SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  58
FISIOTERAPAI 
Nama Wahyu Budi Prasetyo 
FISIOTERAPI 
FAKULTAS ILMU KESEHATAN 
UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 
1
KATA PENGANTAR 
2 
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah 
memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan 
praktek klinik fisioterapi komprehensif dengan judul “PENATALAKSANAN 
FISIOTERAPI PADA KONDISI POST ORIF CLOSE FRAKTUR TIBIA DAN 
FIBULA 1/3 DISTAL SINISTRA DENGAN PLATE AND SCREW DI 
BANGSAL ANGGREK RSO. PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA” 
sebagai tugas akhir laporan praktek klinik Fisioterapi Komprehensif Diploma III 
Fisioterapi angkatan 2009. 
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas 
dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan 
ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang selalu 
membantu dalam penyelesaian makalah ini. 
Dengan segala kerendahan hati, penulis memahami bahwa makalah ini jauh 
dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang 
bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi 
rekan mahasiswa dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI 
3 
HALAMAN JUDUL................................................................................................i 
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii 
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii 
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv 
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1 
A. Latar Belakang Masalah.................................................................1 
B. Rumusan Masalah..........................................................................2 
C. Tujuan Penulisan............................................................................2 
D. Manfaat Penulisan..........................................................................3 
BAB II KERANGKA TEORI...........................................................................4 
A. Deskripsi Teoritis...........................................................................4 
1.Anatomi Fungsional.....................................................................4 
2.Patologi Kehamilan.....................................................................6 
3. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu).......................................8 
B. Deskripsi Proses Fisioterapi.........................................................12 
1.pemeriksan Subjektif.................................................................12 
2.Pemeriksaan Objektif................................................................12 
3. Diagnosis Fisioterapi................................................................13 
4. Program Fisioterapi.................................................................13 
5. Rencana Evaluasi......................................................................14 
6. Prognosis..................................................................................14 
7. Penatalaksanaan Fisioterapi......................................................14 
8. Evaluasi....................................................................................14 
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................15 
A. Keterangan Umum Penderita.......................................................15 
B. Data-data Medis Rumah Sakit......................................................15 
C. Segi Fisioterapi..............................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................34 
A. Hasil Penanganan Kasus...............................................................34 
B. Pembahasan...................................................................................34 
BAB V KESIMPULAN..................................................................................35 
A. Kesimpulan...................................................................................35 
B. Saran..............................................................................................35 
DAFTAR PUSTAKA 
LAMPIRAN 
4
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
Perilaku manusia yang ingin serba cepat dan praktis tersebut 
menyebabkan mobilitas manusia meningkat. Hal ini dapat menimbulkan 
kurang hati-hati dalam melakukan semua aktifitas, menimbulkan masalah lalu 
lintas yang cukup serius dan juga dapat menimbulkan trauma. Trauma 
tersebut dapat ditimbulkan dan jumlah kepadatan lalu lintas yang bertambah 
berakibat meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan dapat pula mengakibatkan 
kematian, sedangkan masalah yang lalu yang dapat ditimbulkan antara lain 
adalah cedera yang berupa sprain, strain, memar dan bahkan patah tulang 
(fraktur). Sebagai contoh adalah fraktur cruris. 
Gambaran tentang fraktur adalah keadaan dimana struktur tulang 
mengalami pemutusan secara menyeluruh / sebagian karena disebabkan oleh 
trauma, misalkan penekanan berulang-ulang atau sebagian karena patologi 
tulang itu sendiri (Apley, 1995). Fraktur dapat menimbulkan bermacam-macam 
gangguan fungsi aktifitas atau hilangnya fungsi anggota badan 
(amputasi) perubahan bentuk (deformitas) dan dapat memperburuk keadaan. 
Di sini fisioterapi mempunyai peran sebagai profesi yang bertanggung 
jawab dalam proses penyembuhan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional 
yang terjadi pada kasus post operasi fraktur cruris dengan pemasangan 
internal fiksasi berupa plate and screw. Menangani pasien dengan kondisi 
tersebut banyak modalitas fisioterapi yang digunakan, salah satunya adalah 
terapi latihan yang meliputi Breathing exercise, latihan gerak aktif dan static 
kontraksi. Sementara itu tindakan terapeutik yang dilakukan fisioterapi antara 
lain: kurangi oedema dan cegah komplikasi yang mungkin timbul, 
pertahankan fungsi pernafasan, kurangi nyeri dan cidera jaringan lunak serta 
memulihkan kemampuan fungsional. 
B. Perumusan Masalah 
5
6 
Dalam penulisan laporan ini penulis membatasi permasalahan dan 
modalitas yang digunakan, yaitu: (1) apakah dengan terapi latihan dapat 
meningkatkan kekuatan otot? (2) Apakah terapi latihan dapat mengurangi 
kekuatan pada daerah tungkai atas karena immobilisasi dengan internal 
fiksasi? (3) apakah terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan 
fungsional? 
C. Batasan Masalah 
Kondisi pada kasus ini adalah post operasi Fraktur sepertiga cruris 
distak sinistra dengan pemasangan internal fiksasi berupa plate and screw. 
Mengingat bahwa banyaknya komplikasi yang timbul serta keadaan pasien 
yang dirawat di bangsal maka penulis hanya membatasi pembahasan pada 
penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post operasi Fraktur sepertigadistal 
sinistra dengan terapi latihan. 
D. Tujuan Penulisan 
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui : (1) 
manfaat terapi latihan dalam meningkatkan kekuatan otot, (2) dengan terapi 
latihan dapat meningkatkan kekuatan otot akibat immobilisasi karena internal 
fiksasi dan (3) dengan terapi latihan dapat menjaga dan memelihara 
kemampuan fungsional.
BAB II 
KERANGKA TEORI 
A. Deskripsi Teoritis 
1. Anatomi Fungsional 
1. Osteologi 
a. Tulang Femur 
7 
Femur merupakan tulang panjang terpanjang pada tubuh dan 
dibagi dalam corpus, collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada 
corpus kita bedakan menjadi tiga bagian yaitu, facie anterior lateral dan 
medial. Facies lateral dan medial dipisahkan dari sisi dorsal oleh dua 
peninggian berbibir kasar, lineaaspira yang merupakan daerah tebal 
tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea, 
labium medial dan lateral, labiumlateral berakhir pada tuberusitas 
glutea. Kadang-kadang tuberusitas glutea lebih nyata dan dikenal 
sebagai trochanter ketiga. Labium medial berjalan kepermukaan bawah 
collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial kita temukan birai yang 
turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea. 
Pada bagian proximal dan distal corpus femoris kehilangan bentuk 
segitigany dan menjadi lebih bersisi empat. Caput femoris dengan 
lekukan yang menyerupai pusar yaitu fovea cacitis yang mempunyai 
batas irregular dengan collum. Peralihan dari collum. Peralihan dari 
collum ke corpus femoris dianterior ditandai oleh linea intochanterica 
dan diposterior oleh crista introchanterica. Tepat dibawah trochanter 
mayor terletak fossa trochanterica. Trocanter minor menonjol ke 
posterior dan medial. 
Pada ujung distal dibentuk oleh epicondylus, tepat dekat 
epicondylus terletak condylus lateralis dan medialis. Keduanya 
disatukan pada permukaan anterior oleh facies patelaris dan diposterior 
dipisahkan oleh fossa intercondyloidea. Fossa ini dibatasi oleh linea 
intercondylloidea yang membentuk dasar segitiga (planumpopiliteum)
8 
yang sisinya dibentuk oleh labium divergen linea aspera. Dibawah 
epycondylus lateralis terletak sulcus popliteus dan diatas epicondylus 
medialis terdapat tubercullum adductorius. 
b. Tulang Patella 
Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. 
Tulang patella berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella 
menghadap kearah distal. Pada permukaan anterior tulang patella kasar 
dan permukaan dosal mempunyai permukaan sendi yang dipisahkan ole 
sebuah peninggian menjadi facies lateralis yang lebih besar dan facies 
medialis yang lebih kecil. 
c. Tulang Tibia 
Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung 
proximal, corpus dan ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi 
lutut adalah bagian proximal. Pada bagian proximal terdiri atas condylus 
medialis tibiae. Condylus medialis tibiae permukaan sendi dinamakan 
facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi lateral facies 
artecularis superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan 
tuberculum intercondyloiddeum mediale. Pada condylus lateralis tibiae 
permukaan sendi yang dinamakan facies articularis superior condyli 
lateralis tibiae dinamakan tubercullum intercondyloideum yang 
memisahkan kedua facies articularis pada bagian ini terdapat eminentia 
intercondyloideum, fossa intercondyloideum anterior, fossa 
intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian 
ventral dan merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui 
ligamentum patella pada bagian corpus (diaphysis) tibiae berbentuk segi 
tiga dibedakan atas facies lateralis. Facies medialis tibiae, facies psterior 
tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m. Soleus sedangkan pada 
bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan crista 
interossea tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior 
berhadapan dengan crista interossea fibulae. Pada bagian distal agak 
melebar dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada malleolus 
medialis bagian medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada
9 
sulcus malleolaris permukaan dorsal malleolaris medial yang dilalui 
oleh tendines mm. Tibialis posterior et flexordigitorum longus. Pada 
incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang berhubungan dengan 
fibulae. 
d. Tulang Fibula 
Tulang fibula dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proximal, 
corpus, dan ujung distal. Pada bagian proximal terdiri capitulum fibulae 
melekat kebagioan karniodorsal tibia. Puncak capitulum fibulae 
dinamakan apex capituli fibulae. Pada bagian corpus fibulae berbentuk 
seperti prisma. Tapi yang berhadapan dengan crista interossea tersebut 
dihubungkan oleh membrana interossea cruris. Pada bagian distal 
ditandai oleh penonjolan kekaudal yang dinamakan malleolus lateralis. 
Malleolus lateralis mempunyai permukaan sendi dinamakan facies 
articularis malleoli lateralis yang bersendi dengan tulang talus 
dipermukaan dorsal malleolus lateralis terdapat sulcus tendinis mm. 
Peronerum. 
e. Tulang Talus 
Tulang talus dibagi menjadi tiga yaitu caput tali, collum tali, 
corpus tali. Pada bagian caput tali terdapat facies articularis navicularis 
yang bersendi dengan naviculare pedis. Pada collum tali 
menghubungkan capu tali dan corpus tali. Di collum tali terdapat sulcus 
tali yang bersamaan dengan tulang calcaneus membentuk sinus tarsi. 
Sinus tarsi tempati oleh ligamen talocalcaneum interosseum. Pada 
bagian corpus tali dimana terdapat trocheal tali, facies malleolaris 
meialis tali, processus lateralis tali, processus poterios tali. Pada bagian 
processus posterior tali terbagi menjadi dua yaitu tubercullum laterale 
dan tubercullum mediale. 
f. Tulang Calcaneus 
Tulang calcaneus dibagi menjadi dua yaitu facies articulares 
talares anterior et media dan facies talares posterior. Pada facies 
articulares talares menonjol kemedial dinamakan sustentaculum talim. 
Dibagian dorsal calcaneum terdapat tonjolan besar dinamakan tuber
calcanei. Permukaan medianya terbagi dua bagian yaitu processus 
medialis calcanei dan processus lateralis tuberis calcanei. 
g. Tulang Naviculare Pedis 
Tulang naviculare pedis dilihat dari distal terdiri dari facies 
articularis terdapat caput tali dan ossa cuneiformiae dipermukaan 
medianya tuberusitas ossis naviculare pedis yang dapat diraba dibawah 
depan malleolus medialis. 
h. Tulang Cuneuforme 
Tulang cuneufome terdiri atas tulang cuneuforme medialis 
berbentuk paling besar bentuknya. Tulang cuneuforme intermedius 
paling kecil permukaan sendinya seperti huruf “L” terbalik dan tulang 
cuneiforme lateralis. 
i. Tulang Metatarsale 
Tulang metatarsale terdiri dari lima buah setiap bagian terdiri dari 
corpus distal, media, lateral. 
j. Tulang Basis Phalangis 
Tulang basis phalangis terdiri dari lima setiap bagian terdiri dari 
distal, medial, lateral. 
k. Tulang phalanx 
Tulang phalanx terdiri dari phalanx distal, phalanx proksimal 
2. Otot-otot Tungkai Atas 
a. Otot Sartorius 
Origo : Spina iliaca anterior superior 
Insertio : Facies madialis tibiae dekt tuberusitas tibiae bersama-sama 
Dengan tendo otot gracilis dan otot semitendinosus 
b. Otot Rectus femoralis 
Origo : Caput rectum, spina anterior inferiorcaput obliqum, agak 
dikranial acetabulum 
Insertio : Tuberusitas tibiae melalui ligament patellae 
c. Otot-otot Vastus medialis 
10
Origo : Bagian paling kaudal linea intertrochanterica, labium 
mediale 
linea aspera 
Insertio : Tepi medial tendo otot rectus femoralis, patella 
d. Otot-otot Intermedius 
Origo : Permukaan depan dan lateral femur 
Insertio : Tendo otot rectus femoralis 
e. Otot-otot Vastus lateral 
Origo : Permukaan depan dan kaudal trochanter major, labium 
laterale 
Linea aspera 
Insertio : Tepi lateral tendo otot rectus femoris, patella 
f. Otot Articularis genu 
Origo : Permukaan depan bagian kaudal femur 
Insertio : Permukaan atas dan lateral capsula articularis articulatio 
genu 
g. Otot Pectineus 
Origo : Pectin ossis pubis, fascia pectinea 
Insertio : Linea pectinea femoralis 
h. Otot Adductor longus 
Origo : Ramus superior ossis pubis diantara symphisis et 
tuberculum 
pubicum 
Insertio : Labium mediale linea aspera 
i. Otot Gracilis 
Origo : Ramus inferior ossis pubis 
Insertio : Facies mediale tibea dekat tuberositas tibea bersama-sama 
dengan 
tendineae mm. sartorius et semitendinosus (Pesanserinus) 
j. Otot Adductor Brevis 
Origo : Ramus inferior ossis pubis 
Insertio : Labium mediale linea aspera 
11
k. Otot Adductor Magnus 
Origo : Ramus inferior ossis pubis 
Insertio : Labium mediale linea aspera 
l. Otot Adductor Minimus 
Origo : Ramus inferior ossis pubis 
Ramus inferior ossi inchi 
Insertio : Labim mediale linea aspera 
m. Otot Semimembranosus 
Origo : Tuber ischiadikus 
Insertio : Condilus mediale tibiae 
n. Otot Bicep femoralis 
Origo : Caput longum : tuber ischiadicum 
Caput breve : labium laterale linea asperae 
Insertio : Capitulum fibulae, condylus lateralis 
3. Otot Tungkai Bawah 
a. Otot Tibialis anterior 
Origo : Condylus lateralis tibea, facies lateralis tibea, membrane 
interssea 
Cruris, facies cruris 
Insertio : Permukaan plantar tulang cuneuforme I, permukaan atas 
basis 
Ossis metatarsalis I 
b. Otot Extensor digitorum longus 
Origo : Capitulum et facies medialis fibulae, fascia cruris 
Insertio ; Aponeurosis dorsalis jari kaki II, V 
c. Otot Pereneus tirtius 
Origo : Fibula (merupakan bagian paling lateralis m. extensor 
digitorum 
longus) 
Insertio : Basis ossis metatarsalis 5 
d. Otot Extensor Hallucis Longus 
Origo : Facies medialis fibulae, membrana interossea cruris 
12
Insertio : Basis phalanx terakhir ibu jari kaki 
e. Otot Gastocnemius 
Origo : Caput mediale epicondylus medialis moris, caput latrale, 
epicondylus lateralis femoris 
Insertio : Tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei achilles 
f. Otot Soleous 
Origo : Capitulum febulae, facies posterior fibulae, linea poplitea 
tibiae, 
Arcus tendinis otot soleus 
Insertio : Tuber calcanei melalui tendo calcanei achillus 
g. Otot Tibialis Anterior 
Origo : Condylus lateralis femoralis, ligament popliteum tibiae 
Insertio : Planum popliteum tibiae 
h. Otot Plantaris 
Origo : condylus lateralis femoralis 
Insertio : Tuber calcanei 
i. Otot Flexor Digitorum Longus 
Origo : Facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam 
Insertio : Phalanx distal jari kaki II, III 
j. Otot Flexor Hallucis Longus 
Origo : Facies posterior fibulae, facies cruris lembar dalam 
Insertio : Phalanx distal ibu jari kaki 
k. Otot Tibialis Posterior 
Origo : Facies posterior fibulae, membrane interossea cruris, 
facies 
posterior tibiae 
Insertio : Tuberositas ossis navicularis 
l. Otot Peroneus Longus 
Origo : Facies lateral fibulae 
Insertio : Ossa curneuforme I, basis ossis metatarsalis I. 
m. Otot Peroneus Brevis 
Origo : Facies lateralis fibulae 
13
Insertio : Basis ossis metatarsalis V 
4. Otot-otot Kaki 
a. Otot Extensor Hallucis Brevis 
Origo : Bagian depan calcaneus 
Insertio : Oponerosis dorsalis ibu jari kaki 
b. Otot Extensor Digitorum Brevis 
Origo : Bagian depan calcaneus 
Insertio : Oponerosis dorsalis jari kaki II sampai V 
c. Otot bAbduktor Hallucis 
Origo : Processus medialis tuberis calcanei, flexor retinaculum 
Insertio : Sisi medial phalanx proximal 
d. Otot Flexor Digitorum Brevis 
Origo : Processus medialis calcanei, aponerosis plantaris 
Insertio : Phalanx intermedius jari II sampai V 
e. Otot Abduktor Digiti V 
Origo : Processus medialis et lateralis tuberis calcanei 
Insertio : basis ossis metatarsalis V, basis phalanx proximal jari V 
f. Otot Quadratus Plantae 
Origo : Facies plantaris calcanei 
Insertio : Facies plantaris tendo otot flexor digitorum longus 
g. Otot Lumbricales 
Origo : Tendo flexor digitorum 
Insertio : Aponerosis dorsalis jari II sampai IV 
h. Otot Adduktor Hallucis 
Origo : caput obliqulum basis asseum metatarsalae II sampai V 
caput 
tranversum sampai sendi articularis 
metatarsophalanxealis II sampai V 
Insertio : Basis phalanx proximal ibu jari 
i. Otot Flexor Digiti V Brevis 
Origo : Basis ossis metatarsalis V 
Insertio : Basis phalanx proximal jari V 
14
5. Ligamen-ligamen pada sendi lutut 
a. Ligamen Collateral Medikal 
Terbentang dari condylus medialis femoralis sampai tuberositas tibia 
b. Ligamen Collatera lateral 
Barasal dari condylus lateralis menuju capitulum 
c. Ligamen Cruciatum Anterior 
Berjalan dari fossa intercondyloidea anterior tibia kepermukaan medial 
condylus lateral femoralis 
d. Ligamen Cruciatum Posterior 
Berjalan dari permukaan lateral condylus femoralis medial kefossa 
intercondylodea posterior tibia. Ligamen ini diperkuat oleh ligamen 
cruciatum anterior 
e. Ligamen Popliteum Arcuatum 
Terletak pada daerah femoralis, erat hubungannya dengan otot 
popliteum 
f. Ligamen Popliteum Obliqum 
Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turu menyilng 
menuju facia meial popliteum 
6. Ligamen-ligamen pada sendi kaki 
a. Dilihat dari lateral 
1) Ligamen Talofibulare posterior 
Berjalan dari tulang talus melintang ketulang fibula bagian 
belkang 
2) Ligamen Calcaneofibulare anterius 
Berjalan dari tulang calcaneus membentang ketulang fibula 
3) Ligamen Tibiofibulare anterius 
Berjalan tulang tibia bagian depan dan tulang fibula bagian depan 
4) Ligamen Talofibulare anterius 
Berjalan tulang talus membentang lurus ketulang fibula bagian 
depan 
5) Ligamen Calcaneonavicular 
15
16 
Berjalan dari tulang calcaeus dan tulang naviculare melintang 
pada gagian atas punggung kaki. 
6) Ligamen Calcaneocuboideum 
Berjalan dari tulang calcaneus dan tulang cuboideum pada bagian 
atas 
punggung kaki 
b. Dilihat dari medial 
1) Ligamen Tibiotalare Anterius 
Berjalan melintang dari depan dari ujung Tibia dan tulang talus 
pada sisi depan 
2) Ligamen Tibiotalare Posterior 
Berjalan melintang dari belakang dari tulang Tibia dan tulang 
Talus pada sisi belakang 
3) Ligamen Tibionaviculare 
Berjalan disamping pada tulang tibia dan tulang Naviculare 
7. Biomekanika pada sendi lutut dan pergelangan kaki 
a. Sendi Lutut 
Sendi lultu merupakan struktur tulang dari tungkai atas dan 
tungkai bawah yaitu tulang femur, tibia, fibula dan patella serta 
dibentuk dari beberapa ligamen dan minikus. Sendi lutut mempunyai 
gerakan diantaranya fleksi, ekstensi, eksternal rotasi. Gerakan fleksi dari 
posisi full ekstensi, dimulai gerakan rotasi secara simultan tibia terhadap 
femur melalui kontraksi otot popliteus, selanjutnya terjadi gerakan 
fleksi aktiv akibat kontraksi M. Hamsting. 
Pada gerakan fleksi-ekstensi maka meniscus akan menguat 
terhadap tibia yang bergerak terhadap femur. Pada gerakan rotasi 
dengan fleksi lutut, maka meniscus akan bergerak mengikuti femur 
trhadap tibia. Ligamentum cruciatum anterior akan mengalami 
penegangan saat ekstensi dan mengendor saat fleksi. Gerakan rotasi 
eksternal tibia terhadap femur pada 20 derajat menuju posisi ekstensi 
disebut mekanisme screw home dan keaadan tersebut dipengaruhi 
sususnan kondilus dan pengendalian struktur ligamentosa.
17 
Kontraksi mM. Quadriceps maka parella, ligamentum yang 
berhubungan dengan capsula sendi akan tertarik kearah anterior dan 
keatas, sehinggga mencegah terjadinya pergerakan antara condylus pada 
sisi yang berlawanan. Ada tiga facet sendi pada permukaan persendian 
dari femur. Pada pergerakan menuju fleksi meuju ekstensi, maka 
hubungan antara permukaan sendi melalui dari facet medial dan 
selanjutnya kefacet interior. Kerja otot pada pergerakan ekstensi 
dilakukan oleh kelompok otot bicep femoris. 
Struktur ligamen akan membantu ekstensi lutu ketika tibia 
menguat pada posisi menumpu berat badan. Saat lutut bergerak dari 
fleksi keekstensi, gerakan kondylus lateral akan dihentikan pada gerak 
sendi 160 derajat oleh ligamen cruciatum anterior dan ligamentum 
colateralis. Selanjutnya dari kontraksi quadriceps menyebabkan 
kondylus medialis akan menambah jangkauan jarak gerak sendi sebesar 
20 derajat (untuk menambah full fleksi menjadi 180 derajat) dan 
menimbulkan gerakan internal rotasi tibia terhadap femur. 
b. Sendi Pergelangan Kaki 
Struktur tulang pembentuk sendi pergelangan kaki dibentuk oleh 
dua buah tulang sendi berikut: 
1) Pada bagian proximal disusun oleh dua buah tulang panjang yang 
merupakan 
struktur tulang dari tungkai bawah yaitu tulang tibia dan fibula. 
2) Pada bagian distal disusun oleh 12 tulang pendek yang merupakan 
struktur 
tulang dari kaki yaitu : tulang talus, tulang calcaneus, tulang 
kuboideum, metatarsal I, II, III, IV dan V 
Pada gerakan normal yang memungkinkan untuk dilakukan oleh 
sesuai sendi pergelangan kaki adalah sebagi berikut : 
1) Dorsi fleksi 
Gerakan dorsi fleksi ini merupakan suatu gerkan kaki kearah 
dorsum pedis. Otot penggerak dorsi fleksi ini dilakukan oleh M.
18 
Perineus tertius. Gerakan ini dapat terjadi berkisar antara 0-25 
derajat dibatasi oleh plantar fleksor. 
2) Plantar fleksi 
Gerakan ini menuju gerakan kaki menuju plantar pedis. Gerakan 
plantar fleksi dapat terjadi dilakukan M. Plantaris dan M. Perineus 
brevis. Gerakan berkisar pada lingkup gerakan 0-50 derajat dari 
posisi anatomis dibantu oleh kontak langsung bagian belakang 
antara tulang talus dengan tulang tibia, ketegangan ligamentum 
talofibulare anterior serta ketegangan otot dorsi fleksor. 
3) Inversi 
Gerakan inversi merupakan gerakan kombinmasi antara gerakan 
supinasi dengan gerakan adduksi dan plantar fleksi kaki. Untuk 
terjadinya gerakan ini dilakukan oleh otot penggerak utama yang 
dilakukan oleh M. Tibialis posterior dibantu M. Fleksor digitorum 
longus, M. Fleksor hallucis longus dan M. Gastrocnemius. Gerakan 
ini terjadi pada batas lingkup gerakan 0-50 derajat dimulai dari 
posisi axis anatomis tibia yang memanjang kebawah tempat pada 
jari kaki kedua dengan posisi ankle netral. Gerakan ini dibatasi oleh 
kontak langsung tulang tarsalis, ketegangan ligamentum tarsalis 
lateralis serta ketegangan otot peroneus longus dan brevis. 
4) Eversi 
Gerakan eversi juga merupakan gerakan kombinasi, yaitu dari 
gerakan pronasi, Abduksi dan dorsi fleksi. Otot penggerak utama 
gerakan ini dilakukan oleh M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis 
dibantu oleh M. Extensor digitorum longus dan M. Peroneus tertius. 
Gerakan eversi ini berkisar antara 0-20 derajat. Gerakan ini dibatasi 
oleh kontak langsung tulang tulang tarsal bagian lateral, ketegangan 
ligamentum tarsalis medialis, serta ketegangan M. Tibialis anterior 
dan posterior. 
2. Fraktur Cruris ( Tibia dan Fibula) 
1. Pengertian 
Fraktur Adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang
19 
disebabkan oleh trauma atau keadaaan patologis. (Kumpulan bahan kuliah 
Program Diploma IV Fiosioterapi, 2001) 
Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi, 
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang partial 
(Chairudin rasjad). Jadi fraktur cruris adalah putusnya hubungan pada 
tulang tibia maupun fibula yang terjadi secara bersamaan, baik secara 
bersamaan maupun secara total. 
2. Mekanisme cedera dan Patologi 
Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang 
kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur 
melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada 
cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; 
cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. 
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim. 
Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko 
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan 
jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan 
menetapkan tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak 
sedikit dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam; 
C2= abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan 
fraktur berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan 
ancaman sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah 
imobilisasi berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau 
tertutup) sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi, 
angka ini cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia 
memerlukan waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu. 
Patah tulang ini pada umumnya disebabkan oleh trauma langsung. 
Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua 
tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur tranverse 
atau dengan displascement (overlapping, angulasi, rotasi) baik satu level 
(lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level ( salah satu garis fraktur diatas 
atau dibawah). Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi
20 
dan bila fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi. Bila 
fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak mutlak perlu 
immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh secara langsung 
dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai pengikat 
tulang fibula pada tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan short leg 
plaster dan jalan denan FWB sampai lepas immobilisasi. 
Fraktur dapat terjadi akibat: Peristiwa akibat trauma tunggal, 
tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang 
(fraktur patlogik). 
a. Fraktur akibat peristiwa trauma 
Disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang 
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukkan, pemuntiran atau 
penarkan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada 
tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan 
(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan 
kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan 
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang 
luas.Bila terkena kekuatan tidak langsung tulang dapat mengalami 
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkenma kekutan itu; 
kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. 
b. Fraktur kelelahan dan tekanan 
Retak dapat terjadi pada tulang , seperti halnyanya pada logam 
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling 
sering ditemukan pada tibia atau fibula, terutama pada atlet, penari dan 
calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh. 
c. Fraktur patologik 
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu 
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh 
(misalnya pada penyakit Paget). Raktur patologi disebut juga 
spontaneus, karena tanpa adanya trauma atau hanya trauma kecil sudah 
dapat menyebabkan terjadinya fraktur atau patah tulang. Contoh: fraktur 
yang diakibatkan oleh adanya osteoporosis, osteomalasia (metabolik),
osteomielitis piogenik (infektif), osteogenesis imperfekta (kongenetal) 
dan beberapa fraktur yang disebabkan oleh tumor sekunder maupun 
primer. 
3. Gambaran klinik 
Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-kadang 
kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat 
bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki 
biasanya muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi 
memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari 
kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh 
dicoba, tapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Tanda-tanda 
dan gejala fraktur yaitu: Umum adalah syok, cedera jaringan yang 
lain dan tanda-tanda untuk fraktur patologis; Lokal adalah nyeri, hilang 
fungsi, bengkak dan perdarahan, deformitas, nyeri tekan dan terdapat 
gerakan-gerakan yang tidak normal (unnetral movement). Untuk 
memastikan adanya fraktur dengan dilakukan pemeriksaan foto rontgen. 
Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian 
bawah batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya 
pada tingkat yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral 
tumpang tindih dan pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur 
melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan mungkin 
terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah; 
kadang-kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang 
terpisah. 
Pola-pola fraktur: 
a. Green stick yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya hanya retak 
saja. 
b. Tranvers yaitu bentuk patahannya melintang 
c. Oblique yaitu bentuk patahannya miring 
d. Spiral (rotasi/berputar) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannnya 
melintar 
21
22 
e. Angulasi (menyudut) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya 
menyudut 
f. Comunited yaitu fraktur dengan lebih dua fragmen, karena ikatan 
sambungan pada permukaan fraktur tidak baik, lesi ini sering tidak 
stabil. 
g. Kompresi (crush) yaitu kerusakan tulang atau fraktur yang 
disebabkan oleh tekanan yang berulang-ulang. 
h. Impacted yaitu fraktur dimana fragmen-fragmen tulang-tulang 
terdorong masuk kearah dalam tulang satu sam lain sehingga tidak 
dapat terjadi gerakan diantar fragmen tersebut. 
i. Involving joint yaitu fraktur yang disertai perubahan struktur 
sendi. 
j. Avulsion yaitu fraktur yang terjadi hanya sedikit perpatahan 
diujung pinggir tulang. 
k. Fraktur dan dislokasi yaitu perpatahan tulang yang disertai 
perpindahan dari sendi yang mengikat tulang tersebut. 
4. Klasifikasi Fraktur 
Klasifikasi fraktur ada dua yaitu: 
a. Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan 
otot dan kulit sehingga dapat terlihat dari luar. 
b. Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak 
menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar. 
Houglund dan states mengklasifikasikan fraktur tibia berdasarkan bearnya 
energi yang menyebabkan terjadinya fraktur, yang dapat menentukan 
prognosis: 
a. Fraktur berkekuatan tinggi; misalnya dari kecelakaan mobil dan 
tabrakan, 
fraktur dari group ini sembuh kira-kira 6 bulan. 
b. Fraktur berkekuatan rendah ; misal dari kecelakaan bermain ski, fraktur 
dari group ini sembuh kira- kira 4 bulan. 
Namun penelitian lain menyebutkan, bahwa prognosis ini tidak 
bergantung pada derajat fraktur, namun pada jumlah fragmen tulang yang
23 
saling kontak. Setelah dilakukan reposisi, apabila terdapat 50-90% 
fragmen fraktur yang saling kontak maka secara signifikan 
penyembuhannnya akan lebih cepat. 
5. Komplikasi 
Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas 
fungsional, maka perlu tindakan antisipasi untuk mencegah komplikasi 
yang kemungkinan timbul, yaitu: 
a. Clawing toes (bentuk cakar): head metatarsal I dan V naik keatas 
sedangkan head matatarsal II, III dan IV turun/drop kebawah. Hal ini 
disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat. 
b. Flat foot;: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal 
arkus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau adanya 
sprain ligamentum 
c. Bengkak atau udem: timbulmya jaringan fibrotik yang menyebabkan 
stiffness sendi, kurang latihan. 
d. Ketidak mampuan untuk lompat dan lari: karena kelemahan otot-otot 
gastrocnemius (calf muscle) 
e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan 
dalam klinis. Hal ini disebabkan oleh karena rasa nyeri, kelemahan otot 
gastocnemius, keterbatasan ROM, Unstable otot dan ligamentum, rasa 
takut, over lapping fraktur. 
6. Prognosis 
Tarr et al. dan Puno et al. menyebutkan bahwa malaligment pada 
bagian distal tibia prognosis lebih jelek dari pada yang terletak proksimal. 
Mempertahankan kelurusan fraktur tidaklah mudah pada beberapa tipe 
fraktur, dan pabila telah dilakukan realigment tidak berhasil maka 
indikasikan untuk dilakukan fiksasi operatif. 
Menurut Nicoll, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah: 
Jumlah displacement saat terjadi fraktur, derajat komunitif, adanya infeksi, 
dan tingakat keparahan trauma jaringan lunak tidak termasuk infeksi. 
Muller, Nazarian, and Koch menyebutkan bahwa fraktur terpuntir 
denga atau tanpa patahan-patahan simple mempunyai prognosis yang lebih
24 
baik dari pada fraktur yang disebabkan oleh kekuatan tinggi seperti fraktur 
short oblique atau transverse dengan atau tanpa fraktur komunitif. Bostman 
menemukan bahwa reduksio sulit dilakukan pada fraktur sepertiga distal 
tibia. Nicoll mengungkapkan bahwa dengan atau tanpa fraktur fibula tidak 
mempengaruhi prognosis. 
A. Karakteristik pasie mempengaruhi keberhasilan dari penatalaksanaan tertutup 
dari fraktur diafisis tibia. Kerusakan (alignment) bisa menjadi sulit 
dipertahankan bila dengan cast atau braces pada pasien dengan edem atau 
ekstremitas yang obes. Hilangnya reduksi dapat terjadi pada pasien yang tidak 
memenuhi dengan penatalaksanaan tertutup, dimana delayed union dan non 
union umum terjadi pada pasien dimana penopangan berat badan dibatasi 
untuk waktu yang lama. 
2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) 
A. Definisi 
ORIF adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengembalikan 
struktur tulang yang fraktur pada keadaan anatomis dari dalam dengan 
memberikan ikatan dari dalam. 
B. Jenis Perangkat Fiksasi 
1. Cortical bone screw 
2. Cancellous bone screw 
3. Self tapping screw 
4. Dinamik hip screw / dinamik condilar screw 
5. Plates 
6. Blade p;ates 
7. Intramedularis nail 
8. Tension band wiring 
C. Indikasi Fiksasi Internal 
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya 
fraktur dengan displacement dan tidak stabil. 
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami 
pergeseran setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan
25 
batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang 
bergeser. 
3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur 
melintang pada patella atau olecranon. 
4. Fraktur yanfg penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan 
terutama pada frakktur leher femur. 
5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang 
6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau 
dengan tujuan untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan 
kegagalan berbagai organ sistem tubuh (Philips dan Conteas, 1990). 
7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu 
dan pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990) 
8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot 
dan jkaringan lunak lainnnya. 
D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi 
1. Posisi fraktur 
2. Panjang dan bentuk fraktur 
3. Ukuran fraktur 
4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994) 
E. Keuntungan Fiksasi Internal 
1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan 
penyanmbungan tulang (Mc. Ray, 1994) 
2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat 
3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat 
diminimalkan bahkan dihilangkan. 
4. Pasiewn dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar 
pasien tetap melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah 
sakit dan menjauhkan larangan-larangan yang diberikan seperti tidak 
boleh melkukan pembebanan yang maksimal pada daerah fraktur.
26 
F. Komplikasi Fiksasi Internal 
1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering 
ditemukan, hal ini tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat 
pembedahan yang tidak memenuhi standart aseptic dan antiseptic. 
2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau 
tungkai bawah dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan 
tulang yang sebelahnya tetap utuh. 
3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos 
dan penyatuan tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan 
rasa nyeri yang hebat pada fraktur harus diwaspadai dan ditangani. 
4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu 
cepat, waktu yang paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun 
dan satu setengah tahun dan yang paling aman setelah dua tahun 
setelah masa pelepasan tulang dalam kondisi lemah diperlukan 
perwatan dan perlindungan. 
G. Teknik Tindakan ORIF 
1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur 
dan perangkat yang digunakan juga dengan alasan yang sama. 
2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada 
permukaan yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang 
cembung. 
3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat 
dikuncikan dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991) 
3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Post ORIF Close Fraktur Tibia 
dan Fibula 1/3 Distal Dextra dengan Plate and Screw 
1. Pemeriksaan Subjektif 
a.Anamnesis 
Anamnesis bertujuan untuk memperoleh informasi akurat dan 
relevan, sehingga pertanyaan harus jelas dan mudah dijawab. 
Anamnesis dikelompokkan menjadi: a. Heteroanamnesis, tanya jawab 
pada orang-orang/keluarga pasien yang mengetahui kondisi pasien, b.
27 
Autoanamnesis, tanya jawab secara langsung kepada pasien, dapat 
dibagi menjadi: 1) anamnesis umum, 2) anamnesis khusus. 
Keluhan utama mengenai keluhan yang mendorong pasien mencari 
pertolongan termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, 
faktor – faktor yang memperberat atau memperingan, irritabilitas dan 
derajat berat keluhan, sifat keluhan dalam 24 jam, dan stadium dari 
kondisi. 
Riwayat Penyakit Sekarang berupa perjalanan penyakit dan riwayat 
pengobatan 
2. Pemeriksaan Objektif 
a.Tanda-tanda vital 
Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh 
seseorang yang penting untuk diketahui sehingga kita dapat 
mengetahui keadaan tubuh seseorang,pemeriksaan tanda vital meliputi 
1) Tekanan darah 
2) Denyut nadi 
3) Frekuensi pernafasan 
4) Temperature 
5) Tinggi badan 
6) Berat badan 
b.Inspeksi 
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan 
mengamati. Hal-hal yang bisa dilihat/diamati seperti keadaan umum, 
kondisi berat badan, sianosis, pucat, bentuk thorak,bentuk 
vertebra,gerakan – gerakan pernafasan abnormal,kontraksi otot bantu 
pernafasan, clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu: 
1) Inspeksi statis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam 
keadaan diam. 
2) Inspeksi dinamis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita 
dalam keadaan bergerak, contoh waktu penderita 
bernafas,beraktivitas.
c.Palpasi 
28 
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, 
menekan dan memegang organ/bagian tubuh pasien untuk mengetahui 
tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu, tumor/oedema, kontur 
organ , tingkat kesamaan ekspansi, atropi, kontraktur 
d.Perkusi 
1) Dull bila ada kolaps/konsolidasi 
2) Stoney dull bila ada efusi pleura 
3) Sonor (jaringan paru yang normal) 
4) Hypersonor (hyperinflasi, pneumothorax) 
5) Redup (konsolidasi,atelektasis) 
6) Pekak (pleural effusion) 
e.Auskultasi 
Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul 
dalam thorak dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”. 
Dipergunakn untuk mengidentifikasi gangguan ventilasi atau gangguan 
pembersihan jalan nafas ( lokasi mukus) dan menilai efektifitas terapi, 
serta untuk mendengarkan suara jantung. 
f. Pemeriksaan Gerak Dasar 
1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif; untuk menentukan kekuatan otot, 
ROM aktif, nyeri dan koordinasi gerak. 
2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif; untuk menentukan ROM pasif 
(normal, hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, bunyi, 
tonus dan panjang otot. 
3) Pemeriksaan kontraksi isometrik; untuk menelaah rasa nyeri 
(provokasi myotendinogen) dan kelemahan otot (gangguan 
neuromuskular). 
g. Pemeriksaan Khusus antara lain; Palpasi yaitu untuk memeriksa 
temperature local, nyeri tekan, dan bengkak Antropometri yaitu untuk 
memeriksa adakah perbedaan panjang segmen, lingkar segmen, 
oedem, atropi otot. 
h. Pemeriksaan penunjang, seperti sinar X, MRI, CT scan, laboratorium.
29 
i. Muscle Test (Kekuatan Otot) adalah suatu usaha untuk menentukan atau 
mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group 
ototnya secara voluntary. 
Nilai: 
0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi 
1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi 
2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi 
3 = Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi 
tanpa melawan tahanan 
4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan 
tahanan sedang (moderat) 
5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan 
tahanan maximal. 
j. Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh): Pengukuran lingkar 
segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada 
tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan meteran (meter line), 
pelaksanaan pengukuran lingkar anggota gerak ini menggunakan 
patokan lingkar lutut yaitu tuberusitas tibia. 
k. ROM Test: menggunakan goniometer untuk mengetahui luas lingkup 
gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. 
l. Pemeriksaan nyeri: dengan skala VDS, cara pengukuran derajat nyeri 
dengan menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0-10cm). Salah 
satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan 
nyeri yang hebat. Panjang garis mulai dan tidak nyeri sampai titik 
yang ditunjuk menunjukkan besarnya nyeri.
Permeriksaan Kemampuan fungsional: dengan indek Barthel : 
NO AKTIVITAS NILAI 
BANTUAN MANDIRI 
1. 
2 
3. 
4.. 
5 
6. 
7. 
8 
9. 
10. 
Makan 
Bepindah dari kursi roda ketempat tidur dan 
sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur 
Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, 
mencukur dan menggosok gigi) 
Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap) 
Mandi 
Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu 
jalan melakukannya dengan kursi roda) 
Naik turun tangga 
Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu) 
Mengontrol BAB 
Mengontrol BAK 
5 
5-10 
0 
5 
0 
10 
5 
5 
5 
5 
10 
15 
5 
10 
5 
15 
10 
10 
10 
10 
100 
Penilaian : 
0 – 20 Ketergantungan penuh 
21 – 26 Ketergantungan berat 
62 – 90 Ketergantungan moderat 
91 – 99 Ketergantungan ringan 
100 Mandiri 
3.Problem Fisioterapi 
Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita post ORIF 
close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra dengan plate and screw 
dilakukan secar bertahan susuai dengan problem yang ditemukan pada saat 
dilakukan assesment. Untuk itu sebelum melakukan intervensi fisioterapi, 
hendaknya kita mengetahui problem fisioterapi apa saja yang ada pada 
penderita dengan post ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra 
dengan plate and screw 
a. Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri 
30
b. Adanya nyeri pada luka post op dan nyeri gerak pada pergelangan kaki 
kiri 
c. Keterbatasan gerak ankle sinistra dan toes dextra 
d. Kelemahan otot –otot penggerak ankle dan toes dextra 
4. Diagnosa Fisioterapi 
Merupakan penetapannamapada suatu keadaan sakit secara ilmiah dan 
komunikatif khususnya antara fisioterapis dan mengandung 3 unsur yaitu: 
a. Struktur jaringan spesifik, meliputi gambaran deskriptif, histologis, 
topografis dan fungsi jaringan tertentu. 
b. Patologi, meliputi jenis penyebab dan aktualitas. 
c. Kelainan gerak dan fungsi, meliputi gangguan gerak dan fungsional, 
lokal, regional maupun total. 
Impairment (gangguan), functional limitation (Keterbatasan fungsi), dan 
disability/participation restriction (ketidakmampuan) yang menyebabkan 
kecacatan. 
4.Rencana Intervensi 
a. Target dan tujuan intervensi terapi dibuat setelah diagnosa fisioterapi 
ditetapkan berdasarkan penemuan atau hasil pemeriksaan yang ada. 
b. Rencana intervensi fisioterapi meliputi: 
(1) Tujuan jangka pendek: Mengurangi udema, mengurangi nyeri, 
meningkatkan dan memelihara ROM, meningkatkan dan memelihara 
kekuatan otot. 
(2) Tujuan jangka panjang: meningkatkan, mengembangkan dan memelihara 
kemampuan fungsional ADL pasien secra mandiri 
c. Rencana intervensi 
(1) Class Exercise 
(2) Terapi latihan: Static contraction, pumping action exercise, isometric 
exercise, strengthening. 
(3) Transfer dan ambulasi 
(4) Edukasi 
5. Metode intervensi 
31
32 
a. Class Exercise: sebelum dilakukan terapi maka dilakukan bed exercise yaitu 
dimana diawali dengan breathing exercise dengan kombinasi gerakan AGB 
flexi-extensi shoulder dextra dan sinistra kemudian dilanjutkan dengan 
gerakan aktif dari pasien untuk AGA dan AGB. Tujuannya adalah: untuk 
memelihara, meningkatkan kemampuan fungsi otot dan sendi agar didapat 
tujuan tertentu dalam mempercepat kesembuhan serta mencegah komplikasi 
yang kemungkinan yang timbul. 
b. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam 
pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif 
maupun aktif (Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa 
penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk 
mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta 
memperbaiki fungsi tubuh. Pelaksanaan terapi latihan pada kondisi post 
ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal dextra dengan plate and screw 
sebagi berikut: 
(1) Static contraction: merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan 
panjang dan pendek otot maupun perubahan lingkup gerak sendi. Dan 
dapat pula meningkatkan tonus otot dan membantu mengurangi nyeri dan 
spasme otot-otot sekitarnya. Selain itu dapat memperlancar aliran darah 
dengan adanya mekanisme pumping action dan menjaga kekutan otot agar 
tidak tejadi atrofi selam imobilisasi. Berdasarkan Brotzman (1996) bahwa 
static kontraksi dilkukan delapan kali setiap jam. 
(2) Pumping action exercise; bertujuan untuk mengurangi udem, melancarkan 
peredaran darah, menghindari stiffnes, meningkatkan dan memelihara 
kekuatan otot, meningkatkan dan memelihara ROM. 
(3) Isometric exercise: merupakan suatu kontraksi otot diman ketegangan 
dalam oot (intra muscular tension) bertambah/ naik tanpa disertai 
perubahan panjang dari otot tersebut (tension naik sedangkan panjang otot 
tetap). Bertujuan untuk meningkatkan tonus otot dan membantu 
mengurangi nyeri dan spasme otot-otot sekitarnya selain itu dapat 
memperlancar aliran darah.
33 
(4) Strengthening:bertujuan untuk mengurangi nyeri, mencegah stiffnes, 
meningkatkan dan memelihara kekuatan otot, meningkatkan dan 
memelihara ROM. 
(5) Stretching: untuk mengurangi nyeri, melancarkan peredaran darah, 
mengurangi spasme dan mencegah kontraktur, memelihara fleksibilitas 
otot. 
(6) Hold relax: menurut metode PNF, hold relax adalah suatu teknik yang 
menggunakan kontraksi isometris yang optimal dari kelompok otot 
antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan rilaxasi otot tersebut. 
Tujuannya adalah penurunan nyeri, perbaikan mobilisasi, relaxasi group 
antagonis. 
(7) Contract relax : menurut metode PNF, Contract relax adalah suatu teknik 
yang menggunakan kontraksi isotonik yang optimal dari kelompok otot 
antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan relaxasi otot tersebut. 
Tujuannya adalah mengurangi nyeri, rileksasi pola antagonis. 
c. Transver dan ambulasi: salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu 
mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama 
(Appley, 1995). Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur 
terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua 
elbow saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga 
tubuh setelah itu lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang 
dengan kedua tungkai digeser menuju ketepi bed dan 
menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh terapis lau gerakan 
badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang sakit 
menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan 
keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan 
belakang juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung. 
Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan 
keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight Bearing (NWB), 
dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk 
dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.
d. Edukasi: 
(1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang 
tidak mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan 
keluarga, pada otot yang mengalami kelemahan seperti yang telah 
dianjurkan terapi 
(2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin 
berlatih sesuai program yang diberikan terapis. 
(3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu, yang menumpu 
pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, 
jika jalan diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang 
licin. 
(4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung 
(NWB) selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen 
apakah sudah terjadi penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang 
sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu 
dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu 
kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah 
menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat 
kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan 
keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih. 
6. Rencana Evaluasi 
Sesuai dengan problematik fisioterapi 
7. Prognosis berisi perkiraan mengenai kondisi pasien 
Quo ad vitam : mengenai perkiraan hidup mati pasien 
Quo ad sanam : mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit 
Quo ad fungsionam :mengenai perkiraan kemampuan fungsi 
aktivitas sehari - hari 
Quo ad cosmeticam : mengenai perkiraan penampilan pasien 
8. Penatalaksanaan Fisioterapi 
berupa tindakan yang dilakukan terapis kepada pasien 
34
9. Evaluasi hasil terapi 
35 
Evaluasi adalah tindakan untuk membandingkan data sebelum 
dan sesudah terapi agar lebih mudah dan lebih cermat dalam 
mengetahui perkembangan terapi.
BAB III 
LAPORAN KASUS 
Tanggal pembuatan laporan 04 februari 2011 
Kondisi : FT Muskuloskeletal 
A. Keterangan Umum Penderita 
Nama : Tn. Muh.Abdul Rasid 
Umur : 45 tahun 
Jenis kelamin : Laki-laki 
Hobi : Badminton 
Agama : Islam 
Pekerjaan : Penjual 
Alamat : Brangkungan, 19/8, Pogung, Cawas, Klaten. 
A. Data-data Mesis Rumah Sakit 
1. Diagnosis Medis 
Post ORIF Close fraktur tibia fibula right 1/3 distal sinistra 
2. Diagnosis Klinis 
Pasien tidak bisa menggerakkan pergelangan kaki kiri dan nyeri 
pada tungkai bawah kiri. 
3. Medika Mentosa 
Cefotaxim 
Remopain 
Meloxicam 
4. Hasil Lab 
Tanggal 25 Juni 2009 
Leukosit : 13700/mm 
Hemoglobin : 14Gr/dl 
Hematokrit : 33 Vol% 
Tanggal 28 Juni 2009 
Laju Endap Darah : 45-75mm 
36
Hemoglobin : 11,6 Gr/dl 
Leukosit : 12.700/mm 
Trombosit : 284000/mm 
Hematokrit : 33 Vol% 
Masa Pendarahan : 1’30” menit 
Masa Pembekuan : 4’30” menit 
Eosinofil : 1% 
Basofil : 0% 
Batang : 3% 
Segmen : 72% 
Limfosit : 21% 
Monosit : 3% 
Golongan Darah : O 
Gula darah sewaktu : 93 Mg/dl 
HbsAg : Negatif 
5. Laporan Operasi 
Tanggal 29 Juni 2009 
Dx. Pra Bedah : 
Spiral fraktur at the rigaht distal third tibia 
Communitif Fraktur at the right distal third fibula 
Dx. Pasca Bedah : 
Idem 
Macam Tindakan : ORIF 
6. Foto Rotgen 
Tanggal 29 Juni 2009 
Tampak fraktur spiral pada tibia 1/3 distal dextra 
Tampak fraktur communitif pada 1/3 distal dextra 
Tanggal 29 Juni 2009 
37 
Tampak Pemasangan internal fiksasi plate and screw pada os tibia
B. Segi Fisioterapi 
1. Pemeriksaan Subyektif 
a. Anamnesis 
Autoanamnesis dan heteroanamnesis: 
Keluhan Utama 
38 
Nyeri pada tungkai bawah kiri dan kesulitan menggerkkan pergelangan 
kaki. 
Lokasi keluhan yaitu pada tungkai bawah kiri bagian anterior 
Onset yaitu Dimulai sejak pada tanggal 24 Mei 2009 jatuh dari sepeda 
motor oleh karena kecelakaan saat hujan, kemudian pasien tidak bisa jalan 
dan dibawa keRSO tanggal 25 Juni 2009. Dilakukan operasi pada tanggal 
27 Juni 2009. 
Faktor-faktor yang memperberat yaitu Pada saat menggerakkan 
pergelangan kaki kiri. 
Faktor-faktor yang memperingan yaitu pada saat tidur terlentang 
Sifat keluhan dalam 24 jam yaitu dinamis 
Stadium dari kondisi yaitu kronis 
1) Riwayat Penyakit Sekarang 
Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami 
kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh 
dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari 
itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di 
bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan 
operasi pada tanggal 27 Juni 2009. 
2) Riwayat Keluarga 
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki hipertensi, penyakit jantung , 
DM, gangguan paru (Asma).
3) Status Sosial 
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 45 tahun yang kesehariannya 
bekerja sebagai penjual dipasar, lingkungan rumah datar dan tidak tingkat, 
pasien tinggal bersama istrinya dan lima orang anak. Diwaktu senggang 
biasanya pasien melakukan pekerjaan dirumah atau terkadang jalan-jalan. 
Pasien aktif mengikuti kegiatan dilingkungan sekitar seperti gotong 
royong atau kerja bakti dan pasien aktif dalam organisasinya. 
4) Riwayat Penyakit Dahulu 
Tidak memiliki hipertensi, penyakit jantung, DM, gangguan paru (asma) 
b. Pemeriksaan Objektif 
1) Pemeriksaan tanda vital ( tanggal 29 Juli 2009) 
a) Tekanan darah : 130/80 mmHg 
b) Denyut nadi : 89 x/menit 
c) Frek. Pernafasan : 29 x/menit 
d) Temperatur : 37,5 0 C 
e) Tinggi badan : 166 cm 
f) Berat badan : 57 kg 
2) Inspeksi 
Statis 
a) KU baik 
b) Tidak terpasang infus dan drainage. 
c) Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri. 
d) Tampak tungkai bawah kiri dibalut dengan elastic bandage 
e) Tidak ada tropic change, atropi dan decubitus 
f) Adanya luka incisi pada tungkai bawah kiri bagian distal yaitu pada 
anterior 
Dinamis 
a) Tampak ekspresi wajah pasien kesakitan saat pergelangan kaki kiri 
digerakkan pasif oleh terapis. 
. 
39
3) Palpasi 
a) Adanya nyeri tekan pada anterior dari tungkai bawah kiri bagian 
distal 
b) Suhu lokal meningkat pada tungkai bawah kiri dibandingkan dengan 
tungkai bawah kanan 
c) Ada pitting oedema 
4) Perkusi 
Tidak dilakukan 
5) Auskultasi 
Tidak ada wheezing, ronchi basah dan ronchi kering. 
Vasikuler +/+ 
6) Gerakan Dasar 
a) Gerak pasif 
1. AGA Dextra dan Sinistra : 
; Mampu digerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan 
tidak ada nyeri 
2. AGB Dekstra : 
; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi, 
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full 
ROM dan tidak ada nyeri 
Knee : Mampu untuk digarakkan fexi, extensi full ROM dan 
tidak ada nyeri 
Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi 
fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak 
ada nyeri 
3. AGB Sinistra : 
; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi, 
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full 
ROM dan tidak ada nyeri 
Knee : Mampu untuk digerakkan flexi, extensi full ROM dan 
tidak ada nyeri 
40
Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi 
fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri 
b) Gerak aktif 
1. AGA Dextra dan Sinistra : 
; Mampu menggerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan 
tidak ada nyeri 
2. AGB Dekstra : 
; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi, 
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full 
ROM dan tidak ada nyeri 
Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan 
tidak ada nyeri 
Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi 
fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak 
ada nyeri 
Toes : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi, 
extensi, abduksi, adduksi full ROM dan tiadak ada nyeri 
3. AGB Sinistra : 
; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi, 
extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full 
ROM dan tidak ada nyeri 
Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM 
dan tidak ada nyeri 
Ankle : Tidak mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan 
dorsi fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri 
c) Gerak isometrik melawan tahanan 
1. AGA Dextra dan Sinistra : 
; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan 
tahanan maximal untuk semua arah gerakkan 
2. AGB Dekstra : 
; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan 
41
tahanan maximal untuk semua arah gerakkan 
3. AGB Sinistra 
; Hip : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis 
dengan tahanan maximal untuk semua arah gerakkan 
Knee : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis 
dengan tahanan minimal untuk semua arah gerakkan 
42 
Ankle : Belum mampu gerak isometrik melawan tahanan dari 
terapis untuk semua arah gerakkan 
7) Muscle Test (kekuatan otot) 
1. AGA Dextra dan Sinistra 
Shoulder : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor = 
5, internal rotator = 5, external rotator = 5. 
Elbow : flexor = 5, extensor = 5 
Wrist : flexor = 5, extensor =5 
Fingers : flexor = 5, extensor =5 
2. AGB Dekstra 
Hip : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor = 
5, internal rotator = 5, external rotator = 5. 
Knee : flexor = 5, extensor = 5 
Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 5, plantar flexor 
soleus = 5 
Foot : inventor anterior tibial = 5, inventor posterior 
tinial =5, evertor peroneus = 5 
Toes : flexor MTP-PIP = 5, extensor MTP-PIP = 5, 
abduktor = 5, adduktor = 5 
Hallux : flexor MTP-PIP =5, extensor MTP-PIP =5 
3. AGB Sinistra 
Hip : flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adduktor = 
4, internal rotator = 4, external rotator = 4. 
Knee : flexor = 4, extensor = 4
Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor 
soleus =1-. 
8) Antropometri test 
Pengukuran lingkar segmen tubuh : untuk mengetahui Oedema pada 
tungkai bawah. 
1. 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 31,5 cm dan 
tungkai kanan 28 cm 
2. 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri (ada bendit) 31,5 
cm dan tungkai kanan 18 cm 
3. 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 30,5 cm dan 
tungkai kanan 18 cm 
4. 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri 25 cm dan tungkai kanan 
24 cm 
5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri (ada dendit) 29 cm dan 
tungkai kanan 28 cm 
9) ROM Test 
1. AGA Dextra dan Sinistra 
: Shoulder, elbow, wrist, fingers full ROM dan tidak ada nyeri 
2.AGB Aktif Pasif 
Hip Dextra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120 
(F) : 45 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0 
(R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45 
Knee Dextra (S) : 8 – 0 – 130 (S) : 8 – 0 - 130 
Ankle Dextra (S) : 20 – 0 – 50 (S) : 20 – 0 - 50 
Hip Sinistra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120 
(F) : 40 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0 
(R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45 
43
Knee Sinistra (S) : 2 – 0 – 120 (S) : 2 – 0 - 120 
Ankle Sinistra (S) : 3 – 0 – 5 (S) : 3 – 0 - 5 
10) Pemeriksaan nyeri 
Menggunakan skala VDS ( Verbal Deskriptif Scale) 
Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri 
yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk 
membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi 
yang akan diberikan dan sebagai bahan evaluasi. VDS merupakan cara 
pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak 
nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat, 
5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan. 
Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam (nyeri diam) nyeri 
ringan, pada saat ditekan (nyeri tekan) nyeri tidak begitu berat, pada 
saat gerak (nyeri gerak) nyeri tidak begitu berat. 
Hasilnya ; 
a) Nyeri diam : Nyeri ringan 
b) Nyeri gerak : Nyeri berat 
c) Nyeri tekan : Nyeri berat 
11)Kognitif, intra personal dan inter personal 
Kognitif : Memori jangka pendek dan jangka panjang pasien baik 
dan pasien mampu mengikuti instruksi dengan baik 
Intra personal : Pasien mampu menerima keadaan dirinya dan 
mempunyai keinginan untuk sembuh tinggi 
Inter personal : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, baik dengan 
terapis maupun sesama pasien 
44
12) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional 
Menggunakan Indek Barthel : 
NO AKTIVITAS NILAI 
BANTUAN MANDIRI 
1. 
2 
3. 
4.. 
5 
6. 
7. 
8 
9. 
10. 
Makan 
Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan 
sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur 
Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, 
mencukur dan menggosok gigi) 
Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap) 
Mandi 
Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu 
jalan melakukannya dengan kursi roda) 
Naik turun tangga 
Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu) 
Mengontrol BAB 
Mengontrol BAK 
5 
5 
0 
5 
5 
10 
5 
10 
10 
10 
HASIL 
75 
Ketergantungan moderat 
13) Pemeriksaan Spesifik. 
a) Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS 
45 
Cara pengukuran derajat nyeri dengan bertanya pada pasien tentang 
nyeri yang dirasakan pasien. 
b) Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh) 
Pengukuran lingkar segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah 
untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan 
meteran (meter line)
c) ROM 
46 
Menggunakan goneometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi 
yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. 
d) MMT (Manual Muscle Testing) 
adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan 
seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara voluntary. 
Nilai: 
0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi 
1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi 
2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi 
3 =Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi 
tanpa melawan tahanan 
4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan 
tahanan sedang (moderat) 
5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan 
tahanan maximal. 
14) Mekanisme terjadinya permasalahan ( underlying process) 
Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami 
kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh 
dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari 
itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di 
bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan 
operasi pada tanggal 27 Juni 2009. 
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA 
Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan 
lebih sering mengalami fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang 
lainnya.
47 
MEKANISME CEDERA DAN PATOLOGI 
Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki 
dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur 
melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada 
cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; 
cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. 
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim. 
Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko 
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan 
lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan 
tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak sedikit 
dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam; C2= 
abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur 
berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman 
sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah imobilisasi 
berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau tertutup) 
sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi, angka ini 
cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia memerlukan 
waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu. 
Penyembuhan fraktur ; secara umum terjadi melalui suatu proses 
mulai dari perdarahan (hematoma) sampai terbentuknya callus atau 
jaringan tulang yang kuat. Proses tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 
a. Hematoma (penetrasi oleh pembuluh darah) 
b. Proliferasi sel sub periosteal, endosteal dan sel-sel osteogenik dari 
permukaan fraktur 
c. Pengaruh sel osteoblast dan pembentuk callus (tulang tersusun lunak) 
d. Pembentukkan matriks interseluler dan konsolidasi dari tulang yang 
tersusun lunak menjadi tulang yang kuat 
e. Membentuk kembali menjadi normal (romodeling) 
Patah tulang ini pad umumnya disebabkan oleh trauma langsung. 
Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua
tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur transverse 
atau dengan displacement (over lapping, angulasi, rotasi) baik satu level 
(lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level (salah satu garis fraktur diatas 
atau dibawah). Fraktur adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang 
yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis. 
GAMBARAN KLINIK 
Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-kadang 
kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya 
bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya 
muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan 
bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk 
menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tapi pasien 
diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum rencan terapi, perlu 
bdilakukan penentuan beratnya cidera 
Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian bawah 
batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat 
yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral tumpang tindih dan 
pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur melintang kedua tulang 
patah pada tingkat yang sama, dan mungkin terdapat pergeseran, 
kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah; kadang-kadang terdapat 
fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang terpisah. 
TERAPI PADA FRAKTUR TERTUTUP 
Prinsip terapi adalah: 
a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup 
kulit 
b. Mencegah atau sekurang kurangnya mengetahui pembengkakan 
kompartemen 
c. Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur 
d. Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membabtu 
penyembuahan) 
e. Mulai gerakan sendi secepat mungkin 
48
49 
Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi dan bila 
fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi. 
Bila fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak 
mutlak perlu immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh 
langsung dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai 
pengikat tulang fibula pad tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan 
short leg plaster dan jalan dengan FWB sampai lepas immobilisasi. 
Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas 
fungsional, maka perlu tindakan anti sipasi mencegah komplikasi yang 
timbul. 
Komlpikasi: 
a. Clawing toes (bentuk cakar): Head metatarsal I dan V naik keatas 
sedangkan head metatarsal II, III, dan IV turun/drop kebawah. Hal ini 
disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat. 
b. Flat foot: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal 
arcus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau 
adanya sprain ligamentum 
c. Bengkak (Oedem): timbulnya jaringan fibrotik yang menyebabkan 
stiffnes sendi, kurang latihan 
d. Ketidak mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot 
gastrocnemius (calf muscles) 
e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan 
dalam klinis. Hal ini disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot 
gastrocnemius, keterbatasan ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa 
takut, over lapping fraktur. 
c. Diagnosis Fisioterapi 
1) Impairment. 
Adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah tungkai 
bawah kiri bagian distal. 
Adanya oedema pada tungkai bawah kiri
Keterbatasan ROM ankle sinistra 
Kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan 
flexor, extensor, abduktor, adduktor toes dextra. 
2) Functional limitation. 
Keterbatasan aktivitas yaitu berdiri dan berjalan secara mandiri karena 
adanya nyeri pada tungkai bawah kanan bagian distal. 
Penurunan kemampuan jongkok-berdiri dan aktivitas toileting secara 
mandiri. 
Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. 
3) Disability / Participation Restriction 
Kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan bersosialisasi dilingkungan 
masyarakat. 
Ketidak mampuan untuk bekerja kembali sebagai penjual oleh karena 
cloose fraktur tibia dan fibula right 1/3 distal post ORIF. 
d. Program Fisioterapi 
1) Tujuan Fisioterapi 
a) Jangka pendek 
Mengurangi nyeri pada daerah tungkai bawah kanan bagian distal. 
Mengurangi odema pada tungkai bawah kanan. 
Mengurangi spasme otot gastrocnemius kanan 
Meningkatkan ROM ankle dextra dan toes dextra 
Meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra dan toes 
dextra 
Mencegah komplikasi yang kemungkinan timbul 
b) Jangka panjang 
Meninngkatkan kemampuan fungsional tungkai kanan 
Mengembaliakan aktivitas fungsional pasien secara maximal 
2) Teknologi Intervensi 
a) Teknologi alternatif 
(1) Heating (IR) 
50
(2) Electrical stimulasi 
(3) Breathing exercise dan class exercise 
(4) Terapi Latihan 
(5) Transver dan ambulasi 
b) Teknologi terpilih 
(1) Breathing exercise dan class exercise 
(2) Terapi Latihan 
(3) Transver dan ambulasi 
c) Teknologi yang dilaksanakan 
(1)Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan class execise 
(2)Terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise, 
isometric exercise, stretching, strengthening, bridging exercise 
(3) Transver dan ambulasi 
e. Rencana Evaluasi 
a) Nyeri dengan skala VAS 
b) Oedema dengan antropometri 
c) ROM dengan goneometer 
d) Kekuatan otot dengan MMT 
e) Kemampuan fungsional dengan indek Barthel 
f. Prognosis 
Quo ad vitam : Baik 
Quo ad sanam : Baik 
Quo ad fungsionam : Baik 
Quo ad cosmeticam : Sedang 
51
g. Pelaksanaan Fisioterapi 
Pada tanggal 02 Februari 2007 TERAPI I 
1) TERAPI LATIHAN : 
a. Static Contraction : 
52 
Otot Gastrocnemius Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis 
diletakkan dibawah tumit kiri pasien, lalu pasien diminta untuk 
menekankan tumitnya ke bawah, dilakukan 8x pengulangan. 
Otot Quadriceps Femoris Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan 
terapis diletakkan dibawah lutut kiri pasien, lalu pasien diminta untuk 
menekankan lutut ke bawah. Dilakukan 8x pengulangan. 
b. Pumping Ankle/ankle pumping : 
Posisi pasien tidur terlentang, pasien diminta menggerakkan jari-jari dan 
pergelangan kaki kiri ke arah plantar dan dorsi flexi. Dosis 8x gerakan 2 
sesi. 
c. Active Movement dan Relaxed Active assistide Movement : 
Untuk sendi pergelangan kaki kiri untuk gerakan dorsal-plantar flexi 
dilakukan 8x pengulangan posisi pasien tidur terlentang posisi terapis 
disebelah kiri bed dengan tangan kanan memfiksasi pada pergelangan kaki 
kanan pasien sedangkan tangan kiri menggerakkan ankle kearah dorsal 
dan plantar flexi dengan disertai gerakan yang sama dengan pasien dan 
meminta pasien menggerakkan paha, lutut, dan pergelangan kakinya 
secara mandiri (aktif) 
d. Transfer dan ambulasi : 
Dengan pemberian tes keseimbangan terlebih dahulu sebelum berdiri 
dengan kaki kanan menapak dan kaki kiri menggantung, kemudian karena 
tidak ada gangguan keseimbangan latihan jalan dengan walker dengan teknik 
NWB dan masih latihan berjalan maju dan mundur sebagai persiapan jalan 
dengan alat Bantu.
h. Evaluasi 
53 
1. Adanya peningkatan LGS pada ankle kiri, yaitu; S: 
3-0-5 menjadi: S: 4-0-6 dan pada gerak pasif S: 3-0-5 menjadi: S: 5- 
0-8. 
2. Adanya peningkatan kekuatan otot pada hip, knee 
dan ankle,yaitu ; 
a) Hip: flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adductor = 4, internal 
rotator = 4, external rotator = 4 menjadi flexor = 5, extensor = 
5, abduktor = 4+, adductor = 4, internal rotator = 5, external 
rotator = 5 
b) Knee: flexor = 4 dan extensor = 4,menjadi fleksor = 5 
dan ekstensor = 5 
c) Ankle: plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor soleus =1- 
menjadi : plantar flexor gastrocnemius = 2+, 
dorsi flexor soleus =1+ . 
3. Adanya pengurangan nyeri : 
a) Nyeri diam; dari nyeri ringan menjadi tidak ada nyeri. 
b) Nyeri gerak; dari nyeri berat menjadi nyeri tak begitu berat. 
c) Nyeri tekan: dari nyeri berat tetap masih terasa nyeri berat. 
4. Adanya penurunan bengkak : 
a) 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal 
tungkai kiri 31,5 cm dan tungkai kanan 28 
cm menjadi pada tungkai kiri; 30 cm 
b) 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal 
tungkai kiri (ada bendit) 31,5 cm menjadi; 
31,5 cm dan tungkai kanan 18 cm 
c) 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal 
tungkai kiri 30,5 cm menjadi: 30 cm dan 
tungkai kanan 18 cm
54 
d) 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri 
25 cm menjadi; 25 dan tungkai kanan 24 
cm 
e) 5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai 
kiri (ada dendit) 29 cm menjadi; 29 dan 
tungkai kanan 28 cm 
i. Hasil Terapi Akhir 
Setelah diberikan terapi pada pasien yang bernama Bpk. Muh.Abdul Rasid, 
maka hasil yang didapat deri sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut 
yaitu: 
Keluhan nyeri berkurang. 
Oedem pada tungkai kanan berkurang. 
Terdapat peningkatan kekuatan otot AGB sinistra 
Terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra. 
Belum terdapat peningkatan kemampuan fungsional.
BAB IV 
PEMBAHASAN 
55 
Fraktur adalah discontuinitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya 
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secar mendadak. Pada kasus Tn. 
Muh.Abdul Rasid ini problem yang ditemukan setelah post ORIF Close fraktur tibia 
fibula right 1/3 distal sinistra, yaitu adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada 
daerah tungkai bawah kiri bagian distal, oedema pada tungkai bawah kiri, keterbatasan 
ROM ankle sinistra, kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle 
sinistra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor sinistratra, tidak ada gangguan sensasi 
yang ditemukan dalam pemeriksaan, os dapat merasakan merasakan tajam tumpul, kasar-halus, 
dan bisa merasakan gerakan. Juga tidak terdapat perbedaan panjang tungkai. Lalu 
latihan awal yang diberikan adalah Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan, 
terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise, isometric exercise, 
strengthening, kemudian bertahap transver dan ambulasi latihan jalan dengan metode 
NWB. Hasil akhir yang dapat terlihat dari pasien ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu 
keluhan nyeri berkurang, oedem pada tungkai kiri berkurang, terdapat peningkatan 
kekuatan otot AGB sinistra, terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra,belum terdapat 
peningkatan kemampuan fungsional.
BAB V 
KESIMPULAN DAN SARAN 
A. Kesimpulan 
56 
Berdasarkan pemeriksaan dan pembahasan , pasien Tn. Muh.Abdul Rasid 
mengalami fraktur tibia fibula right 1/3 distal dimana pasien melakukan pemasangan 
plate and screw. Pada kasus ini pasien mengalami adanya nyeri diam, nyeri tekan dan 
nyeri gerak pada daerah tungkai bawah kiri bagian distal, adanya oedema pada 
tungkai bawah kiri, keterbatasan ROM ankle sinistra, kelemahan otot dorsi flexor, 
plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor. 
Jika hal tersebut diatas dengan baik maka dapat menyebabkan gangguan gerak, fungsi 
yang lebih berat dan komplikasi seperti : clawing toes (bentuk cakar) disebabkan 
karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat, flat foot: disebabkan karena 
pemasangan gips salah/tanpa longitudinal arcus, kurang latihan sehingga otot-otot 
telapak kaki lemah atau adanya sprain ligamentum, bengkak (Oedem): timbulnya 
jaringan fibrotik yang menyebabkan stiffnes sendi dan kurang latihan, ketidak 
mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot gastrocnemius (calf 
muscles), pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan dalam 
klinis disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot gastrocnemius, keterbatasan 
ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa takut, over lapping fraktur 
B. Saran 
1. Untuk Pasien 
Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak 
mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot
yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi, pasien memiliki 
motivasi supaya rajin berlatih sesuai program yang diberikan terapis dengan bantuan 
dari keluarga, disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu yang menumpu 
pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan 
diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin, pada saat jalan 
dengan kruk hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama sekitar 4-5 
minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi penyambungan 
tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, 
kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB) 
yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah 
menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat kemudian 
diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan keluarga membantu 
memberi suport agar semangat dalam berlatih 
2. Tim medis 
Memotivasi pasien untuk tetap melakukan latihan guna meninkatkan rasa percaya 
diri pasien. 
57
DAFTAR PUSTAKA 
58 
- Bernad Bloch ; Fraktur dan disokasi, edisi pertama 
- Appley ; ortopedi dan fraktur system, edisi ketujuh, 
- An. D. Wolf. J. M. A. Mens ; pemeriksaan alat penggerak tubuh. Cetakan kedua Bohn 
Staflen Van Loghum, 
- Light, sidang, MD; therapeutic exercise, tahun edition copy right, elizabeth lict, USA, 
- Rasyad, C, Pengantar ilmu bedah ortopedi, bintang lamumpateuk ujung pandang, 
- Mahasiswa Akademi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia; Manfaat Terapi Latihan 
Pada Kondisi Post Op Old Fraktur Cruris / medial dextra, Jakarta 
- Appley, A. Graham, Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem appley, Alih bahasa, Edi 
nugroho; Editor, Agnes kartini, -ED. . –Jakarta, Widya Medika, 
- B. Resse Nancy, Muscle and sensory testing, Philadelphia, W. B. Saunders Company, 
- C. Norkin Cyntia, White D. Joice, Measurment of Join Motion: A Guide to 
Gonoimetery, Philadelphia, F. A. Davis Company, 
- Warner Kahle, helmut Leonhardt, Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia: Sistem 
lokomotor Muskulosteletal dan topografi, Alih Bahasa, Dr. H.M. Syamsir, MS-Ed.6- 
Jakarta,Hipokrates, 
-Thomson. A, Skninner. A, and Piercy. J, Tidy’s Physiotherapy, th edition, Butter Worth 
Heinemann, London, 
- Mahasiswa fakultas ilmu kesehatan dan fisioterapi progran D IV fisioterapi Universitas 
Easa Unggul, Penatalaksanaan Fisioterapi pada Post ORIF Close Fraktur Femur Distal 
Dextra dengan Plate and Screw, Jakarta

Contenu connexe

Tendances

140899028 fraktur
140899028 fraktur140899028 fraktur
140899028 fraktur
jihan26
 

Tendances (19)

Askep fraktur
Askep frakturAskep fraktur
Askep fraktur
 
140899028 fraktur
140899028 fraktur140899028 fraktur
140899028 fraktur
 
Fraktur
FrakturFraktur
Fraktur
 
Laporan pendahuluan fraktur femur
Laporan pendahuluan fraktur femurLaporan pendahuluan fraktur femur
Laporan pendahuluan fraktur femur
 
Tanda dan gejala fraktur
Tanda dan gejala frakturTanda dan gejala fraktur
Tanda dan gejala fraktur
 
Asuhan keperawatan pd klien fraktur
Asuhan keperawatan pd klien frakturAsuhan keperawatan pd klien fraktur
Asuhan keperawatan pd klien fraktur
 
Fraktur lp
Fraktur lpFraktur lp
Fraktur lp
 
Laporan pendahuluan frakt
Laporan pendahuluan fraktLaporan pendahuluan frakt
Laporan pendahuluan frakt
 
Fraktur TULANG
Fraktur TULANGFraktur TULANG
Fraktur TULANG
 
Ppt. fraktur collum femur
Ppt. fraktur collum femurPpt. fraktur collum femur
Ppt. fraktur collum femur
 
105810253 case
105810253 case105810253 case
105810253 case
 
Askep dislokasi
Askep dislokasiAskep dislokasi
Askep dislokasi
 
DEFINISI DAN KLASIFIKASI FRAKTUR :: ARMANDO GASPAR
DEFINISI DAN KLASIFIKASI FRAKTUR :: ARMANDO GASPARDEFINISI DAN KLASIFIKASI FRAKTUR :: ARMANDO GASPAR
DEFINISI DAN KLASIFIKASI FRAKTUR :: ARMANDO GASPAR
 
Fraktur tibia
Fraktur tibiaFraktur tibia
Fraktur tibia
 
7. fraktur
7. fraktur7. fraktur
7. fraktur
 
Fraktur ASKEP FRAKTUR
Fraktur ASKEP FRAKTURFraktur ASKEP FRAKTUR
Fraktur ASKEP FRAKTUR
 
Sgd 1 lbm 4
Sgd 1 lbm 4 Sgd 1 lbm 4
Sgd 1 lbm 4
 
Asuhan Keperawatan Akibat Trauma Pada System Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Trauma Pada System MuskuluskeletalAsuhan Keperawatan Akibat Trauma Pada System Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Trauma Pada System Muskuluskeletal
 
Konsep Fraktur
Konsep FrakturKonsep Fraktur
Konsep Fraktur
 

En vedette

Pengkajian Psikologis gerontik
Pengkajian Psikologis gerontikPengkajian Psikologis gerontik
Pengkajian Psikologis gerontik
LiBra Must
 
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leherPenatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Uzlifati Jannatin Alfafa
 
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 6 a
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia   6 aAnatomi dan fisiologi tubuh manusia   6 a
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 6 a
Zuzu Aja
 
Artikel tulang dan sendi
Artikel tulang dan sendiArtikel tulang dan sendi
Artikel tulang dan sendi
rudi1964
 
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinyaMakalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
Operator Warnet Vast Raha
 
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 4 & 5
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia   4 & 5Anatomi dan fisiologi tubuh manusia   4 & 5
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 4 & 5
Zuzu Aja
 
7. stretching exercise 2 (ext. inferior)
7. stretching exercise 2 (ext. inferior)7. stretching exercise 2 (ext. inferior)
7. stretching exercise 2 (ext. inferior)
Yulvi Hasrianti
 

En vedette (20)

Kti mas udin
Kti mas udinKti mas udin
Kti mas udin
 
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervicalPenatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus brakhialgia ec spondiloarthrosis cervical
 
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus spinal cord injury incomplit ais b sl ...
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus spinal cord injury incomplit ais b sl ...Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus spinal cord injury incomplit ais b sl ...
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus spinal cord injury incomplit ais b sl ...
 
Pengkajian Psikologis gerontik
Pengkajian Psikologis gerontikPengkajian Psikologis gerontik
Pengkajian Psikologis gerontik
 
Hip joint
Hip jointHip joint
Hip joint
 
234901205 case-report-bedah-jaka
234901205 case-report-bedah-jaka234901205 case-report-bedah-jaka
234901205 case-report-bedah-jaka
 
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leherPenatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
Penatalaksanaan myofascial release pada kasus nyeri leher
 
makalah
makalahmakalah
makalah
 
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraClosed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
 
Superficial Heat
Superficial HeatSuperficial Heat
Superficial Heat
 
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 6 a
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia   6 aAnatomi dan fisiologi tubuh manusia   6 a
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 6 a
 
Artikel tulang dan sendi
Artikel tulang dan sendiArtikel tulang dan sendi
Artikel tulang dan sendi
 
Makalah tentang anatomi muskuloskeletal
Makalah tentang anatomi muskuloskeletalMakalah tentang anatomi muskuloskeletal
Makalah tentang anatomi muskuloskeletal
 
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinyaMakalah permasalahan pendidikan di  indonesia dan solusinya
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia dan solusinya
 
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 4 & 5
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia   4 & 5Anatomi dan fisiologi tubuh manusia   4 & 5
Anatomi dan fisiologi tubuh manusia 4 & 5
 
7. stretching exercise 2 (ext. inferior)
7. stretching exercise 2 (ext. inferior)7. stretching exercise 2 (ext. inferior)
7. stretching exercise 2 (ext. inferior)
 
Panduan praktis pemeriksaan fisik umum
Panduan praktis pemeriksaan fisik umumPanduan praktis pemeriksaan fisik umum
Panduan praktis pemeriksaan fisik umum
 
Teknik Menulis skripsi,makalah,
Teknik Menulis skripsi,makalah, Teknik Menulis skripsi,makalah,
Teknik Menulis skripsi,makalah,
 
Standar Operating Procedure (SOP) PROSEDUR PIJAT REFLEKSI_bagi Mahasiswa Kepe...
Standar Operating Procedure (SOP) PROSEDUR PIJAT REFLEKSI_bagi Mahasiswa Kepe...Standar Operating Procedure (SOP) PROSEDUR PIJAT REFLEKSI_bagi Mahasiswa Kepe...
Standar Operating Procedure (SOP) PROSEDUR PIJAT REFLEKSI_bagi Mahasiswa Kepe...
 
Standar operasional prosedur (sop) rehabilitasi medik di rs
Standar operasional prosedur (sop) rehabilitasi medik di rsStandar operasional prosedur (sop) rehabilitasi medik di rs
Standar operasional prosedur (sop) rehabilitasi medik di rs
 

Similaire à CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

Cbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan tentang anatomi tubuh manusia
Cbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan  tentang anatomi tubuh manusiaCbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan  tentang anatomi tubuh manusia
Cbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan tentang anatomi tubuh manusia
HoseaSiahaan2
 
7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx
7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx
7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx
RahmadFajar5
 
4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b
4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b
4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b
revinaa1
 
kasus-cerebral-palsy
kasus-cerebral-palsykasus-cerebral-palsy
kasus-cerebral-palsy
cutrahil
 
Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...
Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...
Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...
Putri Nugraheni
 

Similaire à CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P (20)

Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdfMakalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
 
Cbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan tentang anatomi tubuh manusia
Cbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan  tentang anatomi tubuh manusiaCbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan  tentang anatomi tubuh manusia
Cbr_Anatomi Mauren Hosea Siahaan tentang anatomi tubuh manusia
 
Materi PDF M2KB2 - Anatomi Fisiologi
Materi PDF M2KB2  - Anatomi FisiologiMateri PDF M2KB2  - Anatomi Fisiologi
Materi PDF M2KB2 - Anatomi Fisiologi
 
Materi M2KB2 - Anatomi Fisiologi
Materi M2KB2 -  Anatomi FisiologiMateri M2KB2 -  Anatomi Fisiologi
Materi M2KB2 - Anatomi Fisiologi
 
Kb 4 kelainan retrogresif
Kb 4 kelainan retrogresifKb 4 kelainan retrogresif
Kb 4 kelainan retrogresif
 
Kelainan retrogresif
Kelainan retrogresifKelainan retrogresif
Kelainan retrogresif
 
7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx
7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx
7. PANDUAN PRAKTIKUM ANFISMAN.docx
 
Buku Anatomi Versi Link.pdf
Buku Anatomi Versi Link.pdfBuku Anatomi Versi Link.pdf
Buku Anatomi Versi Link.pdf
 
Amputasi AKPER PEMKAB MUNA
Amputasi AKPER PEMKAB MUNA Amputasi AKPER PEMKAB MUNA
Amputasi AKPER PEMKAB MUNA
 
4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b
4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b
4b092e952b1c6b26847fa10748ebcc2b
 
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
 
Kiranadi b fisiologi-saraf-...-2018-10-08
Kiranadi b fisiologi-saraf-...-2018-10-08Kiranadi b fisiologi-saraf-...-2018-10-08
Kiranadi b fisiologi-saraf-...-2018-10-08
 
Makalah kdtk
Makalah kdtkMakalah kdtk
Makalah kdtk
 
kasus-cerebral-palsy
kasus-cerebral-palsykasus-cerebral-palsy
kasus-cerebral-palsy
 
Kb 2 adaptasisel
Kb 2 adaptasiselKb 2 adaptasisel
Kb 2 adaptasisel
 
Adaptasi Sel
Adaptasi SelAdaptasi Sel
Adaptasi Sel
 
Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...
Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...
Penatalaksanaan radiografi vertebrae thoracolumbal dengan klinis skoliosis di...
 
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsiPatogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
 
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsiKb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
Kb 1 patogenesis&patofisiologikelainanstruktur&fungsi
 
Bahan ajar
Bahan ajarBahan ajar
Bahan ajar
 

Dernier

DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
kemenaghajids83
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
srirezeki99
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
Acephasan2
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
AGHNIA17
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
NezaPurna
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
Zuheri
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Acephasan2
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
RekhaDP2
 

Dernier (20)

Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdfAnatomi pada perineum serta anorektal.pdf
Anatomi pada perineum serta anorektal.pdf
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
Adaftasi fisiologis neonatus setelah dilahirkan antara lain pernafasan, suhu ...
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
4. Pengelolaan rantai Vaksin di puskesmas .pdf
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
 
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.pptpengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
pengertian mengenai BAKTERI dan segala bentuk bakteri.ppt
 
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosikarbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
karbohidrat dalam bidang ilmu farmakognosi
 

CONTOH Makalah UAP WAHYU BUDI P

  • 1. FISIOTERAPAI Nama Wahyu Budi Prasetyo FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIFERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1
  • 2. KATA PENGANTAR 2 Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktek klinik fisioterapi komprehensif dengan judul “PENATALAKSANAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST ORIF CLOSE FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA 1/3 DISTAL SINISTRA DENGAN PLATE AND SCREW DI BANGSAL ANGGREK RSO. PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA” sebagai tugas akhir laporan praktek klinik Fisioterapi Komprehensif Diploma III Fisioterapi angkatan 2009. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang selalu membantu dalam penyelesaian makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis memahami bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan mahasiswa dan pembaca pada umumnya.
  • 3. DAFTAR ISI 3 HALAMAN JUDUL................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii KATA PENGANTAR...........................................................................................iii DAFTAR ISI .........................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................1 B. Rumusan Masalah..........................................................................2 C. Tujuan Penulisan............................................................................2 D. Manfaat Penulisan..........................................................................3 BAB II KERANGKA TEORI...........................................................................4 A. Deskripsi Teoritis...........................................................................4 1.Anatomi Fungsional.....................................................................4 2.Patologi Kehamilan.....................................................................6 3. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu).......................................8 B. Deskripsi Proses Fisioterapi.........................................................12 1.pemeriksan Subjektif.................................................................12 2.Pemeriksaan Objektif................................................................12 3. Diagnosis Fisioterapi................................................................13 4. Program Fisioterapi.................................................................13 5. Rencana Evaluasi......................................................................14 6. Prognosis..................................................................................14 7. Penatalaksanaan Fisioterapi......................................................14 8. Evaluasi....................................................................................14 BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................15 A. Keterangan Umum Penderita.......................................................15 B. Data-data Medis Rumah Sakit......................................................15 C. Segi Fisioterapi..............................................................................18
  • 4. BAB IV PEMBAHASAN................................................................................34 A. Hasil Penanganan Kasus...............................................................34 B. Pembahasan...................................................................................34 BAB V KESIMPULAN..................................................................................35 A. Kesimpulan...................................................................................35 B. Saran..............................................................................................35 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 4
  • 5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia yang ingin serba cepat dan praktis tersebut menyebabkan mobilitas manusia meningkat. Hal ini dapat menimbulkan kurang hati-hati dalam melakukan semua aktifitas, menimbulkan masalah lalu lintas yang cukup serius dan juga dapat menimbulkan trauma. Trauma tersebut dapat ditimbulkan dan jumlah kepadatan lalu lintas yang bertambah berakibat meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan dapat pula mengakibatkan kematian, sedangkan masalah yang lalu yang dapat ditimbulkan antara lain adalah cedera yang berupa sprain, strain, memar dan bahkan patah tulang (fraktur). Sebagai contoh adalah fraktur cruris. Gambaran tentang fraktur adalah keadaan dimana struktur tulang mengalami pemutusan secara menyeluruh / sebagian karena disebabkan oleh trauma, misalkan penekanan berulang-ulang atau sebagian karena patologi tulang itu sendiri (Apley, 1995). Fraktur dapat menimbulkan bermacam-macam gangguan fungsi aktifitas atau hilangnya fungsi anggota badan (amputasi) perubahan bentuk (deformitas) dan dapat memperburuk keadaan. Di sini fisioterapi mempunyai peran sebagai profesi yang bertanggung jawab dalam proses penyembuhan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang terjadi pada kasus post operasi fraktur cruris dengan pemasangan internal fiksasi berupa plate and screw. Menangani pasien dengan kondisi tersebut banyak modalitas fisioterapi yang digunakan, salah satunya adalah terapi latihan yang meliputi Breathing exercise, latihan gerak aktif dan static kontraksi. Sementara itu tindakan terapeutik yang dilakukan fisioterapi antara lain: kurangi oedema dan cegah komplikasi yang mungkin timbul, pertahankan fungsi pernafasan, kurangi nyeri dan cidera jaringan lunak serta memulihkan kemampuan fungsional. B. Perumusan Masalah 5
  • 6. 6 Dalam penulisan laporan ini penulis membatasi permasalahan dan modalitas yang digunakan, yaitu: (1) apakah dengan terapi latihan dapat meningkatkan kekuatan otot? (2) Apakah terapi latihan dapat mengurangi kekuatan pada daerah tungkai atas karena immobilisasi dengan internal fiksasi? (3) apakah terapi latihan dapat meningkatkan kemampuan fungsional? C. Batasan Masalah Kondisi pada kasus ini adalah post operasi Fraktur sepertiga cruris distak sinistra dengan pemasangan internal fiksasi berupa plate and screw. Mengingat bahwa banyaknya komplikasi yang timbul serta keadaan pasien yang dirawat di bangsal maka penulis hanya membatasi pembahasan pada penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post operasi Fraktur sepertigadistal sinistra dengan terapi latihan. D. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui : (1) manfaat terapi latihan dalam meningkatkan kekuatan otot, (2) dengan terapi latihan dapat meningkatkan kekuatan otot akibat immobilisasi karena internal fiksasi dan (3) dengan terapi latihan dapat menjaga dan memelihara kemampuan fungsional.
  • 7. BAB II KERANGKA TEORI A. Deskripsi Teoritis 1. Anatomi Fungsional 1. Osteologi a. Tulang Femur 7 Femur merupakan tulang panjang terpanjang pada tubuh dan dibagi dalam corpus, collum, ujung proximal, dan ujung distal. Pada corpus kita bedakan menjadi tiga bagian yaitu, facie anterior lateral dan medial. Facies lateral dan medial dipisahkan dari sisi dorsal oleh dua peninggian berbibir kasar, lineaaspira yang merupakan daerah tebal tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea, labium medial dan lateral, labiumlateral berakhir pada tuberusitas glutea. Kadang-kadang tuberusitas glutea lebih nyata dan dikenal sebagai trochanter ketiga. Labium medial berjalan kepermukaan bawah collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial kita temukan birai yang turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea. Pada bagian proximal dan distal corpus femoris kehilangan bentuk segitigany dan menjadi lebih bersisi empat. Caput femoris dengan lekukan yang menyerupai pusar yaitu fovea cacitis yang mempunyai batas irregular dengan collum. Peralihan dari collum. Peralihan dari collum ke corpus femoris dianterior ditandai oleh linea intochanterica dan diposterior oleh crista introchanterica. Tepat dibawah trochanter mayor terletak fossa trochanterica. Trocanter minor menonjol ke posterior dan medial. Pada ujung distal dibentuk oleh epicondylus, tepat dekat epicondylus terletak condylus lateralis dan medialis. Keduanya disatukan pada permukaan anterior oleh facies patelaris dan diposterior dipisahkan oleh fossa intercondyloidea. Fossa ini dibatasi oleh linea intercondylloidea yang membentuk dasar segitiga (planumpopiliteum)
  • 8. 8 yang sisinya dibentuk oleh labium divergen linea aspera. Dibawah epycondylus lateralis terletak sulcus popliteus dan diatas epicondylus medialis terdapat tubercullum adductorius. b. Tulang Patella Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. Tulang patella berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella menghadap kearah distal. Pada permukaan anterior tulang patella kasar dan permukaan dosal mempunyai permukaan sendi yang dipisahkan ole sebuah peninggian menjadi facies lateralis yang lebih besar dan facies medialis yang lebih kecil. c. Tulang Tibia Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal, corpus dan ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi lutut adalah bagian proximal. Pada bagian proximal terdiri atas condylus medialis tibiae. Condylus medialis tibiae permukaan sendi dinamakan facies articularis superior condyli medialis tibiae. Tapi lateral facies artecularis superior condyli medialis agak menonjol dan dinamakan tuberculum intercondyloiddeum mediale. Pada condylus lateralis tibiae permukaan sendi yang dinamakan facies articularis superior condyli lateralis tibiae dinamakan tubercullum intercondyloideum yang memisahkan kedua facies articularis pada bagian ini terdapat eminentia intercondyloideum, fossa intercondyloideum anterior, fossa intercondyloideum posterior. Pada tuberusitas tibea tonjolan dibagian ventral dan merupakan lekat tendo m. Quadriceps femoris melalui ligamentum patella pada bagian corpus (diaphysis) tibiae berbentuk segi tiga dibedakan atas facies lateralis. Facies medialis tibiae, facies psterior tibiae terdapat linea poplitea tempat alas m. Soleus sedangkan pada bagian kranialnya merupakan tempat lekat m. popliteus dan crista interossea tibiae terdapat diantara facies lateralis dan facies posterior berhadapan dengan crista interossea fibulae. Pada bagian distal agak melebar dibagian terdapat malleolaris. Incisura fibularis pada malleolus medialis bagian medial pars distalis yang menonjol kekaudal, pada
  • 9. 9 sulcus malleolaris permukaan dorsal malleolaris medial yang dilalui oleh tendines mm. Tibialis posterior et flexordigitorum longus. Pada incisura fibularis lekukan dibagian lateral yang berhubungan dengan fibulae. d. Tulang Fibula Tulang fibula dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proximal, corpus, dan ujung distal. Pada bagian proximal terdiri capitulum fibulae melekat kebagioan karniodorsal tibia. Puncak capitulum fibulae dinamakan apex capituli fibulae. Pada bagian corpus fibulae berbentuk seperti prisma. Tapi yang berhadapan dengan crista interossea tersebut dihubungkan oleh membrana interossea cruris. Pada bagian distal ditandai oleh penonjolan kekaudal yang dinamakan malleolus lateralis. Malleolus lateralis mempunyai permukaan sendi dinamakan facies articularis malleoli lateralis yang bersendi dengan tulang talus dipermukaan dorsal malleolus lateralis terdapat sulcus tendinis mm. Peronerum. e. Tulang Talus Tulang talus dibagi menjadi tiga yaitu caput tali, collum tali, corpus tali. Pada bagian caput tali terdapat facies articularis navicularis yang bersendi dengan naviculare pedis. Pada collum tali menghubungkan capu tali dan corpus tali. Di collum tali terdapat sulcus tali yang bersamaan dengan tulang calcaneus membentuk sinus tarsi. Sinus tarsi tempati oleh ligamen talocalcaneum interosseum. Pada bagian corpus tali dimana terdapat trocheal tali, facies malleolaris meialis tali, processus lateralis tali, processus poterios tali. Pada bagian processus posterior tali terbagi menjadi dua yaitu tubercullum laterale dan tubercullum mediale. f. Tulang Calcaneus Tulang calcaneus dibagi menjadi dua yaitu facies articulares talares anterior et media dan facies talares posterior. Pada facies articulares talares menonjol kemedial dinamakan sustentaculum talim. Dibagian dorsal calcaneum terdapat tonjolan besar dinamakan tuber
  • 10. calcanei. Permukaan medianya terbagi dua bagian yaitu processus medialis calcanei dan processus lateralis tuberis calcanei. g. Tulang Naviculare Pedis Tulang naviculare pedis dilihat dari distal terdiri dari facies articularis terdapat caput tali dan ossa cuneiformiae dipermukaan medianya tuberusitas ossis naviculare pedis yang dapat diraba dibawah depan malleolus medialis. h. Tulang Cuneuforme Tulang cuneufome terdiri atas tulang cuneuforme medialis berbentuk paling besar bentuknya. Tulang cuneuforme intermedius paling kecil permukaan sendinya seperti huruf “L” terbalik dan tulang cuneiforme lateralis. i. Tulang Metatarsale Tulang metatarsale terdiri dari lima buah setiap bagian terdiri dari corpus distal, media, lateral. j. Tulang Basis Phalangis Tulang basis phalangis terdiri dari lima setiap bagian terdiri dari distal, medial, lateral. k. Tulang phalanx Tulang phalanx terdiri dari phalanx distal, phalanx proksimal 2. Otot-otot Tungkai Atas a. Otot Sartorius Origo : Spina iliaca anterior superior Insertio : Facies madialis tibiae dekt tuberusitas tibiae bersama-sama Dengan tendo otot gracilis dan otot semitendinosus b. Otot Rectus femoralis Origo : Caput rectum, spina anterior inferiorcaput obliqum, agak dikranial acetabulum Insertio : Tuberusitas tibiae melalui ligament patellae c. Otot-otot Vastus medialis 10
  • 11. Origo : Bagian paling kaudal linea intertrochanterica, labium mediale linea aspera Insertio : Tepi medial tendo otot rectus femoralis, patella d. Otot-otot Intermedius Origo : Permukaan depan dan lateral femur Insertio : Tendo otot rectus femoralis e. Otot-otot Vastus lateral Origo : Permukaan depan dan kaudal trochanter major, labium laterale Linea aspera Insertio : Tepi lateral tendo otot rectus femoris, patella f. Otot Articularis genu Origo : Permukaan depan bagian kaudal femur Insertio : Permukaan atas dan lateral capsula articularis articulatio genu g. Otot Pectineus Origo : Pectin ossis pubis, fascia pectinea Insertio : Linea pectinea femoralis h. Otot Adductor longus Origo : Ramus superior ossis pubis diantara symphisis et tuberculum pubicum Insertio : Labium mediale linea aspera i. Otot Gracilis Origo : Ramus inferior ossis pubis Insertio : Facies mediale tibea dekat tuberositas tibea bersama-sama dengan tendineae mm. sartorius et semitendinosus (Pesanserinus) j. Otot Adductor Brevis Origo : Ramus inferior ossis pubis Insertio : Labium mediale linea aspera 11
  • 12. k. Otot Adductor Magnus Origo : Ramus inferior ossis pubis Insertio : Labium mediale linea aspera l. Otot Adductor Minimus Origo : Ramus inferior ossis pubis Ramus inferior ossi inchi Insertio : Labim mediale linea aspera m. Otot Semimembranosus Origo : Tuber ischiadikus Insertio : Condilus mediale tibiae n. Otot Bicep femoralis Origo : Caput longum : tuber ischiadicum Caput breve : labium laterale linea asperae Insertio : Capitulum fibulae, condylus lateralis 3. Otot Tungkai Bawah a. Otot Tibialis anterior Origo : Condylus lateralis tibea, facies lateralis tibea, membrane interssea Cruris, facies cruris Insertio : Permukaan plantar tulang cuneuforme I, permukaan atas basis Ossis metatarsalis I b. Otot Extensor digitorum longus Origo : Capitulum et facies medialis fibulae, fascia cruris Insertio ; Aponeurosis dorsalis jari kaki II, V c. Otot Pereneus tirtius Origo : Fibula (merupakan bagian paling lateralis m. extensor digitorum longus) Insertio : Basis ossis metatarsalis 5 d. Otot Extensor Hallucis Longus Origo : Facies medialis fibulae, membrana interossea cruris 12
  • 13. Insertio : Basis phalanx terakhir ibu jari kaki e. Otot Gastocnemius Origo : Caput mediale epicondylus medialis moris, caput latrale, epicondylus lateralis femoris Insertio : Tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei achilles f. Otot Soleous Origo : Capitulum febulae, facies posterior fibulae, linea poplitea tibiae, Arcus tendinis otot soleus Insertio : Tuber calcanei melalui tendo calcanei achillus g. Otot Tibialis Anterior Origo : Condylus lateralis femoralis, ligament popliteum tibiae Insertio : Planum popliteum tibiae h. Otot Plantaris Origo : condylus lateralis femoralis Insertio : Tuber calcanei i. Otot Flexor Digitorum Longus Origo : Facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam Insertio : Phalanx distal jari kaki II, III j. Otot Flexor Hallucis Longus Origo : Facies posterior fibulae, facies cruris lembar dalam Insertio : Phalanx distal ibu jari kaki k. Otot Tibialis Posterior Origo : Facies posterior fibulae, membrane interossea cruris, facies posterior tibiae Insertio : Tuberositas ossis navicularis l. Otot Peroneus Longus Origo : Facies lateral fibulae Insertio : Ossa curneuforme I, basis ossis metatarsalis I. m. Otot Peroneus Brevis Origo : Facies lateralis fibulae 13
  • 14. Insertio : Basis ossis metatarsalis V 4. Otot-otot Kaki a. Otot Extensor Hallucis Brevis Origo : Bagian depan calcaneus Insertio : Oponerosis dorsalis ibu jari kaki b. Otot Extensor Digitorum Brevis Origo : Bagian depan calcaneus Insertio : Oponerosis dorsalis jari kaki II sampai V c. Otot bAbduktor Hallucis Origo : Processus medialis tuberis calcanei, flexor retinaculum Insertio : Sisi medial phalanx proximal d. Otot Flexor Digitorum Brevis Origo : Processus medialis calcanei, aponerosis plantaris Insertio : Phalanx intermedius jari II sampai V e. Otot Abduktor Digiti V Origo : Processus medialis et lateralis tuberis calcanei Insertio : basis ossis metatarsalis V, basis phalanx proximal jari V f. Otot Quadratus Plantae Origo : Facies plantaris calcanei Insertio : Facies plantaris tendo otot flexor digitorum longus g. Otot Lumbricales Origo : Tendo flexor digitorum Insertio : Aponerosis dorsalis jari II sampai IV h. Otot Adduktor Hallucis Origo : caput obliqulum basis asseum metatarsalae II sampai V caput tranversum sampai sendi articularis metatarsophalanxealis II sampai V Insertio : Basis phalanx proximal ibu jari i. Otot Flexor Digiti V Brevis Origo : Basis ossis metatarsalis V Insertio : Basis phalanx proximal jari V 14
  • 15. 5. Ligamen-ligamen pada sendi lutut a. Ligamen Collateral Medikal Terbentang dari condylus medialis femoralis sampai tuberositas tibia b. Ligamen Collatera lateral Barasal dari condylus lateralis menuju capitulum c. Ligamen Cruciatum Anterior Berjalan dari fossa intercondyloidea anterior tibia kepermukaan medial condylus lateral femoralis d. Ligamen Cruciatum Posterior Berjalan dari permukaan lateral condylus femoralis medial kefossa intercondylodea posterior tibia. Ligamen ini diperkuat oleh ligamen cruciatum anterior e. Ligamen Popliteum Arcuatum Terletak pada daerah femoralis, erat hubungannya dengan otot popliteum f. Ligamen Popliteum Obliqum Berjalan dari condylus lateralis femoris kemudian turu menyilng menuju facia meial popliteum 6. Ligamen-ligamen pada sendi kaki a. Dilihat dari lateral 1) Ligamen Talofibulare posterior Berjalan dari tulang talus melintang ketulang fibula bagian belkang 2) Ligamen Calcaneofibulare anterius Berjalan dari tulang calcaneus membentang ketulang fibula 3) Ligamen Tibiofibulare anterius Berjalan tulang tibia bagian depan dan tulang fibula bagian depan 4) Ligamen Talofibulare anterius Berjalan tulang talus membentang lurus ketulang fibula bagian depan 5) Ligamen Calcaneonavicular 15
  • 16. 16 Berjalan dari tulang calcaeus dan tulang naviculare melintang pada gagian atas punggung kaki. 6) Ligamen Calcaneocuboideum Berjalan dari tulang calcaneus dan tulang cuboideum pada bagian atas punggung kaki b. Dilihat dari medial 1) Ligamen Tibiotalare Anterius Berjalan melintang dari depan dari ujung Tibia dan tulang talus pada sisi depan 2) Ligamen Tibiotalare Posterior Berjalan melintang dari belakang dari tulang Tibia dan tulang Talus pada sisi belakang 3) Ligamen Tibionaviculare Berjalan disamping pada tulang tibia dan tulang Naviculare 7. Biomekanika pada sendi lutut dan pergelangan kaki a. Sendi Lutut Sendi lultu merupakan struktur tulang dari tungkai atas dan tungkai bawah yaitu tulang femur, tibia, fibula dan patella serta dibentuk dari beberapa ligamen dan minikus. Sendi lutut mempunyai gerakan diantaranya fleksi, ekstensi, eksternal rotasi. Gerakan fleksi dari posisi full ekstensi, dimulai gerakan rotasi secara simultan tibia terhadap femur melalui kontraksi otot popliteus, selanjutnya terjadi gerakan fleksi aktiv akibat kontraksi M. Hamsting. Pada gerakan fleksi-ekstensi maka meniscus akan menguat terhadap tibia yang bergerak terhadap femur. Pada gerakan rotasi dengan fleksi lutut, maka meniscus akan bergerak mengikuti femur trhadap tibia. Ligamentum cruciatum anterior akan mengalami penegangan saat ekstensi dan mengendor saat fleksi. Gerakan rotasi eksternal tibia terhadap femur pada 20 derajat menuju posisi ekstensi disebut mekanisme screw home dan keaadan tersebut dipengaruhi sususnan kondilus dan pengendalian struktur ligamentosa.
  • 17. 17 Kontraksi mM. Quadriceps maka parella, ligamentum yang berhubungan dengan capsula sendi akan tertarik kearah anterior dan keatas, sehinggga mencegah terjadinya pergerakan antara condylus pada sisi yang berlawanan. Ada tiga facet sendi pada permukaan persendian dari femur. Pada pergerakan menuju fleksi meuju ekstensi, maka hubungan antara permukaan sendi melalui dari facet medial dan selanjutnya kefacet interior. Kerja otot pada pergerakan ekstensi dilakukan oleh kelompok otot bicep femoris. Struktur ligamen akan membantu ekstensi lutu ketika tibia menguat pada posisi menumpu berat badan. Saat lutut bergerak dari fleksi keekstensi, gerakan kondylus lateral akan dihentikan pada gerak sendi 160 derajat oleh ligamen cruciatum anterior dan ligamentum colateralis. Selanjutnya dari kontraksi quadriceps menyebabkan kondylus medialis akan menambah jangkauan jarak gerak sendi sebesar 20 derajat (untuk menambah full fleksi menjadi 180 derajat) dan menimbulkan gerakan internal rotasi tibia terhadap femur. b. Sendi Pergelangan Kaki Struktur tulang pembentuk sendi pergelangan kaki dibentuk oleh dua buah tulang sendi berikut: 1) Pada bagian proximal disusun oleh dua buah tulang panjang yang merupakan struktur tulang dari tungkai bawah yaitu tulang tibia dan fibula. 2) Pada bagian distal disusun oleh 12 tulang pendek yang merupakan struktur tulang dari kaki yaitu : tulang talus, tulang calcaneus, tulang kuboideum, metatarsal I, II, III, IV dan V Pada gerakan normal yang memungkinkan untuk dilakukan oleh sesuai sendi pergelangan kaki adalah sebagi berikut : 1) Dorsi fleksi Gerakan dorsi fleksi ini merupakan suatu gerkan kaki kearah dorsum pedis. Otot penggerak dorsi fleksi ini dilakukan oleh M.
  • 18. 18 Perineus tertius. Gerakan ini dapat terjadi berkisar antara 0-25 derajat dibatasi oleh plantar fleksor. 2) Plantar fleksi Gerakan ini menuju gerakan kaki menuju plantar pedis. Gerakan plantar fleksi dapat terjadi dilakukan M. Plantaris dan M. Perineus brevis. Gerakan berkisar pada lingkup gerakan 0-50 derajat dari posisi anatomis dibantu oleh kontak langsung bagian belakang antara tulang talus dengan tulang tibia, ketegangan ligamentum talofibulare anterior serta ketegangan otot dorsi fleksor. 3) Inversi Gerakan inversi merupakan gerakan kombinmasi antara gerakan supinasi dengan gerakan adduksi dan plantar fleksi kaki. Untuk terjadinya gerakan ini dilakukan oleh otot penggerak utama yang dilakukan oleh M. Tibialis posterior dibantu M. Fleksor digitorum longus, M. Fleksor hallucis longus dan M. Gastrocnemius. Gerakan ini terjadi pada batas lingkup gerakan 0-50 derajat dimulai dari posisi axis anatomis tibia yang memanjang kebawah tempat pada jari kaki kedua dengan posisi ankle netral. Gerakan ini dibatasi oleh kontak langsung tulang tarsalis, ketegangan ligamentum tarsalis lateralis serta ketegangan otot peroneus longus dan brevis. 4) Eversi Gerakan eversi juga merupakan gerakan kombinasi, yaitu dari gerakan pronasi, Abduksi dan dorsi fleksi. Otot penggerak utama gerakan ini dilakukan oleh M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis dibantu oleh M. Extensor digitorum longus dan M. Peroneus tertius. Gerakan eversi ini berkisar antara 0-20 derajat. Gerakan ini dibatasi oleh kontak langsung tulang tulang tarsal bagian lateral, ketegangan ligamentum tarsalis medialis, serta ketegangan M. Tibialis anterior dan posterior. 2. Fraktur Cruris ( Tibia dan Fibula) 1. Pengertian Fraktur Adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang
  • 19. 19 disebabkan oleh trauma atau keadaaan patologis. (Kumpulan bahan kuliah Program Diploma IV Fiosioterapi, 2001) Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang partial (Chairudin rasjad). Jadi fraktur cruris adalah putusnya hubungan pada tulang tibia maupun fibula yang terjadi secara bersamaan, baik secara bersamaan maupun secara total. 2. Mekanisme cedera dan Patologi Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim. Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam; C2= abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah imobilisasi berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau tertutup) sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi, angka ini cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia memerlukan waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu. Patah tulang ini pada umumnya disebabkan oleh trauma langsung. Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur tranverse atau dengan displascement (overlapping, angulasi, rotasi) baik satu level (lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level ( salah satu garis fraktur diatas atau dibawah). Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi
  • 20. 20 dan bila fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi. Bila fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak mutlak perlu immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh secara langsung dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai pengikat tulang fibula pada tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan short leg plaster dan jalan denan FWB sampai lepas immobilisasi. Fraktur dapat terjadi akibat: Peristiwa akibat trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patlogik). a. Fraktur akibat peristiwa trauma Disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukkan, pemuntiran atau penarkan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.Bila terkena kekuatan tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkenma kekutan itu; kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. b. Fraktur kelelahan dan tekanan Retak dapat terjadi pada tulang , seperti halnyanya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh. c. Fraktur patologik Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Raktur patologi disebut juga spontaneus, karena tanpa adanya trauma atau hanya trauma kecil sudah dapat menyebabkan terjadinya fraktur atau patah tulang. Contoh: fraktur yang diakibatkan oleh adanya osteoporosis, osteomalasia (metabolik),
  • 21. osteomielitis piogenik (infektif), osteogenesis imperfekta (kongenetal) dan beberapa fraktur yang disebabkan oleh tumor sekunder maupun primer. 3. Gambaran klinik Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Tanda-tanda dan gejala fraktur yaitu: Umum adalah syok, cedera jaringan yang lain dan tanda-tanda untuk fraktur patologis; Lokal adalah nyeri, hilang fungsi, bengkak dan perdarahan, deformitas, nyeri tekan dan terdapat gerakan-gerakan yang tidak normal (unnetral movement). Untuk memastikan adanya fraktur dengan dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian bawah batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral tumpang tindih dan pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan mungkin terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah; kadang-kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang terpisah. Pola-pola fraktur: a. Green stick yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya hanya retak saja. b. Tranvers yaitu bentuk patahannya melintang c. Oblique yaitu bentuk patahannya miring d. Spiral (rotasi/berputar) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannnya melintar 21
  • 22. 22 e. Angulasi (menyudut) yaitu fraktur yang bentuk perpatahannya menyudut f. Comunited yaitu fraktur dengan lebih dua fragmen, karena ikatan sambungan pada permukaan fraktur tidak baik, lesi ini sering tidak stabil. g. Kompresi (crush) yaitu kerusakan tulang atau fraktur yang disebabkan oleh tekanan yang berulang-ulang. h. Impacted yaitu fraktur dimana fragmen-fragmen tulang-tulang terdorong masuk kearah dalam tulang satu sam lain sehingga tidak dapat terjadi gerakan diantar fragmen tersebut. i. Involving joint yaitu fraktur yang disertai perubahan struktur sendi. j. Avulsion yaitu fraktur yang terjadi hanya sedikit perpatahan diujung pinggir tulang. k. Fraktur dan dislokasi yaitu perpatahan tulang yang disertai perpindahan dari sendi yang mengikat tulang tersebut. 4. Klasifikasi Fraktur Klasifikasi fraktur ada dua yaitu: a. Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan otot dan kulit sehingga dapat terlihat dari luar. b. Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar. Houglund dan states mengklasifikasikan fraktur tibia berdasarkan bearnya energi yang menyebabkan terjadinya fraktur, yang dapat menentukan prognosis: a. Fraktur berkekuatan tinggi; misalnya dari kecelakaan mobil dan tabrakan, fraktur dari group ini sembuh kira-kira 6 bulan. b. Fraktur berkekuatan rendah ; misal dari kecelakaan bermain ski, fraktur dari group ini sembuh kira- kira 4 bulan. Namun penelitian lain menyebutkan, bahwa prognosis ini tidak bergantung pada derajat fraktur, namun pada jumlah fragmen tulang yang
  • 23. 23 saling kontak. Setelah dilakukan reposisi, apabila terdapat 50-90% fragmen fraktur yang saling kontak maka secara signifikan penyembuhannnya akan lebih cepat. 5. Komplikasi Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas fungsional, maka perlu tindakan antisipasi untuk mencegah komplikasi yang kemungkinan timbul, yaitu: a. Clawing toes (bentuk cakar): head metatarsal I dan V naik keatas sedangkan head matatarsal II, III dan IV turun/drop kebawah. Hal ini disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat. b. Flat foot;: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal arkus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau adanya sprain ligamentum c. Bengkak atau udem: timbulmya jaringan fibrotik yang menyebabkan stiffness sendi, kurang latihan. d. Ketidak mampuan untuk lompat dan lari: karena kelemahan otot-otot gastrocnemius (calf muscle) e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan dalam klinis. Hal ini disebabkan oleh karena rasa nyeri, kelemahan otot gastocnemius, keterbatasan ROM, Unstable otot dan ligamentum, rasa takut, over lapping fraktur. 6. Prognosis Tarr et al. dan Puno et al. menyebutkan bahwa malaligment pada bagian distal tibia prognosis lebih jelek dari pada yang terletak proksimal. Mempertahankan kelurusan fraktur tidaklah mudah pada beberapa tipe fraktur, dan pabila telah dilakukan realigment tidak berhasil maka indikasikan untuk dilakukan fiksasi operatif. Menurut Nicoll, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah: Jumlah displacement saat terjadi fraktur, derajat komunitif, adanya infeksi, dan tingakat keparahan trauma jaringan lunak tidak termasuk infeksi. Muller, Nazarian, and Koch menyebutkan bahwa fraktur terpuntir denga atau tanpa patahan-patahan simple mempunyai prognosis yang lebih
  • 24. 24 baik dari pada fraktur yang disebabkan oleh kekuatan tinggi seperti fraktur short oblique atau transverse dengan atau tanpa fraktur komunitif. Bostman menemukan bahwa reduksio sulit dilakukan pada fraktur sepertiga distal tibia. Nicoll mengungkapkan bahwa dengan atau tanpa fraktur fibula tidak mempengaruhi prognosis. A. Karakteristik pasie mempengaruhi keberhasilan dari penatalaksanaan tertutup dari fraktur diafisis tibia. Kerusakan (alignment) bisa menjadi sulit dipertahankan bila dengan cast atau braces pada pasien dengan edem atau ekstremitas yang obes. Hilangnya reduksi dapat terjadi pada pasien yang tidak memenuhi dengan penatalaksanaan tertutup, dimana delayed union dan non union umum terjadi pada pasien dimana penopangan berat badan dibatasi untuk waktu yang lama. 2. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) A. Definisi ORIF adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengembalikan struktur tulang yang fraktur pada keadaan anatomis dari dalam dengan memberikan ikatan dari dalam. B. Jenis Perangkat Fiksasi 1. Cortical bone screw 2. Cancellous bone screw 3. Self tapping screw 4. Dinamik hip screw / dinamik condilar screw 5. Plates 6. Blade p;ates 7. Intramedularis nail 8. Tension band wiring C. Indikasi Fiksasi Internal 1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya fraktur dengan displacement dan tidak stabil. 2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan
  • 25. 25 batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser. 3. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur melintang pada patella atau olecranon. 4. Fraktur yanfg penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama pada frakktur leher femur. 5. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang 6. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau dengan tujuan untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan berbagai organ sistem tubuh (Philips dan Conteas, 1990). 7. Kondisi fraktur dimana suplay drah pada angggota gerak tergangggu dan pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi (Dandy, 1990) 8. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot dan jkaringan lunak lainnnya. D. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi 1. Posisi fraktur 2. Panjang dan bentuk fraktur 3. Ukuran fraktur 4. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur. (Mc. Rae, 1994) E. Keuntungan Fiksasi Internal 1. Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan penyanmbungan tulang (Mc. Ray, 1994) 2. Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih cepat 3. Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat diminimalkan bahkan dihilangkan. 4. Pasiewn dapat pulang kerumah lebih awal dengan ctatan pulang agar pasien tetap melakukan latihan-latihan yang diberiakan selam dirumah sakit dan menjauhkan larangan-larangan yang diberikan seperti tidak boleh melkukan pembebanan yang maksimal pada daerah fraktur.
  • 26. 26 F. Komplikasi Fiksasi Internal 1. Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling sering ditemukan, hal ini tidak diakibatkan logam yang digunakan tapi akibat pembedahan yang tidak memenuhi standart aseptic dan antiseptic. 2. Non union, hal ini lebih sdering ditemukan pada tulang lengan atau tungkai bawah dimana apabial hanya salah satu tulang yang patah dan tulang yang sebelahnya tetap utuh. 3. Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan kropos dan penyatuan tulang yang patah belum terjadi. Apabila ditemukan rasa nyeri yang hebat pada fraktur harus diwaspadai dan ditangani. 4. Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang terlalu cepat, waktu yang paling cepat pelepasan implant minimal satu tahun dan satu setengah tahun dan yang paling aman setelah dua tahun setelah masa pelepasan tulang dalam kondisi lemah diperlukan perwatan dan perlindungan. G. Teknik Tindakan ORIF 1. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur dan perangkat yang digunakan juga dengan alasan yang sama. 2. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada permukaan yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang cembung. 3. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat dikuncikan dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991) 3. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Post ORIF Close Fraktur Tibia dan Fibula 1/3 Distal Dextra dengan Plate and Screw 1. Pemeriksaan Subjektif a.Anamnesis Anamnesis bertujuan untuk memperoleh informasi akurat dan relevan, sehingga pertanyaan harus jelas dan mudah dijawab. Anamnesis dikelompokkan menjadi: a. Heteroanamnesis, tanya jawab pada orang-orang/keluarga pasien yang mengetahui kondisi pasien, b.
  • 27. 27 Autoanamnesis, tanya jawab secara langsung kepada pasien, dapat dibagi menjadi: 1) anamnesis umum, 2) anamnesis khusus. Keluhan utama mengenai keluhan yang mendorong pasien mencari pertolongan termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, faktor – faktor yang memperberat atau memperingan, irritabilitas dan derajat berat keluhan, sifat keluhan dalam 24 jam, dan stadium dari kondisi. Riwayat Penyakit Sekarang berupa perjalanan penyakit dan riwayat pengobatan 2. Pemeriksaan Objektif a.Tanda-tanda vital Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh seseorang yang penting untuk diketahui sehingga kita dapat mengetahui keadaan tubuh seseorang,pemeriksaan tanda vital meliputi 1) Tekanan darah 2) Denyut nadi 3) Frekuensi pernafasan 4) Temperature 5) Tinggi badan 6) Berat badan b.Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Hal-hal yang bisa dilihat/diamati seperti keadaan umum, kondisi berat badan, sianosis, pucat, bentuk thorak,bentuk vertebra,gerakan – gerakan pernafasan abnormal,kontraksi otot bantu pernafasan, clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu: 1) Inspeksi statis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam keadaan diam. 2) Inspeksi dinamis: yaitu melakukan inspeksi dimana penderita dalam keadaan bergerak, contoh waktu penderita bernafas,beraktivitas.
  • 28. c.Palpasi 28 Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan dan memegang organ/bagian tubuh pasien untuk mengetahui tentang adanya spasme otot, nyeri tekan, suhu, tumor/oedema, kontur organ , tingkat kesamaan ekspansi, atropi, kontraktur d.Perkusi 1) Dull bila ada kolaps/konsolidasi 2) Stoney dull bila ada efusi pleura 3) Sonor (jaringan paru yang normal) 4) Hypersonor (hyperinflasi, pneumothorax) 5) Redup (konsolidasi,atelektasis) 6) Pekak (pleural effusion) e.Auskultasi Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul dalam thorak dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”. Dipergunakn untuk mengidentifikasi gangguan ventilasi atau gangguan pembersihan jalan nafas ( lokasi mukus) dan menilai efektifitas terapi, serta untuk mendengarkan suara jantung. f. Pemeriksaan Gerak Dasar 1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif; untuk menentukan kekuatan otot, ROM aktif, nyeri dan koordinasi gerak. 2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif; untuk menentukan ROM pasif (normal, hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, bunyi, tonus dan panjang otot. 3) Pemeriksaan kontraksi isometrik; untuk menelaah rasa nyeri (provokasi myotendinogen) dan kelemahan otot (gangguan neuromuskular). g. Pemeriksaan Khusus antara lain; Palpasi yaitu untuk memeriksa temperature local, nyeri tekan, dan bengkak Antropometri yaitu untuk memeriksa adakah perbedaan panjang segmen, lingkar segmen, oedem, atropi otot. h. Pemeriksaan penunjang, seperti sinar X, MRI, CT scan, laboratorium.
  • 29. 29 i. Muscle Test (Kekuatan Otot) adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara voluntary. Nilai: 0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi 1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi 2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi 3 = Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi tanpa melawan tahanan 4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan sedang (moderat) 5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan maximal. j. Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh): Pengukuran lingkar segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan meteran (meter line), pelaksanaan pengukuran lingkar anggota gerak ini menggunakan patokan lingkar lutut yaitu tuberusitas tibia. k. ROM Test: menggunakan goniometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. l. Pemeriksaan nyeri: dengan skala VDS, cara pengukuran derajat nyeri dengan menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri (0-10cm). Salah satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri yang hebat. Panjang garis mulai dan tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk menunjukkan besarnya nyeri.
  • 30. Permeriksaan Kemampuan fungsional: dengan indek Barthel : NO AKTIVITAS NILAI BANTUAN MANDIRI 1. 2 3. 4.. 5 6. 7. 8 9. 10. Makan Bepindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, mencukur dan menggosok gigi) Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap) Mandi Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu jalan melakukannya dengan kursi roda) Naik turun tangga Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu) Mengontrol BAB Mengontrol BAK 5 5-10 0 5 0 10 5 5 5 5 10 15 5 10 5 15 10 10 10 10 100 Penilaian : 0 – 20 Ketergantungan penuh 21 – 26 Ketergantungan berat 62 – 90 Ketergantungan moderat 91 – 99 Ketergantungan ringan 100 Mandiri 3.Problem Fisioterapi Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita post ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra dengan plate and screw dilakukan secar bertahan susuai dengan problem yang ditemukan pada saat dilakukan assesment. Untuk itu sebelum melakukan intervensi fisioterapi, hendaknya kita mengetahui problem fisioterapi apa saja yang ada pada penderita dengan post ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal sinistra dengan plate and screw a. Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri 30
  • 31. b. Adanya nyeri pada luka post op dan nyeri gerak pada pergelangan kaki kiri c. Keterbatasan gerak ankle sinistra dan toes dextra d. Kelemahan otot –otot penggerak ankle dan toes dextra 4. Diagnosa Fisioterapi Merupakan penetapannamapada suatu keadaan sakit secara ilmiah dan komunikatif khususnya antara fisioterapis dan mengandung 3 unsur yaitu: a. Struktur jaringan spesifik, meliputi gambaran deskriptif, histologis, topografis dan fungsi jaringan tertentu. b. Patologi, meliputi jenis penyebab dan aktualitas. c. Kelainan gerak dan fungsi, meliputi gangguan gerak dan fungsional, lokal, regional maupun total. Impairment (gangguan), functional limitation (Keterbatasan fungsi), dan disability/participation restriction (ketidakmampuan) yang menyebabkan kecacatan. 4.Rencana Intervensi a. Target dan tujuan intervensi terapi dibuat setelah diagnosa fisioterapi ditetapkan berdasarkan penemuan atau hasil pemeriksaan yang ada. b. Rencana intervensi fisioterapi meliputi: (1) Tujuan jangka pendek: Mengurangi udema, mengurangi nyeri, meningkatkan dan memelihara ROM, meningkatkan dan memelihara kekuatan otot. (2) Tujuan jangka panjang: meningkatkan, mengembangkan dan memelihara kemampuan fungsional ADL pasien secra mandiri c. Rencana intervensi (1) Class Exercise (2) Terapi latihan: Static contraction, pumping action exercise, isometric exercise, strengthening. (3) Transfer dan ambulasi (4) Edukasi 5. Metode intervensi 31
  • 32. 32 a. Class Exercise: sebelum dilakukan terapi maka dilakukan bed exercise yaitu dimana diawali dengan breathing exercise dengan kombinasi gerakan AGB flexi-extensi shoulder dextra dan sinistra kemudian dilanjutkan dengan gerakan aktif dari pasien untuk AGA dan AGB. Tujuannya adalah: untuk memelihara, meningkatkan kemampuan fungsi otot dan sendi agar didapat tujuan tertentu dalam mempercepat kesembuhan serta mencegah komplikasi yang kemungkinan yang timbul. b. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif (Kisher, 1996). Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta memperbaiki fungsi tubuh. Pelaksanaan terapi latihan pada kondisi post ORIF close fraktur tibia dan fibula 1/3 distal dextra dengan plate and screw sebagi berikut: (1) Static contraction: merupakan kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang dan pendek otot maupun perubahan lingkup gerak sendi. Dan dapat pula meningkatkan tonus otot dan membantu mengurangi nyeri dan spasme otot-otot sekitarnya. Selain itu dapat memperlancar aliran darah dengan adanya mekanisme pumping action dan menjaga kekutan otot agar tidak tejadi atrofi selam imobilisasi. Berdasarkan Brotzman (1996) bahwa static kontraksi dilkukan delapan kali setiap jam. (2) Pumping action exercise; bertujuan untuk mengurangi udem, melancarkan peredaran darah, menghindari stiffnes, meningkatkan dan memelihara kekuatan otot, meningkatkan dan memelihara ROM. (3) Isometric exercise: merupakan suatu kontraksi otot diman ketegangan dalam oot (intra muscular tension) bertambah/ naik tanpa disertai perubahan panjang dari otot tersebut (tension naik sedangkan panjang otot tetap). Bertujuan untuk meningkatkan tonus otot dan membantu mengurangi nyeri dan spasme otot-otot sekitarnya selain itu dapat memperlancar aliran darah.
  • 33. 33 (4) Strengthening:bertujuan untuk mengurangi nyeri, mencegah stiffnes, meningkatkan dan memelihara kekuatan otot, meningkatkan dan memelihara ROM. (5) Stretching: untuk mengurangi nyeri, melancarkan peredaran darah, mengurangi spasme dan mencegah kontraktur, memelihara fleksibilitas otot. (6) Hold relax: menurut metode PNF, hold relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometris yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan rilaxasi otot tersebut. Tujuannya adalah penurunan nyeri, perbaikan mobilisasi, relaxasi group antagonis. (7) Contract relax : menurut metode PNF, Contract relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi isotonik yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan relaxasi otot tersebut. Tujuannya adalah mengurangi nyeri, rileksasi pola antagonis. c. Transver dan ambulasi: salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu mobilisasi dini mungkin untuk mencegah komplikasi tirah baring lama (Appley, 1995). Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai dari tidur terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai digeser menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan keseimbangan memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang juga kaki yang sakit diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight Bearing (NWB), dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada kruk dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.
  • 34. d. Edukasi: (1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi (2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih sesuai program yang diberikan terapis. (3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu, yang menumpu pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin. (4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih. 6. Rencana Evaluasi Sesuai dengan problematik fisioterapi 7. Prognosis berisi perkiraan mengenai kondisi pasien Quo ad vitam : mengenai perkiraan hidup mati pasien Quo ad sanam : mengenai perkiraan sembuh tidaknya penyakit Quo ad fungsionam :mengenai perkiraan kemampuan fungsi aktivitas sehari - hari Quo ad cosmeticam : mengenai perkiraan penampilan pasien 8. Penatalaksanaan Fisioterapi berupa tindakan yang dilakukan terapis kepada pasien 34
  • 35. 9. Evaluasi hasil terapi 35 Evaluasi adalah tindakan untuk membandingkan data sebelum dan sesudah terapi agar lebih mudah dan lebih cermat dalam mengetahui perkembangan terapi.
  • 36. BAB III LAPORAN KASUS Tanggal pembuatan laporan 04 februari 2011 Kondisi : FT Muskuloskeletal A. Keterangan Umum Penderita Nama : Tn. Muh.Abdul Rasid Umur : 45 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Hobi : Badminton Agama : Islam Pekerjaan : Penjual Alamat : Brangkungan, 19/8, Pogung, Cawas, Klaten. A. Data-data Mesis Rumah Sakit 1. Diagnosis Medis Post ORIF Close fraktur tibia fibula right 1/3 distal sinistra 2. Diagnosis Klinis Pasien tidak bisa menggerakkan pergelangan kaki kiri dan nyeri pada tungkai bawah kiri. 3. Medika Mentosa Cefotaxim Remopain Meloxicam 4. Hasil Lab Tanggal 25 Juni 2009 Leukosit : 13700/mm Hemoglobin : 14Gr/dl Hematokrit : 33 Vol% Tanggal 28 Juni 2009 Laju Endap Darah : 45-75mm 36
  • 37. Hemoglobin : 11,6 Gr/dl Leukosit : 12.700/mm Trombosit : 284000/mm Hematokrit : 33 Vol% Masa Pendarahan : 1’30” menit Masa Pembekuan : 4’30” menit Eosinofil : 1% Basofil : 0% Batang : 3% Segmen : 72% Limfosit : 21% Monosit : 3% Golongan Darah : O Gula darah sewaktu : 93 Mg/dl HbsAg : Negatif 5. Laporan Operasi Tanggal 29 Juni 2009 Dx. Pra Bedah : Spiral fraktur at the rigaht distal third tibia Communitif Fraktur at the right distal third fibula Dx. Pasca Bedah : Idem Macam Tindakan : ORIF 6. Foto Rotgen Tanggal 29 Juni 2009 Tampak fraktur spiral pada tibia 1/3 distal dextra Tampak fraktur communitif pada 1/3 distal dextra Tanggal 29 Juni 2009 37 Tampak Pemasangan internal fiksasi plate and screw pada os tibia
  • 38. B. Segi Fisioterapi 1. Pemeriksaan Subyektif a. Anamnesis Autoanamnesis dan heteroanamnesis: Keluhan Utama 38 Nyeri pada tungkai bawah kiri dan kesulitan menggerkkan pergelangan kaki. Lokasi keluhan yaitu pada tungkai bawah kiri bagian anterior Onset yaitu Dimulai sejak pada tanggal 24 Mei 2009 jatuh dari sepeda motor oleh karena kecelakaan saat hujan, kemudian pasien tidak bisa jalan dan dibawa keRSO tanggal 25 Juni 2009. Dilakukan operasi pada tanggal 27 Juni 2009. Faktor-faktor yang memperberat yaitu Pada saat menggerakkan pergelangan kaki kiri. Faktor-faktor yang memperingan yaitu pada saat tidur terlentang Sifat keluhan dalam 24 jam yaitu dinamis Stadium dari kondisi yaitu kronis 1) Riwayat Penyakit Sekarang Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan operasi pada tanggal 27 Juni 2009. 2) Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki hipertensi, penyakit jantung , DM, gangguan paru (Asma).
  • 39. 3) Status Sosial Pasien adalah seorang laki-laki berusia 45 tahun yang kesehariannya bekerja sebagai penjual dipasar, lingkungan rumah datar dan tidak tingkat, pasien tinggal bersama istrinya dan lima orang anak. Diwaktu senggang biasanya pasien melakukan pekerjaan dirumah atau terkadang jalan-jalan. Pasien aktif mengikuti kegiatan dilingkungan sekitar seperti gotong royong atau kerja bakti dan pasien aktif dalam organisasinya. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Tidak memiliki hipertensi, penyakit jantung, DM, gangguan paru (asma) b. Pemeriksaan Objektif 1) Pemeriksaan tanda vital ( tanggal 29 Juli 2009) a) Tekanan darah : 130/80 mmHg b) Denyut nadi : 89 x/menit c) Frek. Pernafasan : 29 x/menit d) Temperatur : 37,5 0 C e) Tinggi badan : 166 cm f) Berat badan : 57 kg 2) Inspeksi Statis a) KU baik b) Tidak terpasang infus dan drainage. c) Terdapat oedema pada tungkai bawah kiri. d) Tampak tungkai bawah kiri dibalut dengan elastic bandage e) Tidak ada tropic change, atropi dan decubitus f) Adanya luka incisi pada tungkai bawah kiri bagian distal yaitu pada anterior Dinamis a) Tampak ekspresi wajah pasien kesakitan saat pergelangan kaki kiri digerakkan pasif oleh terapis. . 39
  • 40. 3) Palpasi a) Adanya nyeri tekan pada anterior dari tungkai bawah kiri bagian distal b) Suhu lokal meningkat pada tungkai bawah kiri dibandingkan dengan tungkai bawah kanan c) Ada pitting oedema 4) Perkusi Tidak dilakukan 5) Auskultasi Tidak ada wheezing, ronchi basah dan ronchi kering. Vasikuler +/+ 6) Gerakan Dasar a) Gerak pasif 1. AGA Dextra dan Sinistra : ; Mampu digerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan tidak ada nyeri 2. AGB Dekstra : ; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi, extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri Knee : Mampu untuk digarakkan fexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak ada nyeri 3. AGB Sinistra : ; Hip : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan flexi, extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri Knee : Mampu untuk digerakkan flexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri 40
  • 41. Ankle : Mampu untuk digerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri b) Gerak aktif 1. AGA Dextra dan Sinistra : ; Mampu menggerakkan untuk semua arah gerakan full ROM dan tidak ada nyeri 2. AGB Dekstra : ; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi, extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri Ankle : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi, eversi dan inversi full ROM dan tidak ada nyeri Toes : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi, extensi, abduksi, adduksi full ROM dan tiadak ada nyeri 3. AGB Sinistra : ; Hip : Mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan flexi, extensi, abduksi, adduksi, exorotasi dan endorotasi full ROM dan tidak ada nyeri Knee : Mampu untuk menggerakkan flexi, extensi full ROM dan tidak ada nyeri Ankle : Tidak mampu untuk menggerakkan untuk arah gerakkan dorsi fleksi, plantar flexi, tidak full ROM dan ada nyeri c) Gerak isometrik melawan tahanan 1. AGA Dextra dan Sinistra : ; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan tahanan maximal untuk semua arah gerakkan 2. AGB Dekstra : ; Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan 41
  • 42. tahanan maximal untuk semua arah gerakkan 3. AGB Sinistra ; Hip : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan tahanan maximal untuk semua arah gerakkan Knee : Mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis dengan tahanan minimal untuk semua arah gerakkan 42 Ankle : Belum mampu gerak isometrik melawan tahanan dari terapis untuk semua arah gerakkan 7) Muscle Test (kekuatan otot) 1. AGA Dextra dan Sinistra Shoulder : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor = 5, internal rotator = 5, external rotator = 5. Elbow : flexor = 5, extensor = 5 Wrist : flexor = 5, extensor =5 Fingers : flexor = 5, extensor =5 2. AGB Dekstra Hip : flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 5, adduktor = 5, internal rotator = 5, external rotator = 5. Knee : flexor = 5, extensor = 5 Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 5, plantar flexor soleus = 5 Foot : inventor anterior tibial = 5, inventor posterior tinial =5, evertor peroneus = 5 Toes : flexor MTP-PIP = 5, extensor MTP-PIP = 5, abduktor = 5, adduktor = 5 Hallux : flexor MTP-PIP =5, extensor MTP-PIP =5 3. AGB Sinistra Hip : flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adduktor = 4, internal rotator = 4, external rotator = 4. Knee : flexor = 4, extensor = 4
  • 43. Ankle : plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor soleus =1-. 8) Antropometri test Pengukuran lingkar segmen tubuh : untuk mengetahui Oedema pada tungkai bawah. 1. 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 31,5 cm dan tungkai kanan 28 cm 2. 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri (ada bendit) 31,5 cm dan tungkai kanan 18 cm 3. 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 30,5 cm dan tungkai kanan 18 cm 4. 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri 25 cm dan tungkai kanan 24 cm 5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri (ada dendit) 29 cm dan tungkai kanan 28 cm 9) ROM Test 1. AGA Dextra dan Sinistra : Shoulder, elbow, wrist, fingers full ROM dan tidak ada nyeri 2.AGB Aktif Pasif Hip Dextra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120 (F) : 45 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0 (R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45 Knee Dextra (S) : 8 – 0 – 130 (S) : 8 – 0 - 130 Ankle Dextra (S) : 20 – 0 – 50 (S) : 20 – 0 - 50 Hip Sinistra (S) : 10 – 0 – 120 (S) : 10 – 0 - 120 (F) : 40 – 10 – 0 (F) : 45 – 10 - 0 (R) : 45 – 0 – 45 (R) : 45 – 0 - 45 43
  • 44. Knee Sinistra (S) : 2 – 0 – 120 (S) : 2 – 0 - 120 Ankle Sinistra (S) : 3 – 0 – 5 (S) : 3 – 0 - 5 10) Pemeriksaan nyeri Menggunakan skala VDS ( Verbal Deskriptif Scale) Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi yang akan diberikan dan sebagai bahan evaluasi. VDS merupakan cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat, 5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan. Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam (nyeri diam) nyeri ringan, pada saat ditekan (nyeri tekan) nyeri tidak begitu berat, pada saat gerak (nyeri gerak) nyeri tidak begitu berat. Hasilnya ; a) Nyeri diam : Nyeri ringan b) Nyeri gerak : Nyeri berat c) Nyeri tekan : Nyeri berat 11)Kognitif, intra personal dan inter personal Kognitif : Memori jangka pendek dan jangka panjang pasien baik dan pasien mampu mengikuti instruksi dengan baik Intra personal : Pasien mampu menerima keadaan dirinya dan mempunyai keinginan untuk sembuh tinggi Inter personal : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik, baik dengan terapis maupun sesama pasien 44
  • 45. 12) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional Menggunakan Indek Barthel : NO AKTIVITAS NILAI BANTUAN MANDIRI 1. 2 3. 4.. 5 6. 7. 8 9. 10. Makan Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, mencukur dan menggosok gigi) Aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap) Mandi Berjalan dijalan yang datar (jika tidak mampu jalan melakukannya dengan kursi roda) Naik turun tangga Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu) Mengontrol BAB Mengontrol BAK 5 5 0 5 5 10 5 10 10 10 HASIL 75 Ketergantungan moderat 13) Pemeriksaan Spesifik. a) Pemeriksaan nyeri dengan skala VDS 45 Cara pengukuran derajat nyeri dengan bertanya pada pasien tentang nyeri yang dirasakan pasien. b) Anthropometri (Pengukuran komposisi tubuh) Pengukuran lingkar segmen tubuh yaitu pada anggota gerak bawah untuk menetahui ada tidaknya udem. Dilakukan dengan menggunakan meteran (meter line)
  • 46. c) ROM 46 Menggunakan goneometer untuk mengetahui luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. d) MMT (Manual Muscle Testing) adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan group ototnya secara voluntary. Nilai: 0 = Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi 1 = Kontraksi otot bisa dipalpasi tapi tidak ada gerakan sendi 2 = Subyek bergerak dengan LGS penuh tanpa melaqwan gravitasi 3 =Subyek bergerak penuh dengan LGS penuh melawan gravitasi tanpa melawan tahanan 4 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan sedang (moderat) 5 = Subyek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dan tahanan maximal. 14) Mekanisme terjadinya permasalahan ( underlying process) Pada tanggal 24 Mei 2009 sepulang dari bekerja pasien mengalami kecelakan karena hujan dengan mengendarai sepeda motor, pasien terjatuh dan tidak bisa jalan kemudian pasien dibawa ke sangkal putung pada hari itu juga kemudian karena merasakan nyeri makin bertambah pasien di bawa keRSO pada tanggal 25 Juni 2009. Pasien menjalani rawat inap dan operasi pada tanggal 27 Juni 2009. FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur, dan lebih sering mengalami fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang lainnya.
  • 47. 47 MEKANISME CEDERA DAN PATOLOGI Daya pemuntiran menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cidera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera laangsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang paling lazim. Banyaknya diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan risiko komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera jaringan lunak: C0= kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa; C1= abrasi dangkal atau kontusio dari dalam; C2= abrasi dalam, kontusio jaqringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur berat; dan C3= kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma kompartemen. Waktu penyatuan rerata setelah imobilisasi berkisar antara 10 minggu untk fraktur “kecil” (terbuka atau tertutup) sampai 20 minggu untuk cedera yang berat (ellis, 1988). Tetapi, angka ini cenderung mengaburkan fakta bahwa banyak fraktur tibia memerlukan waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu. Penyembuhan fraktur ; secara umum terjadi melalui suatu proses mulai dari perdarahan (hematoma) sampai terbentuknya callus atau jaringan tulang yang kuat. Proses tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a. Hematoma (penetrasi oleh pembuluh darah) b. Proliferasi sel sub periosteal, endosteal dan sel-sel osteogenik dari permukaan fraktur c. Pengaruh sel osteoblast dan pembentuk callus (tulang tersusun lunak) d. Pembentukkan matriks interseluler dan konsolidasi dari tulang yang tersusun lunak menjadi tulang yang kuat e. Membentuk kembali menjadi normal (romodeling) Patah tulang ini pad umumnya disebabkan oleh trauma langsung. Patah tulang dapat berdiri sendiri (Tibia atau Fibula) atau dapat kedua
  • 48. tulang tersebut mengalami fraktur bersamaan. Bentuk fraktur transverse atau dengan displacement (over lapping, angulasi, rotasi) baik satu level (lokasi fraktur sejajar) atau tidak satu level (salah satu garis fraktur diatas atau dibawah). Fraktur adalah suatu diskontuinitas susunan/jaringan tulang yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis. GAMBARAN KLINIK Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas; kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya muntir dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum rencan terapi, perlu bdilakukan penentuan beratnya cidera Sinar X: Fraktur spiral biasanya terjadi pada sepertiga bagian bawah batang tibia; fraktur fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat yang lebih tinggi; sering terdapat pergeseran lateral tumpang tindih dan pemuntiran keluar di bawah fraktur. Pada fraktur melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan mungkin terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah; kadang-kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang terpisah. TERAPI PADA FRAKTUR TERTUTUP Prinsip terapi adalah: a. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit b. Mencegah atau sekurang kurangnya mengetahui pembengkakan kompartemen c. Memperoleh penjajaran (aligment) fraktur d. Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membabtu penyembuahan) e. Mulai gerakan sendi secepat mungkin 48
  • 49. 49 Bila fraktur tibia berdiri sendiri, diperlukan immobilisasi dan bila fraktur dengan displacement perlu dilakukan reposisi. Bila fraktur fibula berdiri sendiri dan tanpa displacement, tidak mutlak perlu immobilisasi karena tulang fibula tidak menumpu tubuh langsung dan antara tibia dan fibula terdapat septum interosseus sebagai pengikat tulang fibula pad tulang tibia, namun bila ragu-ragu, berikan short leg plaster dan jalan dengan FWB sampai lepas immobilisasi. Selain melakukan upaya untuk memulihkan kondisi dan aktivitas fungsional, maka perlu tindakan anti sipasi mencegah komplikasi yang timbul. Komlpikasi: a. Clawing toes (bentuk cakar): Head metatarsal I dan V naik keatas sedangkan head metatarsal II, III, dan IV turun/drop kebawah. Hal ini disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat. b. Flat foot: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal arcus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau adanya sprain ligamentum c. Bengkak (Oedem): timbulnya jaringan fibrotik yang menyebabkan stiffnes sendi, kurang latihan d. Ketidak mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot gastrocnemius (calf muscles) e. Pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan dalam klinis. Hal ini disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot gastrocnemius, keterbatasan ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa takut, over lapping fraktur. c. Diagnosis Fisioterapi 1) Impairment. Adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah tungkai bawah kiri bagian distal. Adanya oedema pada tungkai bawah kiri
  • 50. Keterbatasan ROM ankle sinistra Kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor toes dextra. 2) Functional limitation. Keterbatasan aktivitas yaitu berdiri dan berjalan secara mandiri karena adanya nyeri pada tungkai bawah kanan bagian distal. Penurunan kemampuan jongkok-berdiri dan aktivitas toileting secara mandiri. Tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. 3) Disability / Participation Restriction Kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan bersosialisasi dilingkungan masyarakat. Ketidak mampuan untuk bekerja kembali sebagai penjual oleh karena cloose fraktur tibia dan fibula right 1/3 distal post ORIF. d. Program Fisioterapi 1) Tujuan Fisioterapi a) Jangka pendek Mengurangi nyeri pada daerah tungkai bawah kanan bagian distal. Mengurangi odema pada tungkai bawah kanan. Mengurangi spasme otot gastrocnemius kanan Meningkatkan ROM ankle dextra dan toes dextra Meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra dan toes dextra Mencegah komplikasi yang kemungkinan timbul b) Jangka panjang Meninngkatkan kemampuan fungsional tungkai kanan Mengembaliakan aktivitas fungsional pasien secara maximal 2) Teknologi Intervensi a) Teknologi alternatif (1) Heating (IR) 50
  • 51. (2) Electrical stimulasi (3) Breathing exercise dan class exercise (4) Terapi Latihan (5) Transver dan ambulasi b) Teknologi terpilih (1) Breathing exercise dan class exercise (2) Terapi Latihan (3) Transver dan ambulasi c) Teknologi yang dilaksanakan (1)Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan class execise (2)Terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise, isometric exercise, stretching, strengthening, bridging exercise (3) Transver dan ambulasi e. Rencana Evaluasi a) Nyeri dengan skala VAS b) Oedema dengan antropometri c) ROM dengan goneometer d) Kekuatan otot dengan MMT e) Kemampuan fungsional dengan indek Barthel f. Prognosis Quo ad vitam : Baik Quo ad sanam : Baik Quo ad fungsionam : Baik Quo ad cosmeticam : Sedang 51
  • 52. g. Pelaksanaan Fisioterapi Pada tanggal 02 Februari 2007 TERAPI I 1) TERAPI LATIHAN : a. Static Contraction : 52 Otot Gastrocnemius Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis diletakkan dibawah tumit kiri pasien, lalu pasien diminta untuk menekankan tumitnya ke bawah, dilakukan 8x pengulangan. Otot Quadriceps Femoris Kiri : Posisi pasien tidur terlentang, tangan terapis diletakkan dibawah lutut kiri pasien, lalu pasien diminta untuk menekankan lutut ke bawah. Dilakukan 8x pengulangan. b. Pumping Ankle/ankle pumping : Posisi pasien tidur terlentang, pasien diminta menggerakkan jari-jari dan pergelangan kaki kiri ke arah plantar dan dorsi flexi. Dosis 8x gerakan 2 sesi. c. Active Movement dan Relaxed Active assistide Movement : Untuk sendi pergelangan kaki kiri untuk gerakan dorsal-plantar flexi dilakukan 8x pengulangan posisi pasien tidur terlentang posisi terapis disebelah kiri bed dengan tangan kanan memfiksasi pada pergelangan kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri menggerakkan ankle kearah dorsal dan plantar flexi dengan disertai gerakan yang sama dengan pasien dan meminta pasien menggerakkan paha, lutut, dan pergelangan kakinya secara mandiri (aktif) d. Transfer dan ambulasi : Dengan pemberian tes keseimbangan terlebih dahulu sebelum berdiri dengan kaki kanan menapak dan kaki kiri menggantung, kemudian karena tidak ada gangguan keseimbangan latihan jalan dengan walker dengan teknik NWB dan masih latihan berjalan maju dan mundur sebagai persiapan jalan dengan alat Bantu.
  • 53. h. Evaluasi 53 1. Adanya peningkatan LGS pada ankle kiri, yaitu; S: 3-0-5 menjadi: S: 4-0-6 dan pada gerak pasif S: 3-0-5 menjadi: S: 5- 0-8. 2. Adanya peningkatan kekuatan otot pada hip, knee dan ankle,yaitu ; a) Hip: flexor = 4, extensor = 4, abduktor = 4, adductor = 4, internal rotator = 4, external rotator = 4 menjadi flexor = 5, extensor = 5, abduktor = 4+, adductor = 4, internal rotator = 5, external rotator = 5 b) Knee: flexor = 4 dan extensor = 4,menjadi fleksor = 5 dan ekstensor = 5 c) Ankle: plantar flexor gastrocnemius = 2-, dorsi flexor soleus =1- menjadi : plantar flexor gastrocnemius = 2+, dorsi flexor soleus =1+ . 3. Adanya pengurangan nyeri : a) Nyeri diam; dari nyeri ringan menjadi tidak ada nyeri. b) Nyeri gerak; dari nyeri berat menjadi nyeri tak begitu berat. c) Nyeri tekan: dari nyeri berat tetap masih terasa nyeri berat. 4. Adanya penurunan bengkak : a) 10 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 31,5 cm dan tungkai kanan 28 cm menjadi pada tungkai kiri; 30 cm b) 25 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri (ada bendit) 31,5 cm menjadi; 31,5 cm dan tungkai kanan 18 cm c) 35 cm dari tuberusitas tibia ke distal tungkai kiri 30,5 cm menjadi: 30 cm dan tungkai kanan 18 cm
  • 54. 54 d) 5 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri 25 cm menjadi; 25 dan tungkai kanan 24 cm e) 5. 10 cm dari pereneus ke distal tungkai kiri (ada dendit) 29 cm menjadi; 29 dan tungkai kanan 28 cm i. Hasil Terapi Akhir Setelah diberikan terapi pada pasien yang bernama Bpk. Muh.Abdul Rasid, maka hasil yang didapat deri sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut yaitu: Keluhan nyeri berkurang. Oedem pada tungkai kanan berkurang. Terdapat peningkatan kekuatan otot AGB sinistra Terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra. Belum terdapat peningkatan kemampuan fungsional.
  • 55. BAB IV PEMBAHASAN 55 Fraktur adalah discontuinitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secar mendadak. Pada kasus Tn. Muh.Abdul Rasid ini problem yang ditemukan setelah post ORIF Close fraktur tibia fibula right 1/3 distal sinistra, yaitu adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah tungkai bawah kiri bagian distal, oedema pada tungkai bawah kiri, keterbatasan ROM ankle sinistra, kelemahan dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle sinistra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor sinistratra, tidak ada gangguan sensasi yang ditemukan dalam pemeriksaan, os dapat merasakan merasakan tajam tumpul, kasar-halus, dan bisa merasakan gerakan. Juga tidak terdapat perbedaan panjang tungkai. Lalu latihan awal yang diberikan adalah Breathing exercise dengan kombinasi gerakan dan, terapi Latihan : Static contraction, ankle pumping exercise, isometric exercise, strengthening, kemudian bertahap transver dan ambulasi latihan jalan dengan metode NWB. Hasil akhir yang dapat terlihat dari pasien ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu keluhan nyeri berkurang, oedem pada tungkai kiri berkurang, terdapat peningkatan kekuatan otot AGB sinistra, terdapat peningkatan LGS pada ankle sinistra,belum terdapat peningkatan kemampuan fungsional.
  • 56. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 56 Berdasarkan pemeriksaan dan pembahasan , pasien Tn. Muh.Abdul Rasid mengalami fraktur tibia fibula right 1/3 distal dimana pasien melakukan pemasangan plate and screw. Pada kasus ini pasien mengalami adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada daerah tungkai bawah kiri bagian distal, adanya oedema pada tungkai bawah kiri, keterbatasan ROM ankle sinistra, kelemahan otot dorsi flexor, plantar flexor, inventor, evertor ankle dextra dan flexor, extensor, abduktor, adduktor. Jika hal tersebut diatas dengan baik maka dapat menyebabkan gangguan gerak, fungsi yang lebih berat dan komplikasi seperti : clawing toes (bentuk cakar) disebabkan karena pemasangan fiksasi/gips yang kurang tepat, flat foot: disebabkan karena pemasangan gips salah/tanpa longitudinal arcus, kurang latihan sehingga otot-otot telapak kaki lemah atau adanya sprain ligamentum, bengkak (Oedem): timbulnya jaringan fibrotik yang menyebabkan stiffnes sendi dan kurang latihan, ketidak mampuan untuk melompat dan lari: karena kelemahan otot-otot gastrocnemius (calf muscles), pincang: merupakan komplikasi yang klasik yang sering ditemukan dalam klinis disebabkan karena rasa nyeri, kelemahan otot gastrocnemius, keterbatasan ROM, unstable otot dan ligamentum, rasa takut, over lapping fraktur B. Saran 1. Untuk Pasien Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot
  • 57. yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi, pasien memiliki motivasi supaya rajin berlatih sesuai program yang diberikan terapis dengan bantuan dari keluarga, disarankan untuk tidak melakukan aktivita berat dulu yang menumpu pada kaki terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan diusahakan jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin, pada saat jalan dengan kruk hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing (FWB). Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih 2. Tim medis Memotivasi pasien untuk tetap melakukan latihan guna meninkatkan rasa percaya diri pasien. 57
  • 58. DAFTAR PUSTAKA 58 - Bernad Bloch ; Fraktur dan disokasi, edisi pertama - Appley ; ortopedi dan fraktur system, edisi ketujuh, - An. D. Wolf. J. M. A. Mens ; pemeriksaan alat penggerak tubuh. Cetakan kedua Bohn Staflen Van Loghum, - Light, sidang, MD; therapeutic exercise, tahun edition copy right, elizabeth lict, USA, - Rasyad, C, Pengantar ilmu bedah ortopedi, bintang lamumpateuk ujung pandang, - Mahasiswa Akademi Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia; Manfaat Terapi Latihan Pada Kondisi Post Op Old Fraktur Cruris / medial dextra, Jakarta - Appley, A. Graham, Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem appley, Alih bahasa, Edi nugroho; Editor, Agnes kartini, -ED. . –Jakarta, Widya Medika, - B. Resse Nancy, Muscle and sensory testing, Philadelphia, W. B. Saunders Company, - C. Norkin Cyntia, White D. Joice, Measurment of Join Motion: A Guide to Gonoimetery, Philadelphia, F. A. Davis Company, - Warner Kahle, helmut Leonhardt, Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia: Sistem lokomotor Muskulosteletal dan topografi, Alih Bahasa, Dr. H.M. Syamsir, MS-Ed.6- Jakarta,Hipokrates, -Thomson. A, Skninner. A, and Piercy. J, Tidy’s Physiotherapy, th edition, Butter Worth Heinemann, London, - Mahasiswa fakultas ilmu kesehatan dan fisioterapi progran D IV fisioterapi Universitas Easa Unggul, Penatalaksanaan Fisioterapi pada Post ORIF Close Fraktur Femur Distal Dextra dengan Plate and Screw, Jakarta