SlideShare a Scribd company logo
1 of 34
Tugas : Keperawatan Medikal Bedah

Penyakit Parotis, Hipersaliva dan
Kanker Rongga Mulut

Di susun oleh:
G3 Keperawatan
Kelompok : I
INDRA
IRMAYANTI
LINDA SUKMA
HASWATI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2010
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal Bedah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “Penyakit Parotitis,Hipersaliva, dan Kanker Rongga Mulut “.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan
dalam penyusunan askep ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan
askep ini di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala bantuan semua pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kendari, April 2010

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II KONSEP DASAR MEDIS
1. Penyakit Parotitis
2. Hipersaliva
3. Penyakit Kanker Rongga Mulut
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Parotitis
Parotitis epidemika adalah penyakit virus1,2,3,4,5,6,7,9,18 menyeluruh, akut, yang
kelenjar ludahnya membesar nyeri, terutama kelenjar parotis, merupakan tanda-tanda yang
biasa ada. Nama parotitis epidemica2,9 kurang tepat sebab tidak selalu ada radang di parotis
dan penyakit tersebut tidak selalu mewabah. Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular
yang akut.1,2,3,4,5,6,7
Mumps virus adalah ssRNA2 virus yang termasuk dalam genus Rubulavirus. Virus ini
merupakan virus yang memiliki amplop dan pada sepanjang permukaannya terdapat tonjolantonjolan yang terlihat menyerupai paku-paku yang besar. 5 Penyakit akibat infeksi dari
mumps virus adalah penyakit beguk, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut mumps. Virus ini
akan menyerang kelenjar air liur ( kelenjar parotid). Umumnya penderita mumps adalah anakanak usia 5 sampai 15 tahun. Cara penularan mumps adalah melalui droplet ludah atau kontak
langsung dengan bahan yang terkontaminasi oleh ludah yang terinfeksi. Komplikasi beguk
terjadi satu minggu setelah gejala penyakit ini muncul. Meningitis, orchitis, pankreasitis,
oophoritis, dan keguguran merupakan komplikasi dari mumps.7 Gejala yang paling umum
apabila seseorang terinfeksi mumps virus adalah pembengkakan pada kelenjar parotid, panas
tinggi, dan sakit pada saat menelan. Perawatan dapat dilakukan dengan cara memberi
Paracetamol atau Acetaminophen pada anak yang menderita gejala demam. Penyakit beguk
atau mumps dapat dicegah dengan cara imunisasi. Nama imunisasi untuk mencegah infeksi
mumps virus adalah MMR (untuk pertahanan terhadap Measles, Mumps, dan Rubella) 8,9.
Kanker Rongga mulut
Masalah kedokteran gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi
telah meluas ke rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak.
Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para ahli
terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di
rongga mulut terutama sekali pada Negara - negara yang sedang berkembang. Menurut
Lynch, 1994, kanker rongga mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang
terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994).
Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan kanker utama di India
khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi, sekitar 20% dari
seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada perkembangan dalam
mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih
tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk
ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko
tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limfe servikal
(Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996).
Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat
petunjuk untuk mengendalikan kanker mulut, terutama bagi Negara - negara yang sedang
berkembang. Pengendalian tersebut berdasarkan pada tindakan pencegahan primer dimana
prinsip utamanya mengurangi dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen.
Pendekatan kedua adalah melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini
lesi-lesi kanker dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan
bahwa 80% dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan
deteksi dini keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972). Pada umumnya, untuk mendeteksi
dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan
klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara laboratorium. Dalam makalah ini akan
dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini
proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan
lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker
rongga mulut lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep dasar medis penyakit Parotitis ?
2. Bagaimana Sekresi Saliva?
3. Bagaimana konsep dasar medis penyakit Kanker Rongga Mulut ?
4. Bagaimana konsep dasar keperawatan penyakit Kanker Rongga Mulut ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep dasar medis penyakit Parotitis
2. Untuk mengetahui Sekresi Saliva
3. Untuk mengetahui konsep dasar medis penyakit Kanker Rongga Mulut
4. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan penyakit Kanker Rongga Mulut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

KONSEP DASAR MEDIS
1. PAROTITIS
A. DEFINISI

Merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus 1,2,3,4,5,7, di
masyarakat indonesia penyakit ini disebut gondongan atau radang kelenjar gondok. Disebut
juga parotitis infectiosa 8,9. Gejala klinis ditandai dengan timbulnya demam, pembengkakan
dan melemahnya satu-satu atau lebih kelenjar ludah 10,21,22. Parotitis epidemika adalah
penyakit virus, akut, yang kelenjar ludahnya membesar nyeri, terutama kelenjar parotis,
merupakan tanda-tanda yang biasa ada. Nama parotitis epidemica kurang tepat sebab tidak
selalu ada radang di parotis dan penyakit tersebut tidak selalu mewabah. Merupakan suatu
penyakit menular yang akut.
B. ETIOLOGI
Disebabkan oleh virus 1, 2, 3, 4, 6. Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus
yang juga mencakup parainfluenza, campak, dan vius penyakit Newcastle. Hanya diketahui
ada satu serotip. Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus.
Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi
lain. Mumps merupakan virus RN rantai tunggal dan anggota dari family Paramyxoviridae,
genus Paramyxovirus. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutininneuramidase dan perpaduan protein 1, 3, 6. Virus mumps sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet.
a) Klasifikasi 2
Group : V (-) ssRNA
Ordo : Mononegavirales
Famili : Paramyxoviridae
Genus : Rubulavirus
Spesies : Mumps Virus

b) Morfologi 2
Merupakan virus yang beramplop dan memiliki suatu nukleokapsid/kapsid. Kapsid
ditutupi oleh amplop. Berdiameter 150-300 nm dan panjang 1000-10000 nm.
Permukaannya tertutupi oleh tonjolan-tonjolan yang terlihat menyerupai paku-paku yang
besar. Kapsidnya berfilamen dan memiliki panjang 600-1000 nm dan lebar 18 nm.
c) Masa inkubasi 2
Masa inkubasi terjadi selama 15-18 hari (rata-rata sekitar 14-25 hari). Masa tunas
14-24 hari. Gejala prodromal 1-2 hari berupa demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan
nyeri otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral
dan kemudian menjadi bilateral, disertai rasa nyeri spontan ataupun pada perabaan
terlebih-lebih saat pasien makan atau minum sesuatu yang asam. Dapat terjadi trismus dan
disfagia. Kadang-kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis dapat terkena.
d) Masa penularan 2
Virus dapat diisolasi dari urine 6 hari sebelum dan 15 hari sesudah onset dan dari
ludah 6-7 hari sebelum terjadi parotitishingga 9 hari sakit. Penularan tertinggi dapat terjadi
antara 2 hari sebelum hingga 4 hari setelah sakit. Infeksi yang laten dapat menular.
e) Kerentanan dan kekebalan 2
Kekebalan yang timbul umumnya seumur hidup. Kekebalan dapat terbentuk setelah
mengalami infeksi yang tidak kelihatan atau infeksi dengan gejala klinis. Sebagian besar
orang dewasa, umumnya yang lahir sebelum tahun 1957, kemungkinan sudah terinfeksi
secara alamiah dan kemungkinan sekali sudah kebal, walaupun mereka tidak
menunjukkan gejala klinis. Ditemukannya antibodi IgG terhadap mumps melalui
pemeriksaan serologis sebagai bukti adanya imunitas terhadap mumps. Mumps adalah
penyakit yang jarang ditemukan jika dibandingkan dengan penyakit-penyakit lain yang
umum menyerang anak seperti campak, cacar air, walaupun jarang terjadi namun pada
masyarakat yang yang tidak diimunisasi, dalam suatu penelitian ditemukan 85% diantara
mereka sampai dewasa sudah mengalami inveksi virus mumps. Kira-kira sepertiga mereka
yang rentan dengan infeksi virus mumps merupakan infeksi tanpa gejala. Kebanyakan
infeksi yang terjadi pada anak-anak usia di bawah 2 tahun subklinis. Penyakit ini paling
sering muncul pada musim dingin dan musim semi. Dan penularan dapat terjadi melalui
udara, melalui percikan ludah, atau karena kontak langsung dengan ludah orang yang
terinfeksi.
C. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Penyakit tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik11,12,14,16,19,20. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan
ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat diisolasi dari faring dua hari sebelum
sampai enam hari setelah terjadi pembesaran kelenjar parotis. Pada penderita parotitis
epidemika tanpa pembesaran kelenjar parotis, virus dapat pula diisolasi dari faring. Virus
dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi
pembesaran kelenjar. Baik infeksi klinis maupun subklinis menyebabkan imunitas seumur
hidup. Bayi sampai umur 6 – 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits epidemika karena
dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara transplasental dari ibunya. Insiden tertinggi
pada umur antara 5 sampai 9 tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai 4 tahun,
kemudian umur antara 10 sampai 14 tahun.
D. PATOFISIOLOGI
Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan
kelenjar submaksilaris. Dapat terjadi orchitis unilateral dan menyerang 20-30% dari laki-laki
setelah pubertas. Sedangkan pada wanita dapat terjadi mastitis yang mengenai sekitar 31%
dari wanita berusia 15 tahun keatas walaupun dapat terjadi sterilitas namun kasusnya sangat
jarang. Kira-kira 40-50% infeksi oleh virus mumps ini dapat menimbulkan gejala pada
saluran pernafasan terutama pada anak usia 5 tahun.
Gejala sisa yang permanen berupa paralysis, kejang, seperti halnya pada kematian
pada penderita mumps juga sangat jarang terjadi. Mumps yang terjadi pada trisemester
pertama kehamilan dapat meningkatkan terjadinya aborsi, namun belum terbukti infeksi
mumps dapat menyebabkan kecacatan pada janin 2.

Infeksi akut oleh virus mumps

dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan
serum konvalesens. Pemeriksaan serologis yang umum digunakan untuk mendiagnosa adanya
infeksi mumps akut atau atau yang baru saja terjadi adalah ELISA,tes HI dan CF. virus dapat
juga diisolasi dari mukosa buccal, 7 hari sebelum dan 9 hari sesudah terjadi pembesaran
kelenjar ludah. Virus dapat juga diisolasi dari air seni 6 hari sebelum dan 15 hari sesudah
terjadi

parotitis

9.

Virus masuk tubuh mungkin via hidung/mulut; proliferasi terjadi di parotis/epitel traktus
respiratorius kemudian terjadi viremia dan selanjutnya virus berdiam di jaringan
kelenjar/saraf dan yang paling sering terkena ialah glandula parotis. Pada manusia selama fase
akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Mumps ialah suatu
infeksi umum2.
Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli
seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan2.
E. GEJALA KLINIS
Gejala timbul dalam waktu 12-24 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa2:
•

menggigil

•

sakit kepala
•

nafsu makan berkurang

•

merasa tidak enak badan

•

demam ringan sampai sedang (terjadi 12-24 jam sebelum 1 atau beberapa kelanjar liur
membengkak).

•

muntah 7
Tetapi 25-30% penderita tidak menunjukkan gejala-gejala tersebut. Gejala pertama

dari infeksi kelenjar ludah adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan, terutama jika
menelan cairan asam (misalnya jus jeruk). Jika kelenjar liur disentuh, akan timbul nyeri. Pada
saat ini suhu biasanya naik sampai 38,9-40o Celsius. Pembengkakan terjadi pada hari kedua.
Gejala lain yang mungkin ditemukan2:
•

nyeri testis

•

benjolan di testis

•

pembengkakan skrotum (kantung zakar).
Masa tunas 14 sampai 24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal, lamanya 1 sampai

2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu tubuh
biasanya naik sampai 38,5 0C sampai 39,50C kemudian timbul pembengkakan kelenjar
parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Pembengkakan
tersebut terasa nyeri baik spontan maupun perabaan, terlebih-lebih bila penderita makan atau
minum sesuatu yang masam, ini merupakan gejala khas untuk parotitis epidemika2.
Infeksi Kelenjar Ludah. Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala,
anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan
gerakan mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis membesar yang cepat bertambah
besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1 sampai 3 hari.
Biasanya demam menghilang 1 sampai 6 hari dan suhu menjadi normal sebelum
hilangnya pembengkakan kelenjar. Bagian bawah daun telinga terangkat ke atas dan keluar
oleh pembengkakan glandula parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat; nyeri mulai
berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung kira-kira selama 6 – 10 hari.
Biasanya satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa hari.
Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaan. Parotis unilateral ditemukan kira-kira 25 %.
Pembengkakan glandula submaksilaris dapat dilihat dan diraba di depan angulus mandibulae.
Mumps glandula submaksilaris tanpa parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan
adenitis cervical2.
Epididymo-orchitis
Menduduki tempat kedua pada lelaki dewasa menurut frekuensi manifestasi klinis,
biasanya timbul sporadik parotitis dapat mendahului parotitis atau sebagai manifestasi sendiri
daripada mumps. Epididimitis selalu disertai orchitis. Ditemukan 20-30%, unilateral pada
lelaki yang menderita mumps sesudah pubertas, insiden orchitis bilateral rendah, kira-kira 2
%.2 Orchitis kebanyakan terjadi dalam 2 minggu pertama. Adakalanya di minggu ketiga.
Diagnosis mumps orchitis tanpa parotitis ditegakkan dengan titer complement fixing
antibodies yang meningkat selama masa rekonvalesensi.2 Orchitis dimulai dengan tiba-tiba
demam, menggigil, sakit kepala, nausea, muntah dan nyeri abdomen bagian bawah. Keluhankeluhan tersebut biasanya paralel dengan beratanya orchitis. Lamanya demam jarang lebih
dari 1 mingggu, demam turun secara krisis atau lysis. Bersama timbulnya demam, testis
membengkak cepat disertai nyeri yang hebat.
Tidak ada kekhawatiran akan impotensi atau sterilitas sebab2:
•

Orchitis kebanyakan unilateral

•

Bila ada orchitis bilateral, sangat jarang terjadi atrofi total pada kedua testis.

Meningoencephalitis
Insiden kira-kira 10%, biasanya timbul 3-10 hari sesudah parotitis, dapat juga
mendahului parotitis. Ditandai oleh demam, sakit kepala, nausea, muntah, kaku kuduk,
gangguan kesadaran dan jarang ada kejang. Positive Brudzinski’s and Kernig’s Signs. Liquor
menunjukkan plecytosis dengan kebanyakan limfosit, protein meninggi, glukosa dan klorida
normal. Biasanya demam menurun secara lysis dalam 3-10 hari. Perjalanan penyakit serupa
benign aseptic meningitis dan biasanya tanpa sequelae2.
Pankreatitis
Kelainan berat teapi jarang skali, tia-tiba ada keluhan hebat di epigastrium disertai
demam, menggigil, lemah sekali,nausea dan muntah. Keluh kesah hilang perlahan – lahan
dalam 37 hari, biasanya sembuh sempurna. Bila seorang perempuan menderita mumps
disertai nyeri abdomen bagian bawah berarti ada oophoritis, bila ovarium kanan yang sakit
maka keadaan tersebut mungkin tidak dapat dibedakan dengan acute appendicitis. Kelenjar
lain yang dapat meradang pada mumps, walaupun jarang ialah tiroiditis, mastitis,
dacryoadenitis

dan

bartholinitis.4

F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ini mencakup parotitis sebab lain, seperti pada infeksi virus
termasuk infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV), influenza, parainfluenza 1 dan 3,
sitomegalovirus, atau keadaan koksakivirus yang jarang dan infeksi koriomeningitis
limfositik.
Infeksi-infeksi ini dapat dibedakan dengan uji laboratorium spesifik 2;
•

Parotitis supuratif, dimana nanah sering dapat dikeluarkan dari duktus

•

Parotitis berulang, suatu keadaan yang sebabnya belum diketahui, tetapi mungkin
bersifat alergi yang sering berulang dan mempunyai sialogram khas

•

Kalkulus salivarius, menyumbat saluran parotis, atau lebih sering saluran
submandibuler dimana pembengkakan intermitten,

•

Limfadenitis preaurikuler atau servikal anterior karena sebab apapun,

•

Limfosarkoma atau tumor parotis lain yang jarang

•

Orkitis akibat infeksi selain daripada parotitis epidemika, misalnya infeksi yang jarang
oleh koksakivirus atau virus koriomeningitis limfositik, atau parotitis yang disebabkan
oleh sitomegalovirus pada anak yang terganggu imunnya.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada
pemeirksaan fisis. Disamping leucopenia dengan limfosiotsis relative, didapatkan pula
kenaikan kadar amylase dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan
kemudian menjadi normal kembali dalam dua minggu.
Keterangan klinis berupa :
•

ada kontak dengan penderita mumps 2-3 minggu sebelumnya

•

gambaran klinis serupa parotitis

•

tanda-tanda aseptIc meningitis

Pemeriksaan Laboratorium
Jumlah lekosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis relatif. Sebagai
pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complement-fixing antibody test, neutralization test,
isolasi virus, uji intradermal dan pengukuran kadar amylase dalam serum8. Iksolasi virus
mumps dan test serologic tidak diperlukan pada mumps yang klasik tetapi pada keadaankeadaan yang meragukan seperti bila tidak ada parotitis atau pada recurrent parotitis.
Sekurang-kurang ada 3 uji serologic untuk mebuktikan spesifik mumops antibodies2:
•

Complement fixation antibodies (CF)

•

Hemagglutination inhibitor antibodies (HI)

•

Virus neutralizing antibodies (NT)

CF paling praktis dan paling dipercaya. Countries antibodies dapat dibuktikan di darah pada
minggu ke-1 dan pada akhir minggu ke-2 sudah ada peninggian jelas. Titer meningkaty lebih
ari

4

kali

atau

lebih

berarti

mumps

7.

Keterangan

Laboratorium

tambahan

Kadar amylase dalam serum meninggi pada mumps paraparotitis dan pankreatitis. Kadar
amylase rupanya berjalan parallel dengan pembengkakan paroits, puncaknya tercapai di
minggu ke-1, berangsur-angsur menjadi normal pada minggu ke-2 atau 3. kira-kira 70%
mumps disertai amylase yang meninggi 4.
H. KOMPLIKASI
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Komplikasi bisa terjadi pada
organ selain kelenjar liur, terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas. Komplikasi bisa
terjadi sebelum, selama maupun sesudah kelenjar liur membengkak; atau terjadi tanpa disertai
pembengkakan kelenjar liur 11.
a. Orkitis ; peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena
mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen sehingga terjadi
kemandulan.
b. Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut yang
ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.
c. Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit
kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami
meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang
mengalami enserfalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen,
seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
d. Pankreatitis : peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu
1 minggu dan penderita akan sembuh total.
e. Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih yang kental
dalam jumlah yang banyak
f. Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.

I. PENGOBATAN
Istirahat di tempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis.
Simtomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika. Diet makanan
cair dan lunak. Kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin
diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Self limiting disease. Perjalanan penyakit
tidak dapat dipengaruhi oleh anti mikroba.
Karena terdapat gangguan menelan/mengunyah, sebaiknya diberikan makanan lunak
dan hindari minuman asam karena bisa menimbulkan nyeri. Daerah pipi/leher bisa juga
dikompres secara bergantian dengan panas dan dingin. Obat pereda nyeri (misalnya
asetaminofen dan ibuprofen) bisa digunakan untuk mengatasi sakit kepala dan tidak enak
badan. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya
sindroma Reye. Jika terjadi pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani tirah baring.
Untuk mengurangi nyeri, bisa dikompres dengan es batu. Jika terjadi mual dan muntah akibat
pankreatitis, bisa diberikan cairan melalui infus.
J. PROGNOSIS
Pada umumnya bagus sekali, kematian sangat jarang. Meningoencephalitis biasanya
tidak ganas dabn jarang bersequele walaupun insiden setelah atrofi testis setelah orchitis
tinggi tetapi kemandulan sangat jarang ditemukan. Hanya persentasi kecil yang mendapat tuli
permanen
K. PENCEGAHAN
a. Perlindungan pasif
Gammaglobulin biasanya tidak efektif. Khasiat mumps immunoglobulin juga tidak jelas.
b. Imunisasi aktif
1. Inactivated mumps virus vaccine tidak efektif
2. Live attenuated mumps virus vaccine Jery Lin mulai digunakan 1968 di USA, tidak
disertai demam.
3. Suntikan subkutan, kira-kira 95% akan membuat mumps antibodies tetapi antibodinya
jauh lebih rendah daripada diperoleh sesudah menderita mumps. Vaksinasi memberikan
perlindungan yanhg bagus sekali paling sedikit 4 tahun. Tidak dianjurkan kepada:
•

Anak dibawah 1 tahun yang alergi terhadap protein telur/neomycin

•

Yang mendapat obat-obatan immunosupresif. Ada kombinasi dengan vaksin
morbili dan vaksin rubella.2
L. CARA - CARA PEMBERANTASAN
a. Cara pencegahan
1. Berikan

penyuluhan

kepada

masyarakat,

anjurkan

masyarakat

untuk

mengimunisasikan anak-anak mereka yang berusia di atas satu tahun yang lahir pada
tahun 1957 atau setelah itu.
2. Vaksin yang dibuat dari virus mumps yang telah dilemahkan dengan menggunakan
strain virus jeryl lynn, sudah beredar di AS sejak tahun 1967 sebagai vaksin tunggal
atau dalam bentuk kombinasi dengan vaksin lain(MMR).Timbulnya reaksi samping
yang berat setelah pemberian imunisasi tergantung dari jenis virus yang dipaai untuk
membuat vaksin. Pada salah satu uji coba yang dilakukan, insidensi timbulnya demam
pada mereka yang imunisasi dibandingkan dengan mereka yang diberikan sama besar.
Pemberian imunisasi kepada orang yang sudah kebal karena infeksi alamiah tidak
meningkatkan risiko timbunya efek samping pasca imunisasi. Lebih dari 95% mereka
yang diimunisasi kemungkinan kebal seumur hidup. Vaksin umps dapat diberikan
kapan saja setelah usia satu tahun, dalam bentuk MMR diberikan pada usia 12-18
bulan. Dosis pertama diberikan pada usia 12 bulan dan dosis kedua dianjurkan untuk
diberikan pada 4-5 tahun. Namun pada saat dilakukan upaya akselerasi jadwal
imunisasi MMR dan pada saat dilakukan upaya untuk meningkatkan cakupan
imunisasi maka dosis kedua diberikan 1 bulan setelah dosis pertama. Upaya khusus
perlu dilakukan untuk memberikan imunisasi kepada anak-anak yang tidak jelas status
imunisasinya sebelum mereka mencapai usia akil baliq. Dan wanita yang sedang
hamil atau wanita yang merencanakan hamil 3 bulan lagi, tidak dianjurkan untuk
diberikan imunisasi mumps dengan alasan teoritis dikhawatirkan akan terjadinya
kelainan pada bayi mereka, walaupun secara praktis hal ini tidak pernah terjadi.
b. Penanganan penderita, kontak dan lingkungan
Adapun penanganannya
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan bersifat selektif.
2. Isolasi: Lakukan isolasi terhadap saluran pernafasan dan sediakan ruangan khusus
selama 9 hari setelah timbulnya parotitis apabila disekitar mereka banyak orang yang
rentan (tidak diimunisasi).
3. Disinfeksi serentak: Lakukan disinfeksi terhadap semua barang-barang yang tercemar
oleh sekret hidung dan tenggorokan.
4. Karantina: Liburkan mereka yang rentan dan yang pernah terpajan, dengan penderita
dari sekolah atau pekerjaan selama 12-25 hari setelah terpajan, apabila di lingkungan
sekolah atau pekerjaan mereka banyak anak atau orang yang rentan.
5. Imunisasi kontak: Walaupun pemberian imunisasi setelah seseorang terpajan tidak
melindungi merekauntuk menjadi sakit. Namun terhadap kontak yang telah diimunisasi
yang kemudian tidak sakit maka pemberian imunisasi ini akan melindungi mereka
terhadap infeksi berikutnya. Pemberian immune globulin tidak efektif dan tidak
dianjurkan.
6. Investigasi terhadap kontak dan sumber penularan infeksi: cari orang-orang yang rentan
dan kepada mereka yang harus diimunisasi.
HIPERSALIVA
A. DEFINISI
Hipersalivasi

adalah

berlebihan. Hipersalivasi

suatu

gejala

dikenal juga

terjadinya

produksi

saliva

dengan sebutan Ptyalism atau

yang

Drooling.

Pseudoptyalism adalah adanya saliva yang berlebihan karena terakumulasi di di
rongga mulut. Pada pseudoptyalism, produksi saliva tidak bertambah namun saliva
tidak dapat ditelan sehingga mengalami akumulasi dan

mneyebabkan

gejala

yang mirip dengan hipersalivasi.
Hipersalivasi dapat tejadi pada
umumnya akibat
menelan

problem

kongenital

anjing atau

kucing. Pada hewan

(portosistemik

shunt)

atau

muda
akibat

bahan kaustik, toksin atau benda asing. Bangsa anjing yang sering

mengalami problem kongenital portosistemik shunt

adalah Yorkshire terrier,

Maltese terrier, Australian cattle dog, miniature Schnauzer, Irish wolfhound. Bangsa
anjing besar

seperti Saint Bernard dan Mastiff juga sering mengalami masalah

hipersalivasi.
SEKRESI SALIVA
Glandula salivaria ; sifat – sifat saliva.
Kelenjar utama saliva adalah glandula parotidea, submaksilaris ( juga dinamai
submandibularis ), dan sublingualis, disamping glandula bukalis yang kecil. Sekresi saliva
tiap hari dalam keadaan normal berkisar antara 1000 dan 1500mililiter. Saliva mengandung
dua jenis sekresi protein; (1) sekresi serosa yang mengandung ptyalin (suatu α-amilase), yang
merupakan suatu enzim untuk pencernaan pati, dan (2) sekresi mukosa, yang mengandung
mucus untuk tujuan pelumasan. Glandula parotidea semata-mata menyekresi secret jenis
serosa dan kelenjar submaksilaris menyekresi jenis secret serosa dan mucus. Glandula
sublingualis dan bukalis hanya menyekresi mucus. saliva mempunyai pH antara 6,0 dan 7,4
suatu batas yang baik sekali untuk kerja pencernan ptyalin.
Sekresi ion – ion dalam saliva.
Saliva mengandung kalium dan ion bikarbonat dalam jumlah sangat besar. Sebaliknya,
konsentrasi ion natrium dan klorida sangat sedikit dalam saliva dibandingkan dalam plasma.
Konsentrasi ion – ion dalam saliva yang khas ini dapat dipahami dan dari penjelasan
mengenai mekanisme sekresi saliva.
Sekresi oleh glandula submaksilaris, suatu kelenjar majemuk yang mengandung asinus
dan duktus salivarius. Sekresi saliva merupakan kerja dua tahap : stadium pertama melibatkan
asinus dan yang kedua duktus salivarius. Asinus mengeluarkan sekresi primer yang
mengandung tialin atau mucus atau keduanya dalam larutan ion – ion yang mempunyai
konsentrasi yang tidak banyak berbeda dengan cairan ekstra sel yang khas. Tetapi, waktu
secret priimer mengalir melalui duktus, berlangsung dua proses transport aktif yang utama
yang dengan nyata mengubah susunan ion saliva. Pertamaa, dalam bagian pertama duktus
salivaria, didekat sambungannya dengan asinus, ion

bikarbonat disekresi secara aktif

sementara ion klorida konsentrasi: kedua, ion natrium secara aktif direabsorbsi dari duktus,
dan ion kalium secara aktif disekresi untuk menukar natrium. Oleh karena itu, konsentrasi
natrium saliva sangat berkurang, sementara konsentrasi ion kalium meningkat. Banyaknya
kelebihan reabsorbsi natrium terhadap sekresi kalium menghasilkan muatan negative sekitar
-70mV didalam duktus salivarius, dan ini masih menyebabkan reabsorbsi jauh lebih banyak
ion klorida secara pasif.
Hasil bersih proses tranpor aktif ini adalah bahwa keadaan istirahat, konsentrasi ion
natrium dan klorida hanya sekitar 15mEq./liter mendekati 1/7 sampai 1/10 konsentrasinya
didalam plasma. Dipihak lain, konsentrasi ion kalum sekitar 30 mEq./liter, 7x sebesar
konsentrasinya didalam plasma dan konsentrasi ion bikarbonat 50-90mEq./liter, sekitar 2 – 4
kali dari konsentrasi dalam plasma.
Selama salvias maksimum, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan
pembentukan sekresi primer oleh asinus dapat meningkatkan sebanyak 20x lipat sebagai
akibatnya, kemudian sekresi ini mengalir melalui duktus – duktus begitu cepat sehingga
perbaikan duktus untuk sekresi sangat berkurang. Sehingga bila saliva yang disekresikan
berlebih – lebihan, maka konsentrasi natrium klorida meningkat sampai sekitar setengah
sampai 2/3 kadar plasma., sementara konsentrasi kalium turun sampai hanya 4x dari kadar
plasma.
Dengan adanya kelebihan sekresi aldosteron, maka reabsorbsi natrium dan klorida
serta sekresi kalium menjadi sangat meningkat sehingga konsentrasi natrium klorida dalam
saliva kadang – kadang menurun hamper 0, sementara konsentrasi kalium makin terus
meningkat.
Fungsi saliva untuk kebersihan mulut.
Dalam keadaan basal, 0,5 – 1 ml/menit saliva, yang semata – mata hamper bersifat
mukosa, disekresi setiap saat. Sekresi ini memegang peranan yang sangat penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Mulut banyak mengandung bakteri pathogen
yang dapat dengan mudah menghancurkan jaringan dan dapat juga menyebabkan karies
dentis. Akan tetapi, saliva membantu mencegah proses pemburukan melalui beberapa jalan.
Pertama, aliran saliva sendiri membantu membersihkan bakteri pathogen maupun partikel
makanan yang memberikan sokongan metaboliknya. Kedua, saliva juga mengandung
beberapa factor yang sebenarnya menghancurkan bakteri, termaksud ion tiosianat dan juga
beberapa enzim proteolitik yang (a) menyerang bakteri, (b) membantu ion tiosianat memasuki
bakteri, tempat merekaa berubah menjadi bakterisida (c) mencernakan partikel makanan, jadi
membantu lebih lanjut untuk membuang penyokong metabolic bakteri. Ketiga, sering saliva
mengandung protein anti bodi dalam jumlah yang bermakna, yang dapat menghancurkan
bakteri mulut, termasuk yang menyebabkan karier dentis.
Pengaturan saraf atas sekresi saliva.
Kelenjar submaksilaris dan sublingualis terutama diatur oleh impuls saraf dari bagian
superior nucleus salivatorius dan glandula parotideaa oleh impuls dari inverior nucleus
tersebut. Nukleu salivatorius terletak dekat pada perbatasan medulla oblongata dan pons serta
dirangsang oleh rangsang kecap dan taktil dari lidah dan daerah mulut lainnya. Sebagian besar
rangsang kecap, khususnya rasa asam, menimbulkan sekresi saliva dalam jumlah besar (sering
sebanyak 5ml/menit atau 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi basal). Juga, rangsang taktil
tertentu seperti adanya objek yang halus dalam mulut (misalnya batu kerikil), menyebabkan
salvias yang nyata, sedangkan objek yang kasar menyebabkan salvias yang lebih sedikit dan
kadang – kadang malahan menghambat salvias.
Salvias juga dapat dirangsang atau dihambat oleh impuls yang datang pada nucleus
salivatorius dari pusat – pusat yang lebih tinggi pada SSP. Misalnya, bila seseorang mambau
atau makan makanan yang dia sukai salvasi jauh lebih banyak dari pada bila membau atau
makan makanan yang tidak disukai.
B. ETIOLOGI
Penyakit oral dan faring
Benda asing, neoplasia, gingivitis, stomatitis, uremia, ingesti bahan kaustik atau
terbakar (menggigit kabel listrik)
Neurologis
Rabies, pseudorabies pada anjing, gangguan yang menyebabkan disfagia, gangguan
yang menyebabkan syaraf fasial rusak atau drop jaw, gangguan yang menyebabkan
seizure. Esophagus, gastrointestinal, gangguan metabolic hepatoencephalopati,
hipertermi, uremia.
Obat atau toksin
Bisa (venom) laba-laba black widow, North American scorpion, Gila monster. Bahan
kaustik untuk pembersih peralatan rumah tangga atau kebun. Pembasmi serangga
(organophosphate, pyrethrin,

pyrethroid,

organochlorine),

ivermectin,

obat kolinergik, asam bensoat, cafein, cocain, opiat.
C. PATOFISIOLOGI
Saliva diproduksi dan disekresi ke dalam rongga mulut secara konstan oleh kelenjar
saliva. Produksi saliva yang normal akan tampak seperti berlebihan pada penderita yang
mengalami anatomi abnormal sehingga saliva menetes dari mulut atau suatu kondisi
yang

menyebabkan hewan

sulit

menelan.

Sedangkan produksi

saliva meningkat

akibat eksitasi nukleus saliva di batang otak. Produksi saliva juga meningkat akibat
stimulasi pada rasa dan sensasi taktil pada mulut dan lidah. Pusat yang lebih tinggi dari
sistem

syaraf

pusat

juga

mampu

menghambat

atau merangsang produksi saliva

melalui nukleus saliva. Sehingga lesi pada SSP juga akan merangsang produksi saliva.
Penyakit pada faring, esofagus, mukosa gastrik dapat merangsang produksi saliva.
D. GEJALA KLINIS
Hewan umumnya mengalami anoreksia (lesi oral, penyakit gastrointestinal atau
penyakit sistemik). Perubahan perilaku makan, perubahan lain seperti agresif, pendiam
terutama pada kondisi kesakitan. Regurgitasi pada

penderita penyakit esofagus, vomit

pada penderita gastrointestinal atau penyakit sistemik. Mengusap wajah atau
hidung pada

pasien yang merasa tidak nyaman atau

sekitar

sakit di sekitar mulut. Gejala

neurologi terutama seizure akibat terpapar oabat atau toksin dan pada pasien yang
mengalami hepatoencephalopati.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa perubahan seperti penyakit periodontal
(inflamasi), stomatitis (ulserasi dan inflamasi), massa

di rongga mulut, lesi lidah

(inflamasi, ulserasi, massa,benda asing), lesi oropharing (inflamasi, ulserasi, massa, terutama
disekitar palatum lunak atau glossopharingeal), bercak darah pada saliva ( perdarahan
pada rongga mulut , faring atau esofagus), halitosis (penyakit rongga mulut, esophagus atau
lambung), disfagia (penyakit rongga mulut, faring, neuromuskular atau pembesaran limfe
nodus retrofaringeal), defisit syaraf (lesi syaraf trigeminal,
vagus, hipoglosal),
E.

Kelenjar

fasial, glosofaringeal,

saliva (inflamasi, bengkak, nekrotik atau sakit).

DIAGNOSA
Bedakan hipersaliva dengan pseudoptyalisim melalui anamnesis yang lengkap

(termasuk vaksinasi, pengobatan yang pernah dilakukan atau kemungkinan mengingesti
toksin). Lakukan pemeriksaan fisik dengan teliti pada rongga mulut dan leher serta
pemeriksaan system saraf. Hemogram umumnya normal. Lekositos biasanya terjadi pada
pasien yang mengalami inflamasi. Stress leukogram ditemukan pada hewan yang meingesti
bahan kaustik atau organofosfat.
Hasil pemeriksaan biokimia serum umumnya normal kecuali pada penderita uremia
atau hepatoencephalopati. Radiografi dapat membantu mendeteksi adanya benda asing atau
neoplasia dirongga mulut. USG atau portal venografi dapat membantu mendiagnosis
portosistemik shunt.
.
F. TERAPI
Lakukan terapi pada penyebab utama hipersalivasi. Terapi simptomatis tidak begitu
bermanfaat bagi penderita bahkan mengaburkan penyebab utama hipersalivasi. Terapi
simptomatis hanya diperlukan bila hipersalivasi sangat berlebihan dan

lama, dan

mungkin diberikan setelah diagnosis ditetapkan. Atropin 0,05 mg/kg PO atau

jika

SQ q8 jam

akan menurunkan produksi saliva secara simptomatis. Petrolium jelly dapat diberikan
pada area yang terkena saliva agar tidak terjadi moist dermatit
3. KANKER RONGGA MULUT
A. DEFINISI
Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari mukosa atau kelenjar liur
pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut:
•

Depan : tepi vermilion bibir atas dan bawah

•

Atas : palatum durum dan molle

•

Lateral : bukal kanan dan kiri

•

Bawah : dasar mulut dan lidah

•

Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri, dan uvula, arkus glossopalatinus
kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.

Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik di bawah ini:
•

bibir

•

lidah 2/3 anterior

•

mukosa bukal

•

dasar mulut

•

ginggiva atas dan bawah

•

trigonum retromolar

•

palatum durum,

•

palatum molle

Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah:
•

sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula

•

sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi

•

karsinoma kulit bibir atau kulit pipi

B. ETIOLOGI
Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang
terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor
(Scully,1992). Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas :
1. Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari
restorasi, gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu (Smith,1989; Bolden,1982;
Tambunan,1993).
2. Faktor luar, antara lain karsinogen kimia berupa rokok dan cara penggunaannya,
tembakau, agen fisik, radiasu ionisasi, virus, sinar matahari (Scully,1992;
Bolden,1982; Smith,1989).
3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetic
(Scully,1992; Smith,1989).
Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja 'secara terpisah, kombinasi dari
berbagai factor sering dijumpai bersama-sama. Pada dasawarsa terakhir, patogenesis
molekular neoplasma menunjukkan bahwa neoplasma merupakan penyakit genetik.
Terbentuknya tumor sebagai akibat terjadinya penyimpangan genetik yang disebabkan oleh
faktor-faktor etiologi sehingga terjadi pembelahan gel yang berlebihan dan tidak terkendali.
Gen yang menjadi sasaran perubahan genetik adalah onkogen (gen yang meningkatkan
pertumbuhan), anti onkogen (gen yang menghambat pertumbuhan) dan gen yang mengatur
apoptosis (Scully,1992).
C. PATOFISIOLOGI
Kepala dan leher telah vascularity daerah kaya, yang merupakan keuntungan untuk
mengobati kanker di daerah ini.

Selain itu, vascularity ini meningkatkan metastasis

tersebut. Cangkang tumor yang bermetastasis ke kepala dan leher yang lebih kaya dalam
vascularity dari jaringan tumor itu sendiri.

D. MANIFESTASI KLINIS
Banyak kanker oral tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Keluhan pasien
yang paling sering adalah luka yang tidak nyeri atau massa yang tidak sembuh. Lesi khas
pada kanker oral adalah ulkus keras ( mengeras ) dengan tepi menonjol. Adanya ulkus
rongga mulut yang tidak sembuh dalam 2 minggu harus diperiksa dengan biopsi. Bila
kanker berlanjut, pasien dapat mengeluh nyeri tekan; sulit menguyah, menelan, atau bicara;
batuk disertai sputum mengandung darah; atau pembesaran nodul limfe servikal.
E.

EVALUASI DIAGNOSTIK
Evaluasi diagnostik terdiri dari pemeriksaan oral serta pengkajian nodus limfe
servikal untuk mengevaluasi kemungkinan metastasis. Biopsi dilakukan pada lesi yang
dicurigai kanker. Lesi yang dicurigai adalah yang tidak sembuh dalam 2 minggu. Area oral
resiko tinggi mencakup mukosa bukal dan gusi pada orang yang menghisap atau merokok
tembakau atau pipa. Untuk orang yang merokok tembakau dan minuman alkohol, area
resiko tinggi mencakup dasar mulut, lidah ventrolateral, dan kompleks palatum lunak
( yang mencakup palatum lunak, aarea tonsilar anterior dan posterior, uvula, dan area
dibelakang pertemuan lidah dan molar )
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bervariasi sesuai dengan sifat lesi, pilihan dokter, dan pilihan
pasien. Bedah reseksi, terapi radiasi, kemoterapi, dan kombinasi terapi – terapi ini mungkin
efektif. Pada kanker bibir, lesi kecil biasanya dieksisi secara bebas; lesi yang lebih besar
dan melibatkan lebih dari sepertiga bibir mungkin lebih tepat diobati dengan terapi radiasi
karena lebih mengutamakan hasil kosmetik. Pilihannya tergantung pada luasnya lesi,
keterampilan ahli bedah atau ahli radiologi, dan pengobatan terpilih sambil tetap
mempertahankan penampilan terbaik pasien. Untuk tumor yang lebih besar 4 cm terdapat
laju kekambuhan tinggi.
Kanker lidah biasanya diatasi secara agresif, karena laju pertumbuhan tinggi. Untuk
kanker largin lateral lidah, dua pengobatan mayor pilihan adalah terapi radiasi dan bedah.
Seringkali hemiglosektomi ( pengangkatan bedah setengah dari lidah ) perlu dilakukan.
Bila kanker ada pada dasar lidah, reseksi bedah lebih menyulitkan. Sering terapi
radiasi menjadi pengobatan primer. Kombinasi implan insterstisial radioaktif dan radiasi
sinar eksternal dapat dilakukan. Untuk lesi yang lebih besar, terapi eksternal sendiri
digunakan. Sering kanker rongga oral lebih metastase kesaluran limfatik luas dibagian
leher, karenanya memerlukan diseksi leher dan kemungkinan bedah rekonstruktif rongga
oral. Tehnik rekonstruktif intraoral yang umum digunakan mencakup penggunaan flap
bebas lengan radial (penggunaan lapisan tipis kulit dari lengan bawah disertai dengan arteri
radial).
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala

:kelemahan dan /atau keletihan
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari;
adanya faktor – fakor yang mempengaruhi tidur.

2. Sirkulasi
Gejala

: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja

Kebiasaan : takikardia Perubahan pada TD
3. Integritas ego
Gejala

: Faktor stress ( keuangan, pekerjaan, perubahan peran ) dan cara
mengatasi stress ( misalnya, merokok, minum alkohol, menunda mencari
pengobatan, keyakinan religius/spiritual )
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, lesi cacat,
pembedahan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa
tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.

Tanda

: Menyangkal, menarik diri, marah

4. Makanan/Cairan
Gejala

: Kebiasaan diet buruk ( misalnya, rendah serat, tinggi lemak, aditif,
bahan pengawet ).
Anoreksia, mual/muntah
Intoleransi makanan

Tanda

: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema

5. Neurosensori
Gejala

: Pusing

6. Pernapasan
Tanda

: Merokok ( tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok ) Pemanjaan asbes
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita penyakit
kanker rongga mulut yaitu:
 Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan kondisi patologis,
infeksi, atau trauma kimia atau mekanis ( mis, obat, sakit akibat gigi palsu )
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan untuk
mencerna nutrisi adekuat akibat kondisi oral.
 Gangguan harga diri yang berhubungan dengan ansietas
 Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan rencana pengobatan

yang

berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi,mitos.
 Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penyakit atau pengobatan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa

: Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan

kondisi patologis, infeksi, atau trauma kimia atau mekanis ( mis, obat, sakit akibat
gigi palsu )
Tujuan

:.Perbaikan pada kondisi membran mukosa oral

Kriteria hasil : menunjukkan bukti membaran mukosa oral utuh, bebas dari nyeri
dan ketidak nyamanan pada rongga oral
Intervensi

:

 Kaji kesehatan gigi dan higiene oral pada penerimaan dan secara periodik.
R/: mengidentifikasi pengobatan profilaksis yang mungkin diperlukan sebelum
memulai kemoterapi atau radiasi dan memberikan data dasar pada
perawatan higiene oral saat ini.
 Kaji rongga mulut setiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran
mukosa oral (mis. Kering, kemerahan). Pastikan apakah pasien mengeluh rasa
terbakar di mulut, perubahan pada kualitas suara, kemampuan untuk menelan,
indera pengecap, terjadinya kental/banyak.
R/: Inflamasi mukosa oral (stomatitis) secara umum terjadi 7-14 hari setelah
mulainya pengobatan, tetapi tanda mungkin terlihat paling dini hari ke-3
sampai ke-4, khususnya bila ada masalah oral sebelumnya. Rentang respon
meluas dari eritema sedang sampai ulserasi berat, yang sangat nyeri,
menghambat masukan oral dan potensial mengancam hidup. Identifikasi
awal memungkinkan pengobatan cepat.
 Gunakan pencuci mulut yang dibuat dari salin hangat, larutan pelarut dari
hidrogen peroksida atau soda kue dan air
R/: Dapat menyejukkan membran. Pencucian sebelum makan dapat
mempervaiki indra pengecap pasien. Pencucian setelah makan dan pada
saat tidur melarutkan asam mulut dan menghilangkan xerostomia
 Pantau dan jelaskan tanda – tanda pasien tentang superinfeksi oral ( misalnya
sariawan )
R/: Pengenalan dini menjamin tindakan segera
2. Diagnosa

: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak

mampuan untuk mencerna nutrisi adekuat akibat kondisi oral.
Tujuan

: .Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Mencapai dan mempertahankan berat badan yang diinginkan
Intervensi:
 Kaji status nutrisi
R/: memantau kebutuhan nutrisi pada klien
 Konsul diet bila perlu
R/: menentukan jenis makan yang akan diberikan pada klien
 Berikan perawatan mulut sebelum makan
R/:menghilangkan rasa tidak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
R/: suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan
untuk makan
3. Diagnosa
Tujuan

: Gangguan harga diri yang berhubungan dengan ansietas
: Pasien mendapatkan harga diri yang positif .

Kriteria hasil : Mampu menerima perubahan dan mengubah konsep diri dengan
sesuai
Intervensi:
 Diskusikan dengan pasien/orang terdekat bagaimana diagnosis dan pengobatan
yang mempengaruhi kehidupan pribadi pasien/rumah dan aktivitas kerja.
R/: Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan
masalah
 Akui kesulitan pasien yang mungkin dialami. Berikan informasi bahwa
konseling sering perlu dan penting dalam proses adaptasi.
R/: Memvalidasi realita perasaan pasien dan memberikan izin, untuk tindakan
apapun perlu untuk mengatasi apa yang terjadi.
 Berikan dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan
fase pengobatan.
R/: Meskipun beberapa pasien beradaptasi/menyesuaikan diri dengan efek
kanker atau efek samping terapi; banyak memerlukan dukungan tambahan
selama periode ini.
4. Diagnosa

: Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan rencana

pengobatan yang berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi,mitos.
Tujuan

:.Pemahaman tentang penyakit dan pengobatannya

Kriteria hasil

:Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program
pengobatan

Intervensi

:

 Minta pasien untuk umpan balik verbal, dan perbaiki kesalahan konsep tentang
konsep tentang tipe kanker individu dan pengobatannya.
R/: Kesalahan konsep tentang kanker lebih mengganggu dari pada kenyataan
dan mempengaruhi pengobatan/penurunan penyembuhan.
 Instrusikan pasien untuk mengkaji membran mukosa oral secara rutin,
perhatikan eritema,ulserasi.
R/: Pengenalan dini tentang masalah meningkatkan intervensi dini,
miminimalkan komplikasi yang merusak masukan oral.
 Berikan materi tertulis tentang kanker, pengobatan, dan ketersediaan sistem
pendukung.
R/: Ansietas dan berpikir terus menerus dengan pikiran tentang kehidupan dan
kematian sering mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengasimilasi
informasi adekuat. Materi tertulis yang dibawa pulang memberi penguatan dan
klarifikasi tentang informasi sesuai kebutuhan pasien.
5. Diagnosa

: Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penyakit atau

pengobatan
Tujuan

:.Tidak adanya infeksi

Kriteria hasil : Menunjukkan nilai – nilai laboratorium normal, tidak demam, dan
melakukan higiene oral setiap setelah makan dan pada saat tidur
Intervensi

:

 Tingkatkan prosedur mencuci tangan yang baik dengan staf dan pengunjung.
Batasi pengunjung yang mengalami infeksi. Tempatkan pada isolasi sesuai
indikasi.
R/: Lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi seperti pengunjung dan staf.
 Tekankan pentingnya higiene oral yang baik
R/: Terjadinya stomatitis meningkatkan resiko terhadap infeksi/pertumbuhan
sekunder.
 Tingkatkan istirahat adekuat/periode latihan.
R/: Membatasi keletihan, mendorong gerakan yang cukup untuk mencegah
komplikasi stasis mis. Pembentukan trombus.

D. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai intervensi yang direncanakan.

E. EVALUASI
 Menunjukkan membran mukosa oral utuh. Bebas dari nyeri, ketidak nyamanan
membran mukosa oral dan tidak terlihat perubahan pada integritas membran
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang dinginkan
 Mampu menerima perubahan dan mengubah konsep diri dengan sesuai
 Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan
 Menunjukkan nilai – nilai laboratorium normal, tidak demam, dan melakukan
higiene oral setiap setelah makan dan pada saat tidur
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
. Parotitis epidemika adalah penyakit virus, akut, yang kelenjar ludahnya membesar
nyeri, terutama kelenjar parotis, merupakan tanda-tanda yang biasa ada. Nama parotitis
epidemica kurang tepat sebab tidak selalu ada radang di parotis dan penyakit tersebut tidak
selalu mewabah. Merupakan suatu penyakit menular yang akut.
Hipersalivasi adalah

suatu

gejala

terjadinya

produksi saliva

yang

berlebihan. Hipersalivasi dikenal juga dengan sebutan Ptyalism atau Drooling.
Pseudoptyalism adalah adanya saliva yang berlebihan karena terakumulasi di di
rongga mulut. Pada pseudoptyalism, produksi saliva tidak

bertambah namun

saliva tidak dapat ditelan sehingga mengalami akumulasi dan

mneyebabkan

gejala yang mirip dengan hipersalivasi.
Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari mukosa atau kelenjar liur
pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut:
•

Depan : tepi vermilion bibir atas dan bawah

•

Atas : palatum durum dan molle

•

Lateral : bukal kanan dan kiri

•

Bawah : dasar mulut dan lidah

•

Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri, dan uvula, arkus glossopalatinus
kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.
DAFTAR PUSTAKA
1. suddart & brunner, kmb voluma 2 edisi 8. kedokteran. Jakarta 1997
2. adrianto petrus Dr. Guyton, fisiologi manusia & mekanisme penyakit, kedokteran
Jakarta. 1987
3. http://oncejevuska.blogspot.com/2007/04/mumps-parotitis-epidemika.html
4. http://oncejevuska.blogspot.com/2007/04/mumps-hipersaliva.html
5. http://oncejevuska.blogspot.com/2007/04/mumps-kanker rongga mulut.html

More Related Content

What's hot (20)

PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
PENYAKIT KUSTA (LEPROSY)
 
Kusta
KustaKusta
Kusta
 
Ayo cegah kusta
Ayo cegah kustaAyo cegah kusta
Ayo cegah kusta
 
223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia223720883 case-pneumonia
223720883 case-pneumonia
 
Demam lassa
Demam lassaDemam lassa
Demam lassa
 
Kmb ( pakudin )
Kmb ( pakudin )Kmb ( pakudin )
Kmb ( pakudin )
 
kusta dengan pelayanan dokter keluarga
kusta dengan pelayanan dokter keluargakusta dengan pelayanan dokter keluarga
kusta dengan pelayanan dokter keluarga
 
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARIASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI
 
Kempen Demam Denggi (Media Baru)
Kempen Demam Denggi (Media Baru)Kempen Demam Denggi (Media Baru)
Kempen Demam Denggi (Media Baru)
 
Presentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenPresentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansen
 
Asuhan keperawatan pada klien flu burung a
Asuhan keperawatan pada klien flu burung aAsuhan keperawatan pada klien flu burung a
Asuhan keperawatan pada klien flu burung a
 
Kandidiasis mukosa
Kandidiasis mukosaKandidiasis mukosa
Kandidiasis mukosa
 
177339731 case-dhf
177339731 case-dhf177339731 case-dhf
177339731 case-dhf
 
Makalah tbc pada anakk
Makalah tbc pada anakkMakalah tbc pada anakk
Makalah tbc pada anakk
 
Belajar
BelajarBelajar
Belajar
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusia
 
Makalah frambusia irmayani
Makalah frambusia irmayaniMakalah frambusia irmayani
Makalah frambusia irmayani
 
Leaflet penyakit kusta
Leaflet penyakit kustaLeaflet penyakit kusta
Leaflet penyakit kusta
 
BAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular Ebola
BAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular EbolaBAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular Ebola
BAB 13 Epidemiologi Penyakit Menular Ebola
 
BAB 12 Epidemiologi Penyakit Menular Flu burung
BAB 12 Epidemiologi Penyakit Menular Flu burungBAB 12 Epidemiologi Penyakit Menular Flu burung
BAB 12 Epidemiologi Penyakit Menular Flu burung
 

Similar to Penyakit parotitis, hipersaliva dan kanker rongga mulut

Anamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptx
Anamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptxAnamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptx
Anamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptxtohahakim
 
kajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docx
kajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docxkajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docx
kajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docxNURUL AIRIN DZILWANI
 
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKITContoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT010907
 
Kebijakan Zoonosis.pptx
Kebijakan Zoonosis.pptxKebijakan Zoonosis.pptx
Kebijakan Zoonosis.pptxHandriTea
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Tata Naipospos
 
BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)
BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)
BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)NajMah Usman
 
Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...
Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...
Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...Tata Naipospos
 
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)Hury Tinus
 

Similar to Penyakit parotitis, hipersaliva dan kanker rongga mulut (20)

Anamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptx
Anamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptxAnamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptx
Anamnesis dan Tindakan pada Kasus.pptx
 
kajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docx
kajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docxkajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docx
kajian penyakit berjangkit vs tak berjangkit.docx
 
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKITContoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
Contoh Buku Skrap Tentang PENYAKIT BERJANGKIT
 
Askep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparingAskep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparing
 
Askep ca.nasoparing Akper pemkab muna
Askep ca.nasoparing  Akper pemkab munaAskep ca.nasoparing  Akper pemkab muna
Askep ca.nasoparing Akper pemkab muna
 
Askep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparingAskep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparing
 
Askep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparingAskep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparing
 
Kebijakan Zoonosis.pptx
Kebijakan Zoonosis.pptxKebijakan Zoonosis.pptx
Kebijakan Zoonosis.pptx
 
@ New bab i
@ New bab i@ New bab i
@ New bab i
 
Askep campak
Askep campak Askep campak
Askep campak
 
Papila areola mamae
Papila areola mamaePapila areola mamae
Papila areola mamae
 
Askep Anak dengan ISPA
Askep Anak dengan ISPAAskep Anak dengan ISPA
Askep Anak dengan ISPA
 
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku dan Lumpy Skin Disease serta Kewaspadaan...
 
BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)
BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)
BAB 5 Epidemiologi Penyakit Menular CAMPAK (Measles)
 
Maklah tbc1
Maklah tbc1Maklah tbc1
Maklah tbc1
 
Gondongan
GondonganGondongan
Gondongan
 
Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...
Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...
Seminar Pusat Kajian Pengendalian Zoonosis Nasional IPB - Bogor, 6 September ...
 
Dengue.pptx
Dengue.pptxDengue.pptx
Dengue.pptx
 
Peran remaja
Peran remajaPeran remaja
Peran remaja
 
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Penyakit parotitis, hipersaliva dan kanker rongga mulut

  • 1. Tugas : Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Parotis, Hipersaliva dan Kanker Rongga Mulut Di susun oleh: G3 Keperawatan Kelompok : I INDRA IRMAYANTI LINDA SUKMA HASWATI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI 2010
  • 2. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal Bedah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Penyakit Parotitis,Hipersaliva, dan Kanker Rongga Mulut “. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan askep ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan askep ini di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan semua pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kendari, April 2010 PENULIS
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB II KONSEP DASAR MEDIS 1. Penyakit Parotitis 2. Hipersaliva 3. Penyakit Kanker Rongga Mulut BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan C. Intervensi Keperawatan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parotitis Parotitis epidemika adalah penyakit virus1,2,3,4,5,6,7,9,18 menyeluruh, akut, yang kelenjar ludahnya membesar nyeri, terutama kelenjar parotis, merupakan tanda-tanda yang biasa ada. Nama parotitis epidemica2,9 kurang tepat sebab tidak selalu ada radang di parotis dan penyakit tersebut tidak selalu mewabah. Penyakit ini merupakan suatu penyakit menular yang akut.1,2,3,4,5,6,7 Mumps virus adalah ssRNA2 virus yang termasuk dalam genus Rubulavirus. Virus ini merupakan virus yang memiliki amplop dan pada sepanjang permukaannya terdapat tonjolantonjolan yang terlihat menyerupai paku-paku yang besar. 5 Penyakit akibat infeksi dari mumps virus adalah penyakit beguk, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut mumps. Virus ini akan menyerang kelenjar air liur ( kelenjar parotid). Umumnya penderita mumps adalah anakanak usia 5 sampai 15 tahun. Cara penularan mumps adalah melalui droplet ludah atau kontak langsung dengan bahan yang terkontaminasi oleh ludah yang terinfeksi. Komplikasi beguk terjadi satu minggu setelah gejala penyakit ini muncul. Meningitis, orchitis, pankreasitis, oophoritis, dan keguguran merupakan komplikasi dari mumps.7 Gejala yang paling umum apabila seseorang terinfeksi mumps virus adalah pembengkakan pada kelenjar parotid, panas tinggi, dan sakit pada saat menelan. Perawatan dapat dilakukan dengan cara memberi Paracetamol atau Acetaminophen pada anak yang menderita gejala demam. Penyakit beguk atau mumps dapat dicegah dengan cara imunisasi. Nama imunisasi untuk mencegah infeksi mumps virus adalah MMR (untuk pertahanan terhadap Measles, Mumps, dan Rubella) 8,9. Kanker Rongga mulut Masalah kedokteran gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di rongga mulut terutama sekali pada Negara - negara yang sedang berkembang. Menurut
  • 5. Lynch, 1994, kanker rongga mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi, sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limfe servikal (Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996). Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat petunjuk untuk mengendalikan kanker mulut, terutama bagi Negara - negara yang sedang berkembang. Pengendalian tersebut berdasarkan pada tindakan pencegahan primer dimana prinsip utamanya mengurangi dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen. Pendekatan kedua adalah melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini lesi-lesi kanker dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan bahwa 80% dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan deteksi dini keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972). Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep dasar medis penyakit Parotitis ? 2. Bagaimana Sekresi Saliva?
  • 6. 3. Bagaimana konsep dasar medis penyakit Kanker Rongga Mulut ? 4. Bagaimana konsep dasar keperawatan penyakit Kanker Rongga Mulut ? C. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui konsep dasar medis penyakit Parotitis 2. Untuk mengetahui Sekresi Saliva 3. Untuk mengetahui konsep dasar medis penyakit Kanker Rongga Mulut 4. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan penyakit Kanker Rongga Mulut
  • 7. BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. KONSEP DASAR MEDIS 1. PAROTITIS A. DEFINISI Merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus 1,2,3,4,5,7, di masyarakat indonesia penyakit ini disebut gondongan atau radang kelenjar gondok. Disebut juga parotitis infectiosa 8,9. Gejala klinis ditandai dengan timbulnya demam, pembengkakan dan melemahnya satu-satu atau lebih kelenjar ludah 10,21,22. Parotitis epidemika adalah penyakit virus, akut, yang kelenjar ludahnya membesar nyeri, terutama kelenjar parotis, merupakan tanda-tanda yang biasa ada. Nama parotitis epidemica kurang tepat sebab tidak selalu ada radang di parotis dan penyakit tersebut tidak selalu mewabah. Merupakan suatu penyakit menular yang akut. B. ETIOLOGI Disebabkan oleh virus 1, 2, 3, 4, 6. Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus yang juga mencakup parainfluenza, campak, dan vius penyakit Newcastle. Hanya diketahui ada satu serotip. Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RN rantai tunggal dan anggota dari family Paramyxoviridae, genus Paramyxovirus. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutininneuramidase dan perpaduan protein 1, 3, 6. Virus mumps sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet.
  • 8. a) Klasifikasi 2 Group : V (-) ssRNA Ordo : Mononegavirales Famili : Paramyxoviridae Genus : Rubulavirus Spesies : Mumps Virus b) Morfologi 2 Merupakan virus yang beramplop dan memiliki suatu nukleokapsid/kapsid. Kapsid ditutupi oleh amplop. Berdiameter 150-300 nm dan panjang 1000-10000 nm. Permukaannya tertutupi oleh tonjolan-tonjolan yang terlihat menyerupai paku-paku yang besar. Kapsidnya berfilamen dan memiliki panjang 600-1000 nm dan lebar 18 nm. c) Masa inkubasi 2 Masa inkubasi terjadi selama 15-18 hari (rata-rata sekitar 14-25 hari). Masa tunas 14-24 hari. Gejala prodromal 1-2 hari berupa demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral dan kemudian menjadi bilateral, disertai rasa nyeri spontan ataupun pada perabaan terlebih-lebih saat pasien makan atau minum sesuatu yang asam. Dapat terjadi trismus dan disfagia. Kadang-kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis dapat terkena. d) Masa penularan 2 Virus dapat diisolasi dari urine 6 hari sebelum dan 15 hari sesudah onset dan dari ludah 6-7 hari sebelum terjadi parotitishingga 9 hari sakit. Penularan tertinggi dapat terjadi antara 2 hari sebelum hingga 4 hari setelah sakit. Infeksi yang laten dapat menular.
  • 9. e) Kerentanan dan kekebalan 2 Kekebalan yang timbul umumnya seumur hidup. Kekebalan dapat terbentuk setelah mengalami infeksi yang tidak kelihatan atau infeksi dengan gejala klinis. Sebagian besar orang dewasa, umumnya yang lahir sebelum tahun 1957, kemungkinan sudah terinfeksi secara alamiah dan kemungkinan sekali sudah kebal, walaupun mereka tidak menunjukkan gejala klinis. Ditemukannya antibodi IgG terhadap mumps melalui pemeriksaan serologis sebagai bukti adanya imunitas terhadap mumps. Mumps adalah penyakit yang jarang ditemukan jika dibandingkan dengan penyakit-penyakit lain yang umum menyerang anak seperti campak, cacar air, walaupun jarang terjadi namun pada masyarakat yang yang tidak diimunisasi, dalam suatu penelitian ditemukan 85% diantara mereka sampai dewasa sudah mengalami inveksi virus mumps. Kira-kira sepertiga mereka yang rentan dengan infeksi virus mumps merupakan infeksi tanpa gejala. Kebanyakan infeksi yang terjadi pada anak-anak usia di bawah 2 tahun subklinis. Penyakit ini paling sering muncul pada musim dingin dan musim semi. Dan penularan dapat terjadi melalui udara, melalui percikan ludah, atau karena kontak langsung dengan ludah orang yang terinfeksi. C. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Penyakit tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik11,12,14,16,19,20. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat diisolasi dari faring dua hari sebelum sampai enam hari setelah terjadi pembesaran kelenjar parotis. Pada penderita parotitis epidemika tanpa pembesaran kelenjar parotis, virus dapat pula diisolasi dari faring. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar. Baik infeksi klinis maupun subklinis menyebabkan imunitas seumur hidup. Bayi sampai umur 6 – 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits epidemika karena dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara transplasental dari ibunya. Insiden tertinggi pada umur antara 5 sampai 9 tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai 4 tahun, kemudian umur antara 10 sampai 14 tahun.
  • 10. D. PATOFISIOLOGI Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submaksilaris. Dapat terjadi orchitis unilateral dan menyerang 20-30% dari laki-laki setelah pubertas. Sedangkan pada wanita dapat terjadi mastitis yang mengenai sekitar 31% dari wanita berusia 15 tahun keatas walaupun dapat terjadi sterilitas namun kasusnya sangat jarang. Kira-kira 40-50% infeksi oleh virus mumps ini dapat menimbulkan gejala pada saluran pernafasan terutama pada anak usia 5 tahun. Gejala sisa yang permanen berupa paralysis, kejang, seperti halnya pada kematian pada penderita mumps juga sangat jarang terjadi. Mumps yang terjadi pada trisemester pertama kehamilan dapat meningkatkan terjadinya aborsi, namun belum terbukti infeksi mumps dapat menyebabkan kecacatan pada janin 2. Infeksi akut oleh virus mumps dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Pemeriksaan serologis yang umum digunakan untuk mendiagnosa adanya infeksi mumps akut atau atau yang baru saja terjadi adalah ELISA,tes HI dan CF. virus dapat juga diisolasi dari mukosa buccal, 7 hari sebelum dan 9 hari sesudah terjadi pembesaran kelenjar ludah. Virus dapat juga diisolasi dari air seni 6 hari sebelum dan 15 hari sesudah terjadi parotitis 9. Virus masuk tubuh mungkin via hidung/mulut; proliferasi terjadi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf dan yang paling sering terkena ialah glandula parotis. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Mumps ialah suatu infeksi umum2. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan2. E. GEJALA KLINIS Gejala timbul dalam waktu 12-24 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa2: • menggigil • sakit kepala
  • 11. • nafsu makan berkurang • merasa tidak enak badan • demam ringan sampai sedang (terjadi 12-24 jam sebelum 1 atau beberapa kelanjar liur membengkak). • muntah 7 Tetapi 25-30% penderita tidak menunjukkan gejala-gejala tersebut. Gejala pertama dari infeksi kelenjar ludah adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan, terutama jika menelan cairan asam (misalnya jus jeruk). Jika kelenjar liur disentuh, akan timbul nyeri. Pada saat ini suhu biasanya naik sampai 38,9-40o Celsius. Pembengkakan terjadi pada hari kedua. Gejala lain yang mungkin ditemukan2: • nyeri testis • benjolan di testis • pembengkakan skrotum (kantung zakar). Masa tunas 14 sampai 24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal, lamanya 1 sampai 2 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu tubuh biasanya naik sampai 38,5 0C sampai 39,50C kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun perabaan, terlebih-lebih bila penderita makan atau minum sesuatu yang masam, ini merupakan gejala khas untuk parotitis epidemika2. Infeksi Kelenjar Ludah. Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis membesar yang cepat bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1 sampai 3 hari. Biasanya demam menghilang 1 sampai 6 hari dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar. Bagian bawah daun telinga terangkat ke atas dan keluar oleh pembengkakan glandula parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat; nyeri mulai berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung kira-kira selama 6 – 10 hari.
  • 12. Biasanya satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaan. Parotis unilateral ditemukan kira-kira 25 %. Pembengkakan glandula submaksilaris dapat dilihat dan diraba di depan angulus mandibulae. Mumps glandula submaksilaris tanpa parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan adenitis cervical2. Epididymo-orchitis Menduduki tempat kedua pada lelaki dewasa menurut frekuensi manifestasi klinis, biasanya timbul sporadik parotitis dapat mendahului parotitis atau sebagai manifestasi sendiri daripada mumps. Epididimitis selalu disertai orchitis. Ditemukan 20-30%, unilateral pada lelaki yang menderita mumps sesudah pubertas, insiden orchitis bilateral rendah, kira-kira 2 %.2 Orchitis kebanyakan terjadi dalam 2 minggu pertama. Adakalanya di minggu ketiga. Diagnosis mumps orchitis tanpa parotitis ditegakkan dengan titer complement fixing antibodies yang meningkat selama masa rekonvalesensi.2 Orchitis dimulai dengan tiba-tiba demam, menggigil, sakit kepala, nausea, muntah dan nyeri abdomen bagian bawah. Keluhankeluhan tersebut biasanya paralel dengan beratanya orchitis. Lamanya demam jarang lebih dari 1 mingggu, demam turun secara krisis atau lysis. Bersama timbulnya demam, testis membengkak cepat disertai nyeri yang hebat. Tidak ada kekhawatiran akan impotensi atau sterilitas sebab2: • Orchitis kebanyakan unilateral • Bila ada orchitis bilateral, sangat jarang terjadi atrofi total pada kedua testis. Meningoencephalitis Insiden kira-kira 10%, biasanya timbul 3-10 hari sesudah parotitis, dapat juga mendahului parotitis. Ditandai oleh demam, sakit kepala, nausea, muntah, kaku kuduk, gangguan kesadaran dan jarang ada kejang. Positive Brudzinski’s and Kernig’s Signs. Liquor menunjukkan plecytosis dengan kebanyakan limfosit, protein meninggi, glukosa dan klorida normal. Biasanya demam menurun secara lysis dalam 3-10 hari. Perjalanan penyakit serupa benign aseptic meningitis dan biasanya tanpa sequelae2.
  • 13. Pankreatitis Kelainan berat teapi jarang skali, tia-tiba ada keluhan hebat di epigastrium disertai demam, menggigil, lemah sekali,nausea dan muntah. Keluh kesah hilang perlahan – lahan dalam 37 hari, biasanya sembuh sempurna. Bila seorang perempuan menderita mumps disertai nyeri abdomen bagian bawah berarti ada oophoritis, bila ovarium kanan yang sakit maka keadaan tersebut mungkin tidak dapat dibedakan dengan acute appendicitis. Kelenjar lain yang dapat meradang pada mumps, walaupun jarang ialah tiroiditis, mastitis, dacryoadenitis dan bartholinitis.4 F. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding ini mencakup parotitis sebab lain, seperti pada infeksi virus termasuk infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV), influenza, parainfluenza 1 dan 3, sitomegalovirus, atau keadaan koksakivirus yang jarang dan infeksi koriomeningitis limfositik. Infeksi-infeksi ini dapat dibedakan dengan uji laboratorium spesifik 2; • Parotitis supuratif, dimana nanah sering dapat dikeluarkan dari duktus • Parotitis berulang, suatu keadaan yang sebabnya belum diketahui, tetapi mungkin bersifat alergi yang sering berulang dan mempunyai sialogram khas • Kalkulus salivarius, menyumbat saluran parotis, atau lebih sering saluran submandibuler dimana pembengkakan intermitten, • Limfadenitis preaurikuler atau servikal anterior karena sebab apapun, • Limfosarkoma atau tumor parotis lain yang jarang • Orkitis akibat infeksi selain daripada parotitis epidemika, misalnya infeksi yang jarang oleh koksakivirus atau virus koriomeningitis limfositik, atau parotitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus pada anak yang terganggu imunnya. G. DIAGNOSIS
  • 14. Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan fisis. Disamping leucopenia dengan limfosiotsis relative, didapatkan pula kenaikan kadar amylase dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian menjadi normal kembali dalam dua minggu. Keterangan klinis berupa : • ada kontak dengan penderita mumps 2-3 minggu sebelumnya • gambaran klinis serupa parotitis • tanda-tanda aseptIc meningitis Pemeriksaan Laboratorium Jumlah lekosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis relatif. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complement-fixing antibody test, neutralization test, isolasi virus, uji intradermal dan pengukuran kadar amylase dalam serum8. Iksolasi virus mumps dan test serologic tidak diperlukan pada mumps yang klasik tetapi pada keadaankeadaan yang meragukan seperti bila tidak ada parotitis atau pada recurrent parotitis. Sekurang-kurang ada 3 uji serologic untuk mebuktikan spesifik mumops antibodies2: • Complement fixation antibodies (CF) • Hemagglutination inhibitor antibodies (HI) • Virus neutralizing antibodies (NT) CF paling praktis dan paling dipercaya. Countries antibodies dapat dibuktikan di darah pada minggu ke-1 dan pada akhir minggu ke-2 sudah ada peninggian jelas. Titer meningkaty lebih ari 4 kali atau lebih berarti mumps 7. Keterangan Laboratorium tambahan Kadar amylase dalam serum meninggi pada mumps paraparotitis dan pankreatitis. Kadar amylase rupanya berjalan parallel dengan pembengkakan paroits, puncaknya tercapai di minggu ke-1, berangsur-angsur menjadi normal pada minggu ke-2 atau 3. kira-kira 70% mumps disertai amylase yang meninggi 4. H. KOMPLIKASI
  • 15. Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Komplikasi bisa terjadi pada organ selain kelenjar liur, terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas. Komplikasi bisa terjadi sebelum, selama maupun sesudah kelenjar liur membengkak; atau terjadi tanpa disertai pembengkakan kelenjar liur 11. a. Orkitis ; peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen sehingga terjadi kemandulan. b. Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut yang ringan dan jarang menyebabkan kemandulan. c. Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami enserfalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah. d. Pankreatitis : peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total. e. Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih yang kental dalam jumlah yang banyak f. Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi. I. PENGOBATAN Istirahat di tempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis. Simtomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika. Diet makanan cair dan lunak. Kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Self limiting disease. Perjalanan penyakit tidak dapat dipengaruhi oleh anti mikroba.
  • 16. Karena terdapat gangguan menelan/mengunyah, sebaiknya diberikan makanan lunak dan hindari minuman asam karena bisa menimbulkan nyeri. Daerah pipi/leher bisa juga dikompres secara bergantian dengan panas dan dingin. Obat pereda nyeri (misalnya asetaminofen dan ibuprofen) bisa digunakan untuk mengatasi sakit kepala dan tidak enak badan. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye. Jika terjadi pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani tirah baring. Untuk mengurangi nyeri, bisa dikompres dengan es batu. Jika terjadi mual dan muntah akibat pankreatitis, bisa diberikan cairan melalui infus. J. PROGNOSIS Pada umumnya bagus sekali, kematian sangat jarang. Meningoencephalitis biasanya tidak ganas dabn jarang bersequele walaupun insiden setelah atrofi testis setelah orchitis tinggi tetapi kemandulan sangat jarang ditemukan. Hanya persentasi kecil yang mendapat tuli permanen K. PENCEGAHAN a. Perlindungan pasif Gammaglobulin biasanya tidak efektif. Khasiat mumps immunoglobulin juga tidak jelas. b. Imunisasi aktif 1. Inactivated mumps virus vaccine tidak efektif 2. Live attenuated mumps virus vaccine Jery Lin mulai digunakan 1968 di USA, tidak disertai demam. 3. Suntikan subkutan, kira-kira 95% akan membuat mumps antibodies tetapi antibodinya jauh lebih rendah daripada diperoleh sesudah menderita mumps. Vaksinasi memberikan perlindungan yanhg bagus sekali paling sedikit 4 tahun. Tidak dianjurkan kepada: • Anak dibawah 1 tahun yang alergi terhadap protein telur/neomycin • Yang mendapat obat-obatan immunosupresif. Ada kombinasi dengan vaksin morbili dan vaksin rubella.2
  • 17. L. CARA - CARA PEMBERANTASAN a. Cara pencegahan 1. Berikan penyuluhan kepada masyarakat, anjurkan masyarakat untuk mengimunisasikan anak-anak mereka yang berusia di atas satu tahun yang lahir pada tahun 1957 atau setelah itu. 2. Vaksin yang dibuat dari virus mumps yang telah dilemahkan dengan menggunakan strain virus jeryl lynn, sudah beredar di AS sejak tahun 1967 sebagai vaksin tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan vaksin lain(MMR).Timbulnya reaksi samping yang berat setelah pemberian imunisasi tergantung dari jenis virus yang dipaai untuk membuat vaksin. Pada salah satu uji coba yang dilakukan, insidensi timbulnya demam pada mereka yang imunisasi dibandingkan dengan mereka yang diberikan sama besar. Pemberian imunisasi kepada orang yang sudah kebal karena infeksi alamiah tidak meningkatkan risiko timbunya efek samping pasca imunisasi. Lebih dari 95% mereka yang diimunisasi kemungkinan kebal seumur hidup. Vaksin umps dapat diberikan kapan saja setelah usia satu tahun, dalam bentuk MMR diberikan pada usia 12-18 bulan. Dosis pertama diberikan pada usia 12 bulan dan dosis kedua dianjurkan untuk diberikan pada 4-5 tahun. Namun pada saat dilakukan upaya akselerasi jadwal imunisasi MMR dan pada saat dilakukan upaya untuk meningkatkan cakupan imunisasi maka dosis kedua diberikan 1 bulan setelah dosis pertama. Upaya khusus perlu dilakukan untuk memberikan imunisasi kepada anak-anak yang tidak jelas status imunisasinya sebelum mereka mencapai usia akil baliq. Dan wanita yang sedang hamil atau wanita yang merencanakan hamil 3 bulan lagi, tidak dianjurkan untuk diberikan imunisasi mumps dengan alasan teoritis dikhawatirkan akan terjadinya kelainan pada bayi mereka, walaupun secara praktis hal ini tidak pernah terjadi. b. Penanganan penderita, kontak dan lingkungan Adapun penanganannya 1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan bersifat selektif.
  • 18. 2. Isolasi: Lakukan isolasi terhadap saluran pernafasan dan sediakan ruangan khusus selama 9 hari setelah timbulnya parotitis apabila disekitar mereka banyak orang yang rentan (tidak diimunisasi). 3. Disinfeksi serentak: Lakukan disinfeksi terhadap semua barang-barang yang tercemar oleh sekret hidung dan tenggorokan. 4. Karantina: Liburkan mereka yang rentan dan yang pernah terpajan, dengan penderita dari sekolah atau pekerjaan selama 12-25 hari setelah terpajan, apabila di lingkungan sekolah atau pekerjaan mereka banyak anak atau orang yang rentan. 5. Imunisasi kontak: Walaupun pemberian imunisasi setelah seseorang terpajan tidak melindungi merekauntuk menjadi sakit. Namun terhadap kontak yang telah diimunisasi yang kemudian tidak sakit maka pemberian imunisasi ini akan melindungi mereka terhadap infeksi berikutnya. Pemberian immune globulin tidak efektif dan tidak dianjurkan. 6. Investigasi terhadap kontak dan sumber penularan infeksi: cari orang-orang yang rentan dan kepada mereka yang harus diimunisasi.
  • 19. HIPERSALIVA A. DEFINISI Hipersalivasi adalah berlebihan. Hipersalivasi suatu gejala dikenal juga terjadinya produksi saliva dengan sebutan Ptyalism atau yang Drooling. Pseudoptyalism adalah adanya saliva yang berlebihan karena terakumulasi di di rongga mulut. Pada pseudoptyalism, produksi saliva tidak bertambah namun saliva tidak dapat ditelan sehingga mengalami akumulasi dan mneyebabkan gejala yang mirip dengan hipersalivasi. Hipersalivasi dapat tejadi pada umumnya akibat menelan problem kongenital anjing atau kucing. Pada hewan (portosistemik shunt) atau muda akibat bahan kaustik, toksin atau benda asing. Bangsa anjing yang sering mengalami problem kongenital portosistemik shunt adalah Yorkshire terrier, Maltese terrier, Australian cattle dog, miniature Schnauzer, Irish wolfhound. Bangsa anjing besar seperti Saint Bernard dan Mastiff juga sering mengalami masalah hipersalivasi. SEKRESI SALIVA Glandula salivaria ; sifat – sifat saliva. Kelenjar utama saliva adalah glandula parotidea, submaksilaris ( juga dinamai submandibularis ), dan sublingualis, disamping glandula bukalis yang kecil. Sekresi saliva tiap hari dalam keadaan normal berkisar antara 1000 dan 1500mililiter. Saliva mengandung dua jenis sekresi protein; (1) sekresi serosa yang mengandung ptyalin (suatu α-amilase), yang merupakan suatu enzim untuk pencernaan pati, dan (2) sekresi mukosa, yang mengandung mucus untuk tujuan pelumasan. Glandula parotidea semata-mata menyekresi secret jenis serosa dan kelenjar submaksilaris menyekresi jenis secret serosa dan mucus. Glandula sublingualis dan bukalis hanya menyekresi mucus. saliva mempunyai pH antara 6,0 dan 7,4 suatu batas yang baik sekali untuk kerja pencernan ptyalin.
  • 20. Sekresi ion – ion dalam saliva. Saliva mengandung kalium dan ion bikarbonat dalam jumlah sangat besar. Sebaliknya, konsentrasi ion natrium dan klorida sangat sedikit dalam saliva dibandingkan dalam plasma. Konsentrasi ion – ion dalam saliva yang khas ini dapat dipahami dan dari penjelasan mengenai mekanisme sekresi saliva. Sekresi oleh glandula submaksilaris, suatu kelenjar majemuk yang mengandung asinus dan duktus salivarius. Sekresi saliva merupakan kerja dua tahap : stadium pertama melibatkan asinus dan yang kedua duktus salivarius. Asinus mengeluarkan sekresi primer yang mengandung tialin atau mucus atau keduanya dalam larutan ion – ion yang mempunyai konsentrasi yang tidak banyak berbeda dengan cairan ekstra sel yang khas. Tetapi, waktu secret priimer mengalir melalui duktus, berlangsung dua proses transport aktif yang utama yang dengan nyata mengubah susunan ion saliva. Pertamaa, dalam bagian pertama duktus salivaria, didekat sambungannya dengan asinus, ion bikarbonat disekresi secara aktif sementara ion klorida konsentrasi: kedua, ion natrium secara aktif direabsorbsi dari duktus, dan ion kalium secara aktif disekresi untuk menukar natrium. Oleh karena itu, konsentrasi natrium saliva sangat berkurang, sementara konsentrasi ion kalium meningkat. Banyaknya kelebihan reabsorbsi natrium terhadap sekresi kalium menghasilkan muatan negative sekitar -70mV didalam duktus salivarius, dan ini masih menyebabkan reabsorbsi jauh lebih banyak ion klorida secara pasif. Hasil bersih proses tranpor aktif ini adalah bahwa keadaan istirahat, konsentrasi ion natrium dan klorida hanya sekitar 15mEq./liter mendekati 1/7 sampai 1/10 konsentrasinya didalam plasma. Dipihak lain, konsentrasi ion kalum sekitar 30 mEq./liter, 7x sebesar konsentrasinya didalam plasma dan konsentrasi ion bikarbonat 50-90mEq./liter, sekitar 2 – 4 kali dari konsentrasi dalam plasma. Selama salvias maksimum, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan pembentukan sekresi primer oleh asinus dapat meningkatkan sebanyak 20x lipat sebagai akibatnya, kemudian sekresi ini mengalir melalui duktus – duktus begitu cepat sehingga perbaikan duktus untuk sekresi sangat berkurang. Sehingga bila saliva yang disekresikan berlebih – lebihan, maka konsentrasi natrium klorida meningkat sampai sekitar setengah
  • 21. sampai 2/3 kadar plasma., sementara konsentrasi kalium turun sampai hanya 4x dari kadar plasma. Dengan adanya kelebihan sekresi aldosteron, maka reabsorbsi natrium dan klorida serta sekresi kalium menjadi sangat meningkat sehingga konsentrasi natrium klorida dalam saliva kadang – kadang menurun hamper 0, sementara konsentrasi kalium makin terus meningkat. Fungsi saliva untuk kebersihan mulut. Dalam keadaan basal, 0,5 – 1 ml/menit saliva, yang semata – mata hamper bersifat mukosa, disekresi setiap saat. Sekresi ini memegang peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Mulut banyak mengandung bakteri pathogen yang dapat dengan mudah menghancurkan jaringan dan dapat juga menyebabkan karies dentis. Akan tetapi, saliva membantu mencegah proses pemburukan melalui beberapa jalan. Pertama, aliran saliva sendiri membantu membersihkan bakteri pathogen maupun partikel makanan yang memberikan sokongan metaboliknya. Kedua, saliva juga mengandung beberapa factor yang sebenarnya menghancurkan bakteri, termaksud ion tiosianat dan juga beberapa enzim proteolitik yang (a) menyerang bakteri, (b) membantu ion tiosianat memasuki bakteri, tempat merekaa berubah menjadi bakterisida (c) mencernakan partikel makanan, jadi membantu lebih lanjut untuk membuang penyokong metabolic bakteri. Ketiga, sering saliva mengandung protein anti bodi dalam jumlah yang bermakna, yang dapat menghancurkan bakteri mulut, termasuk yang menyebabkan karier dentis. Pengaturan saraf atas sekresi saliva. Kelenjar submaksilaris dan sublingualis terutama diatur oleh impuls saraf dari bagian superior nucleus salivatorius dan glandula parotideaa oleh impuls dari inverior nucleus tersebut. Nukleu salivatorius terletak dekat pada perbatasan medulla oblongata dan pons serta dirangsang oleh rangsang kecap dan taktil dari lidah dan daerah mulut lainnya. Sebagian besar rangsang kecap, khususnya rasa asam, menimbulkan sekresi saliva dalam jumlah besar (sering sebanyak 5ml/menit atau 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi basal). Juga, rangsang taktil tertentu seperti adanya objek yang halus dalam mulut (misalnya batu kerikil), menyebabkan
  • 22. salvias yang nyata, sedangkan objek yang kasar menyebabkan salvias yang lebih sedikit dan kadang – kadang malahan menghambat salvias. Salvias juga dapat dirangsang atau dihambat oleh impuls yang datang pada nucleus salivatorius dari pusat – pusat yang lebih tinggi pada SSP. Misalnya, bila seseorang mambau atau makan makanan yang dia sukai salvasi jauh lebih banyak dari pada bila membau atau makan makanan yang tidak disukai. B. ETIOLOGI Penyakit oral dan faring Benda asing, neoplasia, gingivitis, stomatitis, uremia, ingesti bahan kaustik atau terbakar (menggigit kabel listrik) Neurologis Rabies, pseudorabies pada anjing, gangguan yang menyebabkan disfagia, gangguan yang menyebabkan syaraf fasial rusak atau drop jaw, gangguan yang menyebabkan seizure. Esophagus, gastrointestinal, gangguan metabolic hepatoencephalopati, hipertermi, uremia. Obat atau toksin Bisa (venom) laba-laba black widow, North American scorpion, Gila monster. Bahan kaustik untuk pembersih peralatan rumah tangga atau kebun. Pembasmi serangga (organophosphate, pyrethrin, pyrethroid, organochlorine), ivermectin, obat kolinergik, asam bensoat, cafein, cocain, opiat. C. PATOFISIOLOGI Saliva diproduksi dan disekresi ke dalam rongga mulut secara konstan oleh kelenjar saliva. Produksi saliva yang normal akan tampak seperti berlebihan pada penderita yang mengalami anatomi abnormal sehingga saliva menetes dari mulut atau suatu kondisi yang menyebabkan hewan sulit menelan. Sedangkan produksi saliva meningkat akibat eksitasi nukleus saliva di batang otak. Produksi saliva juga meningkat akibat stimulasi pada rasa dan sensasi taktil pada mulut dan lidah. Pusat yang lebih tinggi dari
  • 23. sistem syaraf pusat juga mampu menghambat atau merangsang produksi saliva melalui nukleus saliva. Sehingga lesi pada SSP juga akan merangsang produksi saliva. Penyakit pada faring, esofagus, mukosa gastrik dapat merangsang produksi saliva. D. GEJALA KLINIS Hewan umumnya mengalami anoreksia (lesi oral, penyakit gastrointestinal atau penyakit sistemik). Perubahan perilaku makan, perubahan lain seperti agresif, pendiam terutama pada kondisi kesakitan. Regurgitasi pada penderita penyakit esofagus, vomit pada penderita gastrointestinal atau penyakit sistemik. Mengusap wajah atau hidung pada pasien yang merasa tidak nyaman atau sekitar sakit di sekitar mulut. Gejala neurologi terutama seizure akibat terpapar oabat atau toksin dan pada pasien yang mengalami hepatoencephalopati. Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa perubahan seperti penyakit periodontal (inflamasi), stomatitis (ulserasi dan inflamasi), massa di rongga mulut, lesi lidah (inflamasi, ulserasi, massa,benda asing), lesi oropharing (inflamasi, ulserasi, massa, terutama disekitar palatum lunak atau glossopharingeal), bercak darah pada saliva ( perdarahan pada rongga mulut , faring atau esofagus), halitosis (penyakit rongga mulut, esophagus atau lambung), disfagia (penyakit rongga mulut, faring, neuromuskular atau pembesaran limfe nodus retrofaringeal), defisit syaraf (lesi syaraf trigeminal, vagus, hipoglosal), E. Kelenjar fasial, glosofaringeal, saliva (inflamasi, bengkak, nekrotik atau sakit). DIAGNOSA Bedakan hipersaliva dengan pseudoptyalisim melalui anamnesis yang lengkap (termasuk vaksinasi, pengobatan yang pernah dilakukan atau kemungkinan mengingesti toksin). Lakukan pemeriksaan fisik dengan teliti pada rongga mulut dan leher serta pemeriksaan system saraf. Hemogram umumnya normal. Lekositos biasanya terjadi pada pasien yang mengalami inflamasi. Stress leukogram ditemukan pada hewan yang meingesti bahan kaustik atau organofosfat. Hasil pemeriksaan biokimia serum umumnya normal kecuali pada penderita uremia atau hepatoencephalopati. Radiografi dapat membantu mendeteksi adanya benda asing atau
  • 24. neoplasia dirongga mulut. USG atau portal venografi dapat membantu mendiagnosis portosistemik shunt. . F. TERAPI Lakukan terapi pada penyebab utama hipersalivasi. Terapi simptomatis tidak begitu bermanfaat bagi penderita bahkan mengaburkan penyebab utama hipersalivasi. Terapi simptomatis hanya diperlukan bila hipersalivasi sangat berlebihan dan lama, dan mungkin diberikan setelah diagnosis ditetapkan. Atropin 0,05 mg/kg PO atau jika SQ q8 jam akan menurunkan produksi saliva secara simptomatis. Petrolium jelly dapat diberikan pada area yang terkena saliva agar tidak terjadi moist dermatit
  • 25. 3. KANKER RONGGA MULUT A. DEFINISI Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut: • Depan : tepi vermilion bibir atas dan bawah • Atas : palatum durum dan molle • Lateral : bukal kanan dan kiri • Bawah : dasar mulut dan lidah • Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri, dan uvula, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah. Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik di bawah ini: • bibir • lidah 2/3 anterior • mukosa bukal • dasar mulut • ginggiva atas dan bawah • trigonum retromolar • palatum durum, • palatum molle Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah: • sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula • sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi • karsinoma kulit bibir atau kulit pipi B. ETIOLOGI Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor (Scully,1992). Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas :
  • 26. 1. Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi, gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu (Smith,1989; Bolden,1982; Tambunan,1993). 2. Faktor luar, antara lain karsinogen kimia berupa rokok dan cara penggunaannya, tembakau, agen fisik, radiasu ionisasi, virus, sinar matahari (Scully,1992; Bolden,1982; Smith,1989). 3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetic (Scully,1992; Smith,1989). Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja 'secara terpisah, kombinasi dari berbagai factor sering dijumpai bersama-sama. Pada dasawarsa terakhir, patogenesis molekular neoplasma menunjukkan bahwa neoplasma merupakan penyakit genetik. Terbentuknya tumor sebagai akibat terjadinya penyimpangan genetik yang disebabkan oleh faktor-faktor etiologi sehingga terjadi pembelahan gel yang berlebihan dan tidak terkendali. Gen yang menjadi sasaran perubahan genetik adalah onkogen (gen yang meningkatkan pertumbuhan), anti onkogen (gen yang menghambat pertumbuhan) dan gen yang mengatur apoptosis (Scully,1992). C. PATOFISIOLOGI Kepala dan leher telah vascularity daerah kaya, yang merupakan keuntungan untuk mengobati kanker di daerah ini. Selain itu, vascularity ini meningkatkan metastasis tersebut. Cangkang tumor yang bermetastasis ke kepala dan leher yang lebih kaya dalam vascularity dari jaringan tumor itu sendiri. D. MANIFESTASI KLINIS Banyak kanker oral tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Keluhan pasien yang paling sering adalah luka yang tidak nyeri atau massa yang tidak sembuh. Lesi khas pada kanker oral adalah ulkus keras ( mengeras ) dengan tepi menonjol. Adanya ulkus rongga mulut yang tidak sembuh dalam 2 minggu harus diperiksa dengan biopsi. Bila kanker berlanjut, pasien dapat mengeluh nyeri tekan; sulit menguyah, menelan, atau bicara; batuk disertai sputum mengandung darah; atau pembesaran nodul limfe servikal. E. EVALUASI DIAGNOSTIK
  • 27. Evaluasi diagnostik terdiri dari pemeriksaan oral serta pengkajian nodus limfe servikal untuk mengevaluasi kemungkinan metastasis. Biopsi dilakukan pada lesi yang dicurigai kanker. Lesi yang dicurigai adalah yang tidak sembuh dalam 2 minggu. Area oral resiko tinggi mencakup mukosa bukal dan gusi pada orang yang menghisap atau merokok tembakau atau pipa. Untuk orang yang merokok tembakau dan minuman alkohol, area resiko tinggi mencakup dasar mulut, lidah ventrolateral, dan kompleks palatum lunak ( yang mencakup palatum lunak, aarea tonsilar anterior dan posterior, uvula, dan area dibelakang pertemuan lidah dan molar ) F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan bervariasi sesuai dengan sifat lesi, pilihan dokter, dan pilihan pasien. Bedah reseksi, terapi radiasi, kemoterapi, dan kombinasi terapi – terapi ini mungkin efektif. Pada kanker bibir, lesi kecil biasanya dieksisi secara bebas; lesi yang lebih besar dan melibatkan lebih dari sepertiga bibir mungkin lebih tepat diobati dengan terapi radiasi karena lebih mengutamakan hasil kosmetik. Pilihannya tergantung pada luasnya lesi, keterampilan ahli bedah atau ahli radiologi, dan pengobatan terpilih sambil tetap mempertahankan penampilan terbaik pasien. Untuk tumor yang lebih besar 4 cm terdapat laju kekambuhan tinggi. Kanker lidah biasanya diatasi secara agresif, karena laju pertumbuhan tinggi. Untuk kanker largin lateral lidah, dua pengobatan mayor pilihan adalah terapi radiasi dan bedah. Seringkali hemiglosektomi ( pengangkatan bedah setengah dari lidah ) perlu dilakukan. Bila kanker ada pada dasar lidah, reseksi bedah lebih menyulitkan. Sering terapi radiasi menjadi pengobatan primer. Kombinasi implan insterstisial radioaktif dan radiasi sinar eksternal dapat dilakukan. Untuk lesi yang lebih besar, terapi eksternal sendiri digunakan. Sering kanker rongga oral lebih metastase kesaluran limfatik luas dibagian leher, karenanya memerlukan diseksi leher dan kemungkinan bedah rekonstruktif rongga oral. Tehnik rekonstruktif intraoral yang umum digunakan mencakup penggunaan flap bebas lengan radial (penggunaan lapisan tipis kulit dari lengan bawah disertai dengan arteri radial).
  • 28. BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Aktivitas/ istirahat Gejala :kelemahan dan /atau keletihan Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor – fakor yang mempengaruhi tidur. 2. Sirkulasi Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja Kebiasaan : takikardia Perubahan pada TD 3. Integritas ego Gejala : Faktor stress ( keuangan, pekerjaan, perubahan peran ) dan cara mengatasi stress ( misalnya, merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spiritual ) Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, lesi cacat, pembedahan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi. Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah 4. Makanan/Cairan Gejala : Kebiasaan diet buruk ( misalnya, rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet ). Anoreksia, mual/muntah Intoleransi makanan Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema 5. Neurosensori Gejala : Pusing 6. Pernapasan Tanda : Merokok ( tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok ) Pemanjaan asbes
  • 29. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita penyakit kanker rongga mulut yaitu:  Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan kondisi patologis, infeksi, atau trauma kimia atau mekanis ( mis, obat, sakit akibat gigi palsu )  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan untuk mencerna nutrisi adekuat akibat kondisi oral.  Gangguan harga diri yang berhubungan dengan ansietas  Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan rencana pengobatan yang berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi,mitos.  Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penyakit atau pengobatan C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosa : Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan kondisi patologis, infeksi, atau trauma kimia atau mekanis ( mis, obat, sakit akibat gigi palsu ) Tujuan :.Perbaikan pada kondisi membran mukosa oral Kriteria hasil : menunjukkan bukti membaran mukosa oral utuh, bebas dari nyeri dan ketidak nyamanan pada rongga oral Intervensi :  Kaji kesehatan gigi dan higiene oral pada penerimaan dan secara periodik. R/: mengidentifikasi pengobatan profilaksis yang mungkin diperlukan sebelum memulai kemoterapi atau radiasi dan memberikan data dasar pada perawatan higiene oral saat ini.  Kaji rongga mulut setiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral (mis. Kering, kemerahan). Pastikan apakah pasien mengeluh rasa terbakar di mulut, perubahan pada kualitas suara, kemampuan untuk menelan, indera pengecap, terjadinya kental/banyak. R/: Inflamasi mukosa oral (stomatitis) secara umum terjadi 7-14 hari setelah mulainya pengobatan, tetapi tanda mungkin terlihat paling dini hari ke-3
  • 30. sampai ke-4, khususnya bila ada masalah oral sebelumnya. Rentang respon meluas dari eritema sedang sampai ulserasi berat, yang sangat nyeri, menghambat masukan oral dan potensial mengancam hidup. Identifikasi awal memungkinkan pengobatan cepat.  Gunakan pencuci mulut yang dibuat dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida atau soda kue dan air R/: Dapat menyejukkan membran. Pencucian sebelum makan dapat mempervaiki indra pengecap pasien. Pencucian setelah makan dan pada saat tidur melarutkan asam mulut dan menghilangkan xerostomia  Pantau dan jelaskan tanda – tanda pasien tentang superinfeksi oral ( misalnya sariawan ) R/: Pengenalan dini menjamin tindakan segera 2. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan untuk mencerna nutrisi adekuat akibat kondisi oral. Tujuan : .Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : Mencapai dan mempertahankan berat badan yang diinginkan Intervensi:  Kaji status nutrisi R/: memantau kebutuhan nutrisi pada klien  Konsul diet bila perlu R/: menentukan jenis makan yang akan diberikan pada klien  Berikan perawatan mulut sebelum makan R/:menghilangkan rasa tidak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.  Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan R/: suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan untuk makan 3. Diagnosa Tujuan : Gangguan harga diri yang berhubungan dengan ansietas : Pasien mendapatkan harga diri yang positif . Kriteria hasil : Mampu menerima perubahan dan mengubah konsep diri dengan sesuai Intervensi:
  • 31.  Diskusikan dengan pasien/orang terdekat bagaimana diagnosis dan pengobatan yang mempengaruhi kehidupan pribadi pasien/rumah dan aktivitas kerja. R/: Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah  Akui kesulitan pasien yang mungkin dialami. Berikan informasi bahwa konseling sering perlu dan penting dalam proses adaptasi. R/: Memvalidasi realita perasaan pasien dan memberikan izin, untuk tindakan apapun perlu untuk mengatasi apa yang terjadi.  Berikan dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan. R/: Meskipun beberapa pasien beradaptasi/menyesuaikan diri dengan efek kanker atau efek samping terapi; banyak memerlukan dukungan tambahan selama periode ini. 4. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan rencana pengobatan yang berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi,mitos. Tujuan :.Pemahaman tentang penyakit dan pengobatannya Kriteria hasil :Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan Intervensi :  Minta pasien untuk umpan balik verbal, dan perbaiki kesalahan konsep tentang konsep tentang tipe kanker individu dan pengobatannya. R/: Kesalahan konsep tentang kanker lebih mengganggu dari pada kenyataan dan mempengaruhi pengobatan/penurunan penyembuhan.  Instrusikan pasien untuk mengkaji membran mukosa oral secara rutin, perhatikan eritema,ulserasi. R/: Pengenalan dini tentang masalah meningkatkan intervensi dini, miminimalkan komplikasi yang merusak masukan oral.  Berikan materi tertulis tentang kanker, pengobatan, dan ketersediaan sistem pendukung. R/: Ansietas dan berpikir terus menerus dengan pikiran tentang kehidupan dan kematian sering mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengasimilasi
  • 32. informasi adekuat. Materi tertulis yang dibawa pulang memberi penguatan dan klarifikasi tentang informasi sesuai kebutuhan pasien. 5. Diagnosa : Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan penyakit atau pengobatan Tujuan :.Tidak adanya infeksi Kriteria hasil : Menunjukkan nilai – nilai laboratorium normal, tidak demam, dan melakukan higiene oral setiap setelah makan dan pada saat tidur Intervensi :  Tingkatkan prosedur mencuci tangan yang baik dengan staf dan pengunjung. Batasi pengunjung yang mengalami infeksi. Tempatkan pada isolasi sesuai indikasi. R/: Lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi seperti pengunjung dan staf.  Tekankan pentingnya higiene oral yang baik R/: Terjadinya stomatitis meningkatkan resiko terhadap infeksi/pertumbuhan sekunder.  Tingkatkan istirahat adekuat/periode latihan. R/: Membatasi keletihan, mendorong gerakan yang cukup untuk mencegah komplikasi stasis mis. Pembentukan trombus. D. IMPLEMENTASI Dilakukan sesuai intervensi yang direncanakan. E. EVALUASI  Menunjukkan membran mukosa oral utuh. Bebas dari nyeri, ketidak nyamanan membran mukosa oral dan tidak terlihat perubahan pada integritas membran  Mencapai dan mempertahankan berat badan yang dinginkan  Mampu menerima perubahan dan mengubah konsep diri dengan sesuai  Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan  Menunjukkan nilai – nilai laboratorium normal, tidak demam, dan melakukan higiene oral setiap setelah makan dan pada saat tidur
  • 33. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN . Parotitis epidemika adalah penyakit virus, akut, yang kelenjar ludahnya membesar nyeri, terutama kelenjar parotis, merupakan tanda-tanda yang biasa ada. Nama parotitis epidemica kurang tepat sebab tidak selalu ada radang di parotis dan penyakit tersebut tidak selalu mewabah. Merupakan suatu penyakit menular yang akut. Hipersalivasi adalah suatu gejala terjadinya produksi saliva yang berlebihan. Hipersalivasi dikenal juga dengan sebutan Ptyalism atau Drooling. Pseudoptyalism adalah adanya saliva yang berlebihan karena terakumulasi di di rongga mulut. Pada pseudoptyalism, produksi saliva tidak bertambah namun saliva tidak dapat ditelan sehingga mengalami akumulasi dan mneyebabkan gejala yang mirip dengan hipersalivasi. Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Batas-batas rongga mulut: • Depan : tepi vermilion bibir atas dan bawah • Atas : palatum durum dan molle • Lateral : bukal kanan dan kiri • Bawah : dasar mulut dan lidah • Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri, dan uvula, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.
  • 34. DAFTAR PUSTAKA 1. suddart & brunner, kmb voluma 2 edisi 8. kedokteran. Jakarta 1997 2. adrianto petrus Dr. Guyton, fisiologi manusia & mekanisme penyakit, kedokteran Jakarta. 1987 3. http://oncejevuska.blogspot.com/2007/04/mumps-parotitis-epidemika.html 4. http://oncejevuska.blogspot.com/2007/04/mumps-hipersaliva.html 5. http://oncejevuska.blogspot.com/2007/04/mumps-kanker rongga mulut.html