1. PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA TEKSTIL BAB II
PEMUTIHAN OPTIK
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Pada praktikum bab II ini mahasiswa diberikan pemahaman tentang tujuan dan
mekanisme pemutihan optik pada bahan selulosa. Proses ini merupakan lanjutan dari
proses pemasakan. Bahan yang telah diproses pemutihan optikan akan memiliki derajat
putih yang lebih baik, tujuannya adalah agar praktikan mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh dalam proses pemutihan optik sehingga dapat menganalisa dan
mengevaluasi hasil proses pemutihan optik.
B. TEORI DASAR
Pemutih optik adalah zat yang dapat menambah kecerahan bahan karena
pembesaran pemantulan sinar, sehingga kain putih yang diberi zat pemutih optik
nampak lebih putih dan lebih cerah. Pembesaran pemantulan sinar ini disebabkan
karena zat pemutih optik tersebut bersifat fluoressensi. Sinar ultra violet diserap dan
selanjutnya dirubah menjadi sinar-sinar yang panjang gelombangnya berubah-ubah.
Fluoressensi violet sampai hijau kebiru-biruan banyak dipergunakan untuk zat
pemutih optik karena mengandung warna kuning yang memisah, sehingga dapat dilihat
dengan mata dan nampak berkilau bila menyerap sinar ultra violet. Pemutih optik yang
efektif, paling sedikit mengandung 4 ikatan rangkap yang terletak berselang-seling
dengan ikatan tunggal, seperti :
−C=C−C=C−C=C−C=C−
atau
−N=C−C=C−C=N−C=C−
Pada prinsipnya dikenal dua golongan zat pemutih optik, yaitu :
1. Golongan hetero-siklik
Bagian lingkaran heteronya cukup banyak mengandung ikatan rangkap,
misalnya derivat pirazolina, imidazol dan benzotiazol. Golongan ini dapat dipakai
untuk memberi kilau pada serat-serat sintetik.
2. Golongan asam flavonat
2. Golongan ini terdiri dari derivat 4,4 diamina stilben 2,2 asam disulfonat. Dan
banyak dipergunakan dalam pabrik-pabrik tekstil. Dari golongan ini dikenal
beberapa zat pemutih optik antara lain :
Ultrasan, Blankophor BB4, BA dibuat dari asam flavonat dan khlorida sianurat.
Blankophor R, dibuat dari asam flavonat dan fenilisosianat.
Blankophor G, dibuat dari asam flavonat yang mengandung gugus triazol.
Setelah pengelantangan bahan tekstil, biasanya diikuti dengan proses pemutih optik.
Bahan dikerjakan dalam larutan pemutih optik 0,05 − 0,5 % pada suhu 40 − 60 0C
selama 15 − 30 menit. Kadang-kadang ditambah dengan NaCl 5 gr/l untuk menambah
daya serap. Kemudian diperas dan dikeringkan.
Di dalam rumah tangga sehari-hari, setelah pakaian dicuci, sering diberi zat pembiru
(bluing agent, blauw) yang daya fluoressensi-nya kecil. Di pabrik tekstil blauw ini tidak
dipakai, karena hasilnya kurang baik. Untuk kain-kain campuran sintetik-kapas dan
sintetik-rayon diperlukan dua macam pemutih optik, satu bagian untuk serat sintetik dan
satu bagian lainnya untuk serat selulosanya. Pada umumnya cara pengerjaannya
terpisah. Mula-mula dikerjakan untuk serat sintetik kemudian baru serat selulosanya.
Hal ini untuk mencegah pewarnaan tumpang yang akan memberikan hasil yang kurang
cerah.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
Beaker gelas / keramik 500 ml
1 buah
Pengaduk kaca
1 buah
Kasa + kaki tiga + bunsen
1 set
Timbangan digital
1 buah
Termometer
1 buah
Gelas piala
1 buah
Bahan yang digunakan :
Kain kapas (setelah mengalami proses simultan dengan menggunakan H2O2 5 ml/l
dan 10 ml/l)
Pemutih optik (zat hostalux EP-H liq) 1 %
3. NaCl 10 %
Suhu
600C
waktu 30 menit
D. LANGKAH KERJA
1. kain kapas yang telah mengalami proses simultan dipotong ¼ ukuran
2. kain ditimbang dengan neraca analitik
3. zat Hostalux EP-H Liq 1 % dilarutkan dalam air bersamaan dengan NaCl 10 %
4. kain direndam ke dalam larutan dan dipanaskan hingga mencapai suhu 60oC
5. kain dalam larutan diaduk-aduk dan dipertahankan suhunya selama 30 menit
6. kain diangkat dari proses pemanasan kemudian di cuci dengan air panas lalu dibilas
dengan air dingin
7. kain dikeringkan kemudian mulai melakukan evaluasi derajat putih
Skema proses
suhu (0C)
Mekanisme proses
Timbang kain
60
kain
eva panas
eva dingin
NaCl
Pemutih optik
Perendaman
27
Pencucian panas
10
20
50
waktu (menit)
Pencucian dingin
Evaluasi
E. DATA PERHITUNGAN RESEP
1. Berat kain awal
= 12,59 gram
2. Vlot
= 1 : 20
3. Jumlah larutan
= 20 X 12,59 gram
= 251,80 ml
4. Zat Hostalux EP-H Liq 1 % = 1/100 X 12,59 gram
= 0, 1259 g
= 0,2 g
5. NaCl 10 %
= 10/100 X 12,59 gram
4. = 1,259 g
6. Suhu
= 60oC
7. Waktu
= 30 menit
jumlah air yang ditambahkan
= jumlah larutan – (zat pemutih optik + NaCl)
= 251,80 ml – 1,5 ml
= 250,3 ml
F. DATA HASIL PERCOBAAN
Kain kapas yang telah mengalami proses pemutih optik supaya kain tersebut tampak
lebih putih dan lebih cerah, maka setelah melewati langkah kerja sebagaimana
disebutkan diatas, proses selanjutnya adalah dilakukan evaluasi hasil praktek pada kain.
Yaitu dengan cara : Tes derajat putih pada kain
Pada tes ini praktikan mulai membandingkan semua sampel kain dengan cara visual,
yaitu kain awal (sebelum mengalami proses pemutih optik) dengan kain akhir (yang
sudah mengalami pemutih optik) dibandingkan derajat putihnya.
Ada 3 kain yang dilakukan pemutih optik, masing-masing telah melewati proses
pengelantangan cara simultan. Saat melalui proses simultan, 1 kain menggunakan H 2O2
5 ml/l dan 2 kain menggunakan H2O2 10 ml/l.
Hasil evaluasi perbandingannya dicantumkan dibawah ini :
Sampel kain kapas sebelum dan sesudah dilakukan pemutih optik
•
(Kain kapas dengan menggunakan H2O2 10 ml/l saat pengelantangan)
Sebelum proses
Pemutih optik
•
Setelah proses
Pemutih optik
(Kain kapas dengan menggunakan H2O2 5 ml/l saat pengelantangan)
5. Sebelum proses
Pemutih optik
Setelah proses
Pemutih optik
Sebelum proses
Pemutih optik
Setelah proses
Pemutih optik
G. DISKUSI
Setelah melakukan praktikum pemutih optik, sampel kain yang belum dilakukan
pemutihan optik dibandingkan dengan kain yang sudah dilakukan pemutihan optik,
terbukti bahwa kain setelah dilakukan pemutih optik nampak lebih putih dan lebih
cerah. Hal ini dikarenakan bahwa saat proses pemutihan optik zat Hostalux EP-H liq
menyerap sinar ultraviolet dan memantulkannya menjadi sinar tampak pada daerah
ungu-biru, sehingga jumlah sinar yang dipantulkan bahan bertambah dan mengurangi
pantulan sinar pada daerah kuning atau merah pada bahan. Akibatnya kain menjadi
lebih putih dari sebelumnya.
6. Kain sampel saat pengelantangan menggunakan H2O2 5 ml/l dengan 10 ml/l ketika
di pemutih optik hasilnya tampak lebih cerah yang 10 ml/l. Karena saat pengelantangan
zat pemutihnya lebih banyak sehingga dengan ditambahkannya zat pemutih optik maka
bahan lebih kuat menyerap sinar ultraviolet dan mampu memantulkan sinar lebih
banyak.
Pemanasan dilakukan pada suhu 60 0C untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
tapi jika dilakukan pada suhu yang diatasnya, maka dapat memungkinkan terjadinya
kerusakan pada serat kain. Demikian pula untuk waktu, setelah 30 menit kain telah
mendapat hasil yangt maksimal jadi jika dilakukan lebih dari itu maka hanya akan boros
energi dan waktu. Dan pada proses pemutihan optik juga ditambahkan garam dapur 10
% tujuan adalah untuk menambah kekuatan daya serap kain pada saat perendaman.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat disimpulkan :
1. proses pemutihan optik adalah untuk menambah kecerahan bahan karena bahan
mampu memantulkan sinar lebih banyak sehingga kain nampak lebih putih dan
lebih cerah.
2. Perbandingan derajat putih kain sampel yang telah dilakukan pengelantangan
dengan yang telah dilakukan pemutih optik masih tampak lebih putih dan lebih
cerah yang dilakukan pemutih optik
3. kain sampel yang menggunakan H2O2 5 ml/l dengan 10 ml/l saat
pengelantangan. Ketika dilakukan pemutihan optik kain tampak lebih cerah
yang menggunakan H2O2 10 ml/l
4. Berat kain awal = 12,59 gram dan berat kain akhir = 12,10 , sehingga selisih
berat yang didapat setelah kain dilakukan pemutih optik dengan sebelum =
12,59 – 12,10 = 0,48
DAFTAR PUSTAKA
7. Ichwan, Muhammad, dkk. 2005. Pedoman Praktikum Teknologi Penyempurnaan.
Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Djufri, Ir Rasyid, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan Pencelupan Dan Pencapan.