1. Enget
untuk
Sekolah
Menengah
Kejuruan
KRIYA KAYU
Enget
untuk SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
2. Enget. dkk
KAYU
KRIYA
Untuk SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
3. Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
KAYU
KRIYA
Untuk SMK
Penulis : Enget dkk
Ukuran Buku : x cm
……
ENG Enget dkk
K Kriya Kayu: untuk SMK/oleh Enget dkk. Jakarta:Pusat Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
vi. 482 hlm
ISBN - - -
Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
Diperbanyak oleh….
4. KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah
melaksanakan penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari
penulis untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi
siswa SMK.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang
memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya
kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas
oleh para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download),
digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat.
Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya
harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan
ditayangkannya soft copy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat
untuk mengaksesnya sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh
Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat
memanfaatkan sumber belajar ini.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini.
Selanjutnya, kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar
dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami
menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.
Jakarta,
Direktur Pembinaan SMK
iii
5. KATA PENGANTAR
Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mempersiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas, unggul, tangguh, berteknologi tinggi,
mampu berkompetisi, mempunyai kompetensi yang memadai dan
mampu bersaing secara global. Di dalam era global saat ini di satu sisi
membawa persaingan yang semakin ketat namun disisi lain membuka
peluang kerjasama. Untuk menghadapi persaingan dan memanfaatkan
peluang tersebut maka diperlukan sumber daya manusia yang mampu
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pendidikan menengah
kejuruan memainkan peranan yang sangat penting untuk menyiapkan
sumber daya manusia di dalam era global tersebut, karena dengan
lulusan yang memiliki kompetensi akan menjadi tenaga kerja yang
mampu berperan sebagai faktor keunggulan yaitu tenaga kerja yang
menguasai ilmu pengetahuan, memiliki keterampilan tinggi, dan
berperilaku profesional.
Proses pembelajaran di sekolah merupakan suatu proses transfer
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada siswa. Demikian
juga proses pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
khususnya program keahlian kriya keramik, bahwa penguasaan
kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) juga dapat
berlangsung sehingga lulusannya memiliki kompetensi yang benar-benar
dikuasai untuk bekal dalam kehidupannya.
Saat ini buku-buku penunjang mata pelajaran produktif kriya keramik
masih sangat jarang, kalaupun ada buku-buku tersebut ditulis dalam
bahasa asing. Mengingat pentingnya informasi tentang materi
pembelajaran kriya keramik, maka kami mencoba menulis buku kriya
keramik yang dapat menjadi pegangan untuk guru dan siswa dalam
proses pembelajaran di sekolah.
Buku kriya keramik ini disusun berdasarkan Standar Kompetensi
Nasional (SKN) serta Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Program Keahlian
Kriya Keramik SMK. Isi buku ini meliputi materi menggambar yang
meliputi membuat nirmana, menggambar teknik, dan menggambar
ornament serta seluruh proses pembentukan keramik yang meliputi
pengetahuan umum tentang keramik; bahan baku tanah liat dan glasir;
pengujian tanah liat; penyiapan bahan tanah liat dan glasir; teknik
pembentukan; penerapan dekorasi dengan tanah liat, slip, dan glasir;
teknik pengglasiran; serta proses penyusunan dan pembakaran benda
keramik. Buku kriya keramik ini juga dilengkapi dengan informasi tentang
sejarah keramik, daftar istilah (glosarium), informasi tentang bahan
iv
6. keramik beracun, serta kesalahan dalam pembuatan keramik dan
perbaikannya. Dengan berpedoman pada Standar Kompetensi Nasional
(SKN) maka diharapkan buku kriya keramik ini dapat memberikan
informasi yang lebih lengkap tentang kompetensi yang ada pada
pekerjaan bidang kriya keramik, untuk itu penguasaan kompetensi
(pengetahuan, keterampilan, dan sikap) diharapkan dapat dicapai melalui
informasi yang ada dalam buku kriya keramik ini. Kami mengharapkan
buku kriya keramik ini bermanfaat bagi guru maupun siswa untuk
memahami, mempelajari dan mempraktikkannya di sekolah
Mengingat banyak cakupan informasi tentang keramik, maka buku ini
mungkin belum dapat disajikan secara lengkap mengingat keterbatasan
yang ada, untuk itu masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk
menambah lengkapya buku kriya keramik ini sangat kami harapkan
sehingga buku kriya keramik ini menjadi lebih sempurna dan bermakna
bagi siswa.
Akhir kata kami berharap semoga buku kriya keramik ini dapat
bermanfaat khususnya untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Program Keahlian Kriya Keramik dalam rangka peningkatan penguasaan
kompetensi.
Tim Penyusun
v
7. DAFTAR ISI
Hal
KATA SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xvi
SINOPSIS xxvii
DESKRIPSI KONSEP PENULISAN xxx
PETA KOMPETENSI xxxiii
BAGIAN A
1. MEMBUAT NIRMANA 1
1.1. Mengeksplortasi garis dan Bidang 6
1.1.1. Garis 6
1.1.2. Bidang 8
1.2. Menggambar huruf 11
1.2.1. Pemahaman terhadap jenis, karakter dan anatomi 11
masing-masing huruf
1.2.2. Menggambar Huruf, Logo, Inisial, dan Slogan 15
1.3. Menggambar Alam Benda 25
1.3.1. Alat dan bahan 25
1.3.2. Menggambar dengan memperhatikan arah cahaya 25
1.3.3. Menggambar dengan arsir/gelap terang 26
1.3.4. Menggambar dengan memperhatikan proporsi dan 27
komposisi dengan tepat.
1.4. Menggambar Flora Fauna 28
1.4.1. Pemahaman obyek-obyek sesuai bentuk dan 28
karakternya
1.4.2. Menggambar flora dan fauna sesuai bentuk, 29
proporsi, anatomi, dan karakternya.
1.5. Menggambar Manusia 31
1.5.1. Menggambar manusia dengan proporsi 31
1.5.2. Menggambar bagian dari tubuh manusia 31
1.6. Membuat Nirmana Tiga Dimensi 33
1.6.1. Ruang lingkup bidang bersaf/berjajar dalam 33
nirmanan ruang.
1.6.2. Konstruksi dan Perakitan 38
vi
8. 2. MENGGAMBAR TEKNIK 41
2.1. Menggambar Proyeksi 43
2.2. Menggambar Perspektif 47
2.2.1. Gambar perspektif satu titik hilang 48
2.2.2. Gambar perspektif dua titik hilang 49
2.2.3. Gambar perspektif tiga titik hilang 49
2.3. Menggambar Gambar kerja 50
2.3.1. Gambar Proyeksi 50
2.3.2. Gambar perspektif 50
2.3.3. Menentukan garis, ukuran dan skala 51
2.3.4. Format penampilan gambar 59
3. MENGGAMBAR ORNAMEN 61
3.1. Menggambar Ornamen Primitif 61
3.1.1. Pengetahuan tentang ornamen Primitif 61
3.1.1. Penempatan ornament primitive pada sebuah 62
bidang
3.1.2. Konsistensin pengulangan bentuk yang diterapkan 63
pada ornamen primitif
3.2. Menggambar Ornamen Tradisional dan Klasik 65
3.2.1. Latar belakang sejarah ornamen tradisional dan 65
klasik
3.2.2. Ornamen Tradisional dan Klasik yang ada di 66
Indonesia
3.3. Menggambar Ornamen Modern 70
BAGIAN B
4. PENDAHULUAN 74
4.1. Keramik 74
4.2. Materi Buku 78
5. SEJARAH KERAMIK 81
5.1. Sejarah Singkat Keramik Dunia 84
5.2. Keramik Seni Kuno 86
5.3. Penemuan Keramik 86
5.4. Keramik di Beberapa Belahan dunia 89
5.4.1. Timur dekat (near east) 89
5.4.2. Timur jauh (far east) 91
5.5. Sejarah Keramik di Indonesia 96
5.5.1. Jaman Penjajahan Belanda 100
5.5.2. Jaman Pendudukan Tentara Jepang 101
5.5.3. Jaman Pemerintah Republik Indonesia 101
vii
9. 6. TANAH LIAT 104
6.1. Asal-usul Usul Tanah Liat 104
6.1.1. Proses Pembentukan Tanah Liat secara Alami 104
6.1.2. Pembentukan Meneral-Mineral Kulit Bumi 105
6.1.3. Peranan Tenaga Endogen dan Eksogen terhadap 106
Pembentukan Tanah Liat
6.1.4. Proses Terbentuknya Tanah Liat Primer dan 107
Sekunder
6.2. Jenis-Jenis Tanah Liat 112
6.2.1. Perubahan Fisika Tanah Liat Primer dan Sekunder 112
Setelah Dibakar
6.2.2. Sifat-Sifat Umum Tanah Liat 115
6.2.3. Jenis, Sifat, Fungsi Tanah Liat dan Bahan Lain 125
6.3. Pengembangan Formula Badan Tanah Liat 131
6.3.1. Campuran Sistem Garis (Line Blend) 132
6.3.2. Campuran Sistem Segitiga (Triaxial Blend) 132
6.4. Badan Tanah Liat 135
6.4.1. Badan Keramik Earthenware 135
6.4.2. Badan Keramik Stoneware 138
6.4.3. Badan Keramik Porselin 142
6.5. Problem Badan Tanah Liat dan Perbaikannya 144
7. PENGUJIAN DAN PENYIAPAN CLAY BODY 145
7.1. Peralatan dan Perlengkapan Keselamatan dan 146
Kesehatan Kerja
Peralatan 146
7.1.1.
Perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 152
7.1.2.
7.2. Bahan 152
7.3. Pengujian Clay Body 154
7.3.1. Pemilihan Formula (Campuran) Clay Body 155
7.3.2. Penyiapan Clay Body untuk Pengujian 157
7.3.3. Pengujian Plastisitas Clay Body 159
7.3.4. Pengujian Susut Kering Clay Body 162
7.3.5. Pengujian Suhu Kematangan Clay Body 166
7.3.6. Pengujian Susut Bakar Clay Body 173
7.3.7. Pengujian Porositas Clay Body 176
7.3.8. Analisis Hasil Pengujian Clay Body 178
179
Penyiapan Clay Body
7.4.
7.4.1. Penyiapan Clay Body dari Tanah Liat Alam secara 180
Manual Basah
7.4.2. Penyiapan Clay Body dari Tanah Liat Alam secara 183
Manual Kering
viii
10. 7.4.3. Penyiapan Clay Body dari Tanah Liat Alam secara 185
Masinal Basah
7.4.4. Penyiapan Clay Body dari Prepared Hard Mineral 189
secara Masinal Basah
7.4.5. Penyiapan Clay Body untuk Teknik Pembentukan 192
Cetak Tuang
8. PEMBENTUKAN BENDA KERAMIK 198
8.1. Peralatan Pembentukan 199
8.1.1. Alat Bantu 200
8.1.2. Alat Pokok 202
8.1.3. Perlengkapan 207
8.1.4. Perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 209
8.2. Bahan 210
8.2.1. Persyaratan Tanah Liat 211
8.2.2. Penyiapan Tanah Liat 211
8.3. Pembentukan dengan Teknik Pijit (Pinching) 214
8.3.1. Peralatan 216
8.3.2. Bahan 216
8.3.3. Proses Pembentukan 217
8.4. Pembentukan Teknik Pilin (Coiling) 219
8.4.1. Teknik Membuat Pilinan Tanah Liat 220
8.4.2. Peralatan 221
8.4.3. Bahan 221
8.4.4. Proses Pembentukan 221
8.5. Pembentukan Teknik Lempeng (Slab Building) 227
8.5.1. Peralatan 229
8.5.2. Bahan 230
8.5.3. Proses Pembetukan 230
8.6. Pembentukan dengan Teknik Putar Centering 240
8.6.1. Peralatan 242
8.6.2. Bahan 242
8.6.3. Fungsi Tangan dalam Pembentukan Teknik Putar 242
8.6.4. Pemasangan Alas Pembentukan 243
8.6.5. Tahap Pembentukan Teknik Putar 245
8.6.6. Pembentukan Silindris 247
8.6.7. Pembentukan Mangkok 252
8.6.8. Pembentukan Piring 258
8.6.9. Pembentukan Vas 263
8.6.10. Pembentukan Wadah Bertutup 267
8.6.11. Bentuk Bibir Benda Keramik (Lip) 273
8.6.12. Bentuk Kaki Benda Keramik (Foot) 274
8.6.13. Trimming dan Turning 275
8.6.14. Penggabungan Dua Bentuk Hasil Putaran 276
8.6.15. Penggabungan Hasil Bentuk Putaran dengan Bagian 282
Lain
ix
11. 8.6.16. Problem Pembentukan Teknik Putar dan 298
Perbaikannya
8.7. Pembentukan dengan Teknik Putar Pilin 301
8.7.1. Peralatan 301
8.7.2. Bahan 302
8.7.3. Proses Pembentukan 302
8.8. Pembentukan dengan Teknik Putar Tatap 307
8.8.1. Peralatan 308
8.8.2. Bahan 308
8.8.3. Proses Pembentukan 308
8.9. Pembentukan dengan Teknik Cetak 313
8.9.1. Peralatan 314
8.9.2. Bahan 314
8.9.3. Penyiapan Gips 316
8.10. Pembentukan dengan Teknik Cetak Tekan 317
8.10.1. Proses Pembuatan Model 318
8.10.2. Proses Pembuatan Cetakan 320
8.10.3. Proses Pencetakan 321
8.11. Pembentukan dengan Teknik Cetak Tuang 323
8.11.1. Peralatan 325
8.11.2. Bahan 326
8.11.3. Proses Pembentukan dengan Teknik Cetak Tuang 326
Model Bebas
8.11.4. Proses Pembuatan Model 328
8.11.5. Proses Pembuatan Cetakan Gips 329
8.11.6. Proses Pencetakan 332
8.11.7. Pembentukan dengan Teknik Cetak Tuang Model 333
Bubut
8.11.8. Proses Pembuatan Model Bubut 334
8.11.9. Proses Pembuatan Cetakan Gips 338
8.11.10. Proses Pencetakan Benda Keramik 341
8.12. Pembentukan dengan Teknik Jigger-Jolley 343
8.12.1. Bagian-bagian dari Alat jigger-jolley 345
8.12.2. Peralatan 347
8.12.3. Bahan 347
8.12.4. Proses Pembentukan 347
9. DEKORASI KERAMIK 352
9.1. Peralatan 353
9.1.1. Alat Bantu 353
9.1.2. Alat Pokok 358
9.1.3. Perlengkapan 359
9.1.4. Perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 361
9.2. Bahan 362
9.2.1. Tanah liat 362
9.2.2. Slip Tanah 363
x
12. 9.2.3. Pewarna 364
9.2.4. Air 366
9.3. Dekorasi Pembentukan 367
9.3.1. Dekorasi Marbling body 368
9.3.2. Dekorasi Nerikomi 373
9.3.3. Dekorasi Agateware 376
9.4. Dekorasi Tanah Liat Plastis 379
9.4.1. Dekorasi Teknik Faceting 379
9.4.2. Dekorasi Teknik Combing 382
9.4.3. Dekorasi Teknik Feathering 384
9.4.4. Dekorasi Teknik Marbling 385
9.4.5. Dekorasi Teknik Impressing 386
9.4.6. Dekorasi Teknik Relief 389
9.5. Dekorasi Badan Tanah Liat Leather Hard 391
9.5.1. Dekorasi Teknik Sqraffito 391
9.5.2. Dekorasi Teknik Toreh Lapis (Inlay) 392
9.5.3. Dekorasi Teknik Engobe 395
9.5.4. Dekorasi Teknik Ukir (Carving) 398
9.5.5. Dekorasi Teknik Tembus (Piercing) 401
9.5.6. Dekorasi Teknik Gosok (Burnishing) 402
9.5.7. Dekorasi Teknik Embossing 404
9.6. Dekorasi Glasir 406
9.6.1. Dekorasi Underglaze 406
9.6.2. Dekorasi Over Glaze 408
9.6.3. Dekorasi In Glaze 410
10. GLASIR 413
10.1. Pengertian Glasir 413
10.2. Keseimbangan Glasir 414
10.3. Bahan Glasir 417
10.4. Bahan Pewarna Glasir 419
10.4.1. Oksida Pewarna 419
10.4.2. Pewarna Stain/Pigmen 423
10.5. Jenis-jenis glasir 424
10.5.1. Menurut Cara Pembuatan 424
10.5.2. Menurut Temperatur Pembakaran 424
10.5.3. Menurut Bahan yang Digunakan 425
10.5.4. Menurut Kondisi Pembakaran 425
10.5.5. Menurut Sifat Setelah Pembakaran: 425
10.6. RO Formula 426
10.6.1. Sumber RO 427
10.6.2. Sumber R2O3 428
10.6.3. Sumber RO 2 429
10.7. Resep dan Formula Glasir 429
10.7.1. Formula Glasir Suhu Rendah 430
xi
13. 10.7.2. Formula Glasir Suhu Menengah 431
10.7.3. Formula Glasir Suhu Tinggi 434
10.8. Campuran Glasir 435
10.9. Hitung Glasir 436
10.9.1. Rumus Seger 436
10.9.2. Unity Formula 436
10.9.3. Perhitungan Glasir Sederhana. 437
10.9.4. Perhitungan Glasir dari Formula ke Resep. 438
10.9.5. Perhitungan Glasir dari Resep ke Formula 439
10.9.6. Limit Formula 440
10.10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Glasir 441
10.10.1. Bahan-bahan yang digunakan 441
10.10.2. Badan Tanah Liat untuk Barang Keramik 441
10.10.3. Panas dalam Ruang Pembakaran 442
10.10.4. Tipe Tungku dan Bahan Bakarnya 442
10.10.5. Atmosfer Tungku 442
10.10.6. Penerapan Glasir 443
11. PENYIAPAN GLASIR DAN PENGGLASIRAN 444
11.1. Peralatan dan Perlengkapan Keselamatan dan 445
Kesehatan Kerja
11.1.1. Peralatan 445
11.1.2. Perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 448
11.2. Bahan 449
11.2.1. Bahan Mentah Glasir 450
11.2.2. Bahan Pewarna Glasir 452
11.3. Penyusunan Campuran Glasir 454
11.3.1. Menurut Perbandingan Bahan-Bahan yang Dipakai 454
11.3.2. Menurut Perbandingan Oksida Unsur 454
11.3.3. Menurut Rumus Segger 455
11.4. Penyiapan Glasir 457
11.4.1. Bahan 450
11.4.2. Proses Penyiapan Glasir 460
11.5. Teknik Pengglasiran 462
11.5.1. Teknik Tuang (Pouring) 465
11.5.2. Teknik Celup (Dipping) 467
11.5.3. Teknik Semprot (Spraying) 468
11.5.4. Teknik Kuas (Brush) 469
11.6. Kesalahan dalam Pengglasiran dan Cara 472
Mengatasinya
12. TUNGKU DAN PEMBAKARAN 476
12.1. Tungku Pembakaran 476
12.1.1. Klasifikasi Tungku 478
12.1.2. Kiln Furniture 481
12.1.3. Pengukur Temperatur (Suhu) 484
xii
14. 12.2. Pembakaran 490
12.2.1. Pengertian Perubahan Keramik (Ceramic Change) 490
12.2.2. Perubahan yang Terjadi pada Pembakaran Keramik 491
12.2.3. Tahap Pembakaran Biskuit 492
12.2.4. Prinsip-Prinsip Reaksi Pembakaran 493
12.2.5. Pembakaran Tunggal Single Firing 495
12.2.6. Sirkulasi Api 496
12.2.7. Grafik Pembakaran 498
12.2.8. Problem Pembakaran Biskuit dan Pemecahannya. 499
12.3. Penyusunan dan Pembongkaran Benda dari 500
dalam Tungku Pembakaran
12.3.1. Peralatan dan Kiln Furniture 501
12.3.2. Perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 501
12.3.3. Bahan 502
12.3.4. Penyusunan Benda dalam Tungku Pembakaran 503
12.3.5. Pembongkaran Benda Keramik dari dalam Tungku 505
Pembakaran
12.3.6. Membereskan Pekerjaan 507
12.4. Pengoperasian Tungku Pembakaran 507
12.4.1. Pengoperasian Tungku Bahan Bakar Padat (Kayu) 507
12.4.2. Pengoperasian Tungku Bahan Bakar Cair (Minyak 510
Tanah)
12.4.3. Pengoperasian Tungku Bahan Bakar Gas 519
12.4.4. Mengoperasikan Tungku Bahan Bakar Listrik 524
12.5. Kesalahan dalam Pembakaran dan Cara 532
Mengatasi
12.6.1. Beberapa Kesalahan pada Tahap Pembakaran 532
12.6.2. Penanggulangan Kesalahan pada Tahap 532
Pembakaran
12.6.3. Lubang yang Muncul pada Permukaan (Spit out) 532
PENUTUP 533
DAFTAR PUSTAKA 535
LAMPIRAN 539
1. Produk Keramik 539
2. Bahan Keramik Beracun 551
3. Kesalahan-Kesalahan dalam Pembuatan Keramik dan 555
Perbaikannya
4. Unsur, simbol, dan Berat Atom (BA) 565
5. Formula dan Berat Ekuivalen Bahan-Bahan Keramik 566
6. Problem Badan Tanah Liat dan Perbaikannya 568
7. Kegunaan Bahan Tanah Liat dalam Badan Keramik 569
8. Sifat-Sifat Beberapa Jenis Tanah Liat Secara Umum 570
GLOSARIUM 571
xiii
15. DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1. Jenis dan fungsi garis 51
Tabel 2.2. Macam skala 56
Tabel 2.3. Skala gambar yang dianjurkan 56
Tabel 6.1. Heatwork: Perubahan bentuk material keramik oleh 114
panas.(sumber: www.users.stlcc.edu)
Tabel 6.2. Pencampuran sistem garis 132
Tabel 6.3. Pencampuran yang dikembangkan 134
Tabel 6.4. Kegunaan tanah liat dalam badan keramik 134
(sumber:John W. Conrad)
Tabel 6.5. Pengembangan formula badan tanah liat 138
Tabel 6.6. Problem badan tanah liat dan perbaikannya 144
(sumber:John W. Conrad)
Tabel 7.1. Pencampuran tanah liat sistem garis. 155
Tabel 7.2. Pencampuran tanah liat yang dikembangkan. 157
Tabel 7.3. Format hasil pengujian plastisitas tanah liat 162
Tabel 7.4. Format hasil pengujian susut tanah liat 165
Tabel 7.5. Daftar pembakaran benda uji suhu kematangan 169
tanah liat.
Tabel 7.6. Perubahan Fisika dan Kimia dalam proses 170
pembakaran.
Tabel 7.7. Sifat-sifat fisika tanah liat sebelum dan sesudah 171
dibakar.
Tabel 7.8. Hasil pengujian suhu kematangan tanah liat. 172
Tabel 7.9. Hasil pengujian susut bakar tanah liat. 176
Tabel 7.10. Hasil pengujian porositas. 178
Tabel 7.11. Hasil pengujian tanah liat. 178
Tabel 8.1. Problem pembentukan teknik putar dan cara 298
perbaikan
Tabel 9. 1. Daftar pewarna oksida dan hasil bakar oksidasi. 364
Tabel 9. 2. Daftar kombinasi pewarna oksida dan hasil bakar 365
oksidasi.
Tabel 9. 3. Komposisi bahan engobe 395
Tabel 9. 4. Pewarna untuk engobe. 396
Tabel 10.1. Titik leleh mineral dan kombinasinya (sumber: Greg 416
Daly)
Tabel 10.2. Daftar pewarna oksida dan hasil bakar oksidasi 420
Tabel 10.3. Daftar pewarna oksida dan hasil bakar reduksi. 421
Tabel 10.4. Daftar kombinasi pewarna oksida dan hasil bakar 422
oksidasi.
Tabel 10.5. Daftar kombinasi pewarna oksida dan hasil bakar 422
reduksi.
Tabel 10.6. RO formula (sumber: Glenn Nelson) 426
xiv
16. Tabel 11.1. Kesalahan dalam pengglasiran dan cara mengatasi. 473
(sumber: Peter Cosentino)
Tabel 12.1. Daftar pyrometric cone (sumber: Glenn Nelson) 489
Tabel 12.2. Heatwork: Perubahan bentuk material keramik oleh 497
panas (sumber: www.users.stlcc.edu)
Tabel 12.3. Problem pembakaran biskuit dan pemecahannya. 499
(sumber: peter Cosentino)
Tabel 12.4. Trayek pembakaran biskuit dengan tungkubahan 524
bakar gas (sumber: Port-O kiln)
xv
17. DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1.1. Titik 2
Gambar 1.2. Bebagai macam garis 2
Gambar 1.3. Berbagai macam bidang 3
Gambar 1.4. Berbagai macam bentuk tiga dimensi 3
Gambar 1.5. Lingkaran warna 4
Gambar 1.6. Berbagai macam tekstur 5
Gambar 1.7. Beberapa bentuk bidang 8
Gambar 1.8. Komposisi garis horizontal dan vertikal 9
Gambar 1.9. Komposisi garis dinamis 9
Gambar 1.10. Komposisi garis repetisi 9
Gambar 1.11. Komposisi bidang yang berirama 10
Gambar 1.12. Komposisi bidang yang kontras 10
Gambar 1.13. Komposisi bidang yang acak 10
Gambar 1.14. Komposisi bidang yang simetris 10
Gambar 1.15. Contoh huruf berat dan ringan 13
Gambar 1.16. Bagian-bagian huruf 14
Gambar 1.17. Huruf besar 14
Gambar 1.18. Huruf kecil 15
Gambar 1.19. Huruf normal (perbandingan 3:5) 15
Gambar 1.20. Huruf meninggi (perbandingan 1:3) 15
Gambar 1.21. Huruf melebar (perbandingan 1:1) 16
Gambar 1.22. Contoh beberapa gambar logo 18
Gambar 1.23. Contoh Inisial 20
Gambar 1.24. Contoh Slogan 22
Gambar 1.25. Bola yang diterpa cahaya (Sumber: Atisah S.) 26
Gambar 1.26. Arsir searah (Sumber: Taufiq) 26
Gambar 1.27. Arsir searah (Sumber: Taufiq) 26
Gambar 1.28. Arsir searah (Sumber: Taufiq) 27
Gambar 1.29. Arsir searah (Sumber: Taufiq) 27
Gambar 1.30. Contoh gambar alam benda (Sumber: Taufiq) 28
Gambar 1.31. Contoh gambar alam benda (Sumber: Taufiq) 28
Gambar 1.32. Daun (Sumber: Taufiq) 29
Gambar 1.33. Buah-buahan (Sumber: Taufiq) 29
Gambar 1.34. Kuda (Sumber: Saraswati) 30
Gambar 1.35. Singa (Sumbrer: Agus Sachari) 30
Gambar 1.36. Proporsi tubuh manusia (Sumber: Mofit) 31
Gambar 1.37. Wajah (Sumber: Agus Sachari) 32
Gambar 1.38. Tangan (Sumber: Agus Sachari) 32
Gambar 1.39. Garis berawal dari titik 33
Gambar 1.40. Bidang berawal dari garis 33
Gambar 1.41. Ruang berawal dari bidang 34
Gambar 1.42. Sederatan bidang yang membentuk ruang 34
Gambar 1.43. Pengulangan bidang 34
xvi
18. Gambar 1.44. Ukuran gradasi bentuk berulang 35
Gambar 1.45. Bentuk gradasi ukurannya berulang 35
Gambar 1.46. Bentuk ukuran gradasi 35
Gambar 1.47. Bidang bujur sangkar yang bersaf tegak 36
Gambar 1.48. Jarak antar bidang ynag sempit 36
Gambar 1.49. Jarak antar bidang naik turun 36
Gambar 1.50. Bidang diputar pada sumbu tegak 37
Gambar 1.51. Bidang diputar pada sumbu datar 37
Gambar 1.52. Bidang diputar pada bidang sendiri 37
Gambar 1.53. Bidang yang disusun membentuk lingkaran 38
Gambar 1.54. Bidang yang disusun berkelok-kelok 38
Gambar 1.55. Contoh karya nirmana ruang (sumber: Agus 38
Sachari)
Gambar 1.56. Contoh karya nirmana ruang (sumber: Agus 39
Sachari)
Gambar 1.57. Contoh karya nirmana ruang (sumber: Agus 39
Sachari)
Gambar 1.58. Contoh karya nirmana ruang (sumber: Agus 39
Sachari)
Gambar 1.59. Contoh karya nirmana ruang (sumber: Agus 39
Sachari)
Gambar 2.1. Urutan proyeksi Eropa 44
Gambar 2.2. Proyeksi Eropa 45
Gambar 2.3. Asas proyeksi Amerika 45
Gambar 2.4. Urutan proyeksi Eropa 46
Gambar 2.5. Proyeksi Amerika 46
Gambar 2.6. Perspektif satu titik hilang 48
Gambar 2.7. Perspektif dua titik hilang 49
Gambar 2.8. Perspektif tiga titik hilang 49
Gambar 2.9. Penggunaan garis tebal 51
Gambar 2.10. Penggunaan garis tipis 52
Gambar 2.11. Penggunaan garis putus-putus 22
Gambar 2.12. Penggunaan garis strip titik strip 52
Gambar 2.13. Penggunaan garis titik-titik 52
Gambar 2.14. Penulisan angka ukuran, garis ukuran, dan garis 53
pemisah yang benar
Gambar 2.15. Garis ukuran dengan anak panah kiri atau kanan 54
garis gambar.
Gambar 2.16. Penulisan angka ukuran yang salah 54
Gambar 2.17. Penulisan angka ukuran yang benar 54
Gambar 2.18. Penulisan garis dan angka ukuran untuk ukuran 55
yang pendek
Gambar 2.19. Penulisan garis ukuran jari-jari lingkaran 55
Gambar 2.20. Penulisan garis ukuran garis tengah lingkaran 55
Gambar 2.21. Panjang garis sebenarnya dan panjang garis dalam 57
berbagai skala
xvii
19. Gambar 2.22. Bentuk persegi panjang sebenarnya dan dalam 57
skala 1 : 2
Gambar 2.23. Bentuk kubus sebenarnya dan dalam skala 1 : 2 57
Gambar 2.24. Irisan penampang penuh 58
Gambar 2.25. Irisan penampang setengah 58
Gambar 2.26. Format penampilan gambar kerja 59
Gambar 3.1. Motif Meander (Sumber: Sigit P) 62
Gambar 3.2. Motif Pilin (Sumber: Sigit P) 63
Gambar 3.3. Motif Tumpal (Sumber: Sigit P) 63
Gambar 3.4. Ornamen daerah Bali (sumber: Ngurah Swastapa) 67
Gambar 3.5. Ornamen daerah Jawa Timur (sumber: Ngurah 67
Swastapa)
Gambar 3.6. Ornamen daerah Surakarta (sumber: Ngurah 67
Swastapa)
Gambar 3.7. Ornamen daerah Yogyakarta (sumber: Ngurah 67
Swastapa)
Gambar 3.8. Ornamen daerah Yogyakarta (sumber: Ngurah 68
Swastapa)
Gambar 3.9. Ornamen dari Pekalongan Jawa Tengah (sumber: 68
Ngurah Swastapa)
Gambar 3.10. Ornamen dariPajajaran Jawa barat (sumber: Ngurah 68
Swastapa)
Gambar 3.11. Ornamen dari Jepara Jawa Tengah (sumber: 68
Ngurah Swastapa)
Gambar 3.12. Ornamen dari Dayak Kalimantan (sumber: Ngurah 69
Swastapa)
Gambar 3.13. Ornamen daerah Sumatra (sumber: Ngurah 69
Swastapa)
Gambar 3.14. Ornamen dari Sulawesi (sumber: Ngurah Swastapa) 69
Gambar 3.15. Ornamen daerah Timor (sumber: Ngurah Swastapa) 69
Gambar 3.16. Ornamen tradisional (sumber: Wagiono) 70
Gambar 3.17. Ornamen tradisional (sumber: Wagiono) 70
Gambar 3.18. Ornamen modern bentuk geometris (Sumber: Hery 71
Suhersono)
Gambar 3.19. Ornamen modern bentuk organis (Sumber: Hery 71
Suhersono)
Gambar 3.20. Ornamen modern bentuk geometris (Sumber: Hery 72
Suhersono)
Gambar 3.21. Ornamen modern bentuk organis (Sumber: Hery 72
Suhersono
Gambar 3.22. Ornamen modern 72
motif manusia dan binatang (Sumber: Hery
Suhersono)
Gambar 3.23. Seni hias modern, bentuk organis (Sumber: Hery 72
Suhersono)
Gambar 3.24. Ornamen modern (sumber: Wagiono) 73
xviii
20. Gambar 3.25. Ornamen modern (sumber: Wagiono) 73
Gambar 4.1. Peralatan-peralatan dan salah satu gambar gua 74
pada jaman Paleolitik.(sumber:
http://archeologia.ah. edu)
Gambar 4.2. Contoh dekorasi pada kepingan keramik dan contoh 75
kendi keramik China pada jaman neolitik. (sumber:
http://archeologia.ah.edu)
Gambar 4.3. Porselin dan superkonduktor: contoh produk 76
keramik
tradisional dan keramik maju/modern. (sumber:
chemstryland.com)
Gambar 4.4. Ragam produk keramik: dari batu bata sampai 77
teaset porselin. (sumber: berbagai sumber)
Gambar 4.5. Alat putar listrik ( sumber: www.baileypottery.com) 78
Gambar 4.6. Membakar keramik atau gerabah secara tradisional. 79
(sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 4.7. Tungku pembakaran gas dan listrik yang lebih 80
modern. (sumber: www.baileypottery.com)
Gambar 5.1. Wadah kecil dari jaman prasejarah, dengan 81
dekorasi jejak-jejak jari tangan yang ditekan (kiri)
dan sebuah pot dengan bentuk unik ditemukan di
Liguria, NW Italia (kanan) (sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.2. Sebuah mangkok berdekorasi ditemukan pada 82
jaman tembaga di Inggris. Dekorasi yang
ditampilkan komplek dan jelas. (sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.3. Motif sederhana yang menggambarkan kepala 82
kerbau, ditemukan pada keramik Mesopotamia
millennium ke-4 SM sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.4. Membuat keramik dengan teknik putar(sumber: 83
ceramictoday.com)
Gambar 5.5. Pesawat Discovery yang menggunakan bahan 10
keramik pada beberapa suku cadangnya (kiri) dan
piranti computer yang beberapa komponennya
menggunakan keramik (atas)
Gambar 5.6. Caves of Lascaux: Kuda jantan dengan panah- 84
panah disekelilingnya (sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.7. Relief Bison pada tanah liat liat, ditemukan pada 85
jaman batu di Tuc d' Audoubert, S.W. France.
Diperkirakan 15,000 BC. (sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.8. Lukisan Bison pada jaman batu akhir, 85
diperkirakan 15000 tahun SM, ditemukan di Altimira,
xix
21. Spanyol. (sumber: www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.9. Caves of Lascaux: Ibex betina? (sumber: 85
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.10. Goresan kepala Bison pada lumpur tanah liat, 86
15000 tahun SM, ditemukan di Perancis. (sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.11. Dolni Vestonice “Venus” dari situs prasejarah di 87
Morovia dekat Brno, diyakini sebagai figurin
keramik tertua. (sumber:
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.12. Peta ditemukannya figurin tertua. (sumber: 87
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.13. Karakteristik bentuk keramik pada beberapa 88
periode arkeologis sumber: www.centuryone.org/
pottery.html).
Gambar 5.14. Kendi, pertengahan millennium ke-6 SM B.C.; 89
Hacilar I type Anatolia (Turki) tengah selatan
Ceramic with paint; H. 6 1/8 in. (15.6 cm) Gift of
Burton Y. Berry, 1964 (64.286.5). . (sumber:
www.metmuseum.org).
Gambar 5.15. Benda keramik berdekorasi ditemukandi situs Susa, 89
Iran Barat, 4000 tahun SM. (sumber:
www.metmuseum.org).
Gambar 5.16. Kendi dengan dekorasi kambing gunung , awal 90
millennium 4 SM; perioda Chalcolithic, Sialk III 7
type; Iran Tengah. (sumber: www.metmuseum.org)
Gambar 5.17. Kendi faience, Mesir, tertanggal 100-200 M. Koleksi 90
Freer Gallery of Art, Smithsonian,
Washington D.C. (www.answers.com)
Gambar 5.18. Benda keramik berbentuk guci pada awal perioda 91
kedinastian, Dinasti 1, 2960–2770 SM. Tinggi x
diameter: 8.6 x 3.9 cm (3 3/8 x 1 9/16 in.) Glasir:
Faience. (sumber: www.mfa.org)
Gambar 5.19. Keramik pada kebudayaan Yang-Shao. (sumber: 91
www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.20. Terracotta yang terkenal dari China: 8099 figure 92
terracotta tentara dengan ukuran sebenarnya. Di
tempatkan di Mausoleum of the First Qin Emperor.
Figure ini ditemukan tahun 1974 di dekat Xian
Propinsi Shaanxi. (sumber: www.3info2u.com/info_
terracotta_figures_china.htm)
Gambar 5.21. Contoh Motif keramik pada kebudayaan Yang-Shao. 93
(sumber: www.ceramicstudies.me.uk)
Gambar 5.22. Produk keramik dari Dinasti Chou. 93
(sumber: www.artsmia.org/art-of asia/ceramics/)
Gambar 5.23. Gambar 5.23. Onta dari earthenware dengan glasir 94
sancai.Tang Dynasty, abad ke 7 atau 8 M.
xx
22. (sumber: www.artsmia.org/art-of asia/ceramics/)
Gambar 5.24. Produk Keramik dari Dinasti Sung. (sumber: 94
www.artsmia.org/art-of asia/ceramics/)
Gambar 5.25. Botol celadon pada perioda Koryo dengan desain 95
inlay Chrysanthemum dan kupu-kupu Koryo
Dynasty, abad ke 12-Korea The Ho-Rim Museum.
(sumber: www.korean-arts.com)
Gambar 5.26. Keramik earthenware Korea pada jaman 95
neolitik(sumber: www.korean-arts.com)
Gambar 5.27. Keramik dibentuk dengan pilin, Jepang, Periode 95
Jomon kira-kira 2500 SM. (atas). Keramik pada
jaman pertengahan Jomon (bergaya Daigi) (sumber:
www.myspace.com)
Gambar 5.28. Tembikar-tembikar yang ditemukan di situs 96
Batujaya. (sumber: www.budpar.go.id)
Gambar 5.29. Fragmen terracotta yang ditemukan di situs 97
Batujaya. (sumber: www.budpar.go.id)
Gambar 5.30. Bentuk kepala terbuat dari terracotta pada 97
penanggalan abad ke 10. (sumber: heritage
indonesia)
Gambar 5.31. Terracotta peninggalan zaman Mojopahit. (sumber: 98
heritage indonesia)
Gambar 5.32. Adanya keramik di Indonesia sering dibuktikan 98
dengan relief candi. (sumber: heritage indonesia)
Gambar 5.33. Membuat keramik dengan teknik putar tatap (paddle 99
and anvil technique)(sumber: Koleksi studio
keramik)
Gambar 5.34. Keramik Sung (China) yang mempengaruhi 100
perkembangan keramik Indonesia (sumber:
www.britannica.com)
Gambar 5.35. Keramik Plered koleksi Istana Negara Republik 101
Indonesia.
Gambar 5.36. Produk pabrik keramik Sango 102
Gambar 5.37. Keramik Lombok (sumber: http://bidytour- 103
lombok.com)
Gambar 5.38. Keramik Kasongan 103
(sumber: Album keramik Kasongan)
Gambar 6.1. Proses pelapukan batuan granit(sumber: Frank and 107
Janet Hammer)
Gambar 6.2. Proses pembentukan tanah liat primer dan sekunder 108
Gambar 6.3. Bentuk partikel tanah liat(sumber: F.H. Norton) 108
Gambar 6.4. Asal usul tanah liat secara sederhana (sumber: 109
Frank and Janet Hammer).
Gambar 6.5. Dua partikel kwarsa dengan lapisan air (sumber: 110
F.H. Norton)
Gambar 6.6. Dua partikel tanah liat plastis dipisahkan oleh 112
lapisan air (sumber: F.H. Norton)
xxi
23. Gambar 6.7. Partikel dan struktur tanah liat (sumber: Frank 115
Hammer and Janet Hammer)
Gambar 6.8. Tanah liat yang memiliki daya kerja (sumber: 116
Koleksi studio keramik)
Gambar 6.9. Tanah liat plastis, kering, dan biskuit (sumber: 118
Koleksi studio keramik)
Gambar 6.10. Tahap penyusutan kering tanah liat (sumber: Frank 118
and Janet Hammer)
Gambar 6.11. Tahap penyusutan bakar tanah liat (sumber: Frank r 118
and Janet Hammer)
Gambar 6.12. Efek vitrifikasi (sumber: Frank and Janet Hammer). 119
Gambar 6.13. Pengaruh suhu bakar terhadap vitrifikasi dan 120
kekuatan (sumber: Frank and Janet Hammer).
Gambar 6.14. Porositas tanah liat setelah proses pembakaran 121
(sumber: Frank and Janet Hammer).
Gambar 6.15. Pengaruh suhu bakar terhadap porositas dan 122
kekuatan tanah liat (sumber: Frank and Janet
Hammer).
Gambar 6.16. Perbedaan warna tanah liat setelah dibakar biskuit 123
suhu 900oC (sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 6.17. Perbandingan antara lempung, tanah endapan, dan 124
pasir (sumber: Wheatonparkdistric.com)
Gambar 6.18. Bahan-bahan keramik plastis (sumber: Koleksi 128
studio keramik)
Gambar 6.19. Bahan-bahan keramik tidak plastis (sumber: Koleksi 131
studio keramik)
Gambar 6.20. Pencampuran sistem segitiga (sumber: Glenn C 133
Nelson)
Gambar 7.1. Bahan tanah liat dan mineral terolah(sumber: 153
Koleksi sttudio keramik)
Gambar 7.2. Pencampuran tanah liat sistem segitiga (sumber: 156
Glenn C. Nelson)
Gambar 7.3. Bahan deflokulan waterglass dan soda abu 193
Gambar 8.1. Bagan proses pembentukan benda keramik 199
Gambar 8.2. Bagian-bagian alat putar listrik (sumber: Richard 205
Phethean).
Gambar 8.3. Tanah liat plastis (sumber: Koleksi studio keramik) 210
Gambar 8.4. Mangkok teknik pijit (sumber: Koleksi studio 215
keramik)
Gambar 8.5. Proses teknik pijit (sumber: Lorette Espi) 216
Gambar 8.6. Mangkok teknik pijit (sumber: (Koleksi studio 218
keramik)
Gambar 8.7. Vas teknik pilin (sumber: (Koleksi studio keramik) 219
Gambar 8.8. Botol teknik pilin (sumber: (Koleksi studio keramik) 220
Gambar 8.9. Botol teknik lempeng(sumber: (Koleksi studio 228
keramik)
xxii
24. Gambar 8.10. Kotak teknik lempeng (sumber: (Koleksi studio 228
keramik)
Gambar 8.11. Vas teknik lempeng (sumber: (Koleksi studio 229
keramik)
Gambar 8.12. Wadah bertutup teknik lempeng datar. (sumber: 233
(Koleksi studio keramik)
Gambar 8.13. Wadah bertutup teknik lempeng lengkung(sumber: 237
(Koleksi studio keramik)
Gambar 8.14. Piring teknik lempeng dengan acuan. (sumber: 239
Susan Peterson)
Gambar 8.15. Wadah bertutup teknik putar centering (sumber: 240
Koleksi studio keramik)
Gambar 8.16. Wadah bertutup teknik putar centering (sumber: 241
Koleksi studio keramik)
Gambar 8.17. Bagian-bagain dari telapak tangan (sumber: 243
Melanie Jones)
Gambar 8.18. Produk silinder teknik putar centering. (sumber: 248
Mary Chappelhow)
Gambar 8.19. Mangkok teknik putar centering. (sumber: Mary 252
Chappelhow)
Gambar 8.20. Bentuk-bentuk mangkok. (sumber: Daniel Rhodes). 258
Gambar 8.21. Piring teknik putar centering. (sumber: Katalog) 259
Gambar 8.22. Bentuk-bentuk piring. (sumber: Daniel Rhodes). 263
Gambar 8.23. Vas teknik putar centering. (sumber: Mary 264
Chappelhow)
Gambar 8.24. Wadah bertutup teknik putar centering (sumber: 268
Mary Chappelhow)
Gambar 8.25. Variasi bentuk bibir benda keramik. (sumber: Daniel 273
Rhodes)
Gambar 8.26. Variasi bentuk kaki benda keramik.(sumber: Robin 274
Hopper)
Gambar 8.27. Cara mengukur ketebalan dasar benda keramik. 275
(sumber: Richard Phethean)
Gambar 8.28. Vas, gabungan teknik putar centering. (sumber: 277
Josie Warshaw)
Gambar 8.29. Cara mengukur bagian benda yang akan disambung. 278
(sumber: Peter Cosentino)
Gambar 8.30. Bagian-bagian tutup benda keramik. (sumber: 282
Kenneth Clark)
Gambar 8.31. Variasi bentuk tutup benda keramik. (Sumber: 283
Kenneth Clark)
Gambar 8.32. Variasi bentuk handle. (sumber: Peter Cosentino) 286
Gambar 8.33. Variasi bentuk handle. (sumber: Peter Cosentino) 287
Gambar 8.34. Pola handle dengan extruder (sumber : Richard 290
Phethean)
Gambar 8.35. Pola handle dengan kawat (sumber: Richard 291
Phethean)
xxiii
25. Gambar 8.36. Variasi bentuk knob. (sumber : Richard Phethean) 293
Gambar 8.37. Variasi bentuk spout benda keramik. (sumber: 294
Richard Phethean)
Gambar 8.38. Variasi bentuk lug. (sumber: Richard Phethean) 296
Gambar 8.39. Variasi bentuk lug (sumber: Richard Phethean) 296
Gambar 8.40. Produk teknik putar pilin. (sumber: Koleksi studio 306
keramik)
Gambar 8.41. Wadah bertutup teknik cetak tuang dengan model 324
bubut. (sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 8.42. Wadah bertutup teknik cetak tuang dengan model 324
bebas.(sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 8.43. Binatang cetak tuang. (sumber: Katalog) 227
Gambar 8.44. Model bentuk binatang dari gips. (sumber: Katalog) 227
Gambar 8.45. Wadah bertutup cetak tuang. (sumber: Koleksi 334
studio keramik)
Gambar 8.46. Model tanah liat dan gipss(sumber: Koleksi studio 334
keramik)
Gambar 8.47. Cetakan gips (sumber: Koleksi studio keramik) 340
Gambar 8.48. Cetakan (sumber: Koleksi studio keramik) 341
Gambar 8.49. Produk teknik jigger jolly (sumber: Axner.com) 344
Gambar 8.50. Produk teknik jigger jolly (sumber: Axner.com) 344
Gambar 8.51. Bagian-bagian jigger. (sumber: Frank Hammer) 345
Gambar 8.52. Bagian-bagian jolley (sumber: Frank Hammer) 346
Gambar 8.53. Alat jigger-jolley masinal. (sumber: www.gladstone. 346
htm)
Gambar 8.54. Piring teknik jigger. (sumber: Koleksi studio keramik) 351
Gambar 9.1. Tanah liat plastis dengan beberapa warna.(sumber: 363
Melanie Jones)
Gambar 9.2. Slip tanah liat (sumber: Koleksi studio keramik) 363
Gambar 9.3. Pewarna oksida.(sumber: Joaquim Chavarria) 366
Gambar 9.4. Pewarna stain (sumber: Joaquim Chavarria) 366
Gambar 9.5. Air (sumber:Morgen Hall) 367
Gambar 9.6. Beberapa contoh benda dengan hiasan marbling 372
body. (sumber: Tony Birk)
Gambar 9.7. Bentuk mangkok dengan dekorasi 375
nerikomi.(Sumber: Morgen Hall)
Gambar 9.8. Penerapan dekorasi nerikomi pada benda keramik. 376
(sumber: Tony Birk)
Gambar 9.9. Bentuk mangskok dengan hiasan teknik agate. 378
(Sumber: Peter Cosentino)
Gambar 9.10. Contoh dekorasi faceting. (sumber: Peter 381
Cosentino)
Gambar 9.11. Contoh dekorasi combing.(sumber: Peter 382
Cosentino)
Gambar 9.12. Piring dengan dekorasi marbling. (sumber: Peter 384
Cosentino)
xxiv
26. Gambar 9.13. Contoh motif impress pada produk. (sumber: Peter 387
Cosentino)
Gambar 9.14. Contoh berbagai alat cap, bermotif organis yang 387
dibuat dari gips. (sumber: Robert Fournier)
Gambar 9.15. Contoh dekorasi relief. 389
Gambar 9.16. Guci dengan dekorasi sgrafitto. (sumber: Koleksi 391
studio keramik)
Gambar 9.17. Produk keramik dengan hiasan embossing. 405
(sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 9.18. Gambar 9.18. Bootol keramik dengan dekorasi 412
inglaze (sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 10.1. Bahan perwarna oksida.(sumber: Koleksi studio 420
keramik)
Gambar 10.2. Bahan pewarna stain. (sumber: Koleksi studio 423
keramik)
Gambar 11.1. Jenis-jenis glasir (sumber: Koleksi studio keramik) 450
Gambar 11.2. Bahan-bahan glasir (sumber: Koleksi studio 451
keramik)
Gambar 11.3. Pewarna oksida (sumber: Koleksi studio keramik) 452
Gambar 11.4. Pewarna stain (sumber: Koleksi studio keramik) 453
Gambar 11.5. Wadah bertutup dengan glasir warna (sumber: Mary 458
Chappelhow)
Gambar 11.6. Contoh hasil pengujian glasir rendah yang 458
diterapkan pada benda keramik stoneware.
(sumber: Koleksi studi keramik)
Gambar 11.7. Contoh hasil pengujian glasir menengah yang 458
diterapkan pada benda keramik stoneware.
(sumber: Koleksi studi keramik)
Gambar 11.8. Proses penghalusan bahan glasir dengan ballmill 459
Gambar 11.9. Produk keramik berglasir. (sumber: Koleksi studio 464
keramik)
Gambar 11.10. Produk keramik berglasir. (sumber: Mary 464
Chappelhow)
Gambar 11.11. Contoh beberapa kesalahan glasir (sumber: 475
Joaquim Chavarria)
Gambar 12.1. Tungku dengan sirkulasi api naik.(sumber: Prasidha 479
Adhikriya)
Gambar 12.2. Tungku dengan sirkulasi api berbalik Tungku 480
dengan sirkulasi api naik. (sumber: Prasidha
Adhikriya)
Gambar 12.3. Tungku dengan sirkulasi api mendatar Tungku 481
dengan sirkulasi api naik. (sumber: Prasidha
Adhikriya)
Gambar 12.4. Penampang thermocouple pada dinding tungku. 485
(sumber: Melanie Jones)
Gambar 12.5. Grafik pembakaran. (sumber: Steve Mattison) 496
Gambar 12.6. Cara menyusun mangkok yang berbeda ukuran 503
xxv
27. Cara menyusun piring (sumber: Daniel Rhodes)
Gambar 12.7. Cara menyusun mangkok dengan ukuran sama 503
Cara menyusun piring (sumber: Daniel Rhodes)
Gambar 12.8. Tungku bak terbuka.(sumber: Koleksi studio 508
keramik)
Gambar 12.9. Tungku catenary dengan bahan bakar minyak tanah 511
(sumber: Koleksi studio keramik)
Gambar 12.10. Bagian-bagian kompor kombrander dengan spuyer. 513
(sumber: Pras idha Adhikriya)
Gambar 12.11. Bagian-bagian kompor spiral tanpa udara tekan. 514
(sumber: Prasidha Adhikriya)
Gambar 12.12. Bagian-bagian kompor spiral dengan udara tekan. 514
(sumber: Prasidha Adhikriya)
Gambar 12.13. Bagian-bagian kompor udara tekan. (sumber: Sardi) 515
Gambar 12.14. Bagian-bagian dan sirkulasi api tungku catenary 516
(sumber: Prasidha Adhikriya)
Gambar 12.15. Bagian-bagian dan sirkulasi api tungku catenary 517
(sumber: Prasidha Adhikriya)
Gambar 12.16. Tungku gas. (sumber: www.beileypottery.com) 520
Gambar 12.17. Tungku listrik. (sumber: www.beileypottery.com) 525
Gambar 12.18. Bagian-bagian tungku listrik. Bagian-bagian tungku 526
listrik. (sumber: peter Cosentino)
Gambar 12.19. Cara memperbaiki kumparan kendur. (sumber: 531
Richard Zakin)
Gambar 12.20. Cara menyambung kumparan kendur putus. 531
(sumber: Richard Zakin)
xxvi
28. SINOPSIS
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang
merupakan potensi bahan baku untuk produk-produk kerajinan (kriya).
Salah satu potensi alam tersebut adalah tanah liat yang terdapat hampir
di seluruh Indonesia baik di Sumatera, Bangka, Belitung, Jawa,
Kalimatan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, bahkan di Papua. Tanah liat
sebagai bahan utama untuk pembuatan keramik sangat menguntungkan
karena bahannya relatif mudah di dapat dan hasil produknya sangat luas
pemakaiannya.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Program Keahlian Kriya Keramik
sebagai salah satu jenjang pendidikan menengah bertujuan menyiapkan
sumber daya manusia yang terampil di bidang seni dan kriya diharapkan
dapat memanfaatkan potensi alam yang melimpah tersebut. Tujuan
tersebut dapat dicapai apabila dalam proses pembelajarannya didukung
oleh perangkat pembelajaran yang memadai, salah satunya adalah
sarana berupa materi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi
yang berlaku dalam hal ini adalah Standar Kompetensi Nasional (SKN)
Bidang Kriya Keramik.
Buku Kriya keramik untuk SMK Program Keahlian Kriya Keramik ini
disusun berdasarkan Standar Kompetensi Nasional (SKN) Bidang Kriya
Keramik dan juga berpedoman pada Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMK
Program Keahlian Kriya Keramik. Dengan demikian informasi yang
terdapat dalam buku ini menjadi lebih lengkap dan terstruktur.
Secara umum buku kriya keramik ini berisi tentang materi menggambar
dan keramik yang berupa pengetahuan yang bersifat teori maupun
praktik keterampilan dari alat dan bahan, proses penyiapan bahan,
proses pembentukan, proses dekorasi, dan proses pembakaran yang
tertuang dalam isi buku sebagai berikut:
A. Materi menggambar
1. Membuat Nirmana
Materi membuat nirmana ini berisi tentang mengeksplorasi garis
dan bidang, menggambar huruf, alam benda, flora fauna,
menusia, dan membuat nirmanan tiga dimensi.
2. Menggambar Teknik
Materi menggambar teknik menguraikan tentang menggmbar
proyeksi, perspektif, dan gambar kerja.
3. Menggambar Ornamen
xxvii
29. Bagian ini menguraikan tentang menggambar ornamen baik
primitif, tradisional dan klasik, serta modern.
B. Materi keramik
1. Pendahuluan
Bagian awal ini menguraikan secara umum tentang keramik,
pengertian, jenis, dan fungsi keramik
2. Sejarah Keramik
Sejarah keramik berisi tentang perkembangan keramik secara
singkat diberbagai belahan dunia dan Indonesia.
3. Tanah Liat
Bagian ini menguraikan tentang bahan baku khususnya yang
digunakan untuk membuat keramik, mulai dari asal usul, jenis,
pengembangan formula badan keramik, serta problem badan
tanah liat dan perbaikannya.
4. Pengujian dan Penyiapan Tanah Liat
Materi ini mempelajari tentang peralatan dan perlengkapan kerja,
bahan yang digunakan, proses pengujian tanah liat yang
memenuhi persyaratan untuk dapat diguakan untuk membuat
keramik, serta proses penyiapan (pengolahan) badan tanah liat.
5. Teknik Pembentukan
Merupakan materi praktik utama yang berisi tentang peralatan
dan perlengkapan kerja; bahan yang digunakan; dan teknik
pembentukan benda keramik yang meliputi teknik pijit (pinching),
teknik pilin (coiling), teknik lempeng (slab building), teknik putar
(throwing) yang terdiri dari teknik putar centering, teknik putar
pilin, dan teknik putar tatap, serta teknik cetak (mold) yang terdiri
dari teknik cetak tekan, teknik cetak tuang, dan teknik cetak
jigger/jolley.
6. Dekorasi
Materi yang menguraikan tentang berbagai teknik dekorasi
berupa dekorasi pembentukan (marbling body, nerikomi, dan
agateware); dekorasi badan tanah liat plastis (faceting, combing,
impressing, dan relief); dekorasi badan tanah liat leather hard
(carving, sgrafitto, inlay, pierching, engobe, burnishing, dan
embossing); dan dekorasi glasir (over glaze, under glaze, dan in
gaze).
7. Glasir
Menguraikan tentang glasir, keseimbangan glasir, bahan utama
dan bahan pewarna glasir, jenis glasir, RO formula, formula
glasir, campuran glasir, hitung glasir, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi glasir.
8. Penyiapan Glasir dan Pengglasiran
xxviii
30. Merupakan materi praktik yang meliputi peralatan dan
perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja; bahan yang
digunakan; penyusunan campuran glasir; penyiapan
(pengolahan) glasir; dan teknik pengglasiran yaitu teknik kuas
(brush), teknik tuang (pouring), teknik celup (dipping), dan teknik
semprot (spraying); serta kesalahan dalam pengglasiran dan
cara mengatasinya.
9. Tungku dan Pembakaran
Materi ini menguraikan tentang tungku pembakaran dan
perlengkapannya; teori pembakaran biskuit dan glasir;
penyusunan dan pembongkaran benda dalam tungku;
pengoperasian tungku pembakaran dengan bahan bakar padat,
cair, gas, dan listrik; kesalahan dalam pembakaran dan cara
mengatasi.
xxix
31. DESKRIPSI KONSEP PENULISAN
Latar Belakang
Indonesia dengan keanekaragaman seni dan budaya merupakan salah satu
keunggulan yang belum tentu dimiliki oleh negara lain, dengan
keanekaragaman seni dan budaya tersebut melalui pendidikan seni budaya
dan kriya diharapkan dapat dilestarikan dan sekaligus dikembangkan
menjadi sumber penghidupan. Sumber daya alam yang melimpah yang
merupakan potensi bahan baku yang dapat dikembangkan menjadi bahan
utama produk kerajinan, sumber daya manusia merupakan potensi tenaga
kerja, serta sumber daya seni dan budaya (seni rupa, seni kriya, seni
pertunjukan, arsitektur, dan lainnya) merupakan potensi untuk
mengembangkan kreativitas yang tidak akan ada habisnya.
Mutu tenaga kerja tingkat menengah di bidang seni dan kriya sangat
tergantung pada mutu pendidikan kejuruan seni dan budaya yang juga
sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pembelajaran yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kurikulum, tenaga kependidikan,
proses pembelajaran, sarana-prasarana, alat-bahan, manajemen sekolah,
lingkungan kerja, dan kerjasama industri. Melalui pendidikan diharapkan
dapat meningkatkan wawasan dan penguasaan di bidang ilmu pengetahun,
teknologi, dan seni. Proses pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) merupakan suatu proses penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni, yang diarahkan pada penguasaan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Pencapaian hasil pembelajaran pada aspek kognitif diarahkan
melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat teoretik (pengetahuan), aspek afektif
pencapaiannya diamati melalui sikap selama proses pembelajaran
berlangsung, sedang aspek psikomotorik pencapaiannya melalui kegiatan-
kegiatan yang melibatkan gerak motorik keterampilan. Dengan demikian
dalam proses pembelajaran praktik kejuruan, ketiga aspek tersebut saling
berkaitan.
Landasan Penulisan Buku
Penulisan buku kriya keramik untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
merupakan satu satu usaha untuk mengembangkan sarana pembelajaran
produktif khususnya pengembangan materi pembelajaran baik teori maupun
praktik yang didasarkan pada Standar Kompetensi Nasional (SKN) bidang
kriya keramik. Dengan berdasarkan Standar Kompetensi Nasional (SKN)
bidang kriya keramik, penulisan buku ini menjadi lebih lengkap dan dapat
digunakan untuk mengembangkan materi pembelajaran yang ada di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Program Keahlian Kriya Keramik yang
tersebar di Indonesia dengan masing-masing memiliki potensi yang
berbeda-beda sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Program Keahlian Kriya Keramik untuk
xxx
32. berkembang mengikuti kemajuan di bidang ilmu pengetahun, teknolgi, dan
seni.
Mata pelajaran produktif kriya keramik merupakan salah satu mata pelajaran
yang diharapkan mampu membekali siswa untuk menguasai kompetensi
yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang
dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, dengan demikian
lulusannya akan menguasai aspek teknis, terampil, memiliki wawasan,
disiplin kerja,dan sikap kerja.
Tujuan dan Sasaran
Buku kriya keramik ini berisi seluruh proses pembuatan benda keramik baik
bersifat teori maupun praktik keterampilan yang meliputi kelompok
kompetensi maupun unit kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi
Nasional (SKN) dan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMK Program Keahlian Kriya
Keramik.
Buku kriya keramik ini memuat tentang teori dan petunjuk praktik
keterampilan sehingga tidak hanya pemahaman secara teori namun praktik
keterampilan dan sikap kerja yang sesungguhnya dalam bekerja. Dengan
demikian buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang
lengkap baik bagi guru dalam penyusunan dan pengembangan program
pembelajaran praktik keterampilan maupun bagi siswa dalam memahami
materi dan melaksanakan praktik keterampilan dengan sikap kerja yang
benar.
Materi
Materi buku ini berisi dua bagian, yaitu:
A. Materi Menggambar
1. Membuat Nirmana
2. Menggambar Teknik
3. Menggambar Ornamen
B. Materi Keramik
1. Pendahuluan
2. Sejarah Keramik
3. Pengetahuan Tanah Liat
4. Pengujian dan Penyiapan Tanah Liat
5. Teknik Pembentukan
6. Teknik Dekorasi
7. Pengetahuan Glasir
8. Penyiapan Glasir dan Pengglasiran
9. Tungku dan Pembakaran
xxxi
33. Dalam buku kriya keramik ini juga memuat kompetensi yang sesuai dengan
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan SMK Bidang Keahlian Kriya Keramik, yang meliputi:
1. Membuat nirmana
2. Menggambar teknik
3. Menggambar ornamen
4. Mengolah clay-body dari lempung alam secara manual basah
5. Mengolah clay-body dari lempung alam secara masinal basah
6. Mengolah clay-body untuk teknik pembentukan cetak tuang
7. Membuat cetakan gips untuk teknik cetak tekan satu sisi
8. Membentuk keramik dengan teknik pijit (pinch)
9. Membentuk keramik dengan teknik pilin (coil)
10. Membentuk keramik dengan teknik lempeng (slab)
11. Membentuk keramik dengan teknik putar
12. Membuat dekorasi keramik
13. Membakar keramik
xxxii
34. PETA KOMPETENSI
Diagram ini menunjukkan tahapan kelompok kompetensi dan unit
kompetensi yang merupakan suatu urutan proses pekerjaan bidang keramik.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Bidang Keahlian Kriya Keramik SMK menjadi arah dan
landasan untuk mengembangkan matei pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Mengacu hal tersebut diatas maka Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) sesuai nomor yang terdapat dalam Peta
Kompetensi di bawah.
xxxiii
35. Keterangan:
BAGIAN A
1. Membuat Nirmana
2. Menggambar Teknik
3. Menggambar Ornamen
BAGIAN B
Menyusun resep clay-body
1.
Membuat lempengan dan menguji plastisitas, penyusutan, dan
2.
porositas clay-body
Menyiapkan clay-body dari lempung alam secara manual basah
3.
Menyiapkan clay-body dari lempung alam secara manual kering
4.
Menyiapkan clay-body dari lempung alam secara masinal basah
5.
Menyiapkan clay-body dari prepared hard mineral secara masinal
6.
basah
Menyiapkan clay-body untuk teknik pembentukan cetak tuang
7.
Menyusun formula dan resep glasir serta menganalisis hasil bakar
8.
Menyiapkan/mencampur glasir (sesuai dengan resep)
9.
10. Membuat model cetakan
11. Menyiapkan massa gips untuk membuat cetakan
12. Membuat cetakan gips untuk teknik cetak tekan satu sisi
13. Membuat cetakan gips untuk teknik cetak tuang dua sisi atau lebih
14. Menghomogenkan (menguli) clay-body
15. Membentuk dengan teknik pijit
16. Membentuk dengan teknik pilin
17. Membentuk dengan teknik lempeng
18. Membentuk dengan teknik putar centering
19. Membentuk dengan teknik putar pilin
20. Membentuk dengan teknik putar tatap
21. Membentuk dengan teknik cetak tekan
22. Membentuk dengan teknik cetak tuang
23. Membentuk dengan teknik cetak jigger/jolley
24. Menerapkan dekorasi pembentukan (marbling, nerikomi, dan agate
ware)
25. Menerapkan dekorasi clay-body plastis (faceting dan combing)
26. Menerapkan dekorasi clay-body plastis (impress dan relief)
27. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik carving (ukir)
28. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik sgraffito (toreh)
29. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik inlay (toreh isi)
30. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik piercing
(terawang)
31. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik engobe
32. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik burnish (gosok)
33. Menerapkan dekorasi clay-body leather hard teknik embossing
(etching)
xxxiv
36. Menerapkan dekorasi glasir over glaze pada permukaan benda
34.
mentah, biskuit dan berglasir
Menerapkan dekorasi glasir underglaze pada permukaan benda
35.
mentah, biskuit dan berglasir
Menerapkan glasir dengan teknik tuang (pouring)
36.
Menerapkan glasir dengan teknik celup (dipping)
37.
Menerapkan glasir dengan teknik semprot (sparying)
38.
Menerapkan glasir dengan teknik kuas (brush)
39.
Menyusun benda dan membongkar benda di tungku
40.
Mengoperasikan tungku bahan bakar padat
41.
Mengoperasikan tungku bahan bakar cair
42.
Mengoperasikan tungku bahan bakar gas
43.
Mengoperasikan tungku bahan bakar listrik
44.
Berdasarkan keterangan di atas, maka berbagai jenis pekerjaan di bidang
kriya keramik dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Tenaga pengujian badan tanah liat dan glasir
I.
Tenaga penyiapan badan tanah liat
II.
Tenaga pembuatan model dan cetakan
III.
Tenaga pembentukan
IV.
Tenaga dekorasi
V.
Tenaga penyiapan glasir
VI.
Tenaga pengglasiran
VII.
Tenaga pembakaran
VIII.
xxxv
37. BAB I
PENDAHULUAN
SENI KRIYA KAYU
Pembahasan seni rupa Indonesia dalam perspektifhistoris bisa
menghadapi kendala terminologis, apakah ketika menorehkan tulisan
dimulai sejak deklarasi sumpah pemuda tahun 1928, atau sejak
dilontarkannya gagasan kawasan Nusantara pada zaman Majapahit, atau
dimulai sejak zaman praejarah seperti yang dilakukan beberapa penulis
Barat, di antaranya A.N.J. Th. A Th van der Hoop (1949). Fritz A. Wagner
(1949;1959), A.J. Bernert Kempers (1959) dan Claire Holt (1967).
Nuansa Indonesiasentrisme sangat jelas bukan pengingkaran pengakuan
internasional atas eksistensi seni rupa Indonesia yang sudah
berlangsung sejak zaman prasejarah, namun dalam hal pembabakannya
disesuaikan dengan kenyataan periode zamannya. Hal ini dikemukakan
agar masalah terminologi kaitannya dengan batasan temporal tidak
menjadi bahan perbincangan yang tak berujung, sehingga pembahasan
seni kriya Indonesia segera dapatdimulai. (SP. Gustami, 2002).
Seni kriya, bagi banyak kalangan bukan lagi berkutat hanya pada
masalah peristilahan, dalam suatu seminar internasional Seni Kriya
September 2002, PPs ISI Yogyakarta audiens menghendaki formula
praktis bagaimana memajukan kriya, meningkatkan kualitas produksi,
bagaiman menembus pasar eksport. Secara umum dapat dikatakan
bahwa disiplin kriya kriya adalah disiplin yang banyak membutuhkan
konsentrasi pada pengembangan sarana dan pengetahuan praktis.
Bahkan kriya kontemporer/ contemporary craft: masih cukup memiliki
rambu-rambu penilaian kualitas antara lain kualitas dalam m enangani
material craftmanship atau skill. Skill adalah semacam pengetahuan yang
digolongkan sebagai tacid knowledge (pengetahuan diam-diam),
dipelajari melalui pengalaman.(Asmudjo J. Irianto, 2002).
Seni kriya hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan Indonesia
bagaikan pernik-pernik manikam persada Nusantara. Kehadirannya
beriringan sejalan dengan eksistensi manusia di tanah air. Penciptaannya
berkaitan erat dengan kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani (fisik)
maupun kebutuhan rohani/jiwani (spiritual).Oleh karena itu, hasil karya
sen kriya sering merepresentasikan pola fikir dan perilaku masyarakat
pada zamannya. ( Franz Boas, 1955 ). Keberadaan seni kriya selalu
berkaitan dengan pemenuhan fungsi-fungsi tertentu,meskipun
pemenuhan fungsi-fungsi itu sering dipandang hanya dari sisi fisiknya
saja,tidak menyeluruh, tidak sesuai dengan realitas kebutuhan hidup
yang lengkap dan utuh.Ada tiga kategori fungsi seni, yaitu fungsi
personal, fungsi sosial dan fungsi fisik. Fungsi personal adalah bekaitan
dengan pemenuhan kepuasan jiwa pribadi dan individu; fungsi sosial
berhubungan dengan tujuan-tujuan sosial,ekonomi, politik, budaya dan
1
38. kepercayaan; sedangkan fungsi fisik berurusan dengan pemenuhan
kebutuhan praktis. Dalam perwujudannya, ketiga fungsi tersebut saling
bersinergi, sebagai satu kesatuan yang utuh dan padu.
Dalam dunia modern pengetahuan mempelajari dan menguasai
ketrampilan disokong oleh pengetahuan bahan dan material yang bisa
saja diajarkan secara teoritis. Jika pengetahuan itu ditambahkan dengan
pengetahuan sejarah, teori seni rupa dan sedikit ilmu manajemen dapat
masuk ke kurikulum sekolah.
Seni Kriya adalah semua hasil karya manusia yang memerlukan keahlian
khusus yang berkaitan dengan tangan, sehingga seni kriya sering juga
disebut kerajinan tangan. Seni kriya dihasilkan melalui keahlian manusia
dalam mengolah bahan mentah. Seni kriya dapat dikelompokan
berdasar tujuan penciptaan atau penggunaannya menjadi kriya
mempunyai fungsi : praktis, estetis, dan simbolis (religius).
Kata ‘kriya’ pada zaman dahulu kemungkinan diadop dari bahasa
Sanskerta ke dalam bahasa Jawa yang berarti kerja. Kemudian muncul
kata ‘seni’ yang disepadankan dengan kata ‘art’ bahasa Inggris yang
berarti hasil karya manusia yang mengandung keindahan. Pada saat ini
seni kriya golongkan sebagai bagian dari seni rupa, yaitu karya seni
yang dinikmati dengan indera penglihatan. Namun seni kriya
membutuhkan kemampuan kecakapan teknik dan ketelatenan yang
tinggi, sperti seni kriya tenun, batik, anyam, gerabah, perhiasan hingga
keris.( A.Agung Suryahadi, 2007 ).
Seni kriya sudah sangat tua umurnya dan merupakan cikal bakal seni
rupa Indonesia pada umumnya. Yang kemudian membedakan seni kriya
dari seni murni atau seni rupa lainnya adalah fungsinya. Sementara seni
murni adalah ekspresif dan komunikatif, seni kriya lebih berorientasi pada
kegunaan dalam kehidupan manusia sehari-hari dibarengi dengan teknik
pembuatan yang tinggi. Lahirnya cobek adalah karena manusia
memerlukan ajang atau tempat untuk makan, begiupun contoh-contoh
seni kriya yang lain seperti belanga, kursi, keranjang sampai dengan kain
batik, bahkan juga keris. Semua terwujud dikarenakan desakan
kebutuhan. Saat kini seni kriya adalah merupakan bagian seni rupa yang
mengutamakan kegunaan,sarat dengan kekriyaan (craftsmanhip) y ang
tinggi dan bentuknya indah. Hal terakhir tersebut terjadi karena setelah
kebutuhan pokok manusia terpenuhi maka akan berpaling terhadap
kebutuhan yang kurang pokok.
Pengertian Kriya
Istilah ‘seni kriya’ berasal dari akar kata ‘kr’ (bahasa Sanskrta) yang
berarti ‘mengerjakan’; dari akar kata tersebut kemudian menjadi kata :
karya, kriya, kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk
menghasilkan benda atau obyek. Dalam pengertian berikutnya semua
hasil pekerjaan termasuk berbagai ragam keteknikannya disebut ‘seni
kriya’.(Timbul Haryono,2002)
2
39. Kata ‘kriya’ dalam bahasa Indonesia berarti pekerjaan (kerajinan tangan).
Di dalam bahasa Inggris disebut craft yang mengandung arti: energi atau
kekuatan, arti lain suatu ketrampilan mengerjakan atau membuat sesuatu
(http://www.answers.com/topic/craft). Istilah itu diartikan sebagai
ketrampilan yang dikaitkan dengan profesi seperti yang terlihat dalam
craftsworker (pengrajin). Pada kenyataannya seni kriya sering
dimaksudkan sebagai karya yang
dihasilkan karena skill atau ketrampilan seseorang; sebagaimana
diketahui bahwa semua kerja dan ekspresi seni membutuhkan
ketrampilan.
Dalam persepsi kesenian yang berakar pada tradisi Jawa, dikenal
sebutan kagunan. Di dalam Kamus Bausastra Jawa, kagunan adalah
Kapinteran/ Yeyasan ingkang adipeni/Wudharing pambudi nganakake
kaendahan-gegambaran, kidung ngukir-ukir.
Penjelasan itu menunjukan posisi dan pentingnya ketrampilan dalam
membuat (mengubah) benda sehari-hari, di samping pengetahuan dan
kepekaan (akan keindahan). Oleh sebab itu, sebuah karya (seni) dalam
proses penggarapannya tidak berdasarkan pada kepekaan dan
ketrampilan yang baik (mumpuni), maka tidak akan ada kesempatan bagi
kita untuk mnikmati karya tersebut sebagai karya seni ( I Made Bandem,
2002 ).
Ada beberapa kelompok di masyarakat yang melihat bahwa ‘kriya’
berbeda dengan ‘seni’, seperti yang terdapat di dunia Barat; bahkan
faham ini sudah berpengaruh samapi ke Indonesia. Dalam dunia Barat
terbangun persepsi bahwa kesenian didasari oleh estetika artes liberales,
yang menempatkan kepekaan seni di posisi tinggi. Sementara di dalam
kagunan tidak hanya kepekaan, tetapi juga ketrampilan memperoleh
tempat yang penting dalam proses kreasi seni.
Seni Kriya merupakan hasil pekerjaan dengan berbagai ragam tekniknya
merupakan cakupan dalam kebudayaan. Kebudayaan sebagai suatu
sistem mencakup tiga wujud: wujud gagasan, wujud tingkah laku berpola
dan hasil tingkah laku. Sejak zaman prasejarah manusia telah berkarya
menghasilkan artefak (benda buatan manusia) untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, adapun fungsinya :
a. Untuk keperluan yang bersifat teknis, seperti pisau, alat
pertanian dan sebagainya .
b. Sebagai pedanda status sosial,contoh : perhiasan.
c. Untuk keperluan religius atau ritual.
Pada masa prasejarah ketika manusia belum menggunakan sistem
tulisan untuk komunikasi mereka, istilah-istilah dalam karya pekerjaan
mereka belum diketahui.Dari hal tersebut hanya diketahui produk
akhirnya yang diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan yaitu:
batu, tanah, logam dan kayu.Penggunaan bahan-bahan tersebut sesuai
dengan masa tingkat pengetahuan teknologi masing-masing, jadi tidak
sekaligus terjadi dalam masa yang bersamaan. Penggunaan bahan kayu
dan batu adalah dalam tahapan masa penggunaan teknologi tingkat
3
40. pertama, manusia hanya menggunakan bahan-bahan secara langsung
dari alam tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Pada masa ini bahan
utama berupa bahan batu digunakan langsung untuk alat, zaman ini
disebut sebagai zaman batu dan berlangsung cukup lama dengan melalui
perkembangan teknik. Pengembangan terjadi karena adanya tingkat
perkembangan pengetahuan teknologi pengerjaan batu yang mereka
kuasai, yakni pada masa paleolitik dan kemudian masa neolitik. Hasil-
hasil karya mereka berupa artefak, contohnya kapak batu yang
digunakan untuk mengumpulkan kebutuhan fisik. Mereka hidup dalam
masa ‘food gathering stage’ dan ‘food producing stage’ tingkat
sederhana. Pada masa neolitik tingkat pengetahuan mereka bertambah
sehingga dapat membuat alat dari bahan tanah, karena pada masa food
producing manusia memerlukan suatu wadah untuk makanan. Teknik
pembuatan gerabah ditemukan, artefak ini tidak lepas dari adanya
teknologi api (pyrotechnologi). Masa ini puncaknya adalah ditemukannya
teknologi pembuatan logam, karena untuk melebur logam manusia
memerlukan teknologi membuat api dengan tingkat panas yang tinggi.
Di Asia Barat perkembangan teknologi pembuatan logam, tingkatannya
alat yang dibuat dari bahan tembaga- perunggu sampai dengan yang
berbahan besi. Pentahapan masa tersebut adalah dari zaman tembaga,
zaman perungu dan zaman besi. Tembaga adalah logam pertama yang
ditemukan,tahap itu disebut tahap monometalik. Tahun 4000 SM barulah
manusia menemukan campuran lain untuk logam tembaga, yaitu timah
dan arsenik atau timbal.Tahap ini disebut polimetalik, ketika itu manusia
belum menemukan besi. Tahap berikutnya yaitu dalam kurun abad 2
SM, seiring dengan berkembangnya penemuan teknologi api dengan
pembakaran panas tinggi, ditemukanlah logam besi.
Di Indonesia tidak mengalami pembagian tiga zaman ( three age system
), pengaruh budaya Dongson- Vietnam yaitu membawa artefak logam
perunggu langsung tersebar luas di Indonesia.
Sejarah Kriya
Sudah sejak zaman prasejarah kita mengenal berbagai peninggalan
berupa artefak, ada yang berupa peralatan, perhiasan dan sebagainya.
Hasil karya tersebut dihasilkan karena ketrampilan seseorang dalam
membuat dan mengubah bahan atau benda keperluan sehari-hari
menjadi karya kriya, memang diakui bahwa keberadaan kriya sudah
sejak lama dibedakan dengan karya seni. Seperti yang diuraikan
sebelumnya, peristilahan tentang seni dan kriya dipengaruhi oleh dunia
Barat.
Kata ‘seni’ (art) berasal dari kata kerja – bahasa Latin ar yang berarti
merangkai menjadi satu, menggabungkan atau menyusun. Seseorang
yang membuat suatu benda disebut pengrajin. Ada suatu kecenderungan
pemikiran, bahwa seni diyakini sebagai ekspresi individual, sedangkan
kriya dipercaya sebagai sumber dari sebuah karya yang berguna bagi
kehidupan. Seni bila diberi ilham oleh pandangan personal (individual),
4
41. dan kriya adalah teknik yang mewujudkan karya seni itu, maka
sesungguhnya antara kriya dan seni menjadi tidak terpisahkan.
Sekurang-kurangnya adalah saling melengkapi. Apabila kita mencermati
bangunan-bangunan atau rumah modern, banyak kita temui berbagai
elemen seni dan kriya saling melengkapi. Almari, meubel, penyekat ruang
(divider) dan lain sebagainya saling mengisi, sulit bagi kita membedakan
apakah itu karya seni atau kriya.Kesemuanya memberi kesan keindahan
bagi yang menyaksikannya.
Pergerakan seni dan kriya berkembang dan berkembang selama
masa pertengahan abad ke 19, itu melibatkan gabungan secara meluas
berbagai seniman, penulis, kriyawan, wanita. Begitu luasnya berbagai
komponen masyarakat yang terlibat, sulit untuk menetapkan batasan
‘seni’ dan ‘kriya’ secara jelas dan akurat. Sebagian memandang bahwa
beberapa Pendahulu adalah sangat kolot (consevative, tampak
memprihatinkan kembali ke masa lalu di abad Pertengahan. Sementara
yang lainnya adalah sosialis dan rajin mengadakan reformasi. John
Ruskin (1819-1900) memperkenalkan estetika seni dan kriya dengan
aliran Protestan, sedangkan yang lain, seperti arsitek Augustus Welby
Pugin (1812-1852) melihat adanya pertalian antara kebangkitan abad
pertengahan dengan pengaruh Katolik. Lebih jauh lagi, pengrajin dan
kaun perempuan yang terlibat dalam pergerakan sangat aktif di bidang
lintas keterampilan(skill): seperti arsitek, tenaga percetakan, penjilid buku,
pembuat keramik, pembuat perhiasan, pelukis, pematung, pembuat
mebel. Beberapa anggota pergerakan, seperti desainer William Morris
(1834-1896) dan C.R Ashbee(1863-1942), menghargai karya kerajinan
tangan (handycraft) dan cenderung menolak kesempatan baik untuk
memproduksecara masal untuk keperluan pasar. Di lain pihak seorang
arsitek Frank Lloyd Wright (1867-1959), secara positif sangat menyukai
keuntungan-keuntungan sosial dan hal-hal kreatif mesin produksi.
Pada tahun 1870 an, pergerakan perkembangan ‘seni’ dan ‘kriya’
semakin beraneka ragam, ketika kebangkitan minat terhadap seni dan
kriya di Inggris dieksport dan tertanam hingga ke dalam karya-karya asli
seni tradisionil di negara lain. Di Amerika Serikat, kebangkitan karya
tradisional daya tarik gaungnya bagi warga negaranya adalah dengan
adanya daya tarik politis yang kuat, sifat individualis, dan juga terhadap
barang buatan tangan atau tenunan buatan sendiri. Thomas Carlyle
(1795-1881) atu Ruskin, menulis tentang sisi menakutkan dengan adanya
era industrialsasi dan menggambarkan juga tentang keadaan kehidupan
penduduk abad pertengahan di Inggris. Komunitas Shaker membuat
furnitur dan bangunan sederhana, yang gaungnya dapat mempengaruhi
banyak lingkungan seniman idealis dan kreatif dalam masa pergerakan
seni dan kriya. Friedrich Engels (1820-1895) memisahkan diri dari agama
keyakinan kaum Shaker tetapi memuji kondisi masyarakat bawah di
lingkungan terdekatnya, di mana karya mereka dibuat dan terjual.
5
42. Sejarah Kriya di Indonesia
Kebangkitan seni dan kriya di paruh pertengahan abad ke 19,
mewujudkan suatu kekayaan tradisi dan keragaman politik, kepercayaan/
agama dan gagasan estetik yang didapati berbagai ragam bentuk
medianya. Saat ini berkembang adanya dasar-dasar dan keyakinan
ketentuan umum terhadap perkembangan pergerakan pengetahuan Seni
dan Kriya secara umum.
Kriya kayu Indonesia berasal dari berbagai daerah etnik, kriya masa
lampau merupakan bagian kekayaan etnik tradisi Nusantara. Keragaman
terlihat melalui hasil-hasil yang tersebar di berbagai daerah. Karakter dan
ciri khas daerah masing-masing tercermin jelas. Berbagai media yang
digunakan menghasilkan berbagai jenis hasil kriya, media yang
digunakan antara lain kayu, logam, tanah liat, kulit dan lain-lainnya. Hasil
karya kriya terwujud dalam berbagai bentuk dan gaya, guna memenuhi
berbagai kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan. Mulai dari
Sabang hingga Merauke terhampar berbagai ragam karya kriya
Indonesia yang terpadu dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika ( Unity in
variety serta unity and diversity ). Konsep yang mencerminkan tekat
bangsa untuk menegakkan kesatuan dan persatuan dalam keragaman
etnik, suku, budaya dan religi. Adapun kriya di Indonesia diikat oleh nilai-
nilai konsep masing-masing daerah tidak pernah pudar. Kehadirannya
membangkitkan pesona, daya pikat dan keunggulan komparatif, bila
dibandingkan dengan karya sejenis dari daerah lain atau Negara lain.
Peta kriya Indonesia sendiri dari bidang seni batik terdapat gaya
Yogyakarta, Solo, Banyumasan, Pekalongan, Lasem, Madura dll. Seni
Tenun Troso, Pidan, Sumba, Makasar, Maumene, Ende Maluku dan
Nusa Tenggara Timur. Kriya kayu untuk seni ukir kayu terdapat gaya
Asmat, Timor, Nias, Kalimantan, Toraja, Simalungun, Batak,
Minangkabau, Lampung, Bali, Madura, Jepara, Klaten, Surakarta,
Yogyakarta, Cirebon dan lain-lainnya.
Terdapat pada bangunan Percandian, bangunan rumah adat, istana raja,
rumah tinggal bangsawan dan penduduk, perabot mebel dan berbagai
unsur interior utilitas umum lainnya. Dibidang aksesoris, terdapat
perangkat busana tari, perangkat upacara keagamaan, perangkat musik
tradisi, mainan anak-anak, benda-benda cinderamata dan masih banyak
lagi yang lain.
Pada masa pra sejarah banyak produk kriya dihasilkan, akan tetapi
hanya bisa diketahui hasil produk akhir dan dapat diklasifikasikan
berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu: batu, tanah, logam.
Penggunaan masing-masing jenis bahan tersebut tidak terjadi dalam satu
masa sekaligus, akan tetapi dalam masa sesuai tingkat pengetahuan
teknologi mereka. Pada tingkat teknologi yang sederhana, manusia
memanfaatkan bahan-bahan yang ditemukan di lingkungan setempat
tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu seperti : batu dan kayu. Ini
merupakan teknologi awal dalam kehidupan manusia, pada masa yang
6
43. bahan utama untuk alat dibuat dari bahan batu ini kemudian disebut
zaman batu. Ini berlangsung cukup lama, dan mengalami perkembangan
teknik yang disebabkan adanya perkembangan pengetahuan teknologi
pengerjaan batu. Masa ini disebut masa paleolitik, kemudian masa
neolitik. Artefak mereka berupa kapak batu yang dipakai untuk
mengumpulkan kebutuhan fisik. Pada masa ini pengetahuan kemudian
pengetahuan berkembang, sehingga mereka dapat membuat benda-
benda dari bahan tanah. Tahap ini manusia hidup sebagai penghasil
makanan/ food producing stage, manusia memerlukan suatu wadah
untuk makanan. Kemudian ditemukan teknik pembuatan gerabah, dan
tidak lepas dari adanya tenologi api yang digunakan untuk pembakaran
gerabah. Puncak dari zaman peradaban teknologi api adalah dengan
ditemukannya logam, kemudian manusia memasuki zaman logam.
Manusia harus mampu menghasilkan pemanasan tinggi untuk peleburan
logam, dalam peradaban Asia Barat teknologi logam berkembang
ditengarainya dengan adanya dominasi bahan logam dari mulai zaman
tembaga, perunggu sampai dengan zaman besi. Pada sekitar tahun 4000
SM, barulah manusia menemukan tembaga dapat dicampur dengan
logam lain (timah dan arsenik atau timbal) sehingga memperoleh paduan
logam yang berkualitas lebih baik dari pada tembaga. Sekitar tahun 2000
SM, sejalan dengan perkembangan teknologi api baru manusia
menemukan besi.
Di Indonesia tidak mengenal sistem pembagian tiga zaman
peradaban manusia (zaman tembaga, zaman perunggu, zaman besi),
kebudayaan logam Indonesia langsung masuk ke zaman perunggu-besi.
Pengaruh kebudayaan yang didapat adalah pengaruh kebudayaan
Dongson Vietnam, hasil kriya antara lain nekara, kapak dan perhiasan.
Cetak lost wax casting : cetak ulang dari bentuk asli dibuat dengan lilin
/tahap positif,setelah dingin kemudian dibalut dengan tanah liat dan
disediakan lubang kecil-tanah dibakar-lilin akan meleleh keluar
sementara tanah pembungkus mengeras dan meninggalkan rongga
sesuai bentuk lilin model. Setelah itu dituangkan cairan logam melalui
lubang ke dalam rongga cetakan tanah liat, setelah dingin kemudian
tanah liat dipecah untuk mengeluarkan benda cetakan yang sudah jadi.
Setelah itu kebudayaan Indonesia mendapat pengaruh
kebudayaan India, kebutuhan akan artefak guna memenuhi kebutuhan
hidup meningkat. Karena pengetahuan teknologi berkembang maka hasil
seni kriya mulai bervariasi baik dalam teknik, bentuk maupun fungsi.
Periode tersebut dinamakan zaman klasik atau zaman Hindu Buda yang
berlangsung dari abad ke VIII – X Masehi. Bukti-bukti peninggalan berupa
prasasti yang banyak menyebut tentang pekerjaan yang digolongkan
sebagai seni kriya, jenis-jenis kriya pada masa itu dapat digolongkan
berdasarkan :
a. bahan pokok yang digunakan seperti bambu, kayu, tanah,
batu, kain dan logam
7