Kerajaan Kutai dan Tarumanegara adalah dua kerajaan tertua di Indonesia yang berdiri sejak abad ke-4 M. Kutai didirikan oleh Raja Kudungga dan mengalami masa keemasan di bawah Raja Mulawarman. Tarumanegara didirikan oleh Jayasingawarman dan berkembang pesat di bawah Raja Purnawarman yang membangun irigasi. Kedua kerajaan mengalami perkembangan budaya Hindu dan berakhir setelah berpindahnya pus
1. KERAJAAN KUTAI
Kutai adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, diperkirakan muncul pada abad 5 M atau
± 400 M, keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan
yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa/tiang batu berjumlah 7 buah.
Yupa dari Kutai
Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan
tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik,
sosial, ekonomi, dan budaya.
Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah
Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.
Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa
Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti
Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau
dinasti dalam agama Hindu. Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama
Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai.
Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman
dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa raja Mulawarman
memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci
bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara–tempat suci untuk memuja Dewa Siwa–di
pulau Jawa disebut Baprakewara.
Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan
Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara
penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke
Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga
diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang
artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah
Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa
pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah
kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup
sejahtera dan makmur.
2. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi
dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai
Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama.
Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai
Kartanegara.
Kerajaan Kutai memiliki sejarah yang cukup panjang, dengan waktu kejayaan kerajaan yang
sangat panjang, sehingga dengan begitu telah berganti raja kutai dari masa ke masa, sehingga
telah dicatat dalam sejarah yang dapat dibuktikan bahwa bahwa Raja-raja kutai sangat
banyak.
Raja-raja kerajaan kutai
Kerajaan Kutai memiliki sejarah yang cukup panjang, sehingga dalam setiap masa berganti
seorang raja ke calon raja lainnya. Raja-raja kerajaan Kutai dari masa ke masa yaitu:
1. Raja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman adalah Raja yang mendirikan Kerajaan
Kutai
2. Raja Aswawarman (anak Kundungga)
Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan
Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman
memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.
3.. Raja Mulawarman (anak Aswawarman)
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Sehingga awal-awal kerajaan
Kutai berdiri dipimpin oleh kakeknya, lalu penerusnya bapaknya, dan diteruskan sang cucu.
Dikatakan oleh para sejarahwan bahwa nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental
dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya.
Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia.
Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman (Putra Aswawarman),
Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
3. Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi
dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
4. Raja Marawijaya Warman
5. Raja Gajayana Warman
6. Raja Tungga Warman
7. Raja Jayanaga Warman
8. Raja Nalasinga Warman
9. Raja Nala Parana Tungga
10. Raja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Raja Sangga Warman Dewa
13. Raja Candrawarman
14. Raja Sri Langka Dewa
15. Rraja Guna Parana Dewa
16. Raja Wijaya Warman
17. Raja Sri Aji Dewa
18. Raja Mulia Putera
19. Raja Nala Pandita
20. Raja Indra Paruta Dewa
21. Raja Dharma Setia
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yang saat itu ibukota di Kutai Lama (Tanjung Kute).
Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa
Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam.
Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran
berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut
Kesultanan Kutai Kartanegara.
Nama Raja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia
yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang bernama
Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu.
4. KERAJAAN TARUMA NEGARA
Kerajaan Tarumanegara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di
wilayah pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 m, yang merupakan salah
satu kerajaan tertua di nusantara yang diketahui. Dalam catatan, kerajaan Tarumanegara
adalah kerajaan hindu beraliran wisnu. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya,
Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali gomati, sedangkan
putranya di tepi kali Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan
Tarumanegara yang ketiga (395-434 m). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun
397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya
nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan
Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu
mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja
Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Kerajaan
Tarumanegara adalah Suryawarman (535 - 561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7. Dalam
masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa
daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas
kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman
melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Kehadiran prasasti Purnawarman di pasir muara, yang memberitakan raja Sunda dalam tahun
536 M, merupakan gejala bahwa ibukota sundapura telah berubah status menjadi sebuah
kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser
ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan rajatapura atau salakanagara
(kota perak), yang disebut argyre oleh ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun
362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Ketika
pusat pemerintahan beralih dari rajatapura ke Tarumanegara, maka salakanagara berubah
status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah
menantu raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari salankayana di India yang
mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan maharaja samudragupta
dari kerajaan magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan
kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri,
melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M
Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg
antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh manikmaya ini tinggal bersama
kakeknya di ibukota tarumangara dan kemudian menjadi panglima angkatan perang Kerajaan
Tarumanegara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih Berkembang Ketika Cicit
Manikmaya Mendirikan Kerajaan Galuh Dalam Tahun 612 M.
Gambar : Peta Letak Prasasti Kerajaan Tarumanegara
5. A. KEHIDUPAN DI KERAJAAN TARUMANEGARA
1. Kehidupan Politik
Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya.
Hal ini dibuktikan dari prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah
untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena
pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan
sawah-sawah pertanian rakyat.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja
Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya.
Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap
penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai
tanda penghormatan kepada para dewa.
3. Kehidupan Ekonomi
Prasasti tugu menyatakan bahwavraja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk
membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti
ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di Kerajaan
Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya.
Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Tarumanegara sudah berjalan
teratur.
4. Kehidupan Budaya
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan
sebagai bukti kebesaran Kerajaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan
masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan
prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di
kerajaan Tarumanegara.
B. RAJA-RAJA DI KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669
M, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa.
Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi
istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri
Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan
Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa. Kekuasaan
Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa
pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang
sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda
ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang
mewarisi wilayah Tarumanagara.
Raja-raja Tarumanegara:
1. Jayasingawarman 358-382 M
2. Dharmayawarman 382-395 M
3. Purnawarman 395-434 M
4. Wisnuwarman 434-455 M
6. 5. Indrawarman 455-515 M
6. Candrawarman 515-535 M
7. Suryawarman 535-561 M
8. Kertawarman 561-628 M
9. Sudhawarman 628-639 M
10. Hariwangsawarman 639-640 M
11. Nagajayawarman 640-666 M
12. Linggawarman 666-669 M
C. PRASASTI-PRASASTI KERAJAAN TARUMANEGARA
1. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara
sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta
yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di
samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja
Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
a. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut).
b. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya
penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan
kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai
penguasa sekaligus pelindung rakyat.
2. Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan
jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta
dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja
Mulawarman.
7. 3. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor .
Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan
dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
4. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat
dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
5. Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi berada di daerah 0°10‟37,29” BB (dari Jakarta) dan 6°32‟27,57”, tepat
berada di puncak perbukitan Pasir Awi (600 m dpl), Bojong Honje-Sukamakmur Bogor.
6. Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai
Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan
tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
7. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini
dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding
dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari
prasasti tersebut.
8. KERAJAAN MATARAM KUNO
Kerajaan Mataram Kuno adalah salah satu kerajaan jaman Hindu yang banyak meninggalkan
sejarah melalui prasasti yang ditemukan. Kerajaan ini pada awalnya berdiri di wilayah Jawa
Tengah yang juga dikenal sebagai kerajaan Medang.
Kerajaan mataram kuno atau mataram dengan agama hindu merupakan kerajaan hindu yang
pernah berjaya dengan dua dinasti. Dinasti yang pernah berjaya memimpin mataram kuno
adalah Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Kerajaan mataram kuno berkuasa di Jawa
Tengah bagian selatan.
Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad 8. Namun, sejak abad 10 kerajaan ini
mengalihkan pusat kekuasaannya di Jawa Timur. Saat di Jawa Tengah, pusat kekuasaan
berada di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya. Hal ini didasarkan pada penemuan prasati
Minto dan Prasasti Anjuk Ladang.
Dalam Prasasti Mantyasih pada tahun 907 disebutkan bahwa raja pertama kerajaan Mataram
Kuno atau kerajaan Medang adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Raja ini
mengeluarkan prasasti Canggal pada tahun 732. dalam prasasti tersebut tidak disebutkan
dengan jelas nama kerajaan yang diperintahnya.
Dalam periode Jawa Tengah, ada 12 Raja yang memerintah kerajaan Mataram Kuno. Raja
pertama adalah Sanjaya yang sekaligus pendiri kerajaan Medang. Selanjutnya digantikan oleh
Rakai Panangkaran yang merupakan awal kekuasaan wangsa Syailendra yang mendirikan
Candi Borobudur.
Berikutnya adalah Rakai Panunggalan alias Dharanindra, Rakai Warak alias Samaragrawira,
Rakai Garung alias Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh Rakai Pikatan yang
merupakan awal kebangkitan wangsa Sanjaya, Rakai Kayuwangi alias Dyah Pitaloka, Rakai
Watuhumalang, Rakai Watukura, Mpu Daksa, Rakai Layang Dyah Tulodong dan Rakai
Sumba Dyah Wawa.
Sedangkan periode kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dimulai dari pemerintahan Mpu
Sindok yang kemudian digantikan oleh Sri Lokapala. Selanjutnya adalah
Makuthawangsawardhana. Dan terakhir adalah Dharmawangsa Teguh sebagai penutup di
kerajaan Mataram Kuno atau kerajaan Medang ini.
Nama Kerajaan Mataram Kuno
Secara umum, nama Kerajaan Medang merupakan penyebutan untuk kerajaan mataram
hanya pada masa kerajaan mataram waktu berpusat di Jawat Timur. Namun penyebutan
tersebut tidak benar secara hirtorisnya.
Hal tersebut didasarkan pada adanya penemuan-penemua prasasti yang berisikan tentang
Kerajaan Mataram. Dalam beberapa bukti prasasti tersebut diungkapkan bahwa penggunaan
nama Kerajaan Medang sudah digunakan sejak Kerajaan Mataram ada di Jawa Tengah
sebelum pindah ke Jawa Timur.
Jadi penggunaan istilah Kerajaan Medang yang mengalami penyempitan makna hanya pada
Kerajaan Mataram yang ada di Jawa Timur adalah hal yang keliru. Dan hal tersebut haruslah
dibenarkan supaya tidak terjadi pengkaburan sejarah oleh penggunaan istilah yang tidak
tepat.
Penggunaan nama Kerajaan Medang untuk periode yang berkuasa di Jawa Tengah biasa
dikenal dengan sebutan Kerajaan Mataram. Hal tersebut berdasarkan pada daerah yang
dijadikan ibu kota oleh Kerajaan Mataram.
9. Penggunaan istilah Kerajaan Medang juga biasanya digunakan untuk membedakan Kerajaan
Mataram Islam yang Berjaya pada abada ke-16. Kerajaan Medang yang merupakan Kerajaan
Mataram yang masih berada di Jawa Tengah juga disebut dengan Kerajaan Mataram Kuno
atau Kerajaan Mataram Hindu sebagai pembeda dengan Kerajaan Mataram Islam.
Kerajaan Mataram Kuno - Pusat Kerajaan Medang
Secara umum menurut para ahli sejarah menyatakan bahwa Kerajaan Mataram Kuno pernah
dipimpin oleh tiga dinasti yang pernah berkuasa pada waktu itu. Ketiga dinasti tersebut
adalah Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa Isyana. Wangsa Sanjaya dan
Wangsa Sailendra merupakan dua dinasti dari Kerajaan Mataram Kuno yang masih berpusat
di Jawa tengah, sedangkan Wangsa Isnaya merupakan Kerajaan Maratam Kuno yang sudah
berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
a. Wangsa Sanjaya
Penggunaan nama Wangsa Sanjaya didasarkan pada nama dari raja pertama Kerajaan
Medang. Nama dari raja tersebut adalah Sanjaya. Raja Kerajaan Medang ini menganut agama
hindu yang menyembah kepada Dewa Siwa atau yang lebih dikenal dengan Hindu aliran
Siwa.
Sebagaimana kerajaan lainnya pada umumny bahwa akan ada masa pergantian kedudukan.
Hal tersebut juga berlaku pada Kerajaan Medang pada masa Wangsa Sanjaya. Dalam sebuah
kajian teori yang dikemukan oleh van Naerssen mengatakan bahwa keruntuhan dinasti
Sanjaya adalah pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran yang merupakan pengganti dari
raja Sanjaya tepatnya pada tahun 770-an.
b. Wangsa Sailendra
Dinasti Sanjaya kemudian digantikan oleh Dinasti Syailendra yang berhasil merebut
kekuasaan dari Rakai Panangkaran. Raja Syailendra merupakan seorang penganut agama
Budha Mahayana. Sejak saat itu Wangsa Syailendra memimpin di Pulau Jawa.
Tidak hanya memimpin Pulau jawa saja, namun juga mampu menaklukan Kerajaan Sriwijaya
yang berada di Pulau Sumatra. Hingga akhirnya pada tahun 840 putri dari Wangsa
Syailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang merupakan
keturunan dari Wangsa Sanjaya. Dari perkawinannya antara Pramodawardhani maka Rakai
Pikatan berhasil menduduki tahta sebagai raja di Kerajaan Medang.
Kemudian oleh Raja Rakai Pikatan, istana kerajaan dipindahkan ke Mamrati. Peristiwa
naiknya Rakai PIkatan yang merupakan keturunan dari Wangsa Sanjaya dianggap sebagai
kebangkitan dari Wangsa Sanjaya itu sendiri.
Dalam sebuah Prasasti Mantyasih ada perbedaan pendapat mengenai para raja Medang.
Berdasarka teori dari Bosch maka berdsarkan nama yang ada di dalam prasasti tersebut
diambil kesimpulan bahwa raja-raja Medang merupakan keturunan dari Wangsa Sanjaya
secara keseluruhan.
Namun teori itu tidak sejalan dengan pendapat dari Slamet Muljana yang beranggapan bahwa
nama-nama yang ada pada Prasasti Mantyasih adalah daftar nama raja-raja yang pernah
berkuasa di Medang. Jadi bukanlah merupakan daftar silsilah keturunan dari Wangsa
Sanjaya.
Sebagai contoh adalah tertolaknya teori van Nersen yang menyatakan kekalahan Rakai
10. Panangkaran yang merupakan keturunan Sanjaya oleh Raja Syailendra yang menandakan
berpindahnya kekuasaan dari Sanjaya ke Syailendra. Menurut Slamet Muljana bahwa Rakai
Panangkaran dianggap bukan merupakan keturunan dari Sanjaya.
Hal tersebut didasarkan pada temuan prasasti yang ada. Prasasti tersebtu adalah Prasasti
Kalasan yang mengagung-agunkan Rakai Panangkaran sebagai Sailendrawangsasatilaka.
Maksud dari “sailendrawangsasatilaka” adalah permata wangsa Sailendra. Jadi Rakai
Panangkaran bukanlah keturunan sanjaya karena disebut sebagai permata sailendra.
Menurut Slamet juga bahwa berdasarkan Prasasti Matyasih maka Rakai Panangkaran hingga
Rakai Agung merupakan keturunan dari Wangsa Sailendra. Sedangkan bangkitnya Wangsa
Sanjaya setelah Wangsa Sailendra adalah pada waktu Rakai Pikatan menjadi Raja
menggantikan Rakai Garung.
Penggunaan nama “Rakai” pada Kerajaan Medang memiliki makna yang sama dengan istilah
“Bhre” pada Kerajaan Majapahit. Istilah Rakaia pada Kerajaan Medang dan Bhre pada
Kerajaan Majapahit memiliki arti penguasa. Jadi adanya gelar Rakai Panangkaran memiliki
arti sebagai penguasa panangkaran. Dalam sejarah yang ditemukan di Prasati Kalasan
ditemukan bahwa nama asli dari Rakai Panangkaran adalah Dyah Pancapana.
Di lain waktu ada dinasti ketiga yang berkuasa di Kerajaan Medang. Dinasti tersebut adalah
Dinasi Isyana yang merupakan penguasa Kerajaan Mataram setelah pindah dari Jawa Tengah.
Dinasi ini memindahkan pusat Kerajaan Mataram yang semula berada di Jawa Tengah
berindah ke Jawa Timur.
Pendiri dari Dinasi Isyana yang berpusat di Jawa Timur adalah Mpu Sindok. Mpu sindok
sendiri baru membangun kerajaannya di Tamwlang pada tahun 929. Kerajaan yang didirikan
oleh Mpu Sindok merupakan lanjutan dari kerajaan Mataram karena pada prasasti yang ada
diketahui bahwa Mpu Sindok secara tegas menyatakan bahwa kerajaan yang ia bangun
merupakan kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta I Medang I Bhumi Mataram.
Itu merupakan bukti bahwa Kerajaan Mataram yang dibangun oleh Mpu Sindok yang
berpusat di Jawa Timur merupakan lanjutan dari Kerajaan Mataram yang sebelumnya ada di
Jawa Tengah.
Kepindahan Kerajaan Mataram Kuno
Ketika pemerintahan Dyah Wawa, pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah
berakhir. Tidak ada catatan sejarah yang bisa menjabarkan penyebab kepindahan pusat
pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Termasuk dalam berbagai prasasti yang ditemukan dan
dibuat pada masa pemerintahan kerajaan Mataram Kuno.
Namun ada sebuah pemikiran yang dikemukan seorang ahli sejarah dari Belanda, Van
Bammelen. Menurutnya, kemungkinan penyebab perpindahan pusat kerajaan Mataram Kuno
adalah faktor alam. Dalam hal ini, letusan gunung Merapi kuno yang sangat dahsyat.
Letusan Merapi kuno itulah yang menghancurkan pusat kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
11. berikut semua fasilitas yang ada. Letusan tersebut menyebabkan adanya perubahan struktur
bumi dengan membentuk wilayah yang bernama Gunung Gendol dan juga Pegunungan
menoreh. Selain itu, dahsyatnya letusan diperkirakan membawa beberapa dampak erupsi
seperti terjangan hujan abu yang cukup pekat dan longsoran batuan vulkanik yang berukuran
cukup besar.
Teori ini makin kuat dibenarkan, setelah pada tahun 2010 gunung Merapi meletus yang
menimbulkan efek luar biasa. Kawasan jangkauan dampak Merapi pun sangat luas dan
menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Sehingga, diperkirakan letusan dahsyat Merapi
kuno memang merupakan penyebab dipindahnya pusat kerajaan Mataram Kuno tersebut ke
kawasan Jawa Timur.
Kerajaan Mataram Kuno Dan Kebijaksanaan Para Rajanya
Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh seorang raja. Menjadi raja adalah anugerah. Apalagi
ketika raja diidentikkan dengan sesosok manusia yang berkuasa layaknya dewa. Punya
power luar biasa, kharisma memukau dan kearifan yang tertempa dari pengalaman sarat
hikmah. Itulah sekelumit gambaran para raja zaman dahulu. Khususnya ketika masa Kerajaan
Mataram Kuno memerintah Pulau Jawa, pada abad ke-8 hingga awal abad ke-11 Masehi.
Kerajaan Mataram Kuno - Keagungan Raja Mataram Kuno
Bagi rakyat di Kerajaan Mataram Kuno, sosok raja begitu mengultus. Dihormati bahkan
dipuja keberadaan mereka. Menjadi panutan dalam bersikap maupun berperilaku. Perkataan
para raja adalah sesuatu yang sakral. Sabda pandita ratu.
Kata-kata raja merupakan titah yang tak boleh disangkal atau diragukan kebenarannya, pun
dengan raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno. Wibawa mereka begitu
agung. Bahkan ketika raja tersebut telah mangkat, wibawa mereka tak pudar. Para raja yang
telah meninggal, oleh rakyatnya tetap dipuja. Raja-raja itu dibangunkan makam indah dan
patung yang dikaitkan dengan sosok para dewa (tradisi Hindu) atau sang Budha (tradisi
Budha).
Terlepas dari sisi kesakralan para raja Kerajaan Mataram Kuno, mereka sebagai manusia
adalah sosok terpilih. Kematangan dan kedewasaan dalam berperilaku memang di atas rata-
rata masyarakat pada saat itu. Tak heran bila rakyat meletakkan status raja di posisi tertinggi
dalam kasta sosial Kerajaan Mataram Kuno.
Meskipun termasuk dalam kasta ksatria yang secara stratanya di bawah kelas brahmana, tapi
pengecualian bagi raja. Mereka adalah puncak strata atau kasta. Simbol sekaligus wujud
nyata dari keagungan dan kebijaksanaan. Filosofi seperti itu juga berkenaan dengan raja di
Kerajaan Mataram Kuno.
Sekilas Kerajaan Mataram Kuno
Sebelum mengulas lebih jauh bagaimana kebijaksanaan para raja Kerajaan Mataram Kuno,
kita ulas selintas sejarah kerajaan yang punya pengaruh nyata bagi kehidupan suku bangsa
Jawa itu. Suatu bentuk imperium kekuasaan yang membentang dari wilayah Jawa Tengah
hingga Jawa Timur.
12. Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan adigdaya yang meninggalkan banyak bukti
arkeologis dari keberadaan mereka. Baik itu berupa prasasti maupun candi-candi megah nan
indah yang hingga kini masih dapat dinikmati. Salah satunya adalah candi Borobudur dan
Prambanan. Candi termegah dan terelok di dunia.
Selain bernama Kerajaan Mataram Kuno, kerajaan ini juga punya dua nama lain yang dikenal
yakni Kerajaan Medang dan Kerajaan Mataram Hindu. Nama Kerajaan Medang banyak
ditemukan di prasasti-prasasti hasil temuan para arkeolog.
Sedangkan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu, mengacu pada
salah satu daerah yang menjadi ibu kota kerajaan tersebut, yaitu Mataram. Ada pun
penamaan di belakangnya yakni „Kuno‟ atau „Hindu‟, untuk membedakan dengan kerajan
lain yang muncul beberapa abad kemudian, Kerajaan Mataram Islam.
Lalu, di mana letak wilayah bernama Mataram tersebut? Sebagian besar pakar sejarah
menunjuk Kota Yogyakarta sebagai wilayah yang dikenal bernama Mataram. Dahulunya,
daerah ini adalah pusat pemerintahan dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kebudayaan dan
bertahtanya para raja dari kerajaan penguasa tanah Jawa tersebut. Ibu kota awal dari
berdirinya Kerajaan Mataram Kuno.
Tetapi, dari beberapa prasasti yang telah ditemukan, ibu kota Kerajaan Mataram Kuno
ternyata tak hanya ada di Mataram. Ada beberapa tempat yang pernah menjadi pusat
pemerintahan. Mulai dari „Mamrati‟ dan „Poh Pitu‟, diperkirakan terletak di daerah Kedu.
Lalu „Tamwlang‟ (Tembelang), dan „Watugaluh‟ (Megaluh). Keduanya nama daerah tersebut
terletak di daerah Jombang, Jawa timur. Daerah terakhir adalah „Wwatan‟ (Wotani), terletak
di daerah Madiun, Jawa Timur.
13. Kerajaan tertua di wilayah Nusantara adalah Kerajaan Kutai.Kerajaan ini terletak di wilayah
Provinsi Kalimantan Timur,tepatnya di sebuah kota kecamatan yang bernama
Muarakaman.Daerah ini yang merupakan daerah percabangan antara sungai Mahakam
dengan sungai Kedang Rantau.Kerajaan berdiri pada tahun 400 masehi.
Peninggalan sejarah yang membuktikan kerajaan Kutai sebagai kerajaan hindu pertama
adalah ditemukannya prasasti berbentuk Yupa menggunakan bahasa sanskerta dan huruf
pallawa.Yupa adalah tiang batu pengikat hewan korban untuk dipersembahkan kepada dewa.
Beberapa peninggalan kerajaan kutai:
1) tujuh buah Yupa yang ditemukan di daerah sekitar Muarakaman;
2) kalung Cina yang di terbuat dari emas;
3) satu arca Bulus;
4) dua belas arca batu.
Dari peninggalan prasasti, diketahui bahwa Kudungga adalah raja Kutai yang pertama Raja
Kudungga digantikan oleh putranya yang bernama Aswawarman,kemudian digantikan oleh
raja Mulawarman.
Pada masa pemerintahan Mulawarman,kerajaan kutai berkembang pesat sebagai pemeluk
agama Hindu yang taat.Beliau menyembah dewa Syiwa,sedangkan dalam suatu upacara
menghadiahkan 20.000ekor sapi kepada Brahmana.peristiwa ini ditandai dengan berdirinya
sebuah Yupa.