Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan model pengelolaan pendidikan yang memberikan otonomi manajemen kepada sekolah dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
2) Kepemimpinan kepala sekolah memainkan peran penting dalam implementasi MBS untuk mencapai tujuan sekolah.
3) Teori kepemimpinan yang relevan dalam M
1. KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)
BAB I
PENDAHULUAN
Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran penting mempersiapkan murid untuk memiliki sumberdaya
yang mampu bersaing secara nasional maupun global. Berbagai upaya sekolah lakukan agar murid memiliki
sejumlah keahlian dan keterampilan sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupan masa sekarang dan
masa depan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Kepala sekolah sebagai salah satu sumber daya dalam pengelola sekolah harus memiliki kemampuan dan
kecakapan dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan baik. Kepala sekolah merupakan sumber
daya manusia yang menempati posisi utama, kedudukannya dalam pendidikan sebagai penentu suksesnya
penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh.
Dalam organisasi sekolah, kepala sekolah merupakan kunci bagi pengembangan dan peningkatan mutu
sekolah. Kepala sekolah adalah orang yang paling bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilaksanakan
dalam organisasi sekolah. Kepala sekolah bukan hanya sekedar suatu posisi jabatan tetapi menuntut keahlian
untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara efekfit dan efisien.
Kepala sekolah dalam organisasi sekolah berfungsi dan bertugas sebagai leader, educator, manajer,
administrator, dan supervisor (Depdikbud, 1997). Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus dapat mewujudkan
hubungan manusia yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal agar
tercipta suasana kerja yang menyenangkan, aman dan penuh semangat sehingga semua personal dapat secara
bersama-sama melaksanakan tugas dan tanggungjawab ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan secara
efektif dan efisien. Selaku administrator kepala sekolah harus mampu merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolahnya agar tujuan institusional dapat dicapai secara optimal. Selaku supervisor, kepala sekolah harus
membina personal sekolah sehingga personal sekolah profesional dalam melaksanakan tugasnya. Keempat
fungsi ini dalam pengelolaan sekolah pada hakikatnya tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Dengan
fungsi dan tanggung jawab demikian, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan
kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif atau prakarsa untuk meningkatkan
mutu sekolah.
Manajerial Kepala Sekolah sebagai bentuk operasional desentaralisasi pendidikan dalam memberikan wawasan
baru terhadap sistem yang berjalan selama ini. Hal ini di harapkan dapat membawa dampak terhadap
peningkatan efisiensi, efektifitas dan kinerja sekolah dengan menyediakan layanan pendidikan yang
komperhensif dan tanggap tehadap kebutuhan masyarakat. Kepala sekolah selaku manajer mempunyai peranan
penting dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Sebagai manajer harus mempertimbangkan peran
penting yang tidak hanya membuat pengaruh tetapi ia membina bawahan agar memiliki kemampuan dalam
mengatur kinerjanya baik kemampuan manajerial maupun kemampuan tehnis.
Kemampuan manajerial kepala sekolah yang baik dalam mengkoordinasikan, menggerakan, dan menyerasikan
penerapan fungsi-fungsi manajemen atau proses manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, pengontrolan, dan pengendalian. Setiap kepala sekolah pada sebuah sekolah mempunyai tujuan
individu yang arif serta senantiasa memperhatikan adanya kesesuaian antara tujuan individu yang tidak jauh
menyimpang dari aktivitas organisasi. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan individu dan dengan tujuan
organisasi, maka akan tercipta ketidakharmonisan kerja.
Menurut Slamet (2000 : 50) kepala sekolah tangguh adalah kepala sekolah yang mempunyai karakteristik : (1)
visi, misi, strategi, (2) kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan sumber daya dengan tujuan, (3)
kemampuan mengambil keputusan secara terampil, (4) toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang, tetapi
tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar dan nilai-nilai, (5) memobilisasi
sumber daya, (6) menggunakan input manajemen, yaitu meliputi : tugas yang jelas, rencana yang rinci, program
yang mendukung bagi pelaksanaan rencana yang rinci, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana,a
turan yang jelas sebagai panutan untuk bertindak dan sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien, (8)
menjalankan perannya sebagai manajer, memimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyedia, pencipta iklim
kerja, administrator, pembaharu dan pembangkit motivasi, (9) melaksankaan dimensi-dimenti tugas, proses
lingkungan dan keterampilan personal, dan (10) menggalang team work yang cerdas dan kompak, (11)
mendorong kegiatan-kegiatan yang kreatif, (12) menciptakan sekolah belajar, (13) menerapkan manajemen
berbasis sekolah, (14) memusatkan perhatian pada pengelolaan belajar mengajar dan memberdayakan sekolah.
Menurut Caldwell and Spink(1988), strategi pengelolaan pendidikan yang mengedepankan kerja sama antara
berbagai pihak yang dikenal dengan istilah the collaborative school management yang pada perkembangan
selanjutnya menjadi model pengelolaan sekolah yang dinamakan school based management atau Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS).
Pengelolaan sekolah akan selalu berkaitan erat dengan kualitas kepemimpinan kepala sekolah, maka dalam
makalah ini akan membahas kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mengembangkan organisasi sekolah
menjadi organisasi yang berkualitas dan memiliki mutu yang tinggi berdasarkan pada manajemen organisasi
belajar dan MBS.
2. BAB II
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN KEPEMIMPINAN
A. Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasisi Sekolah (MBS) dapat dikatakan merupakan model pengelolaan pendidikan yang relatif
baru bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Model ini mulai diujicobakan tahun 1999/2000 pada 140 SMUN dan 248
SLTPN dan pada tahun 2000/2001 pada 486 SMUN dan 158 SLTPN yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
(Dikmenum, 2000: 3).
MBS berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian dan
penyerasian sumberdaya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan atau
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang
terwujud dalam bentuk ketentuan-ketentuan, pengendalian (tindakan turun tangan), dan kesan dari anak buah ke
atasannya).
Sedangkan Berbasis berarti “berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Sedangkan pengertian dari sekolah
adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas
memberikan “bekal kemampuan dasar” kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat
legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk
barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja).
Dari pengertian diatas dapat dirangkum bahwa “manajemen berbasis sekolah” adalah pengkoordinasian dan
penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara otonomis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input
manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
(partisipatif)”. Lebih ringkas lagi, manajemen berbasis sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut (David, 1989):
manajemen berbasis sekolah = otonomi manajemen sekolah + pengambilan keputusan partisipatif.
Model manajemen berbasis sekolah pada dasarnya ditampilkan menurut pendekatan sistem (berfikir sistem),
yaitu output-proses-input. Urutan ini dipilih dengan alasan bahwa setiap kegiatan sekolah akan dilakukan,
termasuk kegiatan melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), semestinya
dimulai dari “output” yang akan dicapai, kemudian ke “proses”, dan baru ke “input” yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Langkah-langkah pemecahan persoalannya ditempuh dengan mengikuti urutan yang
berlawanan dengan arah analisis SWOT.
Manajemen berbasis sekolah pada umumnya memiliki ciri-ciri universal, sehingga setiap sekolah yang akan
mengadopsi model ini perlu mengadaptasikannya / menyesuaikannya dengan karakteristik sekolah masing-masing.
Otonomi daerah ini memberi payung hukum dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi
sekolah untuk meningkatkan kinerja para personil dengan partisipasi langsung pihak-pihak terkait dan
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
B. Landasan Programatik MBS
· Kepala sekolah dan guru-guru adalah tenaga profesional yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman
profesional dalam penyelenggaraan sekolah dan pembelajaran. Kapasitas profesional dan proses validasi
empirik merupakan esensi otonomi profesional.
· Tenaga profesional di sekolah adalah orang-orang yang memiliki kewenangan otonomi profesional yang juga
mengandung makna kemampuan menterjemahkan kebijakan pemerintah (standar-standar) dan ketentuan
lainnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak didik dan stakeholder lainnya
· Sekolah adalah sistem sosial yang harus ditumbuh- kembangkan melalui proses “self-renewal capacity”
untuk merespon tuntutan stakeholders atas mutu pendidikan,dan perubahan lingkungan yang terus-menerus
terjadi.
· Perumusan kebijakan, pembuatan keputusan, dan pemecahan masalah di sekolah akan efektif jika
dilakukan oleh fihak/orang-orang yang memiliki keahlian, berkepentingan dan berkecimpung/terlibat dalam
pelaksanaan pekerjaan itu sehari-hari.
C. Pemimpin dan Kepemimpinan
Sekilas antara pemimpin dan kepemimpinan mengandung pengertian yang sama, padahal berbeda. Pemimpin
adalah orang yang tugasnya memimpin, sedang kepemimpinan adalah bakat dan atau sifat yang harus dimiliki
seorang pemimpin.
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak
mengerjakan sesuatu, bawahan dipimpin dari bukan dengan jalan menyuruh atau mondorong dari belakang.
Masalah yang selalu terdapat dalam membahas fungsi kepemimpinan adalah hubungan yang melembaga antara
pemimpin dengan yang dipimpin menurut rules of the game yang telah disepakati bersama.
Kepemimpinan membutuhkan penggunaan kemampuan secara aktif untuk mempengaruhi pihak lain dan dalam
wujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan lebih dahulu. Seseorang pemimpin selalu melayani
bawahannya lebih baik dari bawahannya tersebut melayani dia. Pemimpin memadukan kebutuhan dari
bawahannya dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya.
Dalam organisasi pemimpin dibagi dalam tiga tingkatan yang tergabung dalam kelompok anggota-anggota
manajemen (manajement members). Ketiga tingkatan tersebut adalah :
a.Manager puncak (Top Manager)
3. b.Manajer menengah (Middle manager)
c. Manajer bawahan (Lower managor/suvervisor)
Seorang pemimpin mempunyai keterampilan manajemen (managerial skill) maupun keterampilan tekhnis
(technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang tekhnis pemimpin dalam organisasi maka keterampilan
lebih menonjol dibandingkan dengan keterampilan manajemen. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang bersifat
operasional.
Bertambah tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin menonjol keterampilan
manajemen dan aktivitas yang dijalankan adalah aktivitas bersifat konsepsional. Dengan perkataan lain semakin
tinggi kedudukan seorang pamimpin dalam organisasi maka semakin dituntut dari padanya kemampuan berfikir
secara konsepsional strategis dan makro.
D. Teori Kepemimpinan Dalam Implementasi MBS
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah.
Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan
untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif.
Prilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa
bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap guru baik secara individu maupun
sebagai kelompok (Mulyasa, 2003: 107).
Kepala sekolah sebagai pimpinan di lingkungan sekolah tidak hanya wajib melaksanakan
tugas administratif. Namun juga menyangkut tugas bagaimana mengatur seluruh program
sekolah. Dia harus mampu memimpin dan mengarahkan aspek-aspek baik administratif
maupun proses kependidikan di sekolahnya. Sehingga kepemimpinan di sekolah harus
digerakkan sedemikian rupa sehingga pengaruh prilakunya sebagai orang yang memegang
kunci dalam perbaikan administratif dan pengajaran harus mampu menggerakkan kegiatan-kegiatan
dalam rangka inovasi di bidang pengajaran.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah
dapat mewujudkan misi dan visi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program yang
dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Maka dari itu kepala sekolah dituntut untuk
memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil
keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu
berbeda dengan teori yang lainnya.
Di antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yangpaling menonjol yaitu
sebagai berikut :
1. Teori Genetie Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan “leaders are born and not made”. bahwa
penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat
pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin
karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.
2. Teori Sosial Jika teori genetis mengatakan bahwa “leaders are born and not made”, make penganut-penganut
sosial mengatakan sebaliknya yaitu :
“Leadersare made and not born”. Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat
menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.
3. Teori Ekologis Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-ponganut
teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu
lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan
yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat
yang memang telah dimilikinya itu.
Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang
paling baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih
diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai
pemimpin yang baik.
Pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima type utama yaitu
sebagai berikut :
1. Tipe pemimpin otokratis
2. Tipe pemimpin militoristis
3. Tipe pemimpin paternalistis
4. Tipe pemimpin karismatis
5. Tipe pemimpin demokratis
4. 1. Tipe pemimpin demokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak. Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah
sebagai berikut :
a. Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
c. Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap dialah yang paling
benar.
e. Selalu bergantung pada kekuasaan formal
f. Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang mengandung unsur
paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe mimpinan otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak
menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern.
2. Tipe kepemimpinan militeristis
Perlu diparhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama
dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe
militeristis.
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai
alat utama.
b. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya.
c. Senang kepada formalitas yang berlebihan
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
e. Tidak mau menerima kritik dari bawahan
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin seperti ini bukan
merupakan pemimpin yang ideal.
3. Tipe pemimpin fathernalistis
Tipe kepemimpinan fathornalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal atau kepakan.ke Pemimpin
seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan.
Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu sentimentil.
Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b) Bersikap terlalu melindungi bawahan
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu jarang dan
pelimpahan wewenang.
d) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk mengembangkan inisyatif daya kreasi.
e) Sering menganggap dirinya maha tau.
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi
sifar-sifar negatifnya pemimpin faternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang
dipimpinnya.
4. Tipe kepemimpinan karismatis
Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimin
memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai daya tarik yang amat besar, dan
karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka
menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab Karena kurangnya seorang
pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan
kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan
dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.
5. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis dianggap adalah tipe kepemimpinan
yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok
dibandingkan dengan kepentingan individu.
a) Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut:
Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk
yang termulia di dunia.
b) Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi.
c) Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
d) Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat
kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari bawahan.
5. e) Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya
lebih sukses dan berusaha mengembangkan kapasitas diri.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kepala sekolah merupakan kunci bagi pengembangan dan peningkatan mutu sekolah. Kepala sekolah
dalam organisasi sekolah berfungsi dan bertugas sebagai leader, educator, manajer, administrator, dan
supervisor.
2. Model manajemen berbasis sekolah pada dasarnya ditampilkan menurut pendekatan sistem (berfikir
sistem), yaitu output-proses-input.
3. Proses manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengontrolan, dan pengendalian.
4. Tugas yang diemban kepala sekolah ada dua, yaitu sebagai seorang pemimpin dan manejer.
5. Organisasi belajar sebagai suatu disiplin untuk mengembangkan potensi kapabilitas individu dalam
organisasi yang dikenal dengan The Fifth Dicipline sebagai berikut: 1) Berpikir Sistem (Systems Thinking), 2)
Penguasaan Pribadi (Personal Mastery), 3) Pola Mental (Mental Models), 4) Visi Bersama (Shared Vision), 5)
Belajar Beregu (Team Learning).
DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Moeljono, Djokosantoso, 2003. 12 Konsep Kepemimpinan, Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta.
Senge, Peter M .1996. Fifth Discipline. Binarupa Aksara. Edisi Bahasa Indonesia
Suyanto. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah.
http://groups.yahoo.com. Diakses tanggal 24 Oktober 2008
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Biggraf. Yogyakarta
Zikwan. 2009. Tugas Proposal Penelitian Kualitatif. Copyreg Tugas Unila. Bandar Lampung.
http://schooldevelopment.net/indexi.html diakses tanggal 03 juni 2011
kepemimpinan pendidikan mutu dan kerja
bagi tim mutu
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN MUTU DAN KERJA TIM BAGI MUTU
Kepemimpinan adalah unsur terpenting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi
dan mampu menerjemahkan visi tersebut kedalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang
spesifik.
*) Pemimpin Pendidikan
Mutu terpadu merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi organisasi yang
diterapkannya. Pertanyaanya adalah bagaimana membangkitkan keinginan dan hasrat untuk
meningkatakn mutu pendidikan. Peters dan Austin pernah meneliti karakteristik tersebut
dalam bukunya A Passion for Excellenceyang meyakinkan mereka bahwa yang
menentukan suatu mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Mereka
berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi
mutu yang mereka singkat menjadi MBWA atau Management by Walking About (majemen
dengan melaksanakan). MBWA menekankan pentingnya kehadiran pemimpin dan
pemahaman atau pandangan mereka terhadap karyawan dan proses institusi yang
mementingkan komunikasi visi dan nilai – nilai institusi kepada pihak – pihak lain, serta
berbaur dengan para staf dan pelanggan.
Peter dan Austin memberi pertimbangan spesifik pada kepemimpinan pendidikan
dalam sebuah bab yang berjudul “Excellence in school Leadership”. Mereka memandang
bahwa pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif – perspektif berikut ini:
a. Visi dan simbol – simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai – nilai
institusi kepada para staf, pelajar dan kepada komunitas yang lebih luas.
6. b. MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah insitusi.
c. ‘Untuk Para Pelajar’. Istilah ini sama dengan ‘dekat dengan pelanggan’ dalam
pendidikan. Ini memastikan bawa institusi memiliki fokus yang jelas terhadap
pelanggan utamanya.
d. Otonomi,eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin pendidikan
harus melakukan inovasi di antara staf – stafnya dan bersiap – siap mengatisipasi
kegagalan yang mengiringi inovasi tersebut.
e. Mencipakan rasa ‘kekeluargaan’. Pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan di
antara para pelajar, orangtua, guru dan staf institusi.
f. ‘Ketulusan’, kesabaran, semangat, intensitas, dan ‘antusiasme’. Sifat – sifat tersebut
merupakan mutu personal esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga
pendidikan.
Tanpa kepemimpinan, pada semua level institusi, proses peningkatan tidak dapat
dilakukan dan diwujudkan. Komitmen terhadap mutu harus menjadi peran utama bagi seorang
pemimpin, karena TQM adalah proses atas ke bawah(top – down). Sela ini telah di perkirakan 80
% inisiatif mutu gagal dalam masa dua tahun awal. Alasan utamanya adalah bahwa manajer
senior kurang mendukung proses dan kurang memiliki komitmen untuk inisiatif tersebut.
Biasanya, masalah peningkatan mutu ini merupakan hal yang amat sangat berat dilakukan oleh
manajer senior, karena mereka beranggapan bahwa pelimpahan tanggung jawab pada para
bawahan akan ikut mempengaruhi wibawa mereka. Itulah sebab mengapa kepemimpinan yang
kuat dan jauh kedepan diperlukan dalam kesuksesan peningkatan mutu.
Biasanya, pemimpin organisasi non TQM menghabiskan 30% waktu untuk menghadapi
kegagalan sistem, komplain serta penyelesaian masalah. Sementara itu, manajer yang
mengaplikasikan TQM tidak memiliki pemborosan waktu sedemikian sehingga mereka bisa
mengalihkan 30% waktu tersebut untuk memimpin, merencanakan masa depan,
mengembangkan ide – ide baru dan bekerja secara familiar dengan para pelanggan.
*) Mengkomunikasi Visi
Dalam organisasi – organisasi TQM, seluruh manajer harus menjadi pemimoin dan
pejuang proses mutu. Mereka harus mengkomunikasikan visi dan menurunkannya keseluruh
orang dalam institusi. Beberapa manajer, terutama manajer menengah, mungkin akan
beranggapan bahwa mutu terpadu sulit diterima dan diimplementasikan. Peran tersebut berubah
dari mentalitas ‘Saya adalah Bos’ menuju mental bahwa manajer adalah pendukung dan
pemimpin para staf. Fungsi pemimpin adalah mempertinggi mutu dan mendukung para staf yang
menjalankan roda mutu tersebut. Gagasan – gagasan tradisional tidak akan bisa berjalan
berbarengan dengan pendekatan mutu terpadu. Karena TQM akan merubah institusi tradisional
mulai dari pimpinan hingga para staf serta memutar - balikkan hirarki fungsi institusi tersebut.
TQM memberdayakan para guru dan memberikan kepada mereka kesempatan yang luas untuk
berinisiatif. Oleh karena itu sering kali dikatakan institusi TQM hanya membutuhkan manajemen
yang sederhana dengan kepemimpinan yang unggul.
*) Mengembangkan Budaya Mutu
Peran pemimpin dalam mengembangan sebuah budaya mutu adalah sebagai berikut:
a. Memiliki visi mutu terpadu bagi institusi;
b. Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu;
c. Mengkomunikasikan pesan mutu;
d. Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi;
e. Mengarahkan perkembangan karyawan;
f. Berhati – hati dengan tindakan menyalahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa bukti – bukti
yang nyata. Kebanyakan persoalan yang muncul adalah hasil dari kebijakan institusi dan bukan
kesalahan staf;
g. Memimpin inovasi dalam instansi;
h. Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggungjawab
dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat;
i. Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun
kultural;
j. Membangun tim yang efektif;
k. Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
*) Memberdayakan Para Guru
7. Aspek penting dari peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para
guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para
pelajar . Stanley Spanbauer, ketua Fox Valley Technical College, yang telah memperkenalkan
TQM ke dalam pendidikan kejuruan di Amerika Serikat, berpendapat bahwa, “dalam
pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada pemberdayaan para
guru dan staf lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Para guru di beri wewenang
untuk mengambil keputusan, sehingga mereka memiliki tanggungjawab yang besar. Mereka
diberi keleluasan dan otonomi untuk bertindak.” Spanbauer kembali menekankan pentingnya
kepemimpinan dengan pendapat berikut:“komitmen jauh lebih penting dari sekedar
menyampaikan pidato tahunan tentang betapa pentingnya mutu dalam sekolah . Komitmen
memerlukan antusiasme dan curahan perhatian yang tiada henti terhadap pemberdayaan
mutu. Komitmen selalu menghendaki kemajuan dengan metode cara baru. Komitmen
memerlukan tinjauan ulang yang konstan terhadap masing – masing dan setiap tindakan.”
Spanbauer berpendapat bahwa pemimpin institusi pendidikan harus memadu dan membantu
pihak lain dalam mengembangkan karakteristik yang serupa. Dia menggambarkan sebuah
gaya kepemimpinan dimana pemimpin “harus menjalankan dan membicarakan mutu serta
mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan serta merta.”
Pada dasarnya, arahan Spanbauer tersebut sangat berkaitan dengan pentingnya kepemimpinan
bagi pemberdayaan. Dalam kesimpulan arahan tersebut, pemimpin harus:
1. Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktivitas penyelesaian masalah, dengan
menggunakan metode ilmiah dasar, prinsip – prinsip mutu statistik dan kontrol proses.
2. Memilih untuk meminta pendapat mereka tentang berbagai hal dan tentang bagaimana cara
mereka menjalankan proyek dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya mereka
bersikap.
3. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi manajemen untuk membantu pengembangan dan
peningkatan komitmen mereka.
4. Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi mereka
dalam menyampaikan mutu kepada para pelanggan ~ pelajar, orangtua, dan partner kerja.
5. Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para guru tidak sesuai dengan
pendekatan manajemen atas ke bawah (top – down).
6. Memindahkan tanggunjawab dan kontrol pengembangan tenaga profesional langsung kepada
guru dan pekerja teknis.
7. Mengimplementasikan komunikasi yang sistematis dan kontinyu diantara setiap orang yang
terlibat didalam sekolah.
8. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta negosiasi dalam rangka menyelesaikan
konflik.
9. Memiliki sifat membantu tanpa harus mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa
ada rasa rendah diri.
10. Menyediakan materi pembelajaran konsep mutu seperti membentuk tim, manajemen proses,
layanan pelanggan, komunikasi serta kepemimpinan.
11. Memberikan teladan yang baik dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan
menggunakan waktu untuk melihat – lihat situasi dan kondisi institusi dengan mendengarkan
keinginan guru dan pelanggan lainnya.
12. Belajar untuk berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai bos.
13. Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko.
14. Memberikan perhatian yang berimbang dalam menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal
(pelajar, orangtua, dan lainnya) dan pada pelanggan internal (pengajar, anggota dewan guru,
dan pekerja lainnya).
KERJA TIM BAGI MUTU
Kerja tim adalah sebuah organisasi merupakan komponen penting dari implementasi TQM,
mengingat kerja tim akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, dan mengembangkan
kemandirian. (John S Oakland, Total Quality Management, 1989)
*) Konsep Tim
8. Dalam sektor pendidikan, tim telah dikembangakan sebagai unit dasar dari penyampaian
kurikulum dan dengan demikian pendidikan memiliki suatu awal yang baik mengingat kerja
tim adalah sebuah fakta yang sudah terbukti berhasil. Langkah awal tersebut memungkinkan
institusi pendidikan memiliki pondasi kuat untuk membangun TQM
Namun aplikasi dari kerja tim seringkali dibatasi hanya sebatas fungsi kurikulum dan
manajemen. Untuk membangun kultur TQM yang efektif, kerja tim harus difungsikan dalam
institusi dan harus mendapatkan kesempatan yang seluas – luasnya dalam situasi – situasi
yang menentukan, seperti ketika harus membuat keputusan dan memecahkan masalah. Kerja
tim harus ada juga di semua tingkatan dan harus melibatkan semua staf, akademik maupun
pendukung. Pemisahan antara staf pengajar dan staf pendukung, dan antar tingkatan hirarkis
seringkali mencegah fungsional kerja tim. Oleh karena itu, kendala ini harus dihilangkan.
*) Peran Tim Proyek
Disamping menjalankan fungsi tim yang memang sangat penting, tim juga bisa digunakan
untuk mencapai proyek yang spesifik. Proyek ad – hoc dan berjangka pendek serta tim
peningkatan merupaka elemen kunci dalam peningkatan mutu. Tim harus menjadi motor
peningkatan mutu. Perlu diingat bahwa TQM adalah sebuah kumpulan tim yang saling
melengkapi.
Tugas – tugas kecil dan dapat diatur akan mempermudah pencapaian sukses. Dan meskipun
gagal, tugas – tugas kecil tersebut tidak akan membahayakan kredibilitas dari keseluruhan
proses. Rangkaian proyek kecil bisa mendatangkan kesuksesan yang lebih besar. Meskipun
demikian, proyek – tersebut harus memiliki sebuah tujuan umum, sehingga ada koherensi dan
arah yang jelas dengan hasil akhirnya adalah manfaat bagi pelanggan, baik internal maupun
eksternal. Sebagai langkah awal, tim perlu dilatih tentang cara menggunakan pendekatan –
pendekatan metodik dan menemukan solusi yang permanen dan berjangka panjang.
*) Tim Sebagai Dasar Bangunan Mutu
Sebuah sinergi tim kerja yang harmonis dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu.
Peningkatan mutu adalah sebuah kerja keras, dan mendapat dukungan semua pihak adalah
pendekatan terbaik dalam menangani hal tersebut. Sebagai contoh, sebagian besar kerja –
kerja peningkatan mutu dalam pendidikan terpusat pada pengembangan tim penyusun mata
pelajaran, Strategic Quality Management yang dikembangkan Miller, Dower, dan Inniss
telah menjadikan tim penyusun mata pelajaran sebagai dasar bangunan yang penting untuk
menyampaikan mutu dalam pendidikan. Tim tersbut dibentuk agar memiliki sejumlah fungsi
penting yang mencakup:
; Bertanggung jawab pada mutu pembelajaran;
; Bertanggung jawab pada pemanfaatan waktu para guru, material serta ruang yang
digunakan;
; Menjadi sarana untuk mengawasi, mengevaluasi dan meningkatkan mutu;
; Bertindak sebagai penyalur informasi kepada pihak manajemen tentang perubahan –
perubahan yang diperlukan dalam proses peningkatan mutu. Tim adalah ‘sebuah cara solid
dalam membuat perubahan’. Tim tidak hanya sebagai instrumen pengumpulan data, tapi juga
menggunakan kumpulan data yang dikumpulakan untuk meningkatkan kesempatan –
kesempatan bagi pelajarnya.
Kerja tim tidak muncul begitu saja, seperti yang dikatakan oleh Philip Crosby:
“menjadi bagian dari sebuah tim bukanlah sebuah fungsi alami manusia; hal itu harus
dipelajari.” Tim merupakan kumpulan individu yang memiliki perbedaan kepribadian, ide,
kekuatan, kelemahan, tingkat antusiasme, dan kebutuhan terhadap kerjanya. Sudah menjadi
sebuah kebiasaan bahwa kita seringkali menyebut sekelompok orang yang bekerja sama
dengan istilah ‘tim’. Dan biasanya, hanya peran pemimpin tim tersebut yang bisa
diidentifikasi, dan hal tersebut adalah satu – satunya, struktur yang dimiliki ‘tim’ tersebut.
Tim, seperti orang, membutuhkan pemeliharaan dan pengawasan agar ia dapat berfungsi
9. dengan baik dan mampu memberikan hal yang terbaik. Kontribusi mereka harus dihargai dan
didukung.
*) Tahapan Formasi Tim
Tim membutuhkan waktu untuk tumbuh dan dewasa. B W Tuckman mengatakan ada empat
tahap pertumbuhan dan kematangan dalam perkembangan tim. Dimulai dengan tahap
pembentukan, lalu diikuti tahap – tahap yang ia gambarkan dengan tahap tangan, penataan
norma dan kerja keras.
Pada tahap perkembangan, tim belum lagi sebuah tim. Ia hanya sekumpulan individu –
individu. Ada beberapa tingkat emosi yang diasosiasikan dengan tahap ini, dari kehebohan,
optimisme, idealisme, kebanggaan, dan antisipasi terhadap kekhawatiran, kecurigaan, dan
kegelisahan. Diskusi utama dalam tahap ini akan terpusat pada isu - isu filosofis yang
menyangkut konsep dan abstraksi, atau pada kendala organisasi yang kelak menghambat
kesuksesan kerja. Pada tahap ini tim masih mudah kehilangan perhatian dan mulai
menghadapi masalah – masalah yang sebenarnya berada diluar kepentingan mereka.
Sesungguhnya itu merupakan proses penting yang harus dilalui tim. Mereka akan berhasil
mengatasi tahap tersebut jika seorang manajer senior bisa menyampaikan visi bagi mereka,
dan bisa memberikan garis pedoman yang jelas.
Ketika tim terbentuk, maka mereka akan masuk kepada tahap yang selanjutnya yang lebih
rumit, yang disebut juga dengan tahap tantangan. Tahap ini biasanya merupak periode yang
paling tidak mengenakkan. Ini merupakan tahap dimana para anggota mulai menyadari skala
tugas ke depan dan mereka bisa bereaksi negatif pada tantangan – tantangan yang datang
dengan menempatkan agenda – agenda personal masing – masing. Permusuhan interpersonal
kemungkinan benar – benar muncul. Jika konflik pada tahap ini bisa diatasi, maka tim dengan
mudah dapat bertahan. Pimpinan tim harus mengetahui sumber konflik dan mengatasinya
dengan membantu anggota menyelidiki sebab – sebab umum konflik tersebut. Ada sisi positif
pada tahap tantangan ini, yaitu para anggota mulai memahami satu sama lainnya. Humor dan
kesabaran merupakan hal penting bagi pemimpin pada tahap ini, demikian pula dengan
keteguhan dan kemantapan hati.
Tahap selanjutnya adalah tahap norma. Ia merupakan tahap dimana sebuah tim
memutuskan dan mengembangkan metode – metode kerjanya. Tim tersebut mulai
menetapkan peraturan dan norma, dan membagi – bagi peran yang harus dijalankan para
anggota. Pendekatan pelatihan yang terstruktur dalam kerja tim, sangat membantu dalam
tahap ini.
Kerja keras adalah tahap keempat dalam proses pembentukan tim menurut Tuckman.
Anggota tim saat ini sudah mulai keluar dari perbedaan dan menentukan metode kerja serta
mereka mampu memulai proses pemecahan masalah dan meningkatkan proses. Tim yang
cukup matang dapat bekerja sama dan menghasilkan sinergi. Tim tersebut akan membangun
sebuah identitas dan menentukan ‘kepemilikan’ terhadap proses yang digunakan.
Tidak ada skala waktu khusus bagi sebuah tim untuk mengikuti proses perkembangan ini.
Akan tetapi jika anggota tim selalu ragu terhadap kemantapan tujuan tersebut, maka tahap
formasi akan membutuhkan waktu lama, bahkan ketika tahap kerja keras telah dicapai, tim
masih sangat mungkin mengalami pasang surut.
*) Tim Yang Sangat Efektif
Ukuran efektifitas sebuah tim sangat menentukan operasinya di lapangan. Seperti dinyatakan
Paula Tansley dalam bukunya, Course Teams ~ the Way Forward in FE?, bahwa jumlah staf
yang terlibat dalam sebuah proses penyampaian mata pelajaran tidak sama dengan banyaknya
jumlah staf yang terlibat dalam sebuah tim industri. Karena itu, hal terpenting yang harus
dilakukan adalah memastikan sebuah parameter efektifitas. Walaupun tidak ada ‘resep
khusus’ yang menjamin kesuksesan sebuah tim, namun beberapa poin penting berikut perlu
terus diingat:
10. Sebuah tim membutuhkan peran anggota yang telah didefinisikan secara jelas. Ini
penting untuk mengetahui siapa yang memimpin tim dan siapa yang memfasilitasi tim.
Perbedaan antara pemimpin dan fasilitator ditegaskan dalanm TQM. Peran pemimpin adalah
teladan ~pembuktian diri. Pemimpin adalah orang yang memberikan misi dan
menyampaikannya pada tim. Fasilitator atau konsultan mutu memiliki peranan yang lebih
fiktif. Fasilitator membantu tim untuk menggunakan secara tepat alat pemecahan maslah dan
alat pembuat keputusan. Peran penting lainnya dalam tim melibatkan penelitian, pembuatan
catatan dan pembangunan hubungan eksternal.
Tim membutuhkan tujuan yang jelas. Sebuah tim harus tau kemana arah meraka dan harus
memiliki tujuan yang jelas untuk dicapai. Sebuah tim perlu membuat statemen dalam misinya
dan memandangnya sebagai sesuatu yang dapat dikerjakan. Tujuan harus dapat dicapai dan
dapat diraih serta relevan dengan minat dan kepentingan anggotanya.
Sebuah tim membutuhkan sumberdaya – sumberdaya dasar untuk beroperasi.
Kebutuhan SDM, waktu, ruang, dan energi. Poin terakhir, yaitu energi merupakan unsur yang
penting namun sering kali dilupakan dalam diskusi kerja tim, khususnya dalam konteks tim –
tim peningkatan. Sebuah tim perlu untuk tidak memanfatkan energi tim secara
berlebih lebihan.
Sebuah tim perlu mengetahui tanggung jawab dan batas – batas otoritasnya.
Kekecewaan akan hadir jika terdapat pertimbangan yang diabaikan, atau jika timberlebihan
menggunakan otoritasnya.
Sebuah tim memerlukan rencana kerja. Rencana tersebut mencakup visi, misi, bahkan
mungkin flowbart tentang langkah – langkah yang dibutuhkan untuk menyelsaikan proyek,
serta sumberdaya – sumberdaya bagi tim.
Sebuah tim membutuhkan seperangkat aturan untuk bekerja. Aturan tersebut harus
sederhana dan disetujui oleh anggota. Pentingnya mereka bagi tim adalah untuk menyusun
standar yang tinggi dan menjaga keberlangsungan tim.
Tim perlu menggunakan alat – alat yang tepat untuk mengatasi masalah dan
menemukan solusi. Tekhnik seperti brain storming, flowbarting, dan analisis lapangan,
mudah untuk diadopsi dan dapat menjadi alat pemecahan masalah dan alat pembuat
keputusan yang handal.
Tim perlu mengembangkan sikap tim yang baik dan bermanfaat. Peter R Scholtes
berpendapat bahwa kunci menuju kerja tim yang baik adalah sikap tim yang baik dan
bermanfaat. Ada beberapa hal yang secara ideal harus dilakukan oleh seluruh anggota tim,
dan mencakup kemampuan untuk:
; Mengini siasikan diskusi;
; Mencari informasi dan opini;
; Mengusulkan prosedur untuk mencapai tujuan;
; Menjelaskan atau mengurai ide
; Menyimpulkan;
; Tes utnuk mufakat;
; Bertindak sebagai moderator: mengatur lalulintas percakapan langsung, menghindari
percakapan simultan, menghambat pembicara yang dominan, memberikan kesempatan kepada
pembicara cadangan, menjaga percakapan dari hal – hal yang menyimpang;
; Kompromis dan kreatif dalam mengatasi perbedaan;
; Mencoba untuk mengurangi ketegangan dalam kelompok dan berusaha bekerja
menembus masalah – maslah yang sulit;
; Mengekspresikan perasaan kelompok dan meminta yang lain untuk mengecek kesan
tersebut;
; Membuat kelompok setuju terhadap standar;
; Merujuk pada dokumentasi dan data;
11. ; Memuji dan mengoreksi anggota dengan cara yang fair, dan mampu menerima komplain
sama baiknya dengan pujian.
Pentingnya komunikasi yang baik dalam suatu tim adalah untuk memelihara sifat –
sifat yang baik dan bermanfaat tersebut. Dasar komunikasi yang baik antar anggota adalah
kejujuran dan integritas. Hal itu sama pentingnya dengan keinginan anggota menyampaikan
perasaannya secara terbuka dan tidak menyembunyikan agenda. Pemimpin memainkan
peranan penting disini. Ini adalah peranan pemimpin tim untuk mencegah tim dari
kemandekan serta dari dominasi oleh beberapa orang.