"[Ringkasan]"
Dokumen tersebut merupakan kata pengantar dari sebuah makalah yang membahas kinerja pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kata pengantar ini menjelaskan ucapan syukur atas kelancaran penulis dalam menyelesaikan makalah ini dan menjelaskan tujuan makalah ini untuk menambah wawasan pembaca secara ringkas dan mudah dipahami.
1. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberi taufik, hidayah, serta
inayahnya sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya
termasuk juga dengan penulis, hingga penulis bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini.
Makalah ini berisi mengenai Kinerja Pelayanan Publik Pembuatan Kartu Tanda
Penduduk dalam bentuk makalah. Makalah ini disusun supaya para pembaca bisa menambah
wawasan serta memperluas ilmu pengetahuan yang ada di dalam sebuah susunan makalah
yang ringkas, mudah untuk dibaca serta mudah dipahami.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas
wawasan mengenainya. Dan tidak lupa pula penulis mohon maaf atas kekurangan di sana
sini dari makalah yang penulis buat ini. Mohon kritik serta sarannya.
Raha, Januari 2014
Penulis
2. 1. PENDAHULUAN
Sering sekali muncul berbagai masalah dalam pelayanan pemerintah terhadap
masyarakat yang mencerminkan ketidak puasan masyarakat terhadap pelayanan publik
pemerintah, antara lain yaitu Pelayanan yang mahal, kaku dan berbelit-belit, sikap dan
tindakan aparat, pelayanan yang suka menuntut imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan
fasilitas pelayanan.
Maraknya pungutan liar (pungli) terhadap pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP),
yang membuat masyarakat enggan untuk mengurus Administrasi Kependudukan dan
Keluarga Berencana Kabupaten dengan aparat pelaksana di tingkat kecamatan belum lancar
karena terkendala oleh ketersediaan sarana komunikasi cepat (telepon/faksimili) yang belum
tersedia di kecamatan sehingga informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan
kepada desa/kelurahan yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian
pula sebaliknya.
Hal ini juga mengakibatkan banyak masyarakat yang belum tahu tentang prosedur,
syarat, waktu dan biaya pembuatan KTP, sehingga dalam pelaksanaan di lapangan terjadi
penyimpangan-penyimpangan.
Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan
publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih
ditemuinya hambatan.
3. II. PEMBAHASAN
Dari fenomena klasik ini bisa dikatakan bahwa perilaku korupsi itu bisa di pengaruhi
setidaknya oleh tiga hal;
1) Petugas yang memberi sinyal, kalau mau cepat harus ada biaya tambahan.
2) Masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang menginginkan agar KTP itu jadi, maka rela
untuk memberikan biaya tambahan. Padahal sejatinya dia tahu biaya retribusi yang
sebenarnya. Tapi seolah tak berdaya, hingga memberi biaya tambahan. Posisi ini
sebagai penyogok atau penyuap.
3)
Pengawasan yang lemah. Ini berkait dengan peraturan yang ada yang masih
memungkinkan celah terjadinya suap menyuap (biaya tambahan) dalam proses
pembuatan KTP.
II.1 Dasar Hukum Pelayanan Publik
Pelayanan publik untuk masyarakat umum menjadi tugas dan kewajiban pemerintah
untuk melaksanakannya, telah ditegaskan dalam:
a) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1995 tentang Perbaikan Peningkatan Mutu Pelayanan
Aparatur kepada masyarakat.
b) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
c)
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 26/KEP/M.PAN/2004
tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas. Penyelenggaraan Pelayanan
Publik.Peraturan-peraturan pemerintah ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pelayanan
publik dan salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan untuk masyarakat,
adalah pelayanan publik bidang administrasi kependudukan, seperti pembuatan KTP.
II.2. Dasar Hukum Pembuatan Kartu Tanda Penduduk
Pembuatan KTP diatur dan ditetapkan berdasarkan:
a.) Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk.
b.) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 A tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk dalam rangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan.
4. c.) Keputusan Mendagri Nomor 45 tahun 1992 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan
Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri.
d.) Keputusan Mendagri Nomor 15 A tahun 1995 tentang spesifikasi blanko / formulir/
buku serta sarana pnunjuang lainnya yang dipergunakan dalam Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk.
e.) Keputusan Mendagri Nomor 20 A tahun 1995 tentang Prosedur dan Tata Cara
Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Manajemen Informasi
Kependudukan.
f.) Keputusan Mendagri Nomor 42 tahun 1995 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem
Informasi Manajemen Kependudukan.
II.3 Syarat-syarat Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
1) Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk, diatur
dalam Lampiran I Perda Kabupaten Daerah Tingkat II Nomor 2 tahun 1996, sebagai
berikut:
Untuk pembuatan KTP Baru:
- Surat pengantar dari RT/RW yang menerangkan bahwa yang bersangkutan benarbenar penduduk di lingkungannya
-
Foto copy Kartu Keluarga, untuk yang tinggal dengan keluarga atau apabila tinggal
sendiri wajib membuat Kartu Keluarga, sebanyak satu (1) rangkap
-
Pas foto ukuran 3×4 cm, sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan tampak wajah meliputi
70% bidang foto dan dengan latar belakang warna putih
2) Untuk perpanjangan KTP:
-
Surat pengantar dari RT/RW yang menerangkan bahwa yang bersangkutan
benar-
benar penduduk di lingkungannya
-
Foto copy Kartu Keluarga, untuk yang tinggal dengan keluarga atau apabila tinggal
sendiri wajib membuat Kartu Keluarga, sebanyak satu (1) rangkap
-
KTP yang telah habis masa berlakunya
5. -
Pas foto ukuran 3×4 cm, sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan tampak wajah meliputi
70% bidang foto dan dengan latar belakang warna putih.
3) Perbaikan KTP yang rusak atau hilang:
-
Surat pengantar dari RT/RW yang menerangkan bahwa yang bersangkutan benarbenar penduduk di lingkungannya.
-
Foto copy Kartu Keluarga, untuk yang tinggal dengan keluarga atau apabila tinggal
sendiri wajib membuat Kartu Keluarga, sebanyak satu (1) rangkap
-
KTP yang telah habis masa berlakunya.
-
Pas foto ukuran 3×4 cm, sebanyak 3 (tiga) lembar, dengan tampak wajah. meliputi
70% bidang foto dan dengan latar belakang warna putih.
-
Surat keterangan dari Kepolisian bagi mereka yang kehilangan KTP.
II.4 Mekanisme Pengurusan KTP
Mekanisme pengurusan KTP yaitu adalah:
1) Pemohon mengisi formulir KTP rangkap 3 yang disiapkan di kantor Desa/Kelurahan
serta melampirkan persyaratan yang harus dilengkapi.
2) Kepala Desa/Lurah menerima dan meneliti berkas permohonan KTP, memberikan resi
tanda terima permohonan, menyimpan arsip dan memberikan permohonan yang telah
lengkap ke Kecamatan.
3) Camat menerima dan meneliti berkas permohonan KTP, memberikan resi tanda terima
permohonan, menyimpan arsip dan mengirimkan permohonan yang telah lengkap ke
Kabupaten (Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan, dan Keluarga
Berencana).
4)
Dinas Pencatatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana
menerima dan meneliti berkas permohonan KTP, memberikan resi tanda terima
permohonan, melakukan verifikasi data ke bank data, memproses penerbitan KTP,
selanjutnya mengirimkan kembali KTP yang telah dicetak ke kecamatan.
5) Camat menerima, meneliti dan menandatangani KTP, melakukan laminating terhadap
KTP tersebut dan mengirimkan ke Desa/Kelurahan.
6. 6)
Kepala Desa/Lurah menerima resi tanda terima permohonan dan menyerahkan KTP
kepada yang bersangkutan (pemohon).
II.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Selanjutnya oleh George C, Edward, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
implementasi yaitu faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor sikap, dan faktor struktur
organisasi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dapat digambarkan Implementasi
Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan.
1. Faktor Komunikasi
Faktor Komunikasi yaitu suatu proses penyampaian informasi dari pejabat atau instansi
tertentu yang secara hierarkis berkedudukan lebih tinggi, kepada pejabat atau instansi
tertentu untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan informasi yang diberikan yang dilihat
dari aspek transmisi atau pengiriman berita, aspek kejelasan dan konsistensi.
2. Faktor Sumber daya
Sumber daya yaitu sarana yang digunakan dalam implementasi, hal ini dilihat dari aspek
staff/personil, informasi dan fasilitas.
3. Faktor Sikap
Yaitu sikap dari para pelaksana dalam melayani masyarakat, dilihat dari aspek pembagian
tugas dan aspek insentif.
4. Faktor Struktur Birokrasi
Yaitu tatanan organisasi yang mengatur tentang pedoman kerja dan penjabaran wilayah
tanggung jawab bagi pelaksana, dan dilihat dari aspek prosedur standar operasi dan
pembagian wilayah tanggung jawab.
II.6 Prinsip Pelayanan Prima
Salah satu fungsi sekaligus tugas utama birokrasi publik (pemerintah) adalah
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat (pelayanan prima). Dalam teori
pelayanan publik, pelayanan prima (excellent service) dapat diwujudkan jika ada standar
pelayanan minimal (SPM). SPM adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau
janji dari penyelenggara negara kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang
7. berkualitas. Dalam Rancangan Undang-undang Pelayanan Publik, standar pelayanan ini
setidaknya-tidaknya berisi tentang: dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan, waktu
penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas
pemberi pelayanan, pengawasan intern, penanganan pengaduan, saran dan masukan, dan
jaminan pelayanan.Khusus menyangkut masalah tarif atau biaya pelayanan, maka kejelasan
tentang berapa jumlah uang yang harus dibayar dan kepada siapa masyarakat membayar
menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan kepuasan masyarakat yang dilayani.
Kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya
pelayanan publik yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah daerah. Bersandarkan
pada SPM ini, maka seharusnya pelayanan publik yang diberikan (pelayanan prima) oleh
birokrasi pemerintah daerah bercirikan: kesederhanaan, kejelasan, kepastian dan tepat
waktu, akurasi, bertanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses,
kejujuran,
kecermatan,
kedisiplinan,
kesopanan,
dan
keramahan,
keamanan
dan
kenyamanan. Inilah potret pelayanan publik dambaan setiap warga masyarakat Indonesia
setelah munculnya gerakan reformasi 1998.
III. Permasalahan Pelayanan Publik
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan
peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung
pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan
sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai
kelemahan antara lain:
a.
Kurang responsive : Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan,
mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan
penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun
harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
b.
Kurang informative : Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
8. c.
Kurang accessible : Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi : Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat
kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan
kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e.
Birokratis : Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan
dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah
pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan
masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan
penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika
pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan
memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f.
Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat : Pada umumnya aparat
pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari
masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu.
g. Inefisien : berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan
seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
h.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan
dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga
setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem
kompensasi yang tepat.
i.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang
tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh
dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak
terkoordinasi.
9. IV. Pemecahan Masalah
Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang
berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat
ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu
menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalahmasalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1) Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting
dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara
pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan
atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara
pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis
pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan
misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya
pelayanan. Proses
2) Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa
proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating
Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara
internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga
dapat berjalan secara konsisten.
3) Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat,
maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas
pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik.
4) Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan
satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara
konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
10. V. Budaya Pelayanan
Penerapan Standar pelayanan harus didukung adanya budaya pelayanan yang secara
konsisten dikembangkan pada organisasi pelayanan publik. Dalam penyelenggaraaan
pelayanan publik selama ini, penyelenggara pelayanan publik seringkali mendapatkan citra
yang negatif karena proses yang panjang, dan berbelit-belit serta ketidakjelasan biaya
pelayanan.
Bagaimana mungkin seorang pemberi pelayanan dapat memberikan pelayanan kepada
pelanggan dengan baik, bila nilai-nilai, norma dan prinsip-prinsip organisasi tempatnya
bekerja ternyata mengabaikan kearifan dan tanggungjawab terhadap kemaslahatan banyak
orang.
Persoalan budaya pelayanan memainkan peran yang dominan dan melingkupi
keseluruhan kegiatan yang dijalankan oleh unit pelayanan publik. Maka sebaiknya, nilainilai baik berupa azas/prinsip-prinsip, tujuan atau norma pelayanan yang baik, termasuk
etika, sikap dan perilaku pemberi layanan, dibangun dan dikembangkan berlandaskan
kebijakan yang dirumuskan secara jelas oleh organisasi penyelenggara pelayanan publik.
Perubahan mindset mutlak sangat diperlukan sebagai langkah awal melakukan
perubahan budaya pelayanan. Pola pikir selama ini tentang aparat pemerintah yang emmiliki
kedudukan dan kewenangan tak terbantahkan dibanding masyarakat yang dilayani, harus
segera dibuang jauh-jauh. Budaya pelayanan sesegera mungkin harus berubah menjadi lebih
peka terhadap harapan-harapan masyarakat.
Beberapa perubahan mindset aparat pelayanan publik yang diyakini dapat merubah
budaya pelayanan antara lain dengan :
1. Mengutamakan pendekatan tugas yang diarahkan kepada pengayoman dan pelayanan
rakyat dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan;
2. Melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping,
efektif dan efisien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani
dan yang tidak perlu ditangani;
11. 3. Melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada
ciri-ciri organisasi modern yakni pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap
mempertahankan kualitas, efisiensi biaya dan ketepatan waktu;
4. Memposisikan diri sebagai fasilitator pelayanan publik daripada sebagai agen
pembaharu (change of agent) pembangunan;
5. Melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kaku (rigid) menjadi organisasi
birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, novatif, fleksibel dan responsif.
Beberapa langkah yang dapat menumbuhkan budaya pelayanan antara lain sebagai berikut :
a. tempatkan pegawai dari unit berbeda yang memiliki tugas dan fungsi jelas di unit
pelayanan sebagai langkah awal menuju perubahan budaya;
b. ciptakan rotasi pekerjaan secara berkala, kerja magang di lura unit, saling tudak
menukar informasi seputar tugas dan fungsi antar unit, dan apabila memungkinkan
melakukan perlombaan antar unit pelayanan publik;
c. rayakan keberhasilan dalam pemberian pelayanan publik dengan memberikan
penghargaan kepada pegawai yang berprestasi;
d. ciptakan bahasa, kebiasaan, cerita sukses, dan simbol untuk mendorong rasa
kebersamaan dan rasa kesatuan dalam tim unit pelayanan publik;
e. ciptakan mentala model baru dengan emngikutsertakan pegawai dalam merancang
misi organisasi, perlakuan nilai, kepercayaan, dan asumsi mereka sebagai investasi
bagi keberhasilan unit pelayanan; dan
f. ciptakan model sistem sebagai cara memberikan pemahaman tentang bagaimana
sesuau bekerja dan bagaimana perubahan akan efektif.
12. VI. KESIMPULAN
Dari pembahasan masalah diatas maka dapat disimpulkan, bahwa Implementasi
Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan belum sepenuhnya berjalan dengan baik
diantaranya karena faktor komunikasi yang masih terhambat oleh fasilitas-fasilitas yang
belum tersedia, sumber daya aparat pelaksana yang belum sepenuhnya melayani dengan
baik, sikap yang diperlihatkan oleh petugas dalam melayani masyarakat, serta struktur
birokrasi atau prosedur yang panjang dalam proses pembuatan KTP. Serta masih maraknya
pungutan liar (pungli) terhadap pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang membuat
masyarakat enggan untuk mengurusnya.
Pungli ini bisa tampil terbuka, bisa juga dilakukan dengan tertutup. Terbuka dengan
cara menambah panjang jalur birokrasi pengurusan KTP atau menambah ongkos kerja.
Sementara tertutup dilakukan diam-diam dengan menggunakan topeng, misalnya: Pungli
bertopengkan uang kemanisan hati. Artinya, karena mengurus KTP mengeluarkan energy
tak sedikit, makanya petugas berharap warga bermanis hati memberikan uang capek.
14. MAKALAH
KINERJA PELAYANAN PUBLIK
(PEMBUATAN KARTU TANDA PENDUDUK)
DISUSUN OLEH :
NAMA
: LA ODE KAMBURI
STAMBUK
: 212082
JURUSAN
: ILMU PEMERINTAHAN
SEMESTER
: III
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KELAS RAHA
2014