SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  74
Télécharger pour lire hors ligne
Buku Saku untuk Kebebasan Beragama


   MEMAHAMI KEBIJAKAN RUMAH IBADAH




                     Tim Penulis :
                      Siti Aminah
                Uli Parulian Sihombing




      The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
                    Freedom House
                        © 2010



Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Seri 6, dengan
judul Memahami Kebijakan Rumah Ibadah, dikembangkan
oleh ILRC dengan dukungan Freedom House berdasarkan
perjanjian kerjasama No. S-LMAQM-09-GR-550 tanggal 27
Oktober 2010. Isi yang terkandung dalam buku merupakan
tanggungjawab ILRC dan tidak mencerminkan pendapat
Freedom House.
Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Seri-6

Memahami Kebijakan Rumah Ibadah


Tim Penulis
Siti Aminah
Uli Parulian Sihombing


Penerbit
The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
Jl. Tebet Timur I No. 4, Jakarta Selatan
Phone : 021-93821173, Fax : 021- 8356641
Email : Indonesia_lrc@yahoo.com
Website:www.mitrahukum.org

Cetakan pertama © 2010

ISBN :
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang


Isi diluar tanggung jawab Percetakan
Delapan Cahaya Indonesia Printing - Canting Press
Daftar Isi
Kata Pengantar                            v

Bagian Pertama
Hak Untuk Beribadah                       1

Bagian Kedua
Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2006/
No.8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelak-
sanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan
Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian
Rumah Ibadat                              15

Bagian Ketiga
Peraturan Bersama Menteri Dalam Neg-
eri dan Menteri Kebudayaan dan Pari-
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



wisata No.43 tahun 2009/No.41 Tahun
2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.                              41

Daftar Alamat                               59

Tentang ILRC                                62

Tentang Freedom House                       66




iv
Kata Pengantar


T
        he Indonesian Legal Resource Center (ILRC) beker-
        ja sama dengan Freedom House menyusun buku
        saku Rumah Ibadah untuk mahasiswa/maha-
siswi yang menjadi tenaga paralegal. Tujuan penyusu-
nan buku saku ini adalah untuk membuka pemaha-
man mahasiswa/mahasiswi tentang rumah ibadah
dalam perspektif Hak Azasi Manusia (HAM), dan
juga mengajak mahasiswa/mahasiswi untuk meng-
kritisi aturan-aturan yang ada tentang rumah ibadah
sekarang ini. Lebih jauh, mengajak mahasiswa/ma-
hasiswi untuk bersikap toleran terhadap setiap perbe-
daan keyakinan yang ada dan hidup di tengah-tengah
masyarakat.

Hak beribadah termasuk di dalamnya rumah iba-
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



dah tidak sekedar hak konstitusional dan bagian dari
HAM. Lebih jauh, sikap toleran akan tercermin den-
gan menghormati hak seseorang untuk beribadah.
Sikap toleran ini kadang-kadang tercabut dari akarnya
di dalam masyarakat yang majemuk hanya karena
adanya aturan hukum yang mengaturnya. Sikap tol-
eran di masyarakat sebagai modal sosial jauh lebih
penting dari sebuah aturan hukum termasuk aturan
hukum yang mengatur rumah ibadah. Toleransi su-
dah berakar di dalam kehidupan masyarakat kita.
Mencabut akar toleransi akan mematikan kehidupan
pluralisme di negeri ini.

Penghormatan, pemenuhan dan perlindungan terh-
adap kebutuhan terhadap rumah ibadah merupakan
kewajiban negara terutama pemerintah. Pemerintah
tidak boleh punya alasan untuk menolak kewajiban-
nya dalam pemenuhan, perlidungan dan penghorma-
tan terhadap hak seseorang/kolektif untuk beriba-
dah.

Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 10 Januari 2011
The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)


Uli Parulian Sihombing
Direktur Eksekutif
vi
Bagian Pertama
          Hak Untuk Beribadah

Pengantar

Buku saku ini disusun bersum-
ber pada hak atas kebebasan
beragama yang diatur di dalam
Undang-Undang Dasar (UUD)
1945, Pasal 18 Kovenan Interna-
sional Hak-Hak Sipil dan Politik
(Sipol) (yang sudah diratifikasi
melalui Undang-Undang (UU)
Nomor 12/2005), Komentar
                                                     !
Umum Nomor 22 atas Pasal 18
Kovenan Hak-Hak Sipol, dan
aturan terkait lainnya serta pendapat dari ahli-ahli
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



yang berkompeten. Buku saku ini dapat digunakan
oleh mahasiswa/mahasiswi yang tertarik untuk men-
jadi paralegal dalam mengadvokasi pelanggaran hak
atas kebebasan beragama khususnya hak untuk berib-
adah. Di dalam buku saku ini, kami menyusun per-
tanyaan-pertanyaan yang sering muncul di masyarakat
berhubungan dengan hak untuk beribadah.


1.	 Bagaimana Hak Azasi Manusia (HAM)
    Mengatur Kebebasan Beragama ?

Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 menjelaskan setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadah menurut agamanya. Tetapi UUD 1945
tidak mengatur lebih jauh bagaimana operasionalisasi
menjalankan kebebasan beragama tersebut. Tetapi
Pasal 18 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak
Sipol (UU Nomor 12/2005) menjelaskan hak atas
kebebasan beragama, yang pada intinya mempunyai
dua dimensi yaitu forum internum dan forum eksternum.
Forum internum adalah hak individu untuk mempu-
nyai/memeluk agama/kepecayaannya (religion/belief)
berdasarkan pilihannya. Sementara forum eksternum
adalah hak untuk memanifestasikan agama/keper-
cayaannya termasuk dalam hak ini adalah ibadah (wor-
ship), praktek-praktek keagamaan/kepercayaan (prac-
tice), perayaan keagamaan/kepercayaan (observance),
dan pengajaran keagamaan (teaching).
2
Bag ian Per tama
                                                   Hak Un tu k Berib ad a h


Pasal 18 ayat (3) Kovenan Hak-Hak Sipol (UU No-
mor 12/2005) menjelaskan manifestasi keagamaan
mungkin dapat dibatasi oleh aturan hukum dan perlu
dengan alasan untuk melindungi keamanan publik,
ketertiban umum, kesehatan publik, atau moral pub-
lik, atau hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang-
orang lain.1 Dengan demikian, hak untuk beribadah
juga merupakan obyek pembatasan atas kebebasan
beragama/berkeyakinan.

HAM khususnya hak atas kebebasan beragama/ber-
keyakinan tidak hanya berhenti dalam memberikan
pengertian tentang forum eksternum dan internum.
Tetapi juga memberikan pengertian mengenai mak-
sud dari makna ibadah, praktek-praktek keagamaan,
perayaan/upacara keagamaan, dan pengajaran kea-
gamaan tersebut. Kemudian juga beberapa ahli atas
kebebasan beragama (prominent experts) mencoba
menggali lebih jauh soal manifestasi keagamaan.

Manfred Nowak memaknai ibadah adalah bentuk
doa/sembahyang (religious prayer) dan “khotbah”
(preach) keagamaan seperti kebebasan menjalankan
ritual keagamaan. Sementara upacara-upacara kea-
gamaan dimaknai prosesi keagamaan, penggunaan

1 Untuk lebih jelas mengenai aturan pembatasan atas manifestasi kea-
gamaan dapat dibaca di dalam buku saku untuk kebebasan beragama “Ja-
minan Hukum dan HAM Kebebasan Beragama, ILRC (2009)
                                                                        3
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



pakaian-pakaian keagamaan, dan simbol-simbol kea-
gamaan, serta upacara-upacara keagamaan lainnya.
Nowak juga memaknai pengajaran keagamaan adalah
penyebaran/pewartaan substansi ajaran keagamaan
baik di sekolah keagamaan atau sekolah umum
(berkaitan dengan mata pelajaran agama) atau juga
melalui sekolah-sekolah non-formal dan kerja-kerja
penyebaran agama seperti dakwah dan missionary.2

Lebih jauh, pasal 6 Deklarasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) tentang Intoleransi Keagamaan men-
jelaskan kebebasan berkumpul berhubungan dengan
aktivitas-aktivitas keagamaan seperti mendirikan dan
menjalankan institusi-instituti kemanusian atau lem-
baga donor kedermawanan, menggunakan dan mem-
buat ayat-ayat yang berhubungan dengan keagamaan
untuk keperluan upacara keagamaan, menulis, mener-
bitkan dan menyebarkan publikasi keagamaan yang
relevan, meminta dan menerima kontribusi keuangan
secara sukarela, menjalankan hari libur keagamaan,
dan upacara keagamaan. Pasal 6 Deklarasi PBB
tersebut sebenarnya menjelaskan praktek-praktek
keagamaan.3 Menurut Nowak, aktivitas-aktivitas pe-
nyebaran ajaran agama seperti dakwah dan missionary
juga dapat dikatagorikan praktek-praktek keagamaan.

2 Manfred Nowak, Freedom of Thought, Conscience, Religion and Belief, 417-
421 (2001)
3 Ibid.

4
Bag ian Per tama
                                                           Hak Un tu k Berib ad a h


Hak untuk mendirikan dan menjalankan rumah iba-
dah merupakan bagian dari kebebasan memanifesta-
sikan agama/kepercayaan.


2.	 Bagaimana Rumah Ibadah Dalam Perspek-
    tif Hak Atas Kebebasan Beragama ?

Paragraf 4 Komentar Umum Nomor 22 atas Pasal 18
Kovenan Hak-Hak Sipol (UU Nomor 12/2005) men-
jelaskan makna ibadah terdiri dari ritual dan upacara
keagamaan yang merupakan ekspresi langsung dari
ajaran agama/kepercayaan, juga berbagai jenis kegia-
tan keagamaan yang terintegral dengan kegiatan ritual
keagamaan dan lain-lain seperti bangunan rumah iba-
dah, penggunaan dan pemasangan objek/simbol kea-
gamaan, menjalankan libur/hari keagamaan.

Dengan demikian hak untuk membangun rumah
ibadah termasuk bagian/ranah dari manifestasi kea-
gamaan.

Paul M. Taylor menjelaskan hak untuk beribadah da-
lam hubungannya dengan rumah ibadah, tidak hanya
mencakup hak mendirikan rumah ibadah (to estab-
lish), tetapi juga bagaimana hak untuk menjalankan/
menjaga rumah ibadah tersebut (to maintain).4 Dalam

4 Paul Taylor, The Right To Manifest Religious Belief, 242 (2005)

                                                                                5
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



perkembangannya, ternyata ada kewajiban negara (state
obligations) dalam hubungannya dengan rumah ibadah
seperti putusan Komisi HAM Bosnia Herzegovina di
dalam kasus hukum antara the Islamic Community
in Bosnia and Herzegovina v. The Republic Srpska.
Komisi HAM Bosnia menjelaskan kewajiban positif
dari negara secara efektif (effective), layak (reasonable)
dan tepat (appropriate) untuk melindungi rumah-ru-
mah ibadah dan situs-situs keagamaan yang suci.5

Kewajiban untuk mendaftarkan perijinan rumah iba-
dah sering kali dipakai oleh pemerintah untuk mengon-
trol keberadaan rumah ibadah dan dilakukan dengan
cara-cara yang sangat diskriminatif. Menurut catatan
Pelapor Khusus PBB atas kebebasan beragama, kasus
seperti ini hampir terjadi di seluruh negara di dun-
ia.6 Seperti di dalam kasus Metropolitan Church of
Bessarabia and others v. Moldova, tidak keluarnya
ijin atas rumah ibadah mengakibatkan rumah ibadah
sama sekali tidak berfungsi/beroperasi dan anggot-
nya tidak bisa menjalankan hak untuk beribadah.7

Pembatasan atas hak untuk mendirikan dan menjaga
rumah ibadah harus sesuai dengan ketentuan pasal

5 Ibid. hal 244
6 Ibid. hal 245, Laporan Pelapor Khusus PBB Atas Kebebasan Beragama/
Berkeyakinan
7 Metropolitan Church of Bessarabia and others v. Moldova, (2002) 35
EHRR 306
6
Bag ian Per tama
                                          Hak Un tu k Berib ad a h

18 ayat (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipol.
Negara khususnya pemerintah mempunyai kewajiban
positif untuk melindungi rumah ibadah.


3.	 Bagaimana Pemerintah Mengatur Rumah
    Ibadah?

    Pemerintah khususnya instansi terkait sudah mengelu-
    arkan aturan tentang rumah ibadah. Meskipun menu-
    rut catatan ILRC, dasar hukum pembentukan aturan
    rumah ibadah tidak kuat karena bertentangan dengan
    aturan hukum yang lebih tinggi khususnya UU Nomor
    10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perun-
    dang-Undangan. Kemudian substansi aturan-aturan ru-
    mah ibadah sangat birokratis untuk memperoleh ijinnya
    dan kemudian ada kecenderungan menghilangkan hak
    individu/kolektif untuk beribadah dan berkumpul.

a.	 Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama
     dan Menteri Dalam Negeri (Perber Menag
     dan Mendagri) Nomor 9 dan 8/2006;
Perber Menag dan Mendagri Nomor 9 dan 8/2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Keru-
kunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Keru-
kunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah
merupakan landasan pemerintah untuk menentukan
perijinan rumah ibadah. Tetapi dasar hukum ini tidak
                                                               7
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



kuat karena menurut UU Nomor 10 Tahun 2004 ten-
tang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
khususnya pasal 7 ayat (1) dan (4) menjelaskan seba-
gai berikut ;

Pasal 7 ayat (1) Jenis dan hierarki peraturan perun-
dang-undangan adalah sebagai berikut :
    a.	 UUD 1945;
    b.	 UU/Perpu;
    c.	 Peraturan Pemerintah;
    d.	 Peraturan Presiden;
    e.	 Peraturan Daerah.

Pasal 7 ayat (4) menjelaskan jenis peraturan perun-
dang-undangan selain disebutkan di ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 8 huruf a UU Nomor 4 Tahun 2004 menjelas-
kan materi muatan yang diatur dengan UU ;
    a.	 HAM;
    b.	 Hak dan kewajiban warga negara;
    c.	 Pelaksanaan keadaulatan negara serta pem-
         bagian kekuasaan negara;
    d.	 Wilayah negara dan pembagian daerah;
    e.	 Kewarganegaraan dan kependudukan;
    f.	 Keuangan Negara

8
Bag ian Per tama
                                             Hak Un tu k Berib ad a h

    Perber tidak termasuk di dalam hierarki dan jenis pera-
    turan perundang-undangan dan pembentukannya tidak
    diperintahkan secara jelas dan eksplisit oleh aturan yang
    lebih tinggi baik itu UU/Perpu, PP maupun Kepres
    (Pasal 7 ayat (1) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 2004).
    Kemudian, karena pendirian rumah ibadah merupakan
    bagian dari manifestasi keagamaan yang juga merupa-
    kan bagian HAM, maka pengaturannya harus dengan
    UU sesuai dengan perintah pasal 8 huruf a UU Nomor
    4 Tahun 2004.

Menurut Perber, pendirian rumah ibadah harus me-
menuhi syarat formal dan substansial yaitu sebagai
berikut :
Syarat formal (pasal 16 Perber Menag dan Mendagri)
1.	 Pendirian rumah ibadah harus diajaukan kepada
    Bupati/walikota untuk memperoleh Izin Mendi-
    rikan Bangunan (IMB);
2.	 Bupati/Walikota memberikan keputusan paling
    lambat 90 hari sejak pendirian rumah ibadah dia-
    jukan.

Syarat substansi (Pasal 13 sampai dengan 14 Perber)
1.	 Pendirian rumah ibadah didasarkan pada kep-
    erluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan
    komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
    beragama yang bersangkuatan di wilayah kelura-
    han/desa (Pasal 13 ayat (1);
2.	 Pendirian rumah ibadah sebagaimana dimaksud
                                                                  9
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



       point 1 dilakukan dengan tetap menjaga keruku-
       man umat beragama, tidak menggangu ketentra-
       man dan ketertiban umum, serta mematuhi pera-
       turan perundang-undangan (Pasal 13 ayat (2);
3.	    Dalam keperluan nyata bagi pelayanan umat be-
       ragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana
       dimaksud point 1 tidak terpenuhi, pertimbangan
       komposisi penduduk digunakan batas wilayah
       kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi
       (Pasal 13 ayat (3).
4.	    Pendirian rumah ibadah harus memenuhi per-
       syaratan administrasi dan persyaratan teknis ban-
       gunan (Pasal 14 ayat (1);
5.	    Persyaratan khusus (Pasal 14 ayat (2) ) yaitu
        a.	 Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk
            (KTP) pengguna rumah ibadah paling
            sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat
            setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah
            sebagai mana dimaksud dalam pasal 13 ayat
            (3);
        b.	 Dukungan masyarakat setempat paling
            sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/
            kepala desa;
        c.	 Rekomendasi tertulis kepala kantor departe-
            men agama kabupaten/kota; dan;
        d.	 Rekomendasi tertulis FKUB (Forum Keru-
            kunan Umat Beragama) kabupaten/kota.
6.	    Jika persyaratan point 5.a terpenuhi dan point 5.b
       belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berke-
10
Bag ian Per tama
                                            Hak Un tu k Berib ad a h

    wajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pemban-
    gunan rumah ibadah. (Pasal 14 ayat (3))

Ketentuan konversi di dalam pasal 28 ayat (3) Per-
ber tersebut menjelaskan dalam hal bangunan gedung
rumah ibadah yang telah digunakan secara permanen
dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki
IMB untuk rumah ibadah sebelum berlakunya Perber
ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi pener-
bitan IMB untuk rumah ibadah tersebut.

    Persyaratan khusus khususnya syarat minimal 90 orang
    pengguna rumah ibadah menunjukan perber ini lebih
    mementingkan kuantitas/jumlah pengguna rumah iba-
    dah, dan ini lebih menguntungkan kelompok mayoritas
    agama di mana pun berada di seluruh wilayah Indonesia.
    Karena kelompok mayoritas keagamaan di suatu wilayah
    akan dengan mudah memperoleh 90 orang pengguna
    ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat
    setempat. Sementara kelompok minoritas keagamaan
    pasti akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
    90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang
    dari masyarakat setempat. Di sinilah terletak diskrimi-
    nasi dalam bentuk pembedaan perlakuan khususnya
    terhadap kelompok minoritas keagamaan. Perber men-
    erjermahkan keperluan nyata dan sungguh-sungguh den-
    gan kuantitas pengguna rumah ibadah dan dukungan
    masyarakat setempat. Sehingga ketentuan ini bertentan-
    gan dengan kewajiban positif negara untuk melindungi
                                                               11
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



        rumah ibadah secara efektif, layak dan tepat.
        Rekomendasi tertulis dari kantor Depag dan FKUB
        merupakan mata rantai birokrasi yang menjadi peng-
        hambat secara administratif prosedur pengajuan IMB
        rumah ibadah.

b.	 Peraturan Menteri Bersama Menteri Dalam
    Negeri (Depdagri) dan Menteri Kebudayaan
    dan Pariwisata (Depbudpar) Nomor 43 dan
    41/2009.




Pemerintah khususnya Depdagri dan Depbudpar su-
dah mengeluarkan aturan pedoman pelayanan kepada
penghayat kepercayaan terhahadap Tuhan YME. Di
dalam perber tersebut diatur juga mengenai pendirian
rumah ibadah ( atau istilahnya sasana sarasehan) un-
tuk kelompok penghayat. Perber ini bukan merupa-
kan dasar hukum yang kuat dalam pengaturan rumah
12
Bag ian Per tama
                                        Hak Un tu k Berib ad a h

ibadah untuk kelompok penghayat karena selain tidak
termasuk di dalam hierarki dan jenis peraturan perun-
dang-undangan, dan juga pembentukannya tidak di-
perintahkan secara eksplisit dan langsung oleh aturan
perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai den-
gan ketentuan pasal 7 ayat (1) dan (4) UU Nomor 10
Tahun 2004. Kemudian pengaturan tentang rumah
ibadah seharusnya diatur dengan peraturan setingkat
UU saja, sesuai dengan perintah pasal 8 huruf a UU
Nomor 10/2004.

Organisasi penghayat yang akan mendirikan sasana
sarasehan harus mempunyai SKT (surat keterangan
terdaftar) dan tanda inventarisasi. SKT itu sendiri
menurut pasal 1 ke 7 perber ini adalah bukti organ-
isasi penghayat telah terdaftar sebagai organisasi ke-
percayaan. Sementara tanda inventarisasi menurut
pasal 1 angka ke 6 adalah bukti organisasi penghayat
kepercayaan telah terinventarisasi pada Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata. Lebih jauh, Pasal 1
angka ke-4 menjelaskan organisasi penghayat adalah
suatu wadah penghayat kepercayaan yang terdaftar di
Depdagri dan terinventarisir di Depbudpar.

Untuk memperoleh SKT itu sendiri, sebuah organ-
isasi penghayat harus memenuhi 14 persyaratan ter-
masuk akta pendirian yang dibuat notaris dan program
kerjanya. Sebelum itu, sebuah organisasi penghayat
harus mempunyai surat keterangan terinventarisasi
                                                           13
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



, dan permohonannya diajukan kepada Menteri Ke-
budayaan dan Pariwisata melalui dinas /lembaga/unit
kerja yang mempunyai tugas dan fungsi menangani
kebudayaan. Sementara Gubenur/Walikota/Bupati
merupakan otoritas yang berwenang mengeluarkan
SKT.

        Tidak semua organisasi penghayat khususnya
        masyarakat adat mempunyai SKT dan surat terinventa-
        risir serta tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar.
        Oleh karena itu, organisasi-organisasi penghayat tersebut
        tidak bisa mendirikan sasana sarasehannya. Terdapat
        perlakuan diskriminatif untuk organisasi penghayat
        yang tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar, serta
        tidak mempunyai SKT ataupun surat terinventarisasi.
        Pemerintah hanya mengijinkan pendirian sasana sara-
        sehan untuk organisasi-organisasi yang terdaftar dan
        mempunyai SKT serta surat terinventarisir saja. (UPS
        2011)




14
Bagian Kedua
  Peraturan Bersama Menteri Agama dan
  Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2006/
             No.8 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeli-
    haraan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Be-
   ragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat


      Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

    Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri,

Menimbang :
a.	 bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia
    yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apap-
    un;
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



b.	 bahwa setiap orang bebas memilih agama dan
    beribadat menurut agamanya;
c.	 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
    penduduk untuk memeluk agamanya masing-
    masing dan untuk beribadat menurut agamanya
    dan kepercayaannya itu;
d.	 bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi
    setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran
    agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepa-
    njang tidak bertentangan dengan peraturan
    perundang¬undangan, tidak menyalahgunakan
    atau menodai agama, serta tidak mengganggu ke-
    tenteraman dan ketertiban umum;
e.	 bahwa Pemerintah mempunyai tugas untuk
    memberikan bimbingan dan pelayanan agar se-
    tiap penduduk dalam melaksanakan ajaran aga-
    manya dapat berlangsung dengan rukun, lancar,
    dan tertib;
f.	 bahwa arah kebijakan Pemerintah dalam pem-
    bangunan nasional di bidang agama antara lain
    peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman
    agama, kehidupan beragama, serta peningkatan
    kerukunan intern dan antar umat beragama;
g.	 bahwa daerah dalam rangka menyelenggarakan
    otonomi, mempunyai kewajiban melaksanakan
    urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaa-
    tan, dan pengawasan tata ruang serta kewajiban
    melindungi masyarakat, menjaga persatuan, ke-
    satuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan
16
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

    Negara Kesatuan Republik Indonesia;
h.	 bahwa kerukunan umat beragama merupakan
    bagian penting dari kerukunan nasional;
i.	 bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah da-
    lam rangka melaksanakan tugas dan wewenang-
    nya mempunyai kewajiban memelihara ketentera-
    man dan ketertiban masyarakat;
j.	 bahwa Keputusan Bersama Menteri Agama dan
    Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-
    MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Apara-
    tur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban
    dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan
    Ibadat Agama oleh Pemeluk¬Pemeluknya untuk
    pelaksanaannya di daerah otonom, pengaturan-
    nya perlu mendasarkan dan menyesuaikan den-
    gan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k.	 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
    dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf
    d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan
    huruf j, perlu menetapkan Peraturan Bersama
    Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri ten-
    tang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daer-
    ah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan
    Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Fo-
    rum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian
    Rumah Ibadat;




                                                                                   17
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



Mengingat :
1.	 Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor I
    Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
    dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tam-
    bahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 2726);
2.	 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
    Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indone-
    sia Nomor 3298);
3.	 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
    Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
    Lembaran Negara Nomor 3886);
4.	 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
    Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4247);
5.	 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4389);
6.	 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Repub-
    lik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambah-
18
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

     an Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana
     telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
     8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pe-
     merintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
     Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah men-
     jadi Undang-Undang (Lembaran Negara Repub-
     lik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4 Tambahan
     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
     4468);
7.	 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986
     tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8
     Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indo-
     nesia Tahun 1986 Nomor 24 Tambahan Lemba-
     ran Negara Republik Indonesia Nomor 3331);
8.	 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 ten-
     tang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
     Nasional Tahun 2004-2009;
9.	 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
     Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi
     dan Tatakerja Kementerian Negara Republik In-
     donesia sebagaimana telah diubah dengan Pera-
     turan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
10.	 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 ten-
     tang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kemen-
     terian Negara Republik Indonesia sebagaimana
     telah diubah dan terakhir dengan Peraturan Presi-
     den Nomor 63 Tahun 2005;
11.	 Keputusan Bersama Menteri Agama dan Men-
     teri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-
                                                                                   19
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



     MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur
     Pemerintahan Dalam Menjamin Ketertiban dan
     Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Iba-
     dat Agama oleh Pemeluk¬Pemeluknya;
12.	 Keputusan Bersama Menteri Agama dan Men-
     teri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-
     MAG/1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Pe-
     nyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada
     Lembaga Keagamaan di Indonesia;
13.	 Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun
     2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
     Wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kan-
     tor Departemen Agama Kabupaten/Kota;
14.	 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130
     Tahun 2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata
     Kerja Departemen Dalam Negeri;
15.	 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006
     tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
     Agama;

Memutuskan	 :
Menetapkan	 : Peraturan Bersama Menteri Agama
Dan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pelak-
sanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama
Dan Pendirian Rumah Ibadat.



20
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

                        BAB I
                   KETENTUAN UMUM

                         Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud den-
gan:
1.	 Kerukunan umat beragama adalah keadaan
     hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
     toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
     menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
     agamanya dan kerjasama dalam kehidupan ber-
     masyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
     Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar-
     kan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
     Republik Indonesia Tahun 1945.
2.	 Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah
     upaya bersama umat beragama dan Pemerintah
     di bidang pelayanan, pengaturan, dan pember-
     dayaan umat beragama.
3.	 Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki
     ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan un-
     tuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing
     agama secara permanen, tidak termasuk tempat
     ibadat keluarga.
4.	 Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang
     selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah
     organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan
     yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh
     warga negara Republik Indonesia secara sukarela,
                                                                                   21
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



       berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerin-
       tah daerah setempat serta bukan organisasi sayap
       partai politik.
5.	    Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat be-
       ragama baik yang memimpin ormas keagamaan
       maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan
       yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat
       setempat sebagai panutan.
6.	    Forum Kerukunan Umat Beragama, yang se-
       lanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang
       dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh
       Pemerintah dalam rangka membangun, memeli-
       hara, dan memberdayakan umat beragama untuk
       kerukunan dan kesejahteraan.
7.	    Panitia pembangunan rumah ibadat adalah pani-
       tia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas
       keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
8.	    Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang
       selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah
       izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk
       pembangunan rumah ibadat.




22
Bag ian Ked u a
    Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

               BAB II
        TUGAS KEPALA DAERAH
        DALAM PEMELIHARAAN
     KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

                    Pasal 2
Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi
tanggung jawab bersama umat beragama, pemerin-
tahan daerah dan Pemerintah.

                      Pasal 3
1.	 Pemeliharaan kerukunan umat beragama di
    provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur.
2.	 Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur se-
    bagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
    oleh kepala kantor wilayah departemen agama
    provinsi.

                      Pasal 4
1.	 Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabu-
    paten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/
    walikota.
2.	 Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh
    kepala kantor departemen agama kabupaten/
    kota.

                     Pasal 5
1.	 Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana di-
                                                                                  23
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



    maksud dalam Pasal 3 meliputi :
    a.	 memelihara ketenteraman dan ketertiban
         masyarakat termasuk memfasilitasi terwujud-
         nya kerukunan umat beragama di provinsi;
    b.	 mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal
         di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan
         umat beragama;
    c.	 menumbuhkembangkan keharmonisan, sal-
         ing pengertian, saling menghormati, dan sal-
         ing percaya di antara umat beragama; dan
    d.	 membina dan mengoordinasikan bupati/
         wakil bupati dan walikota/wakil walikota
         dalam penyelenggaraan pemerintahan daer-
         ah di bidang ketenteraman dan ketertiban
         masyarakat dalam kehidupan beragama.
2.	 Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat
    didelegasikan kepada wakil gubernur.

                       Pasal 6
1.	 Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaima-
    na dimaksud dalam Pasal 4 meliputi
    a.	 memelihara ketenteraman dan ketertiban
         masyarakat termasuk memfasilitasi terwu-
         judnya kerukunan umat beragama di kabu-
         paten/kota;
    b.	 mengoordinasikan kegiatan instansi ver-
         tikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan
         kerukunan umat beragama;
24
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

    c.	 menumbuhkembangkan keharmonisan, sal-
         ing pengertian, saling menghormati, dan sal-
         ing percaya di antara umat beragama;
    d.	 membina dan mengoordinasikan camat, lu-
         rah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan
         pemerintahan daerah di bidang ketentera-
         man dan ketertiban masyarakat dalam ke-
         hidupan beragama;
    e.	 menerbitkan IMB rumah ibadat.
2.	 Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didel-
    egasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.
3.	 Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan
    dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelura-
    han/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa
    melalui camat.

                      Pasal 7
1.	 Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimak-
    sud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi:
    a.	 memelihara ketenteraman dan ketertiban
        masyarakat termasuk memfasilitasi terwu-
        judnya kerukunan umat beragama di wilayah
        kecamatan;
    b.	 menumbuhkembangkan keharmonisan, sal-
        ing pengertian, saling menghormati, dan sal-
        ing percaya di antara umat beragama; dan
    c.	 membina dan mengoordinasikan lurah dan
                                                                                   25
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



         kepala desa dalam penyelenggaraan pemer-
         intahan daerah di bidang ketenteraman dan
         ketertiban masyarakat dalam kehidupan kea-
         gamaan.
2.	 Tugas dan kewajiban lurah/ kepala desa seba-
    gaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3), meli-
    puti :
a.	 memelihara ketenteraman dan ketertiban
    masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
    kerukunan umat beragama di wilayah kelurahan/
    desa; dan
b.	 menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
    pengertian, saling menghormati, dan saling per-
    caya di antara umat beragama.


             BAB III
 FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

                        Pasal 8
1.	 FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/
    kota.
2.	 Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan di-
    fasilitasi oleh pemerintah daerah.
3.	 FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.



26
Bag ian Ked u a
    Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

                       Pasal 9
1.	 FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
    a.	 melakukan dialog dengan pemuka agama
        dan tokoh masyarakat;
    b.	 menampung aspirasi ormas keagamaan dan
        aspirasi masyarakat;
    c.	 menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan
        masyarakat dalam bentuk rekomendasi seba-
        gai bahan kebijakan gubernur; dan
    d.	 melakukan sosialisasi peraturan perundang-
        undangan dan kebijakan di bi6ng keagamaan
        yang berkaitan dengan kerukunan umat be-
        ragama dan pemberdayaan masyarakat
2.	 FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas :
    a.	 melakukan dialog dengan pemuka agama
        dan tokoh masyarakat;
    b.	 menampung aspirasi ormas keagamaan dan
        aspirasi masyarakat;
    c.	 menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan
        masyarakat dalam bentuk rekomendasi seba-
        gai bahan kebijakan bupati/walikota;
    d.	 melakukan sosialisasi peraturan perundang-
        undangan dan kebijakan di bidang keagamaan
        yang berkaitan dengan kerukunan umat be-
        ragama dan pemberdayaan masyarakat; dan
    e.	 memberikan rekomendasi tertulis atas per-
        mohonan pendirian rumah ibadat.
                                                                                  27
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



                      Pasal 10
1.	 Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka
    agama setempat.
2.	 Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21
    orang dan jumlah anggota FKUB, kabupaten/
    kota paling banyak 17 orang.
3.	 Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan ka-
    bupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah
    pemeluk agama setempat dengan keterwakilan
    minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada
    di propinsi dan kabupaten/kota.
4.	 FKUB dipimpin oleh 1(satu) orang ketua, 2
    (dua) orang wakil ketua, 1(satu) orang sekretaris,
    1(satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara
    musyawarah oleh anggota.

                      Pasal 11
1.	 Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan
    Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/
    kota.
2.	 Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) mempunyai tugas:
    a.	 membantu kepala daerah dalam merumus-
         kan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat
         beragama; dan
    b.	 memfasilitasi hubungan kerja FKUB den-
         gan pemerintah daerah dan hubungan antar
         sesama instansi pemerintah di daerah dalam
28
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

         pemeliharaan kerukunan umat beragama.
3.	 Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
    oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
    a.	 Ketua : wakil gubernur;
    b.	 Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departe-
         men agama provinsi;
    c.	 Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa
         dan politik provinsi;
    d.	 Anggota : pimpinan instansi terkait.

4.	 Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota seba-
    gaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
    bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
    a.	 Ketua : wakil bupati/wakil walikota;
    b.	 Wakil Ketua : kepala kantor departemen
        agama kabupaten/kota;
    c.	 Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa
        dan politik kabupaten/kota;
    d.	 Anggota : pimpinan instansi terkait.

                     Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan
Penasihat FKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur
dengan Peraturan Gubernur.




                                                                                   29
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



                      BAB IV
              PENDIRIAN RUMAH IBADAT

                      Pasal 13
1.	 Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keper-
    luan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan
    komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat
    beragama yang bersangkutan di wilayah kelura-
    han/desa.
2.	 Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga
    kerukunan umat beragama, tidak mengganggu
    ketenteraman dan ketertiban umum, serta mema-
    tuhi peraturan perundang-undangan.
3.	 Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat
    beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaima-
    na dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimban-
    gan komposisi jumlah penduduk digunakan batas
    wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau
    provinsi.

                     Pasal 14
1.	 Pendirian rumah ibadat harus memenuhi per-
    syaratan administratif dan persyaratan teknis
    bangunan gedung.
2.	 Selain memenuhi persyaratan sebagaimana di-
    maksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat
    harus memenuhi persyaratan khusus meliputi :
    a.	 daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk
30
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

         pengguna rumah ibadat paling sedikit 90
         (sembilan Puluh) orang yang disahkan oleh
         pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas
         wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
         13 ayat (3);
     b.	 dukungan masyarakat setempat paling sedikit
         60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh
         lurah/kepala desa;
     c.	 rekomendasi tertulis kepala kantor departe-
         men agama kabupaten/kota; dan
     d.	 rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/
         kota.
3.	 Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan per-
    syaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah
    daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya
    lokasi pembangunan rumah ibadat.

                        Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah
dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam
bentuk tertulis.

                    Pasal 16
1.	 Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaima-
    na dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia
    pembangunan rumah ibadat kepada bupati/wa-
    likota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.
                                                                                   31
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



2.	 Bupati/walikota memberikan keputusan paling
    lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permoho-
    nan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaima-
    na dimaksud pada ayat (1).

                      Pasal 17
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi
baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah
memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan
rencana tata ruang wilayah.


                BAB V
          IZIN SEMENTARA
   PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG

                        Pasal 18
1.	 Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
    ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus
    mendapat surat keterangan pemberian izin se-
    mentara dari bupati/walikota dengan memenuhi
    persyaratan :
     a.	 laik fungsi; dan
     b.	 pemeliharaan kerukunan umat beragama ser-
         ta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
2.	 Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan
    perundang-undangan tentang bangunan gedung.
3.	 Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat
32
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

    beragama serta ketenteraman dan ketertiban
    masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf b, meliputi:
    a.	 izin tertulis pemilik bangunan;
    b.	 rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
    c.	 pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/
        kota; dan
    d.	 pelaporan tertulis kepada kepala kantor de-
        partemen agama kabupaten/kota.

                      Pasal 19
1.	 Surat keterangan pemberian izin sementara pe-
    manfaatan bangunan -gedung bukan rumah iba-
    dat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mem-
    pertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor
    departemen agama kabupaten/kota dan FKUB
    kabupaten/kota.
2.	 Surat keterangan pemberian izin sementara pe-
    manfaatan bangunan gedung bukan rumah iba-
    dat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
    paling lama 2 (dua) tahun.

                       Pasal 20
1.	 Penerbitan surat keterangan pemberian izin se-
    mentara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
    ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.
2.	 Penerbitan surat keterangan pemberian izin se-
    mentara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
                                                                                   33
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



       dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat
       tertulis kepala kantor departemen agama kabu-
       paten/kota dan FKUB kabupaten/kota.


                   BAB VI
          PENYELESAIAN PERSELISIHAN

                       Pasal 21
1.	 Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat dis-
    elesaikan secara musyawarah oleh masyarakat
    setempat.
2.	 Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisi-
    han dilakukan oleh bupati/walikota dibantu
    kepala kantor departemen agama kabupaten/
    kota melalui musyawarah yang dilakukan secara
    adil dan tidak memihak dengan mempertimbang-
    kan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
3.	 Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesa-
    ian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan se-
    tempat.

                      Pasal 22
Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bu-
pati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam
menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
34
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

               BAB VII
      PENGAWASAN DAN PELAPORAN

                       Pasal 23
1.	 Gubernur dibantu kepala kantor wilayah depar-
    temen agama provinsi melakukan pengawasan
    terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di
    daerah atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan
    umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan
    umat beragama dan pendirian rumah ibadat.
2.	 Bupati/walikota dibantu kepala kantor departe-
    men agama kabupaten/kota melakukan pen-
    gawasan terhadap camat dan lurah/kepala desa
    serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan
    pemeliharaan kerukunan umat beragama, pem-
    berdayaan forum kerukunan umat beragama, dan
    pendirian rumah ibadat.

                      Pasal 24
1.	 Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan
    kerukunan umat beragama, pemberdayaan fo-
    rum kerukunan umat beragama, dan pengaturan
    pendirian rumah ibadat di provinsi kepada Men-
    teri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan
    tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum
    dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kes-
    ejahteraan Rakyat.
2.	 Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeli-
    haraan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
                                                                                   35
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



    forum kerukunan umat beragama, dan peng-
    aturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/
    kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri
    Dalam Negeri dan Menteri Agama.
3.	 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan Janu-
    ari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang
    perlu.


                                     BAB VIII
                                     BELANJA

                    Pasal 25
Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap peme-
liharaan kerukunan umat beragama serta pember-
dayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

                      Pasal 26
1.	 Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga keruku-
    nan nasional dan memelihara ketenteraman dan
    ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan
    kerukunan umat beragama, pemberdayaan
    FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat
    di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran
    Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
2.	 Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga keruku-
    nan nasional dan memelihara ketenteraman dan
36
Bag ian Ked u a
     Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006

    ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan
    kerukunan umat beragama, pemberdayaan
    FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat
    di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabu-
    paten/ kota.


                    BAB IX
             KETENTUAN PERALIHAN

                      Pasal 27
1.	 FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi
    dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1
    (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetap-
    kan.
2.	 FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di
    provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan paling
    lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini
    ditetapkan.

                       Pasal 28
1.	 Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang
    dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum
    berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah
    dan tetap berlaku.
2.	 Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang
    telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat,
    diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang
                                                                                   37
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



    tidak terjadi pemindahan lokasi.
3.	 Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang
    telah digunakan secara permanen dan/atau mer-
    niliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB un-
    tuk rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan
    Bersama ini, bupati/walikota membantu mem-
    fasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat di-
    maksud.

                     Pasal 29
Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan
oleh pemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan
Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun.


                          BAB X
                    KETENTUAN PENUTUP

                      Pasal 30
Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan
yang mengatur pendirian rumah ibadat dalam Kepu-
tusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang
Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam
Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan
Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pe-
meluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

38
Bag ian Ked u a
    Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006



                    Pasal 31
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2006


Menteri Agama 		                            Menteri Dalam Negeri

    Ttd 			                                                     Ttd

Muhammad M. Basyuni		                                H. Moh. Ma’ruf




                                                                                  39
Bagian Ketiga
 Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri
  dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata
   No.43 tahun 2009/ No.41 Tahun 2009
    Tentang Pedoman Pelayanan Kepada
  Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan
              Yang Maha Esa.


     Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

           Menteri Dalam Negeri dan
       Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata,

Menimbang :	
a.	 bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
    Esa merupakan salah satu modal sosial dalam
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



    pengembangan perilaku yang meyakini nilai-nilai
    budaya yang lahir dan tumbuh dari leluhur Bang-
    sa Indonesia; 	
b.	 bahwa Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan
    Yang Maha Esa merupakan warga negara Repub-
    lik Indonesia, berhak atas perlindungan diri prib-
    adi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda,
    dan kebebasan meyakini kepercayaannya; 	
c.	 bahwa dalam penyelenggaraan otonomi, pemer-
    intah daerah berkewajiban menjaga persatuan,
    kesatuan, kerukunan nasional, ketenteraman,
    ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan
    demokrasi dan melindungi masyarakat dalam me-
    lestarikan nilai sosial budaya; 	
d.	 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
    dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,
    perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri
    Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pari-
    wisata tentang Pedoman Pelayanan kepada Peng-
    hayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
    Esa;

Mengingat :	
1.	 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
    Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indone-
42
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

      sia Nomor 3298);
2.	   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
      Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Repub-
      lik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambah-
      an Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
      4437), sebagaimana beberapa kali telah diubah,
      terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Ta-
      hun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
      Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
      Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.	   Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
      Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara
      Republik Indonesia     Tahun 2006 Nomor 124,
      Tambahan Lembaran Negara Republik Indone-
      sia Nomor 4674);
4.	   Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
      Kementerian Negara (Lembaran Negara Repub-
      lik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambah-
      an Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
      4916);
5.	   Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987
      tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk
      Keperluan Tempat Pemakaman (Lembaran Neg-
      ara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15,
      Tambahan Lembaran Negara Republik Indone-
      sia Nomor 3350);
6.	   Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007
                                                                                        43
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



       tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23
       Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
       (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
       2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara
       Republik Indonesia Nomor 4736);

Memutuskan	 :
Menetapkan	 : Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Ten-
tang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Keper-
cayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
	


                             BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                      Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini, yang dimaksud den-
gan:
1.	 Pelayanan adalah layanan diberikan oleh Kepala
     Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada Peng-
     hayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
     Esa berkaitan dengan administrasi organisasi,
     pemakaman, dan sasana sarasehan atau sebutan
     lain.
2.	 Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
     adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan
44
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

      pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasar-
      kan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku
      ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang
      Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang aja-
      rannya bersumber dari kearifan lokal bangsa In-
      donesia.
3.	   Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
      Maha Esa, selanjutnya disebut Penghayat Keper-
      cayaan adalah setiap orang yang mengakui dan
      meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan ter-
      hadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.	   Organisasi Penghayat Kepercayaan, adalah suatu
      wadah Penghayat Kepercayaan yang terdaftar di
      Departemen Dalam Negeri dan terinventarisasi
      di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
5.	   Sasana Sarasehan atau sebutan lain adalah tem-
      pat untuk melakukan kegiatan Penghayat Keper-
      cayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk
      kegiatan ritual.
6.	   Tanda Inventarisasi adalah bukti organisasi Peng-
      hayat Kepercayaan telah terinventarisasi pada
      Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
7.	   Surat Keterangan Terdaftar selanjutnya dising-
      kat SKT adalah bukti organisasi Penghayat Ke-
      percayaan telah terdaftar sebagai organisasi ke-
      masyarakatan.
8.	   Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati,
                                                                                        45
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



       atau Walikota dan perangkat daerah sebagai un-
       sur penyelenggara pemerintahan daerah.


                 BAB II
          LINGKUP PELAYANAN
     KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN

                      Pasal 2
1.	 Pemerintah Daerah memberikan pelayanan ke-
    pada Penghayat Kepercayaan.
2.	 Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    meliputi:
    a.	 administrasi organisasi Penghayat Keper-
        cayaan;
    b.	 pemakaman; dan
    c.	 sasana sarasehan atau sebutan lain.

                      Pasal 3
Dalam memberikan pelayanan kepada Penghayat Ke-
percayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pe-
merintah provinsi berkewajiban:
a.	 memelihara ketentraman dan ketertiban
    masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
    kerukunan masyarakat;
b.	 menumbuhkembangkan keharmonisan, sal-
    ing pengertian, saling menghormati, dan saling
46
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

    percaya antara Penghayat Kepercayaan dengan
    masyarakat;
c.	 mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dan
    perangkat daerah di provinsi dalam pemeliharaan
    kerukunan antara Penghayat Kepercayaan den-
    gan masyarakat.

                      Pasal 4
Dalam memberikan pelayanan kepada Penghayat Ke-
percayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pe-
merintah kabupaten/kota berkewajiban:
a.	 memelihara ketenteraman dan ketertiban
    masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
    kerukunan antara Penghayat Kepercayaan den-
    gan masyarakat;
b.	 menumbuhkembangkan keharmonisan, sal-
    ing pengertian, saling menghormati, dan saling
    percaya antara Penghayat Kepercayaan dengan
    masyarakat;
c.	 mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dan
    perangkat daerah di kabupaten/kota dalam pe-
    layanan kepada Penghayat Kepercayaan; dan
d.	 fasilitasi pemakaman Penghayat Kepercayaan di
    tempat pemakaman umum.




                                                                                        47
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



             BAB III
PELAYANAN ADMINISTRASI ORGANISASI
     PENGHAYAT KEPERCAYAAN

                        Pasal 5
1.	 Gubernur menerbitkan SKT organisasi Peng-
    hayat Kepercayaan untuk provinsi.
2.	 Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dengan persyaratan sebagai berikut:
    a.	 akte pendirian yang dibuat oleh Notaris;
    b.	 program kerja ditandatangani ketua dan sek-
         retaris;
    c.	 Surat Keputusan Pendiri atau hasil
         musyawarah nasional atau sebutan lainnya
         yang menyatakan susunan kepengurusan;
    d.	 SKT minimal di 3 (tiga) Kabupaten/Kota;
    e.	 Foto copy Surat Keterangan Terinventari-
         sasi;
    f.	 Riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna
         ukuran 4 X 6 cm, foto copy Kartu Tanda
         Penduduk (KTP) pengurus provinsi yang
         terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara
         masing-masing sebanyak 1 lembar:
    g.	 formulir isian;
    h.	 data lapangan;
    i.	 foto tampak depan dengan papan nama ala-
         mat kantor/sekretariat;
48
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

      j.	 Nomor Pokok Wajib Pajak;
      k.	 Surat Keterangan Domisili ditandatangani
          oleh lurah dan camat;
      l.	 surat kontrak /izin pakai tempat bermaterai
          cukup;
      m.	 surat keterangan organisasi tidak sedang ter-
          jadi konflik internal dengan bermaterai cuk-
          up yang ditandatangani ketua dan sekretaris;
          dan
      n.	 surat keterangan bahwa organisasi tidak be-
          rafiliasi dengan partai politik dengan bermat-
          erai cukup yang ditandatangani ketua dan
          sekretaris.

                       Pasal 6
1.	 Bupati/walikota menerbitkan SKT organisasi
    Penghayat Kepercayaan untuk kabupaten/kota.
2.	 Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dengan persyaratan sebagai berikut:
     a.	 akte pendirian yang dibuat oleh Notaris;
     b.	 program kerja ditandatangani ketua dan sek-
         retaris;
     c.	 Surat Keputusan Pendiri atau hasil
         musyawarah nasional atau sebutan lainnya
         yang menyatakan susunan kepengurusan;
     d.	 SKT minimal di 3 (tiga) Kabupaten/Kota;
     e.	 foto copy Surat Keterangan Terinventari-
                                                                                        49
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



               sasi;
        f.	    riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna
               ukuran 4 X 6 cm, foto copy Kartu Tanda
               Penduduk (KTP) pengurus provinsi yang
               terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara
               masing-masing sebanyak 1 lembar:
        g.	    formulir isian;
        h.	    data lapangan;
        i.	    foto tampak depan dengan papan nama ala-
               mat kantor/sekretariat;
        j.	    Nomor Pokok Wajib Pajak;
        k.	    Surat Keterangan Domisili ditandatangani
               oleh lurah dan camat;
        l.	    surat kontrak /izin pakai tempat bermaterai
               cukup;
        m.	    surat keterangan organisasi tidak sedang ter-
               jadi konflik internal dengan bermaterai cuk-
               up yang ditandatangani ketua dan sekretaris;
               dan
        n.	    surat keterangan bahwa organisasi tidak be-
               rafiliasi dengan partai politik dengan ber-
               materai cukup yang ditandatangani ketua
               dan sekretaris.

                    Pasal 7
Surat Keterangan Terinventarisasi sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dan Pasal 6
50
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

ayat (2) huruf d diajukan oleh pengurus organisasi
kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melalui
dinas/lembaga/unit kerja yang mempunyai tugas dan
fungsi menangani kebudayaan dengan melampirkan
persyaratan sebagai berikut:
     a.	 formulir isian A, A1, dan A2;
     b.	 AD / ART;
     c.	 ajaran tertulis;
     d.	 susunan pengurus;
     e.	 daftar nominatif anggota;
     f.	 program kerja; dan
     g.	 riwayat hidup sesepuh.


                                BAB IV
                              PEMAKAMAN

                       Pasal 8
1.	 Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia di-
    makamkan di tempat pemakaman umum.
2.	 Dalam hal pemakaman Penghayat Kepercayaan
    ditolak di pemakaman umum yang berasal dari
    wakaf, pemerintah daerah menyediakan pemaka-
    man umum.
3.	 Lahan pemakaman umum sebagaimana dimak-
    sud pada ayat (2) dapat disediakan oleh Penghayat
    Kepercayaan.
                                                                                        51
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



4.	 Bupati/walikota memfasilitasi administrasi peng-
    gunaan lahan yang disediakan oleh Penghayat
    Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (3) untuk menjadi pemakaman umum.


                             BAB V
                       SASANA SARASEHAN
                       ATAU SEBUTAN LAIN

                      Pasal 9
1.	 Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain
    didasarkan atas keperluan nyata dan sungguh-
    sungguh bagi Penghayat Kepercayaan.
2.	 Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain se-
    bagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
    bangunan baru atau bangunan lain yang dialih
    fungsikan.

                      Pasal 10
Sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 harus memenuhi persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis bangunan gedung
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan.


52
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

                       Pasal 11
1.	 Penghayat Kepercayaan mengajukan permoho-
    nan ijin mendirikan bangunan untuk penyediaan
    sasana sarasehan atau sebutan lain dengan ban-
    gunan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
    ayat (2) kepada Bupati/Walikota.
2.	 Bupati/Walikota memberikan keputusan paling
    lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak diteriman-
    ya permohonan pendirian sasana sarasehan atau
    sebutan lain yang telah memenuhi persyaratan se-
    bagaimana dimaksud pada ayat (1).

                      Pasal 12
1.	 Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain-
    nya yang telah mendapat ijin sebagaimana di-
    maksud dalam Pasal 11 mendapat penolakan dari
    masyarakat, Pemerintah Daerah memfasilitasi
    pelaksanaan pembangunan sasana sarasehan di-
    maksud.
2.	 Dalam hal fasilitasi pemerintah daerah seba-
    gaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terlaksana,
    Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi
    lokasi baru untuk pembangunan sasana sarase-
    han atau sebutan lain.




                                                                                        53
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



                     Pasal 13
Bupati/Walikota memfasilitasi penyediaan lokasi baru
bagi bangunan gedung sasana sarasehan atau sebutan
lain yang telah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan
yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ru-
ang wilayah.


                   BAB VI
          PENYELESAIAN PERSELISIHAN

                      Pasal 14
1.	 Perselisihan antara Penghayat Kepercayaan den-
    gan bukan Penghayat Kepercayaan diselesaikan
    secara musyawarah untuk mufakat antar kedua
    belah pihak.
2.	 Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak ter-
    capai, gubernur atau bupati/walikota memfasili-
    tasi penyelesaian perselisihan sebagaimana di-
    maksud pada ayat (1).
3.	 Dalam hal fasilitasi penyelesaian perselisihan se-
    bagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai,
    penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pros-
    es peradilan.




54
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

                 BAB VII
        PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

                      Pasal 15
1.	 Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan
    dan pengawasan umum atas pelayanan kepada
    Penghayat Kepercayaan.
2.	 Pembinaan umum sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan dengan mengoordinasikan
    gubernur dalam pelayanan kepada penghayat
    kepercayaan dan pembinaan kepada bupati/wa-
    likota dalam pelayanan kepada Penghayat Keper-
    cayaan.
3.	 Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan dengan memantau gubernur
    dalam pelayanan kepada penghayat kepercayaan
    dan pembinaan kepada bupati/walikota dalam
    pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan.

                       Pasal 16
1.	 Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melakukan
    pembinaan dan pengawasan teknis atas pelayanan
    kepada Penghayat Kepercayaan.
2.	 Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) meliputi:
    a.	 pemberian pedoman;
    b.	 pemberian bimbingan teknis, konsultasi, su-
                                                                                        55
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



          pervisi; dan
    c.	 dokumentasi dan publikasi.
3.	 Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan dengan pemantauan dan evalu-
    asi terhadap pelayanan Penghayat Kepercayaan.

                     Pasal 17
Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap bupati/walikota dalam pelayanan Penghayat
Kepercayaan.


                                   BAB VIII
                                 PELAPORAN

                      Pasal 18
1.	 Bupati/walikota melaporkan tugas pelayanan
    Penghayat Kepercayaan di kabupaten/kota ke-
    pada gubernur.
2.	 Gubernur melaporkan tugas pelayanan Penghayat
    Kepercayaan di provinsi kepada Menteri Dalam
    Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
3.	 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali
    pada bulan Januari dan Juli atau sewaktu-waktu
    jika diperlukan.

56
Bag ian Ketig a
Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9

                                BAB IX
                              PENDANAAN

                       Pasal 19
1.	 Pendanaan pembinaan dan pengawasan terhadap
    pelayanan Penghayat Kepercayaan secara nasion-
    al didanai dari dan atas beban:
    a.	 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
         dan
    b.	 sumber lain yang sah dan tidak mengikat ses-
         uai dengan ketentuan perundang-undangan.
2.	 Pendanaan pelaksanaan, pembinaan dan pen-
    gawasan terhadap pelayanan Penghayat Keper-
    cayaan di provinsi dapat didanai dari dan atas
    beban:
    a.	 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
         provinsi; dan
    b.	 sumber lain yang sah dan tidak mengikat ses-
         uai dengan ketentuan perundang-undangan.
3.	 Pendanaan pelaksanaan, pembinaan dan pen-
    gawasan terhadap pelayanan Penghayat Keper-
    cayaan di kabupaten/kota dapat didanai dari dan
    atas beban:
    a.	 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
         kabupaten/kota; dan
    b.	 Sumber lain yang sah dan tidak mengikat ses-
         uai dengan ketentuan perundang-undangan.
                                                                                        57
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



                          BAB X
                    KETENTUAN PENUTUP

                     Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan terhadap
Penghayat Kepercayaan di provinsi diatur dengan
Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Pera-
turan Bersama ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak
Peraturan Bersama ini ditetapkan.

                    Pasal 21
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

			       Ditetapkan di Jakarta
		  pada tanggal 16 September 2009



Menteri Kebudayaan 		                       Menteri
Dan Pariwisata,  		                         Dalam Negeri,

        Ttd				                                 Ttd	

  Jero Wacik 		                             H. Mardiyanto




58
DAFTAR ALAMAT
1.	 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANU-
    SIA (KOMNAS HAM)
	 Jl. Latuharhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat
	 Telp/Fax: 021 - 3925 230021 - 3925 227
	 Emaik: info@komnas.go.id

2.	 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
    (ORI)
	 Jl. Ir. H. Djuanda No. 36 Jakarta Pusat
	 Telp : +62 21 351 0071

3.	   GERAKAN ANTI DISKRIMINASI
	     (GANDI)
	     Jl. Mandala Raya 24 Tomang Jakarta 11440
	     T : 021-68700570
	     F : 021 – 5673869
	     Email :gandi_ancyahoo.com,
	     info@gandingo.org, wisantaca@yahoo.com
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



4.	 LBH JAKARTA
	 Jl.Diponegoro No. 74 Jakarta
	 Telp/Fax: 021-3145518/ 021-3912377

5.	 INDONESIAN CONFERENCE ON RE-
    LIGION AND PEACE (ICRP).
	 Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta
    10520
	 Telepon: 021-42802349 / 42802350
	 Fax: 021-4227243
	 Email: icrp@cbn.net.id
	 Website: www.icrp-online.org

6.	 ALIANSI NASIONAL BHINEKA TUNG-
    GAL IKA (ANBTI)
	 Jl.Tebet Barat Dalam Vii No.19, Jakarta
	 Telp/Fax :021-8312771

7.	 BADAN KOORDINASI ORGANISASI
    KEPERCAYAAN (BKOK)
	 Jl.Wastukancana No. 33 Bandung
	 T :022-4265318

8.	 HIMPUNAN PENGHAYAT KEPER-
    CAYAAN THD TUHAN YANG MAHA
    ESA (HPK)
	 Jl.Ir.H.Juanda No. 4 A Jakarta
60
Daftar Alam a t



9.	 THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE
    CENTER (ILRC)
	 Jl.Tebet Timur I No.4, Tebet Jakarta Selatan
	 Telp : 021-93821173, Fax : 021-8356641
	 Email : Indonesia_lrc@yahoo.com
	 Website : www.mitrahukum.org

10.	 HUMAN RIGHTS WORKING GROUP
	 Jiwasraya Building Lobby Floor
	 Jl. R.P Soeroso No 41 Gondangdia, Menteng
	 Jakarta 10350
	 Email : hrwg@hrwg.org,
	 Telp: 021-3143015 – 021-7073350562
	 Fax: 021-3143058




                                                61
Tentang ILRC

                  !




  THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE
           CENTER (ILRC)
  MITRA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
         HUKUM INDONESIA

Pada masa transisi menuju demokrasi, Indonesia
menghadapi masalah tingginya tingkat korupsi, min-
imnya jaminan hak azasi manusia (HAM), dan lemah-
nya penegakan hukum. Dalam penegakan hukum,
selain produk legislasi dan struktur aparat penegak
hukum di butuhkan pula budaya hukum yang kuat di
masyarakat. Namun, faktanya kesadaran hak di ting-
kat masyarakat sipil masih lemah, begitu juga dengan
kapasitas untuk mengakses hak tersebut.

Peran Perguruan Tinggi khususnya fakultas hukum
sebagai bagian dari masyarakat sipil menjadi pent-
Pro fil I LR C



ing untuk menyediakan lulusan fakultas hukum hu-
kum yang berkualitas yang akan mengambil bagian di
berbagai profesi, seperti birokrasi, institusi-institusi
negara, peradilan, akademisi dan organisasi-organisasi
masyarakat sipil. Perguruan Tinggi mempunyai posisi
yang legitimate untuk memimpin pembaharuan hukum.
Di dalam hal ini, kami memandang pendidikan hu-
kum mempunyai peranan penting untk membangun
budaya hukum dan kesadaran hak masyarakat sipil.

Pendirian The Indonesia Legal Resource Center
(ILRC) merupakan bagian keprihatinan atas pendidi-
kan hukum yang tidak responsif terhadap permasalahan
keadilan sosial. Pendidikan hukum cenderung mem-
buat lulusan fakultas hukum menjadi profit lawyer dan
mengabaikan pemasalahan keadilan sosial. Walaupun
Perguruan Tinggi mempunyai instrumen/institusi un-
tuk menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma
untuk masyarakat miskin, tetapi mereka melakukan-
nya untuk maksud-maksud yang berbeda.

Terdapat sejumlah masalah yaitu 1) Lemahnya para-
digma yang berpihak kepada masyarakat miskin, kea-
dilan sosial dan HAM; 2) Komersialisasi Perguruan
Tinggi dan lemahnya pendanaan maupun sumber daya
manusia di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum
(LKBH) dan Pusat Hak Azasi Manusia (HAM) dan
                                                        63
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



3) Ketika pendidikan hukum di masyarakat sedang
berkonflik oleh karena perbedaan norma antara hu-
kum yang hidup di masyarakat dan hukum negara.
Karena masalah tersebut, maka ILRC bermaksud un-
tuk mengambil bagian di dalam reformasi pendidikan
hukum.

Visi
Memajukan HAM dan keadilan sosial di dalam pen-
didikan hukum

Misi
1.	 Menjembatani jarak antara Perguruan Tinggi
    dengan dinamika sosial;
2.	 Mereformasi pendidikan hukum untuk mem-
    perkuat perspektif keadilan sosial;
3.	 Mendorong Perguruan Tinggi dan organisasi-or-
    ganisasi masyarakat sipil untuk terlibat di dalam
    reformasi hukum dan keadilan sosial.




64
Pro fil I LR C



STRUKTUR DAN PERSONAL

Para Pendiri/Anggota Pengurus

Ketua		          : Dadang Trisasongko
Sekretaris	      : Renata Arianingtyas
Bendahara	       : Soni Setyana
Anggota	         :
1.	 Profesor Mohammad Zaidun, SH, MSi
2.	 Prof. Emiritus Drs. Soetandyo Wignyosoebroto,
    MPA
3.	 Uli Parulian Sihombing

EKSEKUTIF
Direktur	     : Uli Parulian Sihombing
Peneliti	     :	Fultoni, Siti Aminah,
		 Budi Widjardjo
Keuangan	     : Evi Yuliawati
Administrasi	 : Herman Susilo




                                                  65
Tentang Freedom House




                                !


Freedom House is an independent watchdog orga-
nization that supports the expansion of freedom
around the world. Freedom House supports demo-
cratic change, monitors freedom, and advocates for
democracy and human rights. We support nonviolent
civic initiatives in societies where freedom is denied
or under threat and we stand in opposition to ideas
and forces that challenge the right of all people to
be free. Freedom House functions as a catalyst for
freedom, democracy and the rule of law through its
analysis, advocacy and action.
     •	 Analysis The foundation of Freedom
          House’s work is its analysis. We evaluate the
          components of freedom and leverage our
          analytical work to strengthen our advocacy
          and action efforts. Freedom House’s rigor-
Pro fil F reed o m Ho u s e



         ous research methodology has earned the
         organization a reputation as the leading
         source of information on the state of free-
         dom worldwide. Learn more about Freedom
         House publications .
    •	   Advocacy Freedom House amplifies the
         voices of those fighting for freedom in re-
         pressive societies. We press the United States,
         other governments, international institutions
         and regional bodies to adopt consistent poli-
         cies that advance human rights and democ-
         racy around the world.
    •	   Action We work directly with democracy and
         human rights advocates in their own coun-
         tries and regions. These reformers include
         human rights defenders, civil society lead-
         ers and members of the media. Freedom
         House’s programs provide these advocates
         with resources that include training, expert
         advice, grants and exchange opportunities.

Freedom House was created in 1941 by prominent
Americans concerned about the U.S. policy of iso-
lationism as Nazism threatened to engulf Europe.
The organization’s name was intended to counter the
Brown House, the Nazi party headquarters in Ger-
many where Adolf Hitler maintained an office. Af-
                                                               67
M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h



ter World War II, Freedom House turned its focus to
the struggle against Communism and other threats to
freedom irrespective of ideology and embraced the
organization’s mission to expand freedom worldwide
and strengthen human rights and civil liberties in the
United States.

Freedom House is led by David Kramer, the orga-
nization’s executive director. The daily work of the
organization is conducted by its approximately 150
staff members in Washington, New York, its Euro-
pean office in Budapest and other offices around the
world.

The organization’s Board of Trustees, which includes
Democrats, Republicans and Independents, is com-
posed of a mix of business and labor leaders, former
senior government officials, scholars and journalists
who agree that the promotion of democracy and
human rights abroad is vital to America’s interests
abroad and to international peace.

Contact
1301 Connecticut Ave. NW, Floor 6 Washington D.C.
20036. T
el. (202) 296 5101 Fax: (202) 293 2840
Email : info@freedomhouse.org
68

Contenu connexe

Similaire à Rumah ibadah

Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di IndonesiaMeninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di IndonesiaSudarliadi Alisyahidar II
 
Skripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristen
Skripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristenSkripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristen
Skripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristenMarulitua Sianturi
 
Perkawinan Beda Agama oleh Lembaga Sosial
Perkawinan Beda Agama oleh Lembaga SosialPerkawinan Beda Agama oleh Lembaga Sosial
Perkawinan Beda Agama oleh Lembaga SosialZainal Abidin
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanFajri Aminudin
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanFajri Aminudin
 
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"Mariska1115500049
 
Manusia Dan Trasendensi Diri
Manusia Dan Trasendensi DiriManusia Dan Trasendensi Diri
Manusia Dan Trasendensi DiriNatalia Gultom
 
Islam versus-liberalisme
Islam versus-liberalismeIslam versus-liberalisme
Islam versus-liberalismeHibatul Wafi
 
Relasi Antar Agama di Indonesia
Relasi Antar Agama di IndonesiaRelasi Antar Agama di Indonesia
Relasi Antar Agama di IndonesiaSabilul Maarifah
 
9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa
9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa
9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esaAditia Lukman
 

Similaire à Rumah ibadah (20)

Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di IndonesiaMeninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
Meninjau Ulang Makna Pluralisme & KBB di Indonesia
 
Siapa yang sesat
Siapa yang sesatSiapa yang sesat
Siapa yang sesat
 
Skripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristen
Skripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristenSkripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristen
Skripsi legalisasi perkumpulan freemason ditinjau dari perspektif iman kristen
 
Ketaqwaan pkn
Ketaqwaan pknKetaqwaan pkn
Ketaqwaan pkn
 
Teloeransi antar umat beragama 2
Teloeransi antar umat beragama 2Teloeransi antar umat beragama 2
Teloeransi antar umat beragama 2
 
Perkawinan Beda Agama oleh Lembaga Sosial
Perkawinan Beda Agama oleh Lembaga SosialPerkawinan Beda Agama oleh Lembaga Sosial
Perkawinan Beda Agama oleh Lembaga Sosial
 
Tugas pkn
Tugas pknTugas pkn
Tugas pkn
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaan
 
Kebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaanKebebasan beragama dan kepercayaan
Kebebasan beragama dan kepercayaan
 
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
Hak asasi manusia "kebebasan beragama di indonesia"
 
Manusia Dan Trasendensi Diri
Manusia Dan Trasendensi DiriManusia Dan Trasendensi Diri
Manusia Dan Trasendensi Diri
 
KWN kel 1.pptx
KWN kel 1.pptxKWN kel 1.pptx
KWN kel 1.pptx
 
SKETSA PERADILAN AGAMA
SKETSA PERADILAN AGAMASKETSA PERADILAN AGAMA
SKETSA PERADILAN AGAMA
 
Islam versus-liberalisme
Islam versus-liberalismeIslam versus-liberalisme
Islam versus-liberalisme
 
Relasi Antar Agama di Indonesia
Relasi Antar Agama di IndonesiaRelasi Antar Agama di Indonesia
Relasi Antar Agama di Indonesia
 
9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa
9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa
9137527 makna-sila-ke-tuhanan-yang-maha-esa
 
Regulasi Kerukunan Umat Beragama
Regulasi Kerukunan Umat BeragamaRegulasi Kerukunan Umat Beragama
Regulasi Kerukunan Umat Beragama
 
Kwn
KwnKwn
Kwn
 
Kwn
KwnKwn
Kwn
 
Ppt 4 masyarakat
Ppt 4   masyarakatPpt 4   masyarakat
Ppt 4 masyarakat
 

Dernier

Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxfitriaoskar
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 

Dernier (20)

Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 

Rumah ibadah

  • 1. Buku Saku untuk Kebebasan Beragama MEMAHAMI KEBIJAKAN RUMAH IBADAH Tim Penulis : Siti Aminah Uli Parulian Sihombing The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Freedom House © 2010 Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Seri 6, dengan judul Memahami Kebijakan Rumah Ibadah, dikembangkan oleh ILRC dengan dukungan Freedom House berdasarkan perjanjian kerjasama No. S-LMAQM-09-GR-550 tanggal 27 Oktober 2010. Isi yang terkandung dalam buku merupakan tanggungjawab ILRC dan tidak mencerminkan pendapat Freedom House.
  • 2. Buku Saku untuk Kebebasan Beragama Seri-6 Memahami Kebijakan Rumah Ibadah Tim Penulis Siti Aminah Uli Parulian Sihombing Penerbit The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Jl. Tebet Timur I No. 4, Jakarta Selatan Phone : 021-93821173, Fax : 021- 8356641 Email : Indonesia_lrc@yahoo.com Website:www.mitrahukum.org Cetakan pertama © 2010 ISBN : Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Isi diluar tanggung jawab Percetakan Delapan Cahaya Indonesia Printing - Canting Press
  • 3. Daftar Isi Kata Pengantar v Bagian Pertama Hak Untuk Beribadah 1 Bagian Kedua Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2006/ No.8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelak- sanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat 15 Bagian Ketiga Peraturan Bersama Menteri Dalam Neg- eri dan Menteri Kebudayaan dan Pari-
  • 4. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h wisata No.43 tahun 2009/No.41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 41 Daftar Alamat 59 Tentang ILRC 62 Tentang Freedom House 66 iv
  • 5. Kata Pengantar T he Indonesian Legal Resource Center (ILRC) beker- ja sama dengan Freedom House menyusun buku saku Rumah Ibadah untuk mahasiswa/maha- siswi yang menjadi tenaga paralegal. Tujuan penyusu- nan buku saku ini adalah untuk membuka pemaha- man mahasiswa/mahasiswi tentang rumah ibadah dalam perspektif Hak Azasi Manusia (HAM), dan juga mengajak mahasiswa/mahasiswi untuk meng- kritisi aturan-aturan yang ada tentang rumah ibadah sekarang ini. Lebih jauh, mengajak mahasiswa/ma- hasiswi untuk bersikap toleran terhadap setiap perbe- daan keyakinan yang ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Hak beribadah termasuk di dalamnya rumah iba-
  • 6. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h dah tidak sekedar hak konstitusional dan bagian dari HAM. Lebih jauh, sikap toleran akan tercermin den- gan menghormati hak seseorang untuk beribadah. Sikap toleran ini kadang-kadang tercabut dari akarnya di dalam masyarakat yang majemuk hanya karena adanya aturan hukum yang mengaturnya. Sikap tol- eran di masyarakat sebagai modal sosial jauh lebih penting dari sebuah aturan hukum termasuk aturan hukum yang mengatur rumah ibadah. Toleransi su- dah berakar di dalam kehidupan masyarakat kita. Mencabut akar toleransi akan mematikan kehidupan pluralisme di negeri ini. Penghormatan, pemenuhan dan perlindungan terh- adap kebutuhan terhadap rumah ibadah merupakan kewajiban negara terutama pemerintah. Pemerintah tidak boleh punya alasan untuk menolak kewajiban- nya dalam pemenuhan, perlidungan dan penghorma- tan terhadap hak seseorang/kolektif untuk beriba- dah. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 10 Januari 2011 The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Uli Parulian Sihombing Direktur Eksekutif vi
  • 7. Bagian Pertama Hak Untuk Beribadah Pengantar Buku saku ini disusun bersum- ber pada hak atas kebebasan beragama yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 18 Kovenan Interna- sional Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol) (yang sudah diratifikasi melalui Undang-Undang (UU) Nomor 12/2005), Komentar ! Umum Nomor 22 atas Pasal 18 Kovenan Hak-Hak Sipol, dan aturan terkait lainnya serta pendapat dari ahli-ahli
  • 8. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h yang berkompeten. Buku saku ini dapat digunakan oleh mahasiswa/mahasiswi yang tertarik untuk men- jadi paralegal dalam mengadvokasi pelanggaran hak atas kebebasan beragama khususnya hak untuk berib- adah. Di dalam buku saku ini, kami menyusun per- tanyaan-pertanyaan yang sering muncul di masyarakat berhubungan dengan hak untuk beribadah. 1. Bagaimana Hak Azasi Manusia (HAM) Mengatur Kebebasan Beragama ? Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Tetapi UUD 1945 tidak mengatur lebih jauh bagaimana operasionalisasi menjalankan kebebasan beragama tersebut. Tetapi Pasal 18 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipol (UU Nomor 12/2005) menjelaskan hak atas kebebasan beragama, yang pada intinya mempunyai dua dimensi yaitu forum internum dan forum eksternum. Forum internum adalah hak individu untuk mempu- nyai/memeluk agama/kepecayaannya (religion/belief) berdasarkan pilihannya. Sementara forum eksternum adalah hak untuk memanifestasikan agama/keper- cayaannya termasuk dalam hak ini adalah ibadah (wor- ship), praktek-praktek keagamaan/kepercayaan (prac- tice), perayaan keagamaan/kepercayaan (observance), dan pengajaran keagamaan (teaching). 2
  • 9. Bag ian Per tama Hak Un tu k Berib ad a h Pasal 18 ayat (3) Kovenan Hak-Hak Sipol (UU No- mor 12/2005) menjelaskan manifestasi keagamaan mungkin dapat dibatasi oleh aturan hukum dan perlu dengan alasan untuk melindungi keamanan publik, ketertiban umum, kesehatan publik, atau moral pub- lik, atau hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang- orang lain.1 Dengan demikian, hak untuk beribadah juga merupakan obyek pembatasan atas kebebasan beragama/berkeyakinan. HAM khususnya hak atas kebebasan beragama/ber- keyakinan tidak hanya berhenti dalam memberikan pengertian tentang forum eksternum dan internum. Tetapi juga memberikan pengertian mengenai mak- sud dari makna ibadah, praktek-praktek keagamaan, perayaan/upacara keagamaan, dan pengajaran kea- gamaan tersebut. Kemudian juga beberapa ahli atas kebebasan beragama (prominent experts) mencoba menggali lebih jauh soal manifestasi keagamaan. Manfred Nowak memaknai ibadah adalah bentuk doa/sembahyang (religious prayer) dan “khotbah” (preach) keagamaan seperti kebebasan menjalankan ritual keagamaan. Sementara upacara-upacara kea- gamaan dimaknai prosesi keagamaan, penggunaan 1 Untuk lebih jelas mengenai aturan pembatasan atas manifestasi kea- gamaan dapat dibaca di dalam buku saku untuk kebebasan beragama “Ja- minan Hukum dan HAM Kebebasan Beragama, ILRC (2009) 3
  • 10. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h pakaian-pakaian keagamaan, dan simbol-simbol kea- gamaan, serta upacara-upacara keagamaan lainnya. Nowak juga memaknai pengajaran keagamaan adalah penyebaran/pewartaan substansi ajaran keagamaan baik di sekolah keagamaan atau sekolah umum (berkaitan dengan mata pelajaran agama) atau juga melalui sekolah-sekolah non-formal dan kerja-kerja penyebaran agama seperti dakwah dan missionary.2 Lebih jauh, pasal 6 Deklarasi Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tentang Intoleransi Keagamaan men- jelaskan kebebasan berkumpul berhubungan dengan aktivitas-aktivitas keagamaan seperti mendirikan dan menjalankan institusi-instituti kemanusian atau lem- baga donor kedermawanan, menggunakan dan mem- buat ayat-ayat yang berhubungan dengan keagamaan untuk keperluan upacara keagamaan, menulis, mener- bitkan dan menyebarkan publikasi keagamaan yang relevan, meminta dan menerima kontribusi keuangan secara sukarela, menjalankan hari libur keagamaan, dan upacara keagamaan. Pasal 6 Deklarasi PBB tersebut sebenarnya menjelaskan praktek-praktek keagamaan.3 Menurut Nowak, aktivitas-aktivitas pe- nyebaran ajaran agama seperti dakwah dan missionary juga dapat dikatagorikan praktek-praktek keagamaan. 2 Manfred Nowak, Freedom of Thought, Conscience, Religion and Belief, 417- 421 (2001) 3 Ibid. 4
  • 11. Bag ian Per tama Hak Un tu k Berib ad a h Hak untuk mendirikan dan menjalankan rumah iba- dah merupakan bagian dari kebebasan memanifesta- sikan agama/kepercayaan. 2. Bagaimana Rumah Ibadah Dalam Perspek- tif Hak Atas Kebebasan Beragama ? Paragraf 4 Komentar Umum Nomor 22 atas Pasal 18 Kovenan Hak-Hak Sipol (UU Nomor 12/2005) men- jelaskan makna ibadah terdiri dari ritual dan upacara keagamaan yang merupakan ekspresi langsung dari ajaran agama/kepercayaan, juga berbagai jenis kegia- tan keagamaan yang terintegral dengan kegiatan ritual keagamaan dan lain-lain seperti bangunan rumah iba- dah, penggunaan dan pemasangan objek/simbol kea- gamaan, menjalankan libur/hari keagamaan. Dengan demikian hak untuk membangun rumah ibadah termasuk bagian/ranah dari manifestasi kea- gamaan. Paul M. Taylor menjelaskan hak untuk beribadah da- lam hubungannya dengan rumah ibadah, tidak hanya mencakup hak mendirikan rumah ibadah (to estab- lish), tetapi juga bagaimana hak untuk menjalankan/ menjaga rumah ibadah tersebut (to maintain).4 Dalam 4 Paul Taylor, The Right To Manifest Religious Belief, 242 (2005) 5
  • 12. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h perkembangannya, ternyata ada kewajiban negara (state obligations) dalam hubungannya dengan rumah ibadah seperti putusan Komisi HAM Bosnia Herzegovina di dalam kasus hukum antara the Islamic Community in Bosnia and Herzegovina v. The Republic Srpska. Komisi HAM Bosnia menjelaskan kewajiban positif dari negara secara efektif (effective), layak (reasonable) dan tepat (appropriate) untuk melindungi rumah-ru- mah ibadah dan situs-situs keagamaan yang suci.5 Kewajiban untuk mendaftarkan perijinan rumah iba- dah sering kali dipakai oleh pemerintah untuk mengon- trol keberadaan rumah ibadah dan dilakukan dengan cara-cara yang sangat diskriminatif. Menurut catatan Pelapor Khusus PBB atas kebebasan beragama, kasus seperti ini hampir terjadi di seluruh negara di dun- ia.6 Seperti di dalam kasus Metropolitan Church of Bessarabia and others v. Moldova, tidak keluarnya ijin atas rumah ibadah mengakibatkan rumah ibadah sama sekali tidak berfungsi/beroperasi dan anggot- nya tidak bisa menjalankan hak untuk beribadah.7 Pembatasan atas hak untuk mendirikan dan menjaga rumah ibadah harus sesuai dengan ketentuan pasal 5 Ibid. hal 244 6 Ibid. hal 245, Laporan Pelapor Khusus PBB Atas Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan 7 Metropolitan Church of Bessarabia and others v. Moldova, (2002) 35 EHRR 306 6
  • 13. Bag ian Per tama Hak Un tu k Berib ad a h 18 ayat (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipol. Negara khususnya pemerintah mempunyai kewajiban positif untuk melindungi rumah ibadah. 3. Bagaimana Pemerintah Mengatur Rumah Ibadah? Pemerintah khususnya instansi terkait sudah mengelu- arkan aturan tentang rumah ibadah. Meskipun menu- rut catatan ILRC, dasar hukum pembentukan aturan rumah ibadah tidak kuat karena bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi khususnya UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perun- dang-Undangan. Kemudian substansi aturan-aturan ru- mah ibadah sangat birokratis untuk memperoleh ijinnya dan kemudian ada kecenderungan menghilangkan hak individu/kolektif untuk beribadah dan berkumpul. a. Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (Perber Menag dan Mendagri) Nomor 9 dan 8/2006; Perber Menag dan Mendagri Nomor 9 dan 8/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Memelihara Keru- kunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Keru- kunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah merupakan landasan pemerintah untuk menentukan perijinan rumah ibadah. Tetapi dasar hukum ini tidak 7
  • 14. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h kuat karena menurut UU Nomor 10 Tahun 2004 ten- tang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan khususnya pasal 7 ayat (1) dan (4) menjelaskan seba- gai berikut ; Pasal 7 ayat (1) Jenis dan hierarki peraturan perun- dang-undangan adalah sebagai berikut : a. UUD 1945; b. UU/Perpu; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah. Pasal 7 ayat (4) menjelaskan jenis peraturan perun- dang-undangan selain disebutkan di ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 8 huruf a UU Nomor 4 Tahun 2004 menjelas- kan materi muatan yang diatur dengan UU ; a. HAM; b. Hak dan kewajiban warga negara; c. Pelaksanaan keadaulatan negara serta pem- bagian kekuasaan negara; d. Wilayah negara dan pembagian daerah; e. Kewarganegaraan dan kependudukan; f. Keuangan Negara 8
  • 15. Bag ian Per tama Hak Un tu k Berib ad a h Perber tidak termasuk di dalam hierarki dan jenis pera- turan perundang-undangan dan pembentukannya tidak diperintahkan secara jelas dan eksplisit oleh aturan yang lebih tinggi baik itu UU/Perpu, PP maupun Kepres (Pasal 7 ayat (1) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 2004). Kemudian, karena pendirian rumah ibadah merupakan bagian dari manifestasi keagamaan yang juga merupa- kan bagian HAM, maka pengaturannya harus dengan UU sesuai dengan perintah pasal 8 huruf a UU Nomor 4 Tahun 2004. Menurut Perber, pendirian rumah ibadah harus me- menuhi syarat formal dan substansial yaitu sebagai berikut : Syarat formal (pasal 16 Perber Menag dan Mendagri) 1. Pendirian rumah ibadah harus diajaukan kepada Bupati/walikota untuk memperoleh Izin Mendi- rikan Bangunan (IMB); 2. Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak pendirian rumah ibadah dia- jukan. Syarat substansi (Pasal 13 sampai dengan 14 Perber) 1. Pendirian rumah ibadah didasarkan pada kep- erluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkuatan di wilayah kelura- han/desa (Pasal 13 ayat (1); 2. Pendirian rumah ibadah sebagaimana dimaksud 9
  • 16. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h point 1 dilakukan dengan tetap menjaga keruku- man umat beragama, tidak menggangu ketentra- man dan ketertiban umum, serta mematuhi pera- turan perundang-undangan (Pasal 13 ayat (2); 3. Dalam keperluan nyata bagi pelayanan umat be- ragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud point 1 tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi (Pasal 13 ayat (3). 4. Pendirian rumah ibadah harus memenuhi per- syaratan administrasi dan persyaratan teknis ban- gunan (Pasal 14 ayat (1); 5. Persyaratan khusus (Pasal 14 ayat (2) ) yaitu a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagai mana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3); b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/ kepala desa; c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departe- men agama kabupaten/kota; dan; d. Rekomendasi tertulis FKUB (Forum Keru- kunan Umat Beragama) kabupaten/kota. 6. Jika persyaratan point 5.a terpenuhi dan point 5.b belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berke- 10
  • 17. Bag ian Per tama Hak Un tu k Berib ad a h wajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pemban- gunan rumah ibadah. (Pasal 14 ayat (3)) Ketentuan konversi di dalam pasal 28 ayat (3) Per- ber tersebut menjelaskan dalam hal bangunan gedung rumah ibadah yang telah digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadah sebelum berlakunya Perber ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi pener- bitan IMB untuk rumah ibadah tersebut. Persyaratan khusus khususnya syarat minimal 90 orang pengguna rumah ibadah menunjukan perber ini lebih mementingkan kuantitas/jumlah pengguna rumah iba- dah, dan ini lebih menguntungkan kelompok mayoritas agama di mana pun berada di seluruh wilayah Indonesia. Karena kelompok mayoritas keagamaan di suatu wilayah akan dengan mudah memperoleh 90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat setempat. Sementara kelompok minoritas keagamaan pasti akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan 90 orang pengguna ibadah dan juga dukungan 60 orang dari masyarakat setempat. Di sinilah terletak diskrimi- nasi dalam bentuk pembedaan perlakuan khususnya terhadap kelompok minoritas keagamaan. Perber men- erjermahkan keperluan nyata dan sungguh-sungguh den- gan kuantitas pengguna rumah ibadah dan dukungan masyarakat setempat. Sehingga ketentuan ini bertentan- gan dengan kewajiban positif negara untuk melindungi 11
  • 18. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h rumah ibadah secara efektif, layak dan tepat. Rekomendasi tertulis dari kantor Depag dan FKUB merupakan mata rantai birokrasi yang menjadi peng- hambat secara administratif prosedur pengajuan IMB rumah ibadah. b. Peraturan Menteri Bersama Menteri Dalam Negeri (Depdagri) dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Nomor 43 dan 41/2009. Pemerintah khususnya Depdagri dan Depbudpar su- dah mengeluarkan aturan pedoman pelayanan kepada penghayat kepercayaan terhahadap Tuhan YME. Di dalam perber tersebut diatur juga mengenai pendirian rumah ibadah ( atau istilahnya sasana sarasehan) un- tuk kelompok penghayat. Perber ini bukan merupa- kan dasar hukum yang kuat dalam pengaturan rumah 12
  • 19. Bag ian Per tama Hak Un tu k Berib ad a h ibadah untuk kelompok penghayat karena selain tidak termasuk di dalam hierarki dan jenis peraturan perun- dang-undangan, dan juga pembentukannya tidak di- perintahkan secara eksplisit dan langsung oleh aturan perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai den- gan ketentuan pasal 7 ayat (1) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 2004. Kemudian pengaturan tentang rumah ibadah seharusnya diatur dengan peraturan setingkat UU saja, sesuai dengan perintah pasal 8 huruf a UU Nomor 10/2004. Organisasi penghayat yang akan mendirikan sasana sarasehan harus mempunyai SKT (surat keterangan terdaftar) dan tanda inventarisasi. SKT itu sendiri menurut pasal 1 ke 7 perber ini adalah bukti organ- isasi penghayat telah terdaftar sebagai organisasi ke- percayaan. Sementara tanda inventarisasi menurut pasal 1 angka ke 6 adalah bukti organisasi penghayat kepercayaan telah terinventarisasi pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Lebih jauh, Pasal 1 angka ke-4 menjelaskan organisasi penghayat adalah suatu wadah penghayat kepercayaan yang terdaftar di Depdagri dan terinventarisir di Depbudpar. Untuk memperoleh SKT itu sendiri, sebuah organ- isasi penghayat harus memenuhi 14 persyaratan ter- masuk akta pendirian yang dibuat notaris dan program kerjanya. Sebelum itu, sebuah organisasi penghayat harus mempunyai surat keterangan terinventarisasi 13
  • 20. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h , dan permohonannya diajukan kepada Menteri Ke- budayaan dan Pariwisata melalui dinas /lembaga/unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi menangani kebudayaan. Sementara Gubenur/Walikota/Bupati merupakan otoritas yang berwenang mengeluarkan SKT. Tidak semua organisasi penghayat khususnya masyarakat adat mempunyai SKT dan surat terinventa- risir serta tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar. Oleh karena itu, organisasi-organisasi penghayat tersebut tidak bisa mendirikan sasana sarasehannya. Terdapat perlakuan diskriminatif untuk organisasi penghayat yang tidak terdaftar di Depdagri dan Depbudpar, serta tidak mempunyai SKT ataupun surat terinventarisasi. Pemerintah hanya mengijinkan pendirian sasana sara- sehan untuk organisasi-organisasi yang terdaftar dan mempunyai SKT serta surat terinventarisir saja. (UPS 2011) 14
  • 21. Bagian Kedua Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2006/ No.8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeli- haraan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Be- ragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apap- un;
  • 22. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h b. bahwa setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya; c. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; d. bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepa- njang tidak bertentangan dengan peraturan perundang¬undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ke- tenteraman dan ketertiban umum; e. bahwa Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar se- tiap penduduk dalam melaksanakan ajaran aga- manya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib; f. bahwa arah kebijakan Pemerintah dalam pem- bangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama; g. bahwa daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaa- tan, dan pengawasan tata ruang serta kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, ke- satuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan 16
  • 23. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional; i. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah da- lam rangka melaksanakan tugas dan wewenang- nya mempunyai kewajiban memelihara ketentera- man dan ketertiban masyarakat; j. bahwa Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN- MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Apara- tur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk¬Pemeluknya untuk pelaksanaannya di daerah otonom, pengaturan- nya perlu mendasarkan dan menyesuaikan den- gan ketentuan peraturan perundang-undangan; k. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri ten- tang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daer- ah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Fo- rum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat; 17
  • 24. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h Mengingat : 1. Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor I Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tam- bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone- sia Nomor 3298); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Repub- lik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambah- 18
  • 25. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 an Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pe- merintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah men- jadi Undang-Undang (Lembaran Negara Repub- lik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4468); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indo- nesia Tahun 1986 Nomor 24 Tambahan Lemba- ran Negara Republik Indonesia Nomor 3331); 8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 ten- tang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009; 9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tatakerja Kementerian Negara Republik In- donesia sebagaimana telah diubah dengan Pera- turan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 ten- tang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kemen- terian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan terakhir dengan Peraturan Presi- den Nomor 63 Tahun 2005; 11. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Men- teri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN- 19
  • 26. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Iba- dat Agama oleh Pemeluk¬Pemeluknya; 12. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Men- teri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN- MAG/1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Pe- nyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia; 13. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kan- tor Departemen Agama Kabupaten/Kota; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri; 15. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama; Memutuskan : Menetapkan : Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pelak- sanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama Dan Pendirian Rumah Ibadat. 20
  • 27. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud den- gan: 1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan ber- masyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar- kan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pember- dayaan umat beragama. 3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan un- tuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. 4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, 21
  • 28. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerin- tah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik. 5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat be- ragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan. 6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang se- lanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memeli- hara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. 7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah pani- tia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat. 8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat. 22
  • 29. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 BAB II TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Pasal 2 Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerin- tahan daerah dan Pemerintah. Pasal 3 1. Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur. 2. Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur se- bagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi. Pasal 4 1. Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabu- paten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/ walikota. 2. Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/ kota. Pasal 5 1. Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana di- 23
  • 30. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h maksud dalam Pasal 3 meliputi : a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujud- nya kerukunan umat beragama di provinsi; b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, sal- ing pengertian, saling menghormati, dan sal- ing percaya di antara umat beragama; dan d. membina dan mengoordinasikan bupati/ wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daer- ah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. 2. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur. Pasal 6 1. Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaima- na dimaksud dalam Pasal 4 meliputi a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwu- judnya kerukunan umat beragama di kabu- paten/kota; b. mengoordinasikan kegiatan instansi ver- tikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; 24
  • 31. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 c. menumbuhkembangkan keharmonisan, sal- ing pengertian, saling menghormati, dan sal- ing percaya di antara umat beragama; d. membina dan mengoordinasikan camat, lu- rah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketentera- man dan ketertiban masyarakat dalam ke- hidupan beragama; e. menerbitkan IMB rumah ibadat. 2. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didel- egasikan kepada wakil bupati/wakil walikota. 3. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelura- han/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat. Pasal 7 1. Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimak- sud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi: a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwu- judnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan; b. menumbuhkembangkan keharmonisan, sal- ing pengertian, saling menghormati, dan sal- ing percaya di antara umat beragama; dan c. membina dan mengoordinasikan lurah dan 25
  • 32. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h kepala desa dalam penyelenggaraan pemer- intahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan kea- gamaan. 2. Tugas dan kewajiban lurah/ kepala desa seba- gaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3), meli- puti : a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kelurahan/ desa; dan b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling per- caya di antara umat beragama. BAB III FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Pasal 8 1. FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/ kota. 2. Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan di- fasilitasi oleh pemerintah daerah. 3. FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif. 26
  • 33. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 Pasal 9 1. FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi seba- gai bahan kebijakan gubernur; dan d. melakukan sosialisasi peraturan perundang- undangan dan kebijakan di bi6ng keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat be- ragama dan pemberdayaan masyarakat 2. FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas : a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi seba- gai bahan kebijakan bupati/walikota; d. melakukan sosialisasi peraturan perundang- undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat be- ragama dan pemberdayaan masyarakat; dan e. memberikan rekomendasi tertulis atas per- mohonan pendirian rumah ibadat. 27
  • 34. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h Pasal 10 1. Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat. 2. Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota FKUB, kabupaten/ kota paling banyak 17 orang. 3. Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan ka- bupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di propinsi dan kabupaten/kota. 4. FKUB dipimpin oleh 1(satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1(satu) orang sekretaris, 1(satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara musyawarah oleh anggota. Pasal 11 1. Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/ kota. 2. Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam merumus- kan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan b. memfasilitasi hubungan kerja FKUB den- gan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah di daerah dalam 28
  • 35. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 pemeliharaan kerukunan umat beragama. 3. Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : wakil gubernur; b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departe- men agama provinsi; c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi; d. Anggota : pimpinan instansi terkait. 4. Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota seba- gaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : wakil bupati/wakil walikota; b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota; d. Anggota : pimpinan instansi terkait. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur. 29
  • 36. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h BAB IV PENDIRIAN RUMAH IBADAT Pasal 13 1. Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keper- luan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelura- han/desa. 2. Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mema- tuhi peraturan perundang-undangan. 3. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaima- na dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimban- gan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi. Pasal 14 1. Pendirian rumah ibadat harus memenuhi per- syaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. 2. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana di- maksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi : a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk 30
  • 37. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan Puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departe- men agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/ kota. 3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan per- syaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. Pasal 15 Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis. Pasal 16 1. Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaima- na dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/wa- likota untuk memperoleh IMB rumah ibadat. 31
  • 38. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h 2. Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permoho- nan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaima- na dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah. BAB V IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG Pasal 18 1. Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin se- mentara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan : a. laik fungsi; dan b. pemeliharaan kerukunan umat beragama ser- ta ketenteraman dan ketertiban masyarakat. 2. Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung. 3. Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat 32
  • 39. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. izin tertulis pemilik bangunan; b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa; c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/ kota; dan d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor de- partemen agama kabupaten/kota. Pasal 19 1. Surat keterangan pemberian izin sementara pe- manfaatan bangunan -gedung bukan rumah iba- dat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mem- pertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota. 2. Surat keterangan pemberian izin sementara pe- manfaatan bangunan gedung bukan rumah iba- dat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 20 1. Penerbitan surat keterangan pemberian izin se- mentara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat. 2. Penerbitan surat keterangan pemberian izin se- mentara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 33
  • 40. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabu- paten/kota dan FKUB kabupaten/kota. BAB VI PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 21 1. Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat dis- elesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat. 2. Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisi- han dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/ kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbang- kan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota. 3. Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesa- ian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan se- tempat. Pasal 22 Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bu- pati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. 34
  • 41. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 BAB VII PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 23 1. Gubernur dibantu kepala kantor wilayah depar- temen agama provinsi melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat. 2. Bupati/walikota dibantu kepala kantor departe- men agama kabupaten/kota melakukan pen- gawasan terhadap camat dan lurah/kepala desa serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pem- berdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat. Pasal 24 1. Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan fo- rum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi kepada Men- teri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kes- ejahteraan Rakyat. 2. Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeli- haraan kerukunan umat beragama, pemberdayaan 35
  • 42. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h forum kerukunan umat beragama, dan peng- aturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/ kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan Janu- ari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu. BAB VIII BELANJA Pasal 25 Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap peme- liharaan kerukunan umat beragama serta pember- dayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 26 1. Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga keruku- nan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi. 2. Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga keruku- nan nasional dan memelihara ketenteraman dan 36
  • 43. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabu- paten/ kota. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 1. FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetap- kan. 2. FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan. Pasal 28 1. Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. 2. Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang 37
  • 44. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h tidak terjadi pemindahan lokasi. 3. Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau mer- niliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB un- tuk rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu mem- fasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat di- maksud. Pasal 29 Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat dalam Kepu- tusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pe- meluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 38
  • 45. Bag ian Ked u a Pe rat uran Be rsama Me nag d an Men d ag ri No .9 Tah u n 2006/No .8 Tah u n 2006 Pasal 31 Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 2006 Menteri Agama Menteri Dalam Negeri Ttd Ttd Muhammad M. Basyuni H. Moh. Ma’ruf 39
  • 46.
  • 47. Bagian Ketiga Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata No.43 tahun 2009/ No.41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata, Menimbang : a. bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu modal sosial dalam
  • 48. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h pengembangan perilaku yang meyakini nilai-nilai budaya yang lahir dan tumbuh dari leluhur Bang- sa Indonesia; b. bahwa Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan warga negara Repub- lik Indonesia, berhak atas perlindungan diri prib- adi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, dan kebebasan meyakini kepercayaannya; c. bahwa dalam penyelenggaraan otonomi, pemer- intah daerah berkewajiban menjaga persatuan, kesatuan, kerukunan nasional, ketenteraman, ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi dan melindungi masyarakat dalam me- lestarikan nilai sosial budaya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pari- wisata tentang Pedoman Pelayanan kepada Peng- hayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone- 42
  • 49. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 sia Nomor 3298); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Repub- lik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambah- an Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana beberapa kali telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Ta- hun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone- sia Nomor 4674); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Repub- lik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambah- an Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman (Lembaran Neg- ara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone- sia Nomor 3350); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 43
  • 50. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736); Memutuskan : Menetapkan : Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Ten- tang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Keper- cayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bersama ini, yang dimaksud den- gan: 1. Pelayanan adalah layanan diberikan oleh Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada Peng- hayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkaitan dengan administrasi organisasi, pemakaman, dan sasana sarasehan atau sebutan lain. 2. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan 44
  • 51. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasar- kan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang aja- rannya bersumber dari kearifan lokal bangsa In- donesia. 3. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut Penghayat Keper- cayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan ter- hadap Tuhan Yang Maha Esa. 4. Organisasi Penghayat Kepercayaan, adalah suatu wadah Penghayat Kepercayaan yang terdaftar di Departemen Dalam Negeri dan terinventarisasi di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 5. Sasana Sarasehan atau sebutan lain adalah tem- pat untuk melakukan kegiatan Penghayat Keper- cayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk kegiatan ritual. 6. Tanda Inventarisasi adalah bukti organisasi Peng- hayat Kepercayaan telah terinventarisasi pada Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 7. Surat Keterangan Terdaftar selanjutnya dising- kat SKT adalah bukti organisasi Penghayat Ke- percayaan telah terdaftar sebagai organisasi ke- masyarakatan. 8. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, 45
  • 52. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h atau Walikota dan perangkat daerah sebagai un- sur penyelenggara pemerintahan daerah. BAB II LINGKUP PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN Pasal 2 1. Pemerintah Daerah memberikan pelayanan ke- pada Penghayat Kepercayaan. 2. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. administrasi organisasi Penghayat Keper- cayaan; b. pemakaman; dan c. sasana sarasehan atau sebutan lain. Pasal 3 Dalam memberikan pelayanan kepada Penghayat Ke- percayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pe- merintah provinsi berkewajiban: a. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan masyarakat; b. menumbuhkembangkan keharmonisan, sal- ing pengertian, saling menghormati, dan saling 46
  • 53. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 percaya antara Penghayat Kepercayaan dengan masyarakat; c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dan perangkat daerah di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan antara Penghayat Kepercayaan den- gan masyarakat. Pasal 4 Dalam memberikan pelayanan kepada Penghayat Ke- percayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pe- merintah kabupaten/kota berkewajiban: a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan antara Penghayat Kepercayaan den- gan masyarakat; b. menumbuhkembangkan keharmonisan, sal- ing pengertian, saling menghormati, dan saling percaya antara Penghayat Kepercayaan dengan masyarakat; c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dan perangkat daerah di kabupaten/kota dalam pe- layanan kepada Penghayat Kepercayaan; dan d. fasilitasi pemakaman Penghayat Kepercayaan di tempat pemakaman umum. 47
  • 54. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h BAB III PELAYANAN ADMINISTRASI ORGANISASI PENGHAYAT KEPERCAYAAN Pasal 5 1. Gubernur menerbitkan SKT organisasi Peng- hayat Kepercayaan untuk provinsi. 2. Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan persyaratan sebagai berikut: a. akte pendirian yang dibuat oleh Notaris; b. program kerja ditandatangani ketua dan sek- retaris; c. Surat Keputusan Pendiri atau hasil musyawarah nasional atau sebutan lainnya yang menyatakan susunan kepengurusan; d. SKT minimal di 3 (tiga) Kabupaten/Kota; e. Foto copy Surat Keterangan Terinventari- sasi; f. Riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna ukuran 4 X 6 cm, foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus provinsi yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara masing-masing sebanyak 1 lembar: g. formulir isian; h. data lapangan; i. foto tampak depan dengan papan nama ala- mat kantor/sekretariat; 48
  • 55. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 j. Nomor Pokok Wajib Pajak; k. Surat Keterangan Domisili ditandatangani oleh lurah dan camat; l. surat kontrak /izin pakai tempat bermaterai cukup; m. surat keterangan organisasi tidak sedang ter- jadi konflik internal dengan bermaterai cuk- up yang ditandatangani ketua dan sekretaris; dan n. surat keterangan bahwa organisasi tidak be- rafiliasi dengan partai politik dengan bermat- erai cukup yang ditandatangani ketua dan sekretaris. Pasal 6 1. Bupati/walikota menerbitkan SKT organisasi Penghayat Kepercayaan untuk kabupaten/kota. 2. Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan persyaratan sebagai berikut: a. akte pendirian yang dibuat oleh Notaris; b. program kerja ditandatangani ketua dan sek- retaris; c. Surat Keputusan Pendiri atau hasil musyawarah nasional atau sebutan lainnya yang menyatakan susunan kepengurusan; d. SKT minimal di 3 (tiga) Kabupaten/Kota; e. foto copy Surat Keterangan Terinventari- 49
  • 56. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h sasi; f. riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna ukuran 4 X 6 cm, foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus provinsi yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara masing-masing sebanyak 1 lembar: g. formulir isian; h. data lapangan; i. foto tampak depan dengan papan nama ala- mat kantor/sekretariat; j. Nomor Pokok Wajib Pajak; k. Surat Keterangan Domisili ditandatangani oleh lurah dan camat; l. surat kontrak /izin pakai tempat bermaterai cukup; m. surat keterangan organisasi tidak sedang ter- jadi konflik internal dengan bermaterai cuk- up yang ditandatangani ketua dan sekretaris; dan n. surat keterangan bahwa organisasi tidak be- rafiliasi dengan partai politik dengan ber- materai cukup yang ditandatangani ketua dan sekretaris. Pasal 7 Surat Keterangan Terinventarisasi sebagaimana di- maksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e dan Pasal 6 50
  • 57. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 ayat (2) huruf d diajukan oleh pengurus organisasi kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melalui dinas/lembaga/unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi menangani kebudayaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. formulir isian A, A1, dan A2; b. AD / ART; c. ajaran tertulis; d. susunan pengurus; e. daftar nominatif anggota; f. program kerja; dan g. riwayat hidup sesepuh. BAB IV PEMAKAMAN Pasal 8 1. Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia di- makamkan di tempat pemakaman umum. 2. Dalam hal pemakaman Penghayat Kepercayaan ditolak di pemakaman umum yang berasal dari wakaf, pemerintah daerah menyediakan pemaka- man umum. 3. Lahan pemakaman umum sebagaimana dimak- sud pada ayat (2) dapat disediakan oleh Penghayat Kepercayaan. 51
  • 58. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h 4. Bupati/walikota memfasilitasi administrasi peng- gunaan lahan yang disediakan oleh Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk menjadi pemakaman umum. BAB V SASANA SARASEHAN ATAU SEBUTAN LAIN Pasal 9 1. Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain didasarkan atas keperluan nyata dan sungguh- sungguh bagi Penghayat Kepercayaan. 2. Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain se- bagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bangunan baru atau bangunan lain yang dialih fungsikan. Pasal 10 Sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana di- maksud dalam Pasal 9 harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un- dangan. 52
  • 59. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 Pasal 11 1. Penghayat Kepercayaan mengajukan permoho- nan ijin mendirikan bangunan untuk penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain dengan ban- gunan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kepada Bupati/Walikota. 2. Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak diteriman- ya permohonan pendirian sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memenuhi persyaratan se- bagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 12 1. Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain- nya yang telah mendapat ijin sebagaimana di- maksud dalam Pasal 11 mendapat penolakan dari masyarakat, Pemerintah Daerah memfasilitasi pelaksanaan pembangunan sasana sarasehan di- maksud. 2. Dalam hal fasilitasi pemerintah daerah seba- gaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terlaksana, Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi lokasi baru untuk pembangunan sasana sarase- han atau sebutan lain. 53
  • 60. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h Pasal 13 Bupati/Walikota memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ru- ang wilayah. BAB VI PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 14 1. Perselisihan antara Penghayat Kepercayaan den- gan bukan Penghayat Kepercayaan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat antar kedua belah pihak. 2. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak ter- capai, gubernur atau bupati/walikota memfasili- tasi penyelesaian perselisihan sebagaimana di- maksud pada ayat (1). 3. Dalam hal fasilitasi penyelesaian perselisihan se- bagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pros- es peradilan. 54
  • 61. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 1. Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengawasan umum atas pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan. 2. Pembinaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengoordinasikan gubernur dalam pelayanan kepada penghayat kepercayaan dan pembinaan kepada bupati/wa- likota dalam pelayanan kepada Penghayat Keper- cayaan. 3. Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memantau gubernur dalam pelayanan kepada penghayat kepercayaan dan pembinaan kepada bupati/walikota dalam pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan. Pasal 16 1. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan. 2. Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemberian pedoman; b. pemberian bimbingan teknis, konsultasi, su- 55
  • 62. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h pervisi; dan c. dokumentasi dan publikasi. 3. Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemantauan dan evalu- asi terhadap pelayanan Penghayat Kepercayaan. Pasal 17 Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bupati/walikota dalam pelayanan Penghayat Kepercayaan. BAB VIII PELAPORAN Pasal 18 1. Bupati/walikota melaporkan tugas pelayanan Penghayat Kepercayaan di kabupaten/kota ke- pada gubernur. 2. Gubernur melaporkan tugas pelayanan Penghayat Kepercayaan di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali pada bulan Januari dan Juli atau sewaktu-waktu jika diperlukan. 56
  • 63. Bag ian Ketig a Per a tu r a n Be rsama Me ndagri dan Men b u d p ar No .43 Tah u n 2009/No .41 Tah u n 200 9 BAB IX PENDANAAN Pasal 19 1. Pendanaan pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan Penghayat Kepercayaan secara nasion- al didanai dari dan atas beban: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat ses- uai dengan ketentuan perundang-undangan. 2. Pendanaan pelaksanaan, pembinaan dan pen- gawasan terhadap pelayanan Penghayat Keper- cayaan di provinsi dapat didanai dari dan atas beban: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; dan b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat ses- uai dengan ketentuan perundang-undangan. 3. Pendanaan pelaksanaan, pembinaan dan pen- gawasan terhadap pelayanan Penghayat Keper- cayaan di kabupaten/kota dapat didanai dari dan atas beban: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota; dan b. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat ses- uai dengan ketentuan perundang-undangan. 57
  • 64. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan terhadap Penghayat Kepercayaan di provinsi diatur dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Pera- turan Bersama ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan. Pasal 21 Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 September 2009 Menteri Kebudayaan Menteri Dan Pariwisata, Dalam Negeri, Ttd Ttd Jero Wacik H. Mardiyanto 58
  • 65. DAFTAR ALAMAT 1. KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANU- SIA (KOMNAS HAM) Jl. Latuharhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat Telp/Fax: 021 - 3925 230021 - 3925 227 Emaik: info@komnas.go.id 2. OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (ORI) Jl. Ir. H. Djuanda No. 36 Jakarta Pusat Telp : +62 21 351 0071 3. GERAKAN ANTI DISKRIMINASI (GANDI) Jl. Mandala Raya 24 Tomang Jakarta 11440 T : 021-68700570 F : 021 – 5673869 Email :gandi_ancyahoo.com, info@gandingo.org, wisantaca@yahoo.com
  • 66. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h 4. LBH JAKARTA Jl.Diponegoro No. 74 Jakarta Telp/Fax: 021-3145518/ 021-3912377 5. INDONESIAN CONFERENCE ON RE- LIGION AND PEACE (ICRP). Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta 10520 Telepon: 021-42802349 / 42802350 Fax: 021-4227243 Email: icrp@cbn.net.id Website: www.icrp-online.org 6. ALIANSI NASIONAL BHINEKA TUNG- GAL IKA (ANBTI) Jl.Tebet Barat Dalam Vii No.19, Jakarta Telp/Fax :021-8312771 7. BADAN KOORDINASI ORGANISASI KEPERCAYAAN (BKOK) Jl.Wastukancana No. 33 Bandung T :022-4265318 8. HIMPUNAN PENGHAYAT KEPER- CAYAAN THD TUHAN YANG MAHA ESA (HPK) Jl.Ir.H.Juanda No. 4 A Jakarta 60
  • 67. Daftar Alam a t 9. THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC) Jl.Tebet Timur I No.4, Tebet Jakarta Selatan Telp : 021-93821173, Fax : 021-8356641 Email : Indonesia_lrc@yahoo.com Website : www.mitrahukum.org 10. HUMAN RIGHTS WORKING GROUP Jiwasraya Building Lobby Floor Jl. R.P Soeroso No 41 Gondangdia, Menteng Jakarta 10350 Email : hrwg@hrwg.org, Telp: 021-3143015 – 021-7073350562 Fax: 021-3143058 61
  • 68. Tentang ILRC ! THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC) MITRA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN HUKUM INDONESIA Pada masa transisi menuju demokrasi, Indonesia menghadapi masalah tingginya tingkat korupsi, min- imnya jaminan hak azasi manusia (HAM), dan lemah- nya penegakan hukum. Dalam penegakan hukum, selain produk legislasi dan struktur aparat penegak hukum di butuhkan pula budaya hukum yang kuat di masyarakat. Namun, faktanya kesadaran hak di ting- kat masyarakat sipil masih lemah, begitu juga dengan kapasitas untuk mengakses hak tersebut. Peran Perguruan Tinggi khususnya fakultas hukum sebagai bagian dari masyarakat sipil menjadi pent-
  • 69. Pro fil I LR C ing untuk menyediakan lulusan fakultas hukum hu- kum yang berkualitas yang akan mengambil bagian di berbagai profesi, seperti birokrasi, institusi-institusi negara, peradilan, akademisi dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Perguruan Tinggi mempunyai posisi yang legitimate untuk memimpin pembaharuan hukum. Di dalam hal ini, kami memandang pendidikan hu- kum mempunyai peranan penting untk membangun budaya hukum dan kesadaran hak masyarakat sipil. Pendirian The Indonesia Legal Resource Center (ILRC) merupakan bagian keprihatinan atas pendidi- kan hukum yang tidak responsif terhadap permasalahan keadilan sosial. Pendidikan hukum cenderung mem- buat lulusan fakultas hukum menjadi profit lawyer dan mengabaikan pemasalahan keadilan sosial. Walaupun Perguruan Tinggi mempunyai instrumen/institusi un- tuk menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk masyarakat miskin, tetapi mereka melakukan- nya untuk maksud-maksud yang berbeda. Terdapat sejumlah masalah yaitu 1) Lemahnya para- digma yang berpihak kepada masyarakat miskin, kea- dilan sosial dan HAM; 2) Komersialisasi Perguruan Tinggi dan lemahnya pendanaan maupun sumber daya manusia di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) dan Pusat Hak Azasi Manusia (HAM) dan 63
  • 70. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h 3) Ketika pendidikan hukum di masyarakat sedang berkonflik oleh karena perbedaan norma antara hu- kum yang hidup di masyarakat dan hukum negara. Karena masalah tersebut, maka ILRC bermaksud un- tuk mengambil bagian di dalam reformasi pendidikan hukum. Visi Memajukan HAM dan keadilan sosial di dalam pen- didikan hukum Misi 1. Menjembatani jarak antara Perguruan Tinggi dengan dinamika sosial; 2. Mereformasi pendidikan hukum untuk mem- perkuat perspektif keadilan sosial; 3. Mendorong Perguruan Tinggi dan organisasi-or- ganisasi masyarakat sipil untuk terlibat di dalam reformasi hukum dan keadilan sosial. 64
  • 71. Pro fil I LR C STRUKTUR DAN PERSONAL Para Pendiri/Anggota Pengurus Ketua : Dadang Trisasongko Sekretaris : Renata Arianingtyas Bendahara : Soni Setyana Anggota : 1. Profesor Mohammad Zaidun, SH, MSi 2. Prof. Emiritus Drs. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA 3. Uli Parulian Sihombing EKSEKUTIF Direktur : Uli Parulian Sihombing Peneliti : Fultoni, Siti Aminah, Budi Widjardjo Keuangan : Evi Yuliawati Administrasi : Herman Susilo 65
  • 72. Tentang Freedom House ! Freedom House is an independent watchdog orga- nization that supports the expansion of freedom around the world. Freedom House supports demo- cratic change, monitors freedom, and advocates for democracy and human rights. We support nonviolent civic initiatives in societies where freedom is denied or under threat and we stand in opposition to ideas and forces that challenge the right of all people to be free. Freedom House functions as a catalyst for freedom, democracy and the rule of law through its analysis, advocacy and action. • Analysis The foundation of Freedom House’s work is its analysis. We evaluate the components of freedom and leverage our analytical work to strengthen our advocacy and action efforts. Freedom House’s rigor-
  • 73. Pro fil F reed o m Ho u s e ous research methodology has earned the organization a reputation as the leading source of information on the state of free- dom worldwide. Learn more about Freedom House publications . • Advocacy Freedom House amplifies the voices of those fighting for freedom in re- pressive societies. We press the United States, other governments, international institutions and regional bodies to adopt consistent poli- cies that advance human rights and democ- racy around the world. • Action We work directly with democracy and human rights advocates in their own coun- tries and regions. These reformers include human rights defenders, civil society lead- ers and members of the media. Freedom House’s programs provide these advocates with resources that include training, expert advice, grants and exchange opportunities. Freedom House was created in 1941 by prominent Americans concerned about the U.S. policy of iso- lationism as Nazism threatened to engulf Europe. The organization’s name was intended to counter the Brown House, the Nazi party headquarters in Ger- many where Adolf Hitler maintained an office. Af- 67
  • 74. M em a h a m i Ke bi j akan Rumah Ibada h ter World War II, Freedom House turned its focus to the struggle against Communism and other threats to freedom irrespective of ideology and embraced the organization’s mission to expand freedom worldwide and strengthen human rights and civil liberties in the United States. Freedom House is led by David Kramer, the orga- nization’s executive director. The daily work of the organization is conducted by its approximately 150 staff members in Washington, New York, its Euro- pean office in Budapest and other offices around the world. The organization’s Board of Trustees, which includes Democrats, Republicans and Independents, is com- posed of a mix of business and labor leaders, former senior government officials, scholars and journalists who agree that the promotion of democracy and human rights abroad is vital to America’s interests abroad and to international peace. Contact 1301 Connecticut Ave. NW, Floor 6 Washington D.C. 20036. T el. (202) 296 5101 Fax: (202) 293 2840 Email : info@freedomhouse.org 68