Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Kajian wacana (Barbara Johnstone)
1. KAJIAN WACANA
TUGAS LAPORAN BACAAN
DISCOURSE ANALYSIS
CHAPTER I
INTRODUCTION
BARBARA JOHNSTONE
OKTARI ANELIYA
1206335685
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
2. Kajian wacana
(Barbara Johnston)
Wacana dapat diartikan sebagai sarana komunikasi dalam bentuk bahasa baik
itu lisan, tulisan, dan bahasa isyarat. Kata kajian dalam kajian wacana merupakan
suatu proses analitis dalam mengkaji struktur bahasa dan penggunaannya. Kajian
wacana secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha mengkaji bahasa yang dillihat
dari struktur maupun bentuknya dan pengaruh penggunaan bahasanya. Kajian wacana
mengkaji penggunaan bahasa sehari-hari. Beberapa penulis mengatakan telah
melakukan analisis wacana dalam penelitiannya seperti perbedaan bahasa Jepang dan
bahasa Inggris, cara pemberitaan sebuah skandal dalam penjara di Inggris, puisi, dan
ekspresi identitas dalam tulisan siswa di Athabaskan. Dari beberapa penelitian
tersebut kita dapat mengetahui bahwa kajian wacana dapat digunakan dalam berbagai
macam kasus penelitian lalu yang menjadi benang merah dalam kajian-kajian
tersebut yaitu objek analisanya merupakan penggunaan bahasa dan pengaruhnya yang
kemudian dihubungkan dengan berbagai teori sesuai dengan disiplin ilmu yang
berkaitan.
Kajian wacana membantu menjawab berbagai pertanyaan mengenai peran
bahasa dalam kognisi manusia, seni, dan kehidupan sosial. Johnstone (2002:7)
mengatakan jika ingin memahami manusia harus mengerti wacana. Hal tersebut ada
benarnya karena manusia selalu berwacana dan kajian wacana mengetahui hal-hal
seperti hubungan sosial antar manusia dan identitas diri. Unit analisis dalam kajian
wacana dapat berupa transkrip audio, dokumen tertulis, rekaman percakapan dll.
Pertanyaan dasar yang muncul mengenai data-data tersebut yaitu ”mengapa teks
berbentuk seperti ini? Mengapa tidak dalam bentuk lain? Mengapa kata-kata tertentu
ada dalam susunan tertentu?” dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka
kita perlu mengetahui tentang isi dari teks tersebut, siapa yang mengatakannya atau
menulisnya, kepada siapa teks tersebut ditujukan, apa tujuan teks tersebut, bagaimana
teks tersebut cocok dengan penerima teks, dan media apa yang harus digunakan
dalam memproduksi teks tersebut.
Sebelum menganalisis wacana, hendaknya kita mempertimbangkan metode
yang digunakan, apa pertanyaan penelitiannya, dan bagaimana menjawab pertanyaan
3. tersebut. Seperti yang telah dikemukakan diatas, dalam kajian wacana kita berusaha
mengupas suatu wacana dari berbagai perspektif. Johnstone mengelompokkan jenis
pertanyaan yang harus diteliti dalam kajian wacana. Hal tersebut membantu
memastikan kita tidak hanya sekedar mencari apa yang kita harapkan namun akan
menghasilkan suatu analisa yang berasal dari beragam dimensi mengenai mengapa
bahasa berbunyi, terlihat, dan berbentuk seperti itu. Pertanyaan-pertanyaan ini juga
akan menghasilkan suatu analisis yang sistematis. Namun pertanyaan-pertanyaan ini
tidak harus diikuti secara berurutan karena tidak ada aturan yang ajeg dalam hal ini.
Terdapat enam kategori pertanyaan mengenai teks. Tiap pertanyaan
berhubungan dengan konteks membentuk teks dan teks membentuk konteks. Kategori
yang pertama yaitu wacana dan interpretasinya dibentuk oleh dunia dan wacana dan
interpretasinya membentuk dunia. Hal tersebut berarti wacana dibentuk oleh
gambaran hal-hal yang ada di dunia dan begitu juga sebaliknya gambaran hal-hal di
dunia ini membentuk wacana. Kategori yang kedua yaitu wacana dibentuk oleh
bahasa dengan segala keterbatasannya dan wacana membentuk bahasa. Kategori yang
ketiga yaitu wacana dibentuk oleh peserta dan wacana membentuk peserta. Hal
tersebut berarti pembicara, penulis, pendengar, dan pembaca memiliki peran dalam
membentuk dan terbentuknya wacana. Wacana terbentuk dengan mempertimbangkan
kepada siapa wacana tersebut ditujukan. Bahasa yang digunakan untuk kelompok
orang dewasa akan berbeda dengan bahasa untuk anak-anak.
Kategori yang keempat yaitu wacana dibentuk oleh wacana terdahulu dan
wacana membentuk wacana yang akan datang. Dalam hal ini, Johnstone mengatakan
adanya interteks yang menghubungkan teks satu dengan teks lainnya memungkinkan
kita dalam menafsirkan wacana baru. Pegetahuan yang telah diperoleh seseorang akan
membatu dalam memahami suatu wacana. Kategori yang kelima yaitu wacana
dibentuk oleh media dan wacana membentuk kemungkinan medianya. Hal tersebut
berarti media seperti suara dan gambar turut berperan dalam pembentukan wacana.
Dalam penyajiannya wacana memungkinkan menggunakan gambar, simbol, ataupun
foto karena media-media tersebut dapat memberikan arti maupun menguatkan suatu
pesan dalam wacana. Dalam mengkaji hal tersebut kita memerlukan teori-teori dalam
bidang semiotika. Kategori yang terakhir yaitu wacana dibentuk oleh tujuan dan
wacana membentuk kemungkinan tujuannya. Tujuan seperti memberikan edukasi
kepada pembaca maupun pendengar akan memengaruhi bahasa dan pilihan kata yang
digunakan dalam berwacana.
4. Dalam mengkaji wacana, data yang digunakan yaitu segala bentuk komunikasi
yang digunakan oleh manusia. Jika bentuk komunikasi berbentuk lisan, maka harus
diubah bentuknya menjadi tulisan dengan cara transkripsi. Namun dalam mengubah
wacan lisan menjadi wacana tulisan (transkrip) tidak semua ujaran ditulis melainkan
bagian yang menjadi fokus peneliti yang dituliskan. Oleh karena itu dalam
mentraskripsi harus akurat, mengikutserkakan apa yang harus diikutserkatan dan
membuang hal-hal yang mengganggu karena terlalu banyak informasi dalam transkrip
akan berpotensi menimbulkan kesalahan. Dalam mengkaji wacana hendaknya
mengupas seluruh aspek dalam wacana tersebut mulai dari bentuk bahasanya sampai
melihat konteksnya seperti yang telah disebutkan dalam enam kategori yang
dikemukakan oleh Johnstone. Dalam hal mengkaji wacana pun akan selalu terdapat
banyak jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai
manusia dan bahasa.
Seluruh penelitian kajian wacana, dengan beragam pertanyaan penelitian, akan
menghasilkan suatu deskripsi. Hal tersebut dikarenakan dalam kajian wacana hal
terpenting yaitu mendeskripsikan teks dan bagaimana teks itu terbentuk. Oleh karena
itu penelitian kajian wacana merupakan analisis deskriptif. Penelitian kajian wacana
banyak digunakan dengan tujuan kritis. Hal tersebut berarti banyak peneliti dari
bidang humaniora dan ilmu pengetahuan sosial menjadi kritis dalam memproduksi
suatu deskripsi yang koheren serta valid secara ilmiah dan kritis dalam status ganda
sosial dan berkepentingan dalam hasil kerjanya digunakan untuk mengubah kearah
yang lebih baik. Oleh karena itu seorang analis wacana harus memiliki pandangan
yang kritis dalam memahami wacana dan dalam proses analisa dalam penelitiannya.