami asas-asas yang berlaku dalam dasar suatu kontrak/perjanjian antara
lain: asas kebebasan berkontrak, asas konsesnsualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt
servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian.
Dari kelima asas yang berdasarkan teori ilmu hukum tersebut ditambahkan
delapan asas hukum perikatan nasional yang merupakan hasil rumusan bersama berdasarkan
kesepakatan nasional antara lain: asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moralitas, asas kepatutan, asas kebiasaan dan asas
perlindungan.Dengan demikian telah diketahui bersama mengenai asas-asas yang berlaku
secara umum dalam hal membentuk atau merancang suatu kontrak di dalam kegiatan hukum.

B. SARAN

Bagi para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatuperjanjian/kontrak
hendaklah terlebih dahulu memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar suatu perjanjian,
terlebih lagi mengenai asas-asas yang berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani
perjanjian/kontrak tersebut sehingga dapat terhindari hal-hal yang tidak diinginkan dan
terlaksananya tujuan melakukan kontrak. Sangat disarankan pula bagi para pihak minimal
membaca dan mengerti akan kontrak yang akan ditandatanganinya sehingga jelas akan hak
dan kewajiban kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam berkontrak. Umumnya hal
ini

ditujukan

kepada

pihak

tertentu

yang

memiliki

posisi

yang

lemah.

Contenu connexe

Tendances

Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)
Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)
Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)Anto Apriyanto, M.E.I.
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`HIMA KS FISIP UNPAD
 
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuanganSoal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuanganM Nasution
 
Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa KeuanganOtoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa KeuanganAri Raharjo
 
Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Nur Muhamad Fikri
 
Subjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumSubjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumEga Jalaludin
 
pengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariahpengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariahNeyna Fazadiq
 
Perbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islam
Perbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islamPerbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islam
Perbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islamMiftah Iqtishoduna
 
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...Nur Anisa Rachmawati
 
Makalah koperasi
Makalah koperasiMakalah koperasi
Makalah koperasiyulitri0507
 
Alternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaAlternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaLeks&Co
 
Ppt perdagangan internasional
Ppt perdagangan internasionalPpt perdagangan internasional
Ppt perdagangan internasionalvinarmv
 

Tendances (20)

Hukum Kepailitan
Hukum Kepailitan Hukum Kepailitan
Hukum Kepailitan
 
Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)
Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)
Materi kuliah ayat dan hadits ekonomi islam (1)
 
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIAMATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI PEREKONOMIAN INDONESIA
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`
 
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuanganSoal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
 
Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa KeuanganOtoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan
 
Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)
 
Subjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukumSubjek dan objek hukum
Subjek dan objek hukum
 
Hukum Perdata
Hukum Perdata Hukum Perdata
Hukum Perdata
 
Konsep uang dalam perspektif ekonomi islam
Konsep uang dalam perspektif ekonomi islamKonsep uang dalam perspektif ekonomi islam
Konsep uang dalam perspektif ekonomi islam
 
pengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariahpengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariah
 
Perbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islam
Perbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islamPerbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islam
Perbedaan ekonomi kapitalisme, sosialisme dan islam
 
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
Peran tabungan dan investasi dalam mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ek...
 
Tanggung renteng
Tanggung rentengTanggung renteng
Tanggung renteng
 
Makalah bprs
Makalah bprsMakalah bprs
Makalah bprs
 
Makalah koperasi
Makalah koperasiMakalah koperasi
Makalah koperasi
 
Alternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaAlternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian Sengketa
 
Wakaf
WakafWakaf
Wakaf
 
Ppt perdagangan internasional
Ppt perdagangan internasionalPpt perdagangan internasional
Ppt perdagangan internasional
 
hukum perikatan
hukum perikatanhukum perikatan
hukum perikatan
 

Similaire à Makalah hukum bisnis

Hukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANG
Hukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANGHukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANG
Hukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANGnandianagustina
 
Arirahmathakimundipbab2c
Arirahmathakimundipbab2cArirahmathakimundipbab2c
Arirahmathakimundipbab2cbemfh
 
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
Hukum Perikatan utk PPA USAKTIHukum Perikatan utk PPA USAKTI
Hukum Perikatan utk PPA USAKTIAdi Sudradjat
 
Hukum perjanjian
Hukum perjanjianHukum perjanjian
Hukum perjanjianputrakarno
 
A. perjanjian sewa menyewa
A. perjanjian sewa menyewaA. perjanjian sewa menyewa
A. perjanjian sewa menyewajunita191
 
ASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.ppt
ASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.pptASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.ppt
ASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.pptnatalyaivleva1987
 
Kn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrak
Kn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrakKn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrak
Kn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrakAhmad Ridwan
 
MOU_AGREEMENT.pptx
MOU_AGREEMENT.pptxMOU_AGREEMENT.pptx
MOU_AGREEMENT.pptxKukuhDt
 
PPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptx
PPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptxPPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptx
PPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptxFauziRusdianto1
 
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)Aprinsya Panjaitan
 
Materi Pemberkasan Kasus.pptx
Materi Pemberkasan Kasus.pptxMateri Pemberkasan Kasus.pptx
Materi Pemberkasan Kasus.pptxokkyandaniswari
 
1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...
1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...
1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...DignaAdyaPratiwi
 
1,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,2019
1,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,20191,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,2019
1,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,2019An Nisa Rizki Yulianti
 
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariahprinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariahAlalan Tanala
 

Similaire à Makalah hukum bisnis (20)

Hukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANG
Hukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANGHukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANG
Hukum_Kontrak PPT MAHASISWA KELOMPOK ENAM ORANG
 
Ppt sekilas hukum kontrak
Ppt sekilas hukum kontrakPpt sekilas hukum kontrak
Ppt sekilas hukum kontrak
 
Ahdb #3
Ahdb #3Ahdb #3
Ahdb #3
 
Arirahmathakimundipbab2c
Arirahmathakimundipbab2cArirahmathakimundipbab2c
Arirahmathakimundipbab2c
 
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
Hukum Perikatan utk PPA USAKTIHukum Perikatan utk PPA USAKTI
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
 
Hukum perjanjian
Hukum perjanjianHukum perjanjian
Hukum perjanjian
 
A. perjanjian sewa menyewa
A. perjanjian sewa menyewaA. perjanjian sewa menyewa
A. perjanjian sewa menyewa
 
ASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.ppt
ASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.pptASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.ppt
ASPEK_HUKUM_DALAM_EKONOMI_STIE_AA_5_denis.ppt
 
Pertemuan Kedua.ppt
Pertemuan Kedua.pptPertemuan Kedua.ppt
Pertemuan Kedua.ppt
 
HUKUM KONTRAK
HUKUM KONTRAKHUKUM KONTRAK
HUKUM KONTRAK
 
Kn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrak
Kn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrakKn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrak
Kn 508 slide_syarat-syarat_sahnya_dan_momentum_terjadinya_kontrak
 
MOU_AGREEMENT.pptx
MOU_AGREEMENT.pptxMOU_AGREEMENT.pptx
MOU_AGREEMENT.pptx
 
PPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptx
PPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptxPPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptx
PPT_Kelompok 1_Hukum Perikatan_Pengantar Hukum Bisnis.pptx
 
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
Aspek hukum dalam kontrak bisnis (The Law Aspect in Bussiness Contract)
 
Hukum Perjanjian
Hukum PerjanjianHukum Perjanjian
Hukum Perjanjian
 
Jenis jenis kontrak
Jenis jenis kontrakJenis jenis kontrak
Jenis jenis kontrak
 
Materi Pemberkasan Kasus.pptx
Materi Pemberkasan Kasus.pptxMateri Pemberkasan Kasus.pptx
Materi Pemberkasan Kasus.pptx
 
1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...
1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...
1, hbl, digna adya, hapzi ali, hukum civil dan objek hukum, universitas mercu...
 
1,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,2019
1,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,20191,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,2019
1,hbl,an nisa rizki,hapzi ali,hukum civil,universitas mercu buana,2019
 
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariahprinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
 

Makalah hukum bisnis

  • 1. HUKUM KONTRAK Disusun Oleh, KELOMPOK 2 Anggota: 1. Alif Al Hadi 2. Anggun Amelia 3. Rosa Yundriani 4. Rexha Ariyani 5. Riski Ramanda 6. Yudi Yolanda 7. Nikky Sepdria Ningsih (12.177) (12.187) (12.194) (12.137) (12.234) (12.218) (12.242) Dosen Pembimbing: Sri Kemala.SE.Msi SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI HAJI AGUS SALIM BUKITTINGGI 2013
  • 2. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum privat, yakni bidang hukum yang konsentrasi kajiannya adalah hak kewajiban yang dimiliki oleh seseorang itu sendiri, dimana wanprestasi atau pelanggaran terhadap ketentuan yang telah diatur dalam kontrak menjadi urusan para pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orangorang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut: o o o o o Adanya kaidah hukum Adanya Subyek hukum Adanya Prestasi Kata sepakat Akibat hukum Dan dengan di bentuknya sebuah Hukum kontrak tidak ada lagi penyalahan atau kekeliruan antara pihak yang bekerja sama tentunya sehingga sesama perusahaan bisa bekerja sama dengan ketentuan dan hukum yang telah berlaku.
  • 3. HUKUM KONTRAK A. Pengertian Hukum Kontrak Hukum kontrak adalah “ Norma atau kaidah atau aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum dalam melaksanakan suatu obyek perjanjian atau prestasi”. Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum privat, yakni bidang hukum yang konsentrasi kajiannya adalah hak kewajiban yang dimiliki oleh seseorang itu sendiri, dimana wanprestasi atau pelanggaran terhadap ketentuan yang telah diatur dalam kontrak menjadi urusan para pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. B. Asas dalam Hukum Kontrak Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas yang menjadi dasar dalam penyusunan dan pembuatan kontrak. Asas yang dimaksud antara lain: 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak dalam hukum kontrak menyatakan bahwa setiap individu bebas untuk membuat kontrak/perjanjian sesuai dengan maksud dan keinginannya sepanjang tidak bertentangan dengan syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan hukum kontrak mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa:“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 1. 2. 3. 4. Adanya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri, Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Adanya sesuatu hal yang tertentu Adanya suatu sebab yang legal dan halal”. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak ini maka para pihak yang membuat kontrak memiliki kebebasan untuk mengatur dan menentukan isi suatu perjanjian kontrak yang akan dibuatnya selama tidak bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud alam pasal 1320 KUH Perdata. Selanjutnya dalam pasal 1338, ayat (1) disebutkan bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”.
  • 4. Sutan Remy Sjahdeini menyimpulkan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak sebagai berikut: » » » » » kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian; kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian; kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullen, optional). Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut jelas sangat jelas terkandung asas : 1. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi juka telah consensus antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak; 2. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya; 3. Pacta sunt servanda, artinya kontrak itu merupakan undang-undang bagi pihak yang membuatnya (mengikat). 2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dalam hukum kontrak menyatakan bahwa sebuah perjanjian lahir karena tercapainya kesepakatan para pihak. Asas tersebut sesuai dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yakni pada pasal 1320 seperti yang telah diuraikan diatas. Adanya kesepakatan antara para pihak adalah hal yang utama dalam hukum kontrak. Hal ini bisa dilihat dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1458 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:“Jual beli telah dianggap terjadi seketika setelah tercapai kata sepakat tentang benda dan harganya meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”. 3. Asas Pacta Sunt Servada Asas pacta sunt servada dalam hukum kontrak merupakan asas yang mengacu pada ketentuan dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa:“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”. Asas merupakan asas yang selaras dengan tujuan hukum yakni mewujudkan kepastian hukum. Kontrak yang telah dibuat oleh para pihak yang bersepakat merupakan hal yang harus dihormati dan dipatuhi oleh para pihak yang bersepakat atau oleh pihak lainnya yang kemudian ikut terlibat dalam pelaksanaan kontrak tersebut, seperti pihak ketiga dan atau hakim berdasarkan
  • 5. ketentuan ini tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang telah disepakati oleh para pihak. 4. Asas Itikad Baik Asas itikad baik dalam hukum kontrak adalah sesuai dengan ketentuan dalam KUH Perdata pada pasal 1338 ayat 3 yang menyatakan bahwa:“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik dari para pihak yang terlibat dalam kontrak merupakan salah satu hal yang sulit diukur dengan satu parameter tertentu. Untuk itu itikad baik dari para pihak dalam hukum kontrak dilihat dari sikap dan tingkah laku dari para pihak dalam melaksanakan suatu kesepakatan sebagaimana ditentukan dalam kontrak yang telah disepakati bersama. 5. Asas Kepribadian Asas Kepribadian dalam hukum kontrak adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan membuat kontrak hanya untuk kepentingan persoon itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:“Pada umumnya sesorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Ini berarti bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian adalah untuk dirinya sendiri”. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1315 KUH Perdata tersebut diatas juga sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 1350 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:“ Perjanjian hanya berlaku antara pihakpihak yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat merugikan pihak ketiga; perjanjian tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam yang ditentukan dalam pasal 1317”. C. SYARAT SAHNYA KONTRAK Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1. Adanya Kata Sepakat Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang terdapat di dalam perjanjian.Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan
  • 6. akseptasi merupakan unsur yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:      Secara lisan Tertulis Dengan tanda Dengan simbol Dengan diam-diam Berkaitan dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu: Teori kehendak of will (wilstheorie) Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat. Teori Pengiriman (verzentheorie) Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie) Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima; dan Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie) Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata Kontrak adalah sah bila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Syarat Subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi : 1. Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan); 2. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. b. Syarat Objekif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi : 1. Suatu hal (objek) tertentu; 2. Sesuatu sebab yang halal (kuasa). Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini: a. Paksaan (dwang) Menurut Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi mental. Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat penuntutan terhadapnya. Akan tetapi jika ancaman kejahatan fisik tersebut merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan oleh hukum maka dalam hal ini ancaman tersebut tidak diberi sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada paksaan sama sekali. Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan oleh
  • 7. pemerasan atau keadaan di bawah pengaruh terhadap seseorang yang mempunyai kelainan mental. b. Penipuan (Bedrog) Penipuan (fraud) adalah tindakan tipu muslihat. Menurut Pasal 1328 KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa penipuan merupakan alasan pembatalan perjanjian. Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu, memang memberikan pernyataan yang sesuai dengan kehendaknya, tetapi kehendaknya itu, karena adanya daya tipu, sengaja diarahkan ke suatu yang bertentangan dengan kehendak yang sebenarnya, yang seandainya tidak ada penipuan, merupakan tindakan yang benar. Dalam hal penipuan gambaran yang keliru sengaja ditanamkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Jadi, elemen penipuan tidak hanya pernyataan yang bohong, melainkan harus ada serangkaian kebohongan (samenweefsel vanverdichtselen), serangkaian cerita yang tidak benar, dan setiap tindakan/sikap yang bersifat menipu c. Kesesatan atau Kekeliruan Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi yang salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2 (dua) macam kekeliruan, yang pertama yaitu error in persona, yaitu kekeliruan pada orangnya, contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang terkenal tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Yang kedua adalah error in substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu benda. d. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheiden). Secara umum ada dua macam penyalahgunaan keadaan yaitu: Pertama di mana seseorang menggunakan posisi psikologis dominannya yang digunakan secara tidak adil untuk menekan pihak yang lemah supaya mereka menyetujui sebuah perjanjian di mana sebenarnya mereka tidak ingin menyetujuinya. Kedua, di mana seseorang menggunakan wewenang kedudukan dan kepercayaannya yang digunakan secara tidak adil untuk membujuk pihak lain untuk melakukan suatu transaksi. 2. Kecakapan untuk Membuat perikatan Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni: Orang yang belum dewasa (persons under 21 years of age) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele or conservatorship) Perempuan yang sudah menikah. Berdasarkan pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian berdasarkan pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 menyatakan bahwa
  • 8. kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun. Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan perbuatan hukum 3. Suatu Hal Tertentu Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya (determinable). Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable). Istilah barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai zaak. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa. Menurut Pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. 4. Kausa Hukum yang Halal Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.
  • 9. D. Ketentuan-ketentuan Umum dalam Hukum Kontrak 1. SOMASI 1.1. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi Istilah pernyataan lalai ayau somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata. Pengertian Somasi di dalam buku Salim H.S.,S.H.,M.S. adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi timbul disebabkan debitur tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada tiga cara terjadinya somasi itu, yaitu : Debitur melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya kreditur menerima sekeranjang jambu seharusnya sekeranjang apel; Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan. Tidak memenuhi prestasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelambatan melaksanakan prestasi dan sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebab tidak melaksanakan prestasi sama sekali karena prestasi tidak mungkin dilaksanakan atau karena debitur terang-terangan menolak memberikan prestasi. Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur setelah lewat waktu yang diperjanjikan. 1. 2. Bentuk dan Isi Somasi Bentuk somasi yang harus disampaikan kreditur kepada debitur adalah dalam bentuk surat perintah atau sebuah akta yang sejenis. Yang berwenang mengeluarkan surat perintah itu adalah kreditur atau pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang adalah Juru sita, Badan Urusan piutang Negara, dan lain-lain. Isi atau hal-hal yang harus dimuat dalam surat somasi, yaitu : Apa yang dituntut (pembayaran pokok kredit dan bunganya); Dasar tuntutan (perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur); dan Tanggal paling lambat untuk melakukan pembayaran angsuran, pada tanggal 15 juli 2002. 1. 3. Peristiwa-Peristiwa yang tidak Memerlukan Somasi Ada lima macam peristiwa yang tidak mensyaratkan pernyataan lalai, sebagaimana dikemukakan berikut ini (Niewenhuis, 1988). a. Debitur menolak Pemenuhan.
  • 10. Seorang kreditur tidak perlu mengajukan somasi apabila debitur menolak pemenuhan prestasinya, sehingga kreditur boleh berpendirian bahwa dalam sikap penolakan demikian suatu somasi tidak akan menimbulkan suatu perubahan (HR 1-2-1957). b. Debitur mengakui kelalaiannya. Pengakuan demikian dapat terjadi secara tegas, akan tetapi juga secara implicit (diam-diam), misalnya dengan menawarkan ganti rugi. c. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan. Debitur lalai tanpa adanya somasi, apabila prestasi (di luar peristiwa overmacht) tidak mungkin dilakukan, misalnya karena debitur kehilangan barang yang harus diserahkan atau barang tersebut musnah. Tidak perlunya pernyataan lalai dalam hal ini sudah jelas dari sifatnya (somasi untuk pemenuhan prestasi). d. Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos) Tidak diperlukannya somasi, apabila kewajiban debitur untuk memberikan atau melakukan, hanya dapat diberikan atau dilakuakn dalam batas waktu tertentu, yang dibiarkan lampau. Contoh klasik, kewajiban untuk menyerahkan pakaian pengantin atau peti mati. Penyerahan kedua barang tersebut setelah perkawinan atau setelah pemakaman tidak ada artinya lagi. e. Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya. Kelima cara itu tidak perlu dilakukan somasi oleh kreditur kepada debitur . debitur dapat langsung dinyatakan wanprestasi. 2. WANPRESTASI 2.1.Pengertian Wanprestasi Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu 1. Total breachts Artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan 2. Partial breachts Artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali
  • 11. oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak. Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap wanprestasi bila seseorang : 1. 2. 3. 4. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau Melakuakan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya. Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.sebagai contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti, maka debitor harus mengganti kerugian (termasuk ganti rugi + bunga + biaya perkaranya). Meskipun demikian, debitor bisa saja membela diri dengan alasan : Keadaan memaksa (overmacht/force majure); Kelalaian kreditor sendiri; Kreditor telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi. Menurut kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.[5] Dengan demikian, Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi lalai dapat timbul karena; 1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri. 2. Adanya keadaan memaksa (overmacht). 2.2. Macam Debitur yang telah melakukan Wanprestasi Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi ada 4 macam, yaitu : " Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. " Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya. " Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. " Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian. 2.3. Mulai terjadinya Wanprestasi Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur
  • 12. dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi). 2.4. Akibat adanya Wanprestasi Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut. * Perikatan tetap ada. * Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata). * Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa. * Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata. Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:  Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata).  Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata).  Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).  Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR). Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi. 2.5. Pembelaan Debitur yang Wanprestasi Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan mengajukan beberapa macam alas an untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman itu. Pembelaan tersebut ada 3 macam, yaitu: Menyatakan adanya keadaan memaksa (overmacht). Menyatakan bahwa kreditur lalai.
  • 13. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya. 3. GANTI RUGI 3. 1. Sebab timbulnya ganti rugi Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu a. Ganti rugi karena wanprestasi. Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan debitur. Ganti rugi karena wanprestasi ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari Pasal 124 KUH Perdata s.d. Pasal 1252 KUH Perdata. sedangkan b. Perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah sebagai berikut 1. Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya dan kerugian. 2. Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUH Perdata), ini ditujukan kepada bunga-bunga. Yang diartikan sebagai biaya-biaya (ongkos-ongkos), yaitu ongkos yang telah dikeluarkan oleh kreditur untuk mengurus objek perjanjian. Sedangkan bungabunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur. 3. 2. Tuntutan Ganti Rugi Pada pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame. Karena tuntutatn ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu,
  • 14. kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata. 4. KEADAAN MEMAKSA 4. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Keadaan Memaksa Ketentuan tentang overmacht (keadaaan memaksa) dapat dilihat dan di baca dalam pasal 1244 KUH Perdata yang berbunyi: “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga, bila tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. “ dan pasal 1245 KUH Perdata berbunyi: “Tidak ada penggantian biaya,kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan yang terhalang olehnya.” Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu: 1. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau 2. Terjadinya secara kebetulan, dan atau 3. Keadaan memaksa. Yang diartikan dengan keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya. Misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain. Menurut R. Setiawan, S.H.Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya peretujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, di mana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. 4. 2.Unsur-unsur Keadaan Memaksa Unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa menurut Abdulkadir Muhammad adalah : 1. Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan. Ini selalu bersifat tetap. 2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini dapat bersifat tetap atau sementara. 3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi, bukan karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur.
  • 15. 4. 3.Pengaturan keadaan memaksa dalam KUH Perdata Dalam KUH Perdata, soal keadaan memaksa ini diatur dalam pasal 1244 dan pasal 12425 KUH Perdata. Tetapi dua pasal yang mengatur keadaan memaksa ini hanya bersifat sebagai pembelaan untuk dibebaskan dari pembayaran gantikerugian debitur tidak memenuhi perjanjian karena adanya keadaam memaksa, ketentuan dua pasal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menurut Pasal 1244 KUH Perdata, jika ada alas an untuk itu, debitur harus dihukum membayar ganti-kerugian, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak tepatnya melaksanakan perjanjian itu karena sesuatu hal yang tidak dapat diduga yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, kecuali jika ada itikad buruk pada debitur. 2. Menurut Pasal 1245 KUH Perdata, tidak ada ganti-kerugian yang harus dibayar, apabila karena keadaan memaksa atau suatu kejadian yang tidak disengaja, debitur berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang. 4. 4.Macam Keadaan Memaksa Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu a. Keadaan memaksa absolut. Yaitu Suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. b.Akibat keadaan memaksa relative Yaitu Suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. 4. 5.Teori-Teori Keadaan Memaksa Ada dua teori yang membahas tentang keadaan memaksa, yaitu a. Teori Ketidakmungkinan Ketidakmungkinan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: o Ketidakmungkinan absolute atau objektif yaitu suatu ketidakmungkinan sama sekali dari debitur untuk melakukan prestasinya pada kreditur. o Ketidakmungkinan relatif atau ketidakmungkinan yaitu suatu ketidakmungkinan relatif dari debitur untuk memenuhi prestasinya.
  • 16. b.Teori Penghapusan atau peniadaan kesalahan Teori atau ajaran penghapusan atau peniadaan kesalahan berarti dengan adanya overmacht terhapuslah kesalahan debitur atau overmacht peniadaan kesalahan. Sehinggga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak boleh atau bisa dipertanggung jawabkan (Harahap, 1986: 84). 4.6. Akibat Keadaan Memaksa Ada tiga akibat keadaan memaksa, yaitu : Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (pasal 1244 KUH Perdata); Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara; Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam pasal 1460 KUH perdata. Ketiga akibat itu dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Akibat keadaan memaksa absolut, yaitu akibat nomor a dan c. 2. Akibat keadaan memaksa relative, yaitu akibat nomor b. Menurut Soebekti (2001: 144), untuk dapat dikatakan suatu “Keadaan Memaksa” (overmacht/force mayure) bila keadaan itu: 1. Di luar kekuasaannya; 2. Memaksa; atau 3. Tidak dapat diketahui sebelumnya. Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolute), contohnya, bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat tidak mutlak (relative), contohnya berupa suatu keadaan dimana kontrak masih dapat dilaksanakan, tapi dengan biaya yang lebih tinggi, misalnya terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi pemerintah terhadap produk tertentu; krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor produk terhenti sementara; dan lain-lain. 5. Risiko 5. 1.Pengertian Risiko Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer (ajaran tentang risiko). Resicoleer adalah suatu ajaran, yiatu seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian yang kedua belah pihak diwajibkan untuk melakukan prestasi, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat
  • 17. antara keduanya. Yang termasuk perjanjian timbal balik, yiatu jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan lain-lain. Menurut Soebekti (2001: 144), Risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam kontrak. Disini berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari risiko itu hanyalah kepada salah satu pihak saja, dan alangkah baiknya dalam setiap kontrak itu resiko diletakkan dan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak. 5. 2.Pengaturan Risiko dalam KUH Perdata 1. Menurut Pasal 1237 KUH Perdata, dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. 2. Menurut Pasal 1460 KUH Perdata, jika kebendaan yang dipikul itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. Pasal ini mengatur mengenai risiko dalam perjanjian jual-beli. 3. Menurut Pasal 1545 KUH Perdata, jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memnuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah diberikan dalam tukar-menukar. Pasal ini mengatur mengenai risiko dalam perjanjian tukarmenukar. 4. Menurut Pasal 1553 ayat (1) KUH Perdata, jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka perjanjian sewa gugur demi hukum. Pasal ini mengatur mengenai risko dalam risiko perjanjian sewa-menyewa.
  • 18. PENUTUP A. Kesimpulan Untuk memahami dan membentuk suatu perjanjian maka para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer, yakni syarat subjektif: adanya kata sepakat untuk mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, sedangkan syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Oleh sebab itu, dalam melakukan perbuatan hukum membuat suatu kontrak/perjanjian haruslah pula memahami asas-asas yang berlaku dalam dasar suatu kontrak/perjanjian antara lain: asas kebebasan berkontrak, asas konsesnsualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian. Dari kelima asas yang berdasarkan teori ilmu hukum tersebut ditambahkan delapan asas hukum perikatan nasional yang merupakan hasil rumusan bersama berdasarkan kesepakatan nasional antara lain: asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moralitas, asas kepatutan, asas kebiasaan dan asas perlindungan.Dengan demikian telah diketahui bersama mengenai asas-asas yang berlaku secara umum dalam hal membentuk atau merancang suatu kontrak di dalam kegiatan hukum. B. SARAN Bagi para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatuperjanjian/kontrak hendaklah terlebih dahulu memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar suatu perjanjian, terlebih lagi mengenai asas-asas yang berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani perjanjian/kontrak tersebut sehingga dapat terhindari hal-hal yang tidak diinginkan dan terlaksananya tujuan melakukan kontrak. Sangat disarankan pula bagi para pihak minimal membaca dan mengerti akan kontrak yang akan ditandatanganinya sehingga jelas akan hak dan kewajiban kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam berkontrak. Umumnya hal ini ditujukan kepada pihak tertentu yang memiliki posisi yang lemah.