1. Ikterus Neonatorum
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalamtubuh atau
akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam
I.Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalamtubuh atau
akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakanterjadinya gangguan
fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapatterjadi baik karena peningkatan
bilirubin indirek ( unconjugated ) dan direk ( conjugated ) .
II. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang terseringditemukan
disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompabilitas golongan darah ABO ataudefisiensi enzim
G6PD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perdarahan tertutup (hematomcefal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompabilitas darah Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hiperbilirubinemia; keadaan ini terutama terjadi pada penderita
sepsisdan gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidras
i dan asidosis,hipoglikemia, dan polisitemia.
III. Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya.Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup
bulan dan 80 % bayikurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk
fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian.
IV. Patolofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh ol
eh tubuh.Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
berasaldari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadidimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdininilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa.
Zat ini sulitlarut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik
yang sulit diekskresidan mudah melalui membrane biologic seperti placenta dan sawar
darah otak. Bilirubin
bebastersebut kemudian bersenyawa dengan albumi n dan dibawa ke hepar. Dala
m hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati
dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin ( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya
ke reticulum endoplasma hati,tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim
glukoronil transferaseyang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam
air dan padakadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi
inidiekskesi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjut
nya menjadiurobilinogen dan keluar dari tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diarbsorbsi
kembalioleh mukosa usus dan terbentuklah proses arbsorpsi enterohepatik.Sebagian besar neonatus
mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertamakehidupan. Hal ini terjadi
karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Prosestersebut antara lain
karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebuh pendek (80 – 90
hri ), dan belum matangnya fungsi
hepar.Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Ke
jadian terseringadalah apabila terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal inidapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknyaumur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau
terdapatnya peningkatansirkulasi enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh.Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang
2. atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan
asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia.Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan
kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
A. Pengertian Ikterus
Ikterus adalah warna kuning yang ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-14, tidak disertai tanda
dan gejala ikterus patologis (Muslihatun, 2010).
Ikterus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang
mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga
(Myles, 2009).
Ikterus adalah kadar bilirubin yang tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dl (Kosim,
2008).
Ikterus adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga, tidak mempunyai dasar patologis,
kadarnya tidak melampaui batas kadar yang membahayakan. Tidak mempunyai potensi kern ikterus,
tidak menyebabkan morbiditas pada bayi (Saifudin, 2006)
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (dranick, 2010)
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam
tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan
terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010)
Ikterus adalah keadaan kulit atau membran mukosa yang warnanya menjadi kuning akibat
peningkatan jumlah pigmen empeda dalam darah dan jaringan tubuh (Tiran, 2006)
Kesimpulan dari pengertian ikterus adalah warna kulit dan membran mukosa berwarna kuning
karena kadar bilirubin lebih dari 5 mg/ml, yang timbul pada hari kedua dan ketiga, sampai hari kesepuluh
dengan tidak ada tanda-tanda patologis.
1. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering
ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatilitas golongan darah ABO atau difisiensi
enzim GGPD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perarahan tertutup (hematomcepal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalan terjadinya
hiperbilirubinemia, keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gestroenteritis. Beberapa
faktor lain adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan polisitemia.
2. Epidemiologi
3. Pada sebagian besar neonatus, ikterik ditemukan pada minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang
bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat terbentuk fisiologis dan sebagian lagi pada patologik
yang menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
3. Patolofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian
besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian besar dari hem bebas atau
dari proes eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Bilirubin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi
bilirubin bebas atau bilirubain IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut ddalam lemak karena
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologis seperti plasenta dan
sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme ambilin, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati
dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligondin
(protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke retirulum endoplasma hati, tempat
terjadinya proses konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim gukoromil transferase yang
kemudian menghasilakan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu
dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang berkonjugasi ini diekskresikan melalui
duktus hemotikus kedalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja
sebagai stertobilin. Dalam usus sebagian diabsorsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
enterohepatik..
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain
karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum
matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering
adalah apabila terjadi pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Ganguan pengambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z
terikat oleh amnion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan
lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar biliruin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar
4. (defisiensi enzim glukoronil transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita
hepatitis normal neonatus atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrhepatik.
Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer, yaitu:
Daerah (lihat gambar) Luas Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 dan badan
bagian atas
9
3 Daerah 1,2 dan badan
bagian bawah dan
tungkai
11
4 Daerah 1,2,3 dan
lengan, kaki di bawah
lutut
12
5 Daerah 1,2,3,4 dan
tangan, kaki
16
Tabel: 2.4 Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer
Tanda-
tanda
Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali,
perdarahan kulit, dan kejang-kejang)
Kategori Normal Fisiologik Patologik
Penilaian
Daerah
ikterus
(rumus
Kramer)
Kuning hari
ke:
Kadar
bilirubin
1
1-2
≤ 5
mg%
1+2
> 3
5-9 mg%
1 sampai 4
> 3
11-15
mg%
1 sampai 5
> 3
>15-20
mg%
1 sampai 5
> 3
20
Penganan
Bidan atau
Puskesmas
Terus
diberi
ASI
Jemur dimatahari pagi jam 7-9 selama
10 menit
Badan bayi telanjang, mata ditutup
Terus diberi ASI
Banyak minum
Rujuk kerumah
sakit
Banyak minum
Rumah
Sakit
Sama
dengan
diatas
Sama
dengan
diatas
Terapi
sinar
Terapi sinar
Periksa golongan darah ibu dan bayi
Periksa kadar bilirubin
Nasehati
bila
semakin
kuning,
kembali
Waspadai
bila kadar
bilirubin
naik > 0,5
mg/jam
(coomb’s
Tukar darah
5. Tabel: 2.5 Penilaian Ikterus
4. Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat ansteti sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah,
riwayat tranfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan
persalinan juga berperan dalam diagnosis ini. Ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko itu
antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan,
kehamilan dengan diabetes millitus, gawat janin malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, ddan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian.
Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit terang sampai jingga, sedangkan pada penderita
dengan gangguan obstrulsi empedu warna kuning kulit, kulit tampak kehijauan penilaian.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup
berat memerlukan penilaian diagnostik lengkap, yang mencakup penilaian bilirubin lanjut direk dan tidak
lanjut indirek hemoglobin, hitung lekosit, jalannya darah les kombos dan pemeriksaaan asupan darah
tepi. Bilirubinemia indirek, retikulakosis dan sediaan asupan memperlihatkan petunjuk adanya hemolosis
akibat nomimulogik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, fikrosis kritis, dan sepsis.
Jika hitung retikulosit, tes trombos dan bilirubin indirek normal, mungkin terdapat hiperbilirubinemia
indirek fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3
mg/ml dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/ml 24 jam, dengan demikian ikterus baru
terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/ml untuk
selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar lebih rendah dari
2 mg/ml pada hari ke 5-7 kehidupan.
Hiperbilirubinemia patologis, makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kern ikterus yang
tinggi, berhubungan pada kadar bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/ml pada bayi aterm. Pada bayi
dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kern ikterus pada kadar lebih rendah.
5. Diagnosis Banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritoblstosis foetalis, sepsi, rubella,
atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama. Harus
diperkirakan perkiraan septisimia, sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah
minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicimia, atresia kongenital saluran empedu,
test)
6. hepatitis serum hemologi, hepatitis herpetika, rubella, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-
obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten pada bulan pertama kehidupan memberikan petunjuk adanya apa yang
dinamakan inspissated bile syndrom. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parental total. Kadar
bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang
menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis plylorus.
6. Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu sindrom meurolig yang timbul sebagai akibat penimbunan efek
terkonjugasi dalam sel-sel otak. Ikterus berkepanjangan merupakan ikterus yang timbul pada usia diatas
3 minggu.
Terdiri dari ikterus takterkonjugasi yang umum dijumpai, berasal dari ikterus akibat ASI 15% yang
mendaatkan ASI, berkurang secara bertahap selama beberapa minggu. Ikterus terkonjugasi (bilirubin
total 20%) yang disebabkan oleh atresia biliaris, jarang namun penting untuk diidentifikasi karena
keterlambatan diagnosis dapat berpengaruh buruk pada hasil akhir, sindrom hepatitis neonatal.
Bayi akan mengeluarkan tinja pucat (tidak mengandung sterkobilinogen) dan urin gelap (akibat
bilirubin).
7. Terapi
Tujuan pertama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah mengendalikan agar kadar bilirubin
serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus atau encefalopoli biliaris serta
mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan mempercepat proses
konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glioronil tranfersa dengan
pemberian obat seperti luminal atau tenoberbital.
Pemberian subtrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin)
mengurangi sirkulasi enterofepatik (pemberian kolostramin), terapi sinar atau tranfusi tukar, merupakan
tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Fototerapi ikterus klinis pada hiperbilirubin inderek akan berkurang kalau bayi dipaparkan pada
sinar dalam spektrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya secara
maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari 420-470 rhm). Bilirubin dalam kulit akan menyerap
energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah bilirubin tak terkunjugasi yang bersifat tosik
menjadi isomer-isomer terkonjugasi juga yang dikeluarkan keempedu dan melalui otosensitisasi yang
melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk pemecahan
yang kan diekresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugasi.
7. 8. Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak.
9. Macam-Macam Ikterus Neonatorum
Macam-macam ikterus pada neonatorum, yaitu:
a. Ikterus Fisiologis
Terutama dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Ikterus ini biasanya timbul pada
hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atas pada akhir minggu kedua.
b. Ikterus Patologik
Ikterus yang patologik timbul segera dalam 24 jam pertama, dengan bilirubin serum meningkat
lebih dari 5 mg/ml per hari, kadarnya diatas 10 mg/ml per hari pada bayi matur atau 15 mg% pada hari
prematur, dan menetap setelah minggu pertama kelahiran. Selain itu juga ikterus dengan bilirubin
langsung diatas 1 mg% setiap waktu. Ikterus seperti ini ada hubungannya dengan hemolitik, infeksi dan
sepsis. Ikterus patologik memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
c. Kern Ikterus
Kern ikterus adalh ikterus berat disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis, kern ikterus
biasanya disertai naiknya kadar bilirubin indirek dalam serum. Pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin
diatas 20 mg/ml sering berkembang menjadi kern ikterus, sedangkan pada bayi prematur bila melebihi 18
mg. Heperbilirubinemia dapat menimbulkan ansefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi. Untuk
terjadinya kern ikterus tergantung pada pola keadaan umum bayi, bila bayi menderita hipoksia, asidosis,
dan hipoglikemia. Pengobatannya adalah dengan tranfusi tukar darah.
d. Ikterus Hemolotik
Hal ini dapat disebabkan oleh inkompadibilitas ikterus, golongan darah ABO, golongan darah lain,
kelainan eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-G-Ph.
e. Ikterus Obstruksi
Terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibatnya kadar
bilirubin direk dan indirek meningkat. Bila kadar bilirubin direk diatas 1 mg kita harus curiga akan adanya
obstruksi penyaluran empedu. Penanganannya dengan tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
IKTERUS NEONATORUM
8. PENGERTIAN IKTERUS NEONATORUM
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan
hiperbilirubinemia adalah icterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kea rah terjadinya
kernicterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik :
Icterus yang terjadi 24 jam pertama setelah lahir
Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam
Ikterus yang disertai berat lahir <2.000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom
gaeat nafas pada neonates, infeksi, trauma lahir pada kepala, hipoglikemia, hiperkarbia,
hiperosmilaritas darah, proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD atau sepsis),
ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia> 8 tahun.
PENYEBAB IKTERUS NEONATORUM
Produksi bilirubin berlebihan
Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit : gagalnya proses konjugasi
dalam mikrosom hepar, gangguan dalam ekskresi, peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna
METABOLISME BILIRUBIN
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi
bilirubin indirek (tak terkonjugasi). Kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar,
dikonjugasikan oleh asam glukoronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin
direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada
bayi baru lahiryang ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya,
usus bayi banyak mengansung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi
bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
MANIFESTASI KLINIS IKTERUS NEONATORUM
Pengamatan icterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak
kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 ,g/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg/dl = 17,1 mikro
mol/L). Salah satu pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah
dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau
kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang
telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus
merah dan nucleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata
berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku dan
opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otak, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai
ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental
Derajat ikterus pada neonates menurut Kramer
9. Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin
indirek (umol/L)
1
2
3
4
5
Kepala dan leher
Pusat-leher
Pusat-paha
Lengan+tungkai
Tangan+kaki
100
150
200
250
>250
Penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannya
Waktu Diagnosis banding
Hari ke 1 Penyakit hemolitik (bilirubin indirek)
Inkompatibilitas darah (Rh, ABO)
Sterositosis
Anemia hemolitik non sterositosis
Ikterus obstruktif (bilirubin direk)
Hepatits neonatal
Hari ke 2
sampai ke 5
Kuninag apada bayi premature
Kuning fisiologik
Sepsis
Darah ekstravaskular
Polisitemia
Sterositosis kongenital
Hari ke 5
sampai 10
Sepsis
Kuning karena ASI
Defisiensi G6PD
Hipotiroidisme
Galaktosemia
Obat-obatan
Hari ke 10
sampai lebih
Atresia biliaris
Hepatitis neonatal
Kista koledokus
Sepsis (terutama infeksi saluran kemih)
Stenosis pilorik
10. Jakarta, Deskripsi
Porfiria adalah gangguan yang mengakibatkan penumpukan zat kimia yang disebut porfirin dalam tubuh.
Porfirin sebenarnya bahan kimia tubuh yang normal, namun tidak normal jika jumlahnya bertambah
banyak.
Penyebabnya biasanya adalah mutasi gen yang diturunkan, namun faktor lingkungan dapat memicu
perkembangan gejala pada beberapa jenis porfiria. Porfiria biasanya mempengaruhi sistem saraf, kulit
atau keduanya. Tanda-tanda spesifik dan gejala porfiria bergantung pada gen yang tidak normal.
Gejala
Terdapat adalah dua kategori umum porfiria yakni porifiria akut dan porifiria kulit.
Porfiria akut. Penyakit porifiria menyebabkan gejala-gejala pada sistem saraf dan kulit. Serangan porfiria
akut jarang terjadi sebelum pubertas dan sesudah menopause pada wanita. Tanda dan gejala dapat
berlangsung satu sampai dua minggu.
Tanda-tanda kemungkinan dan gejala termasuk:
1. Insomnia
2. Kecemasan atau gelisah
3. Sakit perut parah
4. Sembelit
5. Muntah
6. Diare
7. Sakit di kaki, lengan, atau punggung
8. Nyeri otot, kesemutan, mati rasa, kelemahan atau kelumpuhan
9. Dehidrasi
10. Keringat berlebihan
11. Kejang
12. Kebingungan
13. Halusinasi
14. Disorientasi
15. Paranoia
16. Urin berwarna merah
17. Tekanan darah tinggi
Porfiria kulit. Penyakit porifiria kulit menyebabkan gejala kulit terlalu sensitif terhadap sinar matahari,
tetapi tidak mempengaruhi sistem saraf. Beberapa bentuk porfiria kulit mulai menunjukkan tanda-tanda
dan gejala ketika bayi atau masa kanak-kanak, yaitu:
1. Gatal
2. Nyeri dan kemerahan pada kulit (eritema)
3. Pembengkakan kulit (edema)
4. Kulit melepuh
5. Urin berwarna merah
Penyebab
Porfiria timbul akibat gangguan produksi zat dalam tubuh yang disebut heme. Heme ditemukan dalam
semua jaringan, paling banyak ditemui pada sel darah merah, sumsum tulang dan hati. Heme adalah
11. komponen utama hemoglobin, protein kaya besi yang memberikan warna merah pada darah.
Hemoglobin memungkinkan sel darah merah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian
tubuh dan membawa karbon dioksida dari bagian lain tubuh ke paru-paru sehingga dapat dilepaskan
ketika menghembuskan napas.
Ada delapan enzim yang mengubah bahan kimia yang disebut porfirin menjadi heme. Pada porfiria,
mewarisi mutasi salah satu gen yang terlibat dalam produksi heme dapat menyebabkan kekurangan
enzim, yang dapat menyebabkan porfirin menumpuk dalam tubuh. Meskipun porfirin adalah bahan kimia
tubuh yang normal, tidak normal jika jumlahnya bertambah banyak.
Sebagian besar porfiria diwariskan. Beberapa bentuk penyakit ini disebabkan warisan gen cacat dari
salah satu orangtua, beberapa bentuk lain berasal dari kedua orang tua. Kecacatan gen ini menyebabkan
satu atau lebih enzim yang terlibat dalam proses pengubahan porfirin menjadi heme tidak berjalan
normal.
Seseorang yang mewarisi gen penyebab porfiria tidak berarti bahwa ia akan menunjukkan tanda-tanda
dan gejala. Ia dapat memiliki porfiria laten dan tidak pernah memiliki tanda-tanda dan gejala. Namun
porifiria laten ini akan menjadi operator atas sebagian besar gen yang abnormal.
Faktor lingkungan dapat memicu perkembangan tanda dan gejala pada beberapa jenis porfiria. Ketika
terkena pemicunya, permintaan tubuh atas produksi heme meningkat. Hal ini akan menguasai enzim
yang kekurangan dan menyebabkan tanda-tanda dan gejala porifiria.
Pemicunya antara lain:
1. Obat-obatan (paling sering adalah barbiturat dan antibiotik sulfonamid. Pil KB dan obat penenang juga
dapat menyebabkan gejala-gejala)
2. Diet atau puasa
3. Merokok
4. Infeksi
5. Stres
6. Penggunaan alkohol
7. Menstruasi
8. Paparan sinar matahari
9. Kelebihan zat besi dalam tubuh
Pengobatan
Pengobatan porfiria akut berfokus untuk menghilangkan gejala. Mungkin memerlukan rawat inap untuk
kasus yang berat. Perawatannya termasuk:
1. Menghentikan obat yang dapat telah memicu gejala
2. Obat untuk mengontrol nyeri
3. Memberikan pengobatan infeksi atau penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala
4. Pemberian infus gula (glukosa) untuk menjaga asupan karbohidrat
5. Cairan infus untuk memerangi dehidrasi
6. Suntikan hemin atau hePorfiria, Kulit Melepuh Terkena Sinar Matahari
Pengobatan porfiria kulit berfokus pada mengurangi jumlah porfirin dalam tubuh dan untuk membantu
menghilangkan gejala, meliputi:
1. Pengeluaran darah untuk mengurangi zat besi dalam tubuh sehingga menurunkan kadar porfirin.
Mungkin perlu menjalani beberapa kali proses pengeluaran darah sebelum masuk tahap penyembuhan.
12. 2. Obat. Obat yang biasa digunakan untuk mengobati malaria; hydroxychloroquine (Plaquenil) dan
chloroquine (Aralen), dapat menyerap kelebihan porfirin membantu tubuh menyingkirkannya lebih cepat.
Obat-obat ini umumnya digunakan hanya pada orang yang tidak bisa mentolerir proses mengeluarkan
darah.
3. Beta karoten. Ini untuk pengobatan jangka panjang. Tubuh mengubah beta karoten menjadi vitamin A
yang diperlukan untuk kesehatan mata dan kulit. Beta karoten dapat meningkatkan toleransi kulit
terhadap sinar matahari.
Sumber: MayoClinic