1. Current Status on Indonesia’s MDGs Achievements Randy R. Wrihatnolo Jakarta, 14 Februari 2008 2007
2. TUJUAN 1: Kemiskinan dan Kelaparan Target 1: Menurunkan proporsi penduduk miskin menjadi setengahnya kurun 1990-2015 Note: Catatan: target 1 ini dalam konteks Indonesia diukur oleh indikator garis kemiskinan nasional berdasarkan ukuran 2100 kalori Gambar 1 Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Tahun 1976-2006 Perkembangan dan Tantangan Berdasarkan ukuran US$ 1 PPP, pada tahun 1990 terdapat 20,6 persen penduduk dengan konsumsi di bawah US$ 1 per orang per hari. Berdasarkan pencapaian tahun 1990 maka sasaran tahun 2015 yang harus dicapai sekitar 10 persen. Kalau menggunakan ukuran ini maka pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai 9,9 persen dan membaik menjadi 6,74 persen pada tahun 2007. Sehingga sasaran target 1 telah tercapai jauh sebelum 2015. Berdasarkan ukuran garis kemiskinan nasional, pada tahun 1990 terdapat 15,10 persen penduduk dengan konsumsi di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan pencapaian tahun 1990 maka sasaran tahun 2015 adalah sekitar 7,55 persen. Sementara itu pencapaian nasional tahun 2007 baru mencapai 16,58 persen dari seluruh penduduk atau sekitar 37,17 juta jiwa. Menurunkan penduduk miskin dari 16,58 persen pada tahun 2007 menjadi 7,55 persen pada tahun 2015 merupakan tantangan yang berat. Berdasarkan ukuran US$ 2 PPP, jumlah penduduk dengan konsumsi di bawah 2 per orang per hari pada tahun 2007 adalah sebesar 45,2 persen. Sebagian dari mereka adalah penduduk yang sangat rentan menjadi miskin apabila terjadi goncangan ekonomi. Upaya Yang Diperlukan Untuk mencapai sasaran target 1, Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7-8 persen dalam kurun 2007-2015. Pertumbuhan ekonomi tinggi membutuhkan investasi besar. Keikutsertaan masyarakat mendorong pertumbuhan ekonomi sangat penting. Karena sebagian besar orang bekerja di sektor rumah tangga, mikro, kecil dan menengah, maka mendorong tumbuh-kembang UKM sangat vital dalam menciptakan kesempatan kerja dan dengan demikian sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gambar 2 Perkembangan Penduduk Dengan Konsumsi Di Bawah US$1 PPP/org/hari (%)
3. Target 2: Penanggulangan Kekurangan Gizi Pada Balita Note: Catatan: Indikator yang digunakan untuk mengukur target tersebut dalam konteks Indonesia adalah status kekurangan gizi pada balita TUJUAN 1: Kemiskinan dan Kelaparan Gambar 2 Perkembangan persentase anak-anak berusia di bawah 5 tahun yang mengalami gizi buruk ( severe underweight ) dan gizi kurang ( moderate underweight ), Tahun 1989-2005 Perkembangan dan Tantangan Status kekurangan gizi --yang mencakup penderita gizi kurang dan gizi buruk-- menurun dari 37,47 persen pada tahun 1989 menjadi 26,36 persen pada tahun 1999. Indikator status gizi ini menunjukkan kecenderungan membaik menjadi 27,30 persen pada tahun 2002 namun meningkat kembali menjadi 28,17 persen pada tahun 2005. Jika menggunakan keadaan tahun 1989 sebagai tahun dasar, maka Indonesia diharapkan dapat mencapai target 18,74 persen pada tahun 2015. Upaya Yang Diperlukan Masalah kurang gizi disebabkan oleh berbagai faktor seperti tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan pengetahuan, status kesehatan, dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, upaya terpenting untuk mencapai sasaran MDGs adalah memperbaiki status gizi masyarakat, terutama masyarakat miskin yang harus menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan. Penanggulangan masalah gizi berfokus pada kelompok miskin yang harus dilakukan secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan, dan ekonomi. Perbaikan gizi yang perlu dilakukan antara lain meliputi pemenuhan energi protein pada ibu hamil, bayi, dan balita, berikut pemenuhan gizi besi, yodium, vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) pada bayi dan anak (6-24 bulan), dan pemberian vitamin A pada bayi dan balita/ibu nifas, serta pemberian tablet Fe pada ibu hamil, pemberian kapsul Yodium pada wanita usia subur di daerah endemik kekurangan gizi, dan surveilans gizi di lembaga pelayanan kesehatan terdekat dengan masyarakat seperti pos pelayanan terpadu (posyandu).
4. TUJUAN 2: Pencapaian Pendidikan Dasar Target 3: Pendidikan dasar untuk semua umur dan jenis kelamin Catatan: Indikator yang digunakan Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI (7-12 tahun) dan Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs (13-15 tahun) APM SD/MI APM SLTP/MTs Gambar 3 Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (7-12 tahun) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menegah Pertama (13-15 tahun), Nasional, 1992-2006 (dalam persen). Perkembangan dan Tantangan Pada tahun 1992, APM SD/MI tercatat 88,7 persen dan pada tahun 2006 telah mencapai 94,73 persen. Sementara itu APM SMP/MTs tahun 1992 adalah 41,9 persen dan mencapai 66,52 persen pada tahun 2006. Jika kecenderungan seperti ini mampu dipertahankan, maka Indonesia diperkirakan berhasil mencapai target MDG pada tahun 2015. Namun dilihat dari ukuran Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs maka pencapaian sasaran pendidikan dasar di tingkat SMP/MTs lebih baik. Jika APK SMP/MTs tahun 1992 masih berada di angka 55,6 persen, maka pada tahun 2006 telah mencapai 88,68 persen. Indikator ini menginformasikan bahwa berbagai program SD/MI dan SMP/MTs non-reguler telah berhasil menjaring kembali murid SD/MI dan SMP/MTs untuk menuntaskan masa belajar mereka di bangku SD/MI maupun SMP/MTs. Upaya Yang Diperlukan Upaya yang diperlukan untuk menjawab tantangan di atas dilaksanakan melalui berbagai kebijakan, yaitu peningkatan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua anak usia pendidikan dasar, dengan target utama daerah dan masyarakat miskin, terpencil, dan terisolasi; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan dasar; dan peningkatan efisiensi manajemen pendayagunaan sumberdaya pendidikan, serta mengupayakan agar semua lembaga pendidikan dasar dapat melaksanakan fungsinya secara lebih efisien dan efektif.
5.
6. TUJUAN 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 5: Angka Kematian Balita turun 2/3 antara tahun 1990-2015 Catatan: Indikator yang digunakan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) dan balita (AKBA) Gambar 5 Perkembangan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita, nasional, tahun 1989-2005. Perkembangan dan Tantangan Perkembangan pencapaian AKB dari tahun ke tahun cenderung membaik sebagai dampak positif dari pelaksanaan berbagai program di sektor kesehatan. AKB tahun 1992 tercatat 68 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian menurun menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1994, turun lagi menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan pada tahun 2002-2003 penurunannya sudah mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Menurut proyeksi BPS (BPS-UNDP-Bappenas, 2005), pada tahun 2003 angka AKB terus membaik hingga mencapai 33,9 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan kecenderungan perkembangan pencapaian AKB secara nasional seperti ini, pencapaian target MDGs pada tahun 2015 diperkirakan sudah akan tercapai pada tahun 2013. Sementara itu, angka kematian balita (AKBA) juga menunjukkan perkembangan yang membaik. Jika pada tahun 1992 AKBA masih berada pada angka 97 per 1.000 kelahiran hidup, maka pada tahun 1994 angka ini telah turun menjadi 81 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2003 AKBA sudah mencapai angka 46 dan tahun 2005 mencapai 40 per 1.000 per kelahiran hidup. Pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai dan melampaui target yang ditetapkan dalam World Summit for Children (WSC) yaitu 65 per 1000 kelahiran hidup. Upaya Yang Diperlukan Terdapat tiga penyebab utama kematian bayi yang masih menjadi tantangan besar untuk diatasi. Ketiga hal tersebut adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal, dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75 persen kematian bayi. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama, yaitu penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf—termasuk meningitis dan encephalitis—dan tifus. Perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi golongan miskin dan kelompok rentan di perdesaan dan wilayah terpencil, serta kantong-kantong kemiskinan di daerah perkotaan, merupakan salah satu strategi kunci untuk menurunkan angka kematian anak. Selain itu, kerjasama antar Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah serta kerjasama lintassektor bagi peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak secara umum sangat diperlukan.
7. TUJUAN 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 6: Angka kematian ibu turun ¾ antara tahun 1990-2015 Catatan: Indikator yang digunakan adalah Angka K ematian Ibu (AKI) pada saat melahirkan Gambar 6 Kecenderungan Angka Kematian Ibu (AKI), nasional, tahun 1982-2003 (dalam 100.000 kelahiran hidup) Perkembangan dan Tantangan Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi akibat komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani, masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Dengan kondisi ini, pencapaian target MDGs untuk AKI akan sulit dicapai. BPS memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan target MDG pada tahun 2015 tersebut adalah 102. Pencapaian target MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Upaya Yang Diperlukan Penurunan angka kematian ibu sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang justru berada di luar sektor kesehatan. Hal ini disebabkan oleh status kesehatan manusia yang bukan hanya dipengaruhi oleh sektor kesehatan, melainkan juga faktor-faktor lain (determinan) seperti lingkungan fisik (prasarana), lingkungan sosial ekonomi, serta lingkungan budaya dan politik. Determinan lain adalah sifat-sifat yang melekat pada genetik individu, perilaku, serta gaya hidup. Dengan demikian, untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan upaya yang sistematis dan terfokus. Upaya tersebut terutama pada penanganan komplikasi pada saat melahirkan yang merupakan salah satu kunci utama dalam upaya penurunan kematian ibu. Tiga intervensi utama yang direkomendasikan sebagai upaya paling efektif adalah pelayanan antenatal, persalinan oleh tenaga kesehatan, dan pelayanan dasar serta komprehensif untuk darurat obstetri. Untuk pelayanan antenatal, selain peningkatan frekuensi kunjungan, peningkatan kualitas pelayanan juga diperlukan, yang mencakup pemeriksaan kehamilan dan pemberian tablet zat besi dan kapsul vitamin A.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. Target 11: Perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020. TUJUAN 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Gambar 15 Proporsi Rumah Tangga Dengan Akses Rumah Tinggal Tetap (%), Tahun 1992-2006.
16. Target 12: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif . TUJUAN 8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Gambar 16 Tingkat Keterbukaan Ekonomi, LDR Bank Umum, dan LDR BPR (dalam Persen).
17. Target 15: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang. TUJUAN 8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Gambar 17 Rasio Debt-to Service dan Rasio Posisi Pinjaman Luar Negeri terhadap PDB, 1990-2006.
18. Target 16: Bekerjasama dengan negara lain untuk mengembangkan dan menerapkan strategi penciptaan lapangan kerja yang baik dan produktif bagi penduduk usia muda. TUJUAN 8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Gambar 18 Tingkat Pengangguran Usia Muda (15-24 Tahun), Menurut Jenis Kelamin, Nasional, Tahun 1990-2007 (dalam %).
19. Target 18: Bekerjasama dengan sektor swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. TUJUAN 8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Gambar 19 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon dan Telepon Selular Per Provinsi, Tahun 2005 dan 2006.
20. Pada tahun 2007 ketika Indonesia menyusun Laporan Perkembangan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2007, dilakukan penyusunan Millenium Development Goals Index . Salah satu tujuannya adalah mempermudah perbandingan pencapaian target MDGs di masing-masing daerah. Dalam penyusunan formula, prinsip yang mendasar adalah (1) teknis perhtungan yang mudah untuk menyusun composite index dari beberapa variabel MDGs yang relevan di masing-masing daerah; dan (2) menggunakan asumsi bahwa semakin besar angka indeks, maka semakin baik pencapaiannya. Langkah-langjah yang diperlukan untuk perhitungan tersebut adalah: (1) Menentukan variabel yang akan dipergunakan untuk tahun yang dipilih; (2) Menentukan kelengkapan data masing-masing provinsi; (3) Variabel dengan notasi angka berbanding terbalik atributnya dilakukan pembalikan. Misal, Po semakin besar berarti jumlah penduduk miskin semakin besar; (4) Variabel yang digunakan disesuaikan dengan ketersediaan data pada tahun yang bersangkutan. Misal: Tahun 1993 menggunakan 10 variabel, tahun 2000 menggunakan 8 variabel, tahun 2006 menggunakan 14 variabel. Berdasarkan kepentingan tersebut, maka formula yang diberlakukan untuk penghitungan index composite MDGs ini adalah sebagai berikut: Dimana: v adalah persentase masing-masing variabel. n adalah banyaknya variabel yang dipakai dalam perhitungan. ITPM adalah Indeks Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs Index). Indonesia’s Millenium Development Goals Index Indonesia’s Regional Achievements
21. Pencapaian target MDGs di setiap provinsi dalam kurun tahun 1993 sampai 2006 menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Berdasarkan pencapaian 13 indikator sebagaimana dibahas dalam uarain di atas, maka pada tahun 1993, Provinsi Sumatera Barat merupakan provinsi dengan rata-rata pencapaian umum yang terbaik. Sementara Papua pada tahun 1993 merupakan provinsi dengan pencapaian paling buruk. Namun, pada tahun 2000 posisi Provinsi Sumatera Barat menduduk posisi ke-5, sedangkan Provinsi Kalimantan Barat menjadi yang terburuk menggantikan posisi Provinsi Papua. Pada tahun 2006, Provinsi Gorontalo merupakan provinsi dengan pencapaian umum yang terbaik. Sementara itu Provinsi Maluku Utara menjadi provinsi dengan pencapaian terburuk. Indonesia’s Millenium Development Goals Index Indonesia’s Regional Achievements