Tinjauan teoritis membahas konsep penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dan Epididimitis, meliputi pengertian, anatomi, fisiologi, dan etiologi kedua penyakit. Benigna Prostat Hiperplasia disebabkan oleh peningkatan hormon dan proses penuaan, sedangkan Epididimitis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri seperti E. Coli yang menuruni saluran kemih."
1. BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
a. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia
Pengertian mengenai Benigna Prostat Hiperplasia banyak
diungkapkan oleh beberapa ahli, walaupun cara pandang para ahli berbeda
tetapi mengandung arti yang sama, diantaranya :
“Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran, memanjang keatas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urine dengan menutupi orifisium urethra dan biasa terjadi pada
banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun”. (Smeltzer, S.C., dan Bare,
B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1625)
“Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius”. (Marilynn, E, Doenges., dkk, 1999:671).
“Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat dan lebih dari 50 % pria di atas
50 tahun mengalami pertumbuhan nodular ini”. (Price, S.A., dkk, alih
bahasa Peter, A., 1995:1154).
Tiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Benigna
Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat yang mengalami pembesaran
progresif, memanjang keatas ke dalam kandung kemih dan merupakan
7
2. 8
pertumbuhan dari nodula-nodula fibroadenomatosa majemuk dalam prostat
sehingga menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium urethra dan
biasanya terjadi pada pria dengan usia di atas 50 tahun.
b. Pengertian Epididimitis
“Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran
reproduksi pria, dapat terjadi unilateral atau bilateral”. (Price, S.A., dkk,
alih bahasa Peter, A., 1995:1155).
“Epididimitis adalah suatu infeksi epididimis yang biasanya turun dari
prostat atau saluran urine yang terinfeksi”. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G.,
alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1640).
“Epididimitis dapat dianggap sebagai infeksi asendens saluran kemih
yang sering ditemukan sebagai penyulit infeksi saluran kemih atau
prostatitis”. (Sjamsuhidajat, dan Wim de Jong, 2003:753).
Dari ketiga ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Epididimitis adalah suatu penyakit infeksi yang sering terjadi pada saluran
reproduksi pria yang biasanya turun dari prostat dan dianggap sebagai
infeksi asendens saluran kemih atau prostatitis yang biasanya turun dari
prostat atau saluran urine yang terinfeksi dan dapat terjadi secara unilateral
atau bilateral.
Dapat diambil kesimpulan dari pengertian-pengertian di atas bahwa
Benigna Prostat Hiperplasia dan Epididimitis adalah suatu kondisi dimana
terjadi pembesaran pada kelenjar prostat yang mengakibatkan tersumbatnya
aliran urine dengan tertutupnya orifisium uretra sehingga terjadi akumulasi
3. 9
urine dikandung kemih dan berdampak timbulnya suatu penyakit infeksi pada
epididimis yang dianggap sebagai infeksi asendens saluran kemih.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
1) Ginjal
a). Makroskopis
Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995), dan
Syaifuddin, (1995) menyebutkan bahwa ginjal terletak dibagian
belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, di depan dua kosta
terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus
lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang dewasa panjangnya
12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari
1 % berat seluruh tubuh atau ginjal beratnya antara 120-150 gram.
Ginjal berbentuk seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah yaitu
kiri dan kanan. Ginjal kanan lebih rendah dibandingkan dengan
ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Potongan
longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu
korteks dan medulla.
Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid.
Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul
nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus
4. 10
papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus pengumpul.
b). Mikroskopis
Tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya membentuk satu
kesatuan (nefron).
Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal
terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowman, rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus
distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. (Price,
S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., 1995:773)
2) Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang menghubungkan ginjal dan
saluran kemih (vesika urinaria). Panjang ureter ± 25-30 cm, dengan
diameter ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga pelvik.
Dinding ureter terdiri dari tiga lapis, yaitu :
a). Lapisan luar terdiri dari jaringan fibrous
b). Lapisan tengah yang terdiri dari lapisan otot polos
c). Lapisan dalam terdiri dari lapisan mukosa yang merupakan
membran epitel transisional.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik
setiap 5 menit sekali yang akan mendorong urine, diekresikan ginjal
melalui ureter dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui
osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter tidak
5. 11
mempunyai spingter tetapi beberapa oblique berfungsi sebagai spingter
untuk mencegah aliran balik dari kandung kemih ke ureter.
3) Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis di dalam
rongga panggul. Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis
seperti balon karet. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang
dikelilingi otot polos yang kuat yang dapat berkontraksi dan relaksasi.
Kandung kemih merupakan reservoar sebelum urine dikeluarkan,
kemampuan kandung kemih dalam menampung urine dapat mencapai
500 cc atau lebih, hal ini dipengaruhi oleh kondisi kandung kemih dan
posisi tubuh.
Kandung kemih terbagi atas :
a). Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikel
yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan
prostat.
b). Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c). Verteks, bagian yang runcing ke arah muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis.
4) Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi untuk menyalurkan/mengeluarkan urine keluar.
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengahtengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
6. 12
tulang pubis kebagian penis. Panjang uretra laki-laki ± 17-20 cm.
Uretra pada laki-laki terdiri dari :
a)
Lapisan mukosa (lapisan dalam).
b)
Lapisan submukosa.
Uretra memiliki spingter yang mengatur keluarnya urine, terdiri
atas spingter eksternus dan internus. Pada pria spingter internus
berperan dalam mencegah urine bercampur dengan semen pada saat
ejakulasi. Spingter eksternus berperan dalam proses miksi.
5) Prostat
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terdiri atas jaringan
kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas.
Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram. Prostat
terletak retroperitoneal, melingkari leher kandung kemih dan uretra
serta dipisahkan dari alat-alat tubuh yang dilingkarinya ini oleh suatu
simpai. Mula-mula prostat terdiri atas lima lobus yaitu lobus posterior,
medius, anterior dan dua buah lobus lateralis, tetapi selama
perkembangan selanjutnya ketiga lobus anterior, medius dan posterior
bersatu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius
kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus-lobus lain
tampak homogen berwarna keabuan, dengan kista kecil-kecil berisi
cairan seperti susu. Kista-kista ini adalah kelenjar-kelenjar prostat.
Selain mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat
mengandung cukup banyak jaringan fibrosa dan jaringan otot. Kelenjar
ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan dikelilingi
7. 13
oleh suatu pleksus veno. Kelenjar limfe regionalnya ialah kelenjar
limfe hipogastrik, sakral, obturator, dan iliakal ekstern.
Kelenjar Prostat terdiri dari dua bagian, yaitu :
c). Kelenjar-kelenjar di bagian tepi prostat, terdiri atas kelenjar yang
panjang-panjang.
d). Kelenjar-kelenjar di bagian tengah, terdiri atas kelenjar yang
pendek-pendek dan bercabang.
Gambar 2.1 Prostat Dan Saluran Kemih Bagian Bawah
Sumber : Dalley, A.F., (Editor), 1995
8. 14
Gambar 2.2 Prostat Dan Organ Reproduksi Lainnya
Sumber : Van de graff, Kent. M. (1984:612)
6) Epididimis
Epididimis adalah duktus yang melingkar pada bagian posterior
tiap-tiap testis yang merupakan saluran halus yang panjangnya + 6
cm, terletak disepanjang atas, tepi dan belakang dari testis. Terdiri dari
kepala / kaput yang terletak di atas kutup testis, badan dan ekor.
Epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan viseral, lapisan ini pada
mediastinum menjadi lapisan parietal.
Struktur epididimis yaitu saluran ini dikelilingi oleh jaringan ikat,
spermatozoa melalui duktuli eferentis yang merupakan bagian dari
kaput epididimis. Duktus eferentis panjangnya + 20 cm, berkelokkelok dan membentuk kerucut kecil dan bermuara ke duktus
9. 15
epididimis tempat spermatozoa disimpan, masuk kedalam vas
deferens.
Untuk lebih jelasnya mengenai struktur dan bagian-bagian dari
epididimis, dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah ini.
Spermatic Cord
Testicular Veins
Testicular Artery
Vasdeferens
Head of
Epididymis
Body of
Epididymis
Tail of
Epididymis
Gambar 2.3 Struktur dari Epididimis
Sumber : Solomon, and Davis (1983:679)
Spermatic Cord
Head of Epididymis
Straight Tubule
Rete Testis
Seminiferous
Tubule
Tunica
Albuginea
Scrotal Cavity
Body of
Epididymis
Ductus
Deferens
Tail of
Epididymis
Gambar 2.4 Struktur Testis dan Epididimis
Sumber : Martini,Frederic (1989:806)
10. 16
b. Fisiologi
1) Fisiologi Prostat
Prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung pada pengaruh
endokrin dan dapat dianggap sebagai imbangan (counterpart) dari
payudara wanita.
Sel-sel epitel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam
fospatase yang paling aktif bekerja pada pH 5. Enzim ini sangat
sedikit sehingga tidak dapat diukur dalam darah.
Fungsi kelenjar prostat adalah menambah cairan alkalis pada
cairan seminalis yang berguna untuk melindungi spermatozoa
terhadap tekanan yang terdapat pada uretra dan vagina.
2) Fisiologi Epididimis
Fungsi dari epididimis adalah sebagai saluran penghantar testis,
mengatur sperma sebelum diejakulasi dan memproduksi semen.
3. Etiologi
a. Etiologi Benigna Prostat Hiperplasia
Menurut Basuki B. Purnomo (2003:74) hingga sekarang masih belum
diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron dan proses aging (menjadi
tua).
11. 17
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasi prostat adalah :
1) Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut.
2) Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemacu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3) Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
4) Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan.
b. Etiologi Epididimitis
Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995:1155),
organisme penyebab epididimitis adalah E. Coli, streptokok, stafilokok,
gonore atau Chlamydia. Organisme penyebab ini menyebar dari uretritis
atau prostatitis yang memang sudah ada. Dapat pula terjadi penyebaran
organisme melalui darah dari faringitis atau tuberkulosis. Infeksi bakterial
kronik atau rekuren dapat terjadi sekunder pada uretritis atau prostatitis
kronik atau pada pemakaian kateter tinggal yang terus menerus.
Sedangkan menurut Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa :
Kuncara H.Y., dkk (2001:1640), penyebab utama epididimitis adalah
12. 18
Chlamydia trchomatis. Infeksi ini menjalar ke atas melalui uretra dan
duktus ejakulatorius dan kemudian sepanjang vas deferens ke epididimis.
4. Manifestasi Klinik
a. Manifestasi klinik Benigna Prostat Hiperplasia
Menurut Basuki B. Purnomo (2003:77), gambaran klinik yang sering terjadi
pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia adalah hal-hal berikut dalam
derajat yang berbeda, yaitu :
1) Gejala Obstruktif :
a) Mengedan untuk miksi
b) Miksi terputus, terjadi karena destruktor buli tidak mampu
mempertahankan kontraksi yang cukup adekuat hingga akhir miksi
c) Miksi menetes
d) Pancaran urine lemah, hal ini akibat dari uretra prostatika yang
menyempit
e) Menunggu saat permulaan miksi, akibatkan karena destruktor buli
yang melemah dan membutuhkan waktu untuk berkontraksi
f) Miksi tidak lampias.
2) Gejala Iritatif :
a) Sering miksi pada malan hari
b) Rasa terdesak untuk miksi, biasanya terjadi akibat dari hiperaktivitas
dan hiperiritabilitas buli-buli
c) Rasa nyeri waktu miksi akibat infeksi atau batu sebagai statis urine
13. 19
d) Sering miksi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
menyebabkan memendeknya interval miksi, perangsangan buli-buli
untuk kontraksi oleh pembesaran prostat, meningkatnya daya
rangsang dan melemahnya tonus spingter terutama pada malam hari.
Untuk mengukur besarnya hiperplasia prostat dapat dipakai berbagai
pengukuran, yaitu :
1) Rectal Grading
Dengan rectal toucher diperkirakan beberapa cm prostat menonjol ke
dalam lumen dari rektum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan
buli-buli kosong, karena jika penuh bisa terjadi kesalahan. Gradasi ini
adalah sebagai berikut :
a) 0-1 cm grade 0
b) 1-2 cm grade 1
c) 2-3 cm grade 2
d) 3-4 cm grade 3
e) > 4 cm grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas atas dari prostat tidak dapat diraba.
2) Clinical Grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine
pada pagi hari setelah klien bangun tidur dan disuruh BAK sampai
selesai, kemudian dimasukkan kateter dalam buli-buli untuk mengukur
sisa urine. Uraiannya adalah sebagai berikut :
1) Sisa urine 0 cc
: normal
2) Sisa urine 0-50 cc
: grade 1
14. 20
3) Sisa urine 50-150 cc
: grade 2
4) Sisa urine > 150 cc
: grade 3
5) Sama sekali tidak bisa kencing : grade 4.
3) Intra Urethral Grading
Melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke lumen uretra,
pengukuran ini hanya dapat dilihat dengan endoskopi.
b. Manifestasi klinik Epididimitis
Menurut Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk
(2001:1640), gambaran klinik yang sering terjadi pada klien dengan
Epididimitis biasanya klien mengeluh nyeri unilateral dan rasa sakit pada
kanalis inguinalis sepanjang jalur vas deferens dan kemudian mengalami
nyeri dan pembengkakan pada skrotum serta lipat paha. Epididimitis
menjadi bengkak dan sangat sakit serta suhu tubuh klien meningkat. Urine
dapat mengandung nanah (piuria) dan bakteri (bakteriuria), serta klien dapat
mengalami menggigil dan demam.
5. Patofisiologi
Gejala klinis yang menonjol dari Benigna Prostat Hiperplasia adalah
sumbatan pada saluran kemih bagian bawah. Gejala ini terjadi disebabkan oleh
2 komponen, yaitu :
1) Komponen statik akibat adanya penekanan yang bersifat menetap pada
uretra.
15. 21
2) Komponen dinamik yang disebabkan oleh peningkatan tonus kelenjar
prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom.
Komponen statik terjadi karena meningkatnya volume prostat yang pada
akhirnya menekan uretra dan dan terjadi hambatan aliran kemih. Sedangkan
komponen dinamik yaitu dimana prostat terdiri dari 2 bagian utama, yaitu
stroma yang terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf, juga serabut
otot polos yang terdiri dari lumen asinisel epitel kelenjar. Reseptor yang
bertanggung jawab untuk kontraksi otot polos ini adalah adrenoreseptor.
Pengaktifan reseptor ini akan menstimulasi otot polos sehingga akan menaikkan
tonus prostat dan leher buli-buli yang tentunya meningkatkan tekanan dan
resistensi uretra. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan terjadinya sumbatan
aliran kemih. Selain terjadi sumbatan, hambatan buli-buli juga diperberat
dengan adanya kelemahan kontraksi otot dan destruktor buli-buli. Kelemahan
kontraksi ini terjadi akibat adanya perubahan pada otot destruktor berupa
kurangnya densitas persarafan, fibrosis dan perubahan pada sel otot. Perubahan
ini tidak selalu akibat adanya sumbatan intervesika, tapi juga disebabkan oleh
penyakit yang berhubungan dengan usia. Dengan adanya sisa urine maka dapat
terjadi peningkatan resiko infeksi dan terbentuknya batu dalam kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik mengakibatkan tekanan pada ginjal yang
menyebabkan iskemik, kemudian terjadi penurunan filtrasi glomerulus sehingga
terjadi proteinuria dan penurunan albumin yang menyebabkan penurunan
tekanan osmotik sehingga dampaknya cairan berinvasi dari intra sel ke
interstitial dan terjadilah oedema.
16. 22
Dari urine statis menyebabkan urine alkali sehingga memudahkan
berkembang biaknya bakteri sehingga terjadi peradangan pada blass dan
merangsang reseptor nyeri yang diteruskan ke korteks cerebri dan akhirnya
dipersepsikan sebagai nyeri. Nyeri pada klien dapat menyebabkan klien selalu
terjaga, aktivitas terbatas, adanya disfungsi sosial dan terjadinya peningkatan
refleks vagal yang mengakibatkan peningkatan HCL sehingga terjadi mual dan
muntah.
Hiperplasia Prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesikal meningkat
Buli-buli
Ginjal dan Ureter
Hipertropi otot detrusor
Refluks vesiko-ureter
Trabekulasi
Hidroureter
Selula
Hidronefrosis
Divertikel buli-buli
Pyonefrosis, Pyelonefrosis
Gagal ginjal
Skema 2.1 Pengaruh Hiperplasi Prostat pada Saluran Kemih
Sumber : Purnomo, Basuki. B. (2001:76)
6. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia dan Epididimitis
Pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia dan Epididimitis,
penatalaksanaanya meliputi penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia serta
penatalaksanaan untuk Epididimitis.
17. 23
1) Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia
Menurut Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y.,
dkk, (2001:1626) Penatalaksanaan untuk Benigna Prostat Hiperplasia
antara lain :
1) Rencana sectio alta bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi
dan kondisi klien. Jika pasien masuk RS dalam keadaan darurat karena
tidak dapat berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang
lazim mungkin terlalu lunak dan lemas untuk dimasukkan melalui
uretra ke dalam kandung kemih.
2) Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter logam dengan
tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung
kemih (sistostomi suprapubik) untuk drainase yang adekuat.
3) Karena sudah diidentifikasi adanya komponen hormonal pada
hiperplasia prostatik jinak, salah satu metode pengobatan mencakup
manipulasi hormonal dengan preparat antiandrogen.
4) Operatif dengan prostatectomy
a) TURP
Merupakan model untuk mengangkat lesi obstruksi minor dan
merupakan teknik pembedahan prostat yang paling umum
dilaksanakan. Jaringan abnormal diangkat melalui retroskopi yang
dimasukkan melalui uretra.
Keuntungan TURP diantaranya waktu opname relatif pendek
dan penyembuhan relatif cepat. Indikasi dilakukannya TURP yaitu
apabila pembesaran prostat sekitar 40 gr.
18. 24
b) Prostatectomy suprapubis
Pembedahan dilakukan dengan cara penyayatan perut bagian
bawah. Indikasi dilakukan tindakan ini apabila pembesaran prostat
lebih dari 40 gr, terjadi abnormalitas vesika urinaria karena
diventrikuli atau batu, pembesaran lobus tengah prostat. Pada
tindakan ini abnormalitas vesika urinaria dapat diobati secara
bersamaan karena insisi dibuat sampai vesika urinaria.
Keuntungan prosedur ini memungkinkan eksplorasi dan
pengangkatan jaringan lebih sempurna. Kerugian tindakan ini
diantaranya bisa timbul syock dan perdarahan, spasme bladder dan
penyembuhan relatif lama.
c) Prostatectomy retro pubis
Pembedahan seperti ini dilakukan dengan cara menyayat pada
perut bagian bawah. Tindakan ini memungkinkan pencapaian
prostat tanpa mengganggu vesika urinaria dan memungkinkan
visualisasi langsung terhadap prostat. Kerugiannya vesika urinaria
tidak dapat dibuka dan dapat terjadi ostitis pubis. Inkontinentia dan
impotensi merupakan komplikasi yang mungkin terjadi.
d) Prostatectomy perianal
Pembedahan dilakukan dengan cara penyayatan diantara
scrotum dan anus. Diperlukan untuk prostatectomy radikal dan
biasanya diikuti dengan vasektomy untuk mencegah epididimitis.
2) Penatalaksanaan Epididimitis
19. 25
Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995:1155),
identifikasi organisme dan pengobatan antibiotik harus dilakukan sesegera
mungkin pada klien dengan epididimitis karena ada ancaman sterilitas atau
infertilitas sebagai akibat obstruksi mekanik karena parut. Pengobatannya
adalah dengan antibiotika, tergantung dari sensitivitas organisme yang
diidentifikasi. Terapi simtomatik penyokong adalah tirah baring,
penyangga skrotum dan kantong es serta analgetik. Pada kasus peradangan
kronik sekunder dari uretritis, prostatitis atau pemakaian kateter yang terus
menerus, vasektomi dapat dipertimbangkan untuk menghindari penyebaran
infeksi lebih lanjut.
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pada
Benigna
Prostat
Hiperplasia
dan
Epididimitis
Menurut Marilynn, E, Doenges, dkk, (1999:672), untuk memperkuat
diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya :
1) Urinalisa : Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah);
penampilan keruh; pH 7 atau lebih (menunjukkan infeksi); bakteria, SDP,
SDM mungkin ada secara mikroskopis.
2) Kultur urine : Dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus,
Klebsiella, Pseudomonas, atau Escherichia coli.
3) Sitologi urine : Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.
4) BUN / kreatinin : Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.
5) Asam fosfat serum / antigen khusus prostatik : Peningkatan karena
pertumbuhan seluler dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat
mengindikasikan metastase tulang).
20. 26
6) Sel Darah Putih : Mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasikan infeksi
bila pasien tidak imunosupresi.
7) Penentuan kecepatan aliran urine : Mengkaji derajat obstruksi kandung
kemih.
8) IVP dengan film pasca-berkemih : Menunjukkan perlambatan pengosongan
kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya
pembesaran prostat.
9) Sistouretrografi berkemih : Digunakan sebagai pengganti IVP untuk
memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan
kontras lokal.
10) Sistogram : Mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk
mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan BPH.
11) Sistouretroskopi : Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut
sehubungan dengan resiko sepsis gram negatif).
12) Sistometri : Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
13) Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine;
melokalisasi lesi yang tidak berhubungan dengan BPH.
8. Dampak Benigna Prostat Hiperplasia dan Epididimitis Terhadap Sistem
Tubuh
a. Sistem Perkemihan
BPH dapat menyebabkan obstruksi pada saluran kemih yang
menyebabkan terjadinya retensio urine, oliguri bahkan sampai terjadi
anuria, juga dapat terjadi peningkatan frekuensi BAK pada siang dan malam
21. 27
hari. Obstruksi juga menyebabkan urine statis dan menjadi tempat
tumbuhnya mikroorganisme sehingga terjadi infeksi saluran kemih. Pada
keadaan infeksi terjadi kerusakan jaringan yang mempercepat pembentukan
batu akibat bakteri yang tumbuh pada saluran kemih ini memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengendapkan garam-garam fosfat
sehingga akan mempercepat terjadinya batu saluran kemih, terjadi dilatasi
ureter dan ginjal secara bertahap.
Klien dengan BPH akan mengalami distensi kandung kemih, dalam
keadaan lanjut distensi yang sangat teregang dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah sehingga terjadi hematuria.
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada klien dengan BPH terjadi peregangan pada vesika urinaria yang
menyebabkan nyeri. Pada keadaan nyeri adrenergik dirangsang keluar
sehingga meningkatkan tekanan nadi dan tekanan darah.
c. Sistem Reproduksi
Kelenjar prostat memproduksi sekret alkalis yang berguna melindungi
spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra dan vagina. Pada
sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual akibat
karena adanya perubahan pola eliminasi dan adanya rasa nyeri pada klien.
Pada tahap lanjut dapat juga terjadi penurunan libido dan impotensi.
d. Sistem Persarafan
Adanya distensi kandung kemih pada klien dengan BPH akan
mendesak sel-sel saraf di vesika urinaria sehingga dapat merangsang
22. 28
pengeluaran zat-zat kimia dan merangsang noci reseptor sebagai reseptor
nyeri yang pada akhirnya dapat menimbulkan nyeri pada klien.
e. Sistem Pencernaan
Distensi kandung kemih yang terjadi menyebabkan tekanan intra
abdomen meningkat, keadaan ini akan menyebabkan penekanan pada
rongga abdomen bagian atas sehingga muncul keluhan mual dan rasa penuh
dilambung. Selain itu nyeri juga dapat merangsang reflek vagal sehingga
merangsang pengeluaran HCL lambung, akibatnya mual semakin meningkat
dan klien menjadi anoreksia. Nyeri juga menyebabkan hambatan pada pusat
lapar di hipothalamus.
f. Sistem Pernafasan
Distensi kandung kemih yang maksimal menyebabkan peningkatan
volume intra abdomen sehingga menyebabkan penekanan pada rongga
thorak, keadaan ini dapat menyebabkan komplien paru menurun sehingga
klien merasa sesak dan meningkatnya frekuensi pernafasan. Nyeri yang
diakibatkan oleh distensi kandung kemih pada klien dengan BPH juga dapat
meningkatkan simpatis sehingga berdampak pada peningkatan frekuensi
pernafasan.
g. Sistem Muskuloskeletal
Klien dengan BPH akan merasakan nyeri pada saat bergerak sehingga
klien cenderung sedikit untuk bergerak, di samping itu juga karena klien
terpasang kateter sehingga pergerakan dan aktivitas klien menjadi terbatas.
h. Sistem Integumen
23. 29
Pada klien dengan BPH akan terpasang kateter untuk mengeluarkan
urine dalam kandung kemih, hal ini dapat menyebabkan infeksi pada
daerah genetalia maupun uretra. Pada tahap lanjut kasus dengan BPH dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronik yang berdampak terjadinya peningkatan
ureum dalam darah sehingga menyebabkan pruritus pada klien dan dapat
juga terjadi edema.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
“Proses keperawatan merupakan suatu modalitas pemecahan masalah yang
didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis serta
identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil yang
diinginkan”. (Hidayat, A. Azis., 2001:8).
1. Pengkajian
“Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan
perawatan pada seorang klien”. (Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan
pada klien dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian
adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
1)
Data Biografi
Benigna Prostat Hiperplasia biasanya terjadi pada banyak pasien
pria dengan usia di atas 50 tahun. (Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih
bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1625).
24. 30
2)
Riwayat
Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1). Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Keluhan utama saat masuk RS biasanya klien mengeluh
tidak bisa BAK, keluaran urine menetes, merasa ragu pada awal
berkemih dan nyeri pada daerah kandung kemih.
(2). Keluhan Utama saat pengkajian
Menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh klien pada
saat dikaji yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pada
klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia biasanya klien merasa
nyeri pada daerah kandung kemih, bertambah bila klien
bergerak dan berkurang jika klien beristirahat.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada
saat ini termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaankebiasaan klien. Pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia
perlu ditanyakan riwayat penyakit infeksi saluran kemih sebelumnya
seperti BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan
nefrotosik.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
25. 31
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang mungkin terdapat
penyakit sistem perkemihan, gangguan sistem reproduksi, riwayat
penyakit keganasan/kanker, dan penyakit menular lainnya.
3)
Pola
Aktivitas
Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Biasanya klien dengan gangguan sistem perkemihan : Benigna
Prostat Hiperplasia mengalami penurunan nafsu makan berhubungan
dengan perasaan mual karena adanya nyeri yang mengakibatkan
aktifitas menjadi terbatas sehingga HCL meningkat.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : Benigna
Prostat Hiperplasia dengan terpasang kateter biasanya mengalami
ketidaknyamanan dan nyeri pada daerah genetalia juga perubahan
dalam pola berkemih. Klien juga akan mengalami keterbatasan
aktivitas
dimana
menyebabkan
menurunnya
peristaltik
usus
sehingga timbul konstipasi.
c) Istirahat Tidur
Kaji jumlah jam tidur malam sehari, pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : Benigna Prostat Hiperplasia
26. 32
cenderung mengalami gangguan istirahat tidur sehubungan dengan
rasa nyeri yang dirasakan klien pada daerah kandung kemihnya
berhubungan dengan terakumulasinya urine di kandung kemih akibat
adanya obstruksi.
d) Personal Hygiene
Klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia yang terpasang
kateter cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti
kebersihan kulit, gigi, rambut dan kuku terganggu karena adanya
keterbatasan gerak.
e) Aktifitas Sehari-hari
Klien
dengan
Benigna
Prostat
Hiperplasia
biasanya
mempunyai gangguan dalam keterbatasan aktifitas akibat nyeri yang
menimbulkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
sehingga klien membutuhkan bantuan dari keluarga.
4)
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia
akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a). Sistem Perkemihan
Pada umumnya terjadi urgensi frekuensi berkemih yang sering,
retensio urine, adanya distensi kandung kemih, nyeri suprapubik
yang tajam dan tiba-tiba, nyeri panggul, infeksi mungkin dapat
terjadi akibat statis urine dan terbentuknya batu pada saluran kemih.
27. 33
Pada rektal toucher didapatkan kelenjar prostat yang membesar
dengan permukaan licin.
b). Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan, jika klien merasakan nyeri dan terdapat
infeksi cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan
dalam (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas
yang meningkat di atas normal.
c). Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya
anemis pada konjungtiva palpebra, pada umumnya irama jantung
reguler, JVP tidak meninggi dan kadang terjadi pembesaran kelenjar
getah bening bila terjadi infeksi.
d). Sistem Persarafan
Pada sistem persarafan, akibat adanya spasmus pada kandung
kemih atau adanya infeksi yang menyertai, maka akan menimbulkan
nyeri sehingga hal ini dapat merangsang RAS di formatio retikularis
yang akan mengakibatkan klien terjaga.
e). Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual,
muntah, dan diare sebagai akibat dari proses nyeri dan hospitalisasi
yang akan merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam
lambung (HCL), atau bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut
di atas, motilitas usus akan menurun.
f). Sistem Integumen
28. 34
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : Benigna
Prostat Hiperplasia yang dipasang kateter dapat menyebabkan iritasi
pada mukosa uretra.
g). Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi
seksual yang diakibatkan karena adanya perubahan pola eliminasi
dan adanya rasa nyeri pada klien.
5)
Data Psikologis
Pada klien dengan Benigna Prostat Hiperplasia cenderung
ditemukan kecemasan yang meningkat, hal ini diakibatkan karena
kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan
keperawatan
yang
klien
jalani.
Kaji
ungkapan
klien
tentang
ketidakmampuan koping dan perasaan negatif tentang tubuh.
6)
Data Sosial
Perlu dikaji tentang hubungan klien dan keluarga, hubungan klien
dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Klien dengan
Benigna Prostat Hiperplasia perlu dikaji apakah klien menjadi menarik
diri dari interaksi sosial sehubungan dengan terjadinya perubahan pola
eliminasi bagi klien yang terpasang kateter atau bahkan karena
penurunan fungsi seksual.
7)
Data Spiritual
29. 35
Perlu dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan
dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien tentang
penyakitnya. Bagaimana aktivitas spiritual klien selama menjalani
perawatan di rumah sakit dan siapa saja yang menjadi pendorong dan
memotivasi bagi kesembuhan klien.
8)
Data Seksual
Perlu
dikaji
mengenai
adanya
penurunan
fungsi
seksual
sehubungan dengan proses penyakit. Klien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia cenderung mengalami penurunan fungsi seksual karena
adanya perubahan pola eliminasi dan adanya rasa nyeri.
9)
Pemeriksaan
Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Test urine rutin
Mungkin ditemukan warna urine kuning keruh, merah atau
bercampur darah, pH < 7 atau lebih, terdapat eritrosit dan
leukosit dalam jumlah tinggi.
(2) Blood Urea Nitrogen
Mungkin normal atau tinggi bila terjadi gangguan fungsi ginjal.
(3) Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit normal atau meningkat bila terjadi infeksi.
(4) PSA (Prostat Spesifik Antigen)
Pada klien dengan BPH kemungkinan nilai PSA meningkat.
30. 36
(5) Test urine kultur
Menampakkan adanya Stapilococcus Aureus, E. Coli sebagai
akibat adanya infeksi.
b) Radiologi
(1) Intra Vena Pyelografi (IVP)
Memperlihatkan keterlambatan pengosongan kandung kemih,
obstruksi traktus urinarius dan pembesaran prostat.
(2) Ultrasistoscopy
Memperlihatkan derajat pembesaran prostat dan perubahan pada
bladder.
(3) Ultrasonografi
Mungkin ditemukan adanya infeksi kandung kemih bahkan
sampai terjadi pembesaran ginjal.
b. Analisa Data
Menurut Hidayat, A. Azis., (2001:8) analisa data merupakan suatu
proses dalam pengkajian dimana data yang menyimpang dikelompokkan
kemudian dianalisa dan diinterpretasikan sehingga diperoleh masalahmasalah keperawatan yang klien perlukan.
c. Diagnosa Keperawatan
31. 37
“Diagnosa Keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial “(Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : Benigna Prostat Hiperplasia dan Epididimitis
menurut Marilynn, E, Doenges., dkk, (1999:671) dan Smeltzer, S. C., dan
Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1629), meliputi :
1)
Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan obstruksi
mekanik, pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung kemih
berkontraksi secara adekuat, pemasangan kateter.
2)
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa,
distensi kandung kemih, infeksi urinaria.
3)
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
fungsi ginjal.
4)
Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif, adanya
obstruksi dan statis urine.
5)
Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri,
adanya keinginan untuk berkemih.
6)
Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kemungkinan
prosedur pembedahan.
7)
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
2. Perencanaan
32. 38
“Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dan proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah
dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien”.
(Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Menurut Marilynn, E, Doenges., dkk, (1999:671) dan Smeltzer, S. C., dan
Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1629), perencanaan pada
klien dengan gangguan sistem perkemihan : Benigna Prostat Hiperplasia dan
Epididimitis adalah sebagai berikut :
a.
Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, ketidakmampuan kandung kemih berkontraksi secara
adekuat, pemasangan kateter.
Tujuan : Pola berkemih klien kembali normal.
Kriteria Hasil :
1) Klien berkemih dengan jumlah cukup
2) Tidak teraba distensi kandung kemih
3) Klien terbiasa dengan pemasangan kateter.
1)
2)
3)
Intervensi
Lakukan pemasangan kateter.
Pertahankan kepatenan kateter dan
jelaskan caranya pada keluarga.
Instruksikan pada klien agar tidak
bergerak secara tiba-tiba dan terlalu
bebas.
4)
Palpasi kandung kemih bila
haluaran sedikit
5)
Berikan
penjelasan
tentang
pentingnya bladder training dan latih
klien untuk melakukannya.
Rasional
1) Diharapkan setelah pemasangan kateter
urine dapat keluar sehingga klien merasa
lebih nyaman.
2) Hambatan aliran memungkinkan urine
tertahan dalam kandung kemih sehingga
menyebabkan klien merasa lebih tidak
nyaman.
3) Pergerakan yang tiba-tiba dan terlalu bebas
dapat merubah posisi kateter.
4) Haluaran urine yang sedikit menandakan
adanya retensi urine dalam kandung kemih
5) Mencegah komplikasi akibat pemasangan
kateter karena jika tidak segera dilakukan
bladder training maka akan mengakibatkan
hambatan dalam berkemih
33. 39
b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi
kandung kemih, infeksi urinaria.
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1)
2)
Klien mengatakan nyerinya hilang / berkurang
3)
1)
Klien tampak rileks
Klien mampu untuk tidur / istirahat.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital
intensitas nyeri setiap 8 jam.
dan
1)
Bantu klien untuk mendapatkan
posisi yang nyaman.
3)
Anjurkan dan bimbing klien untuk
melakukan teknik relaksasi yaitu nafas
dalam.
4)
Lakukan teknik distraksi saat nyeri
dirasakan klien.
5)
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
2)
2)
Berikan kesempatan pada klien untuk
berinteraksi.
7)
Kolaborasi untuk pemberian obat
analgetik.
3)
4)
6)
5)
6)
7)
Rasional
Untuk
mengontrol
kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan.
Posisi yang nyaman akan
mengurangi rasa tidak nyaman pada
klien.
Dengan
teknik
relaksasi/nafas dalam akan mengurangi
ketegangan otot sehingga stimulus nyeri
berkurang.
Teknik distraksi dapat
mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri.
Lingkungan yang nyaman
dapat mengurangi stressor terhadap
nyeri.
Mengurangi
stressor
terhadap nyeri dan meningkatkan rasa
nyaman.
Analgetik
dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
klien (memblokade reseptor saraf nyeri)
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal.
Tujuan: Cairan elektrolit dalam keadaan seimbang
Kriteria Hasil :
1)
Tanda-tanda vital dalam batas normal
2)
Nadi perifer teraba
3)
Pengisian kapiler baik
34. 40
4)
Membran mukosa lembab.
Intervensi
1) Pantau haluaran urine dengan hati-hati
tiap jam bila di indikasikan.
1)
2) Dorong peningkatan pemasukan oral
sesuai dengan kebutuhan individu.
2)
3) Pantau tanda-tanda vital, CRT, membran
mukosa oral.
4) Tingkatkan tirah baring posisi kepala
lebih tinggi.
5) Awasi elektrolit terutama natrium.
3)
4)
6) Berikan cairan intra vena sesuai dengan
kebutuhan.
5)
6)
Rasional
Diuresis
cepat
dapat
menyebabkan kekurangan volume
cairan karena ketidak cukupan jumlah
natrium yang diabsorpsi dalam tubulus
ginjal.
Klien dibatasi cairan oral
dalam upaya mengontrol gejala
urinaria, homeostatik, pengurangan
cadangan dan peningkatan resiko
dehidrasi.
Mendeteksi
dini
kecukupan cairran.
Menurunkan kerja jantung,
memudahkan homeostatik sirkulasi.
Mendeteksi dini hasil yang
menyimpang pada elektrolit terutama
natrium.
Menggantikan kehilangan
cairan
dan
untuk
mencegah
hipovolemik.
d. Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif, adanya obstruksi
dan statis urine.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1)
Tidak adanya tanda maupun gejala infeksi.
2)
Leukosit
dalam
batas
normal
(3800-
10.600/mm-3)
3)
1)
2)
3)
4)
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
Lakukan perawatan kateter dengan
menggunakan teknik aseptik dan
antiseptik.
Informasikan kepada klien dan
keluarga tentang tanda dan gejala
terjadinya infeksi.
Pantau suhu tiap 8 jam sekali.
Pantau
hasil
pemeriksaan
1)
2)
3)
4)
Rasional
Untuk meminimalkan invasi dari
mikroorganisme.
Memberikan pengetahuan pada klien
dan keluarga sehingga klien dan keluarga
dapat mengetahui apabila terjadi infeksi.
Peningkatan suhu merupakan salah
satu indikator terjadinya infeksi.
Merupakan
salah
satu
tanda
35. 41
5)
Intervensi
laboratorium terutama leukosit.
Kolaborasi
untuk
pemberian
antibiotik.
5)
6)
6)
Kolaborasi untuk
urine (urine kultur).
pemeriksaan
Rasional
terjadinya infeksi.
Antibiotik
dapat
membunuh
mikroorganisme secara farmakologik.
Untuk mendeteksi kandungan urine
yang terinfeksi.
e. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri, adanya
keinginan untuk berkemih.
Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak sayu.
2) Klien dapat tidur dengan nyenyak.
3) Klien tidak sering terbangun dari tidurnya.
4) Jumlah jam tidur klien cukup 7-8 jam / hari.
Intervensi
1) Jelaskan pada klien tentang pentingnya
istirahat tidur bagi klien.
2) Kurangi
stimulus
yang
dapat
menyebabkan klien sulit tidur dengan
menciptakan lingkungan yang tenang,
aman dan nyaman untuk klien tidur.
3) Atur posisi klien yang nyaman untuk
tidur : berikan posisi semifowler 30–45 0
untuk klien tidur.
4) Anjurkan klien untuk minum susu
hangat sebelum klien tidur.
5) Bimbing klien untuk berdo’a sebelum
tidur.
Rasional
1) Menambah wawasan pengetahuan kepada
klien tentang pentingnya istirahat tidur
bagi
klien
terhadap
kesembuhan
penyakitnya.
2) Dengan lingkungan tenang, aman, dan
nyaman akan merangsang aktivasi BSR
(Bulbar Synchronizing Region) sebagai
pusat tidur sehingga klien terstimulasi
untuk tidur dan lingkungan yang tenag,
aman, dan nyaman akan mendukung klien
untuk tidur.
3) Posisi yang nyaman dapat menstimulasi
klien untuk tidur.
4) Susu mengandung triptofan yang dapat
merangsang BSR (Bulbar Synchronizing
Region) sebagai pusat tidur sehingga klien
terstimulasi untuk tidur.
5) Dengan berdo’a dapat menenangkan klien
secara psikologis dan spiritual saat akan
menjelang tidur.
f. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kemungkinan prosedur
pembedahan.
36. 42
Tujuan : Rasa aman klien terpenuhi / cemas hilang.
Kriteria Hasil:
1)
Klien tampak rileks
2)
Klien menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
3)
Klien mengatakan cemas menurun sampai tingkat dapat
ditangani.
1)
2)
3)
4)
5)
Intervensi
Bina hubungan saling percaya
dengan klien dan orang terdekat
Berikan informasi tentang prosedur
perawatan dan pengobatan
1)
2)
Dorong klien / orang terdekat untuk
menyatakan masalah / perasaan
3)
Beri penguatan informasi klien
yang telah diberikan sebelumnya.
4)
Beri reinforcement positif bila klien
dan keluarga mampu mengungkapkan
pemahamannya
tentang
keadaan
penyakit, prosedur pengobatan dan
perawatan.
5)
Rasional
Menunjukkan
perhatian
dan
keinginan untuk membantu permasalahan
klien.
Membantu klien memahami tujuan
dari apa yang dilakukan dan mengurangi
masalah karena ketidaktahuan.
Mendefinisikan
masalah,
memberikan kesempatan untuk menjawab
pertanyaan,
memperjelas
kesalahan
konsep dan solusi pemecahan masalah.
Memungkinkan
klien
untuk
menerima kenyataan dan menguatkan
kepercayaan pada pemberi perawatan dan
pemberian informasi.
Diharapkan
motivasi
klien
bertambah dan meningkatkan semangat
klien sehingga mengurangi kecemasan.
g. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi,
salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Klien memahami tentang kondisinya sekarang.
Kriteria Hasil :
1)
2)
Klien dapat melakukan perubahan pola hidup/prilaku yang perlu.
3)
1)
Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit/prognosis.
Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
Kaji ulang proses
pengalaman klien.
penyakit,
1)
Rasional
Memberikan dasar pengetahuan
dimana klien dapat membuat pilihan terapi.
37. 43
Intervensi
Dorong
menyatakan
rasa
takut/perasaan dan perhatian.
3)
Berikan informasi bahwa kondisi
tidak ditularkan secara seksual.
4)
Anjurkan menghindari makanan
berbumbu,
kopi,
alkohol,
mengemudikan mobil lama, pemasukan
cairan yang tepat.
2)
5)
Bicarakan masalah seksual, contoh
bahwa selama episode akut prostatitis,
koitus dihindari tetapi mungkin
membantu dalam pengobatan kondisi
kronis.
6)
Berikan informasi tentang anatomi
dasar seksual.
7)
Diskusikan
perlunya
pemberitahuan pada perawat kesehatan
lain tentang diagnosa.
8)
Beri penguatan pentingnya evaluasi
medik untuk sedikitnya 6 bulan – 1
tahun, termasuk pemeriksaan rektal dan
urinalisa.
Rasional
Membantu klien mengalami perasaan
dapat merupakan rehabilitasi vital.
3)
Mungkin merupakan ketakutan yang
tidak dibicarakan.
4)
Dapat menyebabkan iritasi prostat
dengan masalah kongesti. Peningkatan
tiba-tiba pada aliran urine dapat
menyebabkan distensi kandung kemih dan
kehilangan
tonus
kandung
kemih,
mengakibatkan episode retensi urinaria
akut.
5)
Aktivitas seksual dapat meningkatkan
nyeri selama episode akut, tetapi dapat
memberikan suatu massase pada adanya
penyakit kronis.
2)
6)
Memiliki informasi tentang anatomi
membantu klien memahami implikasi
tindakan lanjut, sesuai dengan afek
penampilan seksual.
7)
Menurunkan resiko terapi tidak tepat,
contoh
penggunaan
dekongestan,
antikolinergik dan antidepresan yang dapat
meningkatkan retensi urine dan dapat
mencetuskan episode akut.
8)
Hipertropi berulang dan atau infeksi
(disebabkan oleh organisme yang sama
atau berbeda) tidak umum dan akan
memerlukan perubahan terapi untuk
mencegah komplikasi serius.
3. Pelaksanaan
“Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik”. (Nursalam, 2001:63).
4. Evaluasi
”Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, yang menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan
merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
telah dibuat pada tahap perencanaan” (Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Menurut Nursalam (2001:74), terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi
kualitas tindakan keperawatan, yaitu :
38. 44
1) Evaluasi Proses (Formatif)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan.
2) Evaluasi Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan klien. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.