SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  10
Tetes Mata — Presentation Transcript

1. TETES MATA
2. Definisi sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara
meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. (FI III hal 10)
larutan steril, bebas partikel asing , merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian
rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV , 13) Sediaan mata merupakan produk steril,
tidak mengandung partikel asing, dalam campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada
mata Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera pada
Suspensiones .(FI IV hal 14) Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari
alkaloid, garam alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. Sediaan mata
adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang mengandung satu
atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.
3. KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN Keuntungan : Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal
kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penangananan. Suspensi mata memiliki
kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata
sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan
bioavailabilitas dan efek terapinya. Kekurangan : Volume larutan yang dapat ditampung oleh
mata sangat terbatas ( ± 7 m L) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu
masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. b -bloker untuk
perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma
bronkhial.( Codex, 162) Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi , selain itu
kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah
efeknya lokal/topikal. (Codex, 161)
4. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat
dikategorikan menjadi : miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti
galukoma, senyawa diagnostik dan anestetik lokal.
5. Syarat sediaan tetes mata : Steril Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan
pH air mata. Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v atau 0,7 – 1,5 %
b/v pH air mata = 7,4 Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus. Tidak iritan terhadap
mata (untuk basis salep mata)
6. Suspensi Mata Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan
kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama . P emilihan bentuk suspensi ( mis.
Sediaan kortikosteroid) disebabkan : Rendahnya bioavailabilitas zat aktif dalam bentuk
larutannya. Toksisitas atau stabilitas zat aktif dalam bentuk larutan Karena mata adalah organ
yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan
laju lakrimasi dan kedipan Maka solusinya, digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan
memakai zat aktif yang dimikronisasi ( micronized ). Masalah utama suspensi optalmik adalah
kemungkinan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan.
Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan untuk
memperlambat pengkristalan. Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan
peningkat viskositas
7. Bahan tambahan 1. PENGAWET Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran
ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada
permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin
sterilitas pada pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping
steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan
mata. (FI IV hal 13 & 14) Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang
serius, misalnya menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah
Pseudomonas aeruginosa . Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat
pada beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar
adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran
8. Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang telah
diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga merupakan
kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus . Virus juga merupakan kontaminan seperti herpes
simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak cocok dengan virus .
Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi sediaan optalmik adalah Hemophillus
influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, dll
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme
selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya memiliki
sifat sebagai berikut : Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama
terhadap Pseudomonas aeruginosa. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan
konjungtiva). Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai. Tidak
memiliki sifat alergen dan mensensitisasi. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi
normal penggunaan sediaan
9. Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah : Benzalkonium klorida + EDTA
Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat Klorobutanol + EDTA/
paraben Tiomerasol + EDTA Feniletilakohol + paraben Contoh pengawet : (1) Benzalkonium
Klorida (2) Klorobutanol (3) Feniletil alcohol (4) Thimerosal (5) Fenilmerkuri Nitrat (6) Propil
paraben (7) Metil paraben ¶ Catatan : Garam merkuri dan thimerosal merupakan pengawet
alternatif untuk mengganti benzalkonium klorida jika benzalkonium klorida tidak bisa dipakai.
Garam fenil merkuri digunakan sebagai pengawet untuk salisilat dan nitrat dan larutan garam
fisostigmine dan efinefrin yang mengandung 0,1% Na-sulfit. M Catatan : Zink sulfat OTT dengan
semua pengawet kecuali asam borat, tapi asam borat dilarang penggunaannnya oleh POM.
10. 2. PENGISOTONIS Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol
dan dapar . Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata : FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan
RPP : 0,5 – 1,8% AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5% Tapi usahakan berada pada
rentang 0,6 – 1,5% 3. PENDAPAR Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas
yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat
yang tidak cukup larut dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid
bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III,
13). Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa
kurang nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan
lakrimasi . Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka : 4,5
– 9,0 menurut AOC ; 3,5 – 8,5 menurut FI IV Syarat dapar : Dapat menstabilkan pH selama
penyimpanan Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan daqpat mengubah pH
air mata. Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi
berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM, asam borat tidak boleh digunakan untuk pemakaian
topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan
topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat.
Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan
NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya. Untuk dapar fosfat dapat digunakan
dapar yang terdapat di FI III.
11. 4. PENINGKAT VISKOSITAS Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan
peningkat viskositas untuk sediaan optalmik adalah Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri.
Mis. Polimer mukoadhesif ( asam hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih
efektif daripada polimer non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous. Perubahan pH dapat
mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas. Penggunaan produk dengan viskositas
tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada
kelopak mata; sulit bercampur dengan air mata; atau mengganggu difusi obat. Penggunaan
peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara sediaan dengan
kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan semakin tinggi sehingga
menambah efektivitas terapinya Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika
berkisar antara 15-25 cps. Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps
sebanyak 0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol ( Ansel, 548-552).
Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and
makrogol.
12. Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan
menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif Pada umumnya penggunaan senyawa
selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam tetes mata, demikian juga dengan PVP dan
dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada : Ketahanan
pada saat sterilisasi, Kemungkinan dapat disaring, Stabilitas, dan Ketidakbercampuran dengan
bahan-bahan lain. Contoh peningkat viskositas : (1) Hidroksipropil metilselulosa = hypromellose
(HPMC) , (2) Metilselulosa , (3) Polivinil alkohol
13. 5 . ANTI OKSIDAN Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara.
Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na
metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan
asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin. Degradasi oksidatif seringkali
dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA.
Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif
selama penyimpanan Contoh Anti Oksidan : (1) Natrium metabisulfit , ( 2) Natrium bisulfit , (3)
Natrium sulfit , (4) Asam askorbat
14. 6. SURFAKTAN Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai
aspek : Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil
piridinium klorida, dll). Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea
sehingga meningkatkan akti terapeutik zat aktif. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes
mata dengan cairan lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva
sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat. Tidak boleh meningkatkan
pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kormea. Surfaktan golongan non ionik
lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya. Penggunaan surfaktan
dalam sediaan optalmik terbatas. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan
golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai
pembantu untuk membentuk larutan yang jernih. Surfaktan dapat juga digunakan sebagai
kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang dilakukan). Surfaktan non ionik dapat
mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan menginaktifkannya. Menurut Codex,
surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80). Sedangkan menurut
Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20, benzetonium klorida, miristilgamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-polietil alkohol, dioktil sodium
sulfosuksinat, dll.
15. PERHITUNGAN TONISITAS a. Metode Turunnya Titik Beku Turunnya titik beku serum darah
atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan 0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat
terlarut makin besar turunnya titik beku. METODE I : W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni
dalam 100 ml larutan a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan
memperbanyak nilai untuk larutan 1% b/v b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1%
b/v bahan pembantu isotoni M jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan
pengisotonis)
16. METODE II : Keterangan : Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya K =
turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang menunjukkan
turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan) m = Zat yang ditimbang (g) n =
jumlah ion M = berat molekul zat terlarut L = massa pelarut (g)
17. b. Ekivalensi NaCl Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap
sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama.
Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan
jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl. METODE WELLS : Keterangan : L = turunnya titik
beku MOLAL I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC) C = Konsentrasi molal zat terlarut
Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku
molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut
menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan.
18. METODE LAIN : Keterangan : E = ekivalensi NaCl L = turunnya titik beku molal M = berat
molekul zat.
19. c. Metode Liso Rumus : Keterangan : D Tf = penurunan titik beku Liso = harga tetapan;
non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen =3,4 BM = berat molekul V = volume
larutan dlm ml Berat = dalam gram zat terlarut
20. CONTOH PERHITUNGAN TONISITAS : a. Cara ekivalensi R / Ranitidin HCl 27,9 mg Na2HPO4
anhidrat 0,98 mg KH2PO4 1,5 mg Aqua pro injection ad 1 ml Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79
g/100 ml = 2,79 % E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 ) Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM
Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98 = ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98 = 1,1 mg/ml =
0,11 g/100 ml = 0,11% E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV) KH2PO4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml = 0,15 % E
0,5% = 0,48 ( FI Ed. IV) NaCl yang ditambahkan agar isotonis : = 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 )
= 0,3332 g/ 100 ml NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml 0,0720 0,15 0,48 KH 2 PO 4
0,0484 0,11 0,44 Na 2 HPO 4 dihidrat 0,4464 2,79 0,16 Ranitidin HCl Kesetaraan NaCl Jumlah zat
dalam 100 ml (g) E Zat
21. b. Cara penurunan titik beku D Tf isotonis = 0,52 agar isotonis, D Tf yang ditambahkan =
0,52 – 0,34 = 0,18 Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml ) = 0,31 g/100 ml = 3,1 mg/ml
Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml 0.3429 ~ 0.34 Jumlah
0.0375 0.15 0.25 KH 2 PO 4 0.0264 0.11 0.24 Na 2 HPO 4 dihidrat 0.279 2.79 0.1 Ranitidin HCl
Kons. Zat X D Tf 1% Konsentrasi zat (%) D Tf 1% Zat
22. d. Metode White – Vincent Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air
pada sediaan parenteral agar isotonis. Rumus yang dipakai : V = w x E x 111,1 Dengan V= volume
dalam ml w = berat dalam gram E = ekivalensi NaCl Contoh : R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr
Asam borat 0,30 gr Aqua bidestilata steril ad 100 ml Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x
111,1 ml = 18 ml Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis
sampai 100 ml
23. KAPASITAS DAPAR Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan
penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Rumus : β = a B = 2,303 C Ka.[H3O+] a pH { Ka +
[H3O+] }2 β = kapasitas dapar a B = perubahan konsentrasi asam atau basa a pH = perubahan
pH C = konsentrasi molar larutan dapar Ka = konstanta disosiasi larutan dapar Kapasitas dapar
dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach : pH = pKa + log [ garam ] [ asam ]
24. @ CONTOH PERHITUNGAN Dapar Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH
stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7 ([H3O+] = 10 -7 ) Dapar pospat pH = 6 – 8,2 pKa 1 = 2,21
pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67 Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan
HPO4 pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8) M Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01 β =
2,303 C Ka.[H3O+] { Ka + [H3O+] }2 0,01 = 2,303 C 6,3 .10-8 . 10-7 (6,3 .10-8+ 10-7)2 C = 0,018 M
pH = pKa + log [ garam ] [ asam ] 7 = 7,21 + log [ garam ] [ asam ] [ garam] = 0,62 [asam] [asam] +
[garam] = 0,018 1,62 [asam] = 0,018 [asam] = 1,1 . 10-2 mol/L = 1,1 . 10-5 mol/ml ( BM asam
KH2PO4 = 141,96 ) Massa asam = 1,1 . 10-5 X 141,96 = 1,5 mg [garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3
mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml (BM Na2HPO4 anhidrat = 136,09) [garam] = 6,89 . 10-6 X 136,09 =
0,98 mg Jadi dapar yang digunakan adalah KH2PO4 1,5 mg/ml dan Na2HPO4 0,98 mg/ml
25. 2.3. OSMOLARITAS Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi
cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik,
disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya. Keterangan kadar osmolar pada etiket
suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan informasi pada dokter apakah larutan
tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik. Satuan kadar osmolar = miliosmol
(disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan
rumus : Kadar osmolar (mosmol/L) = mosM mosM = bobot zat (g/L) x jumlah ion (n) x 1000
bobot molekul (g)
26. @ 1. Osmolaritas ideal injeksi natrium klorida 0,9% = 308 miliosmol / L 0,9 % NaCl = 0,9
g/100 ml = 9 g/L BM NaCl = 58,4 ; n = 2 mosM/L = 9/58,2 x 2 x 1000 = 308 2. Osmolaritas glukosa
anhidrat 5% 5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L BM = 180,2 ; n = 1 mosM/L = 50/180,2 x
1 x 1000 = 277,46 ( isotonis ) ¶ Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada TS INFUS!!!!! J
Penandaan : Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam monografi masing-masing,
pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter. Jika kandungan
kurang dari 100 ml atau jika pada etiket disebutkan bahwa sediaan tidak untuk suntikan
langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar
osmolar total dalam miliosmol per mL.
27. METODE PEMBUATAN 1. Cara Sterilisasi Akhir cara sterilisasi umum dan paling banyak
digunakan. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan
disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya
ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai. 2. Cara Aseptik
terbatas pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan
penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu
merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara aseptik bukanlah suatu metode
sterilisasi , melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dalam sediaan. Dalam FI III hal 18, proses aseptik adalah cara
pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan
dalam pembuatan sediaan steril yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir karena
ketidakmantapan zatnya. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan jika hasi itu memenuhi
syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati. Teknik aseptik penting sekali
diperhatikan pada waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D tepatnya
sewaktu memindahkan atau memasukkan bahan steril kedalam wadah akhir steril. Dalam
pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan
dalam zat pembawa steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk
melindungi terhadap cemaran kuman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang
digunakan harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukkan
udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan tabir
pelindung atau dalam aliran udara steril.
28. METODE STERILISASI Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut.
Jika memungkinkan, penyaringan dengan penyaring membran steril secara aseptik merupakan
metode yang baik. Jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas
sediaan, maka sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik.
Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu
tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk
menghindari pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan
penggunaan alat-alat. Sedapat mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. ( FI IV hal 13). Caracara Sterilisasi (FI IV hal 1112, FI III hal 18) Sterilisasi uap Proses sterilisasi termal menggunakan
uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus
otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit,
121oC, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan
uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus.
Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian
ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, maka sterilisasi dilakukan
dengan uap air jenuh pada suhu 115oC-116oC selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah
lebih dari 100 ml, maka waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada
115oC-116oC selama 30 menit.
29. Sterilisasi panas kering Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope
dengan menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu
oven yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau
disalurkan langsung dari suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan
untuk sterilisasi dan depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan
penutupan kedap secara aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. Pengerjaan: sediaan
yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah lalu ditutup kedap atau penutupan ini bersifat
sementara untuk mencegah pencemaran. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml,
maka panaskan pada suhu 150oC selama 1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml,
maka waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150oC. Wadah yang
tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut Teknik Aseptik.
30. Sterilisasi gas Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi
termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada
proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi
gas adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun
sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya
residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses
sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti
pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi
yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari
bahan yang disterilkan. Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid. Sterilisasi dengan
radiasi ion Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang
dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit.
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi γ)
dan radiasi berkas elektron. Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat
mempengaruhi kualitas dan jenis plastik/kaca tertentu.
31. Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas . D ilakukan
dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang
dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu
matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas
suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat
tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung
pada mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan
menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang.
32. Pengerjaan: larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik Aspetik. Menurut FI III kecuali
dinyatakan lain, tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut : Obat dilarutkan ke dalam
cairan pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain
yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup
wadah dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115-116oC selama minimal 30 menit,
tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A). Obat dilarutkan ke dalam
pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain
yang cocok dan larutan disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C) ke dalam wadah yang
sudah steril secara aseptik dan tutup rapat. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair
yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan
larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat, sterilkan
dengan uap air mengalir pada suhu 98-100oC selama minimal 30 menit tergantung volume
cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).
33. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN Zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih
untuk mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan
atau dalam penyimpanan. Akan dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan … %
dengan volume … mL/botol Jumlah yang akan dibuat : Untuk hasil = …… Untuk evaluasi = ± 60
wadah Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis
dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan aliran (10); volume
sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi, penentuan homogenitas dan penentuan
distribusi ukuran partikel (1). Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5) Evaluasi
biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5). Jadi jumlah sediaan yang dibuat = …. Botol
34. EVALUASI SEDIAAN Evaluasi Fisik (FI IV) Uji kejernihan Penentuan bobot jenis Penentuan
pH Penentuan bahan partikulat Penentuan volume terpindahkan Penentuan viskositas dan
aliran Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi) Kemampuan redispersi (Lihat sediaan
suspensi) Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi) Penentuan distribusi ukuran partikel
(Lihat sediaan suspensi) ¶ Catatan : evaluasi no 6-10 untuk OTM Suspensi! Evaluasi Kimia
Identifikasi Penetapan kadar Evaluasi Biologi Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi) Uji efektivitas
pengawet Penentuan potensi (untuk antibiotik)
35. WADAH DAN PENYIMPANAN Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah
digantikan oleh wadah plastik feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in
dropper. Keuntungan wadah plastik : Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah Mudah
digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper. Wadah polietilen
tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen oksida sebelum dimasukkan
produk secara aseptik. Kekurangan wadah plastik : Dapat menyerap pengawet dan mungkin
permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan oksigen. Jika disimpan dalam waktu lama,
dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan
produk teroksidasi.
36. Persyaratan kompendial : Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes
mata terbuat dari bahan yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam
bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan. Wadah terbuat dari
bahan gelas atau bahan lain yang cocok. Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga
sterilitas sediaan dan aplikator sampai waktu penggunaan. Wadah untuk tetes mata dosis ganda
harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang
steril yang dilengkapi pipet karet/plastic Penyimpanan, dalam wadah kaca atau plastik tertutup
kedap, volume 10 ml, dilengkapi dengan penetes ( FI III, hal 10). Penyimpanan Tetes mata
disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen plastik atau karet harus
dicek sebelum digunakan. Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang
bersatu dengan wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.
37. PENANDAAN Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba
atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus
mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah
pertama kali dibuka (waktu yang menyatakan sediaan masih dapat digunakan setelah wadah
dibuka). K ecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu Wadah dosis
tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi bahan aktif. Label
harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi penyimpanan
Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif dan
kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan
persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode
Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan
untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan
38. Labelling Label harus mencantumkan : Nama dan persentase zat aktif. Tanggal dimana
sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi (ED) Kondisi penyimpanan sediaan tetes
mata. Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan
tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.

Contenu connexe

Tendances

Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CNovi Fachrunnisa
 
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1Bayu Mario
 
Ppt sediaan hidung
Ppt sediaan hidungPpt sediaan hidung
Ppt sediaan hidungKurniaBaso
 
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKALAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKARezkyNurAziz
 
transdermal farmasi
transdermal farmasitransdermal farmasi
transdermal farmasiSarah Najib
 
Sediaan Suspensi
Sediaan SuspensiSediaan Suspensi
Sediaan SuspensiAkfar ikifa
 
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktamPenislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktamfikri asyura
 
Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul DeLas Rac
 
Kelompok 5 contoh contoh obat
Kelompok 5 contoh contoh obatKelompok 5 contoh contoh obat
Kelompok 5 contoh contoh obatRena Choerunisa
 
Sediaan obat Kapsul
Sediaan obat KapsulSediaan obat Kapsul
Sediaan obat KapsulSapan Nada
 
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika DasarRangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika DasarNesha Mutiara
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANsrinova uli
 

Tendances (20)

Biofarmasi
BiofarmasiBiofarmasi
Biofarmasi
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
 
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1
 
Ppt sediaan hidung
Ppt sediaan hidungPpt sediaan hidung
Ppt sediaan hidung
 
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKALAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
 
BCS kelas 1
BCS kelas 1BCS kelas 1
BCS kelas 1
 
keuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasikeuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasi
 
transdermal farmasi
transdermal farmasitransdermal farmasi
transdermal farmasi
 
Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1
 
Sediaan Suspensi
Sediaan SuspensiSediaan Suspensi
Sediaan Suspensi
 
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktamPenislin,sefalosporin dan antibiotik beta  laktam
Penislin,sefalosporin dan antibiotik beta laktam
 
Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul Uji mutu sediaan kapsul
Uji mutu sediaan kapsul
 
Stabilitas Obat
Stabilitas ObatStabilitas Obat
Stabilitas Obat
 
Kelompok 5 contoh contoh obat
Kelompok 5 contoh contoh obatKelompok 5 contoh contoh obat
Kelompok 5 contoh contoh obat
 
Sediaan krim
Sediaan krimSediaan krim
Sediaan krim
 
Sediaan obat Kapsul
Sediaan obat KapsulSediaan obat Kapsul
Sediaan obat Kapsul
 
farmasetika dasar
farmasetika dasarfarmasetika dasar
farmasetika dasar
 
Kuliah formulasi dasar 2
Kuliah formulasi dasar 2Kuliah formulasi dasar 2
Kuliah formulasi dasar 2
 
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika DasarRangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 

En vedette

Materi buku ajar tetes mata 1
Materi buku ajar tetes mata 1Materi buku ajar tetes mata 1
Materi buku ajar tetes mata 1Rusli Unci
 
Hubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetesHubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetesNirma Syari Vutry
 
Pedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatas
Pedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatasPedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatas
Pedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatasSainal Edi Kamal
 
Tugas far mas renny febrianty j1e109206
Tugas far mas renny febrianty j1e109206Tugas far mas renny febrianty j1e109206
Tugas far mas renny febrianty j1e109206Renny Febrianty
 

En vedette (7)

Tetes Mata
Tetes MataTetes Mata
Tetes Mata
 
Materi buku ajar tetes mata 1
Materi buku ajar tetes mata 1Materi buku ajar tetes mata 1
Materi buku ajar tetes mata 1
 
Hubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetesHubungan karbohidrat dengan diabetes
Hubungan karbohidrat dengan diabetes
 
Pedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatas
Pedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatasPedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatas
Pedoman obat-bebas-dan-bebas-terbatas
 
Tugas far mas renny febrianty j1e109206
Tugas far mas renny febrianty j1e109206Tugas far mas renny febrianty j1e109206
Tugas far mas renny febrianty j1e109206
 
Leaflet
LeafletLeaflet
Leaflet
 
Leaflet katarak
Leaflet katarakLeaflet katarak
Leaflet katarak
 

Similaire à OPTETES

21. dr. iit farmakologi obat topikal mata
21. dr. iit   farmakologi obat topikal mata21. dr. iit   farmakologi obat topikal mata
21. dr. iit farmakologi obat topikal mataDede Basofi
 
kasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obat
kasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obatkasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obat
kasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obatErsa Yuliza
 
Laporan resmi dry syrup kotrimoxazol
Laporan resmi dry syrup kotrimoxazolLaporan resmi dry syrup kotrimoxazol
Laporan resmi dry syrup kotrimoxazolKezia Hani Novita
 
PPT Obat Tetes Hidung
PPT Obat Tetes HidungPPT Obat Tetes Hidung
PPT Obat Tetes HidungTia Widianti
 
Ophthalmic drug formulation and delivery (1).ppt
Ophthalmic drug formulation and delivery (1).pptOphthalmic drug formulation and delivery (1).ppt
Ophthalmic drug formulation and delivery (1).pptAkreditasiFarmasiUKR
 
Kuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeKuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeAbner D Nero
 
Teknologi Formulasi Sediaan Steril
Teknologi Formulasi Sediaan SterilTeknologi Formulasi Sediaan Steril
Teknologi Formulasi Sediaan SterilAbulkhair Abdullah
 
optimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdf
optimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdfoptimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdf
optimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdfLutfiChabib1
 
19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.Maranata Gultom
 
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxPPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxRiyanUge
 
Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)
Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)
Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)Nesha Mutiara
 
Rancangan formula-suppositoria-aminofilin
Rancangan formula-suppositoria-aminofilinRancangan formula-suppositoria-aminofilin
Rancangan formula-suppositoria-aminofilinaufia w
 
Rancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRhiza Amalia
 
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 aNanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 aRezumProDeta
 

Similaire à OPTETES (20)

Otm gentamisin 2
Otm gentamisin 2Otm gentamisin 2
Otm gentamisin 2
 
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNAObat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
Obat mata sam AKPER PEMKAB MUNA
 
Salep mata
Salep mataSalep mata
Salep mata
 
21. dr. iit farmakologi obat topikal mata
21. dr. iit   farmakologi obat topikal mata21. dr. iit   farmakologi obat topikal mata
21. dr. iit farmakologi obat topikal mata
 
Salep mata (1)
Salep mata (1)Salep mata (1)
Salep mata (1)
 
kasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obat
kasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obatkasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obat
kasus 2 : R n D industri farmasi merancang sediaan obat
 
Bentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptxBentuk Sediaan.pptx
Bentuk Sediaan.pptx
 
Salep mata
Salep mataSalep mata
Salep mata
 
Laporan resmi dry syrup kotrimoxazol
Laporan resmi dry syrup kotrimoxazolLaporan resmi dry syrup kotrimoxazol
Laporan resmi dry syrup kotrimoxazol
 
PPT Obat Tetes Hidung
PPT Obat Tetes HidungPPT Obat Tetes Hidung
PPT Obat Tetes Hidung
 
Ophthalmic drug formulation and delivery (1).ppt
Ophthalmic drug formulation and delivery (1).pptOphthalmic drug formulation and delivery (1).ppt
Ophthalmic drug formulation and delivery (1).ppt
 
Kuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakopeKuliah 2 farmakope
Kuliah 2 farmakope
 
Teknologi Formulasi Sediaan Steril
Teknologi Formulasi Sediaan SterilTeknologi Formulasi Sediaan Steril
Teknologi Formulasi Sediaan Steril
 
optimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdf
optimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdfoptimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdf
optimasi-formula-tablet-salut-enterik-na-78dae2d8.pdf
 
19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.
 
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxPPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
 
Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)
Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)
Formulasi Sediaan Steril Guttae Midiatrik (Atropin Sulfat)
 
Rancangan formula-suppositoria-aminofilin
Rancangan formula-suppositoria-aminofilinRancangan formula-suppositoria-aminofilin
Rancangan formula-suppositoria-aminofilin
 
Rancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilin
 
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 aNanoemulsion kel.06 smstr 5 a
Nanoemulsion kel.06 smstr 5 a
 

Plus de Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Plus de Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

OPTETES

  • 1. Tetes Mata — Presentation Transcript 1. TETES MATA 2. Definisi sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. (FI III hal 10) larutan steril, bebas partikel asing , merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV , 13) Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat mata seperti yg tertera pada Suspensiones .(FI IV hal 14) Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari alkaloid, garam alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang dimasukkan ke dalam mata. Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata. 3. KEUNTUNGAN DAN KEKURANGAN Keuntungan : Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penangananan. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya. Kekurangan : Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( ± 7 m L) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. b -bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronkhial.( Codex, 162) Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi , selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal. (Codex, 161) 4. PENGGUNAAN OBAT TETES MATA Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa diagnostik dan anestetik lokal. 5. Syarat sediaan tetes mata : Steril Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata. Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v atau 0,7 – 1,5 % b/v pH air mata = 7,4 Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata) 6. Suspensi Mata Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama . P emilihan bentuk suspensi ( mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan : Rendahnya bioavailabilitas zat aktif dalam bentuk larutannya. Toksisitas atau stabilitas zat aktif dalam bentuk larutan Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan
  • 2. laju lakrimasi dan kedipan Maka solusinya, digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang dimikronisasi ( micronized ). Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan. Untuk sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan untuk memperlambat pengkristalan. Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas 7. Bahan tambahan 1. PENGAWET Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata. (FI IV hal 13 & 14) Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius, misalnya menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar adalah Pseudomonas aeruginosa . Pertumbuhan bakteri bacillus Gram negatif ini terjadi dengan cepat pada beberapa medium dan menghasilkan zat toksin dan anti bakteri. Sumber bakteri terbesar adalah air destilasi yang disimpan secara tidak tepat yang digunakan dalam pencampuran 8. Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi kornea seperti golongan proteus yang telah diketahui sebagai kontaminan dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga merupakan kontaminan misalnya Aspergillus fumigatus . Virus juga merupakan kontaminan seperti herpes simplex, vaksin, dan moluscum contagiosum. Umumnya pengawet tidak cocok dengan virus . Mikroorganisme lain yang dapat mengkontaminasi sediaan optalmik adalah Hemophillus influenza, Hemophillus conjunctividis, Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, dll Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut : Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap Pseudomonas aeruginosa. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva). Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan 9. Kombinasi pengawet yang biasanya digunakan adalah : Benzalkonium klorida + EDTA Benzalkonium klorida + Klorobutanol/feniletilalkohol/ fenilmerkuri nitrat Klorobutanol + EDTA/ paraben Tiomerasol + EDTA Feniletilakohol + paraben Contoh pengawet : (1) Benzalkonium Klorida (2) Klorobutanol (3) Feniletil alcohol (4) Thimerosal (5) Fenilmerkuri Nitrat (6) Propil paraben (7) Metil paraben ¶ Catatan : Garam merkuri dan thimerosal merupakan pengawet alternatif untuk mengganti benzalkonium klorida jika benzalkonium klorida tidak bisa dipakai. Garam fenil merkuri digunakan sebagai pengawet untuk salisilat dan nitrat dan larutan garam fisostigmine dan efinefrin yang mengandung 0,1% Na-sulfit. M Catatan : Zink sulfat OTT dengan semua pengawet kecuali asam borat, tapi asam borat dilarang penggunaannnya oleh POM. 10. 2. PENGISOTONIS Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol
  • 3. dan dapar . Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata : FI IV : 0,6 – 2,0% RPS dan RPP : 0,5 – 1,8% AOC : 0,9 – 1,4% Codex dan Husa : 0,7 – 1,5% Tapi usahakan berada pada rentang 0,6 – 1,5% 3. PENDAPAR Secara ideal, larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4 (FI III, 13). Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan lakrimasi . Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka : 4,5 – 9,0 menurut AOC ; 3,5 – 8,5 menurut FI IV Syarat dapar : Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan daqpat mengubah pH air mata. Menurut Codex, dapar yang dapat dipakai adalah dapar borat, fosfat dan sitrat. Tapi berdasarkan Suarat Edaran Dirjen POM, asam borat tidak boleh digunakan untuk pemakaian topikal/lokal karena resiko toksisitasnya lebih besar dibandingkan khasiatnya untuk penggunaan topikal. Jadi, dapar yang boleh digunakan untuk sediaan optalmik hanya dapar fosfat dan sitrat. Dapar yang digunakan sebaiknya adalah dapar yang telah dimodifikasi dengan penambahan NaCl yang berfungsi untuk menurunkan kapasitas daparnya. Untuk dapar fosfat dapat digunakan dapar yang terdapat di FI III. 11. 4. PENINGKAT VISKOSITAS Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas untuk sediaan optalmik adalah Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Mis. Polimer mukoadhesif ( asam hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif daripada polimer non mukoadhesif pada konsentrasi equiviscous. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air mata; atau mengganggu difusi obat. Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak antara sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi dalam mata akan semakin tinggi sehingga menambah efektivitas terapinya Viskositas untuk larutan obat mata dipandang optimal jika berkisar antara 15-25 cps. Peningkat viskositas yang biasa dipakai adalah metilselulosa 4000 cps sebanyak 0,25% atau 25 cps sebanyak 1%, HPMC, atau polivinil alkohol ( Ansel, 548-552). Menurut Codex, dapat digunakan turunan metil selulosa, polivinil alkohol, PVP, dekstran and makrogol. 12. Na CMC jarang digunakan karena tidak tahan terhadap elektrolit sehingga kekentalan menurun; kadang tidak tercampurkan dengan zat aktif Pada umumnya penggunaan senyawa selulosa dapat meningkatkan penetrasi obat dalam tetes mata, demikian juga dengan PVP dan dekstran. Jadi, pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada : Ketahanan pada saat sterilisasi, Kemungkinan dapat disaring, Stabilitas, dan Ketidakbercampuran dengan bahan-bahan lain. Contoh peningkat viskositas : (1) Hidroksipropil metilselulosa = hypromellose (HPMC) , (2) Metilselulosa , (3) Polivinil alkohol 13. 5 . ANTI OKSIDAN Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara.
  • 4. Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam askorbat) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin. Degradasi oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan Contoh Anti Oksidan : (1) Natrium metabisulfit , ( 2) Natrium bisulfit , (3) Natrium sulfit , (4) Asam askorbat 14. 6. SURFAKTAN Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhui berbagai aspek : Sebagai antimikroba (Surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium klorida, setil piridinium klorida, dll). Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga meningkatkan akti terapeutik zat aktif. Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat. Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kormea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya. Penggunaan surfaktan dalam sediaan optalmik terbatas. Surfaktan non ionik, yang paling tidak toksik dibandingkan golongan lain, digunakan dalam konsentrasi yang rendah dalam suspensi steroid dan sebagai pembantu untuk membentuk larutan yang jernih. Surfaktan dapat juga digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan solubilitas (jarang dilakukan). Surfaktan non ionik dapat mengadsorpsi senyawa pengawet antimikroba dan menginaktifkannya. Menurut Codex, surfaktan non ionik yang sering dipakai adalah Polisorbat 80 (Tween 80). Sedangkan menurut Diktat kuliah teknologi steril dapat juga digunakan Tween 20, benzetonium klorida, miristilgamma-picolinium klorida, polioxil 40-stearat, alkil-aril-polietil alkohol, dioktil sodium sulfosuksinat, dll. 15. PERHITUNGAN TONISITAS a. Metode Turunnya Titik Beku Turunnya titik beku serum darah atau cairan lakrimal sebesar -0,52°C yang setara dengan 0,9% NaCl. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar turunnya titik beku. METODE I : W = Jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk larutan 1% b/v b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni M jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 ( tidak ditambahkan pengisotonis) 16. METODE II : Keterangan : Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86 yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan) m = Zat yang ditimbang (g) n = jumlah ion M = berat molekul zat terlarut L = massa pelarut (g) 17. b. Ekivalensi NaCl Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl. METODE WELLS : Keterangan : L = turunnya titik
  • 5. beku MOLAL I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC) C = Konsentrasi molal zat terlarut Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan. 18. METODE LAIN : Keterangan : E = ekivalensi NaCl L = turunnya titik beku molal M = berat molekul zat. 19. c. Metode Liso Rumus : Keterangan : D Tf = penurunan titik beku Liso = harga tetapan; non elektrolit =1,86 ; elektrolit lemah =2 ; uni- univalen =3,4 BM = berat molekul V = volume larutan dlm ml Berat = dalam gram zat terlarut 20. CONTOH PERHITUNGAN TONISITAS : a. Cara ekivalensi R / Ranitidin HCl 27,9 mg Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg KH2PO4 1,5 mg Aqua pro injection ad 1 ml Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml = 2,79 % E 3% = 0,16 (FI Ed. IV Hal. 1255 ) Na2HPO4 anhidrat 0,98 mg/ml ~ (BM Na2HPO4 dihidrat / BM Na2HPO4 anhidrat) x 0,98 = ( 159,96 / 141,96 ) x 0,98 = 1,1 mg/ml = 0,11 g/100 ml = 0,11% E 0,5% = 0,44 (FI Ed. IV) KH2PO4 1,5 mg/ml = 0,15 g/100 ml = 0,15 % E 0,5% = 0,48 ( FI Ed. IV) NaCl yang ditambahkan agar isotonis : = 0,9 – ( 0,4464 + 0,0484 + 0,0720 ) = 0,3332 g/ 100 ml NaCl yang ditambahkan dalam 1 ml = 3,3 mg/ml 0,0720 0,15 0,48 KH 2 PO 4 0,0484 0,11 0,44 Na 2 HPO 4 dihidrat 0,4464 2,79 0,16 Ranitidin HCl Kesetaraan NaCl Jumlah zat dalam 100 ml (g) E Zat 21. b. Cara penurunan titik beku D Tf isotonis = 0,52 agar isotonis, D Tf yang ditambahkan = 0,52 – 0,34 = 0,18 Setara dengan NaCl : ( 0,18 / 0,52 x 0,9 g/100 ml ) = 0,31 g/100 ml = 3,1 mg/ml Jadi NaCl yang ditambahkan agar larutan isotonis sebanyak 3,1 mg/ml 0.3429 ~ 0.34 Jumlah 0.0375 0.15 0.25 KH 2 PO 4 0.0264 0.11 0.24 Na 2 HPO 4 dihidrat 0.279 2.79 0.1 Ranitidin HCl Kons. Zat X D Tf 1% Konsentrasi zat (%) D Tf 1% Zat 22. d. Metode White – Vincent Tonisitas yang diinginkan ditentukan dengan penambahan air pada sediaan parenteral agar isotonis. Rumus yang dipakai : V = w x E x 111,1 Dengan V= volume dalam ml w = berat dalam gram E = ekivalensi NaCl Contoh : R/ Phenacaine hidroklorida 0,06 gr Asam borat 0,30 gr Aqua bidestilata steril ad 100 ml Maka : v = ( (0,06 x 0,20)+ (0,3 x 0,50)) x 111,1 ml = 18 ml Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml. Lalu tambah pelarut isotonis sampai 100 ml 23. KAPASITAS DAPAR Kapasitas dapar adalah kemampuan tidak berubahnya pH dengan penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Rumus : β = a B = 2,303 C Ka.[H3O+] a pH { Ka + [H3O+] }2 β = kapasitas dapar a B = perubahan konsentrasi asam atau basa a pH = perubahan pH C = konsentrasi molar larutan dapar Ka = konstanta disosiasi larutan dapar Kapasitas dapar dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbach : pH = pKa + log [ garam ] [ asam ] 24. @ CONTOH PERHITUNGAN Dapar Dalam 1 ml larutan mengandung Ranitidin HCl, pH stabilitas = 6,7-7,3 di dapar pada pH = 7 ([H3O+] = 10 -7 ) Dapar pospat pH = 6 – 8,2 pKa 1 = 2,21 pKa2 = 7,21 pKa3 = 12,67 Dapar yang baik jika pH = pKa kurang lebih 1, maka dipilih H2PO4 dan
  • 6. HPO4 pKa2 = 7,21 (Ka = 6,3 . 10-8) M Catatan : Kapasitas dapar yg umum digunakan 0,01 β = 2,303 C Ka.[H3O+] { Ka + [H3O+] }2 0,01 = 2,303 C 6,3 .10-8 . 10-7 (6,3 .10-8+ 10-7)2 C = 0,018 M pH = pKa + log [ garam ] [ asam ] 7 = 7,21 + log [ garam ] [ asam ] [ garam] = 0,62 [asam] [asam] + [garam] = 0,018 1,62 [asam] = 0,018 [asam] = 1,1 . 10-2 mol/L = 1,1 . 10-5 mol/ml ( BM asam KH2PO4 = 141,96 ) Massa asam = 1,1 . 10-5 X 141,96 = 1,5 mg [garam] = 0,62 [asam] 6,89 . 10 -3 mol/L = 6,89 . 10 -6 mol/ml (BM Na2HPO4 anhidrat = 136,09) [garam] = 6,89 . 10-6 X 136,09 = 0,98 mg Jadi dapar yang digunakan adalah KH2PO4 1,5 mg/ml dan Na2HPO4 0,98 mg/ml 25. 2.3. OSMOLARITAS Etiket pada larutan yang diberikan secara intra vena untuk melengkapi cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik, disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya. Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau hiper-osmotik. Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mosmol) zat terlarut per liter larutan Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus : Kadar osmolar (mosmol/L) = mosM mosM = bobot zat (g/L) x jumlah ion (n) x 1000 bobot molekul (g) 26. @ 1. Osmolaritas ideal injeksi natrium klorida 0,9% = 308 miliosmol / L 0,9 % NaCl = 0,9 g/100 ml = 9 g/L BM NaCl = 58,4 ; n = 2 mosM/L = 9/58,2 x 2 x 1000 = 308 2. Osmolaritas glukosa anhidrat 5% 5 % glukosa anhidrat = 5 g/100 ml = 50 g/L BM = 180,2 ; n = 1 mosM/L = 50/180,2 x 1 x 1000 = 277,46 ( isotonis ) ¶ Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada TS INFUS!!!!! J Penandaan : Jika keterangan mengenai osmolaritas diperlukan dalam monografi masing-masing, pada etiket hendaknya disebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per liter. Jika kandungan kurang dari 100 ml atau jika pada etiket disebutkan bahwa sediaan tidak untuk suntikan langsung, tetapi larutan harus diencerkan sebelum digunakan, etiket dapat menyebutkan kadar osmolar total dalam miliosmol per mL. 27. METODE PEMBUATAN 1. Cara Sterilisasi Akhir cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air dan pada suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai. 2. Cara Aseptik terbatas pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara aseptik bukanlah suatu metode sterilisasi , melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan. Dalam FI III hal 18, proses aseptik adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan sediaan steril yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir karena ketidakmantapan zatnya. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan jika hasi itu memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati. Teknik aseptik penting sekali diperhatikan pada waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D tepatnya
  • 7. sewaktu memindahkan atau memasukkan bahan steril kedalam wadah akhir steril. Dalam pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan dalam zat pembawa steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk melindungi terhadap cemaran kuman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang digunakan harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukkan udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan tabir pelindung atau dalam aliran udara steril. 28. METODE STERILISASI Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan, penyaringan dengan penyaring membran steril secara aseptik merupakan metode yang baik. Jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, maka sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat. Sedapat mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. ( FI IV hal 13). Caracara Sterilisasi (FI IV hal 1112, FI III hal 18) Sterilisasi uap Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, maka sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115oC-116oC selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, maka waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada 115oC-116oC selama 30 menit. 29. Sterilisasi panas kering Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk sterilisasi dan depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan kedap secara aseptik yang berkesinambungan dan terpadu. Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah lalu ditutup kedap atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah pencemaran. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, maka panaskan pada suhu 150oC selama 1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, maka waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150oC. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut Teknik Aseptik. 30. Sterilisasi gas Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar (walaupun
  • 8. sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid. Sterilisasi dengan radiasi ion Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron. Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan jenis plastik/kaca tertentu. 31. Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas . D ilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung pada mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 μm atau kurang. 32. Pengerjaan: larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik Aspetik. Menurut FI III kecuali dinyatakan lain, tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut : Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup wadah dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115-116oC selama minimal 30 menit, tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A). Obat dilarutkan ke dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C) ke dalam wadah yang sudah steril secara aseptik dan tutup rapat. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat, sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98-100oC selama minimal 30 menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B). 33. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN Zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan atau dalam penyimpanan. Akan dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan … % dengan volume … mL/botol Jumlah yang akan dibuat : Untuk hasil = …… Untuk evaluasi = ± 60 wadah Evaluasi fisika : uji kejernihan (3); penetapan bahan partikulat (2); penentuan bobot jenis dan pH (4); penentuan volume terpindahkan (30); penentuan viskositas dan aliran (10); volume
  • 9. sedimentasi (10); penampilan, kemampuan redispersi, penentuan homogenitas dan penentuan distribusi ukuran partikel (1). Evaluasi kimia : identifikasi dan penetapan kadar (5) Evaluasi biologi : uji sterilitas (20); uji efektivitas pengawet (5). Jadi jumlah sediaan yang dibuat = …. Botol 34. EVALUASI SEDIAAN Evaluasi Fisik (FI IV) Uji kejernihan Penentuan bobot jenis Penentuan pH Penentuan bahan partikulat Penentuan volume terpindahkan Penentuan viskositas dan aliran Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi) Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi) Penentuan homogenitas (Lihat sediaan suspensi) Penentuan distribusi ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi) ¶ Catatan : evaluasi no 6-10 untuk OTM Suspensi! Evaluasi Kimia Identifikasi Penetapan kadar Evaluasi Biologi Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi) Uji efektivitas pengawet Penentuan potensi (untuk antibiotik) 35. WADAH DAN PENYIMPANAN Saat ini wadah untuk larutan mata yang berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik feksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built-in dropper. Keuntungan wadah plastik : Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built-in dropper. Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan iradiasi atau etilen oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik. Kekurangan wadah plastik : Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air dan oksigen. Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi. 36. Persyaratan kompendial : Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan. Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok. Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator sampai waktu penggunaan. Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic Penyimpanan, dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml, dilengkapi dengan penetes ( FI III, hal 10). Penyimpanan Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan. Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah. 37. PENANDAAN Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka (waktu yang menyatakan sediaan masih dapat digunakan setelah wadah dibuka). K ecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan konsentrasi bahan aktif. Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi penyimpanan Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif dan kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan
  • 10. persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan 38. Labelling Label harus mencantumkan : Nama dan persentase zat aktif. Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi (ED) Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata. Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.