3. LATAR BELAKANG
Munculnya pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia) diawali dari ketidakharmonisan hubungan
pemerintah daerah dan pusat yang dideklarasikan pada
tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya ultimatum dari
Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad
Husein.
Hal tersebut dikarenakan daerah kecewa terhadap
pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi
dana pembangunan.
4. DEWAN PERJUANGAN
Kekecewaan pada pemerintah pusat diwujudkan dengan
pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut :
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh
Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh
Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh
Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh
Kolonel Ventje Sumual.
5. Ultimatum Kepada Pemerintah RI
Pada tanggal 10 Februari 1958 ketua Dewan
Banteng Achmad Hussein mengeluarkan
ultimatum kepada pemerintah pusat agar
Kabinet Juanda mengundurkan diri dalam waktu
lima kali 24 jam. Menghadapi ultimatum
tersebut pemerintah pusat mengambil tindakan
tegas dengan memecat secara tidak hormat
para perwira yang duduk dalam dewan-dewan
tersebut.
Pada tanggal 12 Februari 1958, Mayor
Jenderal A.H. Nasution mengeluarkan perintah
untuk membekukan Komando Militer Daerah
Sumatra Tengah.
6. Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad
Hussein menyatakan berdirinya
Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) dengan Syarifuddin
Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Untuk memulihkan keamanan negara, maka
pemerintah menghadapi dengan jalan
operasi militer. Upaya penghancuran ini
dilakukan dibawah komandan Kolonel
Achmad Yani. Tujuan yang ingin dicapai
adalah mencegah meluasnya sparatisme
kedaerah lain dan juga mencegah agar tidak
ada bantuan asing untuk gerakan tersebut.
7. Apabila dalam tempo 5 x 24 jam Presiden Soekarno
dan Kabinet Djuanda tidak mememuhi tuntutan tersebut,
maka mereka akan membentuk pemerintahan sendiri yang
“terlepas dari kewajiban untuk mentaati pemerintah
Jakarta.”
Oleh karena kedua belah pihak tidak mau mundur dengan
pendirian masin-masing, maka ketika ultimatum itu
mencapai tenggat waktu yang ditetapkan, maka pada
tanggal 15 Februari, genderang “perang saudara” segara
ditabuh.
Itu ditandai dengan dibentuknya PRRI (Pemerintah
Revolusioner Republik Indoensia) lengkap dengan susunan
kabinet tandingan Jakarta.
8. 1. Perdana Menteri/ merangkap Menteri Keuangan: Mr. Sjafruddin Prawiranegara
2. Wakil Perda Menteri: Moh. Natsir
3. Menteri Dalam Negeri: Kolonel M. Dahlan Djambek (Kemudian digantikan oleh Mr.
Assaat Dt. Mudo)
4. Menteri Luar Negeri : Kolonel Maluddin Simbolon
5. Menteri Pertahanan/merangkap Menteri Kehakiman: Mr. Burhanuddin Harahap
6. Menteri Perdagangan/merangkap Menteri Perhubungan: Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikusumo
7. Menteri PP dan K: Engku Moh. Sjafe’i
8. Menteri Kesehatan/merangkap Menteri Pembangunan: Kolonel J.F. Warrow
9. Menteri Agama: Mochtar Lintang
10. Menteri Pertanian: Saladin Sarumpaet
11. Menteri Sosial: Ayah Gani Usman
12. Menteri Perhubungan Pos, Telegraf dan Telepon: Kolonel M. Dahlan Djambek
13. Menteri Penerangan: Mayor Saleh Lahade
14. Kepala Staf Angkatan Perang PRRI: Kolonel A.E. Kawilarang (Atase Militer di
Washington yang meniggalkan posnya bergabung dengan PRRI)
15. Kepala Staf Angkatang Darat: Letkol Ventje Sumual
9.
10. Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S
PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga
Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah
sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal
30 September sampai 1 Oktober 1965, di mana
enam perwira tinggi militer Indonesia beserta
beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha
percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan
kepada anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
11. • Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri
Zhou Enlai memberikan 100.000 pucuk senjata chung. Penawaran ini
gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi
belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G 30S.
• Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan hasutan dari
PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat
para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa
dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
• Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan
PKI dan nasionalis dalam menekan pergerakan-pergerakan
independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-
masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
12. 1. Tanggal 1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965
sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat
direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah
pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328
Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G
30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke
sana.
2. Tanggal 2 Oktober 1965
Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan
RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah
Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah
berhasil dikuasai oleh TNI – AD.
13. 3. Tanggal 3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang
dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang
Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas
petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI,
tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI
– AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki
secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 titemukan tempat
para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat para perwira itu
dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan
kedalaman kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama
Sumur Lubang Buaya.
4. Tanggal 4 Oktober 1965
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan
kembali (karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB
hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO –
AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto.
Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut
terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang
menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang
mereka alami sebelum wafat.
14. Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD
tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang
sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.
Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah
yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI
– AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi.
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI
adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September
1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta
beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha
pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang
dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.