Praktikum ini bertujuan untuk menguji efek antiinflamasi dari infus rimpang temu putih dengan metode volume udem. Tikus diberi penginduksi radang dengan karagenin lalu diukur volume udem kakinya. Hasilnya menunjukkan infus rimpang temu putih 20% memberikan hambatan udem sebesar 143,7%, lebih besar dari kontrol positif na diklofenak.
1. PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
UJI ANTIINFLAMASI METODE VOLUME UDEM
KELOMPOK 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Angga Aditya R
Siska Hermawati
Rahmawati
Yuliana Putri A
Tri Rahmi
Dzati Illiyah I
Ratna Endah L
Venny Aryandini
Sherly Diama
(201210410311180)
(201210410311184)
(201210410311185)
(201210410311186)
(201210410311187)
(201210410311188)
(201210410311192)
(201210410311189)
(201210410311190)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
2012/2013
2. Praktikum V
UJI ANTIINFLAMASI METODE VOLUME UDEM
Tujuan instruksional khusus :
Memahami
prinsip eksperimen terhadap efek antiinflamasi dengan menggunakan alat
pletismometer.
Dasar Teori
A. Inflamasi
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses
inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah
putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi.
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk
menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidera dan untuk
mempersiapakan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi tidak boleh dianggap
sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi, tetapi tidak
semua inflamasi disebabkan oleh infeksi. Inflamasi adalah satu dari respon utama sistem
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan
sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari
penyebaran infeksi.
Terjadi inflamasi akibat dilepaskannya mediator-mediator kimia, contohnya :
histamin, kinin dan prostaglandin.
a. Histamin : mediator pertama dalam proses inflamasi menyebabkan dilatasi arteriol dan
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan dapat meninggalkan kapiler dan
mengalir ke daerah cedera.
b. Kinik (bradikinin) : meningkatkan permeabilitas kapiler dan rasa nyeri.
c. Prostaglandin : dilepaskannya prostaglandin menyebabkan bertambahnya fasodilatasi
permeabilitas kapiler, nyeri dan demam.
Radang mempunyai tiga peranan penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
3. 1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel elektron ke lokasi infeksi untuk
meningkatkan perfoma makrofag.
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebab infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Tanda-tanda utama inflamasi:
1. Eritema (kemerahan)
Merupakan tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan
akibat pelepasan mediator kimia tubuh.
2. Edema (pembengkakan)
Tahap ke dua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan interstial pada tempat
cedera. Kinin mendilatasi arteriol dengan meningkatkan permeabilitas kapiler.
3. Kolor (panas)
Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya penggumpalan darah
dan juga dikarenakan pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang menggangu
pusat pengaturan panas dan hipotalamus.
4. Dolor (nyeri)
Disebabkan peningkatan dan pelepasan mediator-mediator kimia.
5. Function laesa (hilangnya fungsi)
Disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa
nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena.
Cedera jaringan
Vasakonstroksi (sementara)
Pelepasan Mediator – mediator kimia
Dilatasi arterial
Bertambahnya
(vasodilatasi)
permeabilitas kapiler
Nyeri
Demam
4. Kemerahan
Pembengkakan
(Kogesti Darah) (penimbunan cairan 7 sel)
Nyeri
Panas
(Ujung saraf
(vasodilatasi)
Dan pembengkakan)
Hilangnya nyeri
Radang dapat dihentikan menurut reaksi pemula dengan meniadakan noksi atau
dengan menghentikan kerja yang merusak. Gejala inflamasi : reseptor suhu dalam
hipotalamus dan disampaikan ke pusat termoregulasi (pusat panas) yang terletak dalam
hipotalamus. Selanjutnya menerima implus dari reseptor dingin dan reseptor panas dari kulit
dan dengan demekian dalam kondisi untuk bereaksi dengan cepat terhadap beban panas dan
dingin. Pada keadaan beban panas (misal pada kerja jasmani) banyak panas dikeluarkan
melalui peningkatan pembentukan keringat dan melalui peningkatan aliran darah kulit. Pada
keadaan dingin, tidak hanya pembebasan panas di tekan, tapi juga produksi panas
ditingkatkan.
(Ernst Mutschlear, Dinamika Obat farmakologi dan Toksiologi. Buku ajar edisi kelima,
penerbit ITB 1991)
Obat Antiinflamasi
Obat-obat antiinflamasi contohnya obat antiinflamasi non steroid (NSAID) dan steroid
(preparat konstison) yang bekerjanya dengan cara menghambat mediator-mediator kimia
sehingga mengurangi proses inflamasi.
(Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan : 305-320)
Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)
Curcuma zedoaria mempunyai nama daerah yaitu : temu putih (Jakarta, Indonesia), koneng
bodas (Bogor). Tumbuh liar di Sumatera dan di hutan di Jawa Timur, juga tumbuh umum di
Jawa Barat (Sunardi et al., 2002). Umumnya temu putih ditanam sebagai tanaman obat, dapat
ditemukan tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka yang tanahnya lembab pada ketinggian 01.000 meter diatas permukaan laut. Sosok tanaman ini mirip dengan temulawak dan dapat
5. dibedakan dari rimpangnya. Temu putih banyak ditemukan di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sumatra, Ambon, Irian, selain itu, juga dibudidayakan di India, Banglades, Cina,
Madagaskar, Filipina, dan Malaysia.
Aktivitas Antiinflamasi:Rimpang temu putih mengandung minyak atsiri dan secara empiris
digunakan untuk menhilangkan rasa sakit atau bersifat analgetik. Bahan yang bersifat analgetik
mungkin juga bersifat antiinflamasi. Hasil penelitian Adjirni dan Sa’roni (2002), menunjukkan
bahwa infus rimpang temu putih setara dengan serbuk 176,4 mg/100 g bb menunjukkan efek
antiinflamasi yang tidak sekuat fenilbutazon (salah satu obat inflamasinon steroid) dosis 10
mg/100 g bb tikus. Sebagai obat antiinflamasi mungkin temu putih dapat menghilangkan rasa
sakit atau nyeri, tetapi tidak begitu kuat mengurangi peradangan. (Tinjauan pustaka, IPB)
Didalam tumbuhan rimpang temu putih memiliki zat berkhasiat kurkumin yaitu zat yang sangat
aktif dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun kronis pada hewan coba, hal ini
dikarekan kurkumin memiliki strukutur yang hampir sama dengan fenilbutason dan kortison
yang merupakan obat anti-inflamasi yang paling kuat efeknya.
Rimpang temu putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe
Nama lain
: Curcuma pallida, Costus nigricans,Roscoea nigro-ciliata,
Roscea lutea, temu putih (melayu),fung ngo suk
(tionghoa).
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 o
C selama 15 menit. Jadi infus rimpang temu putih adalah sediaan cair yang dibuat dengan
menyari ekstrak Curcuma zedoaria Rosc dengan air pada suhu 90 oC selama 15 menit.
6. Alat :
1. Pletismometer
2. Spuit
3. Sonde
4. Spidol
Bahan :
1. Tikus
2. Larutankaragenin 1%
3. Aquadest 211,5 ml/20g BB (kontrolnegatife )
4. Na diklofenak 6,75 mg/kgBB (kontrolpositif )
5. Infusrimpangtemuputih 5% (dosis 0,625 g/kgBB)
6. Infusrimpangtemuputih 10% (dosis 1,25 g/kgBB)
7. Infusrimpangtemuputih 20% (dosis 2,5 g/kgBB)
Prosedurkerja
1. Mula-mulasemuahewanujidipuasakan 6-8 jam. Pengososnganlambungbermanfaatterhadap proses
absorbsiobat.
Keberadaanobatdalam
gastric
seringkalimengganggu
proses
absorbsi,
sehinggaterjadimanipulasiefekobat.
2. Salah
satu
kaki
belakangtikusdiberitandadenganspidol,
kemudiandiukurvolumenyadengancaramencelupkannyakedalamtabung
air
raksapadaalatplestimometersampaidenganbatastandatersebut.
3. Pemberianbahanuji
Semuakelompokdiberikanmasing-masingbahanujisecara per oral 2,5 ml/200g BB
4. Selang
10-15
menit,
masingtikusdiberikanpenginduksiudemlarutankaragenin
kemudianpadamasing1%
sebanyak
0,1
secarasubkutanpadabagian dorsal kaki yang sama.
5. Volume kaki tikusdiukurkembalipadasetiap interval waktu 5 menitsampaiefekudemnyahilang.
6. Data-data yang perludicatatadalah:
Mulakerjadandurasiaksibahanpenginduksi
Mulakerjadandurasiaksiobatantiinflamasi
Cara menghitung volume udempada kaki tikus :
ml
7. Volume udem = volume setelahdiberipenginduksiradang – volume kaki awal
Persenhambatudemdihitungsebagaiberikut :
% hambatan = (x-y )/ y x 100%
Hasilpengamatanpraktikum V
Tikus 1 = 97 g
aqua (dosis 2,5 ml/20g BB)
Tikus 2 = 89 g
Na diklofenak( dosis 50mg/50ml )
Tikus 3 = 116 g
infusrimpang 5% (dosis 0,625 g/kg BB)
Tikus 4 = 100 g
infusrimpang 10% (dosis 1,25 g/kg BB)
Tikus 5 = 110 g
infusrimpang 20% (dosis 2,5 g/kg BB)
Perhitungandosis :
Tikus 1:
1,2125 ml
Tikus2 : 89 g → 6,75 mg /kg BB
= 0,6 mg
Sediaan : 50mg/50ml
= 0,6 ml
Tikus3 : 116 g → 0,625 g/1000 g BB
8. = 0,0725 g
Infusrimpang 5% = 5 mg/ 100 ml
= 1,45 ml
Tikus4 : 100 g → 1,25 g/ kg BB
= 0,125 g
Infusrimpang 10% = 10 mg / 100 ml
= 1,25 ml
Tikus5 : 110 g → 2,5 g/ kg BB
= 0,275 g
Infusrimpang 20% = 20 mg/100 ml
= 1,375 ml
Table hasilpengamatan
kelompok
awal
Volume udempada kaki tikus
dala
kontrol(-)
0,7
%
hambatan
Setelahdiberi air suling +
Volume udem
volume
penginduksiradang
Dalam ml
Udem(ml)
m
(ml)
Rata-Rata
0
15
30
45
60
0
15
30
45
60
0,74
0,9
0,98
0,7
0,82
0,04
0,2
0,28
0
0,12
0,128
Aquadest
kontrol +
0,7
0,74
0,84
0,84
0,84
0,8
0,04
0,14
0,14
0,14
0,1
0,112
12,5%
Infus 5%
0,75
0,94
0,94
0,80
0,88
1,02
0,19
0,19
0,05
0,13
0,27
0,166
29,69%
10. Data Hasil Pengamatan
Efek ditunjukkan dengan semakin besarnya % efektivitas berarti sediaan mampu
menghambat udem yang terbentuk akibat induksi karagenin. Bahwa volume udem kontrol positif
mempunyai nilai paling kecil. Hasil penelitian menunjukkan infus rimpang temu putih
mempunyai kemampuan mengurangi udem. Efek yang paling besar ditunjukkan , pada dosis 2,5
mg/kgbb dan efek yang paling kecil ditunjukan pada dosis 0,625 mg/kgbb. Namun
kemampuannya masih lebih kecil dibanding kemampuan antiinflamasi Na diklofenak.
Kemampuan infus rimpang temu putih sebagai antiinflamasi kemungkinan dikarenakan adanya
flavanoid dalam sediaan itu.
Pembahasan
Peradangan merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun hewan yang
menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan ataupun
pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun mengendalikan rasa sakit akibat
pembengkakan. Dalam penelitian ini yang digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah
karagenin karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan
kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap
obat antiinflamasi (Vogel, 2002).
Karagenin merupakan polimer suatu linear yang tersusun dari sekitar 25.000 turunan
galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi. Karagenin
dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambda karagenin. Karagenin
lambda (λ karagenin) adalah karagenin yang diisolasi dari ganggang Gigartina pistillata atau
Chondruscrispus, yang dapat larut dalam air dingin (Chaplin, 2005). Karagenin dipilih untuk
menguji obat antiinflamasi karena tidak bersifat antigenic dan tidak menimbulkan efek sistemik
(Chakraborty et al., 2004). Pengukuran daya antiinflamasi dilakukan dengan cara melihat
kemampuan Na diklofenak dan infuse rimpang temu putih dalam mengurangi pembengkakan
kaki hewan percobaan akibat penyuntikan larutan karagenin 1%. Setelah disuntik karagenin,
tikus-tikus memperlihatkan adanya pembengkakan dan kemerahan pada kaki.
Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepasan
mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi
11. udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenin bertahan
selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam.
Selain larutan karagenin 1 % ada beberapa penyebab inflamasi lain. Diantaranya:
1. Mikroorganisme
2. Agen fisik seperti suhu yang ekstrem, cedera mekanis, sinar ultraviolet, dan radiasi ion
3. Agen kimia misalnya asam dan basa kuat
4. Antigen yang menstimulasi respons imunologis
a. Mekanisme Kerja Obat
Pada praktikum didapatkan hasil bahwa kontrol positif yang berupa pemberian Na
Diklofenak didapatkan hasil yang paling efisien, ditunjukkan dengan % efektivitasnya paling
besar. Dalam hal ini Na Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi. Diklofenak mempunyai kemampuan melawan COX-2 lebih baik dibandingkan
dengan indometasin, naproxen, atau beberapa NSAIA lainnya. Sebagai tambahan, diklofenak
terlihat/dapat mereduksi konsentrasi intraselular dari AA bebas dalam leukosit, yang
kemungkinan dengan merubah pelepasan atau pengambilannya. (GG Ed.11, hal 698)
Mekanisme kerja farmakologi adalah menginhibisi sintesis prostaglandin. Diklofenak
menginhibisi
sintesis
prostaglandin
di
dalam
jaringan
tubuh
dengan
menginhibisi
siklooksigenase; sedikitnya 2 isoenzim, siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2
(COX-2) (juga tertuju ke sebagai prostaglandin G/H sintase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]), telah
diidentifikasikan dengan mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari prostaglandin di dalam jalur
asam arakidonat. Walaupun mekanisme pastinya belum jelas, NSAIA berfungsi sebagai
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik yang pada dasarnya menginhibisi isoenzim COX-2;
menginhibisi COX-1 kemungkinan terhadap obat yang tidak dihendaki (drug’s unwanted) pada
mukosa GI dan agregasi platelet. (AHFS 2010,hal.2086).
Na Diklofenak Obat dalam Tubuh mengalami beberapa tahap yaitu :
Absorpsi
Diklofenak pemberian topikal terabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik, tetapi
konsentrasi plasmanya sangat rendah jika dibandingkan dengan pemberian oral. Pemberian 4
g Natrium diklofenak secara topikal (gel 1%) 4x sehari pada satu lutut, konsentrasi mean
peak plasma sebanyak 15 ng/ml terjadi setelah 14 jam. Pada pemberian gel ke kedua lutut
dan kedua tangan 4x sehari (48 g gel sehari), konsentrasi mean peak plasma sebanyak 53,8
12. ng/ml terjadi setelah 10 jam. Pemaparan sistemik 16 g atau 48 g sehari adalah sebanyak 6
atau 20% jika dibandingkan dengan administrasi oral dosis 50 mg 3x sehari. Penggunaan
heat patch selama 15 menit sebelum pemakaian gel tidak berpengaruh terhadap absorpsi
sistemik.
Distribusi (AHFS 2010, hal.2087)
Sediaan oral, diklofenak terdistribusi ke cairan sinovial. Mencapai puncak 60-70%
yang terdapat pada plasma. Namun, konsentrasi diklofenak dan metabolitnya pada cairan
sinovial melebihi konsentrasi dalam plasma setelah 3-6 jam. Diklofenak terikat secara kuat
dan reversibel pada protein plasma, terutama albumin.Pada konsentrasi plasma 0,15-105
mcg/ml, diklofenak terikat 99-99,8% pada albumin. Diklofenak pemberian topikal tidak
mengalami distribusi.
Metabolisme (AHFS 2010, hal.2087; GG Ed.11, hal.698)
Metabolisme diklofenak secara jelas belum diketahui, namun dimetabolisme secara
cepat di hati. Diklofenak mengalami hidroksilasi, diikuti konjugasi dengan asam glukoronat,
amida taurin, asam sulfat dan ligan biogenik lain. Konjugasi dari unchanged drug juga
terjadi. Hidroksilasi dari cincin aromatik diklorofenil menghasilkan 4′-hidroksidiklofenak
dan 3′-hidroksidiklofenak. Konjugasi dengan asam glukoronat dan taurin biasanya terjadi
pada gugus karboksil dari cincin fenil asetat dan konjugasi dengan asam sulfat terjadi pada
gugus 4′ hidroksil dari cincin aromatik diklorofenil. 3′ dan/atau 4′-hidroksi diklofenak dapat
melalui 4′-0. Metilasi membentuk 3′-hidroksi-4′-metoksi diklofenak.
Eliminasi (AHFS 2010, hal.2087 dan GG Ed.11, hal.698)
Diklofenak dieksresikan melalui urin dan feses dengan jumlah minimal yang
dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (unchanged). Eksresi melalui feses melalui
eliminasi biliari. Konjugat dari diklofenak yang tidak berubah dieksresikan melalui empedu
(bile), sementara metabolit terhidroksilasi dieksresi melalui urin.
Selain Na Diklofenak ada obat-obat yang sudah terbukti dapat digunakan sebagai
sebagai antiinflamasi diantaranya : aspirin, diflunisal, etodolax, fenilbutazon, tolmetin,
peroksikam, ibuprofen, apazone.
PenggunaanInfus
rimpang
temu
putih
dalampraktikumdidapatkanhasilbahwainfusrimpangtemuputihmempunyaiaktivitasantiinflamasi.
Semakintingginyadosismakaefekantiinflamasijugasemakintinggi.
Hal
inidapatdilihatdari
%
13. efektivitas, infusrimpangtemuputih 5 % mempunyai % efektivitassebesar 0,12%, sedangkan
infuse rimpangtemuputih 10% didapatkanhasil % efektivitassebesar 0,23% dan % efektivitas
yang paling tinggididapatkanpada infuse rimpangtemuputih 20%.
Secara tradisioal rimpangtemuputihdigunakan sebaagi antimikroba dan antifungal
(Witson
et
al.,
2005).
Shiobara
et
al.
(1985)
mengidentifikasi
senyawacyclopropanosesquiterpene, curcumenone dan 2 spirolactones, curcumanolide A dan
curcumanolide B. Pada shoots muda dari C. zedoaria mengandung (+)-germacrone-4,5-epoxide,
sebuah intermediet kunci pada biogenesis a germacrone-type sesquiterpenoids. Di negara Brazil,
di gunakan sebagai obat penurun panas. Aktivitas ini dikarenakan adanya senyawa yang
bertanggung jawab yaitu curcumenol (Navvaro et al., 2002). Kandungan kimia rimpang
Curcuma zedoaria Rosc terdiri dari : kurkuminoid (diarilheptanoid), minyak atsiri, polisakarida
serta
golongan
lain.
Diarilheptanoid
yang
telah
diketahui
meliputi
:
kurkumin,
demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan 1,7 bis (4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on
(Windono dkk, 2002).
Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas mengandung : monoterpen dan
sesquiterpen. Monoterpen terdiri dari : monoterpen hidrokarbon (alfa pinen, D-kamfen),
monoterpen alkohol (D-borneol), monoterpen keton (D-kamfer), monoterpen oksida (sineol).
Seskuiterpen pada Curcuma zedoaria terdiri dari berbagai golongan dan berdasarkan
penggolongan yang dilakukan terdiri dari : golongan bisabolen, elema, germakran, eudesman,
guaian dan golongan spironolakton. Kandungan lain meliputi : etil-p-metoksisinamat, 3,7dimetillindan-5-asam karboksilat (Windono dkk, 2002).
Singh et al (2002) melaporkan kandungan minyak atsiri pada Curcuma zedoaria berupa
1,8 cineol (18.5%), cymene (18.42%), α-phellandrene (14.9%).Golongan seskuiterpen yaitu βTurmerone dan ar-turmeron yang diisolasi dari rhizoma Curcuma zedoaria menghambat produksi
prostaglandin E2 terinduksi lipopolisakarida (LPS) pada kultur sel makrofag tikus RAW 264.7
dengan pola tergantung dosis (IC50 = 7.3 μM untuk β-turmerone; IC50 = 24.0 μM untuk arturmerone). Senyawa ini juga menunjukkan efek penghambatan produksi nitric oxide terinduksi
LPS pada sistem sel (Hong et al., 2002).
KESIMPULAN
14. Efek ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai % efektivitas, yang berarti suatu sediaan
yang diujikan mampu menghambat udem yang terbentuk akibat induksi karagenin. Bahwa
volume udem kontrol positif mempunyai nilai paling kecil. Hasil penelitian menunjukkan infus
rimpang temu putih mempunyai kemampuan mengurangi udem. Efek yang paling besar
ditunjukkan , pada dosis 2,5 mg/kgbb dan efek yang paling kecil ditunjukan pada dosis 0,625
mg/kgbb. Namun kemampuannya masih lebih kecil dibanding kemampuan antiinflamasi Na
diklofenak. Kemampuan infus rimpang temu putih sebagai antiinflamasi kemungkinan
dikarenakan adanya flavanoid dalam sediaan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia, 2007, Farmakologi dan Terapi, edisi v, Jakarta
15. M. J. Neal, 2005, At a Glace Farmakologi Medis, edisi v, Erlangga, Jakarta
Thomas B. Boulton & Colin E. Blogg, 1994, Anestesi edisi x, EGC, Jakarta
Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta