Secara ringkas, tulisan ini menganalisis iklan provider 3 edisi "Bebas itu Nyata" melalui kerangka kerja analisis wacana kritis Fairclough. Analisis menunjukkan bahwa iklan ini menekankan pada kebebasan yang bersyarat untuk mengkritik fenomena kebebasan di masyarakat dan produk pesaing, serta mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan produk tersebut dengan menonjolkan keunggulannya. Tulisan ini menggun
Analisis wacana kritis (awk) terhadap iklan televisi provider 3
1. ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP IKLAN TELEVISI PROVIDER 3 ‘BEBAS
ITU NYATA’
Oktari Aneliya
Jurusan Pengajaran Bahasa, Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
Depok, 16424
E-mail: oktarianeliya@yahoo.co.id
ABSTRAK
Seorang penulis naskah iklan yang mampu menggunakan bahasa menjadi menarik bahkan membujuk masyarakat
untuk melakukan tindakan tertentu membuat wacana iklan menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisa secara kritis penggunaan bahasa dalam menyampaikan pesan pada iklan provider 3 edisi Bebas itu
Nyata. Melalui tiga dimensi kerangka kerja analisis wacana kritis Fairclough, penelitian ini menggali mulai dari
dimensi teks, produksi teks, sampai teks sebagai praktik sosiokulturalnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa melaui
unsur kebahasaannya iklan ini menitik beratkan pada kebebasan yang bersyarat sebagai latar belakang hadirnya
produk tersebut. Melalui konteks sosial iklan ini bermaksud mengkritik fenomena-fenomena kebebasan yang ada di
masyarakat sekaligus produk kompetitor lainnya.
ABSTRACT
An ads copywriter who is able to exploit the language to be very interesting and persuading someone to do
something makes discourse of advertisement an interesting subject to be analyzed. This study is aimed at analyzing
critically the use of language to deliver a message in an ads of 3 mobile phone provider ‘Bebas itu Nyata’ edition.
Using Fairclough’s three critical discourse analysis stages, this study explores the text dimension, text production
and also text and its relation to social cultural condition. This study shows that by using language element, this ads
emphasizes on freedom yet limited to some extent. Through social context, this ads aims at criticizing some
phenomenon which exist in the society as well as another products.
Keywords: Discourse of advertisement, Fairclough’s critical discourse analysis
1. Pendahuluan
Wacana iklan, terutama iklan televisi, telah
menunjukan perkembangan yang luar biasa dalam hal
kebahasaannya. Seorang penulis naskah dalam dunia
periklanan memiliki kemampuan untuk menggali bahasa
sehingga dapat digunakan menjadi sesuatu yang sangat
menarik, bersifat persuasif, bahkan mempengaruhi
seseorang dalam bertindak. Dalam suatu iklan tentu saja
melibatkan berbagai aspek baik itu aspek kebahasaan
maupun aspek diluar bahasa untuk menjadikan suatu
iklan menarik untuk dilihat. Hal tersebut membuat iklan
menjadi objek yang menarik untuk diteliti.
Bahasa, seperti yang dikatakan oleh Austin dalam
teori tindak tuturnya, memiliki kekuatan lebih dari
sekedar alat untuk berkomunikasi. Semua ekspresi
bahasa harus dipandang sebagai tindakan (dalam
Renkema, 13:2004). Fairclough bahkan berpendapat
bahwa terdapat relasi antara kuasa, bahasa, dan ideologi
(1989:2). Melalui bahasa, seseorang dapat menunjukkan
kuasanya untuk menyalurkan suatu ideologi. Bahasa,
ketika digunakan oleh seseorang memiliki kekuatan
yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan
sesuatu. Hal tersebut yang digunakan oleh insan
periklanan dalam mempromosikan suatu produk. Dalam
periklanan, bahasa digunakan untuk menyampaikan
2. suatu pesan tertentu dengan cara memberitahu,
mempengaruhi, dan meyakini masyarakat. Pesan
tersebut bertujuan untuk membujuk seseorang untuk
membeli produk atau jasa tertentu. Oleh karena itu,
bahasa yang digunakan dalam suatu iklan menjadi hal
yang penting karena dengan bahasa yang tepat dapat
menarik perhatian masyarakat bahkan membujuk
masyarakat untuk menggunakan suatu produk tertentu
Menurut Crystal (1987), bahasa dalam iklan
umumnya bersifat pujian, positif, dan menekankan
keunikan produk. Biasanya, menekankan mengapa satu
produk menonjol dibandingkan dengan yang lain. Iklan,
yang telah menjadi konsumsi masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari, memiliki beragam jenis bahasa
yang digunakan dan juga menggunakan banyak simbol
maupun ilustrasi yang memiliki arti dibaliknya, terlebih
lagi pada iklan televisi. Namun tidak semua audiens atau
pemirsa dapat memahami makna dari pesan yang ingin
disampaikan dari suatu produk. Kebanyakan dari mereka
hanya dapat memahami pesan-pesan tersebut secara
konvensional. Kesulitan audiens untuk memahami
secara kontekstual pesan-pesan yang digunakan di dalam
iklan dapat disebabkan karena mereka sulit memahami
bahasa dan struktur pada suatu iklan.
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur
untuk dapat dipahami. Keutuhan itu sendiri dibangun
oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu
organisasi kewacanaan. Keutuhan suatu wacana
mencakup unsur-unsur internal serta eksternal yang ada
di dalamnya. Hal tersebut merupakan bagian yang harus
ada di dalam suatu wacana. Dalam hal unsur internal
wacana, kohesi dan koherensi, misalanya akan
mencerminkan isi dari pesan yang akan ditangkap oleh
pembaca. Kohesi dan koherensi dapat menjadikan
tulisan yang dibaca bermakna atau memiliki ide atau
informasi yang ingin disampaikan penulis kepada
pembaca.
Semakin banyaknya pengguna telepon genggam
pintar (smartphone) yang mengandalkan koneksi
internet di Indonesia juga mempengaruhi kuatnya
persaingan kartu provider telepon genggam yang
menawarkan keunggulannya masing-masing.
Masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan kartu
provider yang menyediakan layanan internet tanpa batas
dengan harga yang terjangkau salah satunya seperti yang
ditawarkan oleh kartu provider 3. Kartu provider 3 hadir
dengan slogannya ’Bebas itu nyata’.
Secara ringkas, melalui teori analisis kritis
Fairclough tulisan ini memaparkan penggunaan bahasa
dalam iklan provider 3 dalam mempengaruhi masyarakat
untuk menggunakan produk tersebut dan pesan apa yang
ingin disampaikan melalui iklan tersebut. Dengan itu
audiens atau pemirsa diantar untuk memahami makna
kontekstual dari bahasa atau slogan yang digunakan
dalam tayangan iklan.
2. Metode penelitian
Analisis wacana kritis yang dikemukakan oleh
Fairclough (1989:26) memiliki tiga langkah kerja yang
dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut
Terdapat tiga tahap analisis wacana kritis yaitu; (1)
tahap deskripsi dimana wacana dilihat dari teks. Pada
tahap ini, wacana dianalisa dari segi bahasa, yakni
kohesi, gramatika, serta kosakata yang ada pada wacana.
(2) tahap interpretasi, yang melihat wacana sebagai
praktik diskursif sebagai sesuatu yang dihasilkan. Pada
tahap ini, wacana dianalisa dari segi aspek-aspek yang
menghubungkan teks dengan konteks, tindak bahasa,
koherensi, serta interteks. Pada tahap ini pula, dianalisa
maksud-maksud yang disamarkan di dalam teks. Dan (3)
tahap eksplanasi yang melihat wacana sebagai praktik
sosiokultural. Pada tahap ini, wacana dianalisa dalam
kaitannya dengan praktik sosiokultural dengan
menghubungkan teks dengan institusi dan situasi sosial-
budaya. Pada tahap ini juga, ideologi dalam wacana
dianalisa.
Pada tahap deskripsi teks, wacana iklan provider 3
dianalisa melalui kohesi, kosakata, dan gramatika yang
terdapat dalam narasi maupun teks tertulis pada iklan
tersebut. Kohesi adalah keterkaitan semantik antar unsur
pembentuk wacana (Halliday, 1976:4). Kohesi terjadi
ketika interpretasi dari suatu unsur dalam wacana
bergantung pada unsur yang lain. Kohesi terbagi menjadi
dua yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Pada
Praktik sosiokultural
Eksplanasi
Proses produksi
Interpretasi
Teks
Deskripsi
teks
3. kohesi gramatikal terbagi menjadi substutusi, elipsis,
referensi, dan konjungsi sedangkan pada kohesi leksikal
terbagi menjadi reiterasi dan kolokasi. Pada reiterasi atau
pengulangan, suatu kohesi dapat ditandai dengan adanya
repetisi, sinonimi, hiponimi, meronimi, dan antonimi.
Melalui kohesi, suatu wacana dapat diketahui
kecenderungan makna yang ditonjolkan melalui bahasa.
Seperti pada penggunaan elipsis, yaitu pelesapan kata,
frasa, ataupun kalimat menunjukkan kepraktisan
sehingga bahasa digunakan menjadi lebih singkat, padat,
dan mudah dimengerti dengan cepat serta adanya
kesengajaan dalam penyembunyian suatu unsur karena
telah diketahui oleh pihak yang berkomunikasi
sebelumnya (Arifin dkk, 2012:33).
Pada jajaran kosakata, wacana iklan provider 3
dilihat pada jenis kata yang memiliki kosakata formal
maupun informal, yang memiliki makna metafora, serta
kata-kata yang memiliki konotasi. Karena melalui hal
tersebut dapat diketahui pesan yang berusaha
disampaikan dalam iklan tersebut. Pada jajaran
gramatika, wacana iklan ini dilihat pada jenis kalimat
yang digunakan: aktif-pasif dan deklaratif, interogatif,
maupun imperatif
Pada tahap interpretasi, apa yang ada dalam wacana
iklan provider 3 dianalisa hubungan antara teks dan
konteks serta maksud-maksud tersembunyi dalam eacana
tersebut. Koherensi pada wacana dianalisa untuk melihat
keterpaduan makna (semantis) dalam wacana (Renkema,
2004:103). Makna tersebut dapat diperoleh dengan
adanya pemarkah koherensi yang ada pada suatu teks
namun juga dapat diperoleh dari faktor-faktor yang
berada di luar teks. Hal tersebut melibatkan pengetahuan
yang dimiliki pendengar atau pembaca terhadap apa yang
ada di luar wacana sehingga perlu dilakukan penalaran
untuk memahami suatu teks. Terdapat dua jenis
koherensi, yaitu hubungan aditif dan hubungan kausal.
Pada hubungan aditif terbagi menjadi hubungan
penambahan, kontras, dan pemilihan. Pada hubungan
kausal terbagi menjadi hubungan sebab, alasan, cara,
konsekuensi, tjuan, syarat, dan konsesi. Pada tahap ini
pula wacana iklan provider 3 dilihat secara kontektual
melalui teori Cook mengenai iklan dan konteksnya dalam
komunikasi (Cook, 2001:4) yaitu pada jajaran substansi,
musik dan gambar, parabahasa, situasi, ko-teks, interteks,
partisipan, dan fungsi dari iklan tersebut.
Pada tahap yang terakhir, dilakukan analisa untuk
menghubungkan teks dengan situasi sosial-budaya yang
terkait dalam iklan provider 3. Pada tahap ini pula
diungkapkan dampak yang mungkin ditimbulkan melalui
iklan tersebut terhadap masyarakat serta memotret
wacana iklan ini sebagai proses penyaluran pesan atau
ideologi melalui medium bahasa.
Data wacana berupa iklan provider 3 edisi ’Bebas
itu nyata, Always on’ yang disiarkan di televisi. Dalam
edisi ini terdapat dua buah iklan yang masing-masing
berdurasi satu menit. Salah satu iklan tersebut
menggambarkan kehidupan seorang wanita sedangkan
iklan yang lain menggambarkan kehidupan seorang pria.
Iklan ini mulai ditayangkan sejak tahun 2012 lalu pada
bulan Juli namun sempat terhenti penayangannya, dan
kembali mulai ditayangkan pada tahun ini sejak bulan
Mei. Dalam menganalisa iklan tersebut, masing-masing
iklan dibuat transkripnya terlebih dahulu. Kemudian
transkrip iklan tersebut dianalisa dari segi kebahasaanya
sampai pada konteks iklan tersebut.
3. Analisis dan interpretasi data
3.1. Analisis iklan provider 3 versi pria
Dari hasil transkripsi narasi serta teks yang tertulis pada
iklan tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
(1) Kebebasan itu omong kosong, katanya bebas jadi
diri sendiri asal ikutin tradisi yang ada.
(2) Katanya jadi laki-laki itu jangan pernah takut gagal
tapi juga jangan bodoh untuk ambil resiko,
mendingan kerja dulu, cari pengalaman.
(3) Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada ditangan
asalkan dari keluarga terpandang, gak cuma cantik
tapi juga santun, berpendidikan.
(4) Katanya jaman sekarang pilihan itu gak ada
batasnya selama ngikutin pilihan yang ada.
(Unlimited internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps).
(5) (Think again) we are always on.
(6) (Bebas itu nyata. ALWAYS ON. Mobile internet).
(7) Always on. Kini kebebasan semakin nyata.
(8) (Setahun bebas akses ke 10 situs populer, FULL
SPEED hanya Rp50ribu).
Pada iklan tersebut ditemukan kohesi dan koherensi
sebagai berikut:
Pemarkah kohesi
1) Elipsis: kata ’nya’ pada ’katanya’
2) Referensi: kata ’itu’, ’nya pada ’katanya’
3) Reiterasi
- Repetisi : kata ’bebas’, ’kebebasan’,
’katanya’, ’asal’, ’tapi’, dan ’always on’
- Sinonimi : sinonim pada kata
’kebebasan’ yang memiliki bentuk lain
dengan kata ’sepenuhnya’, ’gak ada
batasnya’, dan ’unlimited’
4. Pemarkah koherensi:
1) Syarat : kata ’asal’, ’asalkan’, ’selama’
2) Konsesi: kata ’tapi’
Dengan banyaknya penggunaan reiterasi baik itu
repetisi maupun sinonimi pada kata ’katanya’,
’kebebasan’, dan ’asal’, iklan ini memberikan penekanan
bahwa hal-hal tersebut yang menjadi fokus pada wacana
iklan ini. Penggunaan kata ’katanya’ menekankan pada
wacana yang dibentuk oleh pihak tertentu, namun dengan
penggunaan referensi serta elipsis kata ’nya’ pada
’katanya’, iklan ini menghilangkan aktor dari pembuat
wacana. Seperti yang dikatakan oleh Arifin dkk
(2012:33) gaya penulisan yang menggunakan elipsis
biasanya mengandalkan bahasa pembaca atau pendengar
yang sudah mengetahui sesuatu meskipun sesuatu itu
tidak disebutkan secara eksplisit. Maka dapat dikatakan
bahwa penggunaan elipsis pada kata ’katanya’
memberikan pemahaman kepada pendengar atau
pembaca bahwa hal tersebut memang telah diketahui
secara umum oleh masyarakat.
Pengulangan pada kata yang bermakna kebebasan
yang direpresentasikan dengan kata-kata ’kebebasan’,
’bebas’, ’sepenuhnya’, dan ’gak ada batasnya’ pada iklan
ini memberikan penekanan bahwa provider 3 hendak
membawa konsumen pada kebebasan namun adanya
repetisi pada kata ’asal’ yang juga bermakna syarat maka
iklan ini juga menekankan bahwa kebebasan memiliki
suatu syarat. Hal tersebut juga diperkuat dengan repetisi
pada kata ’tapi’ yang sekaligus bermakna pertentangan.
Maka dapat dikatakan bahwa provider 3 menekakan pada
kebebasan pada nyatanya memiliki syarat dan
bertentangan.
Dilihat dari penggunaan kata-kata pada iklan
provider 3, iklan ini menggunakan ragam bahasa
campuran antara formal dan tidak formal serta
penggunaan bahasa Inggris. Penggunaan kata ’ikutin’,
’ambil’, ’mendingan’, ’dulu’, ’gak cuma’, ’ngikutin’
merupakan bahasa tidak formal dan tidak baku.
Penggunaan bahasa tersebut namun biasa dipakai
dikalangan masyarakat dan telah menjadi hal yang biasa
dalam periklanan menggunakan ragam bahasa yang
dipakai sehari-hari oleh masyarakat. Pemakaia bahasa
Inggris pada iklan tersebut seperti pada frasa ’unlimited
internet’ ’mobile internet’, dan ‘full speed’ telah umum
digunakan dalam pemasaran fasilitas internet.
Penggunaan frasa ’think again’ yang bermakna ’fikir
kembali’ memiliki ilokusi imperatif. Dalam hal ini, tidak
digunakan bahasa Indonesia dalam hal menyuruh
seseorang untuk ’berfikir lagi’ dapat disebabkan hanya
untuk merujuk pada kalangan yang cerdas saja yang
dapat memahami pernyataan sebelumnya yaitu
’Unlimited internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps’.
Sedangkan pada kalimat ’We are always on’ dan ’Always
on’ pada iklan tersebut merupakan salah satu slogan dari
produk ini yang memiliki metafora. Hal tersebut akan
dibahas pada tahap interpretasi.
Berkaitan dengan gramatika pada bahasa yang
digunakan, kalimat dalam iklan tersebut menunjukkan
adanya pola yang sama digunakan pada tiap-tiap
kalimatnya. Fungsi kalimat lengkap dengan bentuk S
(subjek), P (predikat), O (objek), dan K (keterangan)
tidak ditemukan melainkan hanya predikat dan objek saja
katanya bebas jadi diri sendiri asal ikutin tradisi yang ada
P O P O
Pada kalimat majemuk diatas, subjek tidak diikutsetakan
sehingga menjadikan kalimat tersebut menjadi kalimat
pasif. Pola kalimat tersebut juga ditemukan pada kalimat-
kalimat lainnya yaitu:
- Katanya jadi laki-laki itu jangan pernah takut gagal
tapi juga jangan bodoh untuk ambil resiko,
mendingan kerja dulu, cari pengalaman.
- Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada ditangan
asalkan dari keluarga terpandang, gak cuma cantik
tapi juga santun, berpendidikan.
- Katanya jaman sekarang pilihan itu gak ada
batasnya selama ngikutin pilihan yang ada.
Penggunaan kalimat pasif bertujuan untuk
menonjolkan pada proses ataupun isi dari pesan yang
dikatakan tanpa pentingnya mengetahui siapa pelaku atau
pembicara hal-hal tersebut (Azar, 1999:211). Maka
dalam iklan ini dapat dikatakan penggunaan pola kalimat
pasif bertujuan untuk menyingkirkan siapa pembicara
dari kalimat tersebut. (lihat pada penjelasan sebelumnya
mengenai kohesi elipsis dan substitusi).
Dalam memaknai suatu iklan, penting halnya untuk
mengetahui konteks pada iklan tersebut karena bahasa
digunakan dalam konteks dan tidak ada komunikasi tanpa
melibatkan partisipan, interteks, situasi, para bahasa, dan
substansi (Cook, 2001:5). Iklan tersebut menggunakan
substansi audio serta visual dalam penyajiannya. Dalam
bentuk visual, ditampilkan gambar-gambar video yang
merepresentasikan tiap-tiap narasi seperti pada narasi
”Kebebasan itu omong kosong, katanya bebas jadi diri
sendiri asal ikutin tradisi yang ada” digambarkan
dengan seorang pria dengan pakaian kaos dan celana
jeans yang sedang berjalan di tengah kerumunan orang-
orang yang semuanya memakai baju batik. Dari hal
5. tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
pada kalimat ’asal ikutin tradisi’ ialah hal-hal yang
berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan orang umum. Hal
tersebut memperkuat pesan yang ingin disampaikan
bahwa untuk menjadi diri sendiri tidak mudah ditengah
keseragaman. Pada iklan tersebut juga digambarkan
berbagai situasi seperti di lingkungan rumah, di jalanan,
dan di depan toko.
Wacana iklan ini juga menampilkan hubungan
dengan wacana lain dengan adanya interteks yaitu
’Unlimited internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps’ yang
ditampilkan pada saat tokoh pria dalam iklan sedang
melihat tayangan di televisi. Interteks tersebut dapat
disimpulkan menampilkan produk lain yang
menyediakan layanan internet tanpa batas namun pada
nyatanya dibatasi hanya 500Mb dalam waktu satu bulan
dan dengan kecepatan internet hanya 7,2 Mbps. Jika
dilihat dari narasi sebelumnya yang menyatakan
kebebasan itu omong kosong serta penampilan mitos-
mitos yang membandingkan dua hal yakni kebebasan dan
batasan maka iklan ini secara implisit juga bertujuan
untuk menyindir produk kartu provider lain yang
menyediakan layanan internet yang terbatas. Dengan
adanya kalimat suruhan ’Think again’ setelah interteks
tersebut, pihak produsen menyuruh agar para konsumen
berpikir ulang mengenai produk-produk lain yang hanya
sekedar menjual omongan ’layanan internet tanpa batas’
tetapi pada nyatanya masih dibatasi.
Partisipan pada iklan ini yaitu pihak penyedia kartu
provider 3 dan masyarakat pengguna layanan internet
pada telepon genggam. Sasaran konsumen pada produk
ini menitik beratkan pada kalangan muda khusunya pria.
Hal tersebut dilihat dari narasi serta tokoh dalam iklan
yang menampilkan sosok pria dari generasi muda.
Generasi muda yang khususnya menghendaki adanya
kebebasan dari hal-hal mitos yang membatasinya. Pada
pihak pengirim atau sender, dalam hal ini adalah provider
3, menunjukkan keberadaannya pada akhir bagian iklan
dengan adanya nyanyian yang menyatakan ’We are
always on’. Dalam hal tersebut pihak 3 dinyatakan
dengan penggunaan pronomina ’We’ yang memiliki
makna sebagai kesatuan.
Penggunaan kalimat ’We are always on’ yang
mengalami repetisi pada iklan ini merujuk pada teks
lainnya (ko-teks) yang mendahuluinya yaitu ’Unlimited
internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps dan ’Think again’.
Keberadaan ko-teks menunjukkan bahwa adanya unsur
yang saling berkaitan dengan yang lain dan hal ini juga
sebagai alat bantu untuk memahami makna yang terdapat
pada sebuah wacana (Arifin dkk, 2012:88). ’We are
always on’ pada iklan ini berfungsi untuk
menghubungkan dengan teks sebelumnya yaitu
’Unlimited internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps dan
’Think again’ yang bersifat memberikan pernyataan
terhadap keterbatasan layanan yang diberikan provider
lain. Dalam hal ini pihak provider 3 menunjukkan bahwa
produknya berbeda dengan produk lain tersebut yang
menyatakan ’kami selalu nyata’ tidak terbatas.
3.2. Analisis iklan provider 3 versi wanita
Dari hasil transkripsi narasi serta teks yang tertulis pada
iklan tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
(1) Kebebasan itu omong kosong, Katanya aku bebas
berekspresi tapi selama rok masih dibawah lutut.
(2) Hidup ini singkat mumpung masih muda nikmatin
sepuasnya asal jangan lewat dari jam 10 malam.
(3) Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada ditanganku
asalkan sesuku, kalo bisa kaya, pendidikan tinggi,
dari keluarga baik-baik.
(4) Katanya jaman sekarang pilihan itu gak ada
batasnya selama ngikutin pilihan yang ada.
(unlimited internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps).
(5) (think again) we are always on.
(6) (bebas itu nyata. ALWAYS ON. Mobile internet).
(7) Always on, kini kebebasan itu semakin nyata.
(8) (setahun bebas akses ke 10 situs populer , FULL
SPEED hanya Rp50ribu).
Pada iklan tersebut ditemukan kohesi dan koherensi
sebagai berikut:
Pemarkah kohesi
1) Elipsis : kata ’nya’ pada ’katanya’
2) Referensi: kata ’itu’, ’nya pada ’katanya’
3) Reiterasi
- Repetisi : kata ’bebas’, ’kebebasan’,
’katanya’, ’asal’, ’tapi’, dan ’always on’
- Sinonimi : sinonim pada kata
’kebebasan’ yang memiliki bentuk lain
dengan kata ’sepenuhnya’, ’gak ada
batasnya’, dan ’unlimited’
Pemarkah koherensi
1) Syarat : kata ’asal’, ’asalkan’, ’selama’, ’kalo
bisa
2) Konsesi: kata ’tapi’
Tidak berbeda jauh dengan narasi pada iklan 3 versi
pria, pada iklan versi wanita ini juga terdapat banyak
penggunaan reiterasi baik itu repetisi maupun sinonimi
pada kata ’katanya’, ’kebebasan’, dan ’asal’, sehingga
iklan ini juga memberikan penekanan bahwa hal-hal
6. tersebut yang menjadi fokus pada wacana iklan ini.
Fokus iklan ini yaitu pada wacana kebebasan yang
dibentuk oleh pihak tertentu, namun dengan penggunaan
elipsis serta referensi kata ’nya’ pada ’katanya’, iklan ini
menghilangkan siapa dari pembuat wacana.
Pengulangan pada kata yang bermakna kebebasan
yang direpresentasikan dengan kata-kata ’kebebasan’,
’bebas’, ’sepenuhnya’, dan ’gak ada batasnya’ pada iklan
ini juga memberikan penekanan bahwa provider 3
hendak membawa konsumen pada kebebasan namun
adanya repetisi pada kata ’asal’ dan ’kalo bisa’ yang
juga bermakna syarat maka iklan ini juga menekankan
bahwa kebebasan memiliki syarat. Hal tersebut juga
diperkuat dengan repetisi pada kata ’tapi’ yang sekaligus
bermakna pertentangan. Maka dapat dikatakan bahwa
provider 3 pada versi wanita ini juga menekakan pada
kebebasan pada nyatanya memiliki syarat dan
bertentangan.
Iklan ini juga menggunakan ragam bahasa
campuran antara formal dan tidak formal serta
penggunaan bahasa Inggris. Penggunaan kata
’mumpung’, ’kalo bisa’, dan ’ngikutin’ merupakan
bahasa tidak formal dan tidak baku. Pemakaian bahasa
Inggris pada iklan tersebut seperti pada frasa ’unlimited
internet’ ’mobile internet’, dan ‘full speed’ telah umum
digunakan dalam pemasaran fasilitas internet.
Penggunaan frasa ’think again’ yang bermakna ’fikir
kembali’ memiliki ilokusi imperatif. Dalam hal ini, tidak
digunakan bahasa Indonesia dalam hal menyuruh
seseorang untuk ’berfikir lagi’ dapat disebabkan hanya
untuk merujuk pada kalangan yang cerdas saja yang
dapat memahami pernyataan sebelumnya yaitu
’Unlimited internet: 500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps’.
Sedangkan pada kalimat ’We are always on’ dan ’Always
on’ pada iklan tersebut merupakan salah satu slogan dari
produk ini.
Berkaitan dengan gramatika pada bahasa yang
digunakan, kalimat dalam iklan tersebut juga
menggunakan pola yang sama seperti pada iklan versi
pria. Fungsi kalimat lengkap dengan bentuk S (subjek), P
(predikat), O (objek), dan K (keterangan) tidak
ditemukan melainkan hanya predikat dan objek saja
Katanya aku bebas berekspresi tapi selama rok masih
P O K
dibawah lutut
Menurut Halliday kalimat tersebut tergolong dalam
proses verba untuk menerangkan adanya perkataan yang
disampaikan. Dalam kalimat tersebut yaitu perkataan
’aku bebas berekspresi tapi selama rok masih dibawah
lutut’. Pada kalimat majemuk diatas, subjek atau sayer
tidak diikutsetakan sehingga menjadikan kalimat tersebut
menjadi kalimat pasif. Pola kalimat tersebut juga
ditemukan pada kalimat-kalimat lainnya yaitu:
- Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada ditanganku
asalkan sesuku, kalo bisa kaya, pendidikan tinggi,
dari keluarga baik-baik
- Katanya jaman sekarang pilihan itu gak ada
batasnya selama ngikutin pilihan yang ada
Iklan pada versi wanita ini juga menggunakan
substansi audio serta visual dalam penyajiannya. Dalam
bentuk visual, ditampilkan gambar-gambar video yang
merepresentasikan tiap-tiap narasi seperti pada narasi
”Kebebasan itu omong kosong, Katanya aku bebas
berekspresi tapi selama rok masih dibawah lutut”
digambarkan dengan seorang wanita yang berada di
tengah pantai sedang mengangkat roknya setinggi lutut,
dibawahnya air pantai setinggi lutut membasahi kakinya.
Selain itu juga terdapat adegan wanita yang sama sedang
berada di stasiun kereta api. Wanita tersebut melihat
seorang wanita yang sedang gembira karena menyambut
kedatangan kekasihnya. Pada adegan tersebut seolah-
olah ingin menjelaskan bahwa mitos yang terdapat
dalam narasi ’Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada
ditanganku asalkan sesuku, kalo bisa kaya, pendidikan
tinggi, dari keluarga baik-baik’ menyebabkan tokoh
utama wanita dalam iklan tersebut belum memiliki
kekasih karena hal-hal yang disyaratkan dalam memilih
pasangan. Namun pada akhir iklan sang wanita
digambarkan sedang memeluk seorang pria. Adegan
tersebut ditampilkan setelah adanya narasi dan teks yang
berisikan ’Bebas itu nyata. ALWAYS ON. Mobile
internet. Always on, kini kebebasan itu semakin nyata.
Setahun bebas akses ke 10 situs populer, FULL SPEED
hanya Rp50ribu’ sang wanita akhirnya menemukan
kebebasannya.
Tidak berbeda dengan iklan pada versi pria, iklan
pada versi wanita ini juga menitik beratkan pada
kebebasan yang seharusnya nyata, tidak bersyarat. Yang
berbeda hanyalah pada narasi yang mengambil sudut
pandang dari pandangan wanita mengenai hal-hal
kebebasan yang dipertentangkan oleh masyarakat. Pada
iklan ini juga terdapat sindiran yang bermaksud
menyindir provider lain masih membatasi konsumen
dalam menggunakan layanan internet.
Jika dilihat dari kedua versi iklan tersebut, jelas
sekali bahwa provider 3 mengambil tema kebebasan
dalam memasarkan produknya. Dengan menggunakan
7. isu-isu kebebasan pada anak muda namun masih
dianggap tabu oleh masyarakat, maka provider 3
mentargetkan produknya untuk kalangan muda yang
mencari kebebasan.
Kedua versi wacana iklan provider 3 ini sama-sama
menggunakan mitos-mitos yang terdapat dalam
masyarakat mengenai apa yang masih berbatas dalam
kebebasan memilih ataupun kebebasan dalam hidup.
Penggunaan mitos-mitos yang telah mantap dalam
masyarakat tersebut seolah-olah mengkritik pandangan
masyarakat tertentu yaitu kalangan generasi tua serta
kalangan masyarakat yang konvesional dalam
memandang hal-hal dalam hidup seperti kebebasan
berekspresi, kebebasan dalam berbusana, dan kebebasan
dalam memilih pasangan. Dengan begitu, provider 3
secara tidak langsung mengatakan bahwa pihaknya
berbeda dengan pandangan-pandangan tersebut. Bahwa
mereka adalah kalangan yang modern.
Berkaitan dengan dampak sosial kultural dengan
adanya iklan ini, iklan versi wanita provider 3 sempat
dikecam oleh pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
karena narasinya yang berisi ’Kebebasan itu omong
kosong, Katanya aku bebas berekspresi tapi selama rok
masih dibawah lutut’ dan ’Hidup ini singkat mumpung
masih muda nikmatin sepuasnya asal jangan lewat dari
jam 10 malam’. Narasi tersebut dianggap melanggar
norma kesopanan serta bertentangan dengan cerminan
orang Indonesia (dalam artikel ’KPI tegur iklan 3
Always On versi perempuan di Indosiar, RCTI, Trans
TV, Trans 7, dan Metro TV’). Tentu hal tersebut akan
menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam dari
kalangan masyarakat. Pihak KPI yang khawatir akan
pelanggaran norma kesopanan dari kalangan muda
khususnya wanita jika menggunakan rok yang diatas
lutut serta wanita jika pulang larut malam. Hal tersebut
dapat dimaklumi karena tidak semua masyarakat dapat
memahami maksud sebenarnya dari iklan ini dan
dikhawatirkan masyarakat akan mencontoh apa yang
ditampilkan dalam iklan tersebut.
Namun sekali lagi jika dikaitkan dengan inti pesan
serta konteks yang ada pada ikan provider 3 ini, narasi
yang dikecam oleh pihak KPI tersebut bukanlah hal
yang negatif. Karena narasi tersebut dapat dikatakan
sebagai bentuk metafora yang dimaksudkan untuk
menyindir produk provider lain. Seperti pada narasi
’Hidup ini singkat mumpung masih muda nikmatin
sepuasnya asal jangan lewat dari jam 10 malam’ yang
dapat dikatakan menyindir provider lain yang hanya
memberikan tarif murah pada jam 10 malam lebih. Dari
penggunaan-penggunaan narasi mengenai kebebasan
tersebut pihak 3 terkesan mengkritik kebebasan yang
bersyarat khususnya dalam penggunaan layanan internet
yang seharusnya bebas tanpa batasan-batasan.
Akan tetapi apakah kebebasan yang diusung
provider 3 tersebut benar-benar bebas? Mari cermati
pada kalimat yang tertulis pada kedua versi iklan ini.
Diakhir tayangan iklan terdapat tulisan ’Setahun bebas
akses ke 10 situs populer, FULL SPEED hanya
Rp50ribu’. Hal tersebut tentu saja tidak sepenuhnya
mencerminkan kebebasan karena konsumen dibatasi
hanya bebas mengakses 10 situs populer dalam jangka
waktu 1 tahun. Jadi dapat dikatakan kebebasan yang
ditawarkan provider 3 juga masih memiliki batas.
4. Kesimpulan
Iklan provider 3 ini menitik beratkan pada
kebebasan dengan penggunaan reiterasi pada kata-kata
yang bermakna kebebasan. Namun untuk memasarkan
sifat yang ditonjolkan pada produknya, provider 3
hendak membangun kesadaran masyarakat mengenai
kebebasan yang sesungguhnya dengan menampilkan
mitos-mitos yang dianggap tidak mencerminkan
kebebasan yang sesungguhnya. Dengan demikian pihak
provider 3 mengkritik kebebasan yang selama ini ada di
masyarakat untuk menampilkan produknya yang dinilai
menawarkan bebas dengan nyata.
Iklan sebagai wacana yang kompleks menggunakan
berbagai substansi agar menampilkan suatu tayangan
yang menarik. Dengan penggunaan gambar, suara serta
teks tertulis, iklan provider 3 ini berusaha menampilkan
tayangan yang menarik sekaligus menyampaikan pesan
dan membujuk masyarakat untuk menggunakan produk
tersebut.
Penafsiran makna yang disampaikan melalui narasi
serta gambar pada iklan provider 3 ini dapat bermacam-
macam. Hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang
serta pengetahuan dari masyarakat. Namun hal yang
terpenting ialah selalu mengaitkan dengan berbagai unsur
serta konteks yang terdapat pada wacana tersebut.
Daftar acuan
Arifin, Zaenal dkk. 2012. Teori dan Kajian Wacana
Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Mandiri.
Cook, G. 1992/2001. The Discourse of Advertising. Edisi
Kedua. London/New York: Routledge.
Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. USA:
Longman.
8. Halliday, M. A. K. dan R. Hasan. 1976. Cohesion in
English. London: Longman
Renkema, Jan. 2004. Introduction to Discourse Studies.
Edisi Kedua. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins
Publishing Company.
Lampiran
Transkripsi iklan provider 3 versi pria
Kebebasan itu omong kosong, katanya bebas jadi diri
sendiri asal ikutin tradisi yang ada. Katanya jadi laki-laki
itu jangan pernah takut gagal tapi juga jangan bodoh
untuk ambil resiko, mendingan kerja dulu, cari
pengalaman. Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada
ditangan asalkan dari keluarga terpandang, gak cuma
cantik tapi juga santun, berpendidikan. Katanya jaman
sekarang pilihan itu gak ada batasnya selama ngikutin
pilihan yang ada. (Unlimited internet: 500 MB, 30 hari,
7,2 Mbps). (Think again) we are always on. (Bebas itu
nyata. ALWAYS ON. Mobile internet). Always on. Kini
kebebasan semakin nyata. (Setahun bebas akses ke 10
situs populer, FULL SPEED hanya Rp50ribu).
Transkripsi iklan provider 3 versi wanita
Kebebasan itu omong kosong, Katanya aku bebas
berekspresi tapi selama rok masih dibawah lutut. Hidup
ini singkat mumpung masih muda nikmatin sepuasnya
asal jangan lewat dari jam 10 malam. Katanya urusan
jodoh sepenuhnya ada ditanganku asalkan sesuku, kalo
bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik.
Katanya jaman sekarang pilihan itu gak ada batasnya
selama ngikutin pilihan yang ada. (unlimited internet:
500 MB, 30 hari, 7,2 Mbps). (think again) we are always
on. (bebas itu nyata. ALWAYS ON. Mobile internet).
Always on, kini kebebasan itu semakin nyata. (setahun
bebas akses ke 10 situs populer , FULL SPEED hanya
Rp50ribu).
Keterangan: kalimat yang berada di dalam tanda kurung
() adalah teks tertulis pada iklan