1. 1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang
merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi
lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena itu
sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya. Sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak
pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat. Sosiologi jelas merupakan
ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat.
Ilmu sosiologi terbagi menjadi beberapa bagian, salah satu yang dibahas
dalam tulisan ini adalah sosiolgi pedesaan. Pengertian sosiologi pedesaan adalah
suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan yakni
hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok dan
kelompok dengan masyarakat, baik formal maupun material, baik statis maupun
dinamis. Pedesaan berasal dari suku kata desa yang berasal dari bahasa sansekerta
yaitu desi yang berarti tempat tinggal pengertian desa disini adalah suatu kesatuan
masyarakat dalam wilayah jelas baik menurut suasana yang formal maupun
informal. Dimana satuan terkecilnya terdiri dari keluarga yang mempunyai
wilayah dan otonomi sendiri dalam penyelengaraan kehidupan dan keterikatan
antara keluarga keluarga dalam kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat
adanya unsurpenguat yang bersifat religius, tradisi dan adat istiadat.
Ada pendapat yang selalu menekankan bahwa desa dianggap sebagai desa
pertanian, padahal pada kenyataan ada juga desa yang nonpertanian. Definisi lain
masih menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit
berbeda dengan kota. Dengan banyaknya faktor-faktor eksternal yang masuk dan
mempengaruhi kehidupan desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas desa
mulai berkembang ke arah komunitas kota, di mana adat-istiadat, tradisi atau pola
kebudayaan tradisional desa mengalami proses perubahan. perkembangan
masyarakat pedesaan.Hal ini jelas dari definisi yang disebutkan di atas bahwa
studi sosiologi pedesaan interaksi sosial, aktivitas dan lembaga-lembaga dan
1
2. 2
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat pedesaan. Ini studi pedesaan
organisasi sosial, struktur dan mensetup. Memberikan kita bahwa pengetahuan
tentang fenomena sosial pedesaan.
Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu
masyarakat pemerintahan tersendiri, atau desa merupakan perwujudan atau
kesatuan goegrafi,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu
(suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan
daerah lain. Suatu pedesaan masih sulit umtuk berkembang, bukannya mereka
tidak mau berkembang tapi suatu hal yang baru terkadang bertentangan dengan
apa yang leluhur hereka ajarkan karna itu masyarakat pedasaan sangat tertutup
dengan hal-hal yang baru karena mereka masih memegang teguh adat-adat yang
leluhur mereka ajarkan. Dalam hal perilaku masyarakat pedesaan lebih memiliki
sikap kebersamaan serta gotong royong yang tinggi terbukti dengan adanya
hubungan antar masyarakat yang kuat didalam pedesaan dibandingkan kota.
Banyak hal-hal yang membedakan masyarakat kota dengan desa diantaranya
adalah dalam hal keagamaan, masyarakat pedesaan lebih memegang kuat
keagamaan dibandingkan masyarakat kota yang keagamaannya sedikit renggang
karena pengaruh kesibukan yang dimilikinya, dari segi keragaman penduduknya,
masyarakat desa lebih homogen dan masyrakat kota bersifat heterogen dengan
berbagai macam perbedaan yang ada.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum ini adalah untuk melatih dalam mengenal
lebih perilaku masyarakat desa, kelembagaan hubungan kerja agraris dan luar
pertanian, kekosmopolitan petani, kelembagaan pedesaan, pola komunikasi,
organisasi sosial, konflik sosial dan adat istiadat yang ada.
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Sosiologi Pedesaan di laksanakan pada hari Jumat – Minggu
(15 – 17 November 2013), di Kecamatan Jatipurno (9 desa) dan Kecamatan
Jatisrono (15 desa), Kabupaten Wonogiri.
3. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dengan menggunakan
metode-metode yang membuat kita mampu mengenal masyarakat itu sendiri.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial, bukan ilmu pengetahuan alam atau
ilmu pengetahuan kerohanian. Perbedaanya terletak pada perbedaan isi, bukan
pada perbedaan metode. Ilmu sosiologi berhubungan dengan gejala-gejala
kemasyarakatan, berbeda dengan astronomi, fisika, geologi, biologi, dan ilmu
pengetahuan alam lainnya (Murdiyatmoko, 2007).
Sosiologi pedesaan merupakan sosiologi pemukiman. Sosiologi yang
membahas dalam situasi dan keadaan lingkungan bagaimana manusia di pedesaan
tak peduli apakah yang petani atau bukan petani, pekerja atau yang sedang
berlibur hidup dan bergaul dengan sesama mereka bagaimana hubungan antara
mereka dan dengan penduduk lainnya diatur, pada nilai, norma dan otoritas apa
tindakan mereka berorientasi, dalam kelompok dan organisasi mana berlangsung
kehidupan mereka, masalah mana yang muncul dan dengan bantuan proses sosial
mana hal ini bisa diselesaikan (Molo, 2012).
Ciri kependudukan sesuatu masyarakat terkait erat dengan tingkat
kesejahteraan
sosial. Suatu aspek sifat kependudukan tersebut ialah tinggi
rendahnya tingkat kelahiran dan kematian yang dialami. Tingkat pembangunan
sebagai suatu ukuran kemajuan atau tingkat kesejahteraan yangdihubungkan
dengan ciri kependudukan saling timbal balik antara satu dengan yang lainnya.
Masyarakat yang memiliki tingkat kelahiran dan kematian rendah memiliki
tingkat pembangunan yang relatif tinggi dan juga tingkat kesejahteraan yang
tinggi, berbeda dengan masyarakat yang memiliki tingkat kelahiran dan kematian
yang tinggi memilikitingkat pembangunan relatif rendah dan juga tingkat
kesejahteraan yang dimiliki rendah (Ahmad, 2011).
Pola penguasaan tanah orang Jawa cenderung berada diantara dua kutub
yang berlawanan yaitu antara pemilikan komunal yang kuat atau hak ualayat dan
pemilikan perorangan dengan beberapa hak istimewa komunal. Sebagai akibat
tekanan penduduk yang semakin berat dan tidak adanya cadangan tanah baru yang
3
4. 4
dapat dibuka untuk tanah pertanian, pola-pola penguasaan perorangan makin
bertambah banyak dengan mengorbankan pengawasan komunal yang dahulu
pernah ada.
Bentuk-bentuk penyakapan tanah dan bagi hasil dewasa ini
menunjukkan banyak ragam kelenturan. Sekaligus strata sosial tradisional
masyarakat pedesaan telah terganggu, dan apa yang disebut kesetiaan
“fungsional” baru menjadi nyata di masyarakat desa, terutama di kalangan
proletariat pedesaan. Kerangka pemikiran ideologis proses tersebut telah
diberikan oleh Partai Komunis Indonesia yang terus menerus telah memperoleh
tambahan pengikut di pedesaan Jawa selama beberapa tahun terakhir
(Tjondronegoro, 2008).
Sratifikasi sosial merupakan gejala umum yang dapat ditemukan dalam
setiap masyarakat. Keberadaan sistem sratifikasi sosial ini terjadi dengan
sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Namun, ada juga yang dengan
sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan tertentu. Stratifikasi yang disengaja
biasanya dilakukan didalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi
dalam organisasi-organisasi formal seperti pemerintahan, perusahaan, partai
politik ataupun perkumpulan. Dengan demikian kekuasaan dan wewenang
merupakan suatu unsur khusus dalam sistem strarifikasi. Hal ini dilandasi dengan
suatu pandangan bahwa apabila masyarakat hendak hidup teratur, maka
kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi dengan teratur agar jelas
umur-umur lain dalam stratifikasi adalah status dan ekonomi. Ekonomi
membedakan penduduk menurut jumlah dan sumber pendapatan (Jeffery, 2004).
Perlu diketahui bahwa pertanian subsisten tradisional adalah pertanian
yang produksinya rendah dan sama dengan konsumsinya. Dengan keadaan modal
sedikit, teknologi terbatas, institusional yang kaku, pasar-pasar terpisah jauh, serta
perbedaan jaringan komunikasi antar pedesaan terhadap perkotaan akan
menghambat tingkat hasil dan hasil hanya untuk mempertahankan hidup. Hal
inilah yang membedakannya dengan petani komersial atau petani dengan berani
mengambil resiko, dimana tujuan dari petani komersial ini adalah untuk
menambah penghasilan (Suryana, 2000).
5. 5
Kosmopolitan merupakan keterbukaan suatu kelompok masyarakat
terhadap dunia luar atau terjadinya perubahan gaya hidup suatu kelompok
masyarakat yang terjadi karena adanya pengaruh-pengaruh dari luar kelompok
masyarakat tersebut dimana gaya hidup itu diadopsi oleh masyarakat tersebut
menjadi gaya hidup mereka. Terjadinya kosmopolitan seringkali ditandai dengan
pecahnya kultural yang telah dijalani masyarakat selama ini. Di Cina, sepuluh
tahun keterbukaan yang luar biasa terhadap semua hal yang berbau barat
mencapai puncaknya dalam proses mahasiswa menuntut demokrasi yang dihadapi
dengan tindakan keras berdarah oleh pemerintah dan serangan balasan garis keras
terhadap apa yang dianggap oleh pemerintah sebagai sumber kegelisahan
mahasiswa pengaruh dari luar. Disamping itu munculnya gaya hidup global dapat
terjadi karena perdagangan, perjalanan, dan televisi (Naisbitt, 2000).
Mobilitas penduduk dapat dibedakan atas mobilitas penduduk vertikal dan
horisontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut perubahan status, dan salah
satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang yang mula-mula
bekerja dalam sektor pertanian sekarang bekerja dalam sektor non pertanian.
Mobilitas penduduk geografis adalah gerak penduduk yang melintas batas
wilayah menuju wilayah yang lain dalam periode waktu tertentu (Mantra, 2003).
6. 6
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Pada dasarnya pelaksanaan praktikum ini merupakan latihan penelitian
dengan menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu metode yang
memusatkan perhatian pada permasalahan yasng ada pada masa sekarang dan
bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis, dan disimpulkan dalam
konteks teori-teori yang ada dan dari penelitian terdahulu.
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara, mahasiswa mendatangkan responsi. Wawancara di pandu dengan
kuisioner yang telah tersedia. Usahakan memperoleh data yang objektif. Data
penunjang dapat diperoleh dari masyarakat, baik mengenai sejarah desa
maupun fenomena sosial yang ada.
2. Observasi, dengan melakukan pengamatan secara langsung atas keadaan
responsi serta keadaan yang terjadi didaerah penelitian atau praktikum.
3. Pencatatan data-data yang diperlukan terutama monografi desa.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
: data yang diperoleh langsung dari petani atau responden
dengan wawancara menggunakan kuisioner. Keseluruhan jumlah petani
reponden berjumlah 23 – 28 orang yang terdiri dari :
a. 20 orang petani responden (bagi kelompok yang beranggotakan 4 orang
praktikan) atau 25 orang petani responden (bagi kelompok yang
beranggotakan 5 praktikan). Responden yang terdiri dari petani pemilik,
penggarap, penyewa, penyakap dan buruh tani.
b. 3 orang tokoh masyarakat yang terdiri dari pamong desa, sesepuh desa
dan tokoh agama.
2. Data Sekunder
: data yang diambil dengan cara mencatat langsung data
yang ada di instansi terkait, yaitu monografi desa.
6
7. 7
D. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan
menggunakan distribusi frekuensi. Pada kasus tertentu mahasiswa dapat menulis
secara lebih mendalam dan koprehensif, oleh karena itu disarankan mahasiswa
untuk menggali data lebih mendalam melalui interview. Penjelasan berdasarkan
teori-teori atau hasil penelitian yang relevan.
8. 8
IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL
A. Keadaan Umum
1. Sejarah Desa
Terjadinya Desa Watangsono memang tidak ada dalam catatan yang
tertulis ataupun dalam bukti autentik. Disini hanya ada cerita secara turun
menurun dari leluhur yang terdahulu. Menurut Pak Kades yang kami tanyai,
terbentuknya Desa Watangsono ini karena dahulu kala sebelum daerah ini
menjadi Desa Watangsono ada pohon sono besar di daerah ini yang sekarang
menjadi Dusun Watangsono salah satu Dusun si Desa Watangsono.
Sebenarnya daerah ini tidak bisa di tumbuhi oleh pohon sono karena ada petani
yang menemukan pohon sono besar maka warga pada heboh, dan hasilnya para
warga menamakan desa ini Desa Watangsono, watang berarti batang dan sono
berarti pohon, karena hanya ada satu Pohon Sono besar di Desa Watangsono
ini.
2. Kondisi Geografis
a. Lokasi Desa
Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri
memiliki batas wilayah terhadap daerah lain :
Sebelah Utara
: berbatasan dengan desa Tempel Kecamatan Jatipurno
Sebelah Selatan : berbatasan dengan desa Jatisari Kecamatan Jatisrono
Sebelah Timur : berbatasan dengan desa Jatisrono Kecamatan Jatisrono
Sebelah Barat
: berbatasan dengan desa Pandean Kecamatan Jatisrono
b. Topografi
Desa Watangsono adalah desa yang berbukit bukit, karena terletak di
dataran tinggi. Luas desa Watangsono adalah 292,5 ha/m2 dengan rincian
luas pemukiman 64,4 ha/m2, luas pesawahan 84 ha/m2, luas perkebunan 76
ha/m2, luas keburan 1,5 ha/m2, luas pekarangan 67 ha/m2, perkantoran 0,5
ha/m2. Dari rincian topografi tersebut terlihat bahwa pesawahan lebih luas.
9. 9
c. Jarak dari pusat administratif dan pemerintahan
Warga desa tidak memenuhi kebutuhan hidupnya hanya dengan apa
adanya yang ada di desa. Mereka juga memerlukan barang-barang atau pun
keperluan lain yang tidak dapat ditemukan didesanya, sehingga mereka akan
pergi ke daerah yang memiliki fasilitas yang lebih baik seperti daerah pusat
pemerintahan. Jarak dari Desa Watangsono ke pusat pusat administratif dan
pemerintahan adalah sebaai berikut:
Jarak dengan ibukota kecamatan
: 2 km
Jarak dengan ibukota kabupten/kota
: 28 km
Jarak dengan ibukota provinsi
: 190 km
3. Kependudukan
a. Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk akan berbeda disetiap tahun yang
merupakan pertambahan dan pengurangan jumlah penduduk untuk
mencapai keseimbangan. Pertambahan penduduk dipengaruhi oleh
kelahiran dan kematian sebagai faktor alami serta emigrasi (pergi) dan
imigrasi (datang) sebagai faktor non alami.
Tabel
4.1.1Pertambahan Penduduk
DesaWatangsono
dan
Mobilitas
Penduduk
di
Jumlah Penduduk
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Total
2008
2011
Presentase
perkembangan
2114
2853
2212
1451
4326
4304
34.96%
-34,40%
-0,5%
Sumber : Data Sekunder
Dari table 4.1.1 dapat diketahui bahwa pertumbuhan penduduk di
Desa Watangsono dalam kurun waktu tiga tahun dapat dikatakan kecil
bahkan minus. Total Presentase perkembangan penduduk:
∑ = %Perkembangan Laki-laki + %Perkembangan Perempuan
∑ = 34,96% + (-34,40%)
∑ = 0,56 %
10. 10
b. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah per
satuan luas. Dalam demografis dikenal dengan kepadatan penduduk
fisiologis dan kepadatan penduduk agraris. Kepadatan penduduk
fisiologis adalah perbandingan antara jumlah penduduk total dengan luas
lahan pertanian. Kepadatan penduduk agraris adalah perbandingan
jumlah penduduk petani dan luas lahan pertanian.
Tabel 4.1.2 Kepadatan Penduduk di Desa Watangsono
Tahun ∑ Penduduk Luas Wilayah
(km2)
2008
4326
38
2011
4304
38
Luas lahan
(Ha)
292
292
Sumber :Data Sekunder
1. Kepadatan geografis
Kepadatan Geografis adalah banyaknya penduduk yang
menempati suatu wilayah dalam satu kesatuan wilayah yang
digunakan sebagai tempat tinggal. Kepadatan geografis dapat dicari
dengan persamaan berikut ini :
penduduk
jiwa
KPG
luas wilayah
km
2
Kepadatan Penduduk Geografis pada tahun 2008 :
KPG
2114 jiwa
38 km2
= 55,6 jiwa/km2
Kepadatan Penduduk Geografis pada tahun 2011 :
KPG
2105 jiwa
38 km2
= 55,3 jiwa/km2
Rata-rata Kepadatan Penduduk Geografis
=
55 , 3
55 , 6
2
= 55,45 jiwa/km2
Kepadatan penduduk geografis Desa Watangsono pada tahun
2008 terdapat 55,6 jiwa setiap 1 km2 dan 55,3 setiap km2 pada tahun
2011. Perubahan jumlah kepadatan penduduk disebabkan karena adanya
pertambahan penduduk di setiap tahunnya.
11. 11
2. Kepadatan Penduduk Agraris dapat dicari dengan persamaan sebagai
berikut :
1) Kepadatan Penduduk Agraris pada tahun 2008 :
KPA
4326 jiwa
292 Ha
= 14,8 jiwa/Ha
2) Kepadatan Penduduk Agraris pada tahun 2011 :
KPA
4304 jiwa
292 Ha
= 14,7 jiwa/Ha
3) Rata-rata Kepadatan Penduduk Agraris
Kepadatan penduduk agraris Desa Watangsono pada tahun 2008
14,8 jiwa setiap 1 Ha, dan pada tahun 2011 14,7 jiwa setiap 1 Ha.
Perubahan penduduk agraris disebabkan oleh jumlah penduduk dan luas
lahan pertanian. Semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan
lahan pertanian semakin sempit, karena lahan pertanian tersebut
digunakan untuk pemukiman, sarana umum, dan lain-lain. Semakin
sempitnya lahan pertanian berakibat pada semakin menurunnya jumlah
hasil pertanian.
c. Kepadatan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk dibedakan menjadi laki-laki
dan perempuan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat
menunjukkan sex ratio, yaitu nilai perbandingan antara jumlah penduduk
laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan.
12. 12
Tabel
4.1.3
Keadaan Penduduk
DesaWatangsono
Tahun
Menurut
Jenis
Kelamin
di
Jenis Kelamin
2008
2011
Laki – laki
2114
2105
Perempuan
2212
2198
∑
4219
4410
Sumber :Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.1.3 menurut data jenis kelamin, maka dapat di
lihat prosentase perbandingan antara penduduk laki-laki dan penduduk
perempuan atau disebut dengan sex ratio. Untuk mengetahui besarnya
sex ratio maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
penduduk
laki
laki
penduduk
perempuan
Sex ratio
x 100 %
1) Sex ratio pada tahun 2011 = 2105 x 100% = 95,76%
2198
2) Sex ratio pada tahun 2008 = 2114 x 100% = 95,56%
2212
Rata-rata perhitungan Sex ratio
= 95,76% + 95,56%= 95,66 %
2
Sex ratio
yaitu perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan
jumlah penduduk perempuan dan dikalikan 100. Dari table tersebut
didapati sex ratio pada tahun 2008 sebesar 95,56 % dan pada tahun 2011
sex ratio sebesar 95,76 %. Sex ratio dipengaruhi oleh jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan, semakin rendah jumlah laki-laki dibandingkan
perempuan maka sex rationya semakin tinggi dan sebaliknya. Dampak
dari perbedaan jumlah penduduk pria dan wanita yaitu dengan adanya
kesetaraan gender atau kebebasan yang sama antara pria dan wanita
dalam memperoleh atau mencari pekerjaan. Selain itu dengan adanya
perbedaan jumlah tersebut menjadikan posisi pria sangat penting
terutama
dalam
hal
pengolahan
sawah
dan
kerja-kerja
yang
13. 13
mengharuskan tenaga yang besar. Perbedaan jumlah antara jumlah pria
dan wanita juga dapat mengakibatkan sedikitnya wanita yang membantu
menggarap lahan.
d. Kepadatan penduduk menurut umur
Angka beban tanggungan akan semakin besar jika penduduk usia
non produktif makin besar bila dibandingkan penduduk usia produktif.
Makin besar ABT (angka beban tanggungan) makin besarlah beban
tanggungan untuk orang-orang yang belum dan tidak produktif lagi.
Perhitungan kepadatan penduduk menurut umur berkaitan erat dengan
perhitungan angka beban tanggungan, perbandingan antara jumlah
penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif.
Tabel 4.1.4 Keadaan Penduduk Menurut Umur di Desa Watangsono
Umur
2008
2011
0 - 14 th
821
992
15-65 th
2676
2529
>65 th
628
420
∑ Produktif
∑ Non Produktif
Sumber :Data Sekunder
2676
1449
2529
1412
Angka Beban Tanggungan dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
penduduk
usia non produktif
ABT
x 100 %
penduduk
usia produktif
ABT tahun 2008 = 1449x 100% = 54,14%
2676
ABT tahun 2011 = 1412x 100% = 55,83%
2529
Angka beban tanggungan di peroleh dengan cara pembagian antara
jumlah penduduk usia nonproduktif dan jumlah penduduk produktif
dikali 100. Usia penduduk yang produktif antara 15 tahun hingga 65
tahun, sedangkan penduduk non produktif antara usia kurang dari 15
tahun dan lebih dari 65 tahun. ABT desa Pasuruhan pada tahun 2008yaitu
14. 14
17,77 yang artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung
penduduk non produktif sebanyak 17 jiwa (jika dibulatkan). ABT di desa
Pasuruhan masih relatif kecil.
Perubahan ABT dipengaruhi oleh jumlah usia produktif dan non
produktif, apabila usia non produktif lebih besar dari usia produktif maka
ABT akan lebih besar dan sebaliknya. Semakin besarnya ABT maka
tingkat kesejahteraan dalam suatu keluarga menurun sedangkan
kebutuhannya semakin meningkat karena banyaknya beban tanggungan
bagi anggota keluarga yang usianya produktif. Sehingga dengan angka
beban tanggungan yang tinggi kesejahteraan masyarakat menurun.
Perubahan ini dikarenakan jumlah penduduk produktif dan non produktif
selalu
berubah
dikarenakan
adanya
kematian,
merantau
atau
meninggalkan kampung halaman dan menetap di desa lain, serta migrasi
ke daerah lain karena alasan pernikahan dan lain sebagainya.
e. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
Para petani dan keluarga tani di Desa Watangsono memiliki tingkat
pendidikan yang berbeda-beda. Berikut disajikan data mengenai keadaan
penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Watangsono.
Tabel 4.1.5 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa
Watangsono
Pendidikan
2008
2011
TK
45
54
SD
989
896
SMP
1156
905
SMA
895
913
PT
92
31
∑
3177
2799
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.1.5Keadaan Penduduk Menurut Tingkat
Pendidikandi Desa Watangsono Kecamatan Jatisrono Kabupaten
Wonogiri di atas dapat diketahui tingkat pendidikan sudah lebih baik, hal
ini ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang
mengikuti pendidikan. Penduduk yang mengikuti pendidikan TK yaitu 72
jiwa, pendidikan SD 989 jiwa, pendidikan SMP 1156 jiwa, pendidikan
15. 15
SMA 895 jiwa, dan Perguruan Tinggi 92 jiwa. Total penduduk yang
sedang mengikuti pendidikan sebanyak 2163 jiwa.
Pengaruh perubahan jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan
dari TK sampai Perguruan Tinggi yang semakin menurun adalah tingkat
ekonomi dan pola pikir masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan sampai ketingkat
yang lebih tinggi menyebabkan pembangunan Desa Watangsono
khususnya bidang pertanian mengalami kendala karena pola pikir
masyarakat yang masih tradisional dan terbelakang.
f. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian
Di Desa Watangsono terdapat beragam mata pencaharian
penduduk, tetapi mayoritasnya bermata pencaharian sebagai petani.
Berbagai macam mata pencaharian masyarakat Desa Watangsono dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1.6 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa
Watangsono
Mata Pencaharian
2008
Petani
317
Buruh Tani
1512
Nelayan
Pengusaha
Buruh Lain
4
Pedagang
9
Pegawai Negeri
13
Pensiunan
30
Angkutan
Lain-lain
423
Sumber :Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.1.6 Keadaan Penduduk Menurut Mata
Pencaharian di Desa Watangsono Kecamatan Jatisrono Kabupaten
Wonogiripada tahun 2008penduduk yang bermata pencaharian di sektor
pertanian mendominasi. Sebanyak 317 penduduk menjadi petani dan
1512 menjadi buruh tani. Hal ini disebabkan masih banyaknya lahan
kosong yang belum beralih fungsi menjadi pemukiman ataupun Industri.
16. 16
Sebagian besar penduduk beranggapan hasil dari bertani sudah lebih dari
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.
Keragaman mata pencaharian penduduk Desa Watangsono
menunjukkan bahwa Desa Watangsono sudah cukup maju, mereka sudah
mau bekerja di bidang lain di luar pertanian. Warga sudah mampu
menerima pembaruan dengan adanya peralihan pekerjaan dari pertanian
keluar pertanian, karena pertanian hasilnya tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidup. Pekerjaan dari luar bidang pertanian dapat menambah
penghasilan yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan.
Perbedaan yang mendasar antara kota dan desa terletak pada mata
pencaharian
penduduknya.
Ekonomi
pedesaan
didasarkan
pada
pengolahan tanah agrikultural dalam arti luas yang mencakup bercocok
tanam, peternakan, perikanan darat, usaha-usaha tersebut erat kaitannya
dengan alam. Sebaliknya penduduk kota dengan mata pencaharian yang
bersifat non agraris, tidak berhubungan dengan tanah. Pada umumnya di
golongkan kepada pengusaha, buruh dan pemberi jasa.
g. Keadaan Penduduk menurut Agama
Agama Islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat
orang Jawa. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk
beribadah orang-orang yang beragama Islam, walaupun demikian tidak
semua orang beribadah menurut agama Islam, sehingga berlandaskan
atas kriteria pemelukan agamanya ada yang disebut Islam santri dan
Islam kejawen, kecuali itu masih ada juga di desa-desa jawa, orang-orang
pemeluk agama Nasrani atau agama besar lainnya.
Tabel 4.1.7 Keadaan Penduduk Menurut Agama di Desa Watangsono
Agama
2008
Islam
4321
Kristen
7
Katolik
Hindu
Budha
Sumber : Data sekunder
17. 17
Dari tabel diatas dapat diketahui hampir seluruh penduduk Desa
Pasuruhan beragama Islam. Dengan jumlah terakhir pada tahun 2008
menunjukkan angka 4321 jiwa yang beraga islam. Kemudian agama
Kristen pada tahun terakhir yaitu 2008 menunjukkan 7 jiwa,. Untuk
agama lain seperti hindu, budha, dan katolik di desa Watangsono tidak
ada. Jelas terlihat bahwa warga di desa pasuruhan lebih banyak yang
beragama islam dari pada yang lainnya.
4. Struktur Organisasi Pemerintah Desa
Pemerintahan desa merupakan simbol formal dari kesatuan masyarakat
desa yang selain memiliki wewenang untuk mengatur rumah tangga sendiri
(otonomi), juga memiliki kekuasaan dan wewenang sebagai pelimpahan
kekuasaan secara bertahap dari pemerintah di atasnya. Pemerintahan desa
diselenggarakan di bawah pimpinan seseorang Kepala Desa beserta pembantupembantunya mewakili masyarakat yang bersangkutan (Suhaningrat, 1992).
Pemerintah desa memiliki kekuasaan untuk mengatur daerah dan rumah
tangganya sendiri. Struktur pemerintahan desa, tingkat tertinggi dipegang oleh
Kepala Desa, yang mana Kepala Desa berkoordinasi dengan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintahan desa sangatlah penting bagi suatu
desa. Tanpa pemerintahan desa, suatu desa sulit dan lambat untuk terorganis
dan berkembang. Di desa Watangsono terdapat pemerintahan desanya yang
mengatur keadaan desa Watangsono dan anggotanya lengkap yang meliputi
kepala
desa,
BPD,
sekretaris
desa,
KAUR
pemerintahan,
KAUR
Pembangunan, KAUR kesejahteraan, KAUR keuangan, KAUR umum dan
kepala dusun.
Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa membawahi dan dibantu
oleh Sekretaris Desa, dimana Sekretaris Desa juga membawahi dan dibantu
oleh Kaur Umum dan Kaur Keuangan. Sementara dalam hal pengaturan
wilayah, Kepala desa membawahi dan dibantu oleh Kepala Seksi dan Kepala
Dusun yang terdiri dari 4 Kasi (Perekonomian dan gaiPembangunan,
Pemerintahan, Kesejahteraan Sosial dan Trantib). Masing-masing aparat desa
tersebut mempunyai tugas dan kewajiban sendiri-sendiri, tapi secara
18. 18
keseluruhan mereka saling membantu dan bekerjasama dalam melaksanakan
dan mencapai tujuan yang diharapkan.
KEPALA DESA
BPD
LPM
AGUS UTOMO
SEK. DESA
SUTRISNO
KAUR
PEMERINTAHAN
KAUR
KEUANGAN
SUWARNO
EKBANG
KAUR KESSOS
TRI WIYATI
SUMARDI
KEPALA DUSUN
KEPALA DUSUN
KEPALA DUSUN
KEPALA DUSUN
SUMEDI
SUTARMAN
MULYATNO
PAIJO
KEPALA DUSUN
KEPALA DUSUN
KEPALA DUSUN
LESTARI
SUTINAH
SUYATO
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Watangsono
Keterangan :
=Garis Komando
= Garis Koordinasi
KAUR = Kepala Urusan :
- Umum
- Keuangan
KASI = Kepala Seksi :
-Pemerintahan
- Kesra
- Pembangunan
Pemerintah desa memiliki kekuasaan untuk mengatur daerah dan rumah
tangganya sendiri. Dalam struktur pemerintahan desa, tingkat tertinggi
19. 19
dipegang oleh Kepala Desa, yang mana Kepala Desa berkoordinasi dengan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam melaksanakan tugasnya Kepala
Desa membawahi dan dibantu oleh Sekretaris Desa, dimana Sekretaris Desa
juga membawahi dan dibantu oleh Kaur Umum dan Kaur Keuangan.
Sementara dalam hal pengaturan wilayah, Kepala desa membawahi dan
dibantu oleh Kepala Seksi dan Kepala Dusun. Yang terdiri dari 3 Kasi
(Pembangunan, Pemerintahan, dan Kesra). Masing-masing aparat desa tersebut
mempunyai tugas dan kewajiban sendiri-sendiri, tapi secara keseluruhan
mereka saling membantu dan bekerjasama dalam melaksanakan dan mencapai
tujuan yang diharapkan.
Desa Watangsono dipimpin oleh seorang kepala desa, dan dibantu oleh
seorang sekretaris desa beserta dua orang kepala urusan, tiga orang kepala
seksi dan tujuh orang kepala dusun. Berikut adalah Kewajiban dan Tugas
masing-masing pejabat pemerintahan desa:
a. Kepala Desa
1) Tugas dan kewajiban:
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah.
b) Membina perekonomian desa.
c) Membina kehidupan masyarakat desa.
d) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa.
e) Menyelesaikan masalah di desa sesuai dengan kewenangannya.
f) Membina dan menjaga kelestarian norma-norma adat-istiadat yang
hidup dan berkembang di desa yang bersangkutan.
g) Memiliki desanya di dalam dan di luar pengadilan dan rapat
menunjukkan kuasa hukumnya.
h) Mengajukan rancangan peraturan desa dan bersama BPD menetapkan
sebagai peraturan desa.
i) Menyampaikan keterangan pertanggungjawaban penyelenggaraan
pemerintah desa kepada perangkat desa, BPD, kelembagaan dan tokoh
masyarakat
serta
menginformasikan
pemerintah kepada rakyat.
laporan
penyelenggaraan
20. 20
j) Menyampaikan
lapoan
pertanggung
jawaban
penyelenggaraan
pemerintah kepaa bupati melalui camat satu tahun sekali.
2) Hak
Hak yang dimiliki oleh kepala desa di Desa Watangsono adalah
mendapatkan sebuah motor dinas
b. Sekretaris desa
1) Kewajiban dan tugas
a) Menyelesaikan urusan surat-menyurat, kearsipan dan pelaporan
urusan keuangan dan urusan administrasi umum serta pelayanan
teknis dan administrasi perangkat desa.
b) Melaksanakan koordinator terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
perangkat desa.
c) Melaksanakan kegiatan administrasi pertahanan, mutasi tanah dan
mutasi SPPT PBB Desa.
d) Mengadakan kegiatan inventarisasi.
e) Melaksanakan administrasi kepegawaian di lingkungan pemerintahan
desa.
f) Membantu merumuskan program kerja dan penyusunan rencana
keuangan.
2) Hak
Hak yang dimiliki oleh sekretaris desa di Desa Watangsono
adalah mendapat tanah bengkok seluas 2 Ha
c. Kepala urusan
1) Kewajiban dan tugas
a) Kaur umum
i. Melakukan urusan surat menyurat.
ii. Menyusun program dan melakukan urusan rumah tangga desa.
iii. Merencanakan, mengadakan, dan memelihara inventaris desa.
iv. Mempersiapkan sarana/ pertemuan, upacara resmi, dll.
v. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa dan
sekretaris desa
21. 21
b) Kaur keuangan
i. Mengelola administrasi keuangan desa.
ii. Menerima, menyimpan, mengeluarkan atas persetujuan sekdes dan
kades, membukukan dan mempertanggung jawabkan keuangan
desa.
iii. Mengurus pembukuan keuangan desa.
iv. Mengumpulkan bahan dan menyusun laporan di bidang keuangan.
v. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa dan
sekretaris desa
2) Hak
Hak yang dimiliki oleh kepala urusan di Desa Watangsono adalah
mendapatkan tanah bengkok masing-masing 1 Ha.
d. Kepala dusun
1) Kewajiban dan tugas
i. Membantu pelaksanaan kerja kepala desaMelaksanakan kegiatan
pemerintah, pembangunan, dan kemasyarakatan serta ketentraman dan
ketertiban.
ii. Melaksanakan keputusan dan kebijakan kepala desa
iii. Membantu lurah dalam kegiatan pembinaan ketentraman dan
kerukunan warga.
iv. Membina meningkatkan swadaya gotong-royong
v. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa
vi. Melaksanakan kegiatan penyuluhan program pemerintah
2) Hak
Hak yang dimiliki oleh seorang Kepala Desa di Desa Watangsono
adalah mendapatkan tanah bengkok seluas 1 Ha.
Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi
asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan
pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan
pemerintahan. Sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya.
22. 22
5. Sarana dan Prasarana
Prasarana perhubungan merupakan faktor utama dalam usaha
pengembangan desa, terutama dalam hal usaha pembangunan perekonomian
desa. Untuk membangun perekonomian yang baik harus ada prasarana yang
memadai, terutama akses menuju pusat perekonomian suatu daerah. Jalur lalu
lintas utama harus memadai, yaitu jalur yang menghubungkan dengan daerah
perkotaan agar kegiatan perekonomian masyarakat dapat berjalan lancear baik
masyarakat desa yang ingin ke kota maupun masyarakat kota yang ingin ke
desa.
a. Sarana Perhubungan
Sarana perhubungan merupakan salah satu faktor utama dalam usaha
pengembangan desa dan pertanian. Sarana perhubungan meliputi jembatan
dan jalan yang berada disuatu wilayah. Jalan dan jembatan merupakan dua
diantara berbagai sarana angkutan darat yang merupakan faktor penting
dalam meperlancar arus perekonomian disuatu daerah. Bagi daerah tertentu,
jalan merupakan sarana untuk memperlancar arus pengangkutan hasil
produksi pertanian.
Tabel 4.1.8 Sarana Perhubungan di Desa Watangsono
Sarana Perhubungan
Jalan Desa:
- Beraspal ( km )
- Tak beraspal ( km )
Jembatan (buah)
2008
2011
10
14
2
8
18
5
Sumber : Data Sekunder
Sarana perhubunagan yang ada di Desa Watangsono adalah jalan
beraspal (jalan utama) sepanjang 10 km dan mengalami penurunan karena
kerusakan yang terjadi dan belum di benahi, sehingga pada tahun 2011 jalan
beraspal di Desa Watangsono hanya tinggal 8 km. Sedangkan jalan yang
lain sebagai penghubung dusun satu dengan dusun yang lain adalah jalan tak
beraspal (cor/ batu) sepanjang 18 km hingga tahun 2011.
b. Sarana komunikasi
Sarana komunikasi merupakan faktor pendukung yang penting
dalam bidang pertanian. Sarana komunikasi yang memadai akan
23. 23
mempermudah pertukaran informasi. Seiring dengan dengan kemajuan
IPTEK, kini masyarakat telah dapat memperoleh informasi menegnai hal
apapun dengan mudah khususnya pertanian tetapiuntuk di beberapa daerah,
sarana komunikasi masih cukup minimum karena biasanya masyarakat desa
atau masyarakat petani hanya mengandalkan informasi dari tokoh
masyarakat ataupun penyuluh pertanian.
Tabel 4.1.9 Sarana Komunikasi di Desa Watangsono
Sarana Komunikasi
Kantor telekom
Kantor pos
Kantor pos pembantu
Pemancar radio
Pemancar telepon seluler
Stasiun relley televisi
Wartel
Warnet
∑
2008
1
1
1
1
4
2011
1
1
1
1
4
Sumber : Data Sekunder
Data hasil pengamatan mengenai sarana komunikasi di Desa
Watangsono dapat dipahami bahwa penduduk Desa Watangsono telah maju
dan telah mampu saling bertukar informasi. Hal tersebut ditandai dengan
adanya sebuah wartel, dan juga masing-masing rumah tangga memiliki
telepon selular yang lebih dari satu karena telepon seluler yang mudah
diakses dan lebih praktis, dan untuk memudahkan hubungan antara warga
dengan kerabat (orang lain) yang jaraknya jauh, sehingga sarana komunikasi
seperti telepon seluler sangat dibutuhkan. Sehingga dapat dipahami bahwa
dengan
adanya
sarana-sarana
komunikasi
yang
ada
di
Desa
Watangsonotersebut mampu memudahkan warga untuk berkomunukasi
dengan warga lain.
c. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di suatu daerah. Adanya sarana
pendidikan tentunya akan dapat menunjang pendidikan disuatu wilayah.
24. 24
Sarana pendidikan secara tidak langsung juga turut meningkatkan taraf
hidup masyarakat itu sendiri dalam membangun sebuah wilayah.
Tabel 4.1.10 Sarana Pendidikan di Desa Watangsono
Sarana Pendidikan
Kelompok Bermain
TK
SD
SLTP/Mts
SMA/MA
Institut/Sekolah Tinggi
Akademi
Universitas
∑
2008
1
5
17
23
2011
1
5
17
23
Sumber : Data Sekunder
Sarana pendidikan di Desa Watangsono berupa sekolahan TK, SD,
SMA/MAN pada tahun 2008 sampai 2011 tidak mengalami peningkatan.
Sewaktu akan memasuki jenjang sekolah SLTP mereka keluar dari desa
mencari sekolah yang ada di luar desa (daerah kecamatan/kabupaten).Data
hasil pengamatan mengenai sarana pendidikan di Desa Watangsono maka
dapat dipahami bahwa dengan adanya fasilitas pendidikan berupa bangunan
sekolah tersebut anak-anak penduduk desa dapat bersekolah dengan jarak
antara sekolah dan rumah yang dekat, selain itu dengan adanya pendidikan
maka warga mampu mengasah pengetahuan dan ketrampilan sehingga
mampu membuat warga desa memiliki pengetahuan yang baik dan luas.
Pendidikan merupakan variabel input (masukan) yang memiliki
determinasi kuat terhadap kualitas manusia (individu) dan penduduk
(sosial), kualitas manusia sebagai individu seperti bobot, tenaga, daya tahan,
dan kualitas nonfisik seperti kecerdasan, emosi, budi dan iman memerlukan
masukan yang mencukupi seperti gizi, lingkungan dan pendidikan. Masukan
ini akan menentukan juga kualitas penduduk secara fisik ( angka kematian,
kesakitan, harapan hidup, non fisik, disiplin sosial, etiket pergaulan,
solidaritas dan subsidiaritas).
25. 25
d. Sarana olah raga
Sarana olahraga merupakan faktor penunjang untuk menentukan
kemampuan masyarakat dalam mengolah kemampuannya. Olahraga sendiri
dapat meningkatkan kondisi fisik pwnduduk desa dalam menunjang
kegiatan
keseharian
masyarakat
setempat.
Sarana
olahraga
dapat
mendukung kreativitas pemuda desa untuk aktif dalam kegiatan yang
diadakan di suatu wilayah tertentu.
Tabel 4.1.11 Sarana Olahraga di Desa Watangsono
Sarana Olahraga
Lapangan sepak bola
Lapangan Bulu
tangkis
Lapangan Bola volly
Tenis meja
Tenis
∑
2008
2
3
2
2
-
2011
2
3
2
2
-
9
9
Sumber : Data Sekunder
Data hasil pengamatan mengenai sarana olahraga di Desa
Watangsono dapat dipahami bahwa sarana olah raga Desa Watangsono telah
lengkap yaitu diantara jenis olah raga yang digemari sebagian besar warga,
Desa Watangsono telah memiliki lapangan olahraga sesuai dengan jenis
olah raganya. Sarana olah raga dari tahun ke tahun selalu sama yaitu
memiliki tiga lapangan bulutangkis dan dua tenis. Pada umumnya
daerah/desa yang memiliki satu lapangan olahraga yang sesuai dengan jenis
olahraga merupakan desa yang telah lengkap sarana dibidang olahraga dan
bias dikatakan sebagai desa yang baik (efektif).
e. Sarana kesehatan
Sarana kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi
masyarakat disuatu wilayah dalam memperoleh kesehatan dan pelayanan
masyarakat yang memadai. Kesehatan juga sangat menentukan keadaan
lingkungan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar dari
banyaknya wabah penyakit yang timbul dari daerah tesebut. Keadaan
26. 26
wilayah yang bersih dan sehat akan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia pada daerah tersebut.
Tabel 4. 1.12 Sarana kesehatan di Desa Watangsono
No
1.
2.
3.
4.
5.
Jumlah
Nama
Rumah sakit
Rumah bersalin
Polindes
Puskesmas
Posyandu
∑
2008
1
1
8
10
2011
1
1
8
10
Sumber : Data Sekunder
Sarana kesehatan di Desa Watangsono berupa Rumah Bersalin,
Polindes dan Posyandu pada tahun 2008 sampai 2011 tidak mengalami
peningkatan
ataupun
penurunan.
Sewaktu
masyarakat
Watangsono
mengalami sakit yang cukup parah, penduduk desa pergi ke Kota atau
kabupaten yang memiliki sarana kesehatan yang memadai bagi penduduk
desa sehingga penanganan warga yang sakit bisa langsung teratasi dengan
cepat dan tepat. Kekurangan sarana kesehatan di desa tersebut tidak
membuat penduduk desa menyerah untuk berobat.
6. Organisasi Sosial
Organisasi sosial di Desa Watangsono berjalan aktif. Hampir setiap
jenjang usia masyarakat Desa Watangsono mengikuti organisasi yang telah
berdiri sejak dulu dan berperan aktif di dalamnya. Organisasi sosial yang ada di
Desa Watangsosno terdiri dari Kelompok Tani, PKK, dan Karang Taruna.
a. Kelompok Tani
Kelompok petani Desa Watangsono berkumpul tiap awal bulan
keperluannya yaitu membahas masalah-masalah atau kendala-kendala yang
ada dalam pertanian. Mengenai keanggotaannya diperoleh dari warga petani
Desa Watangsono itu sendiri, selain membahas tentang masalah petanian,
kelompok tani ini berkumpul untuk membagikan pupuk bersubsidi.
Kegiatan sosialisai juga merupakan agenda kegiatan kelompok tani terebut.
27. 27
b. PKK
Organisasi wanita di Desa Watangsono adalah PKK yang
anggotanya terdiri dari ibu-ibu warga Desa Watangsono, Jenis kegiatan dari
PKK antara lain arisan dan simpan pinjam. PKK berperan serta dalam
membantu pembangunan desa, serta membangun kesejahteraan masyarakat
khususnya wanita. Anggotanya adalah warga Desa Watangsono yang
berjenis kelamin perempuan dan sudah menikah.
Kepengurusan inti
dipegang oleh istri-istri pejabat pemerintahan desa atau pamong desa, dan
kepengurusannya dibentuk melalui musyawarah, yang terdiri dari ketua,
sekretaris, bendahara, serta seksi-seksi yang memiliki beberapa program
kerja dalam upaya untuk ikut serta dalam membangun kesejahteraan
masyarakat Desa Watangsono.
c. Karang Taruna
Organisasi pemuda di Desa Watangsono adalah karang taruna
Wijaya kusuma yang anggotanya terdiri dari pemuda warga Desa
Watangsono, jenis kegiatan yang dilakukan adalah acara tahunan seperti 17an, lebaran dll. Kepengurusan karang taruna Wijaya kusuma terdiri atas
ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Kepengurusan dibentuk
dengan cara musyawarah, karang taruna Wijaya Kusuma juga ikut serta
dalam upaya pembanguna Desa.
7. Penguasaan Tanah
a. Penguasaan tanah di Desa Watangsono adalah dengan cara:
1) Sistem gadai
Sistem gadai adalah tanah milik sendiri digadaikan oleh orang lain
dengan pembayaran uang, kemudian bila penggadai telah mempunyai
uang akan dibayarkan kembali lahan yang telah digadaikan. Ada tiga
sistem gadai tanah (sawah), yaitu pertama, penggadai dapat terus
menggarap sawah gadainya, kemudian kedua pihak membagi hasil sawah
sama seperti "menyakap" (bagi hasil). Kedua, pemegang gadai
mengerjakan sendiri sawah gadai. Ketiga, pemegang gadai menyewakan
atau bagi hasil sawah gadai tersebut kepada pihak ketiga. Pada umumnya
28. 28
perjanjian dilakukan secara lisan antara kedua pihak tentang luas sawah
dan jumlah uang gadai, dengan tidak menyebutkan masa gadainya.
Pemilik sawah boleh menebus atau menjual sawah gadai sesudah panen
(Hardjono, 1990).
2) Sistem sewa
Sistem sewa adalah menyewa dengan sistem sekali masa tanam
atau setiap satu kali penanaman. Tanah yang disewakan adalah tanah
milik pribadi atau tanah pemerintah. Ketika hasil panen pada lahan yang
disewa mengalami kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung
oleh sang penyewa dan pemilik tanah tidak bertanggung jawab atas
kerugiannya. Sistem sewa tanah diharapkan dapaat memberikan
kebebasan dan kepastian hokum kepada para petani, agar para petani
penyewa tidak mengalami kerugian yang besar ketika hasil panennya
kurang memuaskan.
3) Sistem bagi hasil
Sistem
bagi
hasilmerupakan
konsep
yang
terbuka
untuk
diaplikasikan dan dikembangkan lebih jauh, baik pada usaha pertanian,
tanaman pangan, perkebunan maupun peternakan. Sistem bagi hasil juga
merupakan solusi yang dapat mengurangi berbagai konflik agraris yang
sering terjadi selama ini. Sistem bagi hasil juga merupakan salah satu
komponen yang cukup penting dalam konteks reforma agrarian. Sistem
bagi hasil merupakan ketika keseorangan mempunyai tanah tetapi yang
mengerjakan orang lain dan apabila panen hasilnya dibagi sesuai
kesepakatan. Biasanya untuk yang mengerjakan dan pemilik 1:3 untuk
setiap hasil yang didapatkan.
4) Sistem hak milik
Sistem hak milik adalah sistem penguasaan tanah milik sendiri.
Pengerjaan tanah itu dilakukan oleh pemilik tanah itu sendiri dan semua
biaya mengenai pengelolaan lahan itu tidak menjadi tanggungannnya.
Sang pemilik lahan mempunyai hak atas tanah berwenang untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi
29. 29
haknya. Pemilik tanah memiliki banyak hak atas tanah mereka,
diantaranya adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan
hak-hak lainnya.
8. Bentuk penguasaan tanah
Bentuk penguasaan tanah secara tradisional (adat) yang masih dijumpai
di Desa Watangsono adalah : Tanah Bengkok. Tanah Bengkok adalah tanah
milik desa untuk diberikan kepada perangkat desa sebagai gaji selama masa
jabatannya. Tanah bengkok di Desa Watangsono akan menjadi milik perangkat
desa yang telah berjasa mengurus administrasi Desa Watangsono dan dapat
diwariskan kepada keluarga perangkat desa tersebut. Tanah tersebut diberikan
karena telah menjadi tradisi selama beberapa tahun di Desa Watangsono
Kecamatan Jatisrono.
9. Status Penguasaan Tanah
Status penguasaan tanah yang masih dijumpai di Desa Watangsono
adalah pemilik penggarap, penyakap, dan buruh tani. Sebagian besar di Desa
Watangsono adalah sebagai Buruh Tani karena sebagian besar penduduk desa
hanya mengandalkan kemampuannya dalam bertani tanpa dibekali pendidikan
yang tinggi. Kebanyakan mereka tidak mempunyai lahan sendiri sehingga jalan
satu-satunya hanyalah bekerja sebagai Buruh Tani. Pemilik lahan hanya
sebagian kecil dari penduduk desa Watangsono. Pemilik lahan sendiri biasanya
ada yang menggarap lahannya sendiri dan mempekerjakan buruh tani dalam
pengolahan lahannya. Penyakap sendiri kebanyakan hanya menerima 1/3 dari
hasil sakapnya dengan petani lain karena pemilik tidak andil dalam pengolahan
lahan serta biaya dalam proses produksinya.
10. Stratifikasi Sosial
Sistem pelapisan masyarakat di Desa Watangsono sebenarnya
pembagian statusnya bersifat sederhana dan tidak mempengaruhi perbedaanperbedaan antara golongan dalam bersosialisasi. Pamong desa sebagian orang
yang lebih dihormati dapat digambarkan sebagai berikut:
30. 30
Sangat
Kaya 8 %
Cukup
Kaya 44%
Tidak
Kaya 48%
Gambar 3.2 Stratifikasi Sosial Berdasarkan Golongan Masyarakat
Keterangan:
Sangat kaya 8%
Cukup kaya 44%
Tidak kaya 48%
Sebenarnya di Desa Watangsono orang lebih dihormati karena
kebaikannya, sikapnya bukan karena pekerjaan atau jabatanya. Tapi masih
ada beberapa yang menganggap orang dari pekerjaan atau jabatannya.
Kebanyakan penduduk bekerja sebagai buruh tani.
Selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai seperti uang
atau benda-benda bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan
atau juga keturunan dari keluarga maka akan menjadikan bibit yang
menumbuhkan adanya stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial inilah yang
menjadi penyebab adanya perbedaan status sosial dalm masyarakat. Dan
yang mempunyai kekuasaan lah yang tinggi statusnya (Taneko, 1995).
31. 31
Penyewa
4%
Penyakap
26%
Buruh Tani
28%
Pemilik Penggarap
32%
Gambar 3.3 Stratifikasi Sosial untuk Petani
Keterangan :
Penyewa 4%
Penyakap 26%
Buruh Tani 28%
Pemilik Penggarap 32%
Berdasarkan Gambar 3. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Status
Penguasaan Tanah, diketahui bahwa kebanyakan petani di Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri berstatus sebagai buruh tani
dengan prosentase 38% dan paling sedikit adalah petani penyewa dengan
prosentase 4%. Status petani pemilik penggarap sebanyak 35% dan penyakap
26%.
11. Konflik Sosial
Terbentuknya masyarakat yang beragam dan jumlah yang banyak,
apabila terjadi konflik adalah hal biasa. Keeratnya hubungan antar warga
masyarakat di Desa Watangsono konflik sosial jarang terjadi. Hal ini karena
masyarakat Desa Watangsono memegang tinggi asas kebersamaan dan
gotong-royong yang masih kental. Masyarakat Desa Watangsono sangat
menyadari jika kedamaian dan ketentraman desa sangat penting. konflik
32. 32
biasanya diselesaikan dengan musyawarah antara tuan rumah, tokoh
masyarakat dan orang yang menimbulkan masalah tersebut.
Di Desa Watangsono pernah terjadi konflik sosial yaitu konflik
internal masyarakat lokal yaitu pemindahan patokan sawah dapat dislesaikan
dengan penunjukan sertifikan dan pengukuran kembali, konflik antara
masyarakat lokal adalah membawa perempuan sampai larut malah kedalam
desa dapat dislesaikan dengan musyawarah, sepak bola juga menyebabkan
terjadi konflik karena tidak menerima kekalahan diselesaikan juga dengan
musyawarah.
Konflik pengaliran air ke rumah-rumah termasuk dalam konflik
internal masyarakat, yang disebabkan oleh faktor kurangnya pasokan air dari
dalam tanah. Konflik tersebut diselesaikan secara musyawarah dan di dapat
hasil dalam bentuk diaturnya pembagian air ke rumah-rumah warga. Namum
musyawarah tersebut sering menemukan jalan buntu dan semakin
memperpanjng masalah, dikarenakan warga desa yang sudah di jadwalkan
kapan saja penggunaan airnya tidak menerima hasil musyawarah.
Perselisihan sepak bola pun juga terjadi di Desa Watangsono yang
disebabkan faktor tidak terimanya kekalahan yang diterima oleh salah satu
Tim dan suporternya. Tersebar berita miring jika desa tetangga menggunakan
bantuan supranatural. Disini konflik diselesaikan secara musyawarah, namun
sedikit perselisihan antar desa terbut juga terlihat.
33. 33
12. Kebudayaan
WC
Kamar
Kamar
WC
Kamar
Dapur
R. Tengah
Gambar 3.4. Denah Rumah di Desa Watangsono
Kebanyakan struktur denah tempat tinggal masyarakat Desa
Watangsono memiliki ruang tengah yang luas sebagai tempat berkumpul
anggota keluarga. Kamar tidur rata-rata berjumlah dua berada di samping
ruang tengah atau belakang. Dapur berada disamping ruang tengah dan
kamar mandi berada di bagian belakang rumah.
Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan merupakan salah satu
bentuk yang telah ditanam kuat di jiwa masyarakat, sehingga kebudayaan
menjadi bagian dari perilaku ma-syarakat di Desa Watansono, masih ada
beberapa bentuk adat istiadat yang berlaku, meskipun tidak di setiap
dukuh masih dilaksanakan.
Kebudayaan yang masih aktif di Desa Watangsono, yaitu :
a. Hajatan Pernikahan
Setiap ada salah satu anggota keluarga yang akan menikah
selalu diadakan hajatan untuk merayakannya dan acara tersebut
biasanya mendapatkan bantuan dari tetangga sekitar secara suka rela
(sumbangan).
34. 34
b. Upacara Sepasaran Bayi
Setiap terjadi kelahiran biasanya diadakan upacara sepasaran
setelah anak tersebut berusia lima hari. Upacara itu dilakukan sebagai
ungkapan terima kasih kepada Tuhan, dan agar sang bayi diberi
keselamatan.
Pemilik rumah mengadakan
pesta besar dengan
mengundang keluarga besar dan tetangga sekitar untuk datang ke
rumah. Orangtua atau keluarga dari bayi tersebut memasak masakan
tradisional yag khas dengan acara sepasaran yang telah turun temurun.
c. Selapan
Setiap bayi berusia empat bulan biasanya keluarga akan
mengadakan upacara selamatan agar bayi tersebut sehat dan tumbuh
dengan baik. Acara tersebut diadakan dengan mengundang tetangga dan
keluarga besar. Keluarga akan memasak banyak makanan untuk acara
selamatan dan juga untuk dikirimkan ke rumah-rumah tetangga sekitar.
Acara selapan diadakan untuk menambah rasa syukur dan berbagi
kebahagiaan kepada tetangga dan keluarga besar mereka.
d. Khitanan
Pemuda bila sudah balik akan ada acara khitanan untuk
menyambut kedewasaanya agar menjadi pemuda yang sholeh.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat, salah satunya sebagai pedoman untuk berelasi dengan
orang lain, memberikan pedoman untuk interprestasi pengalaman dan
memberikan arahan. Walaupun setiap masyarakat suatu daerah
memiliki kebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya, setiap
kebudaayaan mempunyai sifat hakekat yang berlaku umum bagi semua
kebudayaan dimanapun juga. Sifat hakekat kebudayaan adalah ciri
setiap kebudayaan, tetapi bila hendak memahami sifat hakekatnya yang
esensial, terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan
yang ada didalamnya.
35. 35
B. Karakteristik Responden
1. Identitas Keluarga Responden
a. Identitas Responden Menurut Umur dan Status Penguasaan Lahan
Masyarakat desa sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani,
hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga ketrampilan
yang dimiliki sedikit. Masyarakat Desa Watangsono yang sebagian besar
bekerja sebagai petani memiliki beberapa status penguasaan lahan. Di
bawah ini disajikan secara rinci tentang karakteristik responden di Desa
Watangsono tentang umur responden, status penguasaan lahan dan tingkat
pendidikan.Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan data petani
yang berada di Desa Watangsono dan juga status penguasaan lahan.
Tabel 4.2.1 Identitas responden menurut umur dan status penguasaan
lahandi Desa Watangsono 2013.
No
Nama Petani
1
2
3
Sakem
Sari
Daryanti
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
∑
%
Parmi
Satiyem
Sukinem
Surtini
Kasmi
Warto
Sumarmi
Juminah
Marmi
Satinem
Rijem
Paimin
Subarjo
Srihartuti
Sudarmo
Sri Rejeki
Kasto
Sumber : Data Primer
Umur (tahun)
Suami
Istri
80
25
20
35
48
45
42
54
60
55
80
60
48
49
50
50
62
57
74
50
50
35
50
50
55
69
55
42
80
90
38
45
44
52
73
Status Penguasaan Lahan
1
2
3
4
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
6
30
0
0
3
15
11
55
36. 36
Keterangan :
1. Pemilik Penggarap
2. Penyewa
3. Penyakap
4. Butuh Tani
Berdasarkan tabel 4.2.1 Identitas Responden Menurut Umur dan
Status Penguasaan Lahan di Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiridapat terlihat bahwa status penguasaan tanah
khususnya pada 20 orang responden di Desa Watangsono sebagian besar
mempunyai status buruh tani yaitu sebanyak 11 orang dengan prosentase
sebesar 55 %. Pada posisi kedua adalah pemilik penggarap yaitu sebanyak
6 orang dengan prosentase sebesar 30 % kemudian diikuti peyakap
sebanyak 3 orang dengan prosentase sebesar 15 %. Dan tidak ditemukan
penyewa di Desa Watangsono sehingga prosentasenya ialah 0%. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar penduduk Desa
Watangsono adalah buruh tani, kemudian pemilik penggarap dan
penyakap hanya sebagian kecil dari petani di Desa Watangsono.
Identifikasi melalui umur bertujuan untuk mengetahui masyarakat
yang masih produktif bekerja atau non produktif bekerja, umur produktif
dapat melakukan pekerjaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya sehari-hari. Kebanyakan petani yang dijadikan responden
berusia diatas 40 tahun, bahkan ada yang telah memasuki usia lanjut yang
seharusnya tidak bekerja karena sudah memasuki masa non prdoduktif (>
65 tahun). Petani di Desa Watangsono ada yang berusia kurang dari 30
tahun.
b. Identitas Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga dan Tingkat
Pendidikannya di Desa Watangsono
Tingkat pendidikan dalam masyarakat desa sebagian besar masih
rendah karena masyarakat desa berpikiran bahwa mereka belum dapat
membiayai pendidikan anaknya. Jumlah anak dari warga desa juga
berpikiran bahwa semakin banyak anak semakin banyak rezeki maka dari
37. 37
itu banyak masyarakat yang memiliki banyak anak. Dengan semakin
banyaknya penduduk di suatu desa maka dari itu seharusnya semakin
banyak pula masyarakat yang berpendidikan, namun hal tersebut tidak
pasti berpengaruh karena masyarakat yang telah memikirkan bahwa
mereka belum bisa meningkatkan pendidikan anak-anaknya.
Tabel 4.2.2 Identitas Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga dan Tingkat
Pendidikan di Desa Watangsono Tahun 2013
Jumlah Anggota Keluarga
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Jml
%
Pria
04
1
1
3,
3
Pendidikan
Wanita
514
1
1
2
6,7
1565
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
2
2
23
76,
7
>65
1
1
2
4
0-4
1
1
2
514
1
1
2
13,3
9,5
9,5
Anak
1565
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
14
66,
7
Suami
>65
1
1
1
3
14,3
Istri
SMP
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SPG
SD
SMP
SD
SD
SMP
SD
SMP
SMP
SD
SD
SD
SD
SMP
SD
SMP
SD
SMP
-
SD
1
1
2
2
1
1
1
9
42,
8
SMP
1
1
1
1
1
1
6
SMA
1
1
1
1
1
1
6
Ak
0
PT
0
28,6
28,6
0
0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.2 Identitas Responden Menurut Jumlah
Anggota Keluarga dan Tingkat Pendidikannya di Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dapat diketahui bahwa jumlah
anggota keluarga terbesar adalah pria usia 15-65 tahun yaitu sebesar 76,7
% atau sebesar 23 orang. Hal ini menujukkan bahwa jumlah penduduk
usia produktif di Desa Watangsono lebih banyak pria daripada wanita.
38. 38
Sedangkan jika dilihat dari pendidikan orang tua (responden) rata-rata
minimal telah mengenyam pendidikan SD. Akan tetapi beberapa
responden diketahui tidak mengenyam pendidikan sama sekali sehingga
beberapa diantaranya ada yang buta huruf.
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa rata-rata dari warga
Desa Watangsono telah mampu menyerap informasi ataupun berita dalam
bentuk tulisan maupun dari media massa karena sudah bisa pengetahuan
dasar (baca, tulis, dan hitung). Meskipun demikian, perlu juga adanya
peningkatan taraf pendidikan agar lebih meningkatkan kemampuan dalam
menyerap dan memproses informasi. Seperti halnya pendidikan orang tua,
tingkat pendidikan anak-anak juga tergolong cukup baik. Pada tabel dapat
terlihat bahwa untuk anak- anak kebanyakan
dapat mengenyam
pendidikan sampai tingkat SMP dan SMA.
2. Perilaku Responden dalam Kegiatan Mencari Nafkah
a. Arti Hidup Cukup Bagi Petani
Pengertian arti hidup cukup bagi para petani berbeda-beda
tergantung individu petani tersebut. Berikut ini merupakan tabel yang
menunjukkan data arti hidup cukup bagi para petani di Desa Watangsono.
Manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan beragam yang sifatnya
tak terbatas. Setelah kebutuhan yang satu terpenuhi maka seiring naiknya
taraf hidup, kebutuhan yang lain mengikuti. Manusia cenderung tidak puas
dengan apa yang telah dimilikinya. Begitu pula tentang arti hidup cukup
yang setiap orang mempunyai ukuran yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya dalam mengartikan hidup cukup itu sendiri. Berikut ini disajikan
data tentang definisi hidup cukup bagi petani di Desa Watangsono.
39. 39
Tabel 4.2.3Arti hidup cukup bagi petani di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No
1
Uraian
Apakah yang diartikan hidup cukup oleh petani
a. Asal bisa makan sehari-hari sekeluarga.
b. Asal bisa makan, membeli pakaian sekedarnya,
mempunyai rumah sederhana
c. Asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah
dan bisa menyekolahkan anak.
d. Asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah
dan bisa menyekolahkan anak dan bisa membiayai
kebutuhan sekunder seperti tanah, TV, sepeda motor,
dll.
Σ
%
17
2
85
10
0
0
1
5
Sumber : Data Primer
Dari 4.2.3 Arti Hidup Cukup bagi Petani di Desa Waatangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri sebanyak 10 % mengartikan
asalkan
bisa
makan,
membeli
pakaian
sekedarnya,
mempunyai
rumahsederhana, kemudian 85 % mengartikan asal bisa makan sehari–hari
sekeluarga, 0% responden mengartikan hidup cukup asalkan mereka bisa
makan, membeli pakaian, mempunyai rumah dan bisa menyekolahkan anak.
Terdapat 5 % Asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah,
membiayai sekolah, membeli kebutuhan sekunder seperti tanah, TV, sepeda,
motor, dll.Dari data diatas akan diketahui bahwa sebagian besar responden
mengartikan hidup cukup asalkan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal
ini menandakan bahwa masyarakat di Desa Watangsono memiliki pola
kehidupan yang sederhana.
b. Kegiatan Mencari Nafkah di Desa Watangsono
Kegiatan mencari makan atau matapencaharian petani biasanya
dilakukan hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Bagi
mayoritas petani kebutuhan yang paling pokok ialah makan sehingga mereka
bekerja untuk menghasilkan makanan yang kelak akan dimakan sekeluarga.
Selain itu juga untuk membeli pakaian seadanya dan menyekolahkan anak.
Hasil panen biasanya juga digunakan untuk membiayai musim tanam
selanjutnya sehingga mereka tidak perlu lagi mencari tambahan modal untuk
melakukan kegiatan pertanian.
40. 40
Tabel 4.2.4 Kegiatan mencari nafkah di Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No Uraian
2. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah baik usaha tani maupun
usaha lainnya responden bekerja
a. Sekedar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
b. Berkeinginan memperoleh sesuatu (misal menaikkan
status dengan membeli tanah/rumah/barang-barang
sekunder/naik haji)
c. Berkeinginan memperbesar usahanya atau membuka
usaha baru atau bekerja dibidang lainnya.
d. Lainnya
3. Selain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi
keinginannya responden
a. Sekedar melakukan usaha yang ada, pasrah (menerima
apa adanya)
b. Berkeyakinan usaha saat ini bisa memberi hasil yang baik
c. Berusaha memberi tambahan penghasilan dengan
berusaha/bekerja di bidang lain
d. Berkeinginan pindah usaha (meninggalkan pekerjaan tani)
setelah memiliki usaha/pekerjaan baru
e. Lainnya
4. Apakah Bapak/Ibu ingin memperbaiki nasib yang lebih baik dari
sekarang?
a. Selalu ingin memperbaiki,….
b. Kadang muncul keinginan memperbaiki…
c. Tidak pernah berkeinginan memperbaiki…
d. Lainnya…
5. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah, petani selalu
berorientasi/berpedoman pada :
a. Pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnya
b. Berdasarkan kemampuan yang ada saat ini
c. Belajar pada penyuluh atau pengusaha lain, mencari
informasi baru untuk usahanya dan melakukan
perencanaan kerja
d. Lainnya
9. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah dan kegiatan sosial
petani:
a. Bekerja berdasarkan petunjuk/nasihat orang tua, tokoh
masyarakat (kepala desa, ulama, penyuluh)
b. Bekerja dengan mengutamakan kerjasama dengan warga
desa
c. Bekerja sesuai kebutuhan/ situasi yang dihadapi
d. Lainnya
Sumber : Data Primer
Σ
%
17 85
2 10
0
0
1
5
14 70
3
3
15
15
0
0
0
0
15
3
2
0
75
15
10
0
11 55
8 40
1 5
0
0
14 70
4
20
2
0
10
0
41. 41
Berdasarkan Tabel 4.2.4 Kegiatan Mencari Nafkah di Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, menunjukkan sebagian besar
responden di Desa Watangsono mencari nafkah hanya untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari, yaitu sebanyak 85 %, kemudian 10% dari hasil tersebut
disimpulkan bahwa responden di Desa Watangsono bekerja untuk memiliki
sesuatu seperti menaikkan status dengan membeli tanah, rumah dan barangbarang sekunder juga untuk naik haji. Terdapat 0% yang lain, mencari nafkah
untuk memperbesar usahanya. Dan 5% yang melaksanakan kegiatan mencari
nafkah untuk sesuatu yang lainnya.
Dalam melakukan usaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya 70%
responden selalu berkeyakinan bahwa usaha yang dilakukan dapat memberi
hasil yang baik, kemudian 15% responden lainnya berkeyakinan usaha sehat
yang dilakukan dapat memberikan hasil yang baik, sedangkan 15% lagi dari
responden berusaha memberi tambahan penghasilan dengan berusaha bekerja
di bidang lain. Tidak ada responden yang berkeinginan pindah usaha atau
meninggalkan pekerjaan tani setelah memiliki usaha atau pekerjaan baru.
Responden dalam kegiatan mencari nafkah mayoritas sebanyak 40%
berpedoman pada kemampuan sendiri yang ada saat ini, 55% berpedoman
pada pengalaman orang tua sebelumnya, 5% yang lain selalu belajar pada
tokoh masyarakat dan juga penyuluh pertanian dalam rangka mencari
informasi baru untuk kelangsunga usahanya.
Dalam bekerja sebanyak 70% dari responden bekerja berdasarkan
petunjuk/nasehat orang tua yang cenderung turun temurun, tokoh masyarakat
(kepala desa, pemuka masyarakat, dan penyuluh) , kemudian 20% yang lain
bekerja dengan mengutamakan kerjasama dengan warga desa, dan sisanya 10%
petani bekerja sesuai kebutuhan yang dihadapi.
c. Keputusan Dalam Usaha Tani
Pengambilan keputusan dalam usahatani petani lakukan dengan
berbagai cara. Pertimbangan dalam pengembangan usahatani memerlukan
banyak pendapat dari keluarga maupun tetangga, banyak pemikiran yang
memberikan masukan. Tabel di bawah ini menyajikan cara pengambilan
42. 42
keputusan yang dilakukan oleh petani. Dalam pengambilan keputusan, banyak
sekali pertimbangan yang harus dipikirkan.
Tabel 4.2.5 Keputusan Dalam Usahatani di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No.
6.
7.
8.
Uraian
∑
Setiap ada inovasi atau sesuatu yang baru dalam
praktek usahatani, responden :
a. Langsung menerapkan
2
b. Kadang-kadang menerapkan
6
c. Tidak pernah menerapkan
12
Ketika mengambil keputusan, responden :
a. Selalu melibatkan anggota keluarga lain
14
b. Kadang-kadang melibatkan
4
c. Tidak pernah melibatkan
2
Yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan:
a. Istri
3
b. Suami
10
c. Keluarga
4
d. Orang tua
0
e. Tetangga
0
%
10
30
60
70
20
10
18
59
23
0
0
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.5 Pengambilan Keputusan Dalam Usaha Tani
Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dapat dilihat
bahwa responden yang langsung menerapkan jika ada inovasi baru adalah
sebanyak 2 orang atau sebesar 10%, yang kadang-kadang menerapkan
terkadang tidak ada sebanyak 6 orang atau sebesar 30%, kemudian yang tidak
pernah menerapkan ada sebanyak 12 orang atau sebesar 60%. Responden yang
selalu melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan jika ada suatu
masalah sebanyak 14 orang atau sebesar 70%, yang kadang–kadang ada 4
orang sebesar 20%. Ada pun juga yamg tidak pernah melibatkan keluarga
yaitu 2 orang atau sebesar 10 %. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
pengambilan keputusan melibatkan keluarga disebabkan adanya rasa saling
memiliki antar masing- masing anggota keluarga dan karena adanya
kepercayaan yang tinggi terhadap masing- masing anggota keluarga.
43. 43
d. Penggunaan Pendapatan Petani
Pendapatan yang dihasilkan oleh petani, biasanya digunakan petani untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari, atau apabila dari pendapatan
terdapat sisa maka biasanya sisa dari pendapatan tersebut, ditabung dalam
bentuk uang atau diinvestasikan. Tabungan tersebut biasanya digunakan untuk
cadangan sampai musim panen yang akan datang.
Tabel 4.2.6 Penggunaan Pendapatan Petani di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No
10.
11.
12.
13.
Uraian
Untuk apa sajakah pendapatan petani digunakan
a. Konsumsi
b. Tabungan
c. Investasi
d. Lainnya
Dalam bentuk apa petani menabung?
a. Barang berharga (harta kekayaan seperti
rumah, alat transportasi, alat rumah
tangga/perhiasan/emas batangan)
b. Uang tunai di rumah
c. Ditabung di bank
d. Lainnya
Tujuan menabung
a. Keperluan mendadak atau mendesak
b. Modal usaha
c. Pendidikan anak
d. Naik haji
e. Lainnya
Dalam bentuk apa petani melakukan investasi
a. Investasi alat dalam usahatani (cangkul,
sabit,dll)
b. Membeli tanah
c. Investasi usaha lain (luar usahatani seperti
membuka warung, berdagang, industri rumah
tangga)
d. Lainnya
Σ
%
20
8
9
0
54,1
21,6
24,3
0
1
8,3
7
0
4
58,3
0
33,4
3
0
4
0
5
25
0
33,3
0
41,7
10
66,7
5
0
33,3
20
0
0
Sumber : Data Primer
Kebanyakan masyarakat petani menggunakan pendapatannya sebagai
konsumsi atau hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari yaitu sebanyak
54,1%. Petani yang menggunakan pendapatannya sebagai investasi sebanyak
24,3%.. Kebanyakan para petani menginvestasikan pendapatannya untuk
44. 44
barang-barang berharga seperti emas, tanah, ternak (kambing, ayam, sapi,
kerbau) dll. Petani yang menggunakannya untuk tabungan ialah sebanyak
21,6%. Biasanya para responden menabung atau berinvestasi dalam bentuk
tabungan di bank atau pun koperasi baik koperasi desa maupun koperasi tani.
Tujuan responden menabung adalah untuk kebutuhan mendesak atau
mendadak.
Mereka menabung dalam bentuk barang berharga (harta kekayaan,
rumah, perhiasan, dll) sebanyak 8,3 %, dalam bentuk uang tunai di rumah
sebanyak 58,3%, ditabung di bank sebanyak 0% dan sisanya adalah lainnya
sebesar 33,47%. Tujuan menabung dari petani yaitu mayoritas petani
mengusahakan untuk keperluan mendesak sebesar 25%, untuk modal usaha
sebanyak 0% , pendidikan anak sebesar 33,3%, dan untuk keperluan lainnya
sebesar 41,7%. Disamping untuk ditabung, petani juga menginvestasikan
pendapatan mereka pada usaha lain (diluar usaha tani, seperti membuka
warung, berdagang, industri rumah tangga) sebesar 0%. Sebesar 66,7% lainnya
menginvestasikan masing-masing pada alat dalam usaha tani, serta sebesar
33,3 % adalah menginvestasikan untuk membeli tanah dan hewan ternak.
e. Tingkat Kerukunan Masyarakat di Desa Watangsono
Manusia ialah makhluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan
dan peranan orang lain. Akan tetapi tidak berarti manusia itu selalu harus
bergantung pada orang lain pula. Dalam kehidupan bermasyarakat setiap
individu mempunyai
dan menjalankan peranan yang berbeda dalam
melaksanakan statusnya sebagai makhluk sosial.
Adanya konflik antar inidividu menunjukkan ketidaksinkronan antar
peran dari masing- masing individu. Dalam hal ini berarti seseorang cenderung
menganut nilai dan paradigma yang berbeda dengan orang yang lainnya
sehingga timbul perselisihan baik individu dengan individu, individu dengan
kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
45. 45
Tabel 4.2.7 Tingkat Kerukunan Masyarakat di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No
14.
15.
.
Uraian
Apabila Bapak/Ibu mendapat bantuan/sumbangan apakah
wajib membalas memberikan bantuan dikemudian hari?
a. Wajib membalas
b. Boleh membalas, boleh tidak membalas
(sukarela)
c. Tidak diharuskan memberikan balasan
Kalau jawaban pada nomor 14 adalah a atau b. Berapa
besar sumbangan itu harus dibalas?
a. Boleh lebih sedikit dari sumbangan yang pernah
diterima
b. Sama besarnya dengan nilai sumbangan yang
pernah diterima
c. Lebih besar dari nilai sumbangan yang pernah
diterima
Jika seseorang tidak mampu membalas sanksi apa yang
biasanya dihadapi:
Tidak ada (hanya rasa malu)
Σ
%
1 5
18 90
1 5
20 100
0
0
0
0
20 100
Sumber : Data Primer
Para responden merasa wajib membalas jika mendapatkan bantuan atau
sumbangan. Besarnya balasan sama besarnya dengan nilai sumbangan atau
sudah ada kelayakan tersendiri (ada standarisasi), jika tidak bisa membalas
tidak ada sanksi tertentu namun para responden akan merasa tidak enak hati
jika tidak membalas sumbangan. Salah satu reponden juga menekankan bahwa
dasar pembalsan atas sumbangan tersebut adalah keikhlasan.
Berdasarkan
Tabel
4.2.7
Tingkat
Kerukunan
Masyarakat
Desa
Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiridiketahui bahwa
responden menjawab jika setiap ada sumbangan di Desa Watangsono
responden memilih jawaban wajib membalas sumbangan sebanyak 1 orang
(5%). Adapula yang beranggapan untuk boleh membalas atau tidak membalas
yaitu sebanyak 18 orang (90%). Dan 1 orang (5%) responden lagi beranggapan
tidak diharuskan memberi balasa. Dan disimpulkan bahwa semua responden
menyatakan nilai sumbangan tersebut boleh lebih sedikit dari sumbangan yang
pernah diterima (100 %). Jika ada warga yang tidak dapat membalas
sumbangan tersebut tidak ada sanksi baginya, namun akan timbul rasa malu
46. 46
pada warga yang tidak dapat membalas sumbangan tersebut, oleh karena itu
warga Watangsono berusaha untuk membalas semampu mungkin sumbangan
yang telah diberikan kepadanya.
f. Kegiatan Panen Masyarakat
Petani dalam melakukan kegiatan panennya memiliki cara masingmasing sesuaidengan kebutuhan dan statusnya sebagai petani. Masyarakat
Desa Watangsono juga demikian. Setiap petani mempunyai cara yang berbeda
dalam kegiatan panennya. Setelah masa penanaman, maka petani akan
memanen hasil, pada saat panen ini, petani melakukan kegiatan-kegiatan yang
akan diuraikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2.8 Kegiatan Panen Masyarakat di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No
16.
Uraian
Dalam melakukan kegiatan panen petani :
a. Menebaskan pada orang lain
b. Dikerjakan oleh anggota keluarga dibantu kerabat
c. Dikerjakan tetangga (wanita) warga desa tertentu
saja (yang diundang saja)
d. Dikerjakan tetangga (wanita) warga desa siapa saja
tanpa dibatasi jumlahnya
e. Lainnya
Σ
%
2
8
6
10
40
30
3
15
1
5
Sumber : Data Primer
Dalam melakukan kegiatan panen hasil pertanian para responden
dibantu oleh anggota keluarga dekat dan kerabat dekat mereka sendiri. Dari
Tabel 4.2.8 Kegiatan Panen Masyarakat Desa Watangsono Kecamatan
Jatisrono Kabupaten Wonogirimengenai kegiatan panen masyarakat di Desa
Watangsono yang diperoleh dari kegiatan panen masyarakat didapat 40 %
responden memilih dikerjakan oleh anggota keluarga dibantu kerabat. Karena
dengan dibantu kerabat, kepala keluarga dapat menghemat biaya untuk
membayar buruh atau memberi upah dan jatah makan pada tetangga yang ikut
membantu. Selain itu dampak lainnya adalah mereka dapat mengolah lahannya
dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Tapi ada juga
responden yang memilih dikerjakan tetangga warga desa tertentu (30%). Ada
juga yang menebaskan kepada orang lain (10%). Dikerjakan tetangga warga
47. 47
desa siapa saja tanpa dibatasi jumlahnya (15%). Yang paling banyak adalah
mengkombinasikan antara menebaskan dan dikerjakan oleh anggota keluarga
atau lainnya (5%).
3. Kelembagaan Hubungan Kerja Luar Pertanian
Kebutuhan sehari-hari yang semakin meningkat belum cukup terpenuhi
dengan hasil dari meladang atau menjadi penggarap di lahan sendiri maupun
orang lain. Warga Desa Watangsono merasa belum cukup dalam pemenuhan
kebutuhan setiap harinya, maka dari itu masyarakat memerlukan pekerjaan
tambahan selain menjadi penggarap sawah. Masyarakat akan merasa puas meski
mereka hanya dapat makan tiga kali sehari saja.
a. Mata Pencaharian dan motivasi bekerja di luar pertanian
Pekerjaan di luar pertanian adalah bagian lain dari hidup petani. Karena
dengan pekerjaan tersebut petani dapat bertahan hidup selagi lahan yang
diolahnya belum berbuah. Meski kebanyakan petani di desa adalah petani
subsisten mereka juga mulai berpikiran untuk menambah penghasilannya agar
dapat menyisihkan uang untuk kehidupan keturunannya. Di bawah ini adalah
tabel tentang mata pencaharian yang dilakukan oleh warga Desa Watangsono
Kecamatan Jatisrono Tahun 2013.
48. 48
Tabel 4.2.9 Mata Pencaharian dan Motivasi Bekerja di Luar Pertanian di Desa
Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun
2013
No
.
Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pekerjaan
Pend/Thn
Motivasi
1
2
3
Ceklok mete
Rp. 22.550.000
4
Ceklok mete
Rp. 7.600.000
5
Ceklok mete
Rp. 36.500.000
Mencukupi
kebutuhan
Mencukupi
kebutuhan
Mencukupi
kebutuhan
6
7
Ceklok mete
Rp. 12.775.000
8
Jual gorengan Rp. 1.800.000
Pekerjaan
Pend/Thn
Motivasi
Mendapatka
n hasil yang
lebih
Memenuhi
kebutuhan
Menambah
kecukupan
hidup
9
Jual bakso
Rp. 9.000.000
10
11
12
Ceklok mete
Rp. 3.360.000
Menambah
penghasilan
13
14
Jual gorengan Rp. 2.880.000
Menambah
biaya hidup
15
16
17
Ceklok mete
18
Jual gorengan Rp. 2.700.000
19
20
Σ
Rp. 2.920.000
Mencukupi
kebutuhan
Menambah
penghasilan
Rp. 102.085.000
Sumber : Data Primer
Motivasi bagi mereka yang memiliki pekerjaan sampingan yaitu untuk
menambah penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan ada juga
untuk mencukupi makan sehari- hari yang terkadang masih kurang. Ada pula
yang mencari pendapatan tambahan untuk mencukupi kebutuhan. Untuk semua
49. 49
lapisan masyarakat pedesaan, pendapatan yang berasal dari kegiatan non
pertanian merupakan tambahan pendapatan yang sangat esensial. Penghasilan
dari usaha tani sering kali rendah sehingga tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka, maka petani mencari pekerjaan lain di luar usaha
tani.
b. Fasilitas dan Cara Mendapatkan Pekerjaan di Luar Pertanian
Petani tidak hanya bekerja sebagai petani saja, tetapi mereka juga
bekerja di luar sektor pertanian demi mencukupi kebutuhan hidup mereka yang
masih kekuranganm dalam bekerja di luar pertanian tersebut mereka juga
mendapatkan fasilitas-fasilitas untuk menunjang pekerjaan yang mereka
lakukan. Fasilitas-fasilitas yang diterima dari tiap-tiap responden ada yang
berbeda da nada juga yang sama. Uraiannya dapat dilihat pada tabelberikut.
Tabel 4.2.10 Fasilitas dan Cara Mendapatkan Pekerjaan Luar Pertanian Desa
Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun
2013
No Uraian
1. Selain mendapat upah apakah responden tersebut masih :
a. Mendapat jaminan lainnya (makanan, hadiah lebaran)
b. Ikut membantu dalam kegiatan rumah tangga majikan
c. Digolongkan dalam istilah tertentu : buruh masih saudara
atau kerabat, buruh dengan kontrak kerja, buruh lepas
atau tanpa ikatan
d. Lainnya
2. Siapa yang memberikan pekerjaan diluar pertanian tersebut
a. Mencari atau berusaha sendiri
b. Ikut saudara
c. Diajak teman atau saudara
d. Lainnya
Σ
%
4
0
80
0
0
1
0
20
7
0
4
0
87,5
0
12,5
0
Sumber : Data Primer
Bagi petani yang menjadi responden dan memiliki pekerjaan diluar
sektor pertanian, ketika ia bekerja diluar sektor pertanian selain mendapatkan
gaji juga mendapatkan jaminan lainnya seperti makan, tunjangan hari raya atau
sebagainya ada 80% atau sebanyak 4 orang dari 20 orang responden, yang ikut
membantu dalam kegiatan rumah tangga majikan sebanyak 0%,
yang
digolongkan dalam istilah tertentu misalnya : buruh masih saudara/kerabat,
buruh dengan kontrak kerja, buruh lepas/tanpa ikatan ada 0%. Petani tersebut
50. 50
memperoleh pekerjaan di luar pertanian dengan mencari sendiri sebanyak 1
orang 20%. Petani yang mendapatkan pekerjaan dengan ikut saudara sebanyak
0%. Ada 1 orang 12,5% reponden yang bekerja karena diajak teman atau
saudara.
4. Kelembagaan Hubungan Kerja Keluarga Petani
a. Orang Tua Petani
Dalam rumah tangga petani, biasanya juga masih terdapat orang tua
petani. Orang tua responden petani memegang peranan terhadap mata
pencaharian anaknya saat ini. Berikut ini disajikan secara rinci tentang
kelembagaan hubungan kerja keluarga petani di Desa Watangsono:
Tabel 4.2.11 Orang Tua Petani di Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No Uraian
1. Apakah jenis pekerjaan orang tua responden? Petani
2.
a. Apakah orangtua responden masih ikut bekerja
dalam usahatani responden
a. Ya
b. Tidak
b. Kalau Ya, apakah mereka diberi upah
a. Ya
b. Tidak
Σ
20
%
100
1
19
5
95
1
0
100
0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.2.11 Orang Tua Responden di Desa
Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dapat diketahui
bahwa sebagian besar pekerjaan orang tua responden adalah sebagai petani
sebanyak 100%.Orang tua responden yang masih bekerja sebanyak5%
sedangkan kebanyakan sudah tidak bekerja karena sudah lanjut usia atau
telah wafat sebanyak 95%. Dari orang tua responden masih bekerja maka
yang diberi upah ialah sebesar 100% .
b. Peran Anggota Keluarga dalam Kegiatan Usaha Tani
Usaha pertanian umumnya menggunakan banyak tenaga kerja luar
keluarga (walaupun masih mempunyai kaitan kekerabatan) sehingga tidak
tercipta masyarakat yang sebagian besar usaha taninya dikerjakan oleh para
51. 51
keluarganya. Hal ini disebabkan masih kurangnya tenaga kerja yang berasal
dari keluarga dan dapat membantu orang lain terutama tetangga agar
memperoleh pekerjaan yang layak. Anggota keluarga tani juga berperan
dalam kegiatan usaha tani. Tabel di bawah ini akan menguraikan tentang
peran anggota keluarga dalam kegiatan usaha tani.
Tabel 4.2.12Peran Anggota Keluarga Dalam Kegiatan Usahatani di
DesaWatangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri
Tahun 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
Kegiatan Usahatani
Pengolahan Lahan
Pengairan
Pembibitan
Penanaman
Pemupukan
Penyiangan
Panen
Pascapanen
Pria
Jml
0
0
0
0
2
4
4
Wanita
%
0
0
0
0
100
Anak
jml
1
0
0
1
0
3
3
Jml
0
0
0
0
0
0
0
%
100
0
0
100
0
%
0
0
0
0
0
0
0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.2.12 Peran Anggota Keluarga dalam Kegiatan
Usahatani di Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri
dapat disimpulkan bahwa hanya bapak dan ibu yang berperan aktif dalam
kegiatan usaha tani. Dengan adanya bantuan dari anggota keluarga
responden tidak memerlukan atau hanya sedikit mendapat bantuan dari
orang lain. Anggota keluarga selalu bekerja di sawah pertanian, sehingga
secara otomatis pekerjaan cepat selesai dan tidak memerlukan uang untuk
membayar upah pada mereka yang bekerja.Dalam bekerja melakukan usaha
tani terdapat penggolongan jenis pekerjaan antar laki-laki dan wanita.
Semua Pekerjaan dilakukan laki-laki. Sedangkan wanita dalam kegiatan
usaha tani melakukan pengolahan lahan, penanaman, penyiangan dan
pemberantasan hama, serta panen serta pasca panen.
Organisasi dibentuk untuk menangani tugas-tugas atau pembagian
tugas yang diatur sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan
bersama.Keluarga
dicirikan
adanya
hubungan
pimpinan
dan
anggota.Ayah/kaum pria sebagai pemimpin keluarga mempunyai tugas yang
52. 52
lebih berat sedangkan kaum peremuan/ibu mepunyai tugas yang lebih
ringan dibanding kaum pria dan yang terakhir adalah anak-anak yang
mempunyai tugas paling ringan.
5. Kelembagaan Pertanian dan Pedesaan
a. Asal Modal Usaha Tani
Petani di pedesaan pastilah memerlukan modal usaha untuk
menjalankan kegiatan bercocok tanam. Cara untuk mendapatkan modal
tersebut cenderung beragam. Akan tetapi di desa sendiri juga biasanya
memiliki lembaga keuangan sendiri dengan anggotanya seluruh warga desa.
Dalam rumah tangga petani, biasanya juga mempunyai modal yang
digunakan untuk usaha tani, hal yang berkaitan dengan modal usaha tani
tersebut akan diuraikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2.13 Daftar Pertanyaan Asal modal Usahatani Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri Tahun 2013
No Uraian
1. Modal usaha para responden yang didapatkan dalam
menjalankan usahatani diperoleh dari
a. Milik sendiri/Keluarga/Tabungan
b. Pinjam dari tetangga/kerabat
c. Pinjam dari lembaga keuangan
d. a dan b
e. a dan c
2. Untuk menjalankan usahatani, apabila Bapak/Ibu
harus meminjam modal, dari siapakah modal
dimaksud berasal? Mengapa saudara pilih sumber
modal tersebut?
Kerabat atau Saudara
Tetangga
Σ
%
15
3
0
2
0
75
15
0
10
0
3
9
25
75
Sumber : Data Primer
Data Tabel 4.2.13 Asal Modal Usaha Tani di Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dapat diketahui bahwa bahwa
sebagian besar masyarakat di Desa Watangsono menggunakan modal
milik pribadi dalam menjalankan kegiatan usaha tani mereka. Hal tersebut
disebabkan karena berbagai alasan, seperti takut hutang, takut dikejarkejar belum ada bantuan, dan alasan utamanya adalah karena
53. 53
menggunakan modal pribadi masih cukup.Ada pula yang meminjam pada
saudara atau kerabat sebesar 25%. Masyarakat yang sumber modalnya
perpaduan antara uang pribadi dengan hasil meminjamtetangga sebanyak
75% .
b. Asal Saprodi
Dalam usaha pertanian dibutuhkan alat – alat atau sarana produksi
yang digunakan untuk usaha tani demi menunjang proses produksi. Alat –
alat tersebut bisa berasal dari membeli atau bisa juga dari meminjam atau
menyewa dari tetangga, kerabat maupun orang lain serta membuat alat
sendiri. Dalam kegiatan membeli alat saprodi dilakukan di toko saprodi
maupun dipasar.
Tabel 4.2.14 Asal Saprodi di Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri
Jenis Saprodi Cangkul
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Uraian
Keterangan
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Sumber : Data Primer
Jenis Saprodi Sabit
Cara
Pembayaran
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Kredit
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Asal
Keterangan
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sendiri
Sewa
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Beli sendiri
Bantuan dinas
Cara
Pembayaran
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Kredit
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
Tunai
54. 54
Data Tabel 4.2.13 Asal Modal Usaha Tani di Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dapat diketahui bahwa bahwa
sebagian besar masyarakat di Desa Watangsono menggunakan modal
milik pribadi dalam menjalankan kegiatan usaha tani mereka. Hal tersebut
disebabkan karena berbagai alasan, seperti takut hutang, takut dikejarkejar belum ada bantuan, dan alasan utamanya adalah karena
menggunakan modal pribadi masih cukup.Ada pula yang meminjam pada
saudara atau kerabat sebesar 25%. Masyarakat yang sumber modalnya
perpaduan antara uang pribadi dengan hasil meminjamtetangga sebanyak
75% .
c. Pemanfaatan dan Pemasaran Hasil
Hasil-hasil yang diperoleh oleh petani responden serta pemasaran
yang dilakukan dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.2.15 Pemanfaatan dan Pemasaran Hasil
No Uraian
5. Bagaimana cara pemanfaatan hasil usahatani yang
Bapak/Ibu peroleh?
a. Dikonsumsi semua
b. Dijual semua
c. Sebagian dikonsumsi dan sebagian dijual
d. Lainnya….
6. Bagaimana cara menjual hasil usahatani yang
Bapak/Ibu peroleh? Jelaskan mengapa Bapak/Ibu
memilih cara tersebut!
Jawab : menjual ke penebas, karena lebih mudah
dalam penjualan
7. Pihak mana saja yang terlibat dalam pemasaran hasil
usaha tani yang saudara Bapak/Ibu peroleh dan
jelaskan secara rinci!
Jawab : penebas
Σ
%
7
2
16
0
28
8
64
0
Sumber: Data Primer
Dari data haasil pengamatan mengenai pemanfaatan dan pemasaran
hasil produk pertanian diperoleh bahwa sebagiana besar dari hasil pertanian
dikonsumsi dan sebagian besar dijual yaitu sebesar 64% dari jumlah
respoden. Sebagian besar responden menjual hasil usahatani mereka dengan
menjual kepenebas dengan alas an karena lebih mudah dalam penjualannya.
55. 55
Pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran hasil usahatani diantaranya
adalah penebas, dan penjual di toko.
d. Pemanfaatan Lembaga Keuangan
Keberadaan lembaga keuangan seperti koperasi dan bank sangat
diperlukan dalam peningkatan usahatani. Petani dapat memanfaatkan
keberadaan lembaga keuangan tersebut seperti meminjam uang untuk
permodalan dalam peningkatan usaha tani. Dalam rumah tangga petani, ada
yang mamanfaatkan lembaga keuangan desa dan ada pula yang tidak.
Berikut ini tabel pemanfaatan lembaga keuangan Desa Watangsono,
Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
Tabel 4.2.16 Pemanfaatan lembaga Keuangan
No 1. Koperasi
prnh Blm
1
√
2
√
3
√
4
√
5
√
6
√
7
√
8
√
9
√
Alasan
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Kurang Tahu
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Tidak bias
Lokasi Jauh
Dana cepat cair
10
11
12
13
14
15
16
17
√
√
√
√
√
√
√
√
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Kurang Tahu
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Dana cepat cair
18
19
20
∑
%
√
√
√
19
95
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
Lokasi Jauh
1
5
Sumber: Data Primer
ket
Untuk
Modal
Untuk
Modal
-
2. Bank
prnh blm
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Alasan
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
ket
-
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
Ada Bunga
-
√
Ada Bunga
√
Ada Bunga
√
Ada Bunga
25
100
-
√
√
√
√
√
√
√
√
-
56. 56
Data hasil pengamatan mengenai pemanfaatan lembaga keuangan di
Desa Watangsono diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat di desa ini
belum dimanfaatkan secara optimal lembaga keuangan yang adam
khususnya lembaga keuangan jenis bank. Hal ini dibuktikan dari data yang
menunjukkan betapa sedikitnya warga yang memanfaatkan adanya
kelompok tani, yaitu hanya 5% saj adari jumlah keseluruhan responden. Hal
ini disebabkan oleh faktor-faktor, salah satunya adalah kurangnya informasi
yang sampai ke petani
6. Hubungan Kerja Agraris
a. Macam Status Petani berdasarkan penguasaan lahan
Hubungan para petani satu dengan para petani lain yaitu hubungan
agraris. Petani-petani di desa Desa Watangsono terdiri dari bermacammacam status antara lain: pemilik penggarap,penyakap, dan buruh tani.
Petani di Desa Watangsono kebanyakan berstatus buruh tani dan pemilik
penggarap , karena di Desa Watangsono banyak yang tidak memiliki lahan
sendiri sehingga tidak bisa
terdapat petani penyakap.
dikerjakan sendiri. Desa Watangsono juga
57. 57
Tabel 4.2.17 Petani di Desa Watangsono
No Status Petani
Nama
Status
Responden
1.
Sakem
Buruh Tani
2.
Sari
Pemilik Penggarap
3.
Daryanti
Pemilik Penggarap
4.
Parmi
Buruh Tani
5.
Satiyem
Pemilik Penggarap
6.
Sukinem
Petani Penyakap
7.
Surtini
Petani Penyakap
8.
Kasmi
Buruh Tani
9.
Warto
Buruh Tani
10. Sumarmi
Pemilik Penggarap
11. Juminah
Buruh tani
12. Marmi
Pemilik Penggarap
13. Satinem
Petani Penyakap
14. Rijem
Buruh Tani
15. Paimin
Pemilik Penggarap
16. Subarjo
Buruh Tani
17. Sri Hartuti
Buruh Tani
18. Sudarmo
Buruh Tani
19. Sri Rejeki
Buruh Tani
20. Kasto
Buruh Tani
Sumber : Data Sekunder
Komoditas
yang ditanam
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Sama
Dari hasil pengamatan mengenai status petani di Desa Watangsono
menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Desa Watangsono merupakan
Buruh Tani dan sisanya merupakan Petani Pemilik Penggarap dan Petani
Penyakap. Di Desa Watangsono tidak ditemukan Petani Penyewa. Hampir
semua responden mengelola usahataninya dengan komoditas yang sama
yaitu padi dan jagung.
b. Bentuk pengupahan
Segala pekerjaan yang dilakukan dalam masyarakat desa meskipun orang
tersebut ikhlas dalam membantu tetapi masih mendapatkan imbalan sebagai
penghargaan. Tetapi dalam usahatani membantu dalam pengolahan lahan
dan dalam peningkatan hasil usaha tani bertujuan untuk menambah
penghasilan. Jaminan yang diberikan kepada penggarap pun beragam. Tabel
58. 58
di bawah ini akan menjelaskan tentang bentuk pengupahan penggarap lahan
usahatani.
Tabel 4.2.18 Bentuk Pengupahan Usaha Tani Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Jenis Usaha Tani
Besar (Rp)
30.000
17.000
Bentuk
Uang
Uang
Jaminan
Makan
Makan
Jenis Pekerjaan
Matun
Panen
40.000
10.000
40.000
Uang
Uang
Uang
Makan
Makan
Makan
Matun
Tandur
Tandur, Matun
25.000
25.000
25.000
15.000
12.000
15.000
30.000
25.000
18.000
30.000
10.000
15.000
30.000
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Uang
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Makan
Panen, Tandur, Matun
Macul, Tandur
Matun
Tandur, Matun
Daud, Tandur
Matun
Panen, Matun
Macul
Tandur, Matun
Tandur
Tandur
Daud, Matun
Macul
Sumber : Data Sekunder
Data hasil pengamatan mengenai bentuk pengupahan menunjukkan
nilai upah dari para responden yang bekerja sebagai buruh tani dengan jenis
pekerjaan daud, tandur, matun, macul mendapatkan upah dengan nilai
nominal berkisar antara Rp10.000,00 sampai dengan Rp 40.000,00 per
harinya. Selain itu mereka juga mendapatkan jaminan berupa makan pagi dan
makan siang.
Pekerjaan sebagai buruh tani mereka jalani karena mereka
menganggap bahwa penghasilan yang mereka hasilkan dari usaha bertani
mereka sendiri masih kurang guna mencukupi kebutuhan keluarga mereka.
Dari pengamatan kami tentang responden yang juga berstatus sebagai buruh
tani, mereka pada umumnya memiliki tingakat kesejahteraan yang bisa
59. 59
dikatakan kurang. Menurut mereka dengan mereka menjadi buruh tani,
setidaknya setiap hari mereka bisa mencukupi segala kebutuhan sehari-hari.
7. Kosmopolitan
a. Mobilitas
Selain melakukan kegiatan di desanya sendiri, masyarakat Desa
Watangsono juga melakukan kegiatan di luar desa. Dalam melakukan kegiatan
atau aktivitas-aktivitas di luar desa tersebut, petani juga memerlukan alat
transportasi, jenis kegiatan dan alat transportasi yang biasa digunakan oleh
petani.kegiatan yang dilakukan di luar desa tersebut dilakukan karena berbagai
alas an, diantaranya adalah untuk bersilaturahmi dengan kerabat ataupun untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tabel 4.2.19 Mobilitas Petani Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri
Mobilitas
a. Berapa kali responden melakukan kegiatan di luar desa
dalam satu bulan
1) Tidak pernah
2) 1-4 kali
3) 5-10 kali
4) >10 kali
b. Kegiatan tersebut berkaitan dengan
1) Mencari nafkah
2) Melengkapi kebutuhan rumah tangga
3) Mengunjungi tempat hiburan (sekatenan, wayang
orang, dll)
4) Mengunjungi saudara
5) Lainnya.....
c. Alat transportasi yang digunakan
1) Milik sendiri
2) Angkutan umum
3) Lainnya.....
Σ
%
7
14
4
0
28
56
16
0
0
10
2
15
0
0
37
7,4
55.6
0
19
6
0
76
24
0
Sumber : Data Primer
Data table 4.2.19 Mobilitas Petani di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri diperoleh dalam melakukan kegiatan keluar
desa. Warga Desa Watangsono biasanya melakukan kegiatan keluar desa untuk
mencari nafkah sebanyak 6 orang dengan presentase 35,3%, untuk melengkapi
kebutuhan rumah tangga atau pergi kepasar sebanyak 8 orang dengan
60. 60
presentase 47,1%, mengunjungi tempat hiburan sebanyak0%, mengunjungi
saudara sebanyak3 orang dengan presentase 17,6% serta jika ada keperluan
lainnya
juga sebanyak 0% yang umumnya melakukan kegiatan seperti
menghadiri pernikahan dan lain sebagainya. Dalam melakukan kegiatan keluar
desa masyarakat Desa Watangsono menggunakan alat transportasi milik sendiri
dengan jumlah responden 2 orang dengan persentase sebanyak 22,2% dan
biasanya mereka menggunakan sepeda motor atau pun mobil pribadi.
Sedangkan sebanyak 7 responden atau 55,6% dari responden warga Desa
Watangsono menggunakan kendaraan umum yaitu bis lokal atau angkutan
desa.
Penyebab masyarakat Desa Watangsono menggunakan angkutan umum
karena mereka tidak punya kendaraan pribadi dan juga untuk menghindari
kelelahan di jalan apabila mereka mengendarai kendaraan sendiri sehingga
lebih menjaga kesehatan dan keselamatan mereka.Dan sisanya ada 2 responden
atau sekitar 22,2% tidak menggunakan alat transportasi akan tetapi mereka
jalan kaki atau bersama-sama warga menggunakan alat transportasi milik orang
lain atau menebeng.
b. Sumber informasi
Masyarakat
di
Desa
Watangsono
dalam
mendapatkan
sumberinformasih masih memperoleh dari tokoh masyarakat maupun
penyuluhan-penyuluhan yang ada, meskipun mereka telah memiliki sarana
komunikasi dan media masa, akan tetapi mereka masih jarang menggunakan
sarana tersebut. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dengan tabel dibawah ini.
61. 61
Tabel 4.2.20 Pola Komunikasi Masyarakat di Desa Watangsono
No
Sumber
1.
2.
3.
4.
Penyuluhn
Penyuluhn
Penyuluhan
5.
-
Berita yang
diakses
Pengolahan lahan
Penanaman
Persemaian
-
6.
Penyuluhan
Cara penanaman
7.
8.
9.
10.
Kelompok
Tani
Penyuluhan
Cara tanam dan
bibit unggul
Penanaman
ketela
Cara
cocok
tanam yang baik
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Kelompok
Tani
Kelompok
Tani
Kelompok
Tani
-
Manfaat/dampak
Belum bermanfaat
Tidak berhasil
Perbaikan
pemilihan
benih
Mengetahui
tanaman
efektifitas
-
Mengetahui cara tanam
yang baik
Peningkatan hasil panen
ketela
Peningkatan kualitas
-
Cara
bertanam Mengetahui waktu yang
dan bibit tanaman tepat
Cara pemupukan Mengetahui dosis pupuk
optimal
Sumber: Data Primer
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Desa Watangsono, Kecamatan
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri diperoleh dalam pola komunikasi masyarakat
sebagian besar masyarakat memperoleh informasi mengenai usahatani melalui
penyuluhan dan kelompok tani. Berita maupun informasi yang didapat berupa
cara pengelolaan lahan, penanaman, persemaian, cara penanaman, bibit unggul,
cara pemupukan dan cara bercocok tanam yang baik dan benar. Dari semua
informasi dan berita yang diakses, belum semuanya dapat dirasakan manfaatnya
62. 62
oleh para petani tetapi ada juga yang dapat merasakan manfaat dari informasi
tersebut, diantaranya adalah perbaikan dalam pemilihan benih, mengetahui
efektifitas tanaman, mengetahui dosis pupuk optimal, mengetahui cara tanam
yang baik dan benar serta peningkatan hasil panen dan kualitas hasil panen.
63. 63
V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum Sosiologi Pertanian yang telah dilaksanakan pada
tanggal 15 – 17 November 2013, di Desa Watangsono, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sebagian besar warga Desa Watangsono bermata pencaharian sebagai petani
dengan status penguasaan lahan mayoritas buruh tani.
2. Ditinjau dari segi pendidikan, penduduk Desa Watangsono masih tergolong
rendah karena jumlah terbesar adalah lulusan SD, dan sekarang sudah maju
yang ditandai dengan banyak anak-anak yang melanjutkan sekolah ke SMP dan
SMA juga ada pula yang melanjutkan pendidikan hingga Perguruang Tinggi.
3. Sebagian besat pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi dan
sebagian kecil untuk investasi.
4. Mayoritas penduduk Desa Watangsono beragama Islam.
5. Dalam melakukan kegiatan sosial, mayoritas responden melakukannya atas
dasar kesadaran sendiri.
6. Pekerjaan di luar pertanian biasanya dilakukan penduduk untuk menambah
penghasilan. Dimana untuk memperoleh pekerjaan tersebut kebanyakan
mereka mencari atau berusaha sendiri.
7. Desa Watangsono termasuk daerah dataran tinggi, yang berbukit-bukit.
8. Pemerintahan Desa Watangsono dipimpin seorang kepala desa dibantu oleh
BPD , sekretaris desa, 3 KAUR, dan 7 KADUS.
9. Jumlah penduduk laki-laki di Desa Watangsono adalah lebih kecil dari pada
jumlah penduduk perempuan.
10. Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Watangsono sudah cukup baik
dan mendukung berbagai aktifitas warga.
11. Organisasi sosial yang terdapat di Desa Watangsono adalah Kelompok Tani,
PKK, dan Karang Taruna yang anggotanya merupakan warga Desa
Watangsono sendiri.
12. Adat istiadat masih dilaksanakan oleh masyarakat Desa Watangsono seperti
Mitoni, Hajatan Pernikahan, Sepasaran Bayi, pitonan, kitanan, dan Masaran.
64. 64
13. Sistem penguasaan lahan serta Kelembagaan Hubungan Kerja Pertanian di
Desa Watangsono adalahsistem sewa, sistem bagi hasil, dan sistem hak milik.
14. Kegiatan panen mayoritas petani di Desa Watangsono dilakukan dengan
dipanen sendiri,meminta bantuan kerabat, dan dengan tetangga dekat.
15. Berdasarkan status penguasaan lahan, struktur pelapisan masyarakat Desa
Watangsono adalah petani buruh tani, pemilik penggarap, penyakap, dan
penyewa.
16. Mobilitas petani Desa Watangsono sangat jarang, karena kebanyakan
penduduk melakukan kegiatan di dalam Desa.
17. Media komunikasi yang diakses warga Desa Watangsono sudah cukup maju,
ditandai dengan sudah banyaknya warga yang memiliki televisi, radio dan
telepon seluler.
B. Saran
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, maka saran yang
dapat kami berikan bagi Desa Watangsono adalah sebagai berikut :
1. Pembangunan sarana dan prasarana Desa Watangsono diharapkan bisa lebih
ditingkatkan untuk menunjang aktifitas masyarakat desa ini agar lebih mudah.
2. Perlunya penyuluhan pertanian yang diharapkan bisa meningkatkan produksi
pertanian sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
3. Penambahan sarana dan prasarana khususnya dibidang perhubungan,
perekonomian, komuniksi, pendidikan. Contoh pada bidang perhubungan
seperti perbaikan jalan desa, untuk bidang perekonomian seperti pembangunan
pasar, untuk bidang komunikasi seperti Koran masuk desa dan pada bidang
pendidikan dengan penambahan gedung sekolah dan guru
4. Perbaikan jalan sebaiknya dilakukan rutin karena dengan infrastruktur jalan
yang baik, masyarakat dalam mendistribusikan produk pertanian mereka juga
bisa lebih mudah.
5. Dalam penyajian buku monografi Desa Watangsono sebaiknya lebih lengkap,
supaya saat ada peneliti yang ingin meneliti Desa Watangsono bisa
memperoleh data yang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
65. 65
Ahmad, Asmah. 2011. Peralihan Demografi dan Kesejahteraan Sosial Masyarakat
Melayu: Suatu Perbandingan Antara Malaysia dan Kemboja. Jurnal Sains
Sosial dan KemanusiaanVol. 6 No. 1 pp 115-123. ISSN 1823-884x.
Jeffery, PM. 2004. Revolusi Agraria. Jurnal Sosiologi Komunikasi. Vol 6 hal 2936. Jakarta: Pedati.
Mantra, Ida Bagus. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta : Publiser.
Murdiyatmoko, Janu. 2007. Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat.
Jakarta : Grafindo.
Naisbitt, J dkk. 2000. Megatrends 2000. Jakarta: Binarupa Aksara.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Salemba Emban Patira.
Tim. 2012. Buku Satu Sosiologi Pedesaan. Surakarta: Fakultas Pertanian UNS
Surakarta.
Tjondronegoro, S.M.P. 2008. Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan
Tanah Pertanian di Jawa Dari Masa ke Masa Edisi Refisi. Jakarta:
Gramedia.