Makalah ini membahas hubungan tasawuf dengan ilmu-ilmu keislaman lain seperti tauhid, kalam, akhlak, dan fiqih. Tasawuf memiliki hubungan erat dengan ilmu-ilmu tersebut, di mana tasawuf berfungsi untuk melengkapi pemahaman spiritual dalam ilmu-ilmu tersebut. Tasawuf juga berperan penting dalam menanamkan akhlak mulia dan kesadaran rohani untuk memahami dan mengamalkan syariat Allah.
1. MAKALAH
HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU LAINNYA (TAUHID,
AKHLAK, FIQIH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen: Dr. Hj. Qiqi Yuliati Zakiyah, M.Ag
Assisten Dosen: Wahyu Hidayat, M.A
Oleh:
Neni Nuraeni F
1209208057
Tanti Yulia
1209208077
Teti Haryati
1209208078
PRODI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang
berkenaan dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan
oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan tuhan baik dengan
pensucian jiwa dan latihan-latihan spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin
ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tetang persoalan tentang
akidah dan adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai
manusia mengenai keberadaan (esensi), proses dan sebagainya, Seperti proses penciptaan
alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang membahas tentang gejalagejala dan aktivitas kejiwaan manusia.
Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang
terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi
ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana kontribusi
ilmu keislaman yang lain terhadap ilmu tasawuf.
Maka dalam makalah kami ini kami telah membahas hubungan ilmu tasawuf
dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu tauhid, ilmu akhlak, ilmu
fiqih, dan ilmu kalam. Dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid dan ilmu kalam?
2. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu akhlak?
3. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu Fiqih?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid dan ilmu kalam
2. Mengetahui dan memahami hubungan tasawuf dengan ilmu akhlak
3. Mengetahui dan memahami hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih
3. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam
Ilmu Tauhid juga dinamakan dengan Ilmu Kalam. Disebut Ilmu Tauhid karena
tujuan pokok ilmu ini adalah mengesakan Tuhan (Allah) baik zat, sifat maupun af’alnya
(perbuatanNya).
Disebut Ilmu Kalam karena :
1. Pembicaraan pokok yang dipersoalkan pada permulaan Islam adalah firman (kalam)
Allah yaitu Al-Quran, apakah ia makhluk diciptakan (non azali) atau tidak diciptakan
(azali).
2. Dasar pembicaraan Ilmu Kalam adalah dalil-dalil akal pikiran sehingga kelihatan
mereka ahli bicara. Dalil naqli baru digunakan sesudah ditetapkan kebenaran
persoalan dari segi akal pikiran.
3. Pembuktian kepercayaan agama sangat mirip dengan falsafah logika, maka untuk
membedakannya disebut dengan Ilmu Kalam.
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan
pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini
biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar
argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan
adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis,
sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil
Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam
terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa
Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun,
ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung
bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika
membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta
merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah.
Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu
kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan
manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan
nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak
4. saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan
pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan
batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode
praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga
tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui
batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasanbatasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam dan ilmu tauhid, ilmu Tasawuf mempunyai
fungsi sebagai berikut.
1. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang
mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan
penyempurna ilmu kalam.
2. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu
aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan
atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam AlQur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf,
hal itu harus ditolak.
3. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.
Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi
sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu
kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi
memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika
keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan
dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan
ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah
pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat
dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah
(pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua persoalan yang berada dalam
5. kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan
aplikatif
2.2 Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak didefinisikan sebagai pengetahuan tentang macam-macam sifat baik
dan buruk, cara menyandang sifat baik dan membersihkan sifat buruk. Dan, subjek ilmu
akhlak yaitu sifat-sifat baik dan buruk yang berkaitan dengan tindakan sengaja manusia,
dan yang bisa diperoleh atau dihindari.
Ilmu tasawuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawuf falsafi, yakni
tasawuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawuf model ini
menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawuf, baik menyangkut
filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawuf akhlaki, yakni tasawwuf
yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli
(mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang
terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia
dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawuf amali,
yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu
muncul dalam tharikat.
Sebenarnya, tiga macam tasawuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang
tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah),
karena itu untuk menuju wilayah tasawuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia
berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawuf pada hakekatnya adalah melakukan
serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat
berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawuf sangat erat
kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah
kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Di kalangankaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah,
yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah,
yaitu mensifati diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawuf akhlaqi, yang merupakan salah satu
ajaran dari tasawuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawuf akhlaki adalah mengisi kalbu
6. (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat
dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawuf amali, ada dua macam hal
yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat,
tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
2.3 Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Fiqih
Ilmu fikih yaitu pengetahuan untuk membuka ( memahami ) berbagai hal yang bisa
menjadikan sahnya ibadah dan mu’amalah. Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu
dimulai dari Thaharah, kemudian persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun,
pembahasan ilmu fiqih tentang thaharah atau yang lainnya secara tidak langsung terkait
dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah
yang dapat menyempurnakan ilmu fiqih dalam persoalan-persoalan tersebut. Ilmu
Tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini berhasil
memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas
dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan
kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Akhirnya, pelaksanaan
kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum
bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami fiqih,
berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia melakukan kebenaran”.
Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi
pertentangan antara ke-2 nya, berarti disitu terjadi kesalahan dan penyimpangan.
Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak
mengamalkan ilmunya. Jadi, seorang ahli sufi harus bertasawuf (sufi), harus memahami
dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya.
Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya.
Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling
melengkapi.
Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini
memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas
dan khusu’ berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini dapat menumbuhkan
kesiapan manusia untuk melaksanakan hilim-hukum fiqih. Alasannya, pelaksanaan
kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniyah.
7. Makrifat secara rasa terhadap Allah melahirkan pelaksanaan hukum-hukum-Nya
secara sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang menuduh
perjalanan menuju Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukumhukum Allah.
Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Junaid – seperti dikutip Sa’id Hawwa’ –
menuduh sesat golongan yang menjadikan whusul (mencapai) Allah sebagi tindakan
untuk melepaskan diri dari hukum-hukum syari’at. Lebih tegas ia mengatakan, Betul
mereka sampai, tetapi ke neraka saqar”.
Dahulu para ahli fiqih mengatakan, ”barangsiapa mendalami fiqih tetapi belum
bertasawuf, berarti ia fasik; barang siapa bertasawuf tetapi belum mendalami fiqih berarti
ia zindiq (melepaskan diri dari aturan Allah); Dan barangsiapa melakukan keduanya,
berarti ia ber-tahaqquq (melakukan kebenaran).” Tasawuf dan fiqih adalah dua disiplin
ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara keduanya, berarti ia
terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa
fikih atau menjauhi fikih, atau seorang ahli fikih tidak mengamalkan ilmunya.
Jadi, seorang ahli fikih harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf pun
harus mendalami dan mengikuti aturan fikih. Tegasnya, seorang fakih harus mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara
pengamalannya. Seorang sufu pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekligus
mengamalkannnya. Syeikh A-Rifa’i berkata, ”Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan
para sufi dalah satu. ”Pernyataan Ar-Rifa’i diatas perlu dikemukakan sebab beberapa sufi
yang ”terkelabui” selalu menghujat setiap orang dengan perkataan, ”orang yang tidak
memiliki syaikh, maka syaikhnya adalah setan.” Ungkapan ini diungkapkan seorang sufi
bodoh yang berpropaganda untuk seikhnya; atau dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak
tahu bgaimana seharusnya mendudukkan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.
Para pengamat Ilmu Tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil
menyatukan ilmu tasawuf dengan fikih adalah Al-Ghazali. Kitab Ihya’ Ulumuddinnya
dapat dipandang sebagai kitab yang dapat mewakili dua disiplin ilmu ini, disamping
disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu kalam dan filsafat. Paparan diatas telah menjelaskan
bahwa ilmu tasawuf mengakui bahwa tasawuf dan ilmu fikih adalah dua disiplin ilmu
yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa
kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan
kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fikih, yang terkesan sangat
formalistik – lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi
8. penghambaan seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang
dimiliki ilmu tsawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap
”merasa suci” sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam
ilmu fikih.
9. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan tasawwuf dengan ilmu tauhid, kalam, akhlak dan fikih, kelimanya
berusaha mencari kebenaran (al-haq) dengan metode berbeda jika tasawuf memperoleh
kebenaran sejati melalui mata hati, ilmu kalam ingin mengetahui kebenaran ajaran agama
melalui penalaran ratio lalu dirujukkan kepada nash, dan fisafat menghasilkan kebenaran
spekulatif tentang segala yang ada. Pada intinya ketiganya mendalami pencarian segala
yang bersifat ghaib/rahasia yang dianggap sebagai kebenaran terjauh dimana tidak semua
orang dapat menjangkaunya.
Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan
manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan
nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak
saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan
pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan
batasannya. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih adalah dua disiplin ilmu yang
saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa
kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan
kadar kualitas ilmunya. mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran
dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya
berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang
lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi
pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati
diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.
10. DAFTAR PUSTAKA
Nurulhaq, Dadan. 2010. Ilmu Akhlak/Tasawuf.Bandung:Kati Berkat Press
Anonim.2010.Hubungan
Tasawuf
dengan
Ilmu
Lainnya
dalam
Islam
http://www.sarjanaku.com/2011/11/hubungan-tasawuf-dan-ilmu-ilmu-lain.html.Diakses pada
tanggal 10 April 2012 pukul 10.28
Raksa, Aji. 2011.Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Ilmu Falsafah, Ilmu Fiqih, dan
Ilmu Jiwa. http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-kalam-ilmu.html.
Diakses pada tanggal 10 April 2012 pukul 13.21
Zenit,
Imam.
2011.
Hubungan
Ilmu
Kalam,
Tasawuf
http://www.jadilah.com/2011/11/hubungan-ilmu-kalam-tasawuf-dan.html.
tanggal 10 April 2012 pada pukul 13.45
dan
Filsafat.
Diakses pada