SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  28
MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
OMBUDSMAN DAN KARAKTERISTIK
PENGAWASAN SERTA SANKSI DALAM OPTIK
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
DISUSUN OLEH:
NAMA : SILVIA KUMALASARI
NIM : 8111412028
ROMBEL : I (SATU)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
“Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan
pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku. Dalam negara hukum, hukum
ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan
kemasyarakatan, sementara tujuan negara hukum itu sendiri adalah terciptanya kegiatan
kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan, kedamaian, dan
kemanfaatan atau kebermaknaan. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia juga mulai
berkembang menjadi Negara hukum materiil atau welfare state dimana semua kegiatan dari
segala aspek ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Welfare state menuntut adanya peran aktif
birokrasi untuk mengatur peran warga negaranya. Kewenangan birokrasi yang demikian luasnya
mengakibatkan timbulnya perbuatan tercela dalam birokrasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan setiap warga
negara, karena secara sadar atau tidak sadar warga negara pada umumnya selalu berhubungan
dengan aktifitas birokrasi pemerintahan. Karena itulah diperlukan suatu pengawasan yang
disertai sanksi bagi aparatur penyelenggara pemerintahan (birokrasi) apabila melakukan suatu
pelanggaran terhadap tugas atau kewenangannya, sehingga dalam memberikan pelayanan
terhadap masyarakat para aparatur penyelenggara pemerintahan dapat memberikan pelayanan
dengan sebaik-baiknya.
Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat yang selama ini hak-hak sipil mereka
kurang memperoleh perhatian dan pengakuan secara layak, sekalipun hidup di dalam negara
hukum Republik Indonesia. Padahal pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dan
penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari upaya
menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (good governance).
3
Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan
peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan, juga penegakan asas-asas
pemerintahan umum yang baik. Setalah reformasi bergulir, reformasi mengamanatkan perubahan
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, yaitu kehidupan yang didasarkan pada
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis. Sejalan dengan semangat reformasi
itu, pemerintah melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan
sistem pemerintahan Republik Indonesia. Perubahan yang dimaksud antara lain dengan
membentuk lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintahan yang baru. Salah satu
diantaranya adalah Komisi Ombudsman Nasional atau juga yang lazim disebut Ombudsman
Nasional. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000, berdasarkan Keputusan Presiden
No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Pembentukan lembaga Ombudsman
bertujuan untuk membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam
melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui peran serta
masyarakat.
Kemudian untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang komisi
Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-undang tentang Ombudsman Republik Indonesia
sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini sesuai pula dengan amanat ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan
pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang salah satunya
memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan Undang-undang.
Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 2008 yaitu terbentuknya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia selanjutnya disebut
Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan pemerintahan,
termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau
perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD.
Pembentukan Ombudsman terutama untuk membantu upaya pemerintah dalam
mengawasi jalannya proses pemerintahan. Dengan tujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang
baik yang menerapkan prinsip-prinsip good governance, bersih dari KKN dan meningkatkan
4
pelayanan umum (public service). Terlihat juga bahwa Ombudsman dibentuk untuk
memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pengawasan pemerintah. Aspek partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat dapat lebih terjamin melalui mekanisme Ombudsman. Sehingga,
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN sebagaimana
yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas dari KKN, dapat dilaksanakan secara optimal.
Dengan adanya lembaga Ombudsman ini, masyarakat diharapkan berperan secara
partisipatif dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, di samping adanya
pengawasan internal oleh inspektorat dan atasan langsung, pengawasan eksternal oleh
Ombudsman RI, pengawasan fungsional oleh BPKP dan BPK serta melibatkan DPR dan DPRD.
Pengawasan tersebut di antaranya meliputi tindakan-tindakan maladministrasi yang masih terjadi
dalam pelayanan publik yang sangat meresahkan masyarakat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman dalam mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik ?
2. Bagaimana peran ombudsman dalam menangani tindakan maladministrasi oleh aparatur
penyelenggara negara ?
3. Bagaimana mekanisme penegakkan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan dalam hukum administrasi negara ?
4. Apa saja sanksi yang diterapkan dalam hukum administrasi negara ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman dalam Mengawasi Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
Ombudsman Indonesia muncul ditandai dengan adanya landasan yuridis berupa
Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi
Ombudsman Nasional. Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional dengan dasar hukum berupa
Keppres tidaklah kuat. Banyak pihak yang menganggap keberadaan Komisi Ombudsman
Nasional tidak efektif bila diterapkan di Indonesia. Namun dalam prakteknya, setelah Komisi
Ombudsman Nasional dibentuk, masyarakat mulai menyampaikan keluhan-keluhan dan
pengaduan lainnya mengenai sikap tindak para penyelenggara negara dan penyelenggara
pemerintahan yang tidak memberikan pelayanan publik yang baik. Untuk itu, perlu adanya dasar
hukum yang lebih kuat bagi Komisi Ombudsman Nasional, agar keberadaan dan tanggung
jawabnya dapat dilaksanakan dengan lancar.
Ombudsman adalah institusionalisasi dari hak-hak sipil (hak-hak hukum) yang dimiliki
oleh setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari institusi pemerintah.
Dengan demikian, Ombudsman adalah lembaga yang memperjuangkan hak-hak sipil warga
negara dalam berhubungan dengan pemerintah, karena pemerintah bertanggung jawab untuk
merealisasikan hak-hak warga negara tersebut. Fungsi ombudsman pada dasarnya adalah fungsi
mediasi antara pihak pelapor (anggota masyarakat) dan terlapor (aparatur negara dan aparatur
pemerintah). Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka setiap institusi pemerintah harus
mempunyai prosedur dan alur administratif pelayanan publik dan aturan tingkah laku (code of
conduct) aparatur negara di lingkungan pekerjaan masing-masing.
Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki
keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration)
publik. Dalam hal ini meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil
(inap-propriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan
6
(irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), keterlambatan yang tidak
perlu (undue-delay), atau pelanggaran kepatutan (equity). Tetapi sesungguhnya Ombudsman
tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, namun
yang utama adalah mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau
sistemik dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat.
Fungsi Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia tidaklah jauh dengan Ombudsman di
banyak negara, yaitu (1) mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh
pelayanan umum yang berkualitas dan efisien, menyelenggarakan peradilan yang adil, tidak
memihak dan jujur, (2) meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pelayanan
publik, keadilan dan kesejahteraan, serta mempertahankan hak-haknya terhadap kejanggalan
tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue
delay), serta diskresi yang tidak layak.
Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang dibentuk pada tanggal 10 Maret
2000 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 bertujuan meningkatkan pelayanan
dan perlindungan hukum oleh aparat pemerintah dan peradilan kepada masyarakat. Saat ini telah
dicabut dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang
Ombudsman Republik Indonesia. Dengan demikian nama Komisi Ombudsman Nasional juga
berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Ombudsman Indonesia dapat disebut
sebagai lembaga negara yang berbentuk badan hukum publik, karena Ombudsman dibentuk oleh
kekuasaan umum dan dimaksudkan untuk menyelenggarakan kegiatan yang mempunyai tujuan
untuk kepentingan umum. Ombudsman perperan sebagai perantara/ penghubung aspirasi dan
keluhan dari masyarakat.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik
Indonesia memberi definisi tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan
oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara
serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Komisi Ombudsman Nasional
7
dibentuk dengan pertimbangan bahwa : Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka
untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih,
transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik
Indonesia menyebutkan Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak
memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Pasal
3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia
menyebutkan Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan kepatutan,
keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan
kerahasiaan.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik
Indonesia menyebutkan Ombudsman bertujuan:
1. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;
2. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur,
terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
3. meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan
penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;
4. membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan
praktek-praktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;
5. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi
hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
Mengenai Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia tercantum dalam Pasal
7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia,
yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi :
Pasal 7, Ombudsman bertugas:
a. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik
8
b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
e. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga
pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f. membangun jaringan kerja;
g. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
dan
h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Pasal 8 ayat (1), Ombudsman berwenang :
a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain
yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun
Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi
mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
Laporan;
e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk
membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.
Pasal 8 ayat (2), selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman
berwenang:
a) menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara
Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur
pelayanan publik;
9
b) menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan
peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah
Maladministrasi.
Mengenai rekomendasi Ombudsman, Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan
saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk
dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan
administrasi pemerintahan yang baik. Ombudsman menerima Laporan dan memberikan
Rekomendasi apabila ditemukan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Rekomendasi disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua
Ombudsman. Menurut Pasal 37 ayat (2) Rekomendasi memuat sekurang-kurangnya:
1. uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
2. uraian tentang hasil pemeriksaan;
3. bentuk Maladministrasi yang telah terjadi; dan
4. kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan
Terlapor dan atasan Terlapor.
Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Walaupun
demikian, sebenarnya rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia tidak mempunyai
kekuatan hukum (non legally binding), tetapi bersifat morally binding. Rekomendasi yang
bersifat morally binding pada dasarnya mecoba menempatkan manusia pada martabat mulia
sehingga untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu seorang pejabat publik tidak
harus diancam dengan sanksi hukum, melainkan melalui kesadaran moral yang tumbuh dari
lubuk hati.
Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di
daerah provinsi atau kabupaten/kota. Perwakilan Ombudsman mempunyai hubungan hierarkis
dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Kepala perwakilan dibantu
oleh asisten Ombudsman. Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman secara
mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Ombudsman. Saat ini telah ada beberapa perwakilan
10
Ombudsman di daerah antara lain di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, wilayah Sumatra
Utara dan NAD, wilayah NTT dan NTB, dan Wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo.
2.2 Peran Ombudsman dalam Menangani Tindakan Maladministrasi oleh Aparatur
Penyelenggara Negara
Lembaga Ombudsman mempunyai peran yang sangat penting dalam menangani
maladministrasi. Peran tersebut dapat dilihat dari fungsi lembaga Ombudsman yang dijalankan
melalui pelaksanaan tugas-tugasnya, Pasal 7 UU Ombudsman. Dalam kamus ilmiah populer
maladminstrasi artinya administrasi yang buruk atau pemerintahan yang buruk. Soenaryati
Hartono mengartikan maladministrasi dengan perilaku yang tidak wajar, kurang sopan dan tidak
peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan penggunaan kekuasaan secara
semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil,
intimidatif atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan
undang-undang atau fakta tidak termasuk akal, atau berdasarkan tindakan unreasonable, unjust,
oppresive, dan diskriminasi.
Menurut Sadjijono maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh
penyelenggara administrasi negara (pejabat pemerintahan) dalam proses pemberian pelayanan
umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau
melakukan penyalahgunaan wewenang (detournement de povoir) yang atas tindakan tersebut
menimbulkan kerugian dan ketidak adilan bagi masyarakat.
Kategori maladministrasi bahwa tindakan hukum dimaksud bertentangan dengan kaidah
atau norma dalam menjalankan pemerintahan termasuk norma hukum, sehingga menurut
Soenaryati Hartono tindakan atas perilaku maladministrasi bukan sekedar merupakan
penyimpangan dari prosedur atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat penegak
hukum, tetapi juga dapat merupakan perbuatan hukum.
Kartini Istikomah dalam penjelasannya di Kantor Pusat Ombudsman di Jakarta pada
tanggal 13 Nopember 2013 mengatakan bahwa Ombudsman RI memberikan indikator bentuk-
bentuk maladministrasi antara lain:
1. Penundaan atas Pelayanan (Berlarut larut)
2. Tidak Menangani
11
3. Melalaikan Kewajiban
4. Persekongkolan
5. Kolusi dan Nepotisme
6. Bertindak Tidak Adil
7. Nyata-nyata Berpihak
8. Pemalsuan
9. Pelanggaran Undang-Undang
10. Perbuatan Melawan Hukum
11. Diluar Kompetensi
12. Tidak Kompeten
13. Intervensi
14. Penyimpangan Prosedur
15. Bertindak Sewenang-wenang
16. Penyalahgunaan Wewenang
17. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut
18. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi
19. Penguasaan Tanpa Hak
20. Penggelapan Barang Bukti.
Menurut Sadjijono tindakan maladministrasi memiliki kaitan dengan sikap dan perilaku
penyelenggara administrasi negara (pemerintahan) sebagai subjek hukum yang secara teori
pemerintah memiliki kedudukan khusus sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban
untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dalam rangka melaksanakan
kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang atau menerapkan sanksi-sanksi hukum,
sehingga penyelenggaraan pemerintahan memiliki pengaruh yang sangat dominan.
Apabila wewenang tersebut melekat suatu tanggung jawab atau akuntabilitas kepada
masyarakat, sehingga tindakan maladministrasi sebagai tindakan yang bertentangan dengan
kehendak rakyat, maka tindakan maladministrasi sebagai tolak ukur moralitas suatu
pemerintahan yang mendapatkan penilaian baik apabila tidak terjadi maladministrasi, dan
sebaliknya. Selain itu tindakan maladministrasi bertentangan dengan konsep good governance,
yang esensinya sebagai kaidah etika atau moral dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik.
12
Fungsi dan tugas Ombudsman tidak dapat dijalankan apabila lembaga tersebut tidak
diberikan kewenangan. Oleh karena itu undang-undang ini menyebutkan pula wewenang
Ombudsman sebagaimana terdapat dalam Pasal 8. Dalam konsep hukum administarsi setiap
pemberian wewenang kepada suatu badan atau pejabat administrasi negara selalu disertai dengan
tujuan dan maksud pemberian wewenang itu sehingga penerapannya harus sesusai dengan tujuan
dan maksudnya. Apabila penggunaan wewenang tidak sesuai dengan tujuan dan maksud
pemberian wewenang, berarti telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Dan maksud pemberian
wewenang merupakan parameter dalam menilai penerapan kewenangan penyelenggara negara
yang tergolong penyalahgunaan wewenang. Parameter dengan tujuan dan maksud tersebut
dikenal dengan asas spesialitas.
Proses penanganan laporan di Ombudsman
Berikut ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan proses penanganan laporan di lembaga
Ombudsman:
 Siapa saja yang boleh melapor?
Seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) atau penduduk, khususnya yang menjadi korban
langsung tindakan maladministrasi.
 Laporan yang ditangani Ombudsman:
1. Harus jelas identitas pelapornya (Ombudsman tidak melayani surat kaleng).
2. Substansi yang dilaporkan merupakan kewenangan Ombudsman.
3. Disertai data kronologis yang jelas dan sistematis.
4. Tidak harus menggunakan bahasa hukum, cukup bahasa yang sederhana.
 Laporan yang tidak ditindaklanjuti apabila:
1. Identitas pelapor tidak lengkap
2. Tidak disertai alasan yang mendasar
3. Tidak mendapat kuasa dari korban
4. Sedang dalam pemeriksaan di pengadilan atau instansi yang berwenang
5. Sudah diselesaikan oleh instansi yang berwenang
6. Pelapor sudah terlebih dahulu menyampaikan keluhan atau dilaporkan kepada instansi yang
berwenang
7. Peristiwa tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sudah lewat 2 (dua)
tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.
13
 Bagaimana proses penanganan laporan?
1. Keluhan masyarakat akan ditelaah oleh Ombudsman;
2. Apabila berkas belum lengkap, pelapor akan dihubungi kembali agar melengkapi data yang
diperlukan;
3. Bila dirasa perlu, pelapor dapat berkonsultasi di Kantor Ombudsman Republik Indonesia atau
kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia;
4. Ombudsman akan menyiapkan permintaan klarifikasi dan rekomendasi yang ditujukan
kepada instansi yang dilaporkan dengan tembusan kepada instansi yang terkait serta pelapor
tentunya.
 Pemeriksaan dapat dihentikan apabila:
1. Substansi yang dilaporkan merupakan kebijakan umum pemerintah;
2. Perilaku dan keputusan aparat telah sesuai ketentuan yang berlaku;
3. Masalah yang dilaporkan masih dapat diselesaikan sesuai prosedur administrasi yang
berlaku;
4. Masalah yang dilaporkan sedang diperiksa di Pengadilan, dalam proses banding atau kasasi
di Pengadilan yang lebih tinggi;
5. Tercapainya penyelesaian dengan cara mediasi;
6. Pelapor meninggal dunia atau mencabut laporannya.
 Biaya/Imbalan:
Ombudsman tidak memungut biaya (GRATIS) dan tidak menerima imbalan dalam bentuk
apapun.
 Kerahasiaan:
Atas pertimbangan tertentu Ombudsman dapat menjaga kerahasiaan identitas pelapor.
 Bagaimana cara menyampaikan laporan?
1. Datang langsung ke kantor Ombudsman RI atau perwakilannya
2. Melalui surat pos atau jasa ekspedisi ke alamat kantor Ombudsman RI atau perwakilannya
3. Melalui telepon atau faksimili
4. Melalui internet dengan alamat http//:www.ombudsman.go.id
14
2.3 Mekanisme Penegakkan dan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan
dalam Hukum Administrasi Negara
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia
terlindungi, hukum, harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,
damai, tetapi dapat juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar
itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi kenyataan. Diperlukan
sarana dalam sebuah penegakan hukum, maka dari itu ada langkah preventif yang harus
ditempuh untuk menegakkan sehingga aturan itu dapat diterapkan, maka lahirlah istilah
pengawasan. dan untuk memaksakan peraturan maka lahirlah juga sanksi.
Soerjono Soekanto mengemukakan ada dua pengertian penegakkan hukum, yaitu:
A. Pengertian dalam arti luas yang mencakup:
1. Lembaga-lembaga yang menerapkan hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian;
2. Pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana atau Penegak Hukum seperti
Hakim, Jaksa, Polisi;
3. Segi Adminsitratif seperti proses peradilan, pengusutan, penahanan, dan seterusnya;
4. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan;
5. Batas-batas wewenang antara Pengadilan Sipil dengan Pengadilan Militer, dan
Pengadilan Agama.
B. Pengertian dalam arti sempit yang mencakup:
Penerapan hukum oleh lembaga lembaga peradilan (serta pejabat-pejabatnya), kejaksaan dan
kepolisian Pendapat berbeda dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yang menyatakan
bahwa penegakan hukum itu maknanya adalah pelaksanaan hukum itu atau implementasi
hukum itu sendiri. Dalam pelaksanaan hukum akan terkait dengan tiga komponen, yaitu:
1. Adanya seperangkat peraturan yang berfungsi mengatur prilaku manusia menyelesaikan
sengketa yang timbul diantar anggota masyarakat.
2. Adanya seperangkat orang atau lembaga yang melaksanakan tugas agar peraturan yang
dibuat itu dipatuhi dan tidak dilanggar.
15
3. Cara atau prosedur pelaksanaanya harus jelas dan tegas serta mudah dimengerti agar
pelaksanaannya tidak mengalami kesalahpahaman dan keraguan dalam tata organisasi
maupun kewenangan.
Sistem penegakkan hukum (yang baik) menyangkut penyerasian antara nilai dengan substansi
hukum serta prilaku nyata manusia Jika hakikat penegakkan itu mewujudkan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah (substansi yang memuat keadilan dan kebenaran), maka penegakan hukum bukan
hanya menjadi tugas dari penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi
menjadi tugas setiap orang.
Menurut J.B.J.M, ten Berge, “tugas penegakan hukum tidak hanya diletakkan di pundak
polisi. Penegakkan hukum merupakan tugas dari semua subjek hukum dalam masyarakat.
Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik, pihak pemerintahlah yang paling
bertanggung jawab melakukan penegakan hukum J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa
aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam penegakan hukum, yaitu:
a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi;
b. Ketentuan perkecualian harus dibatasai secara minimal;
c. Peraturan harus banyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara obyektif dapat
ditentukan;
d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh meraka yang terkena peraturan itu dan mereka
yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum).
Aparat Penegak Hukum :
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan
aparat penegak hukum Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya
hukum itu, dimulai dari polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas-petugas sipir
pemasyarakatan.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang
mempengaruhi, yaitu:
16
1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan
mekanisme kerja kelembagaannya;
2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya,
dan
3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang
mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun
hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan
ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu
sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.
Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) :
Pasal 1 angka (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf (b) UU N.o 8/1981 tentang Hukum Acara
Pidana’ Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah pegawai negeri sipil yang oleh undang-
undang diberikan kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan. Pasal 1 angka 11 UU No.
2/2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah
pejabat pegawai negeri tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku
penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka (2)
huruf(b) UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dengan kata lain PPNS adalah pegawai
negeri sipil yang diberi jabatan, dan dengan jabatan tersebut ia memiliki kewenangan untuk
melakukan tugas penyidikan, dan mengemban fungsi sebagai penegak hukum.
PPNS diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia atas usul departemen
yang membawahi pegawai negeri tersebut, setelah mendapatkan pertimbangan dari Jaksa Agung
dan Kepala Kepolisian RI Untuk dapat diangkat menjadi PPNS, pegawai negeri sipil harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil paling sedikit 2 (dua) tahun
17
2. Pangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I (golongan II/b)
3. Berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas
4. Bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum
5. Telah mengikuti pendidikan dn pelatihan khusus di bidang penyidikan
6. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam daftar penilaian pelaksanaan
pekerjaan (DP3) pegawai negeri sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir berturut-turut
7. Sehat jasmani dan jiwa yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter dari rumah sakit
pemerintah atau rumah sakit swasta
8. Mendapat pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI.
Wewenang PPNS untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah
koordinasi dan pengawasan pejabat kepolisian; Apabila undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya tidak mengatur secara tegas kewenangan yang diberikan, maka PPNS karena
kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
e. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
f. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
g. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjut nya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum,
tersangka atau keluarganya
h. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Selain
wewenang sebagaimana tersebut di atas, PPNS mengemban fungsi kepolisian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. fungsi kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
18
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat. Pejabat PPNS diberhentikan dari jabatannya, karena:
 Berhenti sebagai pegawai negeri sipil
 Atas permintaan sendiri
 Melanggar disiplin kepegawaian atau terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
 Tidak bertugas lagi di bidang teknik operasional penegakan hukum
 Meninggal dunia
 Pensiun sebagai pegawai negeri sipil. Usul pemberhentian pejabat PPNS diajukan oleh
menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non-departemen yang membawahi pegawai
negeri sipil yang bersangkutan kepada Menteri Hukum dan HAM RI. dengan memuat
alasan pemberhentian.
J.B.J.M.Ten Berge menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum administrasi negara
meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. pengawasan merupakan langkah preventif untuk
memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk
memaksakan kepatuhan dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah
dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma
hukum, dan juga adanya jaminan terhadap masyarakat dari tindakan-tindakan pemerintahan
sebagai konsekuensi konsep welfare state pemerintah campur tangan sangat luas dalam
kehidupan masyarakat seperti bidang politik, agama, sosial, budaya, dan sebagainya, perlu
adanya perlindungan kepentingan masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk
pengawasan terhadap kegiatan pemerintah. Berdasarkan beberapa pendapat ahli dibawah ini
dikemukakan beberapa pengertian pengawasan :
1. Jors Stein, pengawasan ditujukan sebagai upaya pengelolaan untuk mencapai hasil
dan tujuan.
2. Hendri fayon dan Muhsan, pengawasan adalah tolok ukur untuk mencapai tujuan.
3. Jost Teri, Hanri, dan Muhsan, pengawasan adalah kegiatan mencocokan antara hasil
dan tujuan.
4. Bagir Manan dan Paulus Efendi, pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya
kekeliruan dan menunjukan cara dan tujuan yang benar.
19
5. Philips giding, nilai pengawasan terletak pada materi korektif pemerintah terhadap
kekeliruan yang telah dilangkahi.
Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam hukum
administrasi negara, yaitu bahwa :
A. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap
badan/ organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan atas: Kontrol intern berarti bahwa
pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/ struktural masih
termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri. kontrol ekstern adalah pengawasan yang
dilakukan oleh organ atau lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar
pemerintah.
 Pengawasan Intern Pengawasan atau kontrol intern adalah pengawasan yang
dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang
bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara
pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control). Pengawasan
intern dapat dibedakan antara:
a) Pengawasan intern dalam arti sempit; dimana antara pejabat yang diawasi itu dengan
aparat pengawas sama-sama bernaung dalam satu lembaga. Contoh: Insperktorat Jenderal
(Irjen) Departemen Dalam Negeri dan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) Wilayah
Provinsi/ Kabupaten/Kota, masing-masing bernaung dalam DEPDAGRI. Pengawasan
intern dalam arti sempit ini dapat dilihat sebagai aktivitas yang dilakukan oleh
komponen-komponen eksekutif sendiri demi mendukung dan mengamankan tanggung
jawab pimpinan.
b) Pengawasan intern dalam arti luas. pengawasan ini pada hakikatnya sama dengan
pengawasan intern dalam arti sempit. Perbedaannya hanya terletak pada adanya korelasi
langsung antara pengawas dan pejabat yang diawasi, artinya pengawas yang melakukan
pengawasan tidak bernaung dalam satu Departemen/Lembaga Negara, tetapi masih
berada dalam satu kelompok eksekutif, dalam arti aparat pengawas tersebut diangkat dan
bertanggung jawab kepada pimpinan eksekutif. Aparat yang melakukan pengawasan
dalam arti luas adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
20
 Pengawasan Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang
ada di luar lingkungan unit organisasi yang bersangkutan yang tidak mempunyai
hubungan kedinasan dengan unit organisasi yang diawasi Pengawas tidak tunduk
terhadap pimpinan organisasi/unit kerja yang diawasinya. Oleh karenanya
obyektivitas pemeriksaan dapat dipertahankan Pengawasan intern dilakukan bukan
untuk kepentingan unit organisasi yang diawasi, tetapi untuk kepentingan masyarakat
atau organisasi lain yang diwakilinya dalam bidang pengawasan Contoh pengawasan
ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
terhadap penguasaan dan pengurusan keuangan negara oleh pemerintah.
B. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, pengawasan atau kontrol dibedakan atas:
Kontrol a-priori terjadi bila pengawasan dilaksanakan sebelum dikeluarkannya keputusan
atau ketetapan pemerintah. Kontrol a-posteriori terjadi bila pengawasan itu baru
dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah .
 Pengawasan a-priori adalah pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya
keputusan atau ketetapan pemerintah ataupun sebelum dilaksanakan nya suatu
kegiatan. Oleh karena itu, pengawasan ini dapat pula dikatakan sebagai pengawasan
preventif. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun dalam penerbitan keputusan atau
ketetapan oleh pemerintah.
Pengawasan a-priori biasanya berbentuk prosedur-prosedur ataupun persyaratan-
persyaratan yang harus ditempuh ataupun dipenuhi sebelum suatu keputusan atau
ketetapan dikeluarkan, ataupun suatu tindakan dilaksanakan oleh pemerintah.
Prosedur-prosedur atau syarat-syarat mana telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan keputusan atau ketetapan
ataupun tindakan pemerintah.
 Pengawasan a-posteriori adalah pengawasan yang dilakukan sesudah
dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah ataupun setelah kegiatan
dilakukan. Dalam hal keputusan atau ketetapan pemerintah, maka pengawasan jenis
ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaksanaan keputusan atau ketetapan
tersebut, apakah dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan tujuan atau maksud
diterbitkan keputusan atau ketetapan tersebut. Dalam hal kegiatan pemerintah,
21
lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, dengan pengawasan represif
dimaksudkan untuk mengetahui apkah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan
itu telah mengikuti kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
C. Ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri dari Kontrol dari segi hukum
(rechtmatigheid) dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat
hukumnya saja (segi legalitas), yaitu segi rechtmatigheid dari perbuatan pemerintah
Kontrol dari segi kemanfaatan (doelmatigheid) dimaksudkan untuk menilai benar
tidaknya perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya.
Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan
agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai
suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum
terjadinnya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya represif. Disamping itu
penagwasan diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Pengawasan segi hukum dan segi kebijakan terhadap tindakan pemerintah dalam hukum
administrasi negara adalah dalam rangka memberikan perlindungan bagi rakyat, yang terdiri dari
upaya administratif dan peradilan administrasi.
2.4 Sanksi-sanksi yang Diterapkan dalam Hukum Administrasi Negara
Sarana penegakkan hukum disamping pengawasan adalah sankasi. Sanksi Hukum
Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum
administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Dalam HAN,
penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana
kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. J.J.
Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara
pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan
peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.
Jenis sanksi administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu sanksi reparatoir artinya
sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk
memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya
22
bestuursdwang, dwangsom), sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan
hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif, sedangkan Sanksi
Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan
yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan,
Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi
ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung
oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan
pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan. Macam-macam Sanksi dalam
Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali
keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan
uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
a. Paksaan Pemerintahan (Bestuurswang/Politiedwang)
Berdasarkan UU Hukum Administrasi Belanda (paksaan pemerintahan merupakan
tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk
memindahka, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang
telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan). Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp
Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya.
Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk
mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak
atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.
Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum
tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan,
asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat
substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB.
Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan
membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara
memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus IMB tidak
dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran. Contoh
Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industry
23
didaerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RT/RW
yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan
bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam
bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.
Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus
definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang
tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas,
Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa
syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan
biaya.
Ketentuan hukum bahwa pelaksanaan bestuursdwang atau paksaan pemerintahan itu
wajib didahului dengan surat peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk KTUN. Surat
peringatan tertulis ini harus berisi hal-hal berikut ini:
1. Peringatan harus definitif.
2. Organ yang berwenag harus disebut.
3. Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat.
4. Ketentuan yang dilanggar jelas.
5. Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas.
6. Peringatan harus memuat penentuan jangka waktu.
7. Pemberian beban harus jelas dan seimbang.
8. Pemberian beban tanpa syarat.
9. Beban mengandung pemberian alasannya.
10. Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.
b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan
Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan
mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan atau menyatakan tidak
berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap
peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga
24
dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si
pelanggar.
Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN
terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada
asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap
benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan
itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di
pengadilan.
Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara
yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara
sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi
jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang
berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau
pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga
apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya
penolakan izin.
c. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa
uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang
harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu
yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran
bunga.
Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada
seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.
25
d. Pengenaan Denda Administratif
Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan
denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk
mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari
sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang
pasti. Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum
administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Denda administratif dapat dilihat contohnya pada benda fiskal yang ditarik oleh inspektur
pajak dengan fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dan
ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahannya.
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 bertujuan meningkatkan pelayanan dan
perlindungan hukum oleh aparat pemerintah dan peradilan kepada masyarakat. Dan telah dicabut
dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman
Republik Indonesia selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggaraan negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN,
BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau
APBD.
Fungsi Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia, yaitu (1) mengakomodasi partisipasi
masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang berkualitas dan efisien,
menyelenggarakan peradilan yang adil, tidak memihak dan jujur, (2) meningkatkan perlindungan
perorangan dalam memperoleh pelayanan publik, keadilan dan kesejahteraan, serta
mempertahankan hak-haknya terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse
of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi yang tidak layak.
Tugas dan wewenang Ombudsman diatur dalam pasal (7) dan pasal (8) UU NO. 37 Tahun 2008
Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Peran Ombudsman dalam menangani tindakan maladministrasi oleh aparatur
penyelenggara negara sangat penting. Ombudsman menerima Laporan dan memberikan
Rekomendasi apabila ditemukan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Rekomendasi disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua
Ombudsman. Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman.
Walaupun demikian, sebenarnya rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia tidak
27
mempunyai kekuatan hukum (non legally binding), tetapi bersifat morally binding. Rekomendasi
yang bersifat morally binding pada dasarnya mecoba menempatkan manusia pada martabat
mulia sehingga untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu seorang pejabat publik
tidak harus diancam dengan sanksi hukum, melainkan melalui kesadaran moral yang tumbuh
dari lubuk hati.
Penegakan hukum dalam hukum administrasi Negara dilakukan dengan dua cara :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintah dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan
peraturan dan perundang-undangan tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang
meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
Macam-macam sanksi dalam hukum administrasi Negara :
1) Paksaan pemerintah (berstuursdwang)
2) Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan
3) Pengenaan uang paksa
4) pengenaan denda administrasi.
B. SARAN
Sebaiknya Ombudsman lebih giat lagi dalam mengadakan sosialisasi kepada masyarakat,
Karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang
keberadaan Ombudsman. Sosialisasi dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah
tayang dan waktu tayang Iklan layanan masyarakat di media surat kabar dan radio, serta
menambahkan media televisi dan website sebagai penyedia jasa iklan layanan masyarakat
Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, dilakukan percepatan perwakilan Ombudsman di
daerah-daerah serta memperluas kewenangan Ombudsman Republik Indonesia, dalam hal:
a. kekuatan mengikat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia
b. pemberian reward kepada instansi penyelenggara pelayanan publik
c. peninjauan berkala Ombudsman Republik Indonesia kepada instansi penyelenggara
pelayanan publik.
28
DAFTAR PUSTAKA
Antonius Sujata, dkk.2002. Ombudsman Indonesia: Masa Lalu, Sekarang Dan Masa
Mendatang. Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional.
HR, Ridwan. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Hallim, Ridwan. 1987. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia
Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
UU RI No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
www.hukumonline.com
http://medizton.wordpress.com/2010/04/14/pengawasan-penegakan-dan-sanksi-han/

Contenu connexe

Tendances

(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintahAbid Zamzami
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruanggege52
 
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCESOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCEDian Oktavia
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalEvirna Evirna
 
Organisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraOrganisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraSiti Sahati
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negaraaishkhuw fillah
 
3 sumber hukum tata negara
3 sumber hukum tata negara3 sumber hukum tata negara
3 sumber hukum tata negaraNuelnuel11
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Fenti Anita Sari
 
Proses Pembuatan Perjanjian Internasional
Proses Pembuatan Perjanjian InternasionalProses Pembuatan Perjanjian Internasional
Proses Pembuatan Perjanjian InternasionalNidya Milano
 
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnPengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnFenti Anita Sari
 
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...Eva Yusinta
 
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARASiti Sahati
 
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikShelly Selviana
 

Tendances (20)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
(3 4) kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah
 
hukum tata ruang
hukum tata ruanghukum tata ruang
hukum tata ruang
 
Makalah sistem ketatanegaraan
Makalah sistem ketatanegaraanMakalah sistem ketatanegaraan
Makalah sistem ketatanegaraan
 
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCESOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
Organisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraOrganisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi Negara
 
Hukum tata negara
Hukum tata negaraHukum tata negara
Hukum tata negara
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
3 sumber hukum tata negara
3 sumber hukum tata negara3 sumber hukum tata negara
3 sumber hukum tata negara
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT
 
Proses Pembuatan Perjanjian Internasional
Proses Pembuatan Perjanjian InternasionalProses Pembuatan Perjanjian Internasional
Proses Pembuatan Perjanjian Internasional
 
Mph mahatma
Mph mahatmaMph mahatma
Mph mahatma
 
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnPengertian dan Obyek Kajian  Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKn
 
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas kenegaraaan sebelum dan sesudah amande...
 
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
 
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Legal drafting
Legal draftingLegal drafting
Legal drafting
 

Similaire à Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028

Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaraPertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaratondy lbh
 
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARATUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARADiana Nova
 
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptxFungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptxPutriRahayuWidjayant
 
Pustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakat
Pustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakatPustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakat
Pustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakatBinsar Frengki
 
kelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptx
kelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptxkelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptx
kelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptxdilfha23
 
Otonomi daerah-dan-ombudsman
Otonomi daerah-dan-ombudsmanOtonomi daerah-dan-ombudsman
Otonomi daerah-dan-ombudsmanKang Huda
 
Hukum tata pemerintahan New.pptx
Hukum tata pemerintahan New.pptxHukum tata pemerintahan New.pptx
Hukum tata pemerintahan New.pptxRenggaSantoso
 
Sejarah singkat ptun bandung
Sejarah singkat ptun bandungSejarah singkat ptun bandung
Sejarah singkat ptun bandungWulan Yussilya
 
Materi kelas x pkn selasa
Materi kelas x pkn selasaMateri kelas x pkn selasa
Materi kelas x pkn selasaSigitSurya3
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfIntan Wachyuni
 
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)EllisaVikalista1
 
2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf
2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf
2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdfIkeWanusmawatie1
 

Similaire à Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028 (20)

Pengawasan Pelayanan Publik
Pengawasan Pelayanan PublikPengawasan Pelayanan Publik
Pengawasan Pelayanan Publik
 
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaraPertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
 
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARATUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
 
Urgensi kemandirian peradilan
Urgensi kemandirian peradilanUrgensi kemandirian peradilan
Urgensi kemandirian peradilan
 
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptxFungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Pustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakat
Pustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakatPustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakat
Pustaka unpad mekanisme_kontrol_masyarakat
 
kelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptx
kelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptxkelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptx
kelompok 3uiz8wueurjdoxoorjw6a8x8 ppt-1.pptx
 
Otonomi daerah-dan-ombudsman
Otonomi daerah-dan-ombudsmanOtonomi daerah-dan-ombudsman
Otonomi daerah-dan-ombudsman
 
Hukum tata pemerintahan New.pptx
Hukum tata pemerintahan New.pptxHukum tata pemerintahan New.pptx
Hukum tata pemerintahan New.pptx
 
Upaya penegakan hukum di indonesia
Upaya penegakan hukum di indonesiaUpaya penegakan hukum di indonesia
Upaya penegakan hukum di indonesia
 
Sejarah singkat ptun bandung
Sejarah singkat ptun bandungSejarah singkat ptun bandung
Sejarah singkat ptun bandung
 
Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)
Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)
Sistem penyelenggaraan pemerintah negara (2)
 
PB10.pptx
PB10.pptxPB10.pptx
PB10.pptx
 
Materi kelas x pkn selasa
Materi kelas x pkn selasaMateri kelas x pkn selasa
Materi kelas x pkn selasa
 
Pkn
Pkn Pkn
Pkn
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
 
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YG BAIK (AUPB)
 
2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf
2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf
2021.2 Tatanan Organisasi Lembaga Negara.pdf
 

Dernier

Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptxSirlyPutri1
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 

Dernier (20)

Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 

Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028

  • 1. MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA OMBUDSMAN DAN KARAKTERISTIK PENGAWASAN SERTA SANKSI DALAM OPTIK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DISUSUN OLEH: NAMA : SILVIA KUMALASARI NIM : 8111412028 ROMBEL : I (SATU) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku. Dalam negara hukum, hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan, sementara tujuan negara hukum itu sendiri adalah terciptanya kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan, kedamaian, dan kemanfaatan atau kebermaknaan. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia juga mulai berkembang menjadi Negara hukum materiil atau welfare state dimana semua kegiatan dari segala aspek ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Welfare state menuntut adanya peran aktif birokrasi untuk mengatur peran warga negaranya. Kewenangan birokrasi yang demikian luasnya mengakibatkan timbulnya perbuatan tercela dalam birokrasi. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan setiap warga negara, karena secara sadar atau tidak sadar warga negara pada umumnya selalu berhubungan dengan aktifitas birokrasi pemerintahan. Karena itulah diperlukan suatu pengawasan yang disertai sanksi bagi aparatur penyelenggara pemerintahan (birokrasi) apabila melakukan suatu pelanggaran terhadap tugas atau kewenangannya, sehingga dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat para aparatur penyelenggara pemerintahan dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat yang selama ini hak-hak sipil mereka kurang memperoleh perhatian dan pengakuan secara layak, sekalipun hidup di dalam negara hukum Republik Indonesia. Padahal pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dan penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (good governance).
  • 3. 3 Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan, juga penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik. Setalah reformasi bergulir, reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, yaitu kehidupan yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis. Sejalan dengan semangat reformasi itu, pemerintah melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Perubahan yang dimaksud antara lain dengan membentuk lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintahan yang baru. Salah satu diantaranya adalah Komisi Ombudsman Nasional atau juga yang lazim disebut Ombudsman Nasional. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000, berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Pembentukan lembaga Ombudsman bertujuan untuk membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui peran serta masyarakat. Kemudian untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-undang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini sesuai pula dengan amanat ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan Undang-undang. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 2008 yaitu terbentuknya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD. Pembentukan Ombudsman terutama untuk membantu upaya pemerintah dalam mengawasi jalannya proses pemerintahan. Dengan tujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik yang menerapkan prinsip-prinsip good governance, bersih dari KKN dan meningkatkan
  • 4. 4 pelayanan umum (public service). Terlihat juga bahwa Ombudsman dibentuk untuk memfasilitasi peran serta masyarakat dalam pengawasan pemerintah. Aspek partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dapat lebih terjamin melalui mekanisme Ombudsman. Sehingga, partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, dapat dilaksanakan secara optimal. Dengan adanya lembaga Ombudsman ini, masyarakat diharapkan berperan secara partisipatif dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, di samping adanya pengawasan internal oleh inspektorat dan atasan langsung, pengawasan eksternal oleh Ombudsman RI, pengawasan fungsional oleh BPKP dan BPK serta melibatkan DPR dan DPRD. Pengawasan tersebut di antaranya meliputi tindakan-tindakan maladministrasi yang masih terjadi dalam pelayanan publik yang sangat meresahkan masyarakat. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik ? 2. Bagaimana peran ombudsman dalam menangani tindakan maladministrasi oleh aparatur penyelenggara negara ? 3. Bagaimana mekanisme penegakkan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam hukum administrasi negara ? 4. Apa saja sanksi yang diterapkan dalam hukum administrasi negara ?
  • 5. 5 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Ombudsman dalam Mengawasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik Ombudsman Indonesia muncul ditandai dengan adanya landasan yuridis berupa Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional. Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional dengan dasar hukum berupa Keppres tidaklah kuat. Banyak pihak yang menganggap keberadaan Komisi Ombudsman Nasional tidak efektif bila diterapkan di Indonesia. Namun dalam prakteknya, setelah Komisi Ombudsman Nasional dibentuk, masyarakat mulai menyampaikan keluhan-keluhan dan pengaduan lainnya mengenai sikap tindak para penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan yang tidak memberikan pelayanan publik yang baik. Untuk itu, perlu adanya dasar hukum yang lebih kuat bagi Komisi Ombudsman Nasional, agar keberadaan dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan lancar. Ombudsman adalah institusionalisasi dari hak-hak sipil (hak-hak hukum) yang dimiliki oleh setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari institusi pemerintah. Dengan demikian, Ombudsman adalah lembaga yang memperjuangkan hak-hak sipil warga negara dalam berhubungan dengan pemerintah, karena pemerintah bertanggung jawab untuk merealisasikan hak-hak warga negara tersebut. Fungsi ombudsman pada dasarnya adalah fungsi mediasi antara pihak pelapor (anggota masyarakat) dan terlapor (aparatur negara dan aparatur pemerintah). Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka setiap institusi pemerintah harus mempunyai prosedur dan alur administratif pelayanan publik dan aturan tingkah laku (code of conduct) aparatur negara di lingkungan pekerjaan masing-masing. Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik. Dalam hal ini meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inap-propriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan
  • 6. 6 (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), keterlambatan yang tidak perlu (undue-delay), atau pelanggaran kepatutan (equity). Tetapi sesungguhnya Ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, namun yang utama adalah mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sistemik dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Fungsi Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia tidaklah jauh dengan Ombudsman di banyak negara, yaitu (1) mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang berkualitas dan efisien, menyelenggarakan peradilan yang adil, tidak memihak dan jujur, (2) meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pelayanan publik, keadilan dan kesejahteraan, serta mempertahankan hak-haknya terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi yang tidak layak. Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 bertujuan meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum oleh aparat pemerintah dan peradilan kepada masyarakat. Saat ini telah dicabut dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dengan demikian nama Komisi Ombudsman Nasional juga berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Ombudsman Indonesia dapat disebut sebagai lembaga negara yang berbentuk badan hukum publik, karena Ombudsman dibentuk oleh kekuasaan umum dan dimaksudkan untuk menyelenggarakan kegiatan yang mempunyai tujuan untuk kepentingan umum. Ombudsman perperan sebagai perantara/ penghubung aspirasi dan keluhan dari masyarakat. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia memberi definisi tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Komisi Ombudsman Nasional
  • 7. 7 dibentuk dengan pertimbangan bahwa : Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan kerahasiaan. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman bertujuan: 1. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera; 2. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; 3. meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik; 4. membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme; 5. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan. Mengenai Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi : Pasal 7, Ombudsman bertugas: a. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
  • 8. 8 b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan; c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; e. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; f. membangun jaringan kerja; g. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang. Pasal 8 ayat (1), Ombudsman berwenang : a. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; b. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan; c. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor; d. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan; e. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak; f. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; g. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi. Pasal 8 ayat (2), selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang: a) menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
  • 9. 9 b) menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi. Mengenai rekomendasi Ombudsman, Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik. Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi apabila ditemukan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Rekomendasi disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. Menurut Pasal 37 ayat (2) Rekomendasi memuat sekurang-kurangnya: 1. uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; 2. uraian tentang hasil pemeriksaan; 3. bentuk Maladministrasi yang telah terjadi; dan 4. kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor. Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Walaupun demikian, sebenarnya rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum (non legally binding), tetapi bersifat morally binding. Rekomendasi yang bersifat morally binding pada dasarnya mecoba menempatkan manusia pada martabat mulia sehingga untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu seorang pejabat publik tidak harus diancam dengan sanksi hukum, melainkan melalui kesadaran moral yang tumbuh dari lubuk hati. Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota. Perwakilan Ombudsman mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Kepala perwakilan dibantu oleh asisten Ombudsman. Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman secara mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Ombudsman. Saat ini telah ada beberapa perwakilan
  • 10. 10 Ombudsman di daerah antara lain di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, wilayah Sumatra Utara dan NAD, wilayah NTT dan NTB, dan Wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo. 2.2 Peran Ombudsman dalam Menangani Tindakan Maladministrasi oleh Aparatur Penyelenggara Negara Lembaga Ombudsman mempunyai peran yang sangat penting dalam menangani maladministrasi. Peran tersebut dapat dilihat dari fungsi lembaga Ombudsman yang dijalankan melalui pelaksanaan tugas-tugasnya, Pasal 7 UU Ombudsman. Dalam kamus ilmiah populer maladminstrasi artinya administrasi yang buruk atau pemerintahan yang buruk. Soenaryati Hartono mengartikan maladministrasi dengan perilaku yang tidak wajar, kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta tidak termasuk akal, atau berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppresive, dan diskriminasi. Menurut Sadjijono maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara administrasi negara (pejabat pemerintahan) dalam proses pemberian pelayanan umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang (detournement de povoir) yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidak adilan bagi masyarakat. Kategori maladministrasi bahwa tindakan hukum dimaksud bertentangan dengan kaidah atau norma dalam menjalankan pemerintahan termasuk norma hukum, sehingga menurut Soenaryati Hartono tindakan atas perilaku maladministrasi bukan sekedar merupakan penyimpangan dari prosedur atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat penegak hukum, tetapi juga dapat merupakan perbuatan hukum. Kartini Istikomah dalam penjelasannya di Kantor Pusat Ombudsman di Jakarta pada tanggal 13 Nopember 2013 mengatakan bahwa Ombudsman RI memberikan indikator bentuk- bentuk maladministrasi antara lain: 1. Penundaan atas Pelayanan (Berlarut larut) 2. Tidak Menangani
  • 11. 11 3. Melalaikan Kewajiban 4. Persekongkolan 5. Kolusi dan Nepotisme 6. Bertindak Tidak Adil 7. Nyata-nyata Berpihak 8. Pemalsuan 9. Pelanggaran Undang-Undang 10. Perbuatan Melawan Hukum 11. Diluar Kompetensi 12. Tidak Kompeten 13. Intervensi 14. Penyimpangan Prosedur 15. Bertindak Sewenang-wenang 16. Penyalahgunaan Wewenang 17. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut 18. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi 19. Penguasaan Tanpa Hak 20. Penggelapan Barang Bukti. Menurut Sadjijono tindakan maladministrasi memiliki kaitan dengan sikap dan perilaku penyelenggara administrasi negara (pemerintahan) sebagai subjek hukum yang secara teori pemerintah memiliki kedudukan khusus sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang atau menerapkan sanksi-sanksi hukum, sehingga penyelenggaraan pemerintahan memiliki pengaruh yang sangat dominan. Apabila wewenang tersebut melekat suatu tanggung jawab atau akuntabilitas kepada masyarakat, sehingga tindakan maladministrasi sebagai tindakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat, maka tindakan maladministrasi sebagai tolak ukur moralitas suatu pemerintahan yang mendapatkan penilaian baik apabila tidak terjadi maladministrasi, dan sebaliknya. Selain itu tindakan maladministrasi bertentangan dengan konsep good governance, yang esensinya sebagai kaidah etika atau moral dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
  • 12. 12 Fungsi dan tugas Ombudsman tidak dapat dijalankan apabila lembaga tersebut tidak diberikan kewenangan. Oleh karena itu undang-undang ini menyebutkan pula wewenang Ombudsman sebagaimana terdapat dalam Pasal 8. Dalam konsep hukum administarsi setiap pemberian wewenang kepada suatu badan atau pejabat administrasi negara selalu disertai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang itu sehingga penerapannya harus sesusai dengan tujuan dan maksudnya. Apabila penggunaan wewenang tidak sesuai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang, berarti telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Dan maksud pemberian wewenang merupakan parameter dalam menilai penerapan kewenangan penyelenggara negara yang tergolong penyalahgunaan wewenang. Parameter dengan tujuan dan maksud tersebut dikenal dengan asas spesialitas. Proses penanganan laporan di Ombudsman Berikut ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan proses penanganan laporan di lembaga Ombudsman:  Siapa saja yang boleh melapor? Seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) atau penduduk, khususnya yang menjadi korban langsung tindakan maladministrasi.  Laporan yang ditangani Ombudsman: 1. Harus jelas identitas pelapornya (Ombudsman tidak melayani surat kaleng). 2. Substansi yang dilaporkan merupakan kewenangan Ombudsman. 3. Disertai data kronologis yang jelas dan sistematis. 4. Tidak harus menggunakan bahasa hukum, cukup bahasa yang sederhana.  Laporan yang tidak ditindaklanjuti apabila: 1. Identitas pelapor tidak lengkap 2. Tidak disertai alasan yang mendasar 3. Tidak mendapat kuasa dari korban 4. Sedang dalam pemeriksaan di pengadilan atau instansi yang berwenang 5. Sudah diselesaikan oleh instansi yang berwenang 6. Pelapor sudah terlebih dahulu menyampaikan keluhan atau dilaporkan kepada instansi yang berwenang 7. Peristiwa tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sudah lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi.
  • 13. 13  Bagaimana proses penanganan laporan? 1. Keluhan masyarakat akan ditelaah oleh Ombudsman; 2. Apabila berkas belum lengkap, pelapor akan dihubungi kembali agar melengkapi data yang diperlukan; 3. Bila dirasa perlu, pelapor dapat berkonsultasi di Kantor Ombudsman Republik Indonesia atau kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia; 4. Ombudsman akan menyiapkan permintaan klarifikasi dan rekomendasi yang ditujukan kepada instansi yang dilaporkan dengan tembusan kepada instansi yang terkait serta pelapor tentunya.  Pemeriksaan dapat dihentikan apabila: 1. Substansi yang dilaporkan merupakan kebijakan umum pemerintah; 2. Perilaku dan keputusan aparat telah sesuai ketentuan yang berlaku; 3. Masalah yang dilaporkan masih dapat diselesaikan sesuai prosedur administrasi yang berlaku; 4. Masalah yang dilaporkan sedang diperiksa di Pengadilan, dalam proses banding atau kasasi di Pengadilan yang lebih tinggi; 5. Tercapainya penyelesaian dengan cara mediasi; 6. Pelapor meninggal dunia atau mencabut laporannya.  Biaya/Imbalan: Ombudsman tidak memungut biaya (GRATIS) dan tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun.  Kerahasiaan: Atas pertimbangan tertentu Ombudsman dapat menjaga kerahasiaan identitas pelapor.  Bagaimana cara menyampaikan laporan? 1. Datang langsung ke kantor Ombudsman RI atau perwakilannya 2. Melalui surat pos atau jasa ekspedisi ke alamat kantor Ombudsman RI atau perwakilannya 3. Melalui telepon atau faksimili 4. Melalui internet dengan alamat http//:www.ombudsman.go.id
  • 14. 14 2.3 Mekanisme Penegakkan dan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan dalam Hukum Administrasi Negara Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum, harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi kenyataan. Diperlukan sarana dalam sebuah penegakan hukum, maka dari itu ada langkah preventif yang harus ditempuh untuk menegakkan sehingga aturan itu dapat diterapkan, maka lahirlah istilah pengawasan. dan untuk memaksakan peraturan maka lahirlah juga sanksi. Soerjono Soekanto mengemukakan ada dua pengertian penegakkan hukum, yaitu: A. Pengertian dalam arti luas yang mencakup: 1. Lembaga-lembaga yang menerapkan hukum seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian; 2. Pejabat-pejabat yang memegang peranan sebagai pelaksana atau Penegak Hukum seperti Hakim, Jaksa, Polisi; 3. Segi Adminsitratif seperti proses peradilan, pengusutan, penahanan, dan seterusnya; 4. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan; 5. Batas-batas wewenang antara Pengadilan Sipil dengan Pengadilan Militer, dan Pengadilan Agama. B. Pengertian dalam arti sempit yang mencakup: Penerapan hukum oleh lembaga lembaga peradilan (serta pejabat-pejabatnya), kejaksaan dan kepolisian Pendapat berbeda dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, yang menyatakan bahwa penegakan hukum itu maknanya adalah pelaksanaan hukum itu atau implementasi hukum itu sendiri. Dalam pelaksanaan hukum akan terkait dengan tiga komponen, yaitu: 1. Adanya seperangkat peraturan yang berfungsi mengatur prilaku manusia menyelesaikan sengketa yang timbul diantar anggota masyarakat. 2. Adanya seperangkat orang atau lembaga yang melaksanakan tugas agar peraturan yang dibuat itu dipatuhi dan tidak dilanggar.
  • 15. 15 3. Cara atau prosedur pelaksanaanya harus jelas dan tegas serta mudah dimengerti agar pelaksanaannya tidak mengalami kesalahpahaman dan keraguan dalam tata organisasi maupun kewenangan. Sistem penegakkan hukum (yang baik) menyangkut penyerasian antara nilai dengan substansi hukum serta prilaku nyata manusia Jika hakikat penegakkan itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah (substansi yang memuat keadilan dan kebenaran), maka penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas setiap orang. Menurut J.B.J.M, ten Berge, “tugas penegakan hukum tidak hanya diletakkan di pundak polisi. Penegakkan hukum merupakan tugas dari semua subjek hukum dalam masyarakat. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik, pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab melakukan penegakan hukum J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam penegakan hukum, yaitu: a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi; b. Ketentuan perkecualian harus dibatasai secara minimal; c. Peraturan harus banyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara obyektif dapat ditentukan; d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh meraka yang terkena peraturan itu dan mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum). Aparat Penegak Hukum : Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat penegak hukum Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang mempengaruhi, yaitu:
  • 16. 16 1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; 2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan 3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata. Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) : Pasal 1 angka (1) dan Pasal 6 ayat (1) huruf (b) UU N.o 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana’ Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah pegawai negeri sipil yang oleh undang- undang diberikan kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan. Pasal 1 angka 11 UU No. 2/2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia: Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka (2) huruf(b) UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dengan kata lain PPNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi jabatan, dan dengan jabatan tersebut ia memiliki kewenangan untuk melakukan tugas penyidikan, dan mengemban fungsi sebagai penegak hukum. PPNS diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia atas usul departemen yang membawahi pegawai negeri tersebut, setelah mendapatkan pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI Untuk dapat diangkat menjadi PPNS, pegawai negeri sipil harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil paling sedikit 2 (dua) tahun
  • 17. 17 2. Pangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I (golongan II/b) 3. Berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas 4. Bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum 5. Telah mengikuti pendidikan dn pelatihan khusus di bidang penyidikan 6. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) pegawai negeri sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir berturut-turut 7. Sehat jasmani dan jiwa yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah atau rumah sakit swasta 8. Mendapat pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI. Wewenang PPNS untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan pejabat kepolisian; Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukumnya tidak mengatur secara tegas kewenangan yang diberikan, maka PPNS karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang e. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi f. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara g. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjut nya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya h. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Selain wewenang sebagaimana tersebut di atas, PPNS mengemban fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
  • 18. 18 ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pejabat PPNS diberhentikan dari jabatannya, karena:  Berhenti sebagai pegawai negeri sipil  Atas permintaan sendiri  Melanggar disiplin kepegawaian atau terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap  Tidak bertugas lagi di bidang teknik operasional penegakan hukum  Meninggal dunia  Pensiun sebagai pegawai negeri sipil. Usul pemberhentian pejabat PPNS diajukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non-departemen yang membawahi pegawai negeri sipil yang bersangkutan kepada Menteri Hukum dan HAM RI. dengan memuat alasan pemberhentian. J.B.J.M.Ten Berge menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum administrasi negara meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, dan juga adanya jaminan terhadap masyarakat dari tindakan-tindakan pemerintahan sebagai konsekuensi konsep welfare state pemerintah campur tangan sangat luas dalam kehidupan masyarakat seperti bidang politik, agama, sosial, budaya, dan sebagainya, perlu adanya perlindungan kepentingan masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk pengawasan terhadap kegiatan pemerintah. Berdasarkan beberapa pendapat ahli dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian pengawasan : 1. Jors Stein, pengawasan ditujukan sebagai upaya pengelolaan untuk mencapai hasil dan tujuan. 2. Hendri fayon dan Muhsan, pengawasan adalah tolok ukur untuk mencapai tujuan. 3. Jost Teri, Hanri, dan Muhsan, pengawasan adalah kegiatan mencocokan antara hasil dan tujuan. 4. Bagir Manan dan Paulus Efendi, pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya kekeliruan dan menunjukan cara dan tujuan yang benar.
  • 19. 19 5. Philips giding, nilai pengawasan terletak pada materi korektif pemerintah terhadap kekeliruan yang telah dilangkahi. Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam hukum administrasi negara, yaitu bahwa : A. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/ organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan atas: Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/ struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri. kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah.  Pengawasan Intern Pengawasan atau kontrol intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control). Pengawasan intern dapat dibedakan antara: a) Pengawasan intern dalam arti sempit; dimana antara pejabat yang diawasi itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam satu lembaga. Contoh: Insperktorat Jenderal (Irjen) Departemen Dalam Negeri dan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) Wilayah Provinsi/ Kabupaten/Kota, masing-masing bernaung dalam DEPDAGRI. Pengawasan intern dalam arti sempit ini dapat dilihat sebagai aktivitas yang dilakukan oleh komponen-komponen eksekutif sendiri demi mendukung dan mengamankan tanggung jawab pimpinan. b) Pengawasan intern dalam arti luas. pengawasan ini pada hakikatnya sama dengan pengawasan intern dalam arti sempit. Perbedaannya hanya terletak pada adanya korelasi langsung antara pengawas dan pejabat yang diawasi, artinya pengawas yang melakukan pengawasan tidak bernaung dalam satu Departemen/Lembaga Negara, tetapi masih berada dalam satu kelompok eksekutif, dalam arti aparat pengawas tersebut diangkat dan bertanggung jawab kepada pimpinan eksekutif. Aparat yang melakukan pengawasan dalam arti luas adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
  • 20. 20  Pengawasan Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di luar lingkungan unit organisasi yang bersangkutan yang tidak mempunyai hubungan kedinasan dengan unit organisasi yang diawasi Pengawas tidak tunduk terhadap pimpinan organisasi/unit kerja yang diawasinya. Oleh karenanya obyektivitas pemeriksaan dapat dipertahankan Pengawasan intern dilakukan bukan untuk kepentingan unit organisasi yang diawasi, tetapi untuk kepentingan masyarakat atau organisasi lain yang diwakilinya dalam bidang pengawasan Contoh pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penguasaan dan pengurusan keuangan negara oleh pemerintah. B. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, pengawasan atau kontrol dibedakan atas: Kontrol a-priori terjadi bila pengawasan dilaksanakan sebelum dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah. Kontrol a-posteriori terjadi bila pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah .  Pengawasan a-priori adalah pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah ataupun sebelum dilaksanakan nya suatu kegiatan. Oleh karena itu, pengawasan ini dapat pula dikatakan sebagai pengawasan preventif. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan- penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun dalam penerbitan keputusan atau ketetapan oleh pemerintah. Pengawasan a-priori biasanya berbentuk prosedur-prosedur ataupun persyaratan- persyaratan yang harus ditempuh ataupun dipenuhi sebelum suatu keputusan atau ketetapan dikeluarkan, ataupun suatu tindakan dilaksanakan oleh pemerintah. Prosedur-prosedur atau syarat-syarat mana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan keputusan atau ketetapan ataupun tindakan pemerintah.  Pengawasan a-posteriori adalah pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah ataupun setelah kegiatan dilakukan. Dalam hal keputusan atau ketetapan pemerintah, maka pengawasan jenis ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaksanaan keputusan atau ketetapan tersebut, apakah dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan tujuan atau maksud diterbitkan keputusan atau ketetapan tersebut. Dalam hal kegiatan pemerintah,
  • 21. 21 lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, dengan pengawasan represif dimaksudkan untuk mengetahui apkah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. C. Ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri dari Kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legalitas), yaitu segi rechtmatigheid dari perbuatan pemerintah Kontrol dari segi kemanfaatan (doelmatigheid) dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya. Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinnya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya represif. Disamping itu penagwasan diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Pengawasan segi hukum dan segi kebijakan terhadap tindakan pemerintah dalam hukum administrasi negara adalah dalam rangka memberikan perlindungan bagi rakyat, yang terdiri dari upaya administratif dan peradilan administrasi. 2.4 Sanksi-sanksi yang Diterapkan dalam Hukum Administrasi Negara Sarana penegakkan hukum disamping pengawasan adalah sankasi. Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. J.J. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”. Jenis sanksi administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya
  • 22. 22 bestuursdwang, dwangsom), sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif, sedangkan Sanksi Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan, Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan. Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom). a. Paksaan Pemerintahan (Bestuurswang/Politiedwang) Berdasarkan UU Hukum Administrasi Belanda (paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahka, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan). Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya. Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB. Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran. Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industry
  • 23. 23 didaerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RT/RW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang. Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara. Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya. Ketentuan hukum bahwa pelaksanaan bestuursdwang atau paksaan pemerintahan itu wajib didahului dengan surat peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk KTUN. Surat peringatan tertulis ini harus berisi hal-hal berikut ini: 1. Peringatan harus definitif. 2. Organ yang berwenag harus disebut. 3. Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat. 4. Ketentuan yang dilanggar jelas. 5. Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas. 6. Peringatan harus memuat penentuan jangka waktu. 7. Pemberian beban harus jelas dan seimbang. 8. Pemberian beban tanpa syarat. 9. Beban mengandung pemberian alasannya. 10. Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya. b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga
  • 24. 24 dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar. Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan. Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya. Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin. c. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom) N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga. Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.
  • 25. 25 d. Pengenaan Denda Administratif Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti. Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis. Denda administratif dapat dilihat contohnya pada benda fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dan ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahannya.
  • 26. 26 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 bertujuan meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum oleh aparat pemerintah dan peradilan kepada masyarakat. Dan telah dicabut dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD. Fungsi Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia, yaitu (1) mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang berkualitas dan efisien, menyelenggarakan peradilan yang adil, tidak memihak dan jujur, (2) meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pelayanan publik, keadilan dan kesejahteraan, serta mempertahankan hak-haknya terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi yang tidak layak. Tugas dan wewenang Ombudsman diatur dalam pasal (7) dan pasal (8) UU NO. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Peran Ombudsman dalam menangani tindakan maladministrasi oleh aparatur penyelenggara negara sangat penting. Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi apabila ditemukan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Rekomendasi disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Walaupun demikian, sebenarnya rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia tidak
  • 27. 27 mempunyai kekuatan hukum (non legally binding), tetapi bersifat morally binding. Rekomendasi yang bersifat morally binding pada dasarnya mecoba menempatkan manusia pada martabat mulia sehingga untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu seorang pejabat publik tidak harus diancam dengan sanksi hukum, melainkan melalui kesadaran moral yang tumbuh dari lubuk hati. Penegakan hukum dalam hukum administrasi Negara dilakukan dengan dua cara : 1. Pengawasan bahwa organ pemerintah dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan peraturan dan perundang-undangan tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu. 2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah. Macam-macam sanksi dalam hukum administrasi Negara : 1) Paksaan pemerintah (berstuursdwang) 2) Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan 3) Pengenaan uang paksa 4) pengenaan denda administrasi. B. SARAN Sebaiknya Ombudsman lebih giat lagi dalam mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, Karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang keberadaan Ombudsman. Sosialisasi dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah tayang dan waktu tayang Iklan layanan masyarakat di media surat kabar dan radio, serta menambahkan media televisi dan website sebagai penyedia jasa iklan layanan masyarakat Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, dilakukan percepatan perwakilan Ombudsman di daerah-daerah serta memperluas kewenangan Ombudsman Republik Indonesia, dalam hal: a. kekuatan mengikat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia b. pemberian reward kepada instansi penyelenggara pelayanan publik c. peninjauan berkala Ombudsman Republik Indonesia kepada instansi penyelenggara pelayanan publik.
  • 28. 28 DAFTAR PUSTAKA Antonius Sujata, dkk.2002. Ombudsman Indonesia: Masa Lalu, Sekarang Dan Masa Mendatang. Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional. HR, Ridwan. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Hallim, Ridwan. 1987. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001. UU RI No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. www.hukumonline.com http://medizton.wordpress.com/2010/04/14/pengawasan-penegakan-dan-sanksi-han/