Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Reformasi sistem kepegawaian merupakan kunci utama dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia pada 2025. Variabel remunerasi diidentifikasi sebagai pengungkit utama untuk meningkatkan kinerja aparatur, meskipun dapat membebani anggaran negara. Diperlukan kajian cermat untuk memastikan remunerasi mendukung reformasi tanpa menimbulkan masalah baru.
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Kelas Dunia 2025
1. DIT Individual
Kajian Paradigma
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi (Sistem
Kepegawaian) Untuk Mewujudkan Pemerintahan Kelas
Dunia 2025 di PKMK-LAN
Tri Widodo W. Utomo
NDH 53
Program Diklatpim Tingkat II
Angkatan XXXI Kelas B
Jakarta, 2011
2. LAPORAN INDIVIDUAL ISU TERPILIH
KAJIAN PARADIGMA
NAMA PESERTA : Tri Widodo Wahyu Utomo
NDH : 53
KELAS/KELOMPOK : B / B-4
INSTANSI : Lembaga Administrasi Negara
A. JUDUL ISU TERPILIH:
“Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi (Sistem Kepegawaian) Untuk
Mewujudkan Pemerintahan Kelas Dunia 2025 di Pusat Kajian Manajemen Kebijakan
(PKMK) LAN”
B. DESKRIPSI ISU TERPILIH
Pusat Kajian Manajemen Kebijakan (PKMK) Lembaga Administrasi Negara
pada tahun 2011 memiliki program kajian tentang pengembangan kapasitas SDM
aparatur melalui pengembangan diklat khusus sebagai implikasi reformasi birokrasi.
Dalam rangka menganalisis issu tersebut, laporan ini mencoba lebih memfokuskan
pada sisi substantif kajian, yakni kerangka pikir dan variabel-variabel yang terkait
dengan issu pokoknya.
Sebagaimana kita ketahui bersama, pada akhir tahun 2010 yang lalu,
pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 81/2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Peraturan Menpan dan RB No. 20/2010
tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Visi yang dicanangkan dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi ini adalah untuk mewujudkan pemerintahan kelas
dunia (world class) pada tahun 2025.
Dari 8 (delapan) area perubahan yang diharapkan (lihat lampiran), perubahan
pada dimensi sumber daya manusia atau reformasi kepegawaian dapat dikatakan
merupakan intisari reformasi. Menurut Perpres No. 81/2010, hasil yang diharapkan
1
3. dari reformasi kepegawaian ini adalah terwujudnya SDM aparatur yang
berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.
Selain itu, reformasi kepegawaian tentu juga harus menghasilkan postur
kepegawaian yang ideal secara kuantitatif, yakni tercapainya keseimbangan antara
jumlah pegawai dengan beban kerja. Reformasi kepegawaian ini sangat mendesak
mengingat lemahnya kinerja aparatur dalam penyediaan layanan publik selama ini.
Terkait dengan soal kuantitas pegawai, beberapa hari terakhir ini
berkembang wacana di berbagai media cetak dan elektronik tentang moratorium
rekrutmen CPNS. Rencana kebijakan ini sendiri berasal dari Tim Independen RB
Nasional kepada Wakil Presiden selaku Ketua Tim Pengarah RB Nasional untuk
menutup ruang-ruang korupsi yang sering terjadi pada saat rekrutmen CPNS.
Secara kebetulan, beberapa waktu lalu juga muncul berita bahwa beban APBN
sudah terlalu berat untuk membayar gaji pegawai. Dengan demikian, moratorium
rekrutmen CPNS diharapkan dapat mencegah merebaknya korupsi sekaligus
mengurangi beban APBN untuk membayar pegawai.
Namun, rekrutmen pegawai sesungguhnya adalah hal yang alami diseluruh
organisasi baik publik/pemerintah maupun privat/swasta. Jika proses rekrutmen
terhambat, dikhawatirkan akan terjadi kesenjangan generasi atau lambatnya proses
regenerasi dalam organisasi tersebut. Hal ini tentu akan menjadi masalah baru bagi
organisasi tersebut, disamping masalah klasik berupa rendahnya kinerja atau
produktivitas kerja pegawai sebagai akibat kompetensi yang rendah.
Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai (PNS), maka telah ditempuh
upaya reformasi birokrasi, salah satunya dengan pemberian remunerasi. Secara
obyektif, memang standar gaji atau penghasilan PNS masih sangat rendah dan
kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika faktor kesejahteraan
ditingkatkan, maka diharapkan dapat mendorong PNS untuk fokus pada tanggung
jawabnya dan tidak mencari-cari kesibukan lain untuk menambah penghasilan.
Namun tanpa disadari, pemberian remunerasi juga akan membebani APBN,
serta memberi dorongan yang kuat untuk melakukan moratorium rekrutmen CPNS.
Artinya, jika remunerasi tidak diberikan sebagai implikasi reformasi birokrasi, maka
anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk membayar gaji PNS sehingga
2
4. tidak diperlukan moratorium rekrutmen CPNS. Kalaupun moratorium tetap
dipertahankan, maka anggaran tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
kapasitas pegawai guna menutup gap kompetensi yang ada.
C. MASALAH POKOK
Masalah pokok yang dihadapi adalah lemahnya reformasi kepegawaian yang
mengakibatkan munculnya masalah-masalah birokrasi seperti rendahnya kualitas
dan kuantitas SDM aparatur, rendahnya kesejahteraan, lemahnya kinerja dan
profesionalisme aparatur, dan sebagainya. Pada gilirannya, permasalahan ini
menyebabkan semakin sulitnya mencapai visi reformasi mewujudkan pemerintahan
kelas dunia.
Dalam mengurai permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan pembatasan
variabel yang turut mewarnai problematika yang terjadi. Dalam hal ini, variabel
terpilih dalam issu reformasi kepegawaian adalah sebagai berikut:
• Reformasi Kepegawaian
• Rekrutmen
• Remunerasi
• Perubahan Mindset
• Jumlah/Komposisi PNS
• Kesejahteraan
• Beban Anggaran
• Kinerja
• Profesionalisme SDM
• Pemerintahan Kelas Dunia
D. ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
Dari deskripsi tentang issu diatas dapat dilihat bahwa reformasi kepegawaian
merupakan sebuah issu yang kompleks dan memiliki banyak variabel yang terkait
satu dengan yang lain. Meskipun demikian, DIT-Individual ini mencoba membatasi
pada 3 (tiga) variabel saja yang dianggap paling penting dan paling aktual dengan
kondisi kekinian, yakni variabel remunerasi, rekrutmen, dan perubahan mindset.
3
5. Dari ketiga variabel tersebut, semuanya memiliki loop yang pada akhirnya
merujuk pada pencapaian visi reformasi yakni mewujudkan pemerintahan kelas
dunia. Namun, variabel remunerasi dan rekrutmen mengandung kekurangan
dibanding variabel perubahan mindset, karena menimbulkan beban yang tinggi
terhadap anggaran negara (APBN).
Diantara variabel terpilih sendiri memiliki hubungan saling tergantung, saling
mempengaruhi, serta saling memberikan umpan balik yang bersifat penguatan
(reinforcing) maupun penyeimbangan (balancing). Sebagai contoh, faktor
pemerintahan kelas dunia akan memberikan penguatan pada peningkatan
profesionalisme SDM maupun kebutuhan alokasi untuk pembayaran remunerasi.
Profesionalisme SDM sendiri akan semakin memperkuat kinerja pemerintah.
Sementara itu, remunerasi akan meningkatkan beban terhadap APBN, yang pada
gilirannya akan memperlambat reformasi kepegawaian. Dengan kata lain, kapasitas
APBN merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan
reformasi birokrasi.
Dalam bentuk Causal Loop Diagram, pola pikir tentang peranan reformasi
sistem kepegawaian dalam upaya mewujudkan pemerintahan kelas dunia dapat
digambarkan sebagai berikut
S Perubahan
Mindset
Rekrutmen S
Beban Anggaran
S S
S
Jumlah/Komposisi SSS
PNS S S
Reformasi B4 Profesionalisme Pemerintahan
Kepegawaian O S
Kinerja SDM R2 Kelas Dunia
S S R3 S S
Kesejahteraan S
S
Remunerasi
S
R1
4
6. Dari CLD diatas dapat dihitung jumlah loop dan prioritas masing-masing
variabel sebagai berikut:
No Variabel Jumlah Loop Prioritas
1 Reformasi Kepegawaian 6/27 IV
2 Rekrutmen 3/16 V
3 Remunerasi 8/34 I
4 Perubahan Mindset 2/9 VII
5 Jumlah/Komposisi PNS 3/16 V
6 Kesejahteraan 2/7 VIII
7 Beban Anggaran 6/27 IV
8 Kinerja 4/15 VI
9 Profesionalisme SDM 8/30 III
10 Pemerintahan Kelas Dunia 8/33 II
Dari CLD diatas dapat ditemukan pengungkit utama (key leverage) dari
upaya mendorong reformasi kepegawaian guna mewujudkan pemerintahan kelas
dunia, yakni Remunerasi. Ini berarti bahwa remunerasi akan menjadi kunci utama
bagi reformasi kepegawaian, jika ditunjang dengan kemampuan APBN yang
memadai. Namun jika kapasitas anggaran terbatas, maka remunerasi justru akan
menjadi faktor pelambat (decelerator) yang dapat menggagalkan program reformasi
kepegawaian dalam upaya mewujudkan pemerintahan kelas dunia 2025.
Adapun dalam diagram pohon penyebab (Causes and Uses Tree), program
faktor remunerasi sebagai leverage dan penjabaran CLD diatas dapat digambarkan
sebagai berikut:
Beban Anggaran Reformasi Kepegawaian
Perubahan Mindset
Pemerintahan Kelas Dunia (Kinerja)
Profesionalisme SDM Remunerasi Remunerasi Kesejahteraan
Profesionalisme SDM
Beban Anggaran Reformasi Kepegawaian Kinerja (Profesionalisme SDM)
Causes Tree Uses Tree
5
7. Causes Tree diatas memberi gambaran yang gamblang tentang faktor-faktor
yang menjadi alasan perlunya pemberian remunerasi. Dengan kata lain, remunerasi
merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi, yakni masih teramat
jauhnya visi mewujudkan pemerintahan dunia serta program reformasi kepegawaian
yang belum berjalan optimal.
Sebaliknya, Uses Tree diatas memberi gambaran tentang dampak (baik
positif maupun negatif) yang timbul dari pemberian remunerasi, yakni
membengkaknya beban anggaran, meningkatnya kesejahteraan, serta membaiknya
kinerja pemerintah. Meski mengakibatkan beban anggaran semakin berat, namun
hal itu merupakan “ongkos yang harus dibayar” untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kinerja pegawai.
Dari Causes Tree dan Uses Tree diatas dapat disimpulkan bahwa remunerasi
merupakan faktor pengungkit (leverage) yang sangat penting untuk sukses atau
gagalnya reformasi birokrasi pada umumnya, serta reformasi kepegawaian pada
khususnya.
E. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Simpulan
Dari paparan sejak latar belakang hingga analisis diatas, dapat disimpulkan
bahwa reformasi kepegawaian merupakan kebutuhan mendasar dalam
membenahi sistem pemerintahan sekaligus sebagai upaya merealisasikan visi
reformasi yakni terwujudnya pemerintahan kelas dunia 2025.
Keberhasilan atau kegagalan reformasi kepegawaian sendiri akan sangat
tergantung pada seberapa jauh varibel-variabel terkait berjalan dengan baik.
Dalam kaitan ini, variabel mengenai dukungan dan kemampuan anggaran
(APBN) dapat dikatakan sebagai issu sentral dalam program reformasi
kepegawaian.
2. Rekomendasi
Reformasi adalah program prioritas nasional yang sangat kompleks, dan
agar dapat berjalan optimal, diperlukan adanya sikap mental yang positif dan
6
8. dukungan yang sinergis dari berbagai pihak. Hal ini mengandung pemahaman
bahwa setiap aparat pemerintah dan setiap instansi pemerintah harus memulai
proses reformasi dari dirinya sendiri dan dari lingkungan instansi masing-masing.
Selain itu, agar reformasi kepegawaian dapat berhasil dengan baik, perlu
dilakukan kajian yang cermat dan hati-hati terhadap tingkat dukungan anggaran
sebagai akselerator reformasi. Artinya, pemberian remunerasi harus dikalkulasi
secara detil agar tidak menimbulkan beban-beban baru pada sektor lainnya.
Sebab, remunerasi sesungguhnya hanya pemicu reformasi, bukan tujuan akhir
dari reformasi itu sendiri.
7
9. LAMPIRAN
8 Area Perubahan dan Hasil yang Diharapkan dari Reformasi Birokrasi
Sumber: Perpres No. No. 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, hal. 16.
DAFTAR BACAAN / REFERENSI
Dwiyanto, Agus, 2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi
Birokrasi, Jakarta; Gramedia.
Effendi, Sofian, 2011, Diklat Kepemimpinan Reformasi, paparan pada FGD Diklat
Khusus sebagai Implikasi Reformasi Birokrasi, Jakarta: LAN, 19 Mei.
Yahoo News, Pemerintah Mulai Kewalahan Bayar Gaji PNS,
http://id.berita.yahoo.com/pemerintah-mulai-kewalahan-bayar-gaji-pns-003100871.html
Peraturan Presiden No. 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Peraturan Menpan dan RB No. 20/2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-
2014.
8