Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, diagnosa, komplikasi, pencegahan, dan penatalaksanaan tetanus. Tetanus disebabkan oleh toksin dari Clostridium tetani yang memasuki tubuh melalui luka dan menyebabkan kejang otot serta kekakuan. Diagnosa didasarkan pada gejala klinis dan diperlukan penanganan darurat untuk mencegah komplikasi berbahaya seperti
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot
rangka.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot
masester dan otot rangka.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot
masester dan otot rangka
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x
0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan
hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang
letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin
yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan
kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu
650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang
bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
2. B. Rumusan masalah permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah “Apakah
yang dimaksud dengan Tetanus dan Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Tetanus?”
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan malah ini adalah:
1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus
2. Mengetahui Etiologi dari Tetanus
3. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus
4. Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus
5. Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus
7. Mengetahui Komplikasi pada Tetanus
8. Mengetahui Prognosa dari Tetanus
9. Mengetahui Pencegahan dari Tetanus
10. Mengetahui Penatalaksanaan pada Tetanus
11. Mengetahui Askep pada pasien anak dengan Tetanus
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka
Penyakit tetanus merupakan salah satu yang berbahaya karena mempengaruhi
system urat saraf dan otot otot. Kata tetanus diambil dari bahasa yunani yaitu tetanos
dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana
spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot
umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme
dan paralisis pernapasan.
2. Etiologi Tetanus
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan
toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama
oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan
perawatan yang salah.
4. Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
3. Patofisiologi Tetanus
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat
disebabkan berbagai keadaan antara lain :
1) Luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng,
pisau, cangkul dan lain-lain.
2) Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
3) Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk
ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen ,
sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi
dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah
dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk
spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini
merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil
dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
5. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini
bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal,
tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal
dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari
kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
4. Tanda dan Gejala pada Tetanus
1) Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2) Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3) Kesukaran membuka mulut (trismus)
4) Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5) Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot
terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut
(trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk
(opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang
tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka
dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa
badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan
mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul proksimal, dapat dicetus
oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul
spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi
urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai
demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir
6. 5. Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
1) Badan kaku dengan epistotonus
2) Tungkai dalam ekstensi
3) Lengan kaku dan tangan mengepal
4) Biasanya keasadaran tetap baik
5) Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi
urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan
stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius
dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
6. Pemeriksaan diagnostik pada Tetanus
a) Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang
b) Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak,
deteksi kuman sulit
c) Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
7. Komplikasi pada Tetanus
a) Bronkopneumoni
b) Asfiksia dan sianosis
8. Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
7. penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
1) Masa Inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
2) Neonatus dan usia tua (lebih dari 5tahun)
3) Frekuensi kejang yang sering
4) Kenaikan suhu badan yang tinggi
5) Pengobatan terlambat
6) Periode trismus dan kejang yang semakin sering
7) Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas
9. Pencegahan pada Tetanus
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1) Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2) Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3) Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4) Pemberian anti tetanus serum.S
10. Penatalaksanaan pada Tetanus
a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan
harus segera diberikan :
1) Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus
disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV).
8. 2) Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV
drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO
tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3) Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam,
dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam
untuk dewasa.
4) Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total
dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan
untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5) Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi
rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6) Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan
tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7) Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8) Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9) Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10) Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11) Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi
optot dan ambulasi selama penyembuhan.
b. Pembedahan
1) Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;
intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2) Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
9. Penyimpangan KDM
luka
kerusakan jaringan local
terkontaminasi
clostridium tetani
berproliferasi
mengeluarkan toksin
diabsorbsi ujung saraf
masuk kesirkulasi
susunan saraf pusat
ketegangan otot terutama
pada rahang dan leher
10. B. Konsep Asukan Keperawatan pada pasien dengan Tetanus
1. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
2. Identitas orang tua:
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
3. Identitas sudara kandung
2. Keluhan utama/alasan masuk RS.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. Ante natal care
4. Natal
5. Post natal care
6. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat imunisasi
5 Riwayat tumbuh kembang
1. Pertumbuhan fisik
2. Perkembangan tiap tahap
11. 6. Riwayat Nutrisi
1. Pemberian asi
2. Susu Formula
3. Pemberian makanan tambahan
4. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
7. Riwayat Psikososial
8. Riwayat Spiritual
9. Reaksi Hospitalisasi
1. Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap
10. Aktifitas sehari-hari
1. Nutrisi
2. Cairan
3. Eliminasi BAB/BAK
4. Istirahat tidur
5. Olahraga
6. Personal Hygiene
7. Aktifitas/mobilitas fisik
8. Rekreasi
12. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum klien
2. Tanda-tanda vital
3. sAntropometri
12. 4. Sistem pernafasan
5. Sistem Cardio Vaskuler
6. Sistem Pencernaan
7. Sistem Indra
8. Sistem muskulo skeletal
9. Sistem integument
10. Sistem Endokrin
11. Sistem perkemihan
12. Sistem reproduksi
13. Sistem imun
14. Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi
sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
Pemeriksaan tingkat perkembangan
1. 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik
halus, bahasa, personal sosial)
2. tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
13. Tes Diagnostik
14. Terapi
PEMERIKSAAN A, B, C. D
a. Arway
: Adanya sputum
b. Birthing
: Spasme otot-otot pernapasan
c. Circulasion
:
d. Disability
:
13. 2. Diagnosa Keperawatan
1) Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spame otot pernafasan.
2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan.
3) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia)
4) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan
otot pengunyah
5) Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
6) Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang dan oliguria
7) Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
8) Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi
lemah dan sering kejang
9) Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
10) Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
3. Intervensi Keperawatan
Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis,
dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil
pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)
14. Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal
(pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No
Intervensi
1
Bebaskan
Rasional
jalan
nafas
dengan Secara anatomi posisi kepala ekstensi
mengatur posisi kepala ekstensi
merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi
tetap
berjalan
lancar
dengan
menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
2
Pemeriksaan
auskultasi
fisik
dengan
mendengarkan
cara Ronchi menunjukkan adanya gangguan
suara pernafasan akibat atas cairan atau sekret
nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam yang menutupi sebagian dari saluran
sekali
pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3
Bersihkan mulut dan saluran nafas Suction merupakan tindakan bantuan
dari
sekret
dan
lendir
dengan untuk mengeluarkan sekret, sehingga
melakukan suction
4
mempermudah proses respirasi
Oksigenasi
Pemberian oksigen secara adequat dapat
15. mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
5
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 Dyspneu,
jam
sianosis
merupakan
tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung
yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6
Observasi timbulnya gagal nafas.
Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan
menggunakan
alat
bantu
pernafasan (mekanical ventilation)
7
Kolaborasi dalam pemberian obat Obat
pengencer sekresi(mukolitik)
sekret
mukolitik
yang
mempermudah
dapat
mengencerkan
kental
sehingga
pengeluaran
dan
memcegah kekentalan
Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng,
kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
- Tidak sianosis.
16. No
Intervensi
1
Monitor
Rasional
irama
pernafasan
dan Indikasi
respirati rate
adanya
penyimpangan
atau
kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari
frekuensi,
jenis
pernafasan,kemampuan
dan irama nafas.
2
. Atur posisi luruskan jalan nafas.
Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
3
Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suply O2
pada jaringan tubuh perifer
4
. Oksigenasi
Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan
cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia
5
Observasi tanda-tanda vital tiap 2 Dyspneu,
jam
sianosis
merupakan
tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja
jantung
yang
menurun
timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6
Observasi timbulnya gagal nafas.
Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan
menggunakan
alat
bantu
pernafasan (mekanical ventilation).
7
Kolaborasi
dalam
analisa gas darah.
pemeriksaan Kompensasi tubuh terhadap gangguan
proses difusi dan perfusi jaringan dapat
17. Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel
darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Tujuan Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.00010.000/mm3
NO Intervensi
1
.
Atur
Rasional
suhu
lingkungan
yang Iklim lingkungan dapat mempengaruhi
nyaman.
kondisi dan suhu tubuh individu sebagai
suatu proses adaptasi melalui proses
evaporasi dan konveksi.
2
Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Identifikasi perkembangan gejala-gajala
ke arah syok exhaution
3
Berikan hidrasi atau minum ysng Cairan-cairan
cukup adequat
membantu
menyegarkan
badan dan merupakan kompresi badan
dari dalam
4
Lakukan tindakan teknik aseptik dan Perawatan
antiseptik pada perawatan luka.
lukan
mengeleminasi
kemungkinan toksin yang masih berada
disekitar luka.
.
5
Berikan kompres dingin bila tidak Kompres dingin merupakan salah satu
terjadi ekternal rangsangan kejang.
cara
untuk
menurunkan
suhu
tubuh
dengan cara proses konduksi.
6
Laksanakan
program
pengobatan Obat-obat antibakterial dapat mempunyai
antibiotik dan antipieretik
spektrum
lluas
untuk
mengobati
bakteeerria gram positif atau bakteria
18. gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai
proses termoregulasi untuk mengantisipasi
panas.
7
Kolaboratif dalam pemeriksaan lab Hasil
leukosit.
pemeriksaan
meningkat
lebih
dari
leukosit
yang
10.000
/mm3
mengindikasikan adanya infeksi dan atau
untuk
mengikuti
perkembangan
pengobatan yang diprogramkan
Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan
minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan
berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin
kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No.
Intervensi
1
Jelaskan faktor yang mempengaruhi Dampak dari tetanus adalah adanya
kesulitan
Rasional
dalam
makan
pentingnya makanabagi tubuh
dan kekakuan dari otot pengunyah sehingga
klien mengalami kesulitan menelan dan
kadang timbul refflek balik atau kesedak.
19. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat
diharapkan klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.
2
Kolaboratif :
Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan
klien dari tingkat membuka mulut dan
Pemberian diit TKTP cair, lunak
proses mengunyah.
atau bubur kasar.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada
Pemberian carian per IV line
Pemasangan NGT bila perlu
klien
dengan
ketidakmampuan
mengunyak atau tidak bisa makan lewat
mulut
sehingga
kebutuhan
nutrisi
terpenuhi.
NGT dapat berfungsi sebagai masuknya
makanan juga untuk memberikan obat
Dx.5.Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Criteria :
- Klien tidak ada cedera
- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi
1
Identifikasi
pencetus
2
Rasional
dan
hindari
faktor Menghindari
kemungkinan
terjadinya
cedera akibat dari stimulus kejang
Tempatkan pasien pada tempat tidur Menurunkan kemungkinan adanya trauma
20. pada pasien yang memakai pengaman jika terjadi kejang
3
Sediakan disamping tempat tidur Antisipasi dini pertolongan kejang akan
tongue spatel
mengurangi
resiko
yang
dapat
memperberat kondisi klien
4
Lindungi pasien pada saat kejang
Mencegah
terjadinya
benturan/trauma
yang memungkinkan terjadinya cedera
fisik
5
Catat
penyebab
kejang
mulai
terjadinya Pendokumentasian yang akurat, memudahkan pengontrolan dan identifikasi kejang
Dx.6.Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
No. Intervensi
1
Rasional
Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status
cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
2
Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
mukosa, dan turgor kulit setiap 24 dan hidrasi seluler
jam
3
Berikan dan pertahankan intake oral Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
dan parenteral sesuai indikasi ( infus
12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan
disesuaikan dengan perkembangan
21. kondisi pasien
4
Monitor
berat
jenis
urine
dan Mempertahankan intake nutrisi untuk
pengeluarannya
5
kebutuhan tubuh
Pertahankan kepatenan NGT
Penurunan keluaran urine pekat dan
peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
4. Implementasi Keperawatan
Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang
telah anda lakukan tidakan pada pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan
tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka
tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk,
kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan