Dokumen tersebut membahas tentang edema paru, yaitu penimbunan cairan di jaringan interstisial dan alveolus paru yang disebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah paru. Edema paru dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik, perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler, atau gangguan sistem limfatik. Gejala klinisnya antara lain sesak napas, batuk, dan hip
4. EDEMA PARU
DEFINISI
Edema paru nonkardiogenik :
penimbunan cairan pada jaringan
interstisial paru dan alveolus paru
yang disebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh
darah pada paru-paru
Akumulasi cairan kaya protein di
Interstitial dan alveoli paru
5. EDEMA PARU
ETIOLOGI
1. Ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik
2. Perubahan permeabilitas membran
Alveolar-kapiler
3. Lymphatic insufisiensi
4. Lain-lain
6. Ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
onkotik
Peningkatan tek kapiler paru
Penurunan tek onkotik plasma
Peningkatan tek negatif intertisial
9. Patogenesis
Epitelium alveolus tersusun
oleh 2 tipe sel pneumosit :
type I (90%) yang berbentuk
pipih, dan type II (10 %) yang
berbentuk kubus
Sel tipe II berfungsi :
penghasil surfaktan dan
transport ion, jika terjadi
cedera akan berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi tipe I
Kerusakan sel tipe II
menyebabkan : gangguan
transport cairan (edema),
berkurangnya produksi
surfaktan
10. Pada cedera paru
terjadi kerusakan
membran kapiler
alveolus
permeabilitas kapiler
meningkat cairan
plasma masuk ke
alveolus gangguan
pertukaran gas
Selain cairan, netrofil
juga masuk ke alveolus
11. Makrofag di alveolus
mensekresi cytokines yaitu :
interleukin, dan TNF yang
memicu kemotaksis dan
aktivasi neutrofil
Neutrofil yang teraktivasi
akan melepaskan oksidan,
protease, dll reaksi
inflamasi, menghancurkan
stuktur protein seperti
kolagen, elastin, fobrinogen,
proteolisis protein plasma
12.
13. Edema paru neurogenik meningkatnya tekanan
arteri pulmonalis yang sangat tinggi yang
berhubungan dengan meningkatnya kadar
katekolamin perubahan permeabilitas kapiler.
Patogenesis masih belum jelas, biasanya
berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan
intrakranial.
Pada re-ekspansi paru Hipoksia & lesi pada
kapiler paru pelepasan mediator inflamasi
perubahan permeabilitas kapiler
Re-ekspansi paru yang terjadi secara tiba-tiba
akibat tindakan pengosongan rongga pleura
secara tiba-tiba peningkatan aliran darah
kapiler peningkatan tekanan kapiler paru dan
tekanan hidrostatik edema paru
14. Edema paru karena ketinggian/High altitude
pulmonary edema dipengaruhi oleh
> Kecepatan waktu menuju ketinggian
> Ketinggian yang di capai
> Imunogenetik HLA-DR6 & HLA-DQ4
kemampuan pembersihan alveolar menurun
Edema paru akibat pemakaian obat (heroin,
methadone, hidroklortiazid dan salisilat) reaksi
antigen antibodi akibat hipersensitif terhadap
obat-obatan dan hipoksia akibat apneu akut
15.
16. Gejala Klinis
Sesak napas hebat
napas yang cepat (takipnea)
batuk dengan sputum
Penggunaan otot pernapasan tambahan
ronki basah
Wheezing
Gelisah
Hipoksemia
21. Penatalaksanaan
TUJUAN
Terhadap penyakit primer
umumnya bersifat suportif
Memelihara oksigenasi dan perfusi
jaringan yang adekuat
Mencegah komplikasi
22. Penatalaksaan
Oksigenasi, intubasi, Ventilator
mekanik
Antibiotik empiris, sesuai kultur
Vasodilator : NO, Antagonis kalsium
Inotropik
Kortikosteroid
Surfaktan
Mengatur posisi yang sesuai
Naloxon overdose morfin
There were 139 patients evaluable for safety in the SIGN trial: 68 patients in the IRESSA arm and 71 patients in the docetaxel arm. 1 There were no withdrawals or deaths due to drug-related AEs with IRESSA, while there were three withdrawals and three deaths due to AEs that were possibly drug-related among patients receiving docetaxel. 1 A lower incidence of drug-related AEs was seen in the IRESSA arm (51.5%) compared with the docetaxel arm (78.9%). 1 Fewer CTC grade 3/4 drug-related AEs were seen with IRESSA (8.8%) compared with docetaxel (25.4%). 1 Two cases of febrile neutropenia were seen in the docetaxel arm. 1 Also, analysis of laboratory haematological parameters showed that the incidence of neutropenia and leukopenia was higher with docetaxel (46% and 37.3%, respectively) compared with IRESSA (1.6% and 0%, respectively). 1 Reference 1. Cufer T et al. Anti-Cancer Drugs 2006; 17: 401-409.
SIGN is the first randomised trial of IRESSA versus a proven active agent in advanced NSCLC. IRESSA demonstrated similar efficacy to docetaxel, but a more favourable tolerability profile. The results from SIGN support further investigation of IRESSA versus docetaxel in second-line treatment of NSCLC. In this disease setting, results are awaited from two Phase III trials comparing IRESSA with docetaxel: INTEREST (study 721), which is being conducted globally Study V-15-32, a Japanese Phase III study.