Dokumen tersebut membahas konsep penyakit tetanus, meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, komplikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan penyakit tetanus. Penyakit ini disebabkan oleh toksin dari Clostridium tetani dan bermanifestasi dengan kejang otot. Diagnosis didasarkan pada riwayat luka dan gejala klinis kejang, sedangkan penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik, relaksan otot, dan
1. BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit
Pengertian Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman clostridium tetanik, bermanisfestasi dengan kejang otot secara
proksimal dan di ikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot
massater dan otot-otot rangka.
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya
karna mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari
bahasa yunani yaitu tetenus dari teinein yang berarti menegang. Penyakit
ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperefleksia
menyebapkan trismus (lockjaw), Spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus). Spasme global, kejang dan spasme dan paralisis
pernapasan.
Etiologi Tetanus
Clostiridim tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti
penabung genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob.
Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksis (tetanus
spasmin), yang mula-mula akan menyebapkan kejang otot dan saraf
perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani
yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yan salah.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
Patofisiologi Tetanus
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat
disebapkan berbagai keadaan antara lain:
1. Luka tusuk dalam. Misalnya luka tusuk karena paku,kuku,pecahan
kaleng,pisau,cangkul dll.
2. Luka klarena kecelakaan kerja (kena perang, kecelakaan lalu lintas).
3. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
2.
Tanda gejala pada tetanus
1. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2. Keteganganotong rahang dan leher(mendadak)
3. Kesukaran membuka mulut (trismus)
4. Kaku kuduk (EPISTOTONUS), Kaku dinding perut dan tulang
belakang
5. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, di dahului dengan
ketengan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran
membuka mulut (trismus) karena spasme otot massater. Kenjang otot ini
akan berlanjut kekuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang
belakang. Bila serangan kejang toni sedang berlangsung seriming tampak
risus sardonukus karna spasme otot
Muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik
keluar dan kebawa, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang
khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai
dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengempal biasanya kesadaran
tetap baik.
Serangan timbul proksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara,
cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena
kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin
bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak) kadang
dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium ahir
Komplikasi pada tetanus
1. Bronkopneumoni
2. Asfiksia dan sianosis
Pemeriksaan penunjang/pemeriksaan diagnostik pada tetanus
1. Pemeriksaan fisik: adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang
2. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/l, peninggian tekanan otak,
deteksi kuman sulit.
3. Pemeriksaan ECG dapat telihat gambaran aritmia ventrikuler
3.
Penatalaksanaan medik pada tetanus
a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan
harus segera di berikan:
Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobin
tetanus disekitar luka tidak boleh dibrikan IV
Sedativa-terapi relaksan: Thiopental sodium (penthotal sodium)
0,4% IV drip: Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB di berikan
secara IM, IV atau PO Tiap 3-6 jam, Paraldehyde (Panal) 0,5 mg/kg
BB per-im tiap 4-6 jam.
Agen anti cemas: Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap
3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5
mg/kg BB/24 jam untuk dewasa
Beta-adrenergik bolcker, propanolol, 0,2 mg aliquots, untuk total
dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik,
digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas jantung
Penanggulangan kejang: isolasi penderita pada tempat yang tenang,
kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemberian
obat penenang
Pemberian penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi) dapat
diganti dengan tetrasiklin untuk membunuh klostirida vegetatif
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urin
Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali
fungsi otot dan ambulasi selama penyembuhan
b. Pembedahan
Problema pernafasan: Trakeostomi(k/p) dipertahankan beberapa
minggu: intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas
Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi
B. KONSEP PENYAKIT
1. Pengkajian
A. Identitas klien meliputi :
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, status, suku,
B. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang tidak
adekuat
b. Riwayat kesehatan dahulu
4. Klien perna mengalami kejang sewaktu kecil
c. Riwayat kesehatan keluarga
mempunyai penyakit yang sama dengan dirinya
C. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernapasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi
otot pernapasan
2. Sistem kardiovaskuler:disritmia,takikardi
hipertensi dan
pendarahan, suhu tubuh awalnya 38-40
3. Sistem neurologis: irritabillity (awal), kelemahan, konvulsi(ahir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak
4. Sistem perkemihan: retensi urin (distensi kandung kemih dan urin
output tidak ada/oliguria
5. Sistem pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus
6. Sistem integument dan muskuloskletal: nyeri kesemutan pada
tempat luka, berkeringatan, pada awalnya didahului trismus,
spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, otot
kaku dan kesulitan menelan.
7. Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi
dan kejang umum. (Marlyn Doengoes, nursing care plan, 1993
D. Pola aktifitas sehari-hari
1. Nutrisi
Kebiasaan:
Pola makan
- Frekuensi makan
: 3-4 kali sehari
- nafsu makan
: baik
- makanan pantangan
: tidak ada
Perubahan setelah sakit
:
Klien mengatakan kurang nafsu makan dan kadang muntah
Porsi makan tidak dihabiskan
BB menurun
2. Eliminasi
Kebiasaan:
- BAB (buang air besar)
- frekuensi : 2-3 kali sehari
- warna
: kuning
- konsistensi: padat
Perubahan selama sakit tidak ada
- BAK
- Frekuensi : 4 kali 5 kali sehari
5. - Selama sakit frekuensi 3-4 kali sehari
3. Istrahat dan tidur
- Klien bisa tidur malam nyenyak dan tidak sering terbangun tengah
malam
- Perubahan selama sakit, klien mengatakan tidak bisa tiddur seperti biasa
4. Hygine
Kebiasan:
- Klien dapat mandi sendiri setiap hari
- Perubahan selama sakit : klien mengatakan jarang mandi
4. Aspek psikososial
a. Pola pikir
Klien keluarganya telah mengetahui tentang perawatan dirinya selama
di rumah sakit, diruma, dan keluarganya mengharapkan klien sembuh
dari penyakitnya
b. Konsep diri
- Gambaran diri
Klien mengalami perubahan BB, oleh karena itu klien merasa sangat
terganggu dengan keadaanya saat ini
- Ideal diri
Klien ingin penyakitnya lekas sembuh
- Harga diri
Klien merasa minder dengan keaadan fisiknya saat ini
- Identitas diri
Klien adalah anggota keluarga kandung
d. Hubungan kmunikasi
Interaksi klien dengan keluarga dan lingkungan sekitar kurang
begitu baik karena klien merasa minder dengan keadaanya
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan penumpukan
sputum pada trakea dan spasme otot pernapasan
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernapasan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek
toksin (bakterimia)
4. Perubahan nutrisi, kuranng dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kekakuan otot pengunyah
6. 5. Hubungan interpersonal targangu berhubungan dengan kesulitan
bicara
6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi
lemah dan sering kejang
7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit
tetanus dan penanggulangannya berhuhubungan
dengan
kurangnya informasi
10.Kurangnya kebutuhan istrahat berhubungan dengan sering kejang
3. Perencanaan
Dx. 1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernapasan, ditandai
dengan ronchi, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lendir.
Tujuan : jalan nafas efektif
Kritia :
-
Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
Pernafasan 16-18 kali/menit
NO Interfensi
1
2
3
Rasional
Bebaskan jalan napas dengan Secara anatomi posisi kepala ekstensi
mengatur posisi kepala ekstensi kepala ekstensi merupakan cara untuk
meluruskan rongga pernapasan sehingga
proses respirasi tetap berjalan lancar
dengan menyingkirkan pembuatan jalan
nafas.
Pemeriksaan fisik dengan cara Ronchi menunjukan adanya ganguan
auskultasi mendengarkan suara pernapasan akibat atas cairan atau sekret
nafan (adakah ronchi) tiap 2-4 yang menutupi sebagian dari saluran
jam sekali
pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas.
Bersihkan mulut daqn saluran Sunction merupakan tindakan bantuan
nafas dari sekret dan lendir untuk mengeluarkan secret sehingga
dengan melakukan suction
mempermudah proses respirasi.
7. 4
Oksigenasi
Pemberian oksigen secara adequat dapat
menswuplai dan memberikan cadangan
oksigen , sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
tanda-tanda vital Dyspeneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya ganguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul
takikardi dan capilary refill time yang
memanjang /lama.
timbulnya gagal Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi di perlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
pernapasan (mekanical ventilation)
5
Observasi
tiap2 jam
6
Observasi
nafas
7
Obat mukolitik dapat mengencerkan
Kolaborasi dalam pemberian sekret
yang
kental
sehingga
obat
pengencer
sekresi mempermudah
pengeluaran
dan
(mukolitik)
mencegah kekentalan
DX 2. Gangguan pada nafas berhubungan dengan jalan napas terganggu akibat
spasme otot-otot pernapasan, yang ditandai dengan kejang rangsang, kontraksi
otot-ototn pernapasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk
T ujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
Tidak sesak, pernapasan normal 16-18 kali/menit
Tidak sianosis
No Intervensi
Rasionsal
1
Monitor irama pernapasan dan Indikasi adanya penyimpangan atau
respirasi rate
kelainan dari pernapasan dapat di lihat
dari frekuensi, jenis pernapasan, dan
irama nafas
2
Atur posisi luruskan jalan nafas
Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat
berjalan dengan lancar
3
Obserfasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suplay
o2 pada jaringan tubuh perifer
8. 4
5
6
7
Oksigenasi
Pemberian oksigen secara adequat
dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 Dyspneu, sianosis merupakan tanda
jam
terjadinya gangguan nafa di sertai
dengan kerja jantung yang menurun
dan timbul takikardia dan capylari
refill time yang memanjang lama
Observasi timbulnya gagal nafas
Ketidak mampuan tubuh dalam proses
respirasi di perlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
pernafasan
Kolaborasi dalam pemeriksaan Kompensasi tubuh terhadap gangguan
analisa gas darah
proses difusi dan perfusi jaringan.
Dx.3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksinyang
di tandai dengan suhu tubuh 38-40 ⁰c, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari
10.000/mm3
Tujuan suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37 ⁰c, hasil leb sel darah putih(leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
No Intervensi
1
Atur suhu
nyaman.
lingkungan
yang
2
Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
3
Berikan hidrasi atau minuman
yang cukup adequat
4
Lakukan tindakan tekni aseptik
dan antiseptik pada perawatan
luka
Berikan kompres dingin bila tidak
terjadi
eksternal
rangsangan
kejang
Laksanakan program pengobatan
antibiotik dan antipieretik
5
6
Rasional
Iklim lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi dan suhu tubuh individu
sebagai suatu proses adaptasi melalui
proses evaporasi dan konveksi
Identifikasi perkembangan gejalagejala kearah syok
Cairan-cairan membantu menyegarkan
badan dan merupakan kompresi badan
dari dalam
Perawatan
luka
mengeliminas
kemungkinan toksin yang masih berada
di sekitar luka
Kompres dingin merupakan salah satu
cara untuk menurunkan suhu tubuh
dengan ara proses konduksi
Obat-obat
antibakterial
dapat
mempunyai spektrum luas untuk
mengobati bakteri gram positif atau
bakteri gram negatif. Antipieretik
bekerja sebagai proses termoregulasi
untuk mengantisipasi panas
9. 7
Kolaboratif dalam pemeriksaan Hasil pemeriksaan leukosit yang
lab leukosit
meningkat lebih dari 10.000 /mm3
mengidentifikasikan adanya infeksi dan
untuk
mengikuti
perkembangan
pengobatan yang di programkan
Dx.4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kekakuan otot pengunyah yang ditantai dengan intake kurang, makanan dan
minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat
badan menurun beserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5
mg%
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
-
BB optimal
Intake adequat
Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg%
NO Intervensi
1
Jelaskan
faktor
yang
mempengaruhi kesulitan dalam
makan dan pentingnya makanan
bagi tubuh
2
Rasional
Dampak dari tetanus adalah adanya
kekakuan dari otot pengunyah
sehingga klien mengalami kesulitan
menelan dan kadang timbul reflek
balik atau kesendak. Dengan tingkat
pengetahuan yang adequat diharapkan
klien dapat berpartipasif dan koperatif
dalam program diit
Kolaboratif :
Pemberian diit TKTP cair, lunak Diit yang di berikan sesuai dengan
atau bubur kasar
keadaan klien dari tingkat membuka
mulut dan proses mengunyah
Pemberian cairan per IV line
Pemberian cairan per infus di berikan
pada klien dengan ketidakmampuan
mengunyah atau tidak bisa makan
lewat mulut sehingga kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Pemasangan NGT bila perlu
NGT
dapat
berfungsi
sebagai
masuknya makanan juga untuk
Dx.5. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang.
Tujuan : Cedera tidak terjadi.
Kriteria :
10. -
Klien tidak ada cedera
Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
NO Intervensi
Rasional
1
Menghindari kemungkinan terjadinya
cedera akibat dari stimulus kejang
Menurunkan kemungkinan adanya
trauma jika terjadi kejang
Identifikasi dan hindari faktor
pencetus
Tempatkan pasien pada tempat
tidur pada pasien yang memeakai
pengaman
Sediakan disamping tempat tidur
2
3
Antisipasi dini pertolongan kejang
akan mengurangi resiko yang dapat
memperberat kondisi klien
Lindungi pasien pada saat kejang
Mencegah terjadinya bantuan/trauma
yang memungkinkan terjadinya cedera
fisik
Catat penyebap mulai terjadinya Pendokumentasian
yang
akurat,
kejang
memudahkan
pengontrolan
dan
identifikasi kejang
4
5
Dx.6. Defenisi folume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adequat.
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan.
Kriteria :
-
Membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
NO Intervesi
Rasional
1
Kaji intake dan out put setiap 24 Memberikan informasi tentang status
jam
caira/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
2
Kaji
tanda-tanda
dehidrasi, Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
membran mukosa, dan turgor kulit dan hidrasi seluler
setiap 24 jam
3
Berikan dan pertahankan intake Mempertahankan kebutuhan cairan
oral dan parenteral sesuai indikasi tubuh
(infus 12 tts NGT 40 cc/4 jam)
dan
di
sesuakan
dengan
perkembangan kondisi pasien
4
Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi untuk
pengeluaranya
kebutuhan tubuh
6
Pertahankan kepatenan NGT
Penurunan keluaran urine pekat dan
peningkatan berat jenis urine di duga
dehidrasi/peningkatan
kebutuhan
cairan