Dokumen tersebut membahas konsep perencanaan partisipatif dan bagaimana melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Terdapat beberapa bagian penting yaitu konsep perencanaan, partisipasi, model-model perencanaan partisipatif, serta tantangan untuk menyelaraskan perencanaan teknokratis dan partisipatif."
1. PERENCANAAN
PARTISIPATIF
Randy R. Wrihatnolo
Jakarta, 29 Mei 2009
2. DAFTAR ISI
Bagian 1.Konsep Perencanaan
Bagian 2.Konsep Partisipasi
Bagian 3 Praktek Perencanaan Partisipatif
Bagian 4 Model-Model Perencanaan Partisipatif
Referensi
2
4. I. Pengantar
Pembangunan dan Perencanaan
Secara sederhana diartikan sebagai suatu perubahan tingkat
kesejahteraan secara sengaja dan terukur.
Agar perubahan tingkat kesejahteraan dapat dilakukan secara
terukur, maka diperlukan perencanaan.
Namun sudahkah perencanaan yang telah kita lakukan menuju ke
arah sana?
4
5. II. Konsep Ideal (1)
Tidak ada yang ideal di dunia,
Karena dunia adalah tempat bertemunya semua ketidakpastian (uncertainty).
Sepanjang kita tidak dapat menjamin adanya kepastian, maka sesuatu yang ideal
tetap sulit kita peroleh atau kita temukan.
Persoalannya sekarang adalah bukan bagaimana kita mendefinisikan sesuatu
yang ideal itu, namun lebih sempit dari itu yaitu bagaimana
kita dapat
berbuat sesuatu agar kita dapat memperkecil peluang
munculnya ketidakpastian.
Jika kita mempercayai pernyataan ini, maka langkah awal yang yang dapat kita
lakukan adalah menguraikan terlebih dahulu elemen-elemen ketidakpastian.
5
6. II. Konsep Ideal (2)
Tiga elemen utama ketidakpastian
Pertama, elemen waktu. Semakin kita dapat menjamin sesuatu akan
ada sesuai dengan waktunya, maka semakin kecil peluang
ketidakpastian.
Kedua, elemen ruang. Semakin kita dapat menjamin sesuatu sesuai
ukuran yang kita inginkan, maka semakin kecil peluang
ketidakpastian.
Ketiga, elemen materi. Semakin kita dapat menjamin sesuatu ada
secara indrawi, maka semakin kecil peluang ketidakpastian.
6
7. II. Konsep Ideal (3)
Manusia adalah makhluk yang dinamis.
Kedinamisan manusia –dalam arti mobilitas lokasi dan kebutuhan--
menyebabkan kepastian sulit hadir. Alam, juga merupakan sesuatu
yang dinamis, tapi alam tidak mempunyai mobilitas lokasi dan
kebutuhan, tapi mobilitas massa. Massa alam akan bergerak ke titik
nol. Berlawanan dengan alam, manusia sebaliknya akan bergerak
ke titik tidak terhingga. Kebutuhan manusia akan mengikuti mobilitas
manusia itu sendiri, sehingga kebutuhan juga akan bergerak ke titik
tidak terhingga. Oleh karena itu, alam tidak akan mampu menjamin
kebutuhan manusia sepanjang masa. Manusia hanya bisa menunda
atau memperlama agar alam lebih lambat bergerak ke titik nol.
Ekonom abad ke-18 Robert Solow merumuskannya bahwa adopsi
teknologi dapat meningkatkan produktivitas yang tidak lain adalah
upaya menghemat agar massa alam tidak lekas habis.
7
8. II. Konsep Ideal (4)
Kehidupan manusia pasti menuju titik 0
Alam Mobilitas massa alam 0
Manusia Mobilitas massa manusia ~
Nol dibagi tak terhingga Nol
Manusia hanya bisa menunda atau memperlama agar alam lebih
lambat bergerak ke titik nol. Atau jumlah manusianya dibatasi.
8
9. III. Definisi Perencanaan dalam Konteks Ideal (1)
Perencanaan, dalam arti luas, merupakan upaya
manusia meminimalkan ketidakpastian itu. Perencanaan yang ideal,
dalam arti luas, adalah langkah-langkah yang dilakukan manusia
agar kepastian semakin dekat dalam kehidupan manusia. Manusia
bisa makan sesuai jumlah gizi dengan tepat waktu dan pasti ada,
makan nasi dan lauknya, tapi bukan makan angin. Perencanaan
dalam arti luas telah dilakukan manusia sejak masa purbakala.
Kemajuan peradaban manusia ditentukan oleh kemampuan
perencanaan ini. Langkah paling purba yang dilakukan manusia
sebagai langkah perencanaan adalah memfungsikan kemampuan
”melihat jauh ke depan” (foresight).
9
10. III. Definisi Perencanaan dalam Konteks Ideal (2)
Perencanaan, dalam arti sempit, sesungguhnya
merupakan derivat dari kemampuan foresight itu, yaitu
kemampuan ”mengukur” (measuring). Inti perencanaan –yang
ideal—sesungguhnya adalah mengukur itu. Persoalannya adalah
bahwa tidak semua ”sesuatu” itu bersifat materi, sehingga sifatnya
”tersembunyi”, sehingga sulit diukur. Di sinilah sesungguhnya tugas
perencana itu. Yaitu ”mendefinisikan” sesuatu yang ”tersembunyi”
menjadi terukur, sehingga menjadi ”nyata”. Contoh paling sederhana
tentang hal ini adalah apabila kita ditanya persoalan mendefinisikan
”bahagia”. Bahagia –barangkali—lebih sulit diukur dibandingkan
mendefinisikan ”sejahtera”. Inilah tugas perencana itu. Bagaimana
perencana menuntaskan tugasnya itu, maka terdapatlah beberapa
jenis perencanaan, yang dapat kita sebut sebagai beberapa cara
agar kita dapat memilih perencanaan yang ”ideal” (dalam tanda
kutip keras).
10
11. IV. Jenis Perencanaan
Meliputi...
(1) Jangka waktu panjang, menengah, pendek, crash program.
(2) Sifat dorongannya by direction (komando), by inducement (rangsangan).
(3) Alokasi sumberdaya perencanaan keuangan (alokasi dana, penganggaran),
perencanaan fisik (barang dan jasa).
(4) Tingkat keluwesan Perencanaan indikatif (stimulus, trigger), perencanaan
imperativ (keharusan).
(5) Sistem ekonomi perencanaan kapitalistik (kekuatan pasar), perencanaan
sosialistik (kebutuhan bersama), perencanaan dalam ekonomi campuran.
(6) Arus informasi perencanaan sentralistik (top-down planning), perencanaan
desentralistik (bottom-up planning)
(7) Dimensi pendekatan Perencanaan makro, Perencanaan sektoral,
Perencanaan regional, Perencanaan mikro (rinci, kegiatan).
(8) Dokumen aktivitas pembangunan perencanaan target, perencanaan
sumberdaya, perencanaan evaluasi.
Perencanaan partisipatif, termasuk dalam jenis ”arus informasi”.
11
12. V. Apa Yang Terjadi Dalam Perencanaan
(1) Proses berpikir rasional.
(2) Pembahasan dan perdebatan nilai (sosial, ekonomi, politik, dsb).
(3) Pengambilan keputusan yang rasional dan politis.
(4) Dalam menjalankan perannya, seorang perencana terlibat dalam
proses politis sebagai pembela suatu kepentingan, baik
pemerintah, organisasi atau kelompok lainnya dalam menentukan
arah dan kondisi masa depan yang akan dicapai.
(5) Umumnya produk perencanaan bersifat unitary (seragam/satu
kesatuan), yaitu perencanaan komprehensif yang disusun oleh
satu lembaga, umumnya oleh pemerintah.
(6) Mengapa tidak plural? Beban (waktu, tenaga dan biaya) terlalu
besar untuk ditanggung oleh “perencana pemerintah.”
(7) Akibatnya: Produk perencanaan bersifat tidak lengkap dan tidak
memadai.
12
13. VI. Prinsip Perencanaan
Prinsip-prinsip perencanaan yang baik:
(1) Prinsip partisipatif, menunjukkan bahwa rakyat atau masyarakat yang
memperoleh manfaat dari perencanaan harus turut serta dalam prosesnya.
(2) Prinsip kesinambungan, menunjukkan bahwa perencanaan tidak
hanya berhenti pada satu tahap, tetapi harus berlanjut sehingga menjamin
adanya kemajuan terus menerus dalam kesejahteraan.
(3) Prinsip holistik, dimaksudkan bahwa masalah dalam perencanaan dan
pelaksanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi (atau sektor) tetapi
harus dilihat dari berbagai aspek, dan dalam keutuhan konsep secara
keseluruhan.
(Gharajedaghi dan Ackoff, 1986)
13
14. VII. Pembangunan Partisipatif
Partisipasi merupakan proses anggota masyarakat
sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi,
mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-
kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan
mereka (Sumarto, 2004)
“Perencanaan tidak dapat efektif, kecuali bila dilakukan
dengan pengenalan, pemahaman, dan pemanfaatan
struktur kekuatan pemerintah dan non-pemerintah”
(Branch, 1995)
14
15. VIII. Kekuatan dan Kelemahan Perencanaan Partisipatif
Kekuatan (Adams, 2004; Layzer, 2002) :
• Berperan memelihara sistem demokrasi lokal
• Menunjukkan dukungan
• Mengkritisi isu kebijakan
• Menyusun agenda kebijakan
• Menunda pengesahan/pemberlakuan suatu kebijakan
• Mengembangkan jaringan antar dan antara warga dengan pejabat
terpilih
• Menghasilkan solusi lestari dan peduli lingkungan
Kelemahan (Irvin dan Stansbury, 2004) :
• Pemborosan sumber daya dalam pembuatan kebijakan (dalam
masyarakat kurang ideal)
• Tidak efektif sebagai persuasi rasional (dalam kondisi tertentu)
• Tergantung karakter/sifat stakeholders
15
16. IX. Tantangan dan Kendala Sinkronisasi Pembangunan Teknokratis dan Partisipatif
PERENCAAAN DULU PERENCANAAN YANG DIINGINKAN
Daftar Usulan - “Shopping List” Rencana Kerja - “Working Plan”
• Sebanyak-banyaknya • Input (Rp., Tenaga Kerja, Fasilitas, dll.)
• Seindah-indahnya • Kegiatan (Proses)
• Tidak terbatas • Hasil nyata: Output, Outcome, Dampak
Oleh karena itu, Perencanaan Pembangunan
• Dimulai dengan data dan informasi tentang
Sine
realitas sosial, ekonomi, budaya dan Tek rg
politik yang terjadi di masyarakat, nok ikan
Part rasi da
isip
ketersediaan sumberdaya dan visi/arah asi n
pembangunan !!
Critical point-nya adalah
• Menyusun hubungan optimal antara
masukan (input), proses, dan keluaran
(output), hasil (outcome) dan dampak
(impact). UU SPPN
16
18. I. Kebutuhan akan Partisipasi
Pertama, proses, metode.
Sangat dibutuhkan untuk membangun pemerintahan yang
akuntabel, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Tiadanya partisipasi hanya menabur
pemerintahan ber-moral hazard.
Kedua, wahana belajar.
memberikan kesempatan dan pengembangan kapasitas
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak
mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal,
mengaktifkan peran masyarakat, serta membangun
kemandirian masyarakat.
18
19. II. Distorsi Makna Partisipasi
Pertama, substansi.
Pemerintah cenderung menempatkan masyarakat sebagai obyek
kebijakan pemerintah.
Kedua, formalitas.
Partisipasi selalu dimaknai sebagai keikutsertaan masyarakat
mengambil bagian (take part) untuk mendukung dan mensukseskan
kebijakan dan program-program yang diprakarsai pemerintah
(mobilisasi) .
Ketiga, politis.
Perencanaan pembangunan partisipatif di atas kertas selalu
digunakan sebagai alat pembenar bagi pemerintah bahwa kebijakan
yang dikelola telah melibatkan masyarakat.
19
20. III. Dalam Konteks Governance
• Masyarakat bukanlah sebagai hamba (client) melainkan
sebagai warga (citizen) .
• Masyarakat bukan dalam posisi yang diperintah tetapi
sebagai partner pemerintah dalam mengelola
pemerintahan dan pembangunan.
• Partisipasi bukanlah pemberian pemerintah tetapi
sebagai hak warga masyarakat.
• Masyarakat bukan sekadar obyek pasif penerima
manfaat kebijakan pemerintah, tetapi sebagai aktor atau
subyek yang aktif menentukan kebijakan.
20
21. IV. Substansi Partisipasi
Pertama, voice.
hak dan tindakan warga masyarakat menyampaikan aspirasi,
gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan terhadap komunitas
terdekatnya maupun kebijakan pemerintah.
Kedua, akses
ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk dalam arena
governance , yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta
terlibat aktif mengelola barang-barang publik.
Ketiga, kendali.
Kendali warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya
maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah.
21
22. V. Partisipasi sebagai bagian dari 3 Pilar Good Governance
Akuntabilitas Transparansi
Pertanggungjawaban Terbukanya akses bagi
pemerintah kepada publik seluruh masyarakat
atas keberhasilan maupun terhadap semua informasi
Akuntabilitas yang terkait dengan
kegagalan melaksanakan
misi dan pengelolaan program-program
sumber daya yang dimiliki. pembangunan yang
mencakup keseluruhan
prosesnya melalui suatu
manajemen sistem
informasi publik.
Partisipasi Transparansi
Partisipasi
Hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada
setiap tahapan pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pelestarian sehingga masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat
(beneficiaries) atau objek belaka, melainkan sebagai agen pembangunan (subyek).
22
23. VI. Konsep Partisipasi (1)
Partisipasi Sosial
“Upaya terorganisasi untuk meningkatkan pengawasan
terhadap sumber daya dan lembaga pengatur dalam
keadaan sosial tertentu, oleh pelbagi kelompok dan
gerakan yang selama ini dikesampingkan dari fungsi
pengawasan tersebut” (Stiefel dan Wolfe)
“Proses di mana para stakeholders mempengaruhi dan
berbagi pengawasan atas inisiatif dan keputusan
pembangunan serta sumber daya yang berdampak pada
mereka”. (Bank Dunia)
23
24. VI. Konsep Partisipasi (2)
Partisipasi Politik
“Kegiatan legal oleh warga perorangan yang secara
langsung atau tidak langsung ditujukan untuk
mempengaruhi pilihan petinggi pemerintah dan/atau
tindakan mereka”. (Nie dan Verba)
“Keikutsertaan dalam proses formulasi, pengesahan dan
pelaksanaan kebijakan pemerintah”. (Parry, Moyser dan
Day)
24
25. VI. Konsep Partisipasi (3)
Partisipasi Kewargaan
“Hak berpartisipasi dalam mengambil keputusan dalam
kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan poltik hendaknya
dimasukkan dalam kaitan HAM”. (Lister)
“Partisipasi warga menunjuk pada partisipasi politik,
namun hal ini berjarak setidaknya dalam dua cara:
terpisah baik karena diperantarai oleh partai politik,
maupun karena partisipasi yang dilaksanakan oleh warga
saat mereka memilih penguasa politik”. (Cuniil)
25
26. VII. Definisi Ulang Konsep Partisipasi
Konsep partisipasi beralih:
Dari sekadar kepedulian terhadap “penerima derma”
atau “kaum tersisih” menuju ke suatu kepedulian dengan
pelbagi bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan
kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai
gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka.
26
27. VIII. Pergeseran dalam Partisipasi
Penerima Warga
Proyek Kebijakan
Konsultasi Pengambil Keputusan
Penilaian Pelaksanaan
Mikro Makro
27
28. IX. Prinsip Partisipasi
Pertama, cakupan.
Semua orang, atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari
hasil-hasil suatu keputusan atau proses-proyek pembangunan misalnya.
Kedua, kesetaraan dan kemitraan (equal partnership).
Pada dasarnya setiap orang mempunyai ketrampilan, kemampuan dan prakarsa
serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap
proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur
masing-masing pihak.
Ketiga, transparansi.
Semua pihak harus dapat menumbuh-kembangkan komunikasi dan iklim
berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
Keempat, kesetaraan kewenangan (sharing power/equal powership).
Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan
dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
28
29. IX. Prinsip Partisipasi
Kelima, kesetaraan tanggungjawab (sharing responsibility).
Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses
karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya
dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
Keenam, pemberdayaan (empowerment).
Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses
kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama
lain
Ketujuh, kerjasama.
Diperlukan adanya kerjasama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi
kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang
berkaitan dengan kemampuan sumberdaya manusia.
29
30. X. Manfaat Partisipasi
(1) Program dan pelaksanaannya lebih aplikatif terhadap konteks sosial, ekonomi
dan budaya yang sudah ada, sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini
menyiratkan kebijakan desentralisasi.
(2) Menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab di antara semua pihak terkait
dalam merencanakan dan melaksanakan program, sehingga dampaknya dan
begitu pula program itu sendiri berkesinambungan.
(3) Perlunya memberikan peran bagi semua orang untuk terlibat dalam proses,
khususnya dalam hal pengambilan dan pertanggungan jawab keputusan
sehingga memberdayakan semua orang yang terlibat (terberdayakan).
(4) Kegiatan-kegiatan pelaksanaan menjadi lebih obyektif dan fleksibel
berdasarkan keadaan setempat.
(5) Transparansi semakin terbuka lebar akibat penyebaran informasi dan
wewenang.
(6) Pelaksanaan proyek atau program lebih terfokus pada kebutuhan
masyarakat. 30
31. XI. Hambatan Partisipasi
(1) Kelembagaan Penerapan pendekatan partisipatif di lembaga-
lembaga pemerintah masih menemui berbagai kendala.
(2) Perilaku sikap birokrat dan hubungan atasan dan bawahan
sindroma menang-kalah dan kuat-lemah.
(3) Kebijakan harus ada SK dan juklak dulu ingat, banyak model dan
modul, malah membuat modal-madul (babaliut, nggak karu-karuan!)
(4) Sistem manajemen model perencanaan mekanistik, dimana
“para ahli” di tingkat pusat menyiapkan “cetak biru” untuk
dilaksanakan oleh petugas lapangan.
(5) Sumberdaya manusia masih butuh waktu untuk
memperkenalkan agar konsep ini bisa diterima di tengah
mereka.
31
32. XII. Menanggulangi Hambatan
(1) Tingkat Desa.
Anggota masyarakat perlu memegang tanggung jawab lebih besar dalam
proyek ketimbang hanya menunggu apa yang disediakan oleh pemerintah
atau lembaga donor.
(2) Tingkat Lapangan.
Petugas lapangan semestinya bertindak sebagai pemungkin (enabler) yang
mendorong masyarakat untuk mencari dan menemukan solusi terhadap
masalah-masalah yang muncul, dan bukannya menyediakan jawaban atas
semua masalah yang ada.
(3) Tingkat Kabupaten/kota.
Lembaga pemerintah perlu membuat mekanisme penyusunan alokasi dana,
manajemen, monitoring serta evaluasi untuk mempromosikan penerapan
pendekatan partisipatif di tingkat lapangan dan lembaga-lembaga terkait.
32
33. XII. Menanggulangi Hambatan
(4) Tingkat Propinsi.
Kebijakan, sistem dan staf di tingkat propinsi perlu diubah sehingga
mendukung penerapan pendekatan partisipatif. Mekanisme pengalokasian
sumber dana daerah menjadi lebih fleksibel, dan menjalin hubungan dengan
lembaga tingkat propinsi lainnya, misalnya dengan LSM yang sudah
berpengalaman dalam melaksanakan pendekatan partisipatif.
(5) Tingkat Nasional.
Kebijakan, regulasi dan standar yang dikeluarkan lembaga tingkat nasional
harus memberi jaminan untuk mendukung pelaksanaan pendekataan ini dan
menciptakan suasana kelembagaan yang kondusif. Pengkajian dan diskusi
secara nasional tentang hasil penerapan model partisipatif diberbagai tempat
bisa menjadi bahan informasi yang amat berguna bagi staf regional dan
badan informasi nasional. Selain itu dibutuhkan lembaga-membaga pelatihan
untuk memberikan pelatihan dan menyediakan informasi bagi lembaga
regional/propinsi.
33
35. I. Skala Nasional
UU SPPN Merupakan sistem perencanaan pembangunan
yang menerapkan mazhab “process school”.
Dalam UU SPPN:
(1) Dokumen perencanaan produk bersama DPR,
Kementerian/Lembaga Bappenas sebagai fasilitator.
(2) Kegiatan yang direncanakan usulan KL (pragmatis) vs
teknokratis (Bappenas).
(3) Lembaga perencanaan Bappenas bukan lembaga perencana
yang sentralistis lagi seperti masa lalu.
(4) Proses perencanaan bottom-up dan top-down berjalan
seiring Musrenbang ada kelemahan?!
(5) Tahapan penyusunan rencana memberikan waktu cukup
bagi ruang diskusi transaksional vs legitimatif !!
35
36. I. Skala Nasional semua pendekatan di-”akomodasi”
Pendekatan Politik:
Pemilihan Presiden/Kepala Daerah menghasilkan
rencana pembangunan hasil proses politik (public
choice theory of planning), khususnya penjabaran
Visi dan Misi dalam RPJM/D.
Proses Teknokratik:
Menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah
oleh lembaga atau satuan kerja yang secara
fungsional bertugas untuk itu.
Partisipatif:
Dilaksanakan dengan melibatkan seluruh
stakeholders, antara lain melalui Musrenbang.
Proses top-down dan bottom-up:
Dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan.
37. II. Alasan Perlunya Pembangunan dan Perencanaan di Indonesia
PERENCANAAN
INTERVENSI LANGSUNG TUJUAN BANGSA INDONESIA
PEMERINTAH
1. BARANG DAN JASA PUBLIK (UUD 1945):
2. PRAKARSA STRATEGIS 1. MASAYARAKAT YANG CERDAS.
3. KEBERPIHAKAN 2. MASYARAKAT YANG TERLINDUNGI.
4. PENEGAKAN KEDAULATAN 3. MASYARAKAT YANG SEJAHTERA.
4. MASYARAKAT YANG ADIL.
TUJUAN PEMBANGUNAN:
1. EKONOMI.
2. SOSIAL.
PENGATURAN MASYARAKAT 3. BUDAYA.
1. KEBIJAKAN 4. POLITIK
2. REGULASI 5. KEAMANAN
6. PERTAHANAN
37
38. III. Prinsip Perencanaan di Indonesia
AGENDA
MASYARAKAT
PROSES POLITIK
PEMILIH
POLITIK PARTAI
(VOTERS)
BERKUASA
DIALAMI OLEH
MASYARAKAT
NON- DISERASIKAN,
EXCLUDABLE DAN AGENDA
VISI JANGKA
KEBUTUHAN KEGAGALAN DITERJEMAHKAN PEMBANGUNAN
PANJANG
MASYARAKAT PASAR PEMBANGUNAN KE KEGIATAN- NASIONAL LIMA
NON- KEGIATAN TAHUNAN
NASIONAL
RIVALRY PEMBANGUNAN
DIAMATI OLEH
PARA
PROFESIONAL
PERSPEKTIF
PENGAMAT PROSES
JANGKA
PROFESIONAL TEKNOKRATIK
MENENGAH
RKP
LEMBAGA
DAN
PELAKSANA
RAPBN
Diagram Proses Politik dan Proses Teknokratik. 38
40. V. Proses Perencanaan di Indonesia
Masa Jabatan Presiden Berikutnya
3. Jabatan Presiden
Pelantikan Pidato I Pidato II Berakhir
Presiden Terpilih Pengantar Pengantar 4. Pelantikan Presiden
APBN di DPR APBN di DPR Terpilih
0 1 5 6
Agenda Rencana
Presiden Pembangunan Perioda Agenda Rencana
Terpilih 5 Tahun Nasional Pembangunan
5Tahun
Berikutnya
Lembaga Perencana
Mengelola Penyusunan
Rencana Pembangunan
Lima Tahun
Diagram Proses Penyusunan Rencana Jangka Menengah (saat ini) 40
41. V. Proses Perencanaan di Indonesia
Medio Mei Agustus Oktober
Kebijakan APBN
DPR Umum
Prioritas
Kerangka
Pokok- Pembiayaan RKP
Menteri pokok
PPN RKP
Pokok-Pokok
Menkeu Kebijakan RAPBN
Fiskal
Departemen/
RKAKL
Lembaga/
Daerah
Diagram Proses Penyusunanan RKP dan RAPBN (saat ini) 41
42. VI. Sinkronisasi Proses Perencanaan Top Down dan Bottom-up
Rancangan Rancangan Rancangan Renbang
Renbang Renbang Renbang Pusat
Nasional Propinsi Kabupaten/ Final
Kota
Korenbang Musrenbang
Pusat Musrenbang Musrenbang
Propinsi Kabupaten / Pusat
Kota
Rencana Kerja
Departemen/
Lembaga
42
43. VII. Perencanaan Lokal dan Perencanaan Nasional
UU SPPN
UU
32/2004
Belum ada
aturan
Tidak
diakui?
43
44. VII. Perencanaan Lokal dan Perencanaan Nasional
Hubungan kerja antara Depkeu dan Bappenas saat ini
dijembatani oleh PP 20/2004 Rencana Kerja Pemerintah dan Permendagri 13/2006
PP 21/2004 Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tentang Pedoman
Kementerian Negara/Lembaga. Pengelolaan
Keuangan Daerah jo
Permendagri 59/2007
Depkeu tentang Perubahan
UU No. 17/2004 Atas Permendagari
13/2006
Bappenas
UU No. 25/2004
Depdagri
UU No. 32/2004
SKB Menneg PPN/Kepala Bappenas,
Mendagri, dan Menkeu
44
46. VII. Perencanaan Lokal dan Perencanaan Nasional Tidak Sinkron??
Isu UU 17/2003 UU 33/2004 UU 32/2004 UU 25/2004
Yang disusun
Tidak
Penyusunan Berdasar Prestasi berdasar prestasi Tidak berdasar
berdasar
Renja SKPD Kerja kerja adalah RKA prestasi kerja
prestasi kerja
SKPD
Pedoman Renstra
Penyusunan Renstra SKPD SKPD dan
Renja SKPD RKPD
Pihak yang
menetapkan
DPRD dan Pemda DPRD dan Pemda Kepala Daerah
prioritas dan
plafon
Acuan Dasar
Prioritas dan Acuan Penyusunan
Penyusunan RKA Penyusunan
Plafon RKA SKPD
SKPD RKA SKPD
Dibahas dahulu Dibahas dahulu
oleh DPRD lalu oleh DPRD lalu Diserahkan ke
RKA SKPD
disampaikan ke disampaikan ke PPKD
PPKD PPKD
Perubahan Tidak
Usul DPRD Tidak ditegaskan
RAPBD ditegaskan
46
47. VIII. Skala Lokal
Masyarakat perlu:
Pertama, masyarakat lokal (desa/kelurahan, kecamatan) dapat
menjamin penyediaan barang dan jasa publik bagi mereka.
Kedua, masyarakat lokal mendapatkan ruang inovasi.
Ketiga, memberdayakan semua pelaku yang sebelumnya tidak
tersentuh pembanguna (empowering the powerless).
Keempat, memelihara ikatan sosial. Pelibatan semua warga
mendorong ikatan sosial semakin kuat.
47
48. IX. Prosedur Perencanaan Partisipatif Skala Lokal
Indentifikasi cara
Identifikasi kebutuhan
pengendalian,
Pembukaan masyarakat.
monitoring dan
komunikasi
evaluasi secara dan sosialisasi
partisipatif.
Pengendalian, Pengembangan
monitoring dan partisipasi,
evaluasi kontribusi
secara dan keterlibatan
partispatif stakeholder
Identifikasi
pihak-pihak
yang
Jenis-jenis diharapkan
Aplikasi program berpartisipasi
program yang
Identifikasi dan disepakati
penyusunan jenis-jenis Identifikasi
program pengembangan sumberdaya
masyarakat secara yang ada
partisipatif.
48
49. A. Pembukaan Komunikasi
Tujuan Pembukaan Komunikasi
• Menumbuhkan dan memupuk modal sosial antara perusahaan dan masyarakat.
• Mengubah suatu keadaan, perilaku, motivasi dan komitmen melalui suatu proses
pengembangan pemahaman secara partisipatif.
• Menciptakan suatu suasana yang berprinsip dari, oleh dan untuk kita.
Norma Pembukaan Komunikasi
• Mengajak, mendorong bukan menginstruksikan.
• Meminta pendapat, mengusulkan bukan memutuskan.
• Menganalisis sesuatu secara partisipatif bukan memberikan penilaian.
• Memberikan kesempatan, memotivasi bukan melaksanakan sendiri.
49
50. A. Pembukaan Komunikasi
Credo of Rural Reconstruction
• Go to the community
• Life among them
• Learn from them
• Plan with them
• Start with what they know
• Build on what they have
• Teach by showing, learn by doing
• Not a show case but a pattern
• Not odds or ends but the system
• Not piece meal but an integrated approach
• Not to confirm but to transform
• Not relief but release
Sumber: Philippine Rural Construction Movement
50
52. C. Analisis Kebutuhan Masyarakat
Proses Pemahaman Kebutuhan
• Bersikaplah terbuka dan positif
• Pahami aspek-aspek kehidupan masyarakat sebanyak-banyaknya.
• Bukakan logika masyarakat secara rasional, disesuaikan dengan
pemahaman masyarakat pada saat itu.
• Berusahalah untuk mendapatkan opini secara partisipatif mengenai
kesimpulan kita.
• Buatlah kesepakatan atau pemahaman bersama dengan
masyarakat mengenai kebutuhan mereka yang sebenarnya.
52
53. C. Analisis Kebutuhan Masyarakat
Aspek Kehidupan Masyarakat
• Tujuan hidup masyarakat
• Permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat
• Bagaimana masyarakat menyelesaikan permasalahan tersebut dan
mengembangkan logika.
• Bagaimana masyarakat mengelola dan menggunakan sumberdaya
di sekitar mereka.
• Kemampuan masyarakat dalam berkomunikasi dan
mengembangkan jaringan.
• Pengalaman dan kejadian penting dalam hidup mereka.
53
54. C. Analisis Kebutuhan Masyarakat
Jenis Kebutuhan Masyarakat
• Pemenuhan kebutuhan pokok.
• Kebutuhan pengembangan usaha.
• Kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
aplikatif.
• Kebutuhan optimalisasi, pengembangan dan pengelolaan
sumberdaya.
• Kebutuhan akses sarana umum.
• Kebutuhan untuk berkomunitas dalam aspek sosial dan ekonomi.
• Kebutuhan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.
54
55. D. Pengembangan Partisipasi
Parameter Partisipasi
• Siapa yang memunculkan ide dan gagasan?
• Siapa yang mengambil keputusan?
• Siapa yang menyusun action plan?
• Siapa yang melaksanakan, mengorganisasikan dan mengkoordinir
kegiatan?
• Siapa yang menilai, mengevaluasi dan mengendalikan?
55
56. D. Pengembangan Partisipasi
Faktor Pendorong Partisipasi
• Kesadaran terhadap adanya potensi pada masing-masing individu.
• Terdapat kesempatan yang dibagi rata bagi setiap level dan tidak
ada dominasi oleh sebagian kecil pihak.
• Terdapat kejelasan program dan rencana yang akan diaplikasikan.
• Terdapat pemahaman, kepercayaan diri dan kepastian dari setiap
pihak bahwa hasilnya yang akan dinikmati bersama.
• Dimulai perlahan-lahan dan dimulai kecil-kecilan, sesuai dengan
kapasitas para pihak.
56
58. E. Pengembangan Masyarakat
Syarat Pengembangan Masyarakat
• Pengembangan komunikasi.
– Masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat.
– Pemerintah daerah
• Pengembangan motivasi dan social capital.
– Motivasi pengembangan diri
– Jujur, sabar dan terbuka
• Pengembangan kebersamaan dan organisasi usaha.
– Saling percaya dan saling menghormati
– Pengembangan manajemen kolektif dari kelompok sampai dengan koperasi.
• Pengembangan manajemen operasi.
– Manajemen organisasi, keuangan dan kendali mutu.
– Networking dan marketing.
58
59. E. Pengembangan Masyarakat
Tahap Pengembangan Masyarakat
• Sosialisasi
– Cara: Formal dan informal
– Target: komunitas, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah
• Komunikasi
– Pemahaman program
– Pembacaan motivasi kolektif
• Perencanaan Bersama
– Penentuan tujuan dan indikator
– Penentuan pihak yang berpartisipasi
– Penentuan sistem aplikasi, koordinasi
– Penentuan sistem pengendalian
• Pelaksanaan program bersama
– Pelaksanaan secara partisipatif
– Monitoring bersama secara partisipatif
– Sistem kerja yang efektif dan terbuka (transparan)
• Evaluasi bersama
– Pemahaman bersama kepada indikator
– Pemahaman bersama pada kondisi program saat itu
59
60. F. Simulasi Dinamika Kelompok
• Media Membangun Keakraban
– Membuat masyarakat menjadi lebih akrab dan mulai menghilangkan kecurigaan
dan barrier lain.
• Media Membangun Keterbukaan
– Mendorong masyarakat untuk lebih terbuka dalam berdiskusi sehingga proses
pendekatan menjadi lebih baik.
• Media Pembangkit Motivasi
– Masyarakat mulai mendapatkan kejelasan mengenai apa yang menjadi tujuan
hidup, bagaimana mensikapi masalah dan terdorong untuk memperbaiki hidup.
• Media Penguat Kebersamaan
– Masyarakat mulai memahami bahwa untuk mencapai tujuan hidup yang
optimal, tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri tetapi harus bersama.
Contoh Media Lagu, Permainan, Cerita Bergambar, Studi Kasus
60
61. Bagian 4.
Model-Model
Perencanaan Partisipatif
61
62. I. Model Perdesaan Program Pengembangan Kecamatan
Persiapan Program:
• Lokakarya Tingkat Musyawarah Antar Desa
•
Provinsi dan Kabupaten.
Pelatihan FK dan PL baru
oleh KM-Kab, FK dan PL
(MAD) 1
Alur PPK Reguler
yang telah ada.
Musyawarah Desa
untuk memilih Fasilitator Desa, Tim
Teknis, dsb.
Pemeliharaan dan Pengembalian
Pinjaman.
Pelatihan Fasilitator Desa
Musyawarah serah terima pekerjaan
pertanggungjawaban pengeluaran
keuangan
Pertemuan Organisasi Masyarakat
setempat
(mis: Dusun, Pokmas, dsb.)
Musyawarah Desa
Khusus Perempuan untuk
Supervisi pelaksanaan kegiatan, memutuskan usulan
kunjungan antar-desa. Kelompok Perempuan di
tingkat Organisasi
Masyarakat Setempat
Musyawarah Desa 2
Musyawarah Pertanggung-Keuangan untuk memutuskan usulan desa
(min 2x)
Penyaluran Dana dan Pelaksanaan Persiapan usulan desa dan kelompok
Kegiatan. perempuan dengan/tanpa desain dan
rencana anggaran.
Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
(Rekruitmen tenaga kerja desa,
pengadaan bahan, dsb.) Kunjungan verifikasi/kelayakan
untuk memberi masukan kepada
masyarakat desa.
Musyawarah Desa 3
Untuk membahas hasil
MAD 3 dan pembentukan Tim Musyawarah Antar Desa (MAD) 2
Pelaksana dan Pemantau Kegiatan Untuk merangking usulan kegiatan.
FK dan Pendamping Teknis
Musyawarah Antar Desa (MAD) 3 membantu persiapan desain dan
Untuk memilih kegiatan desa yang anggaran bagi usulan yang
akan didanai. diprioritaskan.
(Alat Bantu: Formulir Village
Visioning)
62
63. I. Model Perdesaan Program Pengembangan Kecamatan
Pertemuan awal antar pelaku PPK dan FK
Alur PPK Tanggap
Darurat Pasca
Bencana
Pertemuan awal antar pelaku PPK dengan
masyarakat desanya
• Sosialisasi
• Penggalian & penentuan gagasan
FK & pelaku PPK prioritas
• Koordinasi dengan lembaga
lain
• Sosialisasi ke pelaku yang
tidak hadir di pertemuan awal
MAD alokasi dana
Pemeliharaan prasarana Proses pencairan dana
MD serah terima dan laporan pertanggujawabn Pengadaan bahan & persiapan pelaksanaan
Supervisi, pelaporan & pemantauan silang Pelaksanaan
63
64. I. Model Perdesaan Program Pengembangan Kecamatan
Pertemuan pelaku PPK
Alur PPK
Pemetaan social dan kondisi parsarana/sarana serta
Rehabilitasi
identifikasi kebutuhan masyarakat
Survey harga satuan bahan/material
Musyawarah desa perencanaan
Seluruh desa: Khusus desa yg terkena bencana:
Usulan prasarana dan sarana Prioritas kebutuhan dana social
dasar (PSD) (alokasi dana (alokasi dana social 25%)
umum75%)
Operasional dan pemeliharaan
MAD
(pertanggungjawaban dan
pemeringkatan usulan)
Musyawarah Antar Desa (MAD)
Pemeringkatan usulan
Musyawarah desa
(pertanggungjawaban dan
perencanaan siklus selanjutnya) Desain & RAB
Sertifikasi kelayakan teknis oleh
konsultan
Pelaksanaan kegiatan
Dokumen pendanaan:
Pencairan dana SPC, SP2D, SPPB, Rek. BPPK
Pengadaan bahan dan alat
64
65. I. Model Perdesaan Program Pengembangan Kecamatan
Pelestarian
Pertemuan
Alur PPK Papua
Tingkat Distrik 1
Muskam pertanggungjawaban tahap 3
& serah terima
(Program
Pengembangan
Muskam 1
(sosialisasi) Pencairan dan pelaksanaan tahap 3 Distrik)
Pembentukan tim Seleksi fasilitator
verivikasi lokal
Muskam pertanggungjawaban tahap 2
Pelatihan fasilitator
lokal
Pencairan dan pelaksanaan tahap 2
Pelatihan tim
verivikasi
Pelatihan pelaku
PPD Kampung
Muskam pertanggungjawaban tahap 1
Perencanaan bersama
masyarakat
Pencairan dan pelaksanaan tahap 1
(40%)
Verivikasi usulan Rapat Pelaku PPD Kampung
(persiapan)
Pelatihan pematauan Tim Tiga
Muskam 2 Tungku dan Bamuskam, Kapala
Penentuan prioritas kampung
Pelatihan UPKD
Desain & RAB usualan Pertemuan
yg didanai Tingkat Distrik 2
65
66. II. Model Perkotaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
Alur P2KP Reguler
Pelaksanaan Sosialisasi mapping
kegiatan & sosialisasi awal
Pembentukan KSM RKM masyarakat
dengan program
Perencanaan
partisipatif Refleksi kemiskinan
Pembentukan BKM PS1 oleh Tim PS
66
67. II. Model Perkotaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
Lokasi Tidak Selesai P2KP
PAKET Evaluasi kinerja
PAKET dan audit
PAKET
Pembentukan Pelaporan
Pokja PAKET tahunan Ya Tahap ke-2
Kampanye Evaluasi
kelurahan Kota
Pembentukan Pelaporan
panitia
kemitraan
Merintis kerjasama BKM
Perencanaan dengan Satuan Kerja Pelaksanaan
proposal Pemerintah Daerah
(SKPD) (seperti Dinas,
Badan, dsj.)
Pembuatan Penyaluran
Detail dana
Desain
Penandatanganan
Penilaian SPPB
kelayakan
proposal
Penetapan Lokakarya
Proyek Manajemen
Paket
67
68. II. Model Perkotaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
Pelaksanaan Sosialisasi program P2KP
kegiatan KSM & pemetaan sosial Replikasi
(Bulan 12) (+/- 2 minggu)
RKM & penggalangan
Pembentukan KSM relawan
(menerus)
(+/- 3 minggu)
Perencanaan & FGD refleksi
partisipatif PJM kemiskinan oleh tim RK
Pronangkis (+/- 2 minggu)
(+/- 4 minggu)
Pembentukan BKM Pemetaan Swadaya oleh
(+/- 4 minggu) tim PS
(+/- 5 minggu)
68
70. Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Kabupaten/Kota memaparkan
apa dan bagaimana menyelenggarakan dan memandu rangkaian kegiatan
Musrenbang dalam membahas rancangan Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD). Musrenbang kabupaten/kota merupakan ajang konsultasi
publik dokumen Rancangan RKPD. Rancangan RKPD disiapkan oleh tim
kerja Bappeda dengan mengakomodasi hasil-hasil Musrenbang kecamatan
dan draf Renja SKPD dengan mengacu pada pencapaian visi-misi dan isu
strategis daerah.
Panduan Penyelenggaraan Forum SKPD memaparkan apa dan
bagaimana menyelenggarakan dan memandu Forum SKPD yang lebih
berpihak kepada masyarakat miskin dan perempuan. Melalui buku
panduan ini diharapkan dapat membantu SKPD terkait dalam menjalankan
fungsi koordinasi pembangunan dan memberikan pelayanan publik pada
warga masyarakat. Forum SKPD merupakan arena strategis dalam
menentukan prioritas pembangunan sektoral terutama untuk SKPD yang
paling terkait dengan pelayanan publik. Pada pelaksanaan Forum SKPD
ini dipergunakan pendekatan perencanaan partisipatif (bottom-up) yang
berasal dari hasil musrenbang kecamatan dengan pendekatan teknokratis
yang dikembangkan SKPD berdasarkan kebijakan dan program prioritas
daerah.
70
71. Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Kecamatan memaparkan apa dan
bagaimana menyelenggarakan dan memandu rangkaian kegiatan Musrenbang di tingkat
kecamatan yang lebih berpihak kepada kelompok miskin dan perempuan. Melalui buku
panduan ini diharapkan dapat membantu perangkat kecamatan dalam menjalankan
fungsi koordinasi pembangunan dan memberikan pelayanan publik pada masyarakat.
Musrenbang kecamatan merupakan arena strategis dalam menentukan prioritas
pembangunan di wilayah kecamatan yang bersangkutan. Pada pelaksanaan Musrenbang
kecamatan ini diperkenalkan Pagu Indikatif Kecamatan yang dapat menjadi instrumen
bagi para pemangku kepentingan di tingkat kecamatan dalam membuat kesepakatan
terkait dengan prioritas pembangunan skala kecamatan dan skala daerah yang ada di
kecamatan yang bersangkutan. Selain itu, untuk memastikan bahwa prioritas
pembangunan juga dapat menyentuh dan memenuhi aspirasi dan kebutuhan kelompok
miskin dan perempuan.
Buku Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Kelurahan memaparkan apa
dan bagaimana menyelenggarakan dan memandu rangkaian kegiatan Musrenbang di
tingkat kelurahan secara lebih partisipatif. Melalui buku panduan ini diharapkan dapat
meningkatkan kinerja Musrenbang kelurahan untuk meningkatkan pelayanan publik
(warga). Musrenbang kelurahan menghasilkan Renja Kelurahan yang akan menjadi
dasar penyusunan dan penggunaan anggaran kelurahan. Agar perencanaan
pembangunan benar-benar mencerminkan aspirasi dan kebutuhan warga, maka
diperlukan kajian kebutuhan. Metode dan teknik Kajian Desa Partisipatif (participatory
rural appraissal) dapat dipergunakan sebagai alat kajian kebutuhan dengan
melakukan modifikasi sesuai konteks kelurahan. Hasil kajian mendalam tentang
permasalahan dan potensi pembangunan kelurahan ini selanjutnya dituangkan ke
dalam Rencana Strategis Kelurahan yang akan diacu tiap tahunnya dalam
penyusunan Renja Kelurahan. Untuk permasalahan yang tidak dapat ditangani oleh
kelurahan selanjutnya diajukan dalam Musrenbang tingkat kecamatan.
71
72. Buku Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Desa memaparkan apa dan
bagaimana menyelenggarakan dan memandu rangkaian kegiatan Musrenbang di tingkat
desa secara lebih partisipatif untuk menghasilkan daftar usulan permasalahan atau
kegiatan pembangunan daerah di tingkat desa, dan menghasilkan Rencana Kerja
Pembangunan Desa. Rencana Kerja Pembangunan Desa menjadi dasar bagi
penyusunan Rancangan APB Desa. Musrenbang tingkat desa merupakan salah satu
bentuk pengejawantahan otonomi desa dalam penyelenggaran pembangunan di
wilayahnya.
72