SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  28
SILABUS

Nama Mata kuliah        : Etika Administrasi Negara
Kode M./SKS             : 3SKS
Standar Kompetensi      :

Pemahaman dan penghayatan tentang pentingnya nilai‐nilai etika dan moral
dalam tugas‐tugas administrasi negara merupakan hal penting bagi
sarjana administrasi karena dalam banyak hal kualitas kebijakan dan
pelaksanaan tugas‐tugas tersebut sangat ditentukan oleh penghayatan
etika tersebut.
Melalui mata kuliah ini mahasiswa akan diberikan landasan‐landasan
rasional yang mendasari norma‐norma etika yang harus dipegang dalam men
jalankan tugas ‐ tugas aministrasi negara.


Dosen Pengampu : SAIDAH HASBIYAH

Evaluasi
Ujian Tengah Semester
Ujian akhir Semester
Nilai Ujian =

Nilai Bonus diperoleh sebagai Reword dari inisiatif mahasiswa membuat
makalah, dan ringkasan materi perkuliahan yang ditentukan formatnya.


                  Garis‐garis Besar Program Perkuliahan
PENGERTIAN

                     Dalam Ensiklopedi Indonesia, Etika disebut sebagai “Ilmu tentang
                     kesusilaan yang menentukan bagaimana PATUTnya manusia hidup dalam
                     masyarakat ; apa yang BAIK dan apa yang BURUK”. Sedangkan
      BAGIAN I       secara etimologis, Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang
                     berarti KEBIASAAN atau WATAK.
                     Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah Etika selalu
ETIKA ADMINISTRASI   berhubungan dengan kebiasaan atau watak manusia (sebagai individu
                     atau dalam kedudukan tertentu), baik kebiasaan atau watak yang BAIK
                     maupun kebiasaan           atau watak      BURUK. Watak          baik    yang
                     termanifestasikan dalam kelakuan baik, sering dikatakan sebagai sesuatu
                     yang patut atau sepatutnya. Sedangkan                watak      buruk    yang
                     termanifestasikan dalam kelakuan buruk, sering dikatakan sebagai
                     sesuatu yang tidak patut patut atau tidak sepatutnya.
                     Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah Etika sering dipersamakan atau
                     dipergunakan secara bergantian dengan istilah Moral, Norma dan Etiket.
                     Beberapa pakar / kalangan tidak membedakannya secara prinsip, sedangkan
                     sebagian lain memberikan pembedaan-pembedaan sebagai berikut :
                         1. Prof. Judistira K. Garna, (Materi Kuliah Etika Kebijakan Publik, LAN-
                              UNPAD, 1997) dan Wahyudi Kumorotomo (Etika Administrasi
                              Negara, Rajawali, 1994 : 9) Moral menyatakan tindakan / perbuatan
                              lahiriah seseorang, atau daya dorong internal untuk mengarah
                              kepada perbuatan baik dan menghindari perbuatan                buruk.
                              Sedangkan Etika tidak hanya menyangkut tindakan lahiriah, tetapi
                              juga nilai mengapa dia bertindak demikian. Etika tumbuh dari
                              pengetahuan seseorang yang diberi makna kesepakatan sosial,
                              dan dijadikan acuan / tolok ukur moralitas masyarakat.
                         2. Robert C. Solomon (Etika : Suatu Pengantar, Erlangga : 1987 : 2-18)
                              Moral menekankan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang
                              khusus (misalnya rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa),
                              diluar ketaatan pada peraturan. Sedangkan Etika berkenaan dengan
                              dua hal : 1) disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang
                              dianut manusia beserta pembenarannya, dan 2) hukum yang
                              mengatur tingkah laku manusia.
                         3. William K. Frankena dalam Kumorotomo (1994 : 7) Etika mencakup
                              filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Moralitas
                              merupakan instrumen kemasyarakatan yang berfungsi sebagai
                              penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku
                              yang disebut bermoral. Dengan demikian, moralitas akan serupa
dengan hukum disatu pihak dan dengan etiket dipihak lain.                    Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
       Bedanya dengan etiket, moralitas memiliki pertimbangan yang jauh             kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia.
       lebih tinggi tentang ‘kebenaran’ dan ‘keharusan’. Disamping itu,             Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Materialisme yang
       moralitas juga dapat dibedakan dengan hukum, sebab ia tidak                  mengajarkan bahwa alat pokok untuk memenuhi kepuasan
       dapat diubah melalui tindakan legislatif, eksekutif maupun yudikatif.        manusia adalah materi.
       Demikian pula sanksi dalam moralitas tidak melinatkan paksaan           4.   Eudaemonisme (Eudaemonismos = bahagia)
       fisik atau ancaman, melainkan lebih bersifat internal misalnya               Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan
       berwujud rasa bersalah, malu, dan sejenisnya.                                kebahagiaan kepada manusia. Bedanya dengan hedonisme,
                                                                                    kebahagiaan lebih bersifat kejiwaan. Dengan             kata   lain,
                                                                                    kebahagiaan merupakan         kebaikan    tertinggi (prima   facie).
SUMBER (PROSES PEMBENTUKAN) & IMPLEMENTASI ETIKA                                    Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Stoisisme yang
                                                                                    mengemukakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia
Munculnya Etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku dapat                         harus menggunakan          akal pikirannya      ;   bukan mencari
terbentuk dalam dua macam proses, yaitu :                                           “kebijaksanaan”      dengan cara menyendiri atau mengendapkan
    1. Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia                  perasaan seperti seorang pengecut.
        karena pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-nilai tertentu     5.   Utilitarianisme
        (khususnya agama / religi).                                                 Perbuatan yang dianggap baik secara susila ialah “guna /
    2. Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara               manfaat”. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang
        kolektif, misalnya sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah         mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest
        jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk          number, dan John Stuart Mill. Sempalan dari ajaran ini antara
        etika birokrasi. Sedangkan kasus Singapura menunjukkan bahwa                lain adalah aliran pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo
        etika berdisiplin (antri, membuang sampah) dibentuk oleh denda              positivisme (scientisme).
        yang sangat besar bagi pelanggarnya.                                   6.   Vitalistis
                                                                                    Norma perbuatan baik adalah yang mempunyai kekuatan paling
Sementara itu, implementasi Etika sebagai suatu pedoman bertingkah                  besar. jadi, orang / kelompok yang paling kuat dan dapat
laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni internal (kedalam)           menguasai orang / kelompok lain dianggap sebagai orang /
dan eksternal (keluar). Dari aspek ‘kedalam’, seseorang akan selalu                 kelompok yang baik. Atau menurut Nietzsche, perilaku yang baik
bertingkah laku baik meskipun tidak ada orang lain disekitarnya. Dalam hal          adalah yang menambah daya hidup, sedangkan perilaku yang
ini, etika lebih dimaknakan sebagai moral. Sedangkan dalam aspek                    buruk adalah yang merusak daya hidup.
‘keluar’, implementasi Etika akan berbentuk sikap / perbuatan / perilaku       7.   Idealisme
yang baik dalam kaitan interaksi dengan orang / pihak lain.                         Pusat pengertian aliran ini ialah kebebasan atau penghormatan
                                                                                    kepada pribadi manusia. Ajaran ini terdiri dari 3 komponen, yaitu
ALIRAN DALAM ETIKA                                                                  idealisme rasionalistik (akal pikiran sebagai penuntun tingkah
   1. Teologisme                                                                    laku), idealisme estetik (kehidupan manusia dilihat dari perspektif
      Prinsip atau asas etika menurut aliran ini, sesuatu yang baik, susila         karya seni), dan idealisme etik (menentukan ukuran moral dan
      atau etik, adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dan                      kesusilaan terhadap kehidupan manusia).
      sebaliknya.
   2. Naturalisme
      Perbuatan yang dianggap baik adalah yang sesuai dengan hukum
      alam.
   3. Hedonisme (Hedone = perasaan akan kesenangan)
TDL, peningkatan tunjangan struktural pejabat tinggi,          pembentukan
                                                                             lembaga-lembaga ekstra struktural yang membebani anggaran, dan
                                                                             sebagainya.
                                                                             Dikaitkan dengan definisi etika sebagaimana disebutkan diatas, maka suatu
                                                                             kebijakan publik hendaknya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai BENAR –
                                                                             SALAH, tetapi harus lebih dikembangkan kepada sosialisasi nilai-nilai
                                                                             BAIK – BURUK. Sebab, suatu tindakan yang benar menurut hukum, belum
                                                                             tentu baik secara moral dan etis. Sebagai contoh dapat ditunjukkan
                                                                             kasus-kasus sebagai berikut :
                                                                                 1. Kasus perijinan HPH. Secara yuridis, penebangan hutan secara
                                                                                     besar-besaran dengan alasan untuk menghasilkan devisa dapat
                                                                                     dibenarkan karena perusahaan yang bersangkutan telah memiliki
                                                                                     ijin yang legal. Namun secara etis tindakan tersebut sangat tidak
                                                                                     dibenarkan (dan karenanya tidak dapat dikatakan sebagai
                                                                                     perbuatan baik), sebab menimbulkan kerusakan alam yang
                                                                                     sangat hebat serta menggusur kepentingan penduduk asli.
                                                                                 2. Kasus Korupsi. Dengan menggunakan pendekatan yuridis, setiap
                                                                                     pertanggungjawaban keuangan yang dapat dibuktikan secara
                                                                                     formal tidak dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana korupsi,
ARTI PENTING ETIKA BAGI ADMINISTRASI PUBLIK                                          meskipun secara materiil tindak pidana tersebut telah terjadi.
                                                                                     Konkritnya, jika pembangunan suatu mega proyek secara riil
Sebagaimana diketahui, Birokrasi atau Administrasi Publik memiliki                   menghabiskan biaya 10 trilyun, tetapi dalam kuitansi maupun
kewenangan bebas untuk bertindak (discretionary power atau freies                    nota-nota       keuangan       lainnya tercantum 15 trilyun, maka
ermessen) dalam rangka memberikan pelayanan umum (public service) serta              sesungguhnya telah terjadi korupsi sebesar 5 trilyun, meskipun
menciptakan kesejahteraan masyarakat (bestuurzorg). Untuk itu, kepada                secara hukum tidak terjadi.
birokrasi diberikan kekuasaan regulatif, yakni tindakan hukum yang sah               Tindakanmemanipulasi angka ini jelas tidak etis dan tidak
untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui instrumen yang disebut                   bermoral. Itulah sebabnya kemudian muncul anekdot bahwa
kebijakan publik (public policy).                                                    Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi terbesar di
Perumusan (formulation) dan penerapan (implementation) kebijakan publik              dunia, namun dengan jumlah koruptor terkecil di dunia.
ini harus dilakukan sebaik mungkin, sebab suatu kebijakan pemerintah tidak           Mengingat kelemahan dalam pendekatan yuridis yang selama ini
hanya mengandung konsekuensi yuridis semata, tetapi juga konsekuensi                 diterapkan, maka perlu dikembangkan pendekatan baru dalam
etis atau moral. Sebagai suatu produk hukum, kebijakan publik berisi                 perumusan kebijakan publik, yakni pendekatan etika / moral.
perintah (keharusan) atau larangan. Barangsiapa yang melanggar                       Konsekuensi dari pendekatan baru ini adalah bahwa suatu
perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka ia                 kebijakan publik harus mempertimbangkan hal-hal
akan dikenakan sanksi tertentu pula. Inilah implikasi yuridis dari suatu             sebagai berikut :
kebijakan publik. Dengan kata lain, pendekatan yuridis terhadap kebijakan            1. Keterikatannya untuk menjamin terselenggaranya kepentingan
publik kurang memperhatikan aspek dampak dan / atau kemanfaatan dari                       / kesejahteraan rakyat banyak.
kebijakan tersebut. Itulah sebabnya, sering kita saksikan bahwa                      2. Keterikatannya dengan upaya untuk memajukan daerah /
kebijakan pemerintah sering ditolak oleh masyarakat (public veto) karena                   tanah air dimana kebijakan tersebut dirumuskan.
kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat.
Beberapa contoh konkrit kebijakan yang tidak populer dimata masyarakat
adalah : pembangunan waduk, pengurangan / penghapusan subsidi BBM /
Gambaran diatas mengindikasikan bahwa sempurnanya suatu tugas atau
fungsi aparatur pemerintah (baik individu maupun organisasi) ditentukan
oleh tingkat profesionalisme dan kualifikasi manusia pendukungnya.
Namun, kemampuan teknis (skill) dan keluasan wawasan (knowledge) saja
belum cukup memadai untuk menumbuhkan kepercayaan dan rasa kepuasan
dihati masyarakat. Mau tidak mau, birokrasi mestilah memiliki pula moral,
etika maupun sikap dan perilaku yang terpuji dan patut di contoh (attitude).
Adapun perilaku birokrasi atau pejabat publik, paling tidak dibentuk oleh 5
(lima) norma, yaitu norma jabatan, norma sosial, norma profesi, norma
keluarga, serta norma-norma lainnya (hukum, kesopanan, kesusilaan).
Norma atau etika jabatan mempelajari perbuatan pegawai negeri yang
memegang jabatan tertentu dan berwenang untuk berbuat atau
bertindak       dalam      kedudukannya     sebagai      unsur    pemerintah
(BayuSuryaningrat, 1984 : 94). Norma sosial adalah seperangkat kaidah
atau nilai-nilai yang harus ditaati oleh seorang pejabat sebagai anggota
suatu komunitas sosial. Norma profesi adalah peraturan-peraturan baku
yang diperuntukkan bagi anggota suatu organisasi profesi dalam rangka
berinteraksi dengan anggota interrn organisasi maupun antar organisasi.
Sedangkan norma keluarga merupakan suatu kondisi mental seseorang
untuk menjunjung tinggi martabat dan kehormatan keluarga. Keseluruhan
norma diatas harus benar-benar dipahami oleh aparatur pemerintah,
dengan tidak memberikan bobot yang lebih dominan kepada salah
satunya. Manakala terdapat keseimbangan antar norma-norma tersebut,
diharapkan praktek pelayanan publik-pun tidak akan bersifat pilih kasih atau
pandang bulu. Semua lapisan masyarakat membutuhkan pelayanan birokrasi
(public service), tetapi yang lebih dibutuhkan adalah sikap keadilan (equity)
dari para birokrat.
Political will pemerintah untuk menciptakan sosok birokrasi yang memiliki
perilaku terpuji ini sebenarnya telah dilaksanakan secara sistematis,
seperti terlihat pada upaya implementasi Sapta Prasetya KORPRI,
penegakan peraturan disiplin pegawai (PP Nomor 30 tahun 1980), pemberian
Santi Aji secara berkesinambungan dan sebagainya. Hanya saja, dalam
implementasi di        lapangan masih sering ditemui oknum-oknum yang
melanggar kode etik PNS yang justru mengakibatkan rusaknya kredibilitas
dan akuntabilitas aparat dimata masyarakat. Inilah tantangan berat bagi
pemerintah dari struktur teratas sampai dengan struktur terendah, yang
harus segera diperbaiki pada masa-masa mendatang. Secara skematis,
pengaruh berbagai norma yang membentuk kepribadian seorang pejabat
publik dalam fungsi pelayanan, dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA                                                           dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi               sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau
para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika            mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus
sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah                     diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan
mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas).     yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini
Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam            diartikan sebagai:
prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan,           1. Kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.                                        2. Kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana
                                                                                         pilihannya tersebut.
Prinsip Keindahan                                                                    3. Kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa
senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia                     Prinsip Kebenaran
memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang          Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil
indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan         pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.                 ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat.
                                                                                Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila
Prinsip Persamaan                                                               belum dapat dibuktikan. Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang             prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam
sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan      hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah,
perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya.        dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan
Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.       mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah,
                                                                                dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan,
Prinsip Kebaikan                                                                persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat           orang.
kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya
berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat menghormati, kasih      MACAM – MACAM ETIKA
sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya            Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan
selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima   baik dan buruknya prilaku manusia :
oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang                 1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara
diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan                    kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar
kebaikan bagi masyarakat                                                                oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
                                                                                        deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
Prinsip Keadilan                                                                        keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan            2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai
kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu,                sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia
prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta             dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.                                    memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
                                                                                        kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau
tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
    1. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana            ETIKA DAN ETIKET
        manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil               Banyak kalangan menyamakan pengetrian etika dan etiket. Padahal kalau
        keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang   ditelusuri baik hakekat dan lahiriahnya, etikat dan etiket memiliki banyak
        menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur           perbedaan.
        dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
        di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai                 NO ETIKA                             ETIKET
        pengertian umum dan teori-teori.                                             1 Berasal dari kata Yunani Ethos,Berasal dari kata Inggris Ethics
    2. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar                    artinya adat, tata akhlak, watak,dan Perancis Etiquette, yang
        dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud :               sikap,    cara    berpikir,  lebihartinya sopan santun.
        Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang                   mengarah ke moral
        kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari               2 Menyangkut        apakah     suatuMenyangkaut cara melakukan
        oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan              perbuatan boleh dilakukan         sesuatu kepada orang lain
        itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan           3 Berlaku kapan saja walaupunBerlaku hanya kalau ada saksi di
        orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang                      tidak ada saksi                   sekitar
        dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak            4 Bersifat absolut                   Bersifat relatif
        etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau                 5 Memandang manusia dari lahirMemandang manusia dari lahirnya
        tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.              dan batin
    3. ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
        a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
             terhadap dirinya sendiri.
        b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
             perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap
diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial
menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis
terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun
tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian
luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah
menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling
aktual saat ini adalah sebagai berikut :
        1) Sikap terhadap sesama
        2) Etika keluarga
        3) Etika profesi
        4) Etika politik
        5) Etika lingkungan
        6) Etika idiologi
ETIKA ORGANISASI

                   Pentingnya peranan etika dalam organisasi tidak mungkin lagi dapat dibesar-
                   besarkan. Organisasi tidak mungkin berfungsi secara bertanggung jawab
                   tanpa memiliki etika ketika menjalankan urusan kesehariannya. Setiap
                   organisasi, baik publik maupun swasta, seyogianya memiliki dan menerapkan
     BAGIAN II     suatu tatanan perilaku yang dihormati setiap anggotanya dalam mengelola
                   kegiatan organisasi. Tatanan ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan
ETIKA ORGANISASI   utama bagi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan sehari-hari.
                   Tatanan ini digunakan untuk memperjelas misi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip
                   organisasi, serta mengaitkannya dengan standar perilaku profesional.


                   Nilai-nilai, Moral, dan Budaya Organisasi

                   Perilaku seseorang sebagaimana diketahui merupakan cerminan dari nilai-
                   nilai yang dianut oleh orang tersebut. Nilai-nilai yang diyakini oleh individu
                   tersebutlah yang mendasarinya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
                   tindakan/perilaku. Nilai-nilai itu pula yang menyebabkan seseorang terdorong
                   atau memiliki semangat untuk melakukan hal yang baik atau buruk, salah
                   atau benar. Seseorang akan melakukan suatu tindakan apabila dia yakin
                   bahwa tindakannya benar dan tidak akan melakukan suatu tindakan apabila
                   diyakininya bahwa tindakan itu salah, baik menurut nilai-nilai yang dianutnya
                   atau nilainilai yang berlaku dalam lingkungannya. Nilai-nilai tersebut dalam
                   kehidupan sehari-hari diacu juga sebagai moral atau moralitas.Dalam
                   organisasi, peran individu sangat penting, karena organisasi terbentuk
                   dengan adanya sekelompok orang yang saling berinteraksi dalam
                   mewujudkan tujuan tertentu. Organisasi adalah sistem hubungan yang
                   terstruktur yang mengoordinasikan suatu usaha individu atau kelompok orang
                   untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga dapat dipandang sebagai
                   koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan
                   umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi berdasarkan hierarki otoritas
                   dan tanggung jawab. Dengan demikian, organisasi dapat dipandang sebagai
                   entitas sosial yang terkoordinasi dengan batas-batas yang relatif dapat
                   diidentifikasi dan relatif berfungsi secara kontinyu untuk mencapai tujuan
                   bersama. Dari beberapa pengertian tentang organsasi dapat diketahui bahwa
                   dalam organisasi terdapat interaksi atau hubungan antarindividu dan/atau
                   antarkelompok untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama.
                   Interaksi antarorang atau antarkelompok yang memiliki nilai serta latar
                   belakang yang berbeda-beda akan saling memengaruhi satu sama lain
sehingga membentuk suatu nilai baru yang akan melandasi perilaku individu        2. Kebijakan dan praktik personel. Masalah ini berkenaan dengan etika
untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, etika               kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan,
organisasi dapat pula diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang                pemberhinetian dan masalah pension anggota organisasi. Kewajiban
diharapkan dari setiap individu dan kelompok dalam organisasi, yang pada            umum organisasi adalah berlaku adil pada anggota organisasi yang
akhirnya akan membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan visi, misi,           prospektif disetiap jenjang karirnya.
dan tujuan organisasi.                                                           3. Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi.
                                                                                    Perjanjian eksplisit dan implicit antara pegawai dengan organisasi
                                                                                    yang memperkerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi
MASALAH ETIKA DALAM ORGANISASI                                                      untuk memperhatikan faktor – faktor yang secara jelas
                                                                                    mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun masalah etika muncul
Masalah etika selalu muncul dalam situasi yangmelibatkan orang lain, tetapi         bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan
seringkali organisasi lebih banyak menyoroti masalh etika ini daripada pihak –      pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi
pihak lainnya. Pelanggaran terhadap etika yang telah diterima secara umum           prestasi kerja mereka dalam organisasi, misalnya segala sesuatu
merupakan masalah yang harus diwaspadai dalam organisasi. Bagi sebagian             yang terjadi selama cuti yang mungkin mempengaruhi citra
orang perilaku etis dalam organisasi tidak selalu penting. Charles Saxon,           organisasi, keikutsertaan dalam masalah – masalah public seperti
kartunis majalah The New Yorker, menerbitkan serial kartun bisnis berjudul “        kegiatan masyarakat dan organisasi pelayanan, kontribusi pada
kejujuran adalah salah satu kebijakan yang lebih baik”, Tampaknya Saxon             badan – badan amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan
berpendapat bahwa dikusi etika dalam organisasi bisnis diperlukan, dan              politik.
mungkin bermanfaat bagi kita untuk mempelajari beberapa masalah etika
dalam konteks pembuatan keputusan mengenai pekerjaan dalam organisasi.
Bidang karier apapun yang anda putuskan untuk anda tekuni, pasti mencakup        DIMENSI ETIKA DALAM ORGANISASI
sejumlah dilemma dan paradoks mengenai etika kehidupan yang
sesunguhnya. Lantas apakah yang dimaksud dengan etika ? Sekelompok               Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara
teoritis (Solomon & Hanson, 1985) mengemukan bahwa etika berkaitan               bergaul atau berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika tersebut dalam suatu
dengan pemikiran dan cara bersikap, pemikiran mengenai etika terdiri dari        organisasi dituangkan dalam aturan atau ketentuan hukum, baik tertulis
evaluasi masalah dan keputusan dalam arti bagaimana kedua hal ini memberi        maupun tidak tertulis. Aturan ini mengatur bagaimana seseorang harus
andil pada kemungkinan penigkatan seseorang seraya menghindari akibat            bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi dengan orang lain di dalam
yang merugikan orang lain dan diri sendiri. Perilaku etis berhubungan dengan     suatu organisasi dan dengan masyarakat di lingkungan organisasi
tindakan yang sesuai dengan keputusan yang relevan, yang sejalan dengan          tersebut. Cukup banyak aturan dan ketentuan dalam organisasi yang
seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan akibat            mengatur struktur hubungan individu atau kelompok dalam organisasi
yang merugikan orang lain.                                                       serta dengan masyarakat di lingkungannya sehingga menjadi kode etik
Masalah etika dalam organisasi dapat dibagi dalam dua kategori :                 atau pola perilaku anggota organisasi bersangkutan.
    1. yang menyangkut praktik – praktik organisasi di tempat kerja, dan
    2. yang menyangkut keputusan perorangan                                      Birokrasi

Praktik – praktik Organisasi                                                     Nilai-nilai yang berlaku dalam suatu organisasi secara konseptual telah
   1. Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan. Masalah ini               dikembangkan sejak munculnya teori tentang organisasi. Salah satu teori
        berhubungan dengan cara organisasi memperlakukan anggotanya.             klasik tentang organisasi yang cukup dikenal dan sangat berpengaruh
        Dari sudut pandang sebagian besar anggota oraganisasi,                   terhadap pengembangan organisasi adalah birokrasi. Menurut teori ini,
        kepentingan organisasi didahulukan dan kepentingan anggota               ciri organisasi yang ideal yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku yang
        dijadikan yang paling akhir.                                             harus dianut oleh setiap anggota organisasi adalah:
1.   Adanya pembagian kerja                                                Disiplin
   2.   Hierarki wewenang yang jelas
   3.   Prosedur seleksi yang formal                                          Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yang mengatur
   4.   Aturan dan prosedur kerja yang rinci, serta                           organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari kepemimpinan yang
   5.   Hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi.                 efektif, saling pengertian yang jelas antara pimpinan dan para pegawai
                                                                              tentang peraturan organisasi, serta penerapan sanksi yang adil bagi yang
                                                                              menyimpang dari peraturan tersebut.
Teori birokrasi menempatkan setiap anggota organisasi dalam suatu hierarki
struktur yang jelas, setiap pekerjaan harus diselesesaikan berdasarkan        Kesatuan Perintah
prsedur dan aturan kerja yang telah ditetapkan, dan setiap orang terikat
secara ketat dengan aturan-aturan tersebut. Selain itu, hubungan              Setiap pegawai hanya menerima perintah dari satu orang atasan. Tidak boleh
antarindividu dalam organisasi dan dengan lingkungan di dalam organisasi      terjadi ada dua nakhoda dalam satu kapal.
hanya dibatasi dalam hubungan pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Dalam model organisasi ini pola perilaku yang berkembang       Koordinasi
bersifat sangat kaku dan formal.
                                                                              Pimpinan harus sanggup menyelaraskan aktivitas bawahan ke arah tujuan
Prinsip Manajemen Organisasi                                                  yang ditetapkan.
Berbeda dengan teori birokrasi terdapat teori lain yang mengidentifikasi      Mendahulukan kepentingan organisasi
prinsip-prinsip manajemen organisasi. Prinsip-prinsip ini cukup banyak
diadopsi oleh para pimpinan organisasi, baik publik maupun swasta. Prinsip-   Kepentingan organisasi      lebih    diutamakan   ketimbang    kepentingan
prinsip ini bahkan ditemukan juga dalam oragnisasi yang dikelola secara       perseorangan.
birokratis. Prinsip-prinsip tersebut adalah pembagian kerja, wewenang,
disiplin, kesatuan perintah (komando), koordinasi, mendahulukan kepentingan   Remunerasi/Pengupahan yang Wajar
organisasi, remunerasi, sentralisasi versus desentralisasi, inisiatif, dan
kesektiakawanan kelompok.                                                     Para pegawai harus digaji sesuai dengan kinerja yang mereka tunjukkan. Ini
                                                                              yang sekarang diacu sebagai penghargaan berbasis kinerja (performance
Pembagian kerja                                                               based                                                            reward).
Pembagian kerja yang sangat spesifik dapat meningkatkan kinerja dengan
cara membuat para pekerja lebih produktif. Para spesialis dipandang akan      Sentralisasi Versus Desentralisasi
sangat mahir dengan spesialisasinya karena hanya melakukan bagian
tertentu dari suatu pekerjaan.                                                Dalam pengambilan keputusan perlu dipilih cara yang paling menguntungkan,
                                                                              karena sentralisasi dan desentralisasi masing-masing memiliki kelebihan dan
Wewenang                                                                      kelemahan.

Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, setiap anggota harus diberi       Inisiatif
kewenangan tertentu seimbang dengan tugas yang dipikulnya. Selanjutnya        Organisasi hidup dalam lingkungan masyarakat yang selalu berkembang dan
setiap wewenang yang diberikan harus diikuti dengan tanggung jawab yang       bersaing dengan organisasi lainnya. Agar dapat bertahan hidup dan
seimbang pula.                                                                berkembang, organisasi harus membuka diri dan mampu menyesuaikan diri
                                                                              dengan perkembangan tersebut. Untuk itu, diperlukan inisiatif untuk
melakukan inovasi. Pimpinan harus memiliki inisiatif dan mampu menciptakan        mengatur bagaimana hubungan antaranggota dalam organisasi
iklim yang memungkinkan munculnya berbagai inisiatif baru yang inovatif.          (bawahan dengan pimpinan, bawahan dengan bawahan, pimpinan
Dalam menghadapi situasi yang bersifat rutin pun inisiatif tetap diperlukan.      dengan pimpinan) serta organisasi dengan lingkungannya. Dengan
                                                                                  demikian, dapat disimpulkan bahwa dimensi perilaku individu dalam
Kesetiakawanan kelompok                                                           organisasi atau etika organisasi dapat dikelompokkan sebagai
                                                                                  berikut.
Pimpinan harus mampu menggalang rasa kesetiakawanan (Esprit de corps)
antaranggota organisasi sehingga mereka memiliki semangat sebagai satu
tim yang solid. Perasaan ini sangat penting karena hal tersebut akan
menimbulkan kekuatan dan semangat kelompok, kebanggaan terhadap
organisasi, dan kesetiaan anggota kepada organisasi.

Prinsip Manajemen Keilmuan

Prinsip lain yang juga cukup berpengaruh dalam pengembangan pola perilaku
dalam organisasi adalah prinsip organisasi yang diacu sebagai manajemen
keilmuan. Prinsip ini berkenaan dengan gerakan perubahan sikap/perilaku
dari dua pihak yang terlibat langsung dalam organisasi yaitu pegawai (buruh)
dan pemilik (majikan). Prinsipprinsip yang terkandung dalam manajemen
keilmuan antara lain sebagai berikut.
    • Dalam melaksanakan pekerjaan digunakan pedoman kerja atau
         aturan kerja yang disusun berdasarkan hasil penelitian. Sifat dan
         karakteristik setiap jenis pekerjaan harus diteliti sehingga diperoleh
         pedoman khusus bagi setiap jenis pekerjaan sebagai pedoman
         pelaksanaan tugas.
    • Para pegawai harus dipilah secara keilmuan yang didasarkan atas
         penelitian terhadap bakat dan keahlian yang sesuai dengan jenis
         pekerjaan yang akan dilakukan. Sementara itu, pegawai yang sudah
         ada perlu dididik dan dilatih sehingga memiliki tingkat kemampuan
         dan keterampilan yang tinggi. Organisasi dapat mencapai tingkat
         efisiensi yang tinggi jika para pegawai melaksanakan tugas dengan
         memanfaatkan keahliannya secara maksimal.
    • Pembinaan hubungan kerja sama yang baik antara pimpinan dan
         pegawai.
    • Adanya tanggung jawab bersama antara pimpinan dan pegawai
         dalam pelaksanaan tugas.
    • Kinerja pegawai dihargai sesuai dengan tingkat produktivitas yang
         ditunjukkan
         Beberapa pendapat tersebut di atas mengatur tentang perilaku dalam
         organisasi yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
         Namun, pada dasarnya semua teori tersebut pada hakikatnya
ETIKA BIROKRASI

                  Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat
                  menarik dibahas, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan
    BAGIAN III    berwibawa. Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat
                  birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang
                  telah ditetapkan. Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
ETIKA BIROKRASI   sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam
                  melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat
                  fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau
                  regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika
                  Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut
                  dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang
                  seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang
                  sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan.
                  Menjadi permasalahan sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika
                  dalam Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis
                  atau tidak, bagaimana dengan kondisi saat itu dan tempat daerah tertentu
                  yang mengatakan bahwa itu etis saja di daerah kami atau dapat dibenarkan,
                  namun ditempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi
                  sangat terpergantung dari seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah
                  mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sangsi apa
                  yang akan diterapkan sangsi social moral ataukah sangsi hukum, semua ini
                  sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan
                  aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.

                  ALASAN PENTINGNYA ETIKA DALAM BIROKRASI

                  Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapakan kita, maka pasti
                  akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketiga kita mengharapkan
                  agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab,
                  kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi
                  mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita
                  mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma
                  atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita
                  inginkan itu adalah Etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat Birokrasi
                  tadi. Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan
                  dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel,
                  menurut Agus Dwiyanto, bahwa :pertama masalah – masalah yang dihadapi
oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks.               sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani,
Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai         diatur dan diberdayakan.Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku
masalah – masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus              agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan
diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalh yang            tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan
berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang    tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan
jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak           berperilaku di tengah-tengah masyarakat.
dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing –
masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain.Dalam          DARIMANA ETIKA BIROKRASI DIBENTUK.
kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat
birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih    Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan                      masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan
kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area          atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu.
“seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan            Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap
meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi                dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam
mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada        penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari
para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang                     fungsi aparat birokrasi itu sendiri. Di negara kita yang masih kental budaya
dihadapinya. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan            paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak atau pemimpin
dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika           pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat
yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk       sulit bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang
melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi        dilakukannya itu tidak etis atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan
dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu              malah manut saja melihat perilaku yang adan dalam jajaran aparat birokrasi.
menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini       Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi
hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran       atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan
dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan         pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi
implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya.         merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai kewengan
Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi            untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya menurut versi atau
penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan             pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan apa yang aturan main di dalam
etika birokrasi.Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi       masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung
pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk                 diseragamkan melalui peraturan Kepegawaian yang telah diatur dari Birokrasi
mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang          tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan tugasnya
telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika          dia berada di tengah-tengah masyarakat, yang jadi pertanyaan sekarang
kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi   apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang mengetur
para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan              Aparat Birokrasi dapat dapat dikatakan Etis pula dalam masyarakat ataupun
etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan       sebaliknya. Menurut Drs. Haryanto,MA dalam makalahnya mengatakan
praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan        bahwa : Adalah sulit untuk menyetujui atau tidak mengenai perlunya Etika
kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Dari alasan yang          tersebut diundangkan secara formal. Etika sebagaimana telah dikatakan
dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi      sebelumnya sangat terkait dengan moralitas yang mana di dalamnya memiliki
menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini,      pertimbangan-pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang apa yang disebut
hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi tiu     sebagai ‘kebenaran dan ketidakbenaran’ dan ‘kepantasan dan
sendiri yang seiring dengan semakin komplesnya permasalahan yang ada            ketidakpantasan’. Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia
dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Birokrat itu          sering dikaitkan dengan Etika Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat
ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita, sehingga terkadang          biasanya tidak tertulis dan sangsinya berupa sangsi social yang situasional
tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih jauh lagi        dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut.
disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu
diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana
penerapannya serta sangsi yang jelas dan tegas, ini semua mambutuhkan           PERATURAN KEPEGAWAIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PENERAPAN
kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk mentaatinya.               ETIKA BIROKRASI
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal      Berbicara tentang Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur
sangsi yang menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik      Birokrasi itu sendiri karena ketika kita Etika Birokrasi didengungkan secara
atau hukuman tetapi berupa sangsi social dalam masyarakt, seperti               tertulis memang belum diuraikan dengan jelas namun secara eksplisit Etika
dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan          Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para
masyarakat tersebut, sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena       aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri, yang mana kita tahu bahwa
masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat). Begitu rumit        Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang
dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para               terstruktur dari pusat sampai kedaerah dan memiliki jenjang atau tingkatan
aparat birokrasi mudaj tergelincir atau terjerumus kedadalam perilaku yang      yang disebut hirarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku
menyimpang belum lagi karenan tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri,         para apata birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum atau norma aturan yang            Aparat Birokrasi secara kongrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu
perlu disepakati bersama untuk dilakukan dan diayomi dengan aturan hukum        Sipil maupun Militer, yang secara Organisatoris dan hirarkis melaksanakan
yang jelas dan sangsi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa             tugas dan fungsi masing-masing sessuai aturan yang telah ditetakan.Etika
pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia, seiring dengan itu oleh   Birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi Birokrasi atau
Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh          Pegawai Negeri yang secara structural telah diatur aturan mainnya, dimana
Drs. Haryanto, MA, tentang tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh      kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, yang telah diatur lewat Undang-
seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu :        undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
     1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta        (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia ( Sapta
         untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabata                 Prasetya KORPRI) dan dikalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut
         kedinasan.                                                             Sapta Marga. Dengan sendirinya Kode Etik itu dibaca secara bersama –
     2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia           sama pada kesempatan tertentu yang kadang –kadang diikuti oleh suatau
         melaksanakan transaksi untuk kepentingan dinas.                        wejangan dari seorang pimpinanupacara disebut inspektur upacara ( IRUP ),
     3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat it      maksudnya adalah untuk menciptakan kondisi – kondisi moril yang
         berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.                   menguntungkan         dalam    organisasi     yang     berpengalaman      dan
     4. Membocornakan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat           mempertumbuhkan sikap mentalyang diperlukan, juga untuk menciptakan
         rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak.                          moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera,
     5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah    upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan,
         yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin            dan upacara – upacara nasional.Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI
         pemerintah.                                                            dan lain-lain ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau
                                                                                mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai
Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku      sekarang belum diketahui sampai seberapa jauhnya dan juga belum dapat
dan tindakan oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan       dipantau secara jelas dari perbuatan seseorang apakah yang bersangkutan
kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk      melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya
itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang Etika            dan apa sangsinya, sehingga benar-benar dapat dipergunakan sebagai
ukuran atau criteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi       pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan yang telah
sehingga disebut beretika atau tidak.                                                ditentukan.
                                                                                     3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil
Tetapi apapun dan bagaimanapun maksud yang hendak dicapai dengan                          Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah
membentuk, menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat              menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang
Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin   baik, dianggap berjasa bagi negara dan masyarakat perlu diberikan
serta yang terpenting lebih memiliki moral yangg baik terhindar dari perbuatan       penghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda
tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme. Agar tercipta Aparat Birokrasi yang      jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya
lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah          sesuai pangkat, dengan harapan agar menjadi contoh kepada yang lain
itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang                  dalam melaksanakan tugas.
melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya             4. Keanggotaan Pegawai negeri dalam Partai Politik
dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai,                        Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan              agar lebih beretika dan bermoral, supaya terhindar dari kepentingan
kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para           partai politik, maka sebaiknya Pegewai Negeri yang bersangkutan
aparat Birokrasi.                                                                    memundurkan diri demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat
Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri                  birokrasi.
atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat          5. Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil
sebagai berikut :                                                                       Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri sipil diatur dalam Peratuiran
    1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil                                Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut
         Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan               antara lain diatur hal-hal sebagai berikut : Kewajiban, larangan, sangsi,
    secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan                tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan terhadap hukuman
    masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual, dimana                disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi
    diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsure aparatur negara yang             seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri. Peraturan disiplin
    penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang                  Pegawai Negeri yang menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2
    Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta          Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, antara lain mengatur
    tanggungjawabnya. Dlam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun                  tentang :
    1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujutkan Aparat                   a. Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan
    Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur                      Pemerintah.
    kedudukan, kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban          b. Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan
    dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang                             sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap
    kepegawaian.                                                                          menerima sangsinya.
                                                                                     c. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasi jabatan dengan sebaik-
                                                                                          baiknya.
    2.  Aturan menegnai kedudukan Pegawai Negeri sipil                               d. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan
        Pegawai Negeri sipil adalah unsure aparatur negara, abdi negara dan               negara.
    abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila,             e. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal
    UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan tugas                               yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah,
    pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat,                            terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material.
    mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat.                  f. Mentaati ketentuan jam kerja.
    Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa                g. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.
                                                                                     h. Bersikap adil dan bijaksana terhadaop bawahannya.
i.   Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya.           sangsi yang mengikat, sehingga diharapkan pelaksanannya dapat membuat
   j.   Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan            aparat birokrasi lebih beretika. Jadi selain etika yang berlaku dalam
        kariernya.                                                            masyarakat dimana aparat birokrasi merupakan bagian dalam masyarakat,
   k.   Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan    maka secara otomatis dia harus terikat dengan aturan tersebut, sementara di
        santun terhadap masyarakat, sesama pegawai dan atasannya.             satu sisi Aparat Birokrsi mempunyai aturan main sendiri yang secara Nasional
                                                                              di Seluruh Indonesia dapat diterapkan yaitu tercermin dalam Sapta Pra Setya
   Sementara Larangan yang merupakan aturan main yang turut mengatur          Korpri bagi pegawai negeri dan Sapta Marga bagi TNI, serta aturan
   perilaku aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan    Kepegawaian yang berlaku dan juga ketentuan atau sangsi yang tegas dan
   Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai           nyata. Ini diharapkan dapat menjadi Kode Etik Birokrasi dan menjadi aturan
   Kode Etik Birokrasi, yaitu larangan seperti :                              main dalam dalam melaksanakan tugas dan fungsi Birokrasi agar dikatakan
   a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau                 birokrasi lebih beretika dan bermoral.
        martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil.
   b. Menyalahgunakan wewenangnya.
   c. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga
        milik negara.
   d. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari
        siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian
        itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri
        yang bersangkutan.
   e. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau
        martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
   f. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
   g. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan
        untuk mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi
        pemerintah.
   h. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam
        melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau
        pihak lain.

   Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat
   dipahami oleh pegawai negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar
   atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari Etika atau kode etik
   Pegawai Negeri yang notabenen merupakan aparat birokrasi.Selain
   Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga
   yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah
   sangsi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan
   tersebut di atas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peraturan kepegawaian juga dapat                                              BAGIAN IV
dijadikan salah satu bagian dari kode Etik Birokrasi yang nantinya dapat
mengatur segala bentuk tingkah laku dari Aparat Birokrasi dengan segala                                     ETIKA PROFESI
paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika
                                                                               tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk
                                                                               mengatur kehidupan bersama.Salah satu golongan masyarakat yang
                                                                               mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan
                                                                               kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya,
                                                                               yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian
                                                                               karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu
                                                                               kode     etik    profesi)   dan   diharapkan    menjadi   pegangan       para
                                                                               anggotanya.Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-
                                                                               perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai
                                                                               pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi),
                                                                               sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai
                                                                               contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
                                                                               demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
                                                                               daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.

                                                                               Prinsip-Prinsip Etika Profesi
                                                                                   1. Tanggung jawab
                                                                                       a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
                                                                                       b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau
                                                                                           masyarakatpada umumnya.
                                                                                   2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa
                                                                                       saja apayang menjadi haknya.
                                                                                   3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki
                                                                                       dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.

                                                                               Syarat-syarat suatu profesi :
                                                                                  1. Melibatkan kegiatan intelektual.
                                                                                  2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
                                                                                  3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar
                                                                                      latihan.
                                                                                  4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
                                                                                  5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
                                                                                  6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
                                                                                  7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
ETIKA PROFESI                                                                     8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

                                                                               SISTEM PENILAIAN ETIKA
PERANAN ETIKA DALAM PROFESI
Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan   Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik
orangsaja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang       atau jahat, susila atau tidak susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang
telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut
akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan
dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal
penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-
cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.Kalangan ahli
filsafat menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :
     1. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih
          berupa rencana dalam hati, niat.
     2. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
     3. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau
          buruk.

Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk
dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak,
kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh
perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi :
    1. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
    2. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.
    3. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
    4. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.




                                                                                       BAGIAN V

                                                                                 KONSEP ETIKA DALAM

                                                                                  KEBIJAKAN PUBLIK
bahwa standard-standard yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut
                                                                            sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang
                                                                            dilayani.

                                                                            Di tahun 1960-an, muncul lagi pemikiran baru lewat tulisan Golembiewski
                                                                            (dalam Keban, 1994: 51) menambah elemen baru yaitu standar etika mungkin
                                                                            mengalami perubahan dari waktu-kewaktu dan karena itu administrator harus
                                                                            mampu memahami perkembangan dan bertindak sesuai standard-standard
                                                                            perilaku tersebut. Pada permulaan tahun 1970-an, beberapa tulisan
                                                                            merefleksikan kecenderungan baru, tulisan Hart (dalam Keban, 1994)
                                                                            mempromosikan nilai-nilai social equity sebagai pedoman dasar administrasi
                                                                            negara, dan menyarankan teori keadilan dan rawls sebagai pedoman etika
                                                                            bagi masyarakat maupun administrator sebagai individu. Kecenderungan
                                                                            baru juga terlihat pada tulisan Henry (dalam Keban, 1994) yang menekankan
                                                                            tanggung jawab atau keharusan administrator publik untuk memperhatikan
                                                                            aspek etika, dan tidak hanya melekat pada aspek efesiensi, ekonomi, dan
                                                                            prinsip-prinsip administrasi. Menurut Henry, teori rawls tentang justice al
                                                                            fanicres sangat bermanfaat untuk dipertimbangkan dalam praktek
                                                                            administrasi negara. Dengan demikian aspek yang ditambahkan dalam
                                                                            permulaan tahun 1970-an ini adalah aspek keadilan dan tanggung jawab.
                                                                            Sejak permulaan tahun 1970-an ada beberapa tokoh penting yang sangat
                                                                            mempengaruhi etika administrator publik, dua diantaranya adalah John Rohr
                                                                            dan Terry L.Cooper. Rohr (dalam Keban,1994: 51-52) menyarankan agar
                                                                            administrator dapat menggunakan regime norms yaitu nilai-nilai keadilan,
                                                                            persamaan, dan kebebasan sebagai pengambilan keputusan terhadap
                                                                            berbagai alternatif kebijaksanaan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.
                                                                            Dengan cara demikian, administrator negara dapat menjadi etis (being
                                                                            ethical). Namun, menurut Cooper (dalam Keban,1994: 51) etika sangat
                                                                            melibatkan substantive reasoning tentang kewajiban, konsekwensi dan tujuan
                                                                            akhir; dan bertindak etis (doing ethics) adalah melibatkan pemikiran yang
KONSEP ETIKA DALAM KEBIJAKAN PUBLIK                                         sistematis tentang nilai-nilai yang melekat pada pilihan-pilihan dalam
                                                                            pengambilan keputusan. Pemikiran Cooper menunjukkan administrator yang
Pemikiran tentang etika kaitannya dengan pelayanan publik mengalami         etis adalah administrator yang selalu terikat pada tanggung jawab dan
perkembangan sejak tahun 1940-an melalui karya Leys (dalam Keban, 1994:     peranan organisasi, sekaligus bersedia menerapkan standard etika secara
50-51). Leys berpendapat: “bahwa seorang administrator dianggap etis        tepat pada pembuatan keputusan administrasi. Terkait dengan di atas,
apabila ia menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan      (Kumorotomo,1992: 7) mendefinisikan etika pelayanan publik sebagai suatu
dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata-       cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang
mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”Kemudian Tahun 1950-an,      mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur
muncul perkembangan pemikiran baru. Hal ini terlihat dalam karya Anderson   tingkah laku manusia yang dianggap baik.Sedangkan Darwin, 1999 (dalam
(dalam Keban, 1994: 51) menyempurnakan aspek standard yang digunakan        Widodo, 2001) mengartikan etika birokrasi sebagai seperangkat nilai yang
dalam pembuatan keputusan. Karya Anderson menambah suatu point baru,        menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia organisasi. Dalam
kaitan tersebut, (Widodo, 2001: 241) menyebutkan etika administrasi negara      sebagai masalah teknis dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai
adalah merupakan wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam               persoalan dalam bekerjanya birokrasi publik”. Birokrasi sebagai bentuk
melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.            organisasi yang ideal, telah merusak dirinya dan masyarakatnya dengan
Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya       ketiadaan norma-norma, nila-nilai dan etika yang berpusat pada manusia,
dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok fungsi dan                   Hummel (dalam Widodo, 2001: 246).
kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara.                Sementara pemahaman pelayanan publik yang disediakan oleh birokrasi
Menurut Fadillah (2001: 27) etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam      merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan
melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang                     abdi negara. Sehingga maksud dari publik servis tersebut demi
mengandung nilai¬nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah         mensejahterakan masyarakat. Kaitan dengan tersebut Widodo (2001: 269)
laku manusia yang dianggap baik. Sedangkan etika dalam konteks birokrasi        mengartikan, pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani)
menurut Dwiyanto (2002: 188) mengatakan, etika birokrasi digambarkan            keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas       organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan        ditetapkan.Sehubungan dengan itu, dikemukakan Thoha (1988: 119) kondisi
publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya. Etika harus     masyarakat terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat
diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan          kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari
kepentingan masyarakat luas.                                                    empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini, berarti masyarakat
Oleh karena etika mempersoalkan “baik-buruk” dan bukan “benar-salah”            semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga
tentang sikap, tindakan dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan           negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat
sesamanya baik dalam masyarakat maupun organisasi publik, maka etika            semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya
mempunyai peran penting dalam praktek administrasi negara.Dalam                 kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk
paradigma “dikotomi politik dan administrasi” sebagaimana dijelaskan oleh       melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah.
Wilson (dalam Widodo, 2001: 245) menegaskan, pemerintah memiliki dua            Dengan kondisi masyarakat semakin kritis, birokrasi publik dituntut mengubah
fungsi yang berbeda, yaitu fungsi politik yang berkaitan dengan pembuatan       posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang
kebijakan (public policy making) atau pernyataan apa yang menjadi keinginan     suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang
negara, dan fungsi administrasi yaitu, adalah berkenaan dengan pelaksanaan      suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong
kebijakan-kebijakan tersebut.Kekuasaan membuat kebijakan publik berada          menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis, dan dari cara-cara
pada kekuasaan politik (political master), dan melaksanakan kebijakan politik   yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha, 1988:
tersebut merupakan kekuasaan administrasi negara. Namun, administrasi           119).Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan tersebut, aparat
negara dalam menjalankan kebijakan politik tersebut memiliki kewenangan         birokrasi harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional,
secara umum disebut “discretionary power”, yaitu keleluasaan untuk              efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive,
menafsirkan suatu kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka       adaftif dan sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti
timbul suatu pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin              meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif
kewenangan itu digunakan secara “baik dan tidak secara buruk”. Atas dasar       menentukan        masa     depannya    sendiri    (Effendi,     1986:    213)
itulah etika di perlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan       Selanjutnya pelayanan publik yang professional adalah pelayanan publik
pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat       yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi
birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan          layanan yaitu aparatur pemerintah. (Widodo, 2001: 270-271). Ciri-cirinya yaitu
sebagai standar penilaian apakah perilaku aparat birokrasi dalam                :(1) efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk.                  dan sasaran;(2) sederhana mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
Beberapa pandangan yang mendukung arti pentingnya etika dalam etika             diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah
administrasi negara seperti dikutip (Kartasasmita, 1977) sebagai berikut:       dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
“Birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu dilihat     pelayanan;(3) kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya
kejelasan dan kepastian mengenai; (a) prosedur tata cara pelayanan, (b)           “sistim nilai”; (2) etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering
persyaratan pelayanan, baik teknis maupun persyaratan administrative, (c)         dikenal dengan “kode etik”; dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau
unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam            buruk, yang acapkali disebut “filsafat moral”. Pendapat seperti ini mirip
memberikan pelayanan, (d) rincian biaya/tartif pelayanan dan tata cara            dengan pendapat yang ditulis dalam The Encyclopedia of Philosophy yang
pembayarannya, dan (e) jadwal waktu penyelesaian pelayanan;(4)                    menggunakan etika sebagai (1) way of life; (2) moral code atau rules of
keterbukaan mengandung arti prosedur/tatacara persyaratan, satuan                 conduct, (Denhardt, 1988). Salah satu uraian menarik dari Bertens (2000)
kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian,             adalah tentang pembedaan atas konsep etika dari konsep etiket. Etika lebih
rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan     menggambarkan norma tentang perbuatan itu sendiri – yaitu apakah suatu
wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh       perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil barang milik
masyarakat, baik diminta maupun tidak;(5) efisiensi mengandung arti; (a)          orang tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan. Sementara etiket
persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung              menggambarkan cara suatu perbuatan itu dilakukan manusia, dan berlaku
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan                    hanya dalam pergaulan atau berinteraksi dengan orang lain, dan cenderung
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan,            berlaku dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu kepada
(b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dari satuan                  orang lain dengan tangan kiri merupakan cara yang kurang sopan menurut
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait;(6) ketepatan waktu kriteria ini      kebudayaan tertentu, tapi tidak ada persoalan bagi kebudayaan lain. Karena
mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan               itu etiket lebih bersifat relatif, dan cenderung mengutamakan simbol lahiriah,
dalam kurun waktu yang telah ditentukan;(7) responsif lebih mengarah pada         bila dibandingkan dengan etika yang cenderung berlaku universal dan
daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan             menggambarkan sungguh-sungguh sikap bathin.
dalam         aspirasi        masyarakat         yang       dilayani;     dan
(8) adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,         Pembahasan
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami
tumbuh kembang.                                                                   Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian
                                                                                  barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung
KONSEP ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK                                               jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui
                                                                                  kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas
Bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah             kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih
satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau            menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu
akhlak dan watak. Filsuf besar Aristoteles, kata Bertens, telah menggunakan       delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-hari di
kata etika ini dalam menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu tentang apa         bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Bertens juga               bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dsb. Tujuan pelayanan publik
mengatakan bahwa di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan                   adalah menyediakan barang dan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Barang
Purwadarminta, etika dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-            dan jasa yang terbaik adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa
asas akhlak (moral), sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia                 yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik yang
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), istilah etika disebut               terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap publik, kalau perlu
sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak         melebihi harapan publik. Dalam arti yang luas, konsep pelayanan public
dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan           (public service) identik dengan public administration yaitu berkorban atas
akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan         nama orang lain dalam mencapai kepentingan publik (Perry, 1989). Dalam
atau masyarakat. Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertens             konteks ini pelayanan publik lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-
berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu (1) etika sebagai nilai-   elemen administrasi publik seperti policy making, desain organisasi, dan
nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang            proses manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan           publik, dimana pemerintah merupakan pihak provider yang diberi tanggung
jawab. Buku Denhardt yang berjudul The Ethics of Public Service (1988)          dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam bertindak etis, atau dengan
merupakan contoh dari pandangan ini, dimana pelayanan publik identik            kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”. Alasan lain lebih berkenaan
dengan administrasi publik yang merupakan bagian dari manajemen ilmu            dengan lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan itu sendiri.
pemerintahan. Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat    Desakan untuk memberi perhatian kepada aspek kemanusiaan dalam
dan profesional standards (kode etik), atau moral atau right rules of conduct   organisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh Denhardt.
(aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi           Dalam literatur tentang aliran human relations dan human resources, telah
pelayanan publik atau administrator publik. Berdasarkan konsep etika dan        dianjurkan agar manajer harus bersikap etis, yaitu memperlakukan manusia
pelayanan publik di atas, maka yang dimaksudkan dengan etika pelayanan          atau anggota organisasi secara manusiawi. Alasannnya adalah bahwa
publik adalah suatu praktek administrasi publik dan atau pemberian              perhatian terhadap manusia (concern for people) dan pengembangannya
pelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian             sangat relevan dengan upaya peningkatan produktivitas, kepuasan dan
tuntunan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur hal-hal       pengembangan kelembagaan. Alasan berikutnya berkenaan dengan
yang “baik” yang harus dilakukan atau sebaliknya yang “tidak baik” agar         karakteristik masyarakat publik yang terkadang begitu variatif sehingga
dihindarkan.                                                                    membutuhkan perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai negeri dengan
                                                                                menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya”
Pentingnya Etika dalam Pelayanan Publik                                         merupakan prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu
                                                                                akan menghasilkan ketidak adilan, dimana calon yang dipekerjakan hanya
Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan antara                  berasal dari daerah tertentu yang relatif lebih maju. Kebijakan affirmative
administrasi dan politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator harus        action dalam hal ini merupakan terobosan yang bernada etika karena akan
sungguh-sungguh netral, bebas dari pengaruh politik ketika memberikan           memberi ruang yang lebih luas bagi kaum minoritas, miskin, tidak berdaya,
pelayanan publik. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi      dsb untuk menjadi pegawai atau menduduki posisi tertentu. Ini merupakan
administrasi – politik pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan   suatu pilihan moral (moral choice) yang diambil oleh seorang birokrat
kepada keterlibatan para administrator dalam keputusan-keputusan publik         pemerintah berdasarkan prinsip justice –as – fairness sesuai pendapat John
atau kebijakan publik. Sejak saat ini mata publik mulai memberikan perhatian    Rawls yaitu bahwa distribusi kekayaan, otoritas, dan kesempatan sosial akan
khusus terhadap “permainan etika” yang dilakukan oleh para birokrat             terasa adil bila hasilnya memberikan kompensasi keuntungan kepada setiap
pemerintahan. Penilaian keberhasilan seorang administrator atau aparat          orang, dan khususnya terhadap anggota masyarakat yang paling tidak
pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteria efisiensi,          beruntung. Kebijakan mengutamakan “putera daerah” merupakan salah satu
ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria         contoh yang populer saat ini. Alasan penting lainnya adalah peluang untuk
moralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau       melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam
kepentingan umum (Henry, 1995). Alasan mendasar mengapa pelayanan               pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publik tidak
publik harus diberikan adalah adanya public interest atau kepentingan publik    sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata lain begitu
yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki          kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu
“tanggung jawab” atau responsibility. Dalam memberikan pelayanan ini            sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu
pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus             sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi
mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa,           pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan
berapa banyak, dimana, kapan. Padahal, kenyataan menunjukan bahwa               kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang
pemerintah tidak memiliki tuntunan atau pegangan kode etik atau moral           sering menjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah
secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang          untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang
telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya,        ada. Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia,
tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan               pelanggaran moral dan etika dapat diamati mulai dari proses kebijakan publik
pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi       (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan atas
justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat    kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur,
Diktat etika lagi
Diktat etika lagi
Diktat etika lagi
Diktat etika lagi

Contenu connexe

Tendances

Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2
Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2
Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2Melpa Yanty
 
Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)
Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)
Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)nurul khaiva
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Oswar Mungkasa
 
LANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIALANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIASiti Sahati
 
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi BirokrasiReformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi BirokrasiTri Widodo W. UTOMO
 
Ppt implementasi negara hukum di era reformasi
Ppt implementasi negara hukum di era reformasiPpt implementasi negara hukum di era reformasi
Ppt implementasi negara hukum di era reformasirizka_pratiwi
 
Filsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaat
Filsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaatFilsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaat
Filsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaatRetno Wulandari
 
Pengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukumPengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukumAndrew Fritz
 
E government dalam pelayanan publik
E government dalam pelayanan publikE government dalam pelayanan publik
E government dalam pelayanan publikMuslimin B. Putra
 
Sumber sumber hukum tata negara
Sumber sumber hukum tata negaraSumber sumber hukum tata negara
Sumber sumber hukum tata negaraUzix Moch
 
Sistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david eastonSistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david eastondinnianggra
 
Birokrasi Kontekstual
Birokrasi KontekstualBirokrasi Kontekstual
Birokrasi KontekstualApner Krei
 
Implementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitas
Implementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitasImplementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitas
Implementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitasprih wardoyo
 
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governanceAdimarsi
 

Tendances (20)

Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2
Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2
Pengertian sistem, dan pengantar sistem politik indonesia pert 2
 
Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)
Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)
Part vii & viii (perumusan k ebijakan ideal)
 
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia. Konsep, Pencapaian, dan Agend...
 
HUGO DE GROOT
HUGO DE GROOTHUGO DE GROOT
HUGO DE GROOT
 
Apa itu etika.
Apa itu etika.Apa itu etika.
Apa itu etika.
 
LANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIALANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LANDASAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
 
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi BirokrasiReformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
 
Ppt implementasi negara hukum di era reformasi
Ppt implementasi negara hukum di era reformasiPpt implementasi negara hukum di era reformasi
Ppt implementasi negara hukum di era reformasi
 
Filsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaat
Filsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaatFilsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaat
Filsafat hukum pengertian ruang lingkup manfaat
 
Etika pembangunan
Etika pembangunanEtika pembangunan
Etika pembangunan
 
E goverment
E govermentE goverment
E goverment
 
Pengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukumPengantar ilmu hukum
Pengantar ilmu hukum
 
Materi kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi HukumMateri kuliah Antropologi Hukum
Materi kuliah Antropologi Hukum
 
E government dalam pelayanan publik
E government dalam pelayanan publikE government dalam pelayanan publik
E government dalam pelayanan publik
 
Etika Pemerintahan
Etika PemerintahanEtika Pemerintahan
Etika Pemerintahan
 
Sumber sumber hukum tata negara
Sumber sumber hukum tata negaraSumber sumber hukum tata negara
Sumber sumber hukum tata negara
 
Sistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david eastonSistem & sistem politik menurut david easton
Sistem & sistem politik menurut david easton
 
Birokrasi Kontekstual
Birokrasi KontekstualBirokrasi Kontekstual
Birokrasi Kontekstual
 
Implementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitas
Implementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitasImplementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitas
Implementasi pelayanan lanjut usia berbasis keluarga dan komunitas
 
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
 

En vedette

Bahan ajar etika pemerintahan
Bahan ajar etika pemerintahanBahan ajar etika pemerintahan
Bahan ajar etika pemerintahanSadam Jatnika
 
3 pembaharuan prajabatan
3 pembaharuan prajabatan3 pembaharuan prajabatan
3 pembaharuan prajabatanAmir Uddin
 
Ppt etika
Ppt etikaPpt etika
Ppt etikamonzol
 
Etika Administrasi Kelas E
Etika Administrasi Kelas EEtika Administrasi Kelas E
Etika Administrasi Kelas EDiana Hariyanti
 
Aktualisasi nilai asn
Aktualisasi nilai asnAktualisasi nilai asn
Aktualisasi nilai asnade supriatno
 
Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)
Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)
Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)Deddy Supriady Bratakusumah
 
Makalah administrasi negara
Makalah administrasi negaraMakalah administrasi negara
Makalah administrasi negaraHarles Janang
 
Moral Values & Character Building
Moral Values & Character BuildingMoral Values & Character Building
Moral Values & Character BuildingVR M
 

En vedette (12)

Etika administrasi temu 1 2
Etika administrasi temu 1 2Etika administrasi temu 1 2
Etika administrasi temu 1 2
 
Etika administrasi temu 5 6
Etika administrasi temu 5 6Etika administrasi temu 5 6
Etika administrasi temu 5 6
 
Bahan ajar etika pemerintahan
Bahan ajar etika pemerintahanBahan ajar etika pemerintahan
Bahan ajar etika pemerintahan
 
Etika Administrasi
Etika AdministrasiEtika Administrasi
Etika Administrasi
 
3 pembaharuan prajabatan
3 pembaharuan prajabatan3 pembaharuan prajabatan
3 pembaharuan prajabatan
 
Ppt etika
Ppt etikaPpt etika
Ppt etika
 
Etika Administrasi Kelas E
Etika Administrasi Kelas EEtika Administrasi Kelas E
Etika Administrasi Kelas E
 
Aktualisasi nilai asn
Aktualisasi nilai asnAktualisasi nilai asn
Aktualisasi nilai asn
 
Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)
Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)
Etika pemerintahan dalam membangun good governance (bahan lemhanas edit)
 
Makalah administrasi negara
Makalah administrasi negaraMakalah administrasi negara
Makalah administrasi negara
 
Moral Values & Character Building
Moral Values & Character BuildingMoral Values & Character Building
Moral Values & Character Building
 
Ethics
EthicsEthics
Ethics
 

Similaire à Diktat etika lagi

Etika dan Hukum Administrasi Publik
Etika dan Hukum Administrasi PublikEtika dan Hukum Administrasi Publik
Etika dan Hukum Administrasi PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikSiti Sahati
 
12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...
12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...
12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...Achmad Susmiyanto
 
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptxTUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptxadi setianegara
 
Tugas sofkill etika bisnis (janu eka)
Tugas sofkill etika bisnis (janu eka) Tugas sofkill etika bisnis (janu eka)
Tugas sofkill etika bisnis (janu eka) Janu W
 
Kel. 1 etika profesi
Kel. 1 etika profesiKel. 1 etika profesi
Kel. 1 etika profesiFarRhah Ay
 
Softskill teoritika etika bisnis
Softskill teoritika etika bisnisSoftskill teoritika etika bisnis
Softskill teoritika etika bisnisDedy Setiady
 
Shb makalah (etika dan sistem etika)
Shb makalah (etika dan sistem etika)Shb makalah (etika dan sistem etika)
Shb makalah (etika dan sistem etika)Yabniel Lit Jingga
 
Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)
Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)
Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)Melly Gunawan
 
Dasar-Dasar Pengertian Moral
Dasar-Dasar Pengertian MoralDasar-Dasar Pengertian Moral
Dasar-Dasar Pengertian MoralDedy Wiranto
 
siskom etika-profesi
siskom etika-profesisiskom etika-profesi
siskom etika-profesihilma_alley
 
Modul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik (1).docx
Modul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik  (1).docxModul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik  (1).docx
Modul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik (1).docxRirikErtiga
 
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_praktEtika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_praktMimi Mimi
 

Similaire à Diktat etika lagi (20)

Etika dan Hukum Administrasi Publik
Etika dan Hukum Administrasi PublikEtika dan Hukum Administrasi Publik
Etika dan Hukum Administrasi Publik
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi Publik
 
Etika 1.ppt
Etika 1.pptEtika 1.ppt
Etika 1.ppt
 
12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...
12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...
12,sm, achmad susmiyanto 55118010001, hapzi ali, business ethic, universitas ...
 
Kajia2
Kajia2Kajia2
Kajia2
 
Teori teori etika bisnis
Teori teori etika bisnis Teori teori etika bisnis
Teori teori etika bisnis
 
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptxTUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
 
etika profesi d4 2019.pdf
etika profesi d4 2019.pdfetika profesi d4 2019.pdf
etika profesi d4 2019.pdf
 
Makalah etika11
Makalah etika11Makalah etika11
Makalah etika11
 
Makalah etika11
Makalah etika11Makalah etika11
Makalah etika11
 
Makalah etika11
Makalah etika11Makalah etika11
Makalah etika11
 
Tugas sofkill etika bisnis (janu eka)
Tugas sofkill etika bisnis (janu eka) Tugas sofkill etika bisnis (janu eka)
Tugas sofkill etika bisnis (janu eka)
 
Kel. 1 etika profesi
Kel. 1 etika profesiKel. 1 etika profesi
Kel. 1 etika profesi
 
Softskill teoritika etika bisnis
Softskill teoritika etika bisnisSoftskill teoritika etika bisnis
Softskill teoritika etika bisnis
 
Shb makalah (etika dan sistem etika)
Shb makalah (etika dan sistem etika)Shb makalah (etika dan sistem etika)
Shb makalah (etika dan sistem etika)
 
Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)
Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)
Soft skill etika bisnis (tuga ke 1)
 
Dasar-Dasar Pengertian Moral
Dasar-Dasar Pengertian MoralDasar-Dasar Pengertian Moral
Dasar-Dasar Pengertian Moral
 
siskom etika-profesi
siskom etika-profesisiskom etika-profesi
siskom etika-profesi
 
Modul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik (1).docx
Modul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik  (1).docxModul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik  (1).docx
Modul Pertemuan 4 Etika, Dasar-dasar Moral dan Konflik (1).docx
 
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_praktEtika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
 

Diktat etika lagi

  • 1. SILABUS Nama Mata kuliah : Etika Administrasi Negara Kode M./SKS : 3SKS Standar Kompetensi : Pemahaman dan penghayatan tentang pentingnya nilai‐nilai etika dan moral dalam tugas‐tugas administrasi negara merupakan hal penting bagi sarjana administrasi karena dalam banyak hal kualitas kebijakan dan pelaksanaan tugas‐tugas tersebut sangat ditentukan oleh penghayatan etika tersebut. Melalui mata kuliah ini mahasiswa akan diberikan landasan‐landasan rasional yang mendasari norma‐norma etika yang harus dipegang dalam men jalankan tugas ‐ tugas aministrasi negara. Dosen Pengampu : SAIDAH HASBIYAH Evaluasi Ujian Tengah Semester Ujian akhir Semester Nilai Ujian = Nilai Bonus diperoleh sebagai Reword dari inisiatif mahasiswa membuat makalah, dan ringkasan materi perkuliahan yang ditentukan formatnya. Garis‐garis Besar Program Perkuliahan
  • 2. PENGERTIAN Dalam Ensiklopedi Indonesia, Etika disebut sebagai “Ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana PATUTnya manusia hidup dalam masyarakat ; apa yang BAIK dan apa yang BURUK”. Sedangkan BAGIAN I secara etimologis, Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti KEBIASAAN atau WATAK. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah Etika selalu ETIKA ADMINISTRASI berhubungan dengan kebiasaan atau watak manusia (sebagai individu atau dalam kedudukan tertentu), baik kebiasaan atau watak yang BAIK maupun kebiasaan atau watak BURUK. Watak baik yang termanifestasikan dalam kelakuan baik, sering dikatakan sebagai sesuatu yang patut atau sepatutnya. Sedangkan watak buruk yang termanifestasikan dalam kelakuan buruk, sering dikatakan sebagai sesuatu yang tidak patut patut atau tidak sepatutnya. Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah Etika sering dipersamakan atau dipergunakan secara bergantian dengan istilah Moral, Norma dan Etiket. Beberapa pakar / kalangan tidak membedakannya secara prinsip, sedangkan sebagian lain memberikan pembedaan-pembedaan sebagai berikut : 1. Prof. Judistira K. Garna, (Materi Kuliah Etika Kebijakan Publik, LAN- UNPAD, 1997) dan Wahyudi Kumorotomo (Etika Administrasi Negara, Rajawali, 1994 : 9) Moral menyatakan tindakan / perbuatan lahiriah seseorang, atau daya dorong internal untuk mengarah kepada perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk. Sedangkan Etika tidak hanya menyangkut tindakan lahiriah, tetapi juga nilai mengapa dia bertindak demikian. Etika tumbuh dari pengetahuan seseorang yang diberi makna kesepakatan sosial, dan dijadikan acuan / tolok ukur moralitas masyarakat. 2. Robert C. Solomon (Etika : Suatu Pengantar, Erlangga : 1987 : 2-18) Moral menekankan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus (misalnya rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa), diluar ketaatan pada peraturan. Sedangkan Etika berkenaan dengan dua hal : 1) disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang dianut manusia beserta pembenarannya, dan 2) hukum yang mengatur tingkah laku manusia. 3. William K. Frankena dalam Kumorotomo (1994 : 7) Etika mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Moralitas merupakan instrumen kemasyarakatan yang berfungsi sebagai penuntun tindakan (action guide) untuk segala pola tingkah laku yang disebut bermoral. Dengan demikian, moralitas akan serupa
  • 3. dengan hukum disatu pihak dan dengan etiket dipihak lain. Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan Bedanya dengan etiket, moralitas memiliki pertimbangan yang jauh kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia. lebih tinggi tentang ‘kebenaran’ dan ‘keharusan’. Disamping itu, Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Materialisme yang moralitas juga dapat dibedakan dengan hukum, sebab ia tidak mengajarkan bahwa alat pokok untuk memenuhi kepuasan dapat diubah melalui tindakan legislatif, eksekutif maupun yudikatif. manusia adalah materi. Demikian pula sanksi dalam moralitas tidak melinatkan paksaan 4. Eudaemonisme (Eudaemonismos = bahagia) fisik atau ancaman, melainkan lebih bersifat internal misalnya Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan berwujud rasa bersalah, malu, dan sejenisnya. kebahagiaan kepada manusia. Bedanya dengan hedonisme, kebahagiaan lebih bersifat kejiwaan. Dengan kata lain, kebahagiaan merupakan kebaikan tertinggi (prima facie). SUMBER (PROSES PEMBENTUKAN) & IMPLEMENTASI ETIKA Sempalan dari ajaran ini adalah aliran Stoisisme yang mengemukakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia Munculnya Etika sebagai suatu pedoman bertingkah laku dapat harus menggunakan akal pikirannya ; bukan mencari terbentuk dalam dua macam proses, yaitu : “kebijaksanaan” dengan cara menyendiri atau mengendapkan 1. Secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia perasaan seperti seorang pengecut. karena pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-nilai tertentu 5. Utilitarianisme (khususnya agama / religi). Perbuatan yang dianggap baik secara susila ialah “guna / 2. Diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara manfaat”. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang kolektif, misalnya sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest jabatan dan peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk number, dan John Stuart Mill. Sempalan dari ajaran ini antara etika birokrasi. Sedangkan kasus Singapura menunjukkan bahwa lain adalah aliran pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo etika berdisiplin (antri, membuang sampah) dibentuk oleh denda positivisme (scientisme). yang sangat besar bagi pelanggarnya. 6. Vitalistis Norma perbuatan baik adalah yang mempunyai kekuatan paling Sementara itu, implementasi Etika sebagai suatu pedoman bertingkah besar. jadi, orang / kelompok yang paling kuat dan dapat laku juga dapat dikelompokkan menjadi dua aspek, yakni internal (kedalam) menguasai orang / kelompok lain dianggap sebagai orang / dan eksternal (keluar). Dari aspek ‘kedalam’, seseorang akan selalu kelompok yang baik. Atau menurut Nietzsche, perilaku yang baik bertingkah laku baik meskipun tidak ada orang lain disekitarnya. Dalam hal adalah yang menambah daya hidup, sedangkan perilaku yang ini, etika lebih dimaknakan sebagai moral. Sedangkan dalam aspek buruk adalah yang merusak daya hidup. ‘keluar’, implementasi Etika akan berbentuk sikap / perbuatan / perilaku 7. Idealisme yang baik dalam kaitan interaksi dengan orang / pihak lain. Pusat pengertian aliran ini ialah kebebasan atau penghormatan kepada pribadi manusia. Ajaran ini terdiri dari 3 komponen, yaitu ALIRAN DALAM ETIKA idealisme rasionalistik (akal pikiran sebagai penuntun tingkah 1. Teologisme laku), idealisme estetik (kehidupan manusia dilihat dari perspektif Prinsip atau asas etika menurut aliran ini, sesuatu yang baik, susila karya seni), dan idealisme etik (menentukan ukuran moral dan atau etik, adalah yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dan kesusilaan terhadap kehidupan manusia). sebaliknya. 2. Naturalisme Perbuatan yang dianggap baik adalah yang sesuai dengan hukum alam. 3. Hedonisme (Hedone = perasaan akan kesenangan)
  • 4. TDL, peningkatan tunjangan struktural pejabat tinggi, pembentukan lembaga-lembaga ekstra struktural yang membebani anggaran, dan sebagainya. Dikaitkan dengan definisi etika sebagaimana disebutkan diatas, maka suatu kebijakan publik hendaknya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai BENAR – SALAH, tetapi harus lebih dikembangkan kepada sosialisasi nilai-nilai BAIK – BURUK. Sebab, suatu tindakan yang benar menurut hukum, belum tentu baik secara moral dan etis. Sebagai contoh dapat ditunjukkan kasus-kasus sebagai berikut : 1. Kasus perijinan HPH. Secara yuridis, penebangan hutan secara besar-besaran dengan alasan untuk menghasilkan devisa dapat dibenarkan karena perusahaan yang bersangkutan telah memiliki ijin yang legal. Namun secara etis tindakan tersebut sangat tidak dibenarkan (dan karenanya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan baik), sebab menimbulkan kerusakan alam yang sangat hebat serta menggusur kepentingan penduduk asli. 2. Kasus Korupsi. Dengan menggunakan pendekatan yuridis, setiap pertanggungjawaban keuangan yang dapat dibuktikan secara formal tidak dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana korupsi, ARTI PENTING ETIKA BAGI ADMINISTRASI PUBLIK meskipun secara materiil tindak pidana tersebut telah terjadi. Konkritnya, jika pembangunan suatu mega proyek secara riil Sebagaimana diketahui, Birokrasi atau Administrasi Publik memiliki menghabiskan biaya 10 trilyun, tetapi dalam kuitansi maupun kewenangan bebas untuk bertindak (discretionary power atau freies nota-nota keuangan lainnya tercantum 15 trilyun, maka ermessen) dalam rangka memberikan pelayanan umum (public service) serta sesungguhnya telah terjadi korupsi sebesar 5 trilyun, meskipun menciptakan kesejahteraan masyarakat (bestuurzorg). Untuk itu, kepada secara hukum tidak terjadi. birokrasi diberikan kekuasaan regulatif, yakni tindakan hukum yang sah Tindakanmemanipulasi angka ini jelas tidak etis dan tidak untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui instrumen yang disebut bermoral. Itulah sebabnya kemudian muncul anekdot bahwa kebijakan publik (public policy). Indonesia merupakan negara dengan tingkat korupsi terbesar di Perumusan (formulation) dan penerapan (implementation) kebijakan publik dunia, namun dengan jumlah koruptor terkecil di dunia. ini harus dilakukan sebaik mungkin, sebab suatu kebijakan pemerintah tidak Mengingat kelemahan dalam pendekatan yuridis yang selama ini hanya mengandung konsekuensi yuridis semata, tetapi juga konsekuensi diterapkan, maka perlu dikembangkan pendekatan baru dalam etis atau moral. Sebagai suatu produk hukum, kebijakan publik berisi perumusan kebijakan publik, yakni pendekatan etika / moral. perintah (keharusan) atau larangan. Barangsiapa yang melanggar Konsekuensi dari pendekatan baru ini adalah bahwa suatu perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka ia kebijakan publik harus mempertimbangkan hal-hal akan dikenakan sanksi tertentu pula. Inilah implikasi yuridis dari suatu sebagai berikut : kebijakan publik. Dengan kata lain, pendekatan yuridis terhadap kebijakan 1. Keterikatannya untuk menjamin terselenggaranya kepentingan publik kurang memperhatikan aspek dampak dan / atau kemanfaatan dari / kesejahteraan rakyat banyak. kebijakan tersebut. Itulah sebabnya, sering kita saksikan bahwa 2. Keterikatannya dengan upaya untuk memajukan daerah / kebijakan pemerintah sering ditolak oleh masyarakat (public veto) karena tanah air dimana kebijakan tersebut dirumuskan. kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat. Beberapa contoh konkrit kebijakan yang tidak populer dimata masyarakat adalah : pembangunan waduk, pengurangan / penghapusan subsidi BBM /
  • 5. Gambaran diatas mengindikasikan bahwa sempurnanya suatu tugas atau fungsi aparatur pemerintah (baik individu maupun organisasi) ditentukan oleh tingkat profesionalisme dan kualifikasi manusia pendukungnya. Namun, kemampuan teknis (skill) dan keluasan wawasan (knowledge) saja belum cukup memadai untuk menumbuhkan kepercayaan dan rasa kepuasan dihati masyarakat. Mau tidak mau, birokrasi mestilah memiliki pula moral, etika maupun sikap dan perilaku yang terpuji dan patut di contoh (attitude). Adapun perilaku birokrasi atau pejabat publik, paling tidak dibentuk oleh 5 (lima) norma, yaitu norma jabatan, norma sosial, norma profesi, norma keluarga, serta norma-norma lainnya (hukum, kesopanan, kesusilaan). Norma atau etika jabatan mempelajari perbuatan pegawai negeri yang memegang jabatan tertentu dan berwenang untuk berbuat atau bertindak dalam kedudukannya sebagai unsur pemerintah (BayuSuryaningrat, 1984 : 94). Norma sosial adalah seperangkat kaidah atau nilai-nilai yang harus ditaati oleh seorang pejabat sebagai anggota suatu komunitas sosial. Norma profesi adalah peraturan-peraturan baku yang diperuntukkan bagi anggota suatu organisasi profesi dalam rangka berinteraksi dengan anggota interrn organisasi maupun antar organisasi. Sedangkan norma keluarga merupakan suatu kondisi mental seseorang untuk menjunjung tinggi martabat dan kehormatan keluarga. Keseluruhan norma diatas harus benar-benar dipahami oleh aparatur pemerintah, dengan tidak memberikan bobot yang lebih dominan kepada salah satunya. Manakala terdapat keseimbangan antar norma-norma tersebut, diharapkan praktek pelayanan publik-pun tidak akan bersifat pilih kasih atau pandang bulu. Semua lapisan masyarakat membutuhkan pelayanan birokrasi (public service), tetapi yang lebih dibutuhkan adalah sikap keadilan (equity) dari para birokrat. Political will pemerintah untuk menciptakan sosok birokrasi yang memiliki perilaku terpuji ini sebenarnya telah dilaksanakan secara sistematis, seperti terlihat pada upaya implementasi Sapta Prasetya KORPRI, penegakan peraturan disiplin pegawai (PP Nomor 30 tahun 1980), pemberian Santi Aji secara berkesinambungan dan sebagainya. Hanya saja, dalam implementasi di lapangan masih sering ditemui oknum-oknum yang melanggar kode etik PNS yang justru mengakibatkan rusaknya kredibilitas dan akuntabilitas aparat dimata masyarakat. Inilah tantangan berat bagi pemerintah dari struktur teratas sampai dengan struktur terendah, yang harus segera diperbaiki pada masa-masa mendatang. Secara skematis, pengaruh berbagai norma yang membentuk kepribadian seorang pejabat publik dalam fungsi pelayanan, dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
  • 6.
  • 7.
  • 8. PRINSIP-PRINSIP ETIKA dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam diartikan sebagai: prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, 1. Kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan. kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran. 2. Kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana pilihannya tersebut. Prinsip Keindahan 3. Kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia Prinsip Kebenaran memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja. ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila Prinsip Persamaan belum dapat dibuktikan. Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun. mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, Prinsip Kebaikan persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat orang. kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat menghormati, kasih MACAM – MACAM ETIKA sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima baik dan buruknya prilaku manusia : oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang 1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar kebaikan bagi masyarakat oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil Prinsip Keadilan keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil. Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan 2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain. memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Prinsip Kebebasan Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan
  • 9. Etika secara umum dapat dibagi menjadi : 1. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana ETIKA DAN ETIKET manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil Banyak kalangan menyamakan pengetrian etika dan etiket. Padahal kalau keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang ditelusuri baik hakekat dan lahiriahnya, etikat dan etiket memiliki banyak menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur perbedaan. dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai NO ETIKA ETIKET pengertian umum dan teori-teori. 1 Berasal dari kata Yunani Ethos,Berasal dari kata Inggris Ethics 2. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar artinya adat, tata akhlak, watak,dan Perancis Etiquette, yang dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : sikap, cara berpikir, lebihartinya sopan santun. Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang mengarah ke moral kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari 2 Menyangkut apakah suatuMenyangkaut cara melakukan oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan perbuatan boleh dilakukan sesuatu kepada orang lain itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan 3 Berlaku kapan saja walaupunBerlaku hanya kalau ada saksi di orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang tidak ada saksi sekitar dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak 4 Bersifat absolut Bersifat relatif etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau 5 Memandang manusia dari lahirMemandang manusia dari lahirnya tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. dan batin 3. ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian : a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut : 1) Sikap terhadap sesama 2) Etika keluarga 3) Etika profesi 4) Etika politik 5) Etika lingkungan 6) Etika idiologi
  • 10. ETIKA ORGANISASI Pentingnya peranan etika dalam organisasi tidak mungkin lagi dapat dibesar- besarkan. Organisasi tidak mungkin berfungsi secara bertanggung jawab tanpa memiliki etika ketika menjalankan urusan kesehariannya. Setiap organisasi, baik publik maupun swasta, seyogianya memiliki dan menerapkan BAGIAN II suatu tatanan perilaku yang dihormati setiap anggotanya dalam mengelola kegiatan organisasi. Tatanan ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan ETIKA ORGANISASI utama bagi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan sehari-hari. Tatanan ini digunakan untuk memperjelas misi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi, serta mengaitkannya dengan standar perilaku profesional. Nilai-nilai, Moral, dan Budaya Organisasi Perilaku seseorang sebagaimana diketahui merupakan cerminan dari nilai- nilai yang dianut oleh orang tersebut. Nilai-nilai yang diyakini oleh individu tersebutlah yang mendasarinya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan/perilaku. Nilai-nilai itu pula yang menyebabkan seseorang terdorong atau memiliki semangat untuk melakukan hal yang baik atau buruk, salah atau benar. Seseorang akan melakukan suatu tindakan apabila dia yakin bahwa tindakannya benar dan tidak akan melakukan suatu tindakan apabila diyakininya bahwa tindakan itu salah, baik menurut nilai-nilai yang dianutnya atau nilainilai yang berlaku dalam lingkungannya. Nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari diacu juga sebagai moral atau moralitas.Dalam organisasi, peran individu sangat penting, karena organisasi terbentuk dengan adanya sekelompok orang yang saling berinteraksi dalam mewujudkan tujuan tertentu. Organisasi adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengoordinasikan suatu usaha individu atau kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga dapat dipandang sebagai koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi berdasarkan hierarki otoritas dan tanggung jawab. Dengan demikian, organisasi dapat dipandang sebagai entitas sosial yang terkoordinasi dengan batas-batas yang relatif dapat diidentifikasi dan relatif berfungsi secara kontinyu untuk mencapai tujuan bersama. Dari beberapa pengertian tentang organsasi dapat diketahui bahwa dalam organisasi terdapat interaksi atau hubungan antarindividu dan/atau antarkelompok untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama. Interaksi antarorang atau antarkelompok yang memiliki nilai serta latar belakang yang berbeda-beda akan saling memengaruhi satu sama lain
  • 11. sehingga membentuk suatu nilai baru yang akan melandasi perilaku individu 2. Kebijakan dan praktik personel. Masalah ini berkenaan dengan etika untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, etika kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan, organisasi dapat pula diartikan sebagai pola sikap dan perilaku yang pemberhinetian dan masalah pension anggota organisasi. Kewajiban diharapkan dari setiap individu dan kelompok dalam organisasi, yang pada umum organisasi adalah berlaku adil pada anggota organisasi yang akhirnya akan membentuk budaya organisasi yang sejalan dengan visi, misi, prospektif disetiap jenjang karirnya. dan tujuan organisasi. 3. Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi. Perjanjian eksplisit dan implicit antara pegawai dengan organisasi yang memperkerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi MASALAH ETIKA DALAM ORGANISASI untuk memperhatikan faktor – faktor yang secara jelas mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun masalah etika muncul Masalah etika selalu muncul dalam situasi yangmelibatkan orang lain, tetapi bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan seringkali organisasi lebih banyak menyoroti masalh etika ini daripada pihak – pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi pihak lainnya. Pelanggaran terhadap etika yang telah diterima secara umum prestasi kerja mereka dalam organisasi, misalnya segala sesuatu merupakan masalah yang harus diwaspadai dalam organisasi. Bagi sebagian yang terjadi selama cuti yang mungkin mempengaruhi citra orang perilaku etis dalam organisasi tidak selalu penting. Charles Saxon, organisasi, keikutsertaan dalam masalah – masalah public seperti kartunis majalah The New Yorker, menerbitkan serial kartun bisnis berjudul “ kegiatan masyarakat dan organisasi pelayanan, kontribusi pada kejujuran adalah salah satu kebijakan yang lebih baik”, Tampaknya Saxon badan – badan amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan berpendapat bahwa dikusi etika dalam organisasi bisnis diperlukan, dan politik. mungkin bermanfaat bagi kita untuk mempelajari beberapa masalah etika dalam konteks pembuatan keputusan mengenai pekerjaan dalam organisasi. Bidang karier apapun yang anda putuskan untuk anda tekuni, pasti mencakup DIMENSI ETIKA DALAM ORGANISASI sejumlah dilemma dan paradoks mengenai etika kehidupan yang sesunguhnya. Lantas apakah yang dimaksud dengan etika ? Sekelompok Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara teoritis (Solomon & Hanson, 1985) mengemukan bahwa etika berkaitan bergaul atau berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika tersebut dalam suatu dengan pemikiran dan cara bersikap, pemikiran mengenai etika terdiri dari organisasi dituangkan dalam aturan atau ketentuan hukum, baik tertulis evaluasi masalah dan keputusan dalam arti bagaimana kedua hal ini memberi maupun tidak tertulis. Aturan ini mengatur bagaimana seseorang harus andil pada kemungkinan penigkatan seseorang seraya menghindari akibat bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi dengan orang lain di dalam yang merugikan orang lain dan diri sendiri. Perilaku etis berhubungan dengan suatu organisasi dan dengan masyarakat di lingkungan organisasi tindakan yang sesuai dengan keputusan yang relevan, yang sejalan dengan tersebut. Cukup banyak aturan dan ketentuan dalam organisasi yang seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan akibat mengatur struktur hubungan individu atau kelompok dalam organisasi yang merugikan orang lain. serta dengan masyarakat di lingkungannya sehingga menjadi kode etik Masalah etika dalam organisasi dapat dibagi dalam dua kategori : atau pola perilaku anggota organisasi bersangkutan. 1. yang menyangkut praktik – praktik organisasi di tempat kerja, dan 2. yang menyangkut keputusan perorangan Birokrasi Praktik – praktik Organisasi Nilai-nilai yang berlaku dalam suatu organisasi secara konseptual telah 1. Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan. Masalah ini dikembangkan sejak munculnya teori tentang organisasi. Salah satu teori berhubungan dengan cara organisasi memperlakukan anggotanya. klasik tentang organisasi yang cukup dikenal dan sangat berpengaruh Dari sudut pandang sebagian besar anggota oraganisasi, terhadap pengembangan organisasi adalah birokrasi. Menurut teori ini, kepentingan organisasi didahulukan dan kepentingan anggota ciri organisasi yang ideal yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku yang dijadikan yang paling akhir. harus dianut oleh setiap anggota organisasi adalah:
  • 12. 1. Adanya pembagian kerja Disiplin 2. Hierarki wewenang yang jelas 3. Prosedur seleksi yang formal Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yang mengatur 4. Aturan dan prosedur kerja yang rinci, serta organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari kepemimpinan yang 5. Hubungan yang tidak didasarkan atas hubungan pribadi. efektif, saling pengertian yang jelas antara pimpinan dan para pegawai tentang peraturan organisasi, serta penerapan sanksi yang adil bagi yang menyimpang dari peraturan tersebut. Teori birokrasi menempatkan setiap anggota organisasi dalam suatu hierarki struktur yang jelas, setiap pekerjaan harus diselesesaikan berdasarkan Kesatuan Perintah prsedur dan aturan kerja yang telah ditetapkan, dan setiap orang terikat secara ketat dengan aturan-aturan tersebut. Selain itu, hubungan Setiap pegawai hanya menerima perintah dari satu orang atasan. Tidak boleh antarindividu dalam organisasi dan dengan lingkungan di dalam organisasi terjadi ada dua nakhoda dalam satu kapal. hanya dibatasi dalam hubungan pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dalam model organisasi ini pola perilaku yang berkembang Koordinasi bersifat sangat kaku dan formal. Pimpinan harus sanggup menyelaraskan aktivitas bawahan ke arah tujuan Prinsip Manajemen Organisasi yang ditetapkan. Berbeda dengan teori birokrasi terdapat teori lain yang mengidentifikasi Mendahulukan kepentingan organisasi prinsip-prinsip manajemen organisasi. Prinsip-prinsip ini cukup banyak diadopsi oleh para pimpinan organisasi, baik publik maupun swasta. Prinsip- Kepentingan organisasi lebih diutamakan ketimbang kepentingan prinsip ini bahkan ditemukan juga dalam oragnisasi yang dikelola secara perseorangan. birokratis. Prinsip-prinsip tersebut adalah pembagian kerja, wewenang, disiplin, kesatuan perintah (komando), koordinasi, mendahulukan kepentingan Remunerasi/Pengupahan yang Wajar organisasi, remunerasi, sentralisasi versus desentralisasi, inisiatif, dan kesektiakawanan kelompok. Para pegawai harus digaji sesuai dengan kinerja yang mereka tunjukkan. Ini yang sekarang diacu sebagai penghargaan berbasis kinerja (performance Pembagian kerja based reward). Pembagian kerja yang sangat spesifik dapat meningkatkan kinerja dengan cara membuat para pekerja lebih produktif. Para spesialis dipandang akan Sentralisasi Versus Desentralisasi sangat mahir dengan spesialisasinya karena hanya melakukan bagian tertentu dari suatu pekerjaan. Dalam pengambilan keputusan perlu dipilih cara yang paling menguntungkan, karena sentralisasi dan desentralisasi masing-masing memiliki kelebihan dan Wewenang kelemahan. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, setiap anggota harus diberi Inisiatif kewenangan tertentu seimbang dengan tugas yang dipikulnya. Selanjutnya Organisasi hidup dalam lingkungan masyarakat yang selalu berkembang dan setiap wewenang yang diberikan harus diikuti dengan tanggung jawab yang bersaing dengan organisasi lainnya. Agar dapat bertahan hidup dan seimbang pula. berkembang, organisasi harus membuka diri dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Untuk itu, diperlukan inisiatif untuk
  • 13. melakukan inovasi. Pimpinan harus memiliki inisiatif dan mampu menciptakan mengatur bagaimana hubungan antaranggota dalam organisasi iklim yang memungkinkan munculnya berbagai inisiatif baru yang inovatif. (bawahan dengan pimpinan, bawahan dengan bawahan, pimpinan Dalam menghadapi situasi yang bersifat rutin pun inisiatif tetap diperlukan. dengan pimpinan) serta organisasi dengan lingkungannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dimensi perilaku individu dalam Kesetiakawanan kelompok organisasi atau etika organisasi dapat dikelompokkan sebagai berikut. Pimpinan harus mampu menggalang rasa kesetiakawanan (Esprit de corps) antaranggota organisasi sehingga mereka memiliki semangat sebagai satu tim yang solid. Perasaan ini sangat penting karena hal tersebut akan menimbulkan kekuatan dan semangat kelompok, kebanggaan terhadap organisasi, dan kesetiaan anggota kepada organisasi. Prinsip Manajemen Keilmuan Prinsip lain yang juga cukup berpengaruh dalam pengembangan pola perilaku dalam organisasi adalah prinsip organisasi yang diacu sebagai manajemen keilmuan. Prinsip ini berkenaan dengan gerakan perubahan sikap/perilaku dari dua pihak yang terlibat langsung dalam organisasi yaitu pegawai (buruh) dan pemilik (majikan). Prinsipprinsip yang terkandung dalam manajemen keilmuan antara lain sebagai berikut. • Dalam melaksanakan pekerjaan digunakan pedoman kerja atau aturan kerja yang disusun berdasarkan hasil penelitian. Sifat dan karakteristik setiap jenis pekerjaan harus diteliti sehingga diperoleh pedoman khusus bagi setiap jenis pekerjaan sebagai pedoman pelaksanaan tugas. • Para pegawai harus dipilah secara keilmuan yang didasarkan atas penelitian terhadap bakat dan keahlian yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Sementara itu, pegawai yang sudah ada perlu dididik dan dilatih sehingga memiliki tingkat kemampuan dan keterampilan yang tinggi. Organisasi dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi jika para pegawai melaksanakan tugas dengan memanfaatkan keahliannya secara maksimal. • Pembinaan hubungan kerja sama yang baik antara pimpinan dan pegawai. • Adanya tanggung jawab bersama antara pimpinan dan pegawai dalam pelaksanaan tugas. • Kinerja pegawai dihargai sesuai dengan tingkat produktivitas yang ditunjukkan Beberapa pendapat tersebut di atas mengatur tentang perilaku dalam organisasi yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, pada dasarnya semua teori tersebut pada hakikatnya
  • 14. ETIKA BIROKRASI Berbicara tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat menarik dibahas, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan BAGIAN III berwibawa. Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan. Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan ETIKA BIROKRASI sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan. Menjadi permasalahan sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana dengan kondisi saat itu dan tempat daerah tertentu yang mengatakan bahwa itu etis saja di daerah kami atau dapat dibenarkan, namun ditempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat terpergantung dari seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sangsi apa yang akan diterapkan sangsi social moral ataukah sangsi hukum, semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat. ALASAN PENTINGNYA ETIKA DALAM BIROKRASI Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapakan kita, maka pasti akan timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketiga kita mengharapkan agar para aparatur Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat Birokrasi tadi. Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel, menurut Agus Dwiyanto, bahwa :pertama masalah – masalah yang dihadapi
  • 15. oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani, Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai diatur dan diberdayakan.Untuk itu para Birokrat harus merubah sikap perilaku masalah – masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalh yang tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak berperilaku di tengah-tengah masyarakat. dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain.Dalam DARIMANA ETIKA BIROKRASI DIBENTUK. kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area atau budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. “seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan Nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi dan perilaku yang nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang fungsi aparat birokrasi itu sendiri. Di negara kita yang masih kental budaya dihadapinya. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak atau pemimpin dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk sulit bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dilakukannya itu tidak etis atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu malah manut saja melihat perilaku yang adan dalam jajaran aparat birokrasi. menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan pemerintah. Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. merasa paling berkuasa dan merasa dialah yang mempunyai kewengan Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya menurut versi atau penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan apa yang aturan main di dalam etika birokrasi.Walaupun pengembangan etika birokrasi sangat penting bagi masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan untuk diseragamkan melalui peraturan Kepegawaian yang telah diatur dari Birokrasi mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan tugasnya telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika dia berada di tengah-tengah masyarakat, yang jadi pertanyaan sekarang kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang mengetur para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan Aparat Birokrasi dapat dapat dikatakan Etis pula dalam masyarakat ataupun etika birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan sebaliknya. Menurut Drs. Haryanto,MA dalam makalahnya mengatakan praktisi administrasi publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan bahwa : Adalah sulit untuk menyetujui atau tidak mengenai perlunya Etika kualitas birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Dari alasan yang tersebut diundangkan secara formal. Etika sebagaimana telah dikatakan dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi sebelumnya sangat terkait dengan moralitas yang mana di dalamnya memiliki menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, pertimbangan-pertimbangan yang jauh lebih tinggi tentang apa yang disebut hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi tiu sebagai ‘kebenaran dan ketidakbenaran’ dan ‘kepantasan dan sendiri yang seiring dengan semakin komplesnya permasalahan yang ada ketidakpantasan’. Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Birokrat itu sering dikaitkan dengan Etika Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat
  • 16. ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita, sehingga terkadang biasanya tidak tertulis dan sangsinya berupa sangsi social yang situasional tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih jauh lagi dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut. disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sangsi yang jelas dan tegas, ini semua mambutuhkan PERATURAN KEPEGAWAIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PENERAPAN kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk mentaatinya. ETIKA BIROKRASI Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal Berbicara tentang Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur sangsi yang menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik Birokrasi itu sendiri karena ketika kita Etika Birokrasi didengungkan secara atau hukuman tetapi berupa sangsi social dalam masyarakt, seperti tertulis memang belum diuraikan dengan jelas namun secara eksplisit Etika dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para masyarakat tersebut, sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri, yang mana kita tahu bahwa masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat). Begitu rumit Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para terstruktur dari pusat sampai kedaerah dan memiliki jenjang atau tingkatan aparat birokrasi mudaj tergelincir atau terjerumus kedadalam perilaku yang yang disebut hirarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku menyimpang belum lagi karenan tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri, para apata birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum atau norma aturan yang Aparat Birokrasi secara kongrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu perlu disepakati bersama untuk dilakukan dan diayomi dengan aturan hukum Sipil maupun Militer, yang secara Organisatoris dan hirarkis melaksanakan yang jelas dan sangsi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa tugas dan fungsi masing-masing sessuai aturan yang telah ditetakan.Etika pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia, seiring dengan itu oleh Birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi Birokrasi atau Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh Pegawai Negeri yang secara structural telah diatur aturan mainnya, dimana Drs. Haryanto, MA, tentang tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, yang telah diatur lewat Undang- seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu : undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil 1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia ( Sapta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabata Prasetya KORPRI) dan dikalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut kedinasan. Sapta Marga. Dengan sendirinya Kode Etik itu dibaca secara bersama – 2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia sama pada kesempatan tertentu yang kadang –kadang diikuti oleh suatau melaksanakan transaksi untuk kepentingan dinas. wejangan dari seorang pimpinanupacara disebut inspektur upacara ( IRUP ), 3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat it maksudnya adalah untuk menciptakan kondisi – kondisi moril yang berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah. menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan 4. Membocornakan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat mempertumbuhkan sikap mentalyang diperlukan, juga untuk menciptakan rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak. moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera, 5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan, yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin dan upacara – upacara nasional.Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI pemerintah. dan lain-lain ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku sekarang belum diketahui sampai seberapa jauhnya dan juga belum dapat dan tindakan oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan dipantau secara jelas dari perbuatan seseorang apakah yang bersangkutan kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang Etika dan apa sangsinya, sehingga benar-benar dapat dipergunakan sebagai
  • 17. ukuran atau criteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi pegawai negeri berada sepenuhnya dibawah aturan yang telah sehingga disebut beretika atau tidak. ditentukan. 3. Penghargaan Pegawai Negeri sipil Tetapi apapun dan bagaimanapun maksud yang hendak dicapai dengan Kepada Pegawai negeri dapat diberikan penghargaan apabila telah membentuk, menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika kerja yang Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin baik, dianggap berjasa bagi negara dan masyarakat perlu diberikan serta yang terpenting lebih memiliki moral yangg baik terhindar dari perbuatan penghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme. Agar tercipta Aparat Birokrasi yang jasa, kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah sesuai pangkat, dengan harapan agar menjadi contoh kepada yang lain itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang dalam melaksanakan tugas. melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya 4. Keanggotaan Pegawai negeri dalam Partai Politik dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, Untuk menjaga netralitas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan agar lebih beretika dan bermoral, supaya terhindar dari kepentingan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para partai politik, maka sebaiknya Pegewai Negeri yang bersangkutan aparat Birokrasi. memundurkan diri demi menjaga moralitas yang merupakan etika aparat Adapun aturan-aturan pokok yang melekat pada seorang Pegawai Negeri birokrasi. atau Aparat Birokrasi yang dapat dijadikan acuan Kode Etiknya dapat dilihat 5. Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut : Ketentuan tentang Disiplin Pegawai Negeri sipil diatur dalam Peratuiran 1. Aturan mengenai Pembinaan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut Untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan antara lain diatur hal-hal sebagai berikut : Kewajiban, larangan, sangsi, secara berdayaguna dan berhasilguna dalam rangka usaha mewujutkan tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan terhadap hukuman masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual, dimana disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam beretika bagi diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsure aparatur negara yang seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri. Peraturan disiplin penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Pegawai Negeri yang menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2 Dasar 1945, bersih, berwibawa bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, antara lain mengatur tanggungjawabnya. Dlam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun tentang : 1974 telah meletakkan dasar yang kokoh untuk mewujutkan Aparat a. Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Birokrasi atau PNS seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur Pemerintah. kedudukan, kewajiban bagi Aparat Birokrasi sebagai salah satu kewajiban b. Mengangkat dan mentaati sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil dan dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang sumpah/ janji jabatan berdasarkan peraturan yang berlaku serta siap kepegawaian. menerima sangsinya. c. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasi jabatan dengan sebaik- baiknya. 2. Aturan menegnai kedudukan Pegawai Negeri sipil d. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat untuk kepentingan Pegawai Negeri sipil adalah unsure aparatur negara, abdi negara dan negara. abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada pancasila, e. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal UUD 1945, Negara dan Pemerintah, menyelenggarakan tugas yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, pemerintahan dan pembangunan, pelayanan kepada masyarakat, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material. mengatur masyarakat atau regulasi dan memberdayakan masyarakat. f. Mentaati ketentuan jam kerja. Kesetiaan dan ketaatan penuh tersebut mengandung pengertian bahwa g. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. h. Bersikap adil dan bijaksana terhadaop bawahannya.
  • 18. i. Menjadi atau memberikan contoh teladan terhadap bawahannya. sangsi yang mengikat, sehingga diharapkan pelaksanannya dapat membuat j. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk meningkatkan aparat birokrasi lebih beretika. Jadi selain etika yang berlaku dalam kariernya. masyarakat dimana aparat birokrasi merupakan bagian dalam masyarakat, k. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan maka secara otomatis dia harus terikat dengan aturan tersebut, sementara di santun terhadap masyarakat, sesama pegawai dan atasannya. satu sisi Aparat Birokrsi mempunyai aturan main sendiri yang secara Nasional di Seluruh Indonesia dapat diterapkan yaitu tercermin dalam Sapta Pra Setya Sementara Larangan yang merupakan aturan main yang turut mengatur Korpri bagi pegawai negeri dan Sapta Marga bagi TNI, serta aturan perilaku aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan Kepegawaian yang berlaku dan juga ketentuan atau sangsi yang tegas dan Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai nyata. Ini diharapkan dapat menjadi Kode Etik Birokrasi dan menjadi aturan Kode Etik Birokrasi, yaitu larangan seperti : main dalam dalam melaksanakan tugas dan fungsi Birokrasi agar dikatakan a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau birokrasi lebih beretika dan bermoral. martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil. b. Menyalahgunakan wewenangnya. c. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara. d. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri yang bersangkutan. e. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan. f. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya. g. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintah. h. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. Semua kewajiban dan larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat dipahami oleh pegawai negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang merupakan bagian dari Etika atau kode etik Pegawai Negeri yang notabenen merupakan aparat birokrasi.Selain Kewajiban dan Larangan yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam pembentukan Etika Birokrasi adalah sangsi atau hukuman yang setimpal dengan pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peraturan kepegawaian juga dapat BAGIAN IV dijadikan salah satu bagian dari kode Etik Birokrasi yang nantinya dapat mengatur segala bentuk tingkah laku dari Aparat Birokrasi dengan segala ETIKA PROFESI
  • 19. paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku- perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya. Prinsip-Prinsip Etika Profesi 1. Tanggung jawab a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya. b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakatpada umumnya. 2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apayang menjadi haknya. 3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya. Syarat-syarat suatu profesi : 1. Melibatkan kegiatan intelektual. 2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. 3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan. 4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. 5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen. 6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. 7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. ETIKA PROFESI 8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik. SISTEM PENILAIAN ETIKA PERANAN ETIKA DALAM PROFESI Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik orangsaja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang atau jahat, susila atau tidak susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang
  • 20. telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita- cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.Kalangan ahli filsafat menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat : 1. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam hati, niat. 2. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti. 3. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk. Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi : 1. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik. 2. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik. 3. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik. 4. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik. BAGIAN V KONSEP ETIKA DALAM KEBIJAKAN PUBLIK
  • 21. bahwa standard-standard yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang dilayani. Di tahun 1960-an, muncul lagi pemikiran baru lewat tulisan Golembiewski (dalam Keban, 1994: 51) menambah elemen baru yaitu standar etika mungkin mengalami perubahan dari waktu-kewaktu dan karena itu administrator harus mampu memahami perkembangan dan bertindak sesuai standard-standard perilaku tersebut. Pada permulaan tahun 1970-an, beberapa tulisan merefleksikan kecenderungan baru, tulisan Hart (dalam Keban, 1994) mempromosikan nilai-nilai social equity sebagai pedoman dasar administrasi negara, dan menyarankan teori keadilan dan rawls sebagai pedoman etika bagi masyarakat maupun administrator sebagai individu. Kecenderungan baru juga terlihat pada tulisan Henry (dalam Keban, 1994) yang menekankan tanggung jawab atau keharusan administrator publik untuk memperhatikan aspek etika, dan tidak hanya melekat pada aspek efesiensi, ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi. Menurut Henry, teori rawls tentang justice al fanicres sangat bermanfaat untuk dipertimbangkan dalam praktek administrasi negara. Dengan demikian aspek yang ditambahkan dalam permulaan tahun 1970-an ini adalah aspek keadilan dan tanggung jawab. Sejak permulaan tahun 1970-an ada beberapa tokoh penting yang sangat mempengaruhi etika administrator publik, dua diantaranya adalah John Rohr dan Terry L.Cooper. Rohr (dalam Keban,1994: 51-52) menyarankan agar administrator dapat menggunakan regime norms yaitu nilai-nilai keadilan, persamaan, dan kebebasan sebagai pengambilan keputusan terhadap berbagai alternatif kebijaksanaan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Dengan cara demikian, administrator negara dapat menjadi etis (being ethical). Namun, menurut Cooper (dalam Keban,1994: 51) etika sangat melibatkan substantive reasoning tentang kewajiban, konsekwensi dan tujuan akhir; dan bertindak etis (doing ethics) adalah melibatkan pemikiran yang KONSEP ETIKA DALAM KEBIJAKAN PUBLIK sistematis tentang nilai-nilai yang melekat pada pilihan-pilihan dalam pengambilan keputusan. Pemikiran Cooper menunjukkan administrator yang Pemikiran tentang etika kaitannya dengan pelayanan publik mengalami etis adalah administrator yang selalu terikat pada tanggung jawab dan perkembangan sejak tahun 1940-an melalui karya Leys (dalam Keban, 1994: peranan organisasi, sekaligus bersedia menerapkan standard etika secara 50-51). Leys berpendapat: “bahwa seorang administrator dianggap etis tepat pada pembuatan keputusan administrasi. Terkait dengan di atas, apabila ia menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan (Kumorotomo,1992: 7) mendefinisikan etika pelayanan publik sebagai suatu dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata- cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”Kemudian Tahun 1950-an, mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur muncul perkembangan pemikiran baru. Hal ini terlihat dalam karya Anderson tingkah laku manusia yang dianggap baik.Sedangkan Darwin, 1999 (dalam (dalam Keban, 1994: 51) menyempurnakan aspek standard yang digunakan Widodo, 2001) mengartikan etika birokrasi sebagai seperangkat nilai yang dalam pembuatan keputusan. Karya Anderson menambah suatu point baru, menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia organisasi. Dalam
  • 22. kaitan tersebut, (Widodo, 2001: 241) menyebutkan etika administrasi negara sebagai masalah teknis dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai adalah merupakan wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam persoalan dalam bekerjanya birokrasi publik”. Birokrasi sebagai bentuk melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. organisasi yang ideal, telah merusak dirinya dan masyarakatnya dengan Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya ketiadaan norma-norma, nila-nilai dan etika yang berpusat pada manusia, dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok fungsi dan Hummel (dalam Widodo, 2001: 246). kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara. Sementara pemahaman pelayanan publik yang disediakan oleh birokrasi Menurut Fadillah (2001: 27) etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang abdi negara. Sehingga maksud dari publik servis tersebut demi mengandung nilai¬nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah mensejahterakan masyarakat. Kaitan dengan tersebut Widodo (2001: 269) laku manusia yang dianggap baik. Sedangkan etika dalam konteks birokrasi mengartikan, pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) menurut Dwiyanto (2002: 188) mengatakan, etika birokrasi digambarkan keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan ditetapkan.Sehubungan dengan itu, dikemukakan Thoha (1988: 119) kondisi publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya. Etika harus masyarakat terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari kepentingan masyarakat luas. empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini, berarti masyarakat Oleh karena etika mempersoalkan “baik-buruk” dan bukan “benar-salah” semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga tentang sikap, tindakan dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat sesamanya baik dalam masyarakat maupun organisasi publik, maka etika semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya mempunyai peran penting dalam praktek administrasi negara.Dalam kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk paradigma “dikotomi politik dan administrasi” sebagaimana dijelaskan oleh melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah. Wilson (dalam Widodo, 2001: 245) menegaskan, pemerintah memiliki dua Dengan kondisi masyarakat semakin kritis, birokrasi publik dituntut mengubah fungsi yang berbeda, yaitu fungsi politik yang berkaitan dengan pembuatan posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang kebijakan (public policy making) atau pernyataan apa yang menjadi keinginan suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang negara, dan fungsi administrasi yaitu, adalah berkenaan dengan pelaksanaan suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong kebijakan-kebijakan tersebut.Kekuasaan membuat kebijakan publik berada menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis, dan dari cara-cara pada kekuasaan politik (political master), dan melaksanakan kebijakan politik yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha, 1988: tersebut merupakan kekuasaan administrasi negara. Namun, administrasi 119).Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan tersebut, aparat negara dalam menjalankan kebijakan politik tersebut memiliki kewenangan birokrasi harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional, secara umum disebut “discretionary power”, yaitu keleluasaan untuk efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive, menafsirkan suatu kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka adaftif dan sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti timbul suatu pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif kewenangan itu digunakan secara “baik dan tidak secara buruk”. Atas dasar menentukan masa depannya sendiri (Effendi, 1986: 213) itulah etika di perlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan Selanjutnya pelayanan publik yang professional adalah pelayanan publik pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan layanan yaitu aparatur pemerintah. (Widodo, 2001: 270-271). Ciri-cirinya yaitu sebagai standar penilaian apakah perilaku aparat birokrasi dalam :(1) efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk. dan sasaran;(2) sederhana mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan Beberapa pandangan yang mendukung arti pentingnya etika dalam etika diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah administrasi negara seperti dikutip (Kartasasmita, 1977) sebagai berikut: dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta “Birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu dilihat pelayanan;(3) kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya
  • 23. kejelasan dan kepastian mengenai; (a) prosedur tata cara pelayanan, (b) “sistim nilai”; (2) etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering persyaratan pelayanan, baik teknis maupun persyaratan administrative, (c) dikenal dengan “kode etik”; dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam buruk, yang acapkali disebut “filsafat moral”. Pendapat seperti ini mirip memberikan pelayanan, (d) rincian biaya/tartif pelayanan dan tata cara dengan pendapat yang ditulis dalam The Encyclopedia of Philosophy yang pembayarannya, dan (e) jadwal waktu penyelesaian pelayanan;(4) menggunakan etika sebagai (1) way of life; (2) moral code atau rules of keterbukaan mengandung arti prosedur/tatacara persyaratan, satuan conduct, (Denhardt, 1988). Salah satu uraian menarik dari Bertens (2000) kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, adalah tentang pembedaan atas konsep etika dari konsep etiket. Etika lebih rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan menggambarkan norma tentang perbuatan itu sendiri – yaitu apakah suatu wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh perbuatan boleh atau tidak boleh dilakukan, misalnya mengambil barang milik masyarakat, baik diminta maupun tidak;(5) efisiensi mengandung arti; (a) orang tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan. Sementara etiket persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung menggambarkan cara suatu perbuatan itu dilakukan manusia, dan berlaku dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan hanya dalam pergaulan atau berinteraksi dengan orang lain, dan cenderung keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan, berlaku dalam kalangan tertentu saja, misalnya memberi sesuatu kepada (b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dari satuan orang lain dengan tangan kiri merupakan cara yang kurang sopan menurut kerja/instansi pemerintah lain yang terkait;(6) ketepatan waktu kriteria ini kebudayaan tertentu, tapi tidak ada persoalan bagi kebudayaan lain. Karena mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan itu etiket lebih bersifat relatif, dan cenderung mengutamakan simbol lahiriah, dalam kurun waktu yang telah ditentukan;(7) responsif lebih mengarah pada bila dibandingkan dengan etika yang cenderung berlaku universal dan daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan menggambarkan sungguh-sungguh sikap bathin. dalam aspirasi masyarakat yang dilayani; dan (8) adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, Pembahasan keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang. Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung KONSEP ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas Bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu akhlak dan watak. Filsuf besar Aristoteles, kata Bertens, telah menggunakan delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-hari di kata etika ini dalam menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu tentang apa bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Bertens juga bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dsb. Tujuan pelayanan publik mengatakan bahwa di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan adalah menyediakan barang dan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Barang Purwadarminta, etika dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas- dan jasa yang terbaik adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa asas akhlak (moral), sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik yang (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), istilah etika disebut terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap publik, kalau perlu sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak melebihi harapan publik. Dalam arti yang luas, konsep pelayanan public dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan (public service) identik dengan public administration yaitu berkorban atas akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan nama orang lain dalam mencapai kepentingan publik (Perry, 1989). Dalam atau masyarakat. Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertens konteks ini pelayanan publik lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen- berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu (1) etika sebagai nilai- elemen administrasi publik seperti policy making, desain organisasi, dan nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang proses manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan publik, dimana pemerintah merupakan pihak provider yang diberi tanggung
  • 24. jawab. Buku Denhardt yang berjudul The Ethics of Public Service (1988) dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam bertindak etis, atau dengan merupakan contoh dari pandangan ini, dimana pelayanan publik identik kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”. Alasan lain lebih berkenaan dengan administrasi publik yang merupakan bagian dari manajemen ilmu dengan lingkungan di dalam birokrasi yang memberikan pelayanan itu sendiri. pemerintahan. Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat Desakan untuk memberi perhatian kepada aspek kemanusiaan dalam dan profesional standards (kode etik), atau moral atau right rules of conduct organisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh Denhardt. (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi Dalam literatur tentang aliran human relations dan human resources, telah pelayanan publik atau administrator publik. Berdasarkan konsep etika dan dianjurkan agar manajer harus bersikap etis, yaitu memperlakukan manusia pelayanan publik di atas, maka yang dimaksudkan dengan etika pelayanan atau anggota organisasi secara manusiawi. Alasannnya adalah bahwa publik adalah suatu praktek administrasi publik dan atau pemberian perhatian terhadap manusia (concern for people) dan pengembangannya pelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian sangat relevan dengan upaya peningkatan produktivitas, kepuasan dan tuntunan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur hal-hal pengembangan kelembagaan. Alasan berikutnya berkenaan dengan yang “baik” yang harus dilakukan atau sebaliknya yang “tidak baik” agar karakteristik masyarakat publik yang terkadang begitu variatif sehingga dihindarkan. membutuhkan perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai negeri dengan menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya” Pentingnya Etika dalam Pelayanan Publik merupakan prinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan menghasilkan ketidak adilan, dimana calon yang dipekerjakan hanya Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan antara berasal dari daerah tertentu yang relatif lebih maju. Kebijakan affirmative administrasi dan politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator harus action dalam hal ini merupakan terobosan yang bernada etika karena akan sungguh-sungguh netral, bebas dari pengaruh politik ketika memberikan memberi ruang yang lebih luas bagi kaum minoritas, miskin, tidak berdaya, pelayanan publik. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi dsb untuk menjadi pegawai atau menduduki posisi tertentu. Ini merupakan administrasi – politik pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan suatu pilihan moral (moral choice) yang diambil oleh seorang birokrat kepada keterlibatan para administrator dalam keputusan-keputusan publik pemerintah berdasarkan prinsip justice –as – fairness sesuai pendapat John atau kebijakan publik. Sejak saat ini mata publik mulai memberikan perhatian Rawls yaitu bahwa distribusi kekayaan, otoritas, dan kesempatan sosial akan khusus terhadap “permainan etika” yang dilakukan oleh para birokrat terasa adil bila hasilnya memberikan kompensasi keuntungan kepada setiap pemerintahan. Penilaian keberhasilan seorang administrator atau aparat orang, dan khususnya terhadap anggota masyarakat yang paling tidak pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteria efisiensi, beruntung. Kebijakan mengutamakan “putera daerah” merupakan salah satu ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria contoh yang populer saat ini. Alasan penting lainnya adalah peluang untuk moralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam kepentingan umum (Henry, 1995). Alasan mendasar mengapa pelayanan pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publik tidak publik harus diberikan adalah adanya public interest atau kepentingan publik sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata lain begitu yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu “tanggung jawab” atau responsibility. Dalam memberikan pelayanan ini sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan berapa banyak, dimana, kapan. Padahal, kenyataan menunjukan bahwa kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang pemerintah tidak memiliki tuntunan atau pegangan kode etik atau moral sering menjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya, ada. Dalam pemberian pelayanan publik khususnya di Indonesia, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pelanggaran moral dan etika dapat diamati mulai dari proses kebijakan publik pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi (pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak didasarkan atas justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat kenyataan), desain organisasi pelayanan publik (pengaturan struktur,