SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
1

KEMISKINAN DAN
KESENJANGAN PENDAPATAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Permasalahan Pokok
Hubungan antara Pertumbungan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan
Hubungan Antara Pertumbungan Ekonomi dan Kemiskinan
Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Apakah Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Menurun?
Pertanian Sumber Utama Kemiskinan
Kebijakan Anti-Kemiskinan

A. PERMASALAHAN POKOK
Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan (yang dimaksud dengan
kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di
banyak NSB, tidak terkecuali di Indonesia. Dikatakan besar karena jika dua masalah
ini berlarut-larut atau dibiarkan semakin parah, pada akhirnya akan menimbulkan
konsekuensi politik dan social yang sangat serius. Suatu pemerintahan bisa jatuh
karena amukan rakyat miskin yang sudah tidak tahan lagi mengahadapi
kemiskinannya. Bahkan kejadian tragedy Mei 1998 menjadi suatu pertanyaan
(hipotesis) hingga sekarang: andaikan tingkat kesejahteraan masyarat di Indonesia
sama seperti misalnya di Swiss, mungkinkah mahasiswa akan begitu ngotot
berdemonstrasi hingga akhirnya membuat rezim Soeharto jatuh pada bulan Mei
1998?
Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade tahun 1970-an, strategi
pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Soeharto lebih berorientasi
kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pembangunan terpusat di Pulau Jawa, dengan harapan akibat dari pembangunan itu
akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah Indoneisa lainnya.
Konsep pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa yang diharapkan akan membawa
efek menetes ke seluruh tanah air, terbukti tetesannya sangat lambat. Akibat dari
strategi pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa adalah terjadinya krisis ekonomi
pada tahun 1997, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi rata-rata
per tahun yang tinggi, tetapi tingkat kesenjangan dalam pembagian PN juga semakin
besar dan jumlah orang miskin tetap banyak, bahkan meningkat tajam sejak krisis
ekonomi.
Sejak pelita III strategi pembangunan mulai diubah, tidak lagi hanya terfokus pada
pertumbuhan ekonomi, tetapi peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan
utama daripada pembangunan.
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat adalah lewat pembanguan industri-isndustri padat karya,
pembanguan pedesaan, dan modernisasi sector pertanian. Sayangnya, krisis ekonomi
tiba-tiba muncul yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah pada pertengahan kedua
2
tahun 1997 dan sebagai salah satu akibat langsungnya, jumlah orang miskin dan gap
dalam distribusi pendapatan di tanah air membesar, bahkan menjadi jauh lebih buruk
dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis.
B. HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI
PENDAPATAN.
Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi
pendapatan di banyak NSB, terutama Negara-negara yang proses pembangunan
ekonominya sangat pesat dan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti
Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju
pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi
pendapatan: smakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan
per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.
Jantti (1997) di dalam studinya membuat suatu kesimpulan bahwa semakin
membesarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan di Negara-negara (Sweden,
Inggris, AS dan beberapa Negara lainnya di Eropa Barat) disebabkan oleh
pergeseran-pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakankebijakan publik.
Dalam hal perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala
keluarga dan semakin besarnya saham pendapatan dari istri di dalam total
pendapatan keluarga merupakan dua fackor penyebab penting.
Literatur mengenai evolusi atau perubahan kesenjangan pendapatan pada awalnya
didominasi oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data lintas
Negara dan data deret waktu dari sejumlah survey/obsevasi di setiap Negara, Simon
Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan
tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk U terbalik.
Hasil ini
diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari
suatu ekonomi perdesaan ke suatu ekonomi perkotaan, atau dari ekonomi pertanian
(tradisional) ke ekonomi industri-industri (modern): pada awal proses pembangunan,
ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbansisasi dan
industrialisasi, tetapi setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau
“akhir” dari proses pembangunan ketimpangan menurun, yakni pada saat sector
industri di perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar tenaga kerja yang datang
dari perdesaan (sector pertanian), atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam
produksi dan penciptaan pendapatan.
Sebagian besar studi-studi hipotesis Kuznets menunjukkan bahwa relasi positif antara
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi PN pada periode jangka
panjang hanya terbuktu nyata untuk kelompok NM.
3
C. HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN.
Dasar terori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat
kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan
dalam distribusi pendapatan, seperti yang telah dibahas di atas. Mengikuti hipotesis
Kuznets, pada awal dari proses pembangunan, tinkat kemiskinan cenderung
meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin
berangsur-angsur berkurang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan antara lain: -Pertumbuhan
pendapatan, -derajat pendidikan tenaga kerja, -dan struktur ekonomi.
Dasar persamaan untuk menggambarkan relasi antara pertumbuhan output agregat
dan kemiskinan dapat diambil dari persamaan berikut:
Log Gkt = a + bLogWkt + ak + Skt

(4.1)

Dalam persamaan tersebut, elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi
pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen kunci dari
perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari
perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan.
Apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan
dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari ketimpangan terhadap
pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan dengan
d, maka di dapat persamaan sebagai berikut:
1 = g + bd
(4.2)
Untuk mendapatkan elastisitaas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan dan
elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai variable yang
dapat dikontrol) digunakan persamaan sebagai berikut:
Log Pkt = w + Log Wkt + LogGkt + wk + vkt

(4.3)

Dimana Pkt = kemiskinan untuk wilayah k pada periode t; W kt dan Gk seperti di
persamaan (4.1), wk = efek-efek yang tetap atau acak; dan vkt = term kesalahan.
Sudah cukup banyak studi empris dengan pendekatan analisis lintas Negara yang
menguji relasi antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dan hasilnya
menunjukkan bahwa memang ada suatu korelasi yang kuat antara kedua variable
ekonomi makro tersebut.
Akhir-akhir ini juga cukup banyak studi yang mencoba membuktikan adanya
pengaruh dari pertumbuhan output sektoral terhadap pengurangan jumlah orang
miskin. Dengan kata lain, kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan pertumbuhan
4
output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga dengan pertumbuhan output di sektorsektor ekonomi secara individu.
Studi dari Ravlon Datt (1996a,b) dengan memakai data dari India menemukan bahwa
pertumbuhan output di sektor-sektor primer, khususnya pertanian, jauh lebih efektif
terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan seckor-sektor sekunder. Sektor-sektor
sekunder tidak punya efek yang berarti terhadap penurunan kemiskinan di perdesaan
maupun di perkotaan.
Kakwani (2001) juga melaporkan hasil yang sama dari penelitiannya untuk kasus
Filipina. Dikatakan di dalam studinya bahwa, sementara peningkatan 1% output di
sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan
sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang sama dari output di sector industri
dan di sector jasa hanya mengakibatkan pengurangan kemiskinan 1/4% hingga 1/3%.
Studi dari ADB (1997) mengenai Negara-negara industri baru di Asia Tenggara
(NICs), seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura, yang hasil studinya
menunjukkan bahwa pertumbuhan output di sector industri manufaktur mempunyai
dampak positif yang sangat besar terhadap peningkatan kesempatan kerja dan
penurunan kemiskinan.
Hasan dan Quibria(2002) juga melakukan studi untuk menguji secar empris dampak
dari pola pertumbuhan output menurut sektor terhadap penurunan kemiskinan dengan
menggunakan data panel dari 45 negara di Asia Timur dan Selatan, Amerika Latin
dan Karibian, dan Afrika Sub-Sahara. Model yang digunakan untuk mengestimasi
pengaruh dari pertumbuhan PDB terhadap tingkat kemiskinan pada prinsipnya sama
seperti persamaan (4.3). Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan dan
pertumbuhan sektoral, mereka mengestimasi persamaan berikut ini:
LnP = a + b1LnY1 + b2LnY2 + b3LnY3 + u + R

(4.4)

Di mana P adalah kemiskinan yang didefinisikan sebagai suatu fraksi dari jumlah
populasi dengan pengeluaran konsumsi di bawah suatu tingkat pengeluran minimum
tertentu yang telah diterapkan sebelumnya atau garis kemiskinan; Y mewakili tingkat
output per kapita di tiga sektor; pertanian, industri pengolahan, dan jasa; sedangkan u
dan R adalah term kesalahan.
Hasan dan Quibria (2002) dengan modelnya memberi kesan bahwa ada korelasi
negative antara tingkat pendapatan dan kemiskinan: Semakin tinggi tingkat
pendapatan per kapita semakin rendah tingkat kemiskinan, dengan kata lain, Negaranegara dengan tingkat PN per kapita yang leblih tinggi cenderung mempunyai tingkat
kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan Negara-negara yang tingkat PN per
kapitanya lebih rendah. Nilai dari koefisien korelasi tersebut menurut empat wilayah
tersebut dijabarkan di table 4.1. Dapat dilihat bahwa elestisitas pertumbuhan
pendapatan dari kemiskinan untuk Asia Timur adalah tertinggi, disusul kemudian
oleh Amerika Latin, Asia Selatan, dan Afrika Sub-Sahara. Jadi, menurut hasil ini, 1%
5
kenaikan PN per kapita akan mengurangi kemiskinan 1,6% di Asia Timur dan 0,7%
di Afrika Sub-Sahara.
Tabel 4.1
Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Wilayah:
Estimasi Efek-Efek yang tetap
Asia Timur
Amerika
Asia
Afrika S-S
Latin
Selatan
LNC
-0,03
0,26*
0,31***
0,17*
(-0,76)
(1,79)
(3,31)
(1,72)
LnY
-1,60**
-1,13**
-0,82**
-0,71**
(-9,36)
(-6,11)
(-10.12)
(-4,53)
Adj R2
0,84
0,68
0,83
0,93
Observasi
70
107
67
48
Keterangan: Uji t statistik didasarkan pada kesalahan-kesalahan standar yang konsisten dengan heteroskedastic, ada di dalam
kurung *: berbeda nyata dari 0 pada 100% tingkat kepercayaan**: berada nyata dari 0 pada 1% tingkat
kepercayaan.
Sumber Gambar I di Hasan dan Quibria (2002)

Penemuan-penemuan dari Ravallion dan Dautt (1996a.b) dan Kakwani (2001)
memberi kesan bahwa ada suatu drajat yang besar dari variasi menurut negara dalam
dampak terhadap kemiskinan dari pertumbuhan output sektoral.
Hasan dan Quiriba juga mencoba menganalisis fenomena tersebut dengan memakai
data dari Negara-negara di dalam sampel mereka. Hasilnya dapat dilihat pada table
4.2.
Tabel 4.2
Kemiskinan dan Komposisi Sektoral dari Pertumbuhan:
Estimasi Efek-Efek yang tetap

Asia Timur
LNC
LnYpertanian
LnY industri
LnY jasa
Adj R2
Observasi

0,05
(0,66)
0,40
(0,75)
-1,31**
(-4,28)
0,02
(0,08)
0.84
70

Amerika
Latin
0,30*
(2,32)
-0,33
(-1,47)
0,28
(1,12)
-1,21**
(-4,88)
0,71
107

Asia
Selatan
0,36**
(3,95)
-1,17**
(-4,29)
-0,03
(-0,20)
-0,22
(-1,30)
0,87
67

Afrika S-S
0,08
(0,76)
-0,32**
(-3,05)
-0,03
(-3,31)
-0,16
(-1,55)
0,93
48

Penemuan utama dari studi mereka adalah bahwa pertumbuhan output di sektor
industri pengolahan mempunyai suatu dampak positif yang besar terhadap penurunan
kemiskinan hanya terbukti di Asia Timur. Pertumbuhan output industri 1%
mengurangi kemiskinan 1,3%. Sebaliknya, pertumbuhan output industri di Amerika
Latin dan Karibian berkorelasi positif dengan kemiskinan: semakin besar output di
sektor tersebut semakin anyak orang miskin; walaupun efek ini secara statistic tidak
6
signifikan. Sama seperti di Asia Timur, pertumbuhan output industri di Asia Selatan
dan Afrika Sub-Sahara juga mempunyai efek positif terhadap penurunan kemiskinan,
tetapi efeknya tidak signifikan. Pengaruh utama dari penurunan kemiskinan di Asia
Selatan dan Afrika Sub-Sahara adalah pertumbuhan output di sektor pertanian, sama
seperti penemuan Ravallion dan Datt (1996a,b) untuk India.
Hasil penelitian dari World Bank (2005) dilakukan terhadap 14 NSB di Afrika,
Amerika Selatan, dan Asia. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tren-tren dasar dalam kemiskinan dan pertumbuhan PDB di 14 NSB

Negara
Bangladesh
Bolivia
Brazil
Burkina Faso
El Salvador
Gana
India
Indonesia
Romania
Senegal
Tunisia
Uganda
Vietnam
Zambia
Sampel median

Survei
tahun1
1992
1989
1993
1994
1991
1992
1994
1996
1996
1994
1990
1992
1993
1991
-

Survei
tahun 2
2000
2002
2001
2003
2000
1999
2000
2002
2002
2001
2000
2002
2002
1998
-

Laju pertumbuhan
PDB/kapita ratarata per tahun (%)
3,09
1,17
1,47
2,25
2,54
1,63
4,18
-0,81
0.20
2,47
3,03
3,34
5,70
-2,26
2,36

Perubahan
Kemiskinan ratarata per tahun (%)
-2,78
-1,03
-2,27
-1,80
-5,39
-3,85
-3,84
0,67
6,05
-2,46
-3,76
-3,90
-7,76
1,29
-2,62

Keterangan:

data kemiskinan di Negara-negara tersebut didasarkan pada survey-survei pengeluaran
rumah tangga/konsumsi, terkecuali untuk Brazil, dan El Salvador, yang didasarkan pada
survey-survei pendapatan rumah tangga.
Sumber: World Bank (2005)

Seperti dugaan umum, penelitan ini menemukan adanya suatu korelasi positif dan
signifikan secara statistic antara perubahan-perubahan dalam kemiskinan dan
perubahan-perubahan dalam pertumbuhan (perbedaan-perbedaan dalam log) dengan
koefisien regresi -1,7. (lihat gambar di bawah). Ini artinya, secara rata-rata, untuk
setiap kenaikan PDB per kapita 1%, kemiskinan berkurang 1,7% selama periode
tersebut.
7
• Romania

•

-4

Zambia
Indonesia •
Bolivia •
Brazil •
Ghana•

• Burkina Faso
• Senegal
Tunisia •
• Bangladesh
Uganda •
• El Salvador
Vietnam•

Dari korelasi tersebut bisa dihitung elastisitas kemiskinan, yang umum digunakan di
dalam literature mengenai pembangunan ekonomi di NSB untuk mendapatkan variasivariasi di dalam sensitivitas dari penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan.
Elastisitas ini biasanya diinterpretasikan sebagai persentase perubahan kemiskinan untuk
suatu kenaikan 1% dalam laju pertumbuhan ekonomi. Dalam teori, elastisitas-elastisitas
kemiskinan memaberi kesan suatu pola peartumbuhan yang lebih efektif dalam
mengurangi kemiskinan karena kesenjangan yang berkurang dalam distribusi pendapatan
dan tingkat-tingkat yang rendah dari kesenjangan awal.
Dalam akhir 1990-an, term “pertumbuhan yang prokemiskinan” (disebut PPG) ini
menjadi terkenal saat banyak ekonom mulai menganalisis paket-paket kebijakan yang
dapat mencapai penurunan kemiskinan. PPG secara umum didefinisikan sebagai
pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskinan yang signifikan. Dalam
usaha memberikan relevansi analisis dan operasional terhadap konsep tersebut, di dalam
literature muncul dua pendekatan.
1. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti
mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proporsional.
Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin jika dibarengi dengan
suatu pengurangan kesenjangan; atau dalam perkataan lain, pangsa pendapatan dari
kelompok miskin meningkat bersamaan dengan peratumbuhan ekonomi.
2. Pendekatan kedua focus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari
kelompok miskin lewat perumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan
memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin untuk berpartisipasi
dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju penurunan kemiskinan.
Mempercepat laju PPG (pertumbuhan yang pro kemiskinan) mengharuskan tidak
hanya pertumbuhan yang lebih besar, tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar
kemampuan-kemampuan dari orang-orang miskin untuk mendapatkan keuntungan
dari kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi.
Dengan penekanan pada akselesari laju pengurangan kemiskinan, pendekatan ini
konsisten dengan komitmen masyarakat dunia terhadap tujuan pertama dari Mellinium
Development Goals (MDG), yakni pengurangan setengah dari proporsi dari masyarakat
8
di dunia yang hidup kurang dari 1 dolar AS per hari (disebut kemiskinan ekstrem) antara
tahun 1990 dan 2015.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan
menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan
ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran
dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin, (lihat gambar)

Pertumbuhan
ekonomi
(peningkatan output)

Peningkatan
kesempatan kerja

Pengurangan
kemiskinan (jumlah
orang miskin

Peningkatan
upah/gaji riil

D. BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Ada dua kelompok cara mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan
yakni: Axiomatic dan Stochastic dominance
Klompok Axiomatic terdiri dari tiga alat ukur:
a) The Generalized Entropy (GE)
b) Atkinson
c) Koefisien Gini.
Rumus GE dapat diuraikan sebagai berikut:
n
GE (α) = (1/( α2- α)│(1/n) ∑ (yi/Y)α – 1│
i=1
dimana n adalah jumlah individu (orang) di dalam sample, yi adalah pendapatan dari
individu (I = 1,2,….n) dan Y = (1/n ∑yi adalah ukuran rata-rata pendapatan. Nilai GE
terletak antara 0 sampai x. Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata
(pendaptan dari semua individu di dalam sample sama) dan 4 berarti kesenjangan
yang sangat besar. Parameter α mengukur besarnya perbedaan-perbedaan antara
pendapatan-pendapatan dari kelompok-kelompok yang berbeda di dalam distribusi
tersebut, dan mempunyai nilai riil.
Dari rumus di atas, didapat cara mengukur ketimpangan dari Atkinson sebagai
berikut:
A=1-
9

dimana ɛ adalah parameter ketimpangan, 0<ɛ<1: semakin tinggi nilai ɛ semakin
tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A mencakup dari 0 sampai 1, dengan
nol berarti tidak ada kepincangan dalam distribusi pendapatan.
Alat ukur ketiga dari pendekatan aksioma ini yang selalu digunakan di dalam setiap
studi-studi empris mengenai kesenjangan dalam pembagian pendapatan adalah
koefisien atau rasio Gini, yang formulanya sebagai berikut:
Gini =
Nilai koefisien Gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0: kemerataan
sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1
ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan, artinya satu orang
(atau satu kelompok pendapatan) di suatu Negara menikmati semua pendapatan
Negara tersebut.
Selain tiga alat ukur di atas, ada cara pengukuran lain yang umum digunakan oleh
Bank Dunia yaitu jumlah penduduk dikelompokkan menjadi 3 group:
40% penduduk dengan pendapatan rendah, dari jumlah penduduk
40% penduduk dengan pendapatan menengah, dari jumlah penduduk
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Menurut criteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan
dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah
menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan
sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah
pendapatan; sedangkan ketidakmerataan renah, apabila kelompok tersebut menerima
lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
Untuk mengukur kemiskinan, ada tiga indicator yang diperkenankan oleh Foster dkk
(1984) yang sering digunakan di dalam banyak studi empiris.
1. The incidence of provert: persentase populasi yang hidup di dalam keluarga
dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan. Indeksnya
sering disebut rasio H.
2. The depth of proverty: yang menggambarkan dalamnya kemiskinan di suatu
wilayah yang diukur dengan indeks Jarak Kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan
Poverty Gap Index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan
orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut
yang dapat dijelaskan dengan formula berikut:
Pa = (1/n) ∑i[(z – y)/z]a untuk semua yi <z
10
Indeks Pa ini sensitive terhadap distribusi jika a> 1. Bagian [(z – y)/z] adalah
perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke I
keluarga miskin (y) dalam bentuk suatu persentase dari garis kemiskinan.
Sedangkan bagian [(z – y)/z] a adalah persentase eksponen dari besarnya
pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan
dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
3. The severity of poverty yang diukur dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (IKK).
Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang
memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur
ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran di antara
penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut distributionally sensitive index
dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
Para peneliti kemiskinan lain tertarik pada dua factor lain, yaitu rata-rata besarnya
kekurangan pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi
pendapatan antarorang miskin. Dengan asumsi bahwa factor-faktor lain tetap
tidak berubah, tambah tinggi rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang
miskin tambah besar gap pendapatan antarorang miskin dan kemiskinan akan
bertambah besar.
Dari dasar pemikiran di atas, muncul Indeks Kemiskinan Sen, yang memasukkan
dua factor tersebut, yakni koefisien Gini dan rasio H:
S = H [I + (1-I) Gini]
di mana I adalah jumlah rata-rata deficit pendapatan dari orang miskin sebagai
suatu persentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang mengukur
ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari factor tersebut naik,
tingkat kemiskinan bertambah besar (yang diukur dengan S).
E. APAKAH KESENJANGAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA MENURUN?
Laporan tahun 2005 dari Bank Dunia menunjukkan bahwa menjelang akhir 1990-an
ada sekitar 1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di
dunia. Sebagian besar dari jumlah orang miskin tersebut terdapat di Asia Selatan
(43,5%) yang terkonsenterasi di India. Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan.
Afrika Sub-Sahara merupakan wilayah kedua di dunia yang padat orang misin
(24,3%). Kemiskinan di wilayah ini terutama disebabkan oleh iklim dan kondisi
tanah yang tidak mendukung kegiatan pertanian (kekeringan dan gersang), pertikaian
yang tidak henti-hentinya antarsuku, manajemen ekonomi makro yang buruk, dan
pemerintahan yang boborok. Wilayah ketiga yang terdapat banyak orang miskin
adalah di Asia Tenggara dan Pasifik (23,2%). Kemiskinan di Asia Tenggara terutama
terdapat di China, Lao PDR, Indonesia, Vietnam, Thailand dan Kamboja. Sisanya
terdapat di Amerika Latin dan Negara-negara Caribbean (6,5%), Eropa dan Asia
Tengah (2,0%) dan Timur Tengah dan Afrika Utara (0,5%).
11

Laporan Bank Dunia tersebut juga menunjukkan ada dua wilayah yang terjadi
pengurangan jumlah orang miskin, yakni di Asia Tenggara dan Pasifik dan di Timur
Tengah dan Afrika Utara, walaupun di wilayah yang terakhir ini jumlah
pengurangannya sangat kecil. Di Asia Tenggara dan Pasifik, jumlah orang miskin
yang berkurang hampir mencapai 150 juta jiwa. Pengurangan dalam jumlah yang
cukup besar ini dapat dilihat sebagai suatu konsekuensi logis dari proses
pembangunan ekonomi yang pesat di AsiaTenggara selama 1980-an. Sedangkan di
wilayah-wilayah kemiskinan lainnya tidak ada perbaikan. Di Afrika Sub-Sahara
kemiskinan bahkan bertambah lebih dari 60 juta jiwa.
Berdasarkan data SUSENAS 2004 dan garis kemiskinan dari BPS, Indonesia tidak
terlalu buruk dibandingkan banyak Negara lainnya itu. Namun, dengan memakai
garis kemiskinan Bank Dunia, terutama pengeluaran di bawah 2 dolar AS per hari,
diperkirakan sekitar 52,4% dari total populasi adalah miskin.
Tabel di bawah ini menyajikan data mengenai laju penurunan proporsi dari populasi
yang hidup di bawah garis kemiskinan (indeks HC di 14 negara). Vietnam memang
sangat menarik untuk diperhatikan dan digunakan sebagai suatu patok duga
(bencmarking) untuk mengkaji keberhasilan Indonesia dalam memerangi kemiskinan.
Tabel
Persentase kemiskinan (Indeks HC, awal 1990-an hingga awal 2000-an (%)
Negara
Awal 1990-an Awal 2000-an Perubahan per
tahun
Vietnam
58,1
28,9
-7,8
El Salvador
64,4
39,6
-5,4
Uganda
55,7
37,7
-3,9
Ghana
51,7
39,5
-3,8
India
36,0
28,6
-3,8
Tunisia
6,7
4,6
-3,8
Bangladesh
49,7
39,8
-2,8
Senegal
67,8
57,1
-2,5
Brasilia
61,6
51,4
-2,3
Burkina Faso
55,5
47,2
-1,8
Bolivia
76,9
67,2
-1.0
Indonesia
15,4
16,0
0,7
Zambia
68,9
75,4
1,3
Romania
20,1
28,9
6,1
Sumber: World Bank (2005)

Dapat dilihat, pada awal decade 90-an tingkat kemiskinan di Negara komunis ini
yang pembangunan ekonominya masih relative terbelakang di dalam konteks ASEAN
tercatat 58,1% dari jumlah populasinya, dan pada awal tahun 2000-an menurun
dengan laju sekitar 50%, atau rata-rata 7,8% per tahun selama periode itu.
Sedangkan di Indonesia kemiskinan bertambah dengan laju 0,7% per tahun selama
periode yang sama.
12

Di Indonesia pada awal decade 90-an sekitar 82,8% dari orang miskin terdapat di
perdesaan dan pada awal 2000-an menurun sedikit ke 72,3%. Persentase ini masih
lebih rendah dibandingkan misalnya Burkina Faso yang hampir mencapai 100%,
Bangladesh, Vietnam, dan Uganda (liha tabel dibawah)
Tabel Pangsa Kemiskinan di Perdesaan, awal 1990-an dan awal 2000-an (%)
Negara
Awal 1990-an Awal 2000-an Perubahan per
tahun
Vietnam
90,7
93,6
0,4
El Salvador
53,1
58,1
1,0
Uganda
94,4
96.1
0,2
Ghana
79,0
77,0
-0,4
India
78,6
79,0
0,1
Tunisia
75,4
79,4
0,5
Bangladesh
86,0
84,5
-0,2
Senegal
59,2
59,9
0,2
Brasilia
31,0
26,9
-1,8
Burkina Faso
96,1
92,4
-0,4
Bolivia
52,6
47,3
-0,8
Indonesia
82,8
72,3
-2,3
Zambia
75,0
72,3
-0,5
Romania
65,8
66,6
0,2
Sumber: World Bank (2005)

Namun demikian, di Negara-negara di mana pertumbuhan ekonomi perkotaan sangat
pesat, penurunan secara proporsional lebih nyata di perkotaan daripada di perdesaan.
Misalnya, liberalisasi perdaganan luar negeri, reformasi ekonomi yang berorientasi
pasar, insentif-insentif ekspor, pembangunan infrastruktur secara masif dan
pengingkatan SDM sangat menolong mengurangi kemiskinan sebesar 11% per tahun
di Vietnam antara 1993 dan 2002.
Dalam teori, liberalisasi perdagangan luar negeri atau penghapusan semua rintangan
(baik tariff maupun nontarif/NTBs) terhadap ekspor dan impor akan meningkatkan
perdagangan luar negeri, dan ekspor akan tambah naik dengan adanya insentifinsentif ekspor. Selanjutnya didukung oleh pembangunan infrastruktur dan SDM,
laju pertumbuhan kegiatan ekonomi akan meningkat yang berarti juga peningkatan
kesempatan kerja dan pendapatan, dan semua ini pada akhirnya akan berdampak
positif terhadap pengurangan kemiskinan. Reformasi ekonomi yang berorientasi
pasar yang berarti menghilangkan semua distorsi pasar akan membuat realokasi
semua sumber daya produksi ke kegiatan-kegiatan ekonomi produktif yang pada
akhirnya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat.
Di Indonesia yang terjadi sebaliknya: dalam periode 1990-an kemiskinan
meningkat akibat krisis ekonomi 1997/98, dan peningkatan tersebut lebih besar di
perkotaan daripada di perdesaan. Hal ini karena ekonomi yang didominasi oleh
13
sektor-sektor nonpertanian yang sangat tergantung pada impor, modal asing, dan
utang luar negeri lebih terpukul oleh krisis tersebut dibandingkan ekonomi perdesaan
yang didominasi oleh sector pertanian yang lebih tergantung pada sumber-sumber
daya produksi dalam negeri.
Selain angka kemiskinan (misalnya indeks HC), ada sejumlah indicator lainnya yang
dapat digunakan sebagai proxy dari kondisi kemiskinan di suatu Negara. Salah
satunya adalah tingkat kelaparan atau jumlah anak yang kurang gizi, seperti yang
dapat dilihat pada table di bawah ini, Indonesia masih belum tuntas dalam memerangi
anak kurang gizi, yang pada tahun 2003 tercatat 28% dari jumlah anak di bawah umur
lima (5) tahun.
Di lihat dari proporsi dari populasi di bawah tingkat konsumsi sehat minimum,
Indonesia jauh lebih baik daripada Vietnam. Namun demikian, laju perbaikan
kondisi ini cenderung lebih pesat di Vietnam daripada Indonesia.
Tabel Tingkat Kelaparan di Negara-negara ASEAN*
Anggota

Anak di bawah 5 tahun yang kurang gizi
(%), tahun terakhir
Total

Kamboja
Indonesia
Lao PDR
Malaysia
Myanmar
Filipina
Singapura
Thailand
Vietnam

45
28
28
40
11
32
28
3
18
28

Perempuan
46
-

Lelaki

Tahun

44
-

40
32
-

40
31
-

2000
2003
2005**
2000
2003
2003
2003
2000
1995
2003

Proporsi dari populasi di
bawah tingkat konsumsi
sehat minimum (%)
1990- 19952001-03
92
97
43
46
33
9
6
6
29
3
10
26
30
31

28
3
7
22
23
23

22
3
5
19
21
17

Pangsa dari quinitile
termiskin di dalam
konsumsi nasional
(tahun terakhir)
6,9 (1997)
8,4 (2002)
8,1 (2002)
4,4 (1997)
5,4 (2000)
5,0 (1998)
6,3 (2002)
7,5 (2002)

Keterangan: *) yang ada datanya; **)data SUSENAS
Sumber: ADB (database)

Pada awal orde baru tahun 1966, rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia hanya
sekitar 50 dolar AS per tahun, dan lebih dari 80% dari populasi hidup di pedesaan
atau sector pertanian, yang kebanyakan adalah petani kecil atau marjinal. Sekitar
60% dari anak-anak di Indonesia tidak bisa menulis dan membaca dan hampir 65%
dari penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan. Pada tahun 1969 pemerintah orde
baru mulai melaksanakan pembangunan dengan mencanangkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I) dan sejak itu dengan kebijakan
ekonomi terbuka, investasi dan bantuan keuangan luar negeri membanjiri Indonesia.
Dalam beberapa tahun saja inflasi yang sempat mencapai 650% menjelang jatuhnya
pemerintahan Soeharto dapat ditekan hingga 1 digit dan pertumbuhan ekonomi
meningkat, yang pada decade 1980-an hingga 1997 sesaat sebelum krisis terjadi,
Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun.
Pada tahun 1970 rata-rata per kapita PDB (dengan memakai nilai riil dalam dolar AS
1999) hanya 940 dan pada tahun 2000 sudah mendekati 3000 dolar AS (walupun
14
pada saat krisis tahun 1998 sempat mengalami suatu penurunan hingga sekitar 450
dolar AS). Pertumbuhan PDB yang tinggi rata-rata per tahun dengan didukung oleh
berbagai kebijakan dan program, terutama di bidang pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan pembangunan ekonomi pedesaan, juga membuat indicator-indikator
social, seperti jumlah bayi yang selamat dari 1000 bayi yang lahir, harapan hidup,
jumlah penduduk yang bisa membaca dan menulis, dan jumlah anak yang sekolah,
menunjukkan perbaikan yang sangat nyata selama periode orde baru.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan memberikan kontribusi yang
besar terhadap pengurangan kemiskinan (yang diukur dari jumlah orang yang hidup
di bawah garis kemiskinan sebagai suatu persentase dari jumlah penduduk) yang
terjadi setiap tahun selama periode orde baru. Seperti ditunjukkan oleh statistik dari
BPS pada tabel di bawah tingkat kemiskinan menurun secara signifikan.

Tahun

Tabel Keminskinan di Indonesia, 1976-2008*
Tingkat kemiskinan
Jumlah orang miskin
(%)
(juta orang)
Kota
Desa
Nasional
Kota
Desa
Nasional
38,8
40,4
40,1
10,0
44,2
54,2
30,8
33,4
33,3
8,3
38,9
47,2
29,0
28,4
28,6
9,5
32,8
42,3
28,1
26,5
26,9
9,3
31,3
40,6
23,1
21,2
21,6
9,3
25,7
35,0
20,1
16,1
17,4
9,7
20,3
30,0
16,8
14,3
15,1
9,4
17,8
27,2
13,4
13,8
13,7
8,7
17,2
25,9
13,4
19,8
17,5
9,4
24,6
34,0
21,9
25,7
24,2
17,6
31,9
49,5
19,4
26,0
23,4
15,6
32,3
48,0
14,6
22,4
19,1
12,3
26,4
38,7
9,8
24,8
18,4
8,6
29,3
37,9
14,5
21,1
18,2
13,3
25,1
38,4
13,6
20,2
17,4
12,2
25,1
37,3
12,1
20,1
16,7
11,4
24,8
36,1
11,7
19,98
15,97
12,4
22,7
35,1
13,5
21,8
17,8
14,5
24,8
39,3
12,5
20,4
16,6
13,6
23,6
37,2
....
....
15,4
....
....
34,96

1976
1978
1980
1981
1984
1987
1990
1993
1996
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008*
*
Keterangan: *)angka dibulatkan; **)perkiraan maret
Sumber BPS

Selain tingkat kemiskinan di Indonesia, ada dua hal lain yang juga harus diperhatikan
dalam membahas soal kemiskinan di Indonesia, yakni kedalaman kemsikinan dan
keparahan kemiskinan terhadap batas miskin (garis kemiskinan), sedangkan
15
keparahan kemiskinan menunjukkan ketimpangan pengeluaran dari penduduk paling
miskin atau yang makin jatuh di bawah garis kemiskinan. Semakin besar nilai kedua
indeks ini di sebuah negara mencerminkan semakin seriusnya persoalan kemiskinan
di negara tersebut. Data BPS (2005b) menunjukkan indeks kedalaman kemiskinan
(P1) di Indonesia mengalami penurunan setelah krisis ekonomi 1997/98 hingga 2005,
tetapi setelah itu cenderung meningkat kembali. Keadaan ini menandakan bahwa
antara tahun 1999 dan tahun 2005 di Indonesia terus terjadi penurunan besarnya ratarata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap batas miskin. Dalam kata
lain, rata-rata pengeluaran kaum miskin di Indonesia cenderung meningkat atau
mendekati garis kemiskinan (lihat tabel di bawah ini)
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Indonesia 1999-2007
Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Nasional
1999
3,52
4,84
4,33
2000
1,89
4,68
3,51
2001
1,74
4,68
3,42
2002
2,59
3,34
3,01
2003
2,55
3,53
3,13
2004
2,18
3,43
2.89
2005
2,05
3,34
2,78
2006 (Maret)
2,61
4,22
3,43
2007 (Maret)
2,15
3,78
2,99
Keparahan kemiskinan (P2) di Indonesia juga menunjukkan tren yang menurun.
Artinya selama periode tersebut ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di
Indonesia secara umum semakin berkurang atau kondisi ekonomi penduduk miskin
semakin membaik. Karena indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi
daripada di perkotaan, maka dengan sendirinya indeks keparahan kemiskinan di
perdesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan; bahkan lebih tinggi dibandingkan
pada tingkat nasional. Ini merupakan indikasi bahwa tingkat ketimpangan dalam
distribusi pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih besar daripada di
perkotaan.
Tabel Indeks Keparahan Kemsikinan (P2) di Indonesia 1999-2007
Tahun
Perkotaan
Perdesaan
Nasional
1999
0,98
1,39
1,23
2000
0,51
1,39
1,02
2001
0,45
1,36
0,97
2002
0,71
0,85
0,79
2003
0,74
0,93
0,85
2004
0,58
0,90
0,78
2005
0,60
0,89
0,76
2006 (Maret)
0,77
1,22
1,00
2007 (Maret)
0,57
1,09
0,84
Tabel berikut menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan juga terjadi di semua
provinsi, terkecuali pada masa krisis 1988-1999. Setelah itu ada beberapa provinsi
yang tingkat kemsikinannya mengalmai penurunan kembali, sedangkan di beberapa
16
provinsi lainnya masih terus memburuk. Variasi dalam perubahan kemiskinan
antarprovinsi ini disebabkan oleh perbedaan antarprovinsi dalam banyak hal, seperti
laju pertumbuhan ekonomi dan sifatnya (apakah padat tenaga kerja atau modal),
struktur ekonomi, kondisi infrastruktur, tingkat keparahan kritis yang dialami oleh
ekonomi provinsi, dan juga implementasi di tingkat provinsi dari program-program
anti kemiskinan, khususnya pada masa krisis, dari pemerintah pusat.
Tabel Kemiskinan menurut Provinsi, 1990-2006 (%)
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Irian Jaya Barat
Papua
Indonesia

1990
15,9
13,5
15,0
13,7
16,8
13,1
7,8
13,9
17,5
15,5
14,8
11,2
23,2
24,1
27,6
21,2
14,9
10,8
15,1

1993
13,5
12,3
13,5
11,2
13,4
14,9
13,1
11,7
5,7
12,2
15,8
11,8
13,3
9,5
19,5
21,8
25,1
20,9
18,6
13,8
11,8
10,5
9,0
10,8
23,9
24,2
13,7

1996
10,8
10,9
8,8
7,9
9,1
10,7
9,4
10,7
2,5
9,9
13,9
10,4
11,9
4,3
17,6
20,6
22,0
11,2
14,3
9,2
10,6
8,2
8,0
8,5
19,5
21,2
17,5

1999
14,8
16,7
13,2
14,0
26,6
23,5
19,8
29,1
4,0
19,8
28,5
26,1
29,5
8,5
33,0
46,7
26,2
15,1
14,4
20,2
18,2
28,7
18,3
29,5
46,1
54,8
23,4

2002
29,8
15,8
11,6
13,6
13,2
22,3
22,7
24,1
11,6
3,4
13,4
23,1
20,1
21,9
9,2
6,9
27,8
30,7
15,5
11,9
8,5
12,2
11,2
24,9
15,9
24,2
32,1
34,8
14,0
41,8
18,2

2005
28,7
14,7
10,9
12,5
11,9
21,01
22,2
21,4
9,7
10,97
3,6
13,1
20,5
18,95
19,95
8,9
6,7
25,9
28,2
14,2
10,7
7,2
10,6
9,3
21,8
14,98
21,5
29,05
32,3
13,2
40,8
15,97

2006
28,
15,01
12,5
11,9
11,4
20,99
23,0
22,8
10,9
12,2
4,6
14,5
22,2
19,2
21,1
9,8
7,1
27,2
29,3
15,2
11,0
8,3
11,4
11,5
23,6
14,6
23,4
29,1
20,7
33,03
12,7
41,3
41,5
17,8

Pertumbuhan ekonomi adalah satu faktor yang sangat penting bagi penurunan
kemiskinan, tetapi bukan satu-satunya penentu. Kebijakan-kebijakan yang ”pro
kemiskinan” sangat diperlukan agar pertumbuhan ekonomi bersifat PPG
(pertumbuhan yang pro kemiskinan) yakni yang mempunyai suatu dampak positif
17
yang berarti bagi pengurangan kemiskinan, terutama kebijakan-kebijakan yang
produktif, seperti perluasan akses bagi semua orang ke pendidikan (khususnya
pendidikan dasar) dan pelayanan kesehatan, peningkatan kesempatan kerja, dan
pembangunan sektor pertanian serta ekonomi perdesaan.
Jumlah pengeluarlan konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah
pendapatan yang diterimanya, bisa lebih besar atau lebih kecil.
Misalnya,
pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengerluaran konsumsinya juga besar;
karena ada tabungan. Sedangkan, jika jumlah pendapatannya rendah tidak selalu
berarti jumlah konsumsinya juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit bank
untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya untuk beli rumah dan
mobil, dan untuk membiayai sekolah anak bahkan untuk liburan.
Dengan mengikut sertakan pola distribusi pendapatan sebagai suatu variabel yang
juga harus diamati perkembangannya selama proses pembangunan berjalan, maka
pembangunan ekonomi di Indonesia selama itu dapat dikatakan berhasil sepenuhnya
apabila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan
kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil.
Secara teoriti, perubahan pada distribusi pendapatan di perdesaan dapat disebabkan
oleh faktor-faktor berikut ini:
1. Akibat arus penduduk/tenaga kerja dari perdesaan ke perkotaan yang selama orde
baru berlangsung sangat pesat. Sesuai teori A.Lewis (1954), perpindahan orang
dari perdesaan ke perkotaan memberi suatu dampak positif terhadap
perekonomian di perdesaan: kesempatan kerja produktif, tingkat produktivitas dan
pendapatan rata-rata masyarakat di perdesaan meningkat. Sedangkan, ekonomi
perkotaan pada suatu saat akhirnya tidak mampu menampung suplai tenaga kerja
yang meningkat terus menerus, yang sebagian besar adalah pendatang dari
perdesaan, yang akhirnya berakibat pada peningkatan pengangguran, di satu
pihak, dan menurunnya laju pertumbuhan tingkat upah/gaji, dipihak lain.
2. Struktur pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di perdesaan dengan di
perkotaan. Di perdesaan jumlah sektor relatif lebih kecil (dilihat dari jumlah unit
usaha di dalam dan output yang dihasilkan oleh sektor) dibandingkan sektorsektor yang sama di perkotaan. Perbedaan ini ditambah dengan tingkat
pendapatan per kapita di perdesaan yang lebih rendah daripada di perkotaan
membuat struktur pasar di perdesaan jauh lebih sederhana daripada diperkotaan.
Struktur pasar yang sederhana ini membuat distorsi pasar juga relatif kecil
(kesempatan berusaha bagi individu lebih besar) di perdesaan dibandingkan di
perkotaan.
3. Dampak positif dari proses pembangunan nasional, dampat tersebut bisa dalam
beragam bentuk, di antaranya sebagai berikut:
a. Semakin banyak kegiatan ekonomi di perdesaan di luar sektor pertanian,
seperti industri manufaktur (kebanyakan dalam skala kecil, atau industri
rumah tangga, perdagangan, perbengkelan dan jasa lainnya, dan bangunan).
Diversifikasi ekonomi perdesaaan ini tentu menambah jumlah kesempatan
kerja di perdesaan dan juga menambah pendapatan petani.
18
b. Tingkat produktivitas dan pendapatan riil tenaga kerja di sektor pertanian
meningkat, bukan saja akibat arus menusia dari sektor tersebut ke sektorsektor lainnya di perkotaan (seperti di dalam teori A.Lewis), tetapi juga
akibat penerapan/pemakaian teknologi baru dan penggunaan input-input
yang lebih baik, seperti misalnya pupuk hasil pabrik dan permintaan pasar
domestik serta ekspor terhadap komoditas-komoditas pertanian
meningkat.
c. Potensi SDA yang ada di perdesaan semakin baik, dimanfaatkan oleh
penduduk desa (pemakaian semakin optimal)
d. Pengaruh pembangunan teknologi informasi.
F. PERTANIAN SUMBER UTAMA KEMISKINAN?
Kemiskinan adalah suatu fenomena atau proses multidimensi, yang artinya
kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor (World Bank, 2000), Namun, di Indonesia
kemiskinan merupakan suatu fenomena yang erat kaitannya dengan kondisi sosial
ekonomi di perdesaan pada umumnya dan disektor pertanian pada khususnya. Oleh
sebab itu, fenomena kemiskinan di Indonesia tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa
memahami fenomena kemiskinan di perdesaan atau di sektor pertanian. Pernyataan
ini didukung oleh banyak faktor. Pertama, sebagian besar dari jumlah kesempatan
kerja di Indonesia masih terdapat di perdesaan (lihat tabel dibawah), dan dari jumlah
itu sebagian besar bekerja di pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani (lihat
tabel). Sedangkan yang bekerja di sektor industri sangat kecil porsinya, karena
memang sebagian besar industri di Indonesia, terutama yang sifatnya footlose, seperti
elektronik, mesin, dan tekstil, serta pakian jadi, berada di daerah perkotaan atau
pinggir kota-kota besar, seperti Jabotabek, Medan, Semarang, dan Makassar.
Industri-industri seperti ini lebih tergantung pada pasar output daripada lokasi sumber
daya alam dan untuk kebutuhan tenaga kerja mereka bisa dengan mudah didapat di
daerah perkotaan. Sektor terbesar menyerap tenaga kerja di Indonesia ini adalah
pertanian.
Tabel Distribusi Kesempatan Kerja menurut Daerah di Indonesia,
1990-2003 (%)
Wilayah
1990
1995
2000
2003
Perdesaan
75
67
62
60
Perkotaan
25
33
38
40
Sumber BPS

Tabel Kesempatan Kerja di Perdesaan menurut Sektor di Indonesia,
1990-2003
Sektor
1990
1995
2000
2003
Pertanian
70
60
66
68
Industri
9
11
10
9
Jasa
21
29
34
23
Sumber BPS

Masih dominannya sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja juga masih
terlihat jelas pada tingkat nasional (lihat tabel di bawah), walaupun cenderung
19
menurun terus. Penurunan daya serap pertanian terhadap pertumbuhan tenaga kerja
relatif dibandingkan sektor-sektor lain juga terjadi dibanyak negara lainnya, yang
merupakan salah satu ciri dari proses transformasi ekonomi yang terjadi seiring
dengan proses pembangunan ekonomi jangka panjang.
Tabel Penyerapan Tenaga Kerja menurut Sektor di Indonesia, 1990 – 2003 (%)
Sektor
1971
1980
1985
1990
1995
2000
2003
Pertanian
67,04
56,3
54,66
55,87
43,98
45,28 46,26
Industri
6,92
9,14
9,24
10,14
12,64
12,96 12,04
Pertambangan
0,21
0,76
0,67
0,7
0,8
0,58
0,98
Lainnya
25,83
33,80
35,39
33,29
42,58
41,18 40,72
Sumber BPS

Konsisten dengan fakta di atas, posisi pertanian masih sangat krusial sebagai sumber
pendapatan di Indonesia. Di perdesaan, pada pertengahan 1995 tercatat sebanyak
46,3% dari RT di perdesaan tergantung pada pertanian sebagai sumber pendapatan
satu-satunya, dan pertanian merupakan sumber pendapatan terbesar bagi sekitar
13,2% RT di perdesaan yang bergabung pada lebih dari satu sumber pendapatan.
Bahkan di perkotaan ada sekitar 6% dan 2,6% dari jumlah RT yang sumber
pendapatannya, masing-masing, hanya dan sebagian besar dari pertanian (lihat tabel)
Tabel Pendapatan Keluarga menurut Sumber di Indonesia, 1995 (%)
Sumber
Nasional
Perdesaan
Perkotaan
Semua:
- Pertanian
- NonPertanian
Kombinasi:
- Sebagian besar pertanian
- Sebagian besar nonpertanian

24,9
52,5
22,6
9,9
12,7

46,3
27,4
26,3
13,2
13,1

6,0
84,0
10,0
2,6
7,4

Sumber BPS

Fakta kedua, dan ini lebih langsung lagi menunjukkan betapa pentingnya
pertumbuhan pendapatan di pertanian bagi upaya pengurangan kemiskinan di
Indonesia, adalah bahwa sebagian besar dari penduduk miskin di Indonesia bekerja di
pertanian, seperti yang ditunjukkan oleh data SUSENAS pada tabel di bawah ini.
Pada tahun 1996, tercatat hampir 69% dari jumlah keluarga miskin di Indonesia
memiliki sumber pendapatan di pertanian, baik sebagai petani (dengan lahan atau
tanpa lahan sendiri) maupun buruh (lepas atau kontrak), dan pada tahun 2002
porsinya sekitar 67%.
Tabel Distribusi Keluarga Miskin menurut Pekerjaan Utama/Sumber Pendapatan,
1996 – 2002 (%)
Sektor
1996
1998
1999
2000
2001
2002
Pertanian
68,5
56,7
58,4
51,7
63,0
67,4
Industri
6,7
7,4
8,7
13,8
11,9
10,3
Jasa
24,7
35,9
32,9
34,5
25,1
22,3
Sumber BPS
20
Bahkan, suatu hal yang menarik seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut di bawah
ini, adalah bahwa kegiatan pertanian mempunyai suatu peran yang dominan sebagai
sumber pendapatan bagi banyak keluarga miskin di daerah perkotaan. Bisa di lihat di
pinggiran kota Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, banyak keluarga miskin menaman
berbagai jenis komoditas pertanian di lahan yang sempit di pinggir sungai dan
menjualnya setiap hari ke pasar-pasar terdekat, yang merupakan sumber pendapatan
mereka satu-satunya.
Sektor
Pertanian
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan
Industri
Listrik
Konstruksi
Pedagangan
Transportasi
Keuangan
Jasa-jasa
Lainnya

Perkotaan
31,11
0,23
1,48
1,25
12,17
0,10
9,67
14,06
8,94
0,69
8,14
0,04

Perdesaan
69,09
1,34
2,23
0,49
4,98
0,02
3,63
5,00
2,73
0,08
2,40
0,06

Semua bukti empris ini merefleksi suatu hal yang jelas, yakni penduduk di sektor
pertanian pada umumnya selalu lebih miskin dibandingkan penduduk yang sumber
pendapatan utamanya dari sektor-sektor lainnya, terutama industri manufaktur,
keuangan, dan perdagangan; walaupun pendapatan bervariasi menurut subsektor atau
kelompok usaha di dalam masing-masing sektor tersebut. Sekarang pertanyaannya
adalah: kenapa lebih banyak kemiskinan di pertanian daripada di sektor-sektor
lainnya? Tidak sulit untuk mendapatkan jawabannya, di antaranya adalah karena
distribusi lahan yang timpang, pendidikan petani dan pekerja yang rendah, sulitnya
mendapatkan modal, dan nilai tukar petani yang terus menurun.
Tabel Orang Miskin di Indonesia

Dari setiap 100 orang Indonesia

Dari setiap 100 orang miskin

* 57 tinggal di perdesaan
* 44 tidak mempunyai akses ke air bersih
* 49 tidak punya akses ke sanitasi yang baik
* 28 punya rumah tangga dengan lebih dari 5
anggota
* 43 punya pendidikan lebih rendah dari pendidikan dasar
* 11 tidak bisa membaca dan menulis
* 44 kerja di pertanian
* 60 kerja di sektor informal
*16 kerja sebagai pekerja keluarga tidak dibayar
* 42 tingal di desa-desa yang tidak punya SMP
dan SMA
* 36 tinggal di desa-desa tanpa akses ke telepon
* Dari mereka yang umurnya di bawah 5 tahun,
25 kurang gizi dan 32 dilahirkan tanpa bidan

* 69 tinggal di perdesaan
* 52 tidak mempunyai akses ke air bersih
* 73 tidak punya akses ke sanitasi yang baik
* 48 punya rumah tangga dengan lebih dari 5
anggota
* 55 punya pendidikan lebih rendah dari
pendidikan dasar
* 16 tidak bisa membaca dan menulis
* 64 kerja di pertanian
* 75 kerja di sektor informal
* 22 kerja sebagai pekerja keluarga tidak dibayar
* 50 tingal di desa-desa yang tidak punya SMP dan
SMA
* 49 tinggal di desa-desa tanpa akses ke telepon
* Dari mereka yang umurnya di bawah 5 tahun, 25
kurang gizi dan 32 dilahirkan tanpa bidan
21
berpendidikan

berpendidikan

Beberapa penyebab petani Indonesia selalu miskin adalah:
1. Transformasi struktural yang massive yang dialami oleh perekonomian Indonesia
sejak awal orde baru, dari sebuah ekonomi di mana sektor pertanian mempunyai
suatu peran dominan di dalam PDB ke sebuah ekonomi di mana kontribusi output
dari sektor ini terhadap pembentukan PDB semakin lemah. Sementara itu porses
perubahan struktural di pasar tenaga kerja berjalan lebih lambah akibat
terbatasnya kemampuan dari sektor-sektor nonpertanian dalam menciptkan
kesempatan kerja baru relatif terhadap laju pertumbuhan rata-rata dalam
menciptakan tenaga kerja baru atau laju peralihan dari pertanian.
2. Ketimpangan dalam distribusi lahan.
3. Tingkat pendidikan petani yang pada umumnya rendah
4. Kurang modal
5. Tata Niaga yang merugikan petani
6. Kurangnya perhatian serius terhadap kesejahteraan petani.
7. Pradoks produktivitas, sistem agrobisnis di Indonesia menempatkan posisi petani
terjepit di antara dua kekuatan eksploitasi ekonomi. Pada faktor produksi, petani
menghadapi kekuatan monopolistis. Di sisi lain, saat menjual hasil produksinya,
petani menghadapi kekuatan monopsonistis. (pada usaha tani,nilai tambah yang
dinikmati petani diperkecil struktur nonusaha tani yang bersifat dispersal,
asimetris, dan cenderung terdistorsi. Penurunan harga di tingkat konsumen
dengan cepat dan sempurna ditransmisi kepada petani. Sebaliknya, kenaikan
harga ditransmisikan dengan lambat dan tidak sempurna. Selain itu, informasi
pasar, seperti preferensi konsumen, dimanfaatkan untuk mengeksploitasi petani.
Terjadilah apa yang disebut paradoks produktivitas.... Porsi terbesar nilai
tambah peningkatan produktivitas usaha tani dinikmati mereka yang di luar
usaha tani. Akibatnya, tingkat pendapatan riil petani kian tertinggal jauh dari
pendapatan mereka yang ada pada sektor nonushatani.)
8. Petani Indonesia tidak terorganisir dengan baik dan tidak punya inforamsi yang
lengkap atau database mengenai perkembangan produksi padi dan pergerakan
harganya. Petani padi India, Thailand dan Vietnam memiliki kedua hal tersebut,
meski harga pupuk di ketiga negara tersebut sedang naik, mereka tetap bisa
mengekspor beras ke Indonesia sebab mereka selalu surplus.
9. Rendahnya harga jual yang diterima petani di satu sisi, dan di sisi lain tingginya
biaya produksi yang dibayar petani.
Perbedaan antara pemasukan dan
pengeluaran tersebut bisa diukur dengan rasio yang disebut nilai tukar petani
(NTP). Yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilai tukar suatu barang dengan
barang lain, jadi suatu rasio harga (nominal atau indeks) dari dua barang yang
berdeda. NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dan
indeks harga yang dibayar petani (IB) untuk input-input yang digunakan untuk
bertani, misalnya pupuk, pestisida, tenaga kerja, irigasi, bibit, sewa traktor; dan
lainnya. Berdasarkan rasio ini, maka jelas bahwa kesejahteraan petani akan
meningkat apabila selisih antara hasil penjualannya (IT) dan biaya produksinya
(IB) bertambah besar, atau nilai tambah (NT)-nya meningkat. Jadi besar kecilnya
NT petani ditentukan oleh besar kecilnya NTP
10. Harga pupuk yang bagi banyak petani padi terlalu mahal. (terjadi akibat distorsi di
dalam pendistribusiannya)
22
11. Naiknya bahan bakar minyak (BBM)
Satu-satunya cara yang bisa mendorong NTP naik atau paling tidak mengurangi
kecepatan merosotnya adalah pemerintah lewat kebijakan perberasannya.
G KEBIJAKAN ANTI-KEMISKINAN
Kebijakan memengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, lewat
sejumlah faktor yang menengahi. Dibawah ini digambarkan suatu hubungan alamiah
antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan, dan penurunan kemiskinan.
Kebijakan

Pertumbuhan
Perekonimian
Pertumbuhan
Ekonomi

Penurunan
Kemiskinan
Pertumbuhan
propemerataann

Kelembagaan

Gambar Hubungan antara Kelembagaan, Kebijakan, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Penurunan Kemiskinan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan ”Tujuan Pembangunan Abad
Milenium” (Millennium Development Goals; MDGs) yang harus dicapai 191 negara
anggotanya pada tahun 2015. Ada delapan (8) target yang harus dicapai yang salah
satunya fokus langsung terhadap permasalahan kemiskinan. Kedelapan target
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem.
-> Mengurangi hingga setengah jumlah orang yang hidup dengan biaya kurang
dari satu (1) dolar AS pe hari.
-> Mengurangi hingga setengah proporsi penduduk dunia yang menderita
kelaparan.
2. Mencapai pendidikan dasar secara universal.
-> Memastikan bahwa semua anak lelaki dan perempuan menyelesaikan
pendidikan dasar.
3. Meningkatkan kesetaraan jender dan memberdayakan wanita.
-> Menghilangkan kesenjangan jender di tingkat sekolah dasar dan sekolah
lanjutan tingkat pertama, kalau bisa pada 2005, dan paling lambat 2015.
4. Mengurangi tingkat kematian anak.
-> Mengurangi hingga dua pertiga (2/3) tingkat kematian bagi anak-anak di
bawah usia lima (5) tahun.
5. Memperbaiki kesehatan ibu.
-> Mengurangi hingga tiga perempat(3/4) tingkat kematian ibu.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya.
23
-> Menghentikan dan mulai mencegah penyebaran HIV/AIDS.
-> Menghentikan dan mulai mencegah wabah malaria dan penyakit utama
lainnya.
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup.
-> Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkesinambungan lewat kebijakankebijakan dan penyusunan program-program, mencegah kerusakan sumber
daya alam (SDA)
-> Mengurangi hingga setengah (1/2) proporsi penduduk yang tidak memiliki
akses terhadap air bersih untuk diminum.
-> Mencapai secara signifikan perbaikan hidup dari setidaknya 100 juta
penduduk dunia yang hidup di daerah-daerah kumuh pada 2020.
8. Membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan.
-> Menciptakan lebih jauh sistem perdagagan dan keuangan lewat sebuah
peraturan internasional, menciptakan aturan yang tidak diskriminatif dan bisa
diterapkan di semua negara. Di dalam hal ini, tidak termasuk adanya sebuah
komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang baik, program
pembangunan, dan program pengurangan kemiskinan (di tingkat nasional
maupun internasional)
-> Menyusun daftar-daftar kebutuhan khusus yang paling diperlukan oleh
negara-negara paling terbelakang. Di dalam konteks ini, di antaranya
termasuk pembebasan tarif atau kuota atas ekspor negara terbelakang;
meningkatkan porsi utang yang dihapuskan, penghapusan utang pemerintah
secara bilateral; dan memberikan bantuan pemerintahan yang sifatnya lebih
berupa kemurahan hati pada negara terbelakang dalam rangka pengurangan
kemsikinan.
-> Menyususun daftar kebutuhan bagi daerah terpencil dan negara-negara
berkembang yang sangat kecil ukurannya dari segi jumlah penduduk dan luas
wilayah.
-> Mengupayakan secara komprehensif utang-utang negara berkembang lelwat
perangkat nasional dan internasional agar utang tidak lagi menjadi beban.
-> Meningkatkan keja sama dengan perusahaan farmasi agar tersedia akses bagi
warga termiskin di negara berkembang untuk mendapatakn obat-obatan.
-> Kerja sama dengan sektor swasta dalam rangka penyebaran teknologi,
terutama teknologi informasi dan komunikasi, bagi semua negara yang paling
membutuhkan.
Intervensi pemerintah dalam jangka pendek yang dapat dilakukan dalam
memerangi kemiskinan adalah:
1. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan.
Pembangunan pertanian, usaha kecil dan ekonomi perdesaan dapat
didorong lewat misalnya; pemberian kredit mikro dan fasilitas-fasilitas
lainnya yang mempermudah proses produksi, penyediaan bahan baku dan
input-input produksi lainnya, dan pemasaran dan pengembangan proyekproyek yang selain padat karya juga mempunyai keterkaitan produksi ke
belakang maupun ke depan dengan sektor pertanian pada khususnya dan
perkekonomian perdesaan pada umumnya.
24
2. Manajemen lingkungan dan SDA.
3. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan
keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan, dan proteksi
sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial).
Intervensi pemerintah dalam jangka menengah dan jangka panjang untuk
memerangi kemiskinan adalah:
1. Pembangunan/penguatan sektor swasta.
Peranan aktif sektor ini sebagai motor utama penggerak ekonomi/sumber
pertumbuhan dan penemu daya saing perekonomian nasional harus
ditingkatkan.
2. Kerja sama regional.
Hal ini menjadi sangat penting dalam kasus Indonesia sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Kerja sama yang baik dalam segala hal, baik
di bidang ekonomi, industri dan perdaganan, maupun nonekonomi, seperti
pembangunan sosial, bisa memperkecil kemungkinan meningkatnya gap
antara provinsi-provinsi yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak punya
(miskin) SDA.
3. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi.
Perbaikan manajemen pengeluaran pemerintah untu kebutuhan publik,
termasuk juga sistem administrasinya, sangat membantu usaha untuk
meningkatkan efektivitas biaya dari pengeluaran pemerintah untuk
membiayai penyediaan/pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas
umum, seperti pendidikan, kesehatan, olah raga, dan lain-lain.
4. Desesntralisasi
Tidak hanya desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan
strategi/kebijakan pembangunan ekonomi dan sosial di daerah sangat
membantu usaha pengurangan kemiskinan di dalam negeri. Karena hal
ini memberi suatu kesempatan besar bagi masyarakat daerah untuk aktif
berperan dan dapat menentukan sendiri strategi atau pola pembangunan
ekonomi dan sosial di daerah sesuai faktor-faktor keunggulan komparatif
dan kompetitif yang dimiliki masing-masing daerah.
5. Pendidikan dan kesehatan.
Tidak diragukan lagi, pendidikan dan kesehatan yang baik bagi semua
anggota masyarakat di suatu negara merupakan prakondisi bagi
keberhasilan dari kebijakan anti-kemiskinan dari pemerintah negara
tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan, terutama dasar, dan
pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari pemerintah, di
manapun juga, baik di negara-negara maju maupun NSB. Pihak swasta
bisa membantu dalam penyediaan tersebut, tetapi tidak mengambil alih
peranan pemerintah tersebut.
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan.
Sama seperti penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan, penyediaan air
bersih dan pembangunan perkotaan terutama pembangunan fasilitasfasilitas umum/utama, seperti pemukiman/perumahan bagi kelompok
masyarakat miskin, fasilitas sanitasi dan transportasi, sekolah, komplek
25
olah raga, dan infrastruktur fisik, seperti jalan raya, waduk, listrik dan
sebagainya, merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi tingkat
kemiskinan, terutama di perkotaan.
7. Pembangian tanah yang merata.
Pembagian tanah yang merata atau yang dikenal dengan land reform
terutama sangat krusial di NSB karena sebagai suatu sumber penting bagi
kehidupan di perdesaan. Lagi pula, banyak studi telah membuktikan
bahwa pemilik-pemilik kecil lebih efisien dalam menggunakan tanah
dibandingkan pemilik-pemilik besar, dan sistem bagi hasil, seperti yang
dipraktikkan secara luas di Indonesia, kurang efisien dibandingkan
pengolahan oleh pemilik sendiri.
Kebijakan anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya pengeluarlan
dalam APBN untuk membiayai program-program pemberantasan kemiskinan
di tanah air.
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pemberantasan Kemiskinan, sebagai
Suatu Persentase dari Pengeluaran Total dari Pemerintah Pusat 1994/95-2000
Bentuk Pengeluaran
Transfer Kas
Keuntungan dalam bentuk:
Subsidi beeras (operasi pasar khusus
(OPK)
Pelayanan kesehatan
Pendidikan
Penciptaan Kesempatan Kerja
Inpres Desa Tertinggal (IDT)
Prog. Pengembangan Kecamatan
Prog PengKemiskinan di Kota
Prog Pemb Daerah mengatasi krisis
ekonomi (skim kredit perdesaan)
Infrastruktur Perkotaan & Perdesaan
Padat Karya
Skim-skim Pinjaman
Lainnya
Total
Total Program Antikemiskinan
- Nilai (Rp trilliun)
- % daru PDB

94/95

97/98

98/99

99/00

2000

0,69

5,73

5,14

2,96

0,16
0,33
1,21
0,53

0,34
0,36
1,27
0,13

3,70
0,97
1,06
3,94

3,14
1,16
0,84
1,87

1,22
0,99
0,75
2,58

0,22

1,37
0,61

96/97
0,49

0,61
0,59

95/96

0,33
0,04

0,29
0,28

0,40
0,51
0,48
0,12
7,01

0,24
0,43
0,22
0,92
0,20
5,65

13,95
1,23

10,35
1,05

0,33

0,26

0,61

0,02

0,43

0,430

0,53

0,61
0,43
0,11

1,37

1,70

1,96

1,16
0,61
1,01
0,46
0,49
9,67

1,07
0,23

1,54
0,28

1,98
0,29

14,24
1,39

Pengeluarlan pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan adalah yang
terpenting.
Karena kedua fakktor ini sangat memengaruhi kemampuan
seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif dan penyebab
utama kemiskinan di Indonesia adalah karena banyak anggota masyarakat
yang berpendidikan rendah dan dengan kondisi kesehatan yang buruk.
26
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan di ASEAN
(% dari PDB)
Negara
Brunei Darussalam
Kamboja
Indonesia
Laos PDR
Malasya
Myammar
Filipina
Singapura
Thailand
Vietman

90
4,0
0,8
1,0
…
5,5
…
3,1
4,2
….
…

95
4,6
0,9
0,7
…
4,8
…
3,2
3,0
3,5
…

96
4,6
0,9
1,4
…
4,9
….
3,4
3,1
3,8
…

97
4,5
0,9
1,4
…
4,6
…
3,9
3,1
4,2
…

98
5,6
0,9
1,3
…
4,7
…
4,0
3,6
4,8
…

99
5,0
1,2
1,3
…
5,1
….
3,7
3,7
4,7
…

00
4,2
1,3
0,9
…
5,6
…
3,5
4,0
4,5
…

01
4,0
1,3
0,8
…
7,0
…
3,2
4,3
4,3
…

02
4,7
1,7
0,9
…
7,7
….
3,2
4,4
4,1
…

03
6,0
1,6
1,1
…
7,0
…
3,0
4,1
4,1
…

04
3,0
1,5
….
…
5,4
…
2,6
3,6
4,0
…

05
3,7
1,4
…
…
5,1
….
2,4
3,3
…
…

06
…
1,5
…
…
5,4
…
2,4
3,1
…
…

07
….
1,4
…
…
5,7
….
…
…
…
…

05
1,7
0,9
…
…
1,7
…
0,3
0,9
…
…

06
…
0,9
…
…
1,7
…
0,3
0,9
…
…

07
…
1,0
…
…
1,8
…
…
…
…
…

Sumber: ADB
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan di ASEAN
(% dari Total Pengeluaran Pemerintah)
Negara
Brunei Darussalam
Kamboja
Indonesia
Laos PDR
Malasya
Myammar
Filipina
Singapura
Thailand
Vietman

Sumber: ADB

90
1,6
1,5
0,3
…
1,5
…
0,7
1,0
…
…

95
2,3
0,3
0,6
…
1,2
…
0,4
1,2
1,2
…

96
2,3
0,5
0,4
…
1,4
…
0,5
1,2
1,3
…

97
2,3
0,4
0,5
…
1,3
…
0,6
1,1
1,5
…

98
2,9
0,4
0,6
…
1,4
…
0,5
1,4
1,5
…

99
2,5
0,6
0,6
…
1,5
…
0,5
1,3
1,4
…

00
2,1
0,9
0,3
…
1,5
…
0,4
1,0
1,3
…

01
2,0
0,8
0,2
…
1,8
…
0,4
1,2
1,7
…

02
2,0
1,0
0,2
…
1,7
…
0,4
1,1
1,3
…

03
2,5
0,9
0,4
…
2,1
…
0,3
1,5
1,3
…

04
1,3
0,9
…
…
2,0
…
0,3
1,0
1,4
…

More Related Content

What's hot

Beberapa analisis dalam ekonomi regional
Beberapa analisis dalam ekonomi regionalBeberapa analisis dalam ekonomi regional
Beberapa analisis dalam ekonomi regionalSugeng Budiharsono
 
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan Nursyidah alit
 
Analisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi RegionalAnalisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi RegionalDahlan Tampubolon
 
Statistika dasar penyajian data
Statistika dasar penyajian dataStatistika dasar penyajian data
Statistika dasar penyajian datanurwa ningsih
 
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan EkonomiTeori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomimsahuleka
 
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintahRatih Puji Astuti
 
Statistik_ Angka Indeks
Statistik_ Angka IndeksStatistik_ Angka Indeks
Statistik_ Angka IndeksPuja Lestari
 
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi dan PembangunanPertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi dan PembangunanDadang Solihin
 
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vmaWeek 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vmaYusinadia Sekar Sari
 
Perekonomian indonesia
Perekonomian indonesiaPerekonomian indonesia
Perekonomian indonesiaRere Mimi
 
Peran ekonomi pemerintah
Peran ekonomi pemerintahPeran ekonomi pemerintah
Peran ekonomi pemerintahSiti Sahati
 
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan PertanianKebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan PertanianCut Endang Kurniasih
 
Bab II pembangunan ekonomi komparatif
Bab II pembangunan ekonomi komparatifBab II pembangunan ekonomi komparatif
Bab II pembangunan ekonomi komparatifBambang Deswantoro
 
Pertemuan ii angka indeks
Pertemuan ii   angka indeksPertemuan ii   angka indeks
Pertemuan ii angka indeksEman Mendrofa
 
Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran Konsumsi MasyarakatPengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran Konsumsi Masyarakatwidya adhy
 

What's hot (20)

Beberapa analisis dalam ekonomi regional
Beberapa analisis dalam ekonomi regionalBeberapa analisis dalam ekonomi regional
Beberapa analisis dalam ekonomi regional
 
Teori lokasi dan terbentuknya kota
Teori lokasi dan terbentuknya kotaTeori lokasi dan terbentuknya kota
Teori lokasi dan terbentuknya kota
 
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Analisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi RegionalAnalisis potensi Ekonomi Regional
Analisis potensi Ekonomi Regional
 
Statistika dasar penyajian data
Statistika dasar penyajian dataStatistika dasar penyajian data
Statistika dasar penyajian data
 
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan EkonomiTeori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomi
 
Resume makro ekonomi bab 1-19 mankiw
Resume makro ekonomi bab 1-19 mankiwResume makro ekonomi bab 1-19 mankiw
Resume makro ekonomi bab 1-19 mankiw
 
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah8  dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
8 dasar teori perkembangan pengeluaran pemerintah
 
Statistika Dasar Pertemuan 2
Statistika Dasar Pertemuan 2Statistika Dasar Pertemuan 2
Statistika Dasar Pertemuan 2
 
Statistik_ Angka Indeks
Statistik_ Angka IndeksStatistik_ Angka Indeks
Statistik_ Angka Indeks
 
Ekonomi pertanian 2012
Ekonomi pertanian 2012Ekonomi pertanian 2012
Ekonomi pertanian 2012
 
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi dan PembangunanPertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan
 
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vmaWeek 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
Week 10 peranan sektor pertanian yusinadia sekar sari 11140023 5 vma
 
Perekonomian indonesia
Perekonomian indonesiaPerekonomian indonesia
Perekonomian indonesia
 
Peran ekonomi pemerintah
Peran ekonomi pemerintahPeran ekonomi pemerintah
Peran ekonomi pemerintah
 
Ekonomi regional
Ekonomi regionalEkonomi regional
Ekonomi regional
 
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan PertanianKebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian
 
Bab II pembangunan ekonomi komparatif
Bab II pembangunan ekonomi komparatifBab II pembangunan ekonomi komparatif
Bab II pembangunan ekonomi komparatif
 
Pertemuan ii angka indeks
Pertemuan ii   angka indeksPertemuan ii   angka indeks
Pertemuan ii angka indeks
 
Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran Konsumsi MasyarakatPengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
 

Viewers also liked

Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15agustinvidya
 
Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan Kesenjangan PendapatanKemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan Kesenjangan PendapatanRizqy Naharusshoimin
 
Krisis pedesaan dan keharusan reforma agraria
Krisis pedesaan dan keharusan reforma agrariaKrisis pedesaan dan keharusan reforma agraria
Krisis pedesaan dan keharusan reforma agrariaEpistema_Institute_5
 
statistik potensi desa indonesia 2014
statistik potensi desa indonesia 2014statistik potensi desa indonesia 2014
statistik potensi desa indonesia 2014Threea Stuffobia
 
Analisis data kemiskinan di indonesia 2013
Analisis data kemiskinan di indonesia 2013Analisis data kemiskinan di indonesia 2013
Analisis data kemiskinan di indonesia 2013Dewi Kartika
 
Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4
Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4
Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4niningharnani
 
Perubahan struktur perekonomian indonesia......
Perubahan struktur perekonomian indonesia......Perubahan struktur perekonomian indonesia......
Perubahan struktur perekonomian indonesia......rosita puspa
 
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 
Ekonomi - Kemiskinan
Ekonomi - KemiskinanEkonomi - Kemiskinan
Ekonomi - KemiskinanNur Az
 
Kondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di IndonesiaKondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di IndonesiaGlorya Sidabutar
 
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomiPerekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomihandy watung
 
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)Oswar Mungkasa
 

Viewers also liked (14)

Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
 
Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan Kesenjangan PendapatanKemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
 
Krisis pedesaan dan keharusan reforma agraria
Krisis pedesaan dan keharusan reforma agrariaKrisis pedesaan dan keharusan reforma agraria
Krisis pedesaan dan keharusan reforma agraria
 
statistik potensi desa indonesia 2014
statistik potensi desa indonesia 2014statistik potensi desa indonesia 2014
statistik potensi desa indonesia 2014
 
Analisis data kemiskinan di indonesia 2013
Analisis data kemiskinan di indonesia 2013Analisis data kemiskinan di indonesia 2013
Analisis data kemiskinan di indonesia 2013
 
Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4
Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4
Masalah masalah struktural dalam perekonomian indonesia 4
 
makalah pertanian
makalah pertanianmakalah pertanian
makalah pertanian
 
Perubahan struktur perekonomian indonesia......
Perubahan struktur perekonomian indonesia......Perubahan struktur perekonomian indonesia......
Perubahan struktur perekonomian indonesia......
 
Kemiskinan dan Kesenjangan (Perekonomian Indonesia BAB 3)
Kemiskinan dan Kesenjangan (Perekonomian Indonesia BAB 3)Kemiskinan dan Kesenjangan (Perekonomian Indonesia BAB 3)
Kemiskinan dan Kesenjangan (Perekonomian Indonesia BAB 3)
 
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia (Perekonomian Indonesia BAB 4)
 
Ekonomi - Kemiskinan
Ekonomi - KemiskinanEkonomi - Kemiskinan
Ekonomi - Kemiskinan
 
Kondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di IndonesiaKondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di Indonesia
 
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomiPerekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
 
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
 

Similar to Bab 4 kemiskinan dan KESENJANGAN PENDAPATAN

Kemiskinan dan kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan PendapatanKemiskinan dan kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan PendapatanEem Masitoh
 
Makalah Dampak Kemiskinan IPAS.docx
Makalah Dampak Kemiskinan IPAS.docxMakalah Dampak Kemiskinan IPAS.docx
Makalah Dampak Kemiskinan IPAS.docxByOneNet
 
Distribusi pendapatan nasional
Distribusi pendapatan nasionalDistribusi pendapatan nasional
Distribusi pendapatan nasionaldestaputranto
 
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN Dini Sri Rahayu
 
Pembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptx
Pembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptxPembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptx
Pembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptxElisabethPanggabeanS
 
Hubungan ekonomi dgn pengangguran
Hubungan ekonomi dgn pengangguranHubungan ekonomi dgn pengangguran
Hubungan ekonomi dgn pengangguranjohar
 
Penduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosial
Penduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosialPenduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosial
Penduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosialfaisalhasan48
 
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatanPertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatanmariatul qibtiyah
 
Perkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatan
Perkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatanPerkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatan
Perkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatanReinhart Tresnadiputra
 
7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat
7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat
7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatbayuajinugraha21
 
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxSKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxMustani98
 
Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)Restu Antika
 
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...Vinny Ariva
 
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan KetidakadilanPermasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan KetidakadilanRully Indrawan
 

Similar to Bab 4 kemiskinan dan KESENJANGAN PENDAPATAN (20)

Kemiskinan dan kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan PendapatanKemiskinan dan kesenjangan Pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan Pendapatan
 
Perekonomian indonesia
Perekonomian indonesiaPerekonomian indonesia
Perekonomian indonesia
 
Makalah Dampak Kemiskinan IPAS.docx
Makalah Dampak Kemiskinan IPAS.docxMakalah Dampak Kemiskinan IPAS.docx
Makalah Dampak Kemiskinan IPAS.docx
 
Distribusi pendapatan nasional
Distribusi pendapatan nasionalDistribusi pendapatan nasional
Distribusi pendapatan nasional
 
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
 
Pertemuan 11 - Pak Kartika
Pertemuan 11 - Pak KartikaPertemuan 11 - Pak Kartika
Pertemuan 11 - Pak Kartika
 
05.2 bab 2.docx
05.2 bab 2.docx05.2 bab 2.docx
05.2 bab 2.docx
 
05.2 bab 2.docx
05.2 bab 2.docx05.2 bab 2.docx
05.2 bab 2.docx
 
Pembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptx
Pembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptxPembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptx
Pembangunan dan Kemiskinan_materi 9.pptx
 
Hubungan ekonomi dgn pengangguran
Hubungan ekonomi dgn pengangguranHubungan ekonomi dgn pengangguran
Hubungan ekonomi dgn pengangguran
 
Penduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosial
Penduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosialPenduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosial
Penduduk dan sumber daya manusia , dasar ilmu sosial
 
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatanPertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Perkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatan
Perkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatanPerkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatan
Perkondo kemiskinan & kesenjangan pendapatan
 
7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat
7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat
7 kemiskinan dan kesenjangan pendapat
 
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxSKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
 
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
 
Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 6 restu antika 11140107 (5 v ma)
 
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
Pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat UMP terhadap tingkat kemiskinan Pro...
 
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan KetidakadilanPermasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
Permasalahan Pembangunan: kemiskinan dan Ketidakadilan
 
TUWEB 1.pptx
TUWEB 1.pptxTUWEB 1.pptx
TUWEB 1.pptx
 

More from xNet8

Negara Laos
Negara LaosNegara Laos
Negara LaosxNet8
 
Bab 7 apbn & uln
Bab 7 apbn & ulnBab 7 apbn & uln
Bab 7 apbn & ulnxNet8
 
Bab 6 kebijakan fiskal & moneter
Bab 6 kebijakan fiskal & moneterBab 6 kebijakan fiskal & moneter
Bab 6 kebijakan fiskal & moneterxNet8
 
Bab 5 pertanian dan ketahanan pangan
Bab 5 pertanian dan ketahanan panganBab 5 pertanian dan ketahanan pangan
Bab 5 pertanian dan ketahanan panganxNet8
 
Bab 3 pertumbuhan ekonomi
Bab 3 pertumbuhan ekonomiBab 3 pertumbuhan ekonomi
Bab 3 pertumbuhan ekonomixNet8
 
Bab 1 sistem ekonomi indonesia
Bab 1 sistem ekonomi indonesiaBab 1 sistem ekonomi indonesia
Bab 1 sistem ekonomi indonesiaxNet8
 
Bab 2 sejarah ekonomi indonesia
Bab 2 sejarah ekonomi indonesiaBab 2 sejarah ekonomi indonesia
Bab 2 sejarah ekonomi indonesiaxNet8
 

More from xNet8 (7)

Negara Laos
Negara LaosNegara Laos
Negara Laos
 
Bab 7 apbn & uln
Bab 7 apbn & ulnBab 7 apbn & uln
Bab 7 apbn & uln
 
Bab 6 kebijakan fiskal & moneter
Bab 6 kebijakan fiskal & moneterBab 6 kebijakan fiskal & moneter
Bab 6 kebijakan fiskal & moneter
 
Bab 5 pertanian dan ketahanan pangan
Bab 5 pertanian dan ketahanan panganBab 5 pertanian dan ketahanan pangan
Bab 5 pertanian dan ketahanan pangan
 
Bab 3 pertumbuhan ekonomi
Bab 3 pertumbuhan ekonomiBab 3 pertumbuhan ekonomi
Bab 3 pertumbuhan ekonomi
 
Bab 1 sistem ekonomi indonesia
Bab 1 sistem ekonomi indonesiaBab 1 sistem ekonomi indonesia
Bab 1 sistem ekonomi indonesia
 
Bab 2 sejarah ekonomi indonesia
Bab 2 sejarah ekonomi indonesiaBab 2 sejarah ekonomi indonesia
Bab 2 sejarah ekonomi indonesia
 

Recently uploaded

Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...OknaRyana1
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganlangkahgontay88
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppttami83
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxFrida Adnantara
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxMunawwarahDjalil
 

Recently uploaded (20)

Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).pptIntroduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
Introduction fixed asset (Aset Tetap).ppt
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
 

Bab 4 kemiskinan dan KESENJANGAN PENDAPATAN

  • 1. 1 KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN A. B. C. D. E. F. G. Permasalahan Pokok Hubungan antara Pertumbungan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Hubungan Antara Pertumbungan Ekonomi dan Kemiskinan Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan Apakah Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Menurun? Pertanian Sumber Utama Kemiskinan Kebijakan Anti-Kemiskinan A. PERMASALAHAN POKOK Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan (yang dimaksud dengan kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak NSB, tidak terkecuali di Indonesia. Dikatakan besar karena jika dua masalah ini berlarut-larut atau dibiarkan semakin parah, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan social yang sangat serius. Suatu pemerintahan bisa jatuh karena amukan rakyat miskin yang sudah tidak tahan lagi mengahadapi kemiskinannya. Bahkan kejadian tragedy Mei 1998 menjadi suatu pertanyaan (hipotesis) hingga sekarang: andaikan tingkat kesejahteraan masyarat di Indonesia sama seperti misalnya di Swiss, mungkinkah mahasiswa akan begitu ngotot berdemonstrasi hingga akhirnya membuat rezim Soeharto jatuh pada bulan Mei 1998? Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade tahun 1970-an, strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Soeharto lebih berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pembangunan terpusat di Pulau Jawa, dengan harapan akibat dari pembangunan itu akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah Indoneisa lainnya. Konsep pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa yang diharapkan akan membawa efek menetes ke seluruh tanah air, terbukti tetesannya sangat lambat. Akibat dari strategi pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa adalah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi, tetapi tingkat kesenjangan dalam pembagian PN juga semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak, bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi. Sejak pelita III strategi pembangunan mulai diubah, tidak lagi hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama daripada pembangunan. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah lewat pembanguan industri-isndustri padat karya, pembanguan pedesaan, dan modernisasi sector pertanian. Sayangnya, krisis ekonomi tiba-tiba muncul yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah pada pertengahan kedua
  • 2. 2 tahun 1997 dan sebagai salah satu akibat langsungnya, jumlah orang miskin dan gap dalam distribusi pendapatan di tanah air membesar, bahkan menjadi jauh lebih buruk dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis. B. HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN. Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di banyak NSB, terutama Negara-negara yang proses pembangunan ekonominya sangat pesat dan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada suatu korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan: smakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Jantti (1997) di dalam studinya membuat suatu kesimpulan bahwa semakin membesarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan di Negara-negara (Sweden, Inggris, AS dan beberapa Negara lainnya di Eropa Barat) disebabkan oleh pergeseran-pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakankebijakan publik. Dalam hal perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya saham pendapatan dari istri di dalam total pendapatan keluarga merupakan dua fackor penyebab penting. Literatur mengenai evolusi atau perubahan kesenjangan pendapatan pada awalnya didominasi oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data lintas Negara dan data deret waktu dari sejumlah survey/obsevasi di setiap Negara, Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi perdesaan ke suatu ekonomi perkotaan, atau dari ekonomi pertanian (tradisional) ke ekonomi industri-industri (modern): pada awal proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbansisasi dan industrialisasi, tetapi setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau “akhir” dari proses pembangunan ketimpangan menurun, yakni pada saat sector industri di perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar tenaga kerja yang datang dari perdesaan (sector pertanian), atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan. Sebagian besar studi-studi hipotesis Kuznets menunjukkan bahwa relasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi PN pada periode jangka panjang hanya terbuktu nyata untuk kelompok NM.
  • 3. 3 C. HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN. Dasar terori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan, seperti yang telah dibahas di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada awal dari proses pembangunan, tinkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan antara lain: -Pertumbuhan pendapatan, -derajat pendidikan tenaga kerja, -dan struktur ekonomi. Dasar persamaan untuk menggambarkan relasi antara pertumbuhan output agregat dan kemiskinan dapat diambil dari persamaan berikut: Log Gkt = a + bLogWkt + ak + Skt (4.1) Dalam persamaan tersebut, elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen kunci dari perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan. Apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari ketimpangan terhadap pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan dengan d, maka di dapat persamaan sebagai berikut: 1 = g + bd (4.2) Untuk mendapatkan elastisitaas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai variable yang dapat dikontrol) digunakan persamaan sebagai berikut: Log Pkt = w + Log Wkt + LogGkt + wk + vkt (4.3) Dimana Pkt = kemiskinan untuk wilayah k pada periode t; W kt dan Gk seperti di persamaan (4.1), wk = efek-efek yang tetap atau acak; dan vkt = term kesalahan. Sudah cukup banyak studi empris dengan pendekatan analisis lintas Negara yang menguji relasi antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dan hasilnya menunjukkan bahwa memang ada suatu korelasi yang kuat antara kedua variable ekonomi makro tersebut. Akhir-akhir ini juga cukup banyak studi yang mencoba membuktikan adanya pengaruh dari pertumbuhan output sektoral terhadap pengurangan jumlah orang miskin. Dengan kata lain, kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan pertumbuhan
  • 4. 4 output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga dengan pertumbuhan output di sektorsektor ekonomi secara individu. Studi dari Ravlon Datt (1996a,b) dengan memakai data dari India menemukan bahwa pertumbuhan output di sektor-sektor primer, khususnya pertanian, jauh lebih efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan seckor-sektor sekunder. Sektor-sektor sekunder tidak punya efek yang berarti terhadap penurunan kemiskinan di perdesaan maupun di perkotaan. Kakwani (2001) juga melaporkan hasil yang sama dari penelitiannya untuk kasus Filipina. Dikatakan di dalam studinya bahwa, sementara peningkatan 1% output di sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang sama dari output di sector industri dan di sector jasa hanya mengakibatkan pengurangan kemiskinan 1/4% hingga 1/3%. Studi dari ADB (1997) mengenai Negara-negara industri baru di Asia Tenggara (NICs), seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura, yang hasil studinya menunjukkan bahwa pertumbuhan output di sector industri manufaktur mempunyai dampak positif yang sangat besar terhadap peningkatan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan. Hasan dan Quibria(2002) juga melakukan studi untuk menguji secar empris dampak dari pola pertumbuhan output menurut sektor terhadap penurunan kemiskinan dengan menggunakan data panel dari 45 negara di Asia Timur dan Selatan, Amerika Latin dan Karibian, dan Afrika Sub-Sahara. Model yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari pertumbuhan PDB terhadap tingkat kemiskinan pada prinsipnya sama seperti persamaan (4.3). Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan dan pertumbuhan sektoral, mereka mengestimasi persamaan berikut ini: LnP = a + b1LnY1 + b2LnY2 + b3LnY3 + u + R (4.4) Di mana P adalah kemiskinan yang didefinisikan sebagai suatu fraksi dari jumlah populasi dengan pengeluaran konsumsi di bawah suatu tingkat pengeluran minimum tertentu yang telah diterapkan sebelumnya atau garis kemiskinan; Y mewakili tingkat output per kapita di tiga sektor; pertanian, industri pengolahan, dan jasa; sedangkan u dan R adalah term kesalahan. Hasan dan Quibria (2002) dengan modelnya memberi kesan bahwa ada korelasi negative antara tingkat pendapatan dan kemiskinan: Semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita semakin rendah tingkat kemiskinan, dengan kata lain, Negaranegara dengan tingkat PN per kapita yang leblih tinggi cenderung mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan Negara-negara yang tingkat PN per kapitanya lebih rendah. Nilai dari koefisien korelasi tersebut menurut empat wilayah tersebut dijabarkan di table 4.1. Dapat dilihat bahwa elestisitas pertumbuhan pendapatan dari kemiskinan untuk Asia Timur adalah tertinggi, disusul kemudian oleh Amerika Latin, Asia Selatan, dan Afrika Sub-Sahara. Jadi, menurut hasil ini, 1%
  • 5. 5 kenaikan PN per kapita akan mengurangi kemiskinan 1,6% di Asia Timur dan 0,7% di Afrika Sub-Sahara. Tabel 4.1 Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Wilayah: Estimasi Efek-Efek yang tetap Asia Timur Amerika Asia Afrika S-S Latin Selatan LNC -0,03 0,26* 0,31*** 0,17* (-0,76) (1,79) (3,31) (1,72) LnY -1,60** -1,13** -0,82** -0,71** (-9,36) (-6,11) (-10.12) (-4,53) Adj R2 0,84 0,68 0,83 0,93 Observasi 70 107 67 48 Keterangan: Uji t statistik didasarkan pada kesalahan-kesalahan standar yang konsisten dengan heteroskedastic, ada di dalam kurung *: berbeda nyata dari 0 pada 100% tingkat kepercayaan**: berada nyata dari 0 pada 1% tingkat kepercayaan. Sumber Gambar I di Hasan dan Quibria (2002) Penemuan-penemuan dari Ravallion dan Dautt (1996a.b) dan Kakwani (2001) memberi kesan bahwa ada suatu drajat yang besar dari variasi menurut negara dalam dampak terhadap kemiskinan dari pertumbuhan output sektoral. Hasan dan Quiriba juga mencoba menganalisis fenomena tersebut dengan memakai data dari Negara-negara di dalam sampel mereka. Hasilnya dapat dilihat pada table 4.2. Tabel 4.2 Kemiskinan dan Komposisi Sektoral dari Pertumbuhan: Estimasi Efek-Efek yang tetap Asia Timur LNC LnYpertanian LnY industri LnY jasa Adj R2 Observasi 0,05 (0,66) 0,40 (0,75) -1,31** (-4,28) 0,02 (0,08) 0.84 70 Amerika Latin 0,30* (2,32) -0,33 (-1,47) 0,28 (1,12) -1,21** (-4,88) 0,71 107 Asia Selatan 0,36** (3,95) -1,17** (-4,29) -0,03 (-0,20) -0,22 (-1,30) 0,87 67 Afrika S-S 0,08 (0,76) -0,32** (-3,05) -0,03 (-3,31) -0,16 (-1,55) 0,93 48 Penemuan utama dari studi mereka adalah bahwa pertumbuhan output di sektor industri pengolahan mempunyai suatu dampak positif yang besar terhadap penurunan kemiskinan hanya terbukti di Asia Timur. Pertumbuhan output industri 1% mengurangi kemiskinan 1,3%. Sebaliknya, pertumbuhan output industri di Amerika Latin dan Karibian berkorelasi positif dengan kemiskinan: semakin besar output di sektor tersebut semakin anyak orang miskin; walaupun efek ini secara statistic tidak
  • 6. 6 signifikan. Sama seperti di Asia Timur, pertumbuhan output industri di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara juga mempunyai efek positif terhadap penurunan kemiskinan, tetapi efeknya tidak signifikan. Pengaruh utama dari penurunan kemiskinan di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara adalah pertumbuhan output di sektor pertanian, sama seperti penemuan Ravallion dan Datt (1996a,b) untuk India. Hasil penelitian dari World Bank (2005) dilakukan terhadap 14 NSB di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. Hasilnya adalah sebagai berikut: Tren-tren dasar dalam kemiskinan dan pertumbuhan PDB di 14 NSB Negara Bangladesh Bolivia Brazil Burkina Faso El Salvador Gana India Indonesia Romania Senegal Tunisia Uganda Vietnam Zambia Sampel median Survei tahun1 1992 1989 1993 1994 1991 1992 1994 1996 1996 1994 1990 1992 1993 1991 - Survei tahun 2 2000 2002 2001 2003 2000 1999 2000 2002 2002 2001 2000 2002 2002 1998 - Laju pertumbuhan PDB/kapita ratarata per tahun (%) 3,09 1,17 1,47 2,25 2,54 1,63 4,18 -0,81 0.20 2,47 3,03 3,34 5,70 -2,26 2,36 Perubahan Kemiskinan ratarata per tahun (%) -2,78 -1,03 -2,27 -1,80 -5,39 -3,85 -3,84 0,67 6,05 -2,46 -3,76 -3,90 -7,76 1,29 -2,62 Keterangan: data kemiskinan di Negara-negara tersebut didasarkan pada survey-survei pengeluaran rumah tangga/konsumsi, terkecuali untuk Brazil, dan El Salvador, yang didasarkan pada survey-survei pendapatan rumah tangga. Sumber: World Bank (2005) Seperti dugaan umum, penelitan ini menemukan adanya suatu korelasi positif dan signifikan secara statistic antara perubahan-perubahan dalam kemiskinan dan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan (perbedaan-perbedaan dalam log) dengan koefisien regresi -1,7. (lihat gambar di bawah). Ini artinya, secara rata-rata, untuk setiap kenaikan PDB per kapita 1%, kemiskinan berkurang 1,7% selama periode tersebut.
  • 7. 7 • Romania • -4 Zambia Indonesia • Bolivia • Brazil • Ghana• • Burkina Faso • Senegal Tunisia • • Bangladesh Uganda • • El Salvador Vietnam• Dari korelasi tersebut bisa dihitung elastisitas kemiskinan, yang umum digunakan di dalam literature mengenai pembangunan ekonomi di NSB untuk mendapatkan variasivariasi di dalam sensitivitas dari penurunan kemiskinan terhadap pertumbuhan. Elastisitas ini biasanya diinterpretasikan sebagai persentase perubahan kemiskinan untuk suatu kenaikan 1% dalam laju pertumbuhan ekonomi. Dalam teori, elastisitas-elastisitas kemiskinan memaberi kesan suatu pola peartumbuhan yang lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan karena kesenjangan yang berkurang dalam distribusi pendapatan dan tingkat-tingkat yang rendah dari kesenjangan awal. Dalam akhir 1990-an, term “pertumbuhan yang prokemiskinan” (disebut PPG) ini menjadi terkenal saat banyak ekonom mulai menganalisis paket-paket kebijakan yang dapat mencapai penurunan kemiskinan. PPG secara umum didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskinan yang signifikan. Dalam usaha memberikan relevansi analisis dan operasional terhadap konsep tersebut, di dalam literature muncul dua pendekatan. 1. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proporsional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang miskin jika dibarengi dengan suatu pengurangan kesenjangan; atau dalam perkataan lain, pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkat bersamaan dengan peratumbuhan ekonomi. 2. Pendekatan kedua focus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari kelompok miskin lewat perumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju penurunan kemiskinan. Mempercepat laju PPG (pertumbuhan yang pro kemiskinan) mengharuskan tidak hanya pertumbuhan yang lebih besar, tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar kemampuan-kemampuan dari orang-orang miskin untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan penekanan pada akselesari laju pengurangan kemiskinan, pendekatan ini konsisten dengan komitmen masyarakat dunia terhadap tujuan pertama dari Mellinium Development Goals (MDG), yakni pengurangan setengah dari proporsi dari masyarakat
  • 8. 8 di dunia yang hidup kurang dari 1 dolar AS per hari (disebut kemiskinan ekstrem) antara tahun 1990 dan 2015. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin, (lihat gambar) Pertumbuhan ekonomi (peningkatan output) Peningkatan kesempatan kerja Pengurangan kemiskinan (jumlah orang miskin Peningkatan upah/gaji riil D. BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN Ada dua kelompok cara mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yakni: Axiomatic dan Stochastic dominance Klompok Axiomatic terdiri dari tiga alat ukur: a) The Generalized Entropy (GE) b) Atkinson c) Koefisien Gini. Rumus GE dapat diuraikan sebagai berikut: n GE (α) = (1/( α2- α)│(1/n) ∑ (yi/Y)α – 1│ i=1 dimana n adalah jumlah individu (orang) di dalam sample, yi adalah pendapatan dari individu (I = 1,2,….n) dan Y = (1/n ∑yi adalah ukuran rata-rata pendapatan. Nilai GE terletak antara 0 sampai x. Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata (pendaptan dari semua individu di dalam sample sama) dan 4 berarti kesenjangan yang sangat besar. Parameter α mengukur besarnya perbedaan-perbedaan antara pendapatan-pendapatan dari kelompok-kelompok yang berbeda di dalam distribusi tersebut, dan mempunyai nilai riil. Dari rumus di atas, didapat cara mengukur ketimpangan dari Atkinson sebagai berikut: A=1-
  • 9. 9 dimana ɛ adalah parameter ketimpangan, 0<ɛ<1: semakin tinggi nilai ɛ semakin tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A mencakup dari 0 sampai 1, dengan nol berarti tidak ada kepincangan dalam distribusi pendapatan. Alat ukur ketiga dari pendekatan aksioma ini yang selalu digunakan di dalam setiap studi-studi empris mengenai kesenjangan dalam pembagian pendapatan adalah koefisien atau rasio Gini, yang formulanya sebagai berikut: Gini = Nilai koefisien Gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0: kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan, artinya satu orang (atau satu kelompok pendapatan) di suatu Negara menikmati semua pendapatan Negara tersebut. Selain tiga alat ukur di atas, ada cara pengukuran lain yang umum digunakan oleh Bank Dunia yaitu jumlah penduduk dikelompokkan menjadi 3 group: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, dari jumlah penduduk 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dari jumlah penduduk 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Menurut criteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan; sedangkan ketidakmerataan renah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan. Untuk mengukur kemiskinan, ada tiga indicator yang diperkenankan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan di dalam banyak studi empiris. 1. The incidence of provert: persentase populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan. Indeksnya sering disebut rasio H. 2. The depth of proverty: yang menggambarkan dalamnya kemiskinan di suatu wilayah yang diukur dengan indeks Jarak Kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan Poverty Gap Index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula berikut: Pa = (1/n) ∑i[(z – y)/z]a untuk semua yi <z
  • 10. 10 Indeks Pa ini sensitive terhadap distribusi jika a> 1. Bagian [(z – y)/z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke I keluarga miskin (y) dalam bentuk suatu persentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z – y)/z] a adalah persentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa. 3. The severity of poverty yang diukur dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut distributionally sensitive index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Para peneliti kemiskinan lain tertarik pada dua factor lain, yaitu rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antarorang miskin. Dengan asumsi bahwa factor-faktor lain tetap tidak berubah, tambah tinggi rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin tambah besar gap pendapatan antarorang miskin dan kemiskinan akan bertambah besar. Dari dasar pemikiran di atas, muncul Indeks Kemiskinan Sen, yang memasukkan dua factor tersebut, yakni koefisien Gini dan rasio H: S = H [I + (1-I) Gini] di mana I adalah jumlah rata-rata deficit pendapatan dari orang miskin sebagai suatu persentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang mengukur ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari factor tersebut naik, tingkat kemiskinan bertambah besar (yang diukur dengan S). E. APAKAH KESENJANGAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA MENURUN? Laporan tahun 2005 dari Bank Dunia menunjukkan bahwa menjelang akhir 1990-an ada sekitar 1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di dunia. Sebagian besar dari jumlah orang miskin tersebut terdapat di Asia Selatan (43,5%) yang terkonsenterasi di India. Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan. Afrika Sub-Sahara merupakan wilayah kedua di dunia yang padat orang misin (24,3%). Kemiskinan di wilayah ini terutama disebabkan oleh iklim dan kondisi tanah yang tidak mendukung kegiatan pertanian (kekeringan dan gersang), pertikaian yang tidak henti-hentinya antarsuku, manajemen ekonomi makro yang buruk, dan pemerintahan yang boborok. Wilayah ketiga yang terdapat banyak orang miskin adalah di Asia Tenggara dan Pasifik (23,2%). Kemiskinan di Asia Tenggara terutama terdapat di China, Lao PDR, Indonesia, Vietnam, Thailand dan Kamboja. Sisanya terdapat di Amerika Latin dan Negara-negara Caribbean (6,5%), Eropa dan Asia Tengah (2,0%) dan Timur Tengah dan Afrika Utara (0,5%).
  • 11. 11 Laporan Bank Dunia tersebut juga menunjukkan ada dua wilayah yang terjadi pengurangan jumlah orang miskin, yakni di Asia Tenggara dan Pasifik dan di Timur Tengah dan Afrika Utara, walaupun di wilayah yang terakhir ini jumlah pengurangannya sangat kecil. Di Asia Tenggara dan Pasifik, jumlah orang miskin yang berkurang hampir mencapai 150 juta jiwa. Pengurangan dalam jumlah yang cukup besar ini dapat dilihat sebagai suatu konsekuensi logis dari proses pembangunan ekonomi yang pesat di AsiaTenggara selama 1980-an. Sedangkan di wilayah-wilayah kemiskinan lainnya tidak ada perbaikan. Di Afrika Sub-Sahara kemiskinan bahkan bertambah lebih dari 60 juta jiwa. Berdasarkan data SUSENAS 2004 dan garis kemiskinan dari BPS, Indonesia tidak terlalu buruk dibandingkan banyak Negara lainnya itu. Namun, dengan memakai garis kemiskinan Bank Dunia, terutama pengeluaran di bawah 2 dolar AS per hari, diperkirakan sekitar 52,4% dari total populasi adalah miskin. Tabel di bawah ini menyajikan data mengenai laju penurunan proporsi dari populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan (indeks HC di 14 negara). Vietnam memang sangat menarik untuk diperhatikan dan digunakan sebagai suatu patok duga (bencmarking) untuk mengkaji keberhasilan Indonesia dalam memerangi kemiskinan. Tabel Persentase kemiskinan (Indeks HC, awal 1990-an hingga awal 2000-an (%) Negara Awal 1990-an Awal 2000-an Perubahan per tahun Vietnam 58,1 28,9 -7,8 El Salvador 64,4 39,6 -5,4 Uganda 55,7 37,7 -3,9 Ghana 51,7 39,5 -3,8 India 36,0 28,6 -3,8 Tunisia 6,7 4,6 -3,8 Bangladesh 49,7 39,8 -2,8 Senegal 67,8 57,1 -2,5 Brasilia 61,6 51,4 -2,3 Burkina Faso 55,5 47,2 -1,8 Bolivia 76,9 67,2 -1.0 Indonesia 15,4 16,0 0,7 Zambia 68,9 75,4 1,3 Romania 20,1 28,9 6,1 Sumber: World Bank (2005) Dapat dilihat, pada awal decade 90-an tingkat kemiskinan di Negara komunis ini yang pembangunan ekonominya masih relative terbelakang di dalam konteks ASEAN tercatat 58,1% dari jumlah populasinya, dan pada awal tahun 2000-an menurun dengan laju sekitar 50%, atau rata-rata 7,8% per tahun selama periode itu. Sedangkan di Indonesia kemiskinan bertambah dengan laju 0,7% per tahun selama periode yang sama.
  • 12. 12 Di Indonesia pada awal decade 90-an sekitar 82,8% dari orang miskin terdapat di perdesaan dan pada awal 2000-an menurun sedikit ke 72,3%. Persentase ini masih lebih rendah dibandingkan misalnya Burkina Faso yang hampir mencapai 100%, Bangladesh, Vietnam, dan Uganda (liha tabel dibawah) Tabel Pangsa Kemiskinan di Perdesaan, awal 1990-an dan awal 2000-an (%) Negara Awal 1990-an Awal 2000-an Perubahan per tahun Vietnam 90,7 93,6 0,4 El Salvador 53,1 58,1 1,0 Uganda 94,4 96.1 0,2 Ghana 79,0 77,0 -0,4 India 78,6 79,0 0,1 Tunisia 75,4 79,4 0,5 Bangladesh 86,0 84,5 -0,2 Senegal 59,2 59,9 0,2 Brasilia 31,0 26,9 -1,8 Burkina Faso 96,1 92,4 -0,4 Bolivia 52,6 47,3 -0,8 Indonesia 82,8 72,3 -2,3 Zambia 75,0 72,3 -0,5 Romania 65,8 66,6 0,2 Sumber: World Bank (2005) Namun demikian, di Negara-negara di mana pertumbuhan ekonomi perkotaan sangat pesat, penurunan secara proporsional lebih nyata di perkotaan daripada di perdesaan. Misalnya, liberalisasi perdaganan luar negeri, reformasi ekonomi yang berorientasi pasar, insentif-insentif ekspor, pembangunan infrastruktur secara masif dan pengingkatan SDM sangat menolong mengurangi kemiskinan sebesar 11% per tahun di Vietnam antara 1993 dan 2002. Dalam teori, liberalisasi perdagangan luar negeri atau penghapusan semua rintangan (baik tariff maupun nontarif/NTBs) terhadap ekspor dan impor akan meningkatkan perdagangan luar negeri, dan ekspor akan tambah naik dengan adanya insentifinsentif ekspor. Selanjutnya didukung oleh pembangunan infrastruktur dan SDM, laju pertumbuhan kegiatan ekonomi akan meningkat yang berarti juga peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan, dan semua ini pada akhirnya akan berdampak positif terhadap pengurangan kemiskinan. Reformasi ekonomi yang berorientasi pasar yang berarti menghilangkan semua distorsi pasar akan membuat realokasi semua sumber daya produksi ke kegiatan-kegiatan ekonomi produktif yang pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat. Di Indonesia yang terjadi sebaliknya: dalam periode 1990-an kemiskinan meningkat akibat krisis ekonomi 1997/98, dan peningkatan tersebut lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Hal ini karena ekonomi yang didominasi oleh
  • 13. 13 sektor-sektor nonpertanian yang sangat tergantung pada impor, modal asing, dan utang luar negeri lebih terpukul oleh krisis tersebut dibandingkan ekonomi perdesaan yang didominasi oleh sector pertanian yang lebih tergantung pada sumber-sumber daya produksi dalam negeri. Selain angka kemiskinan (misalnya indeks HC), ada sejumlah indicator lainnya yang dapat digunakan sebagai proxy dari kondisi kemiskinan di suatu Negara. Salah satunya adalah tingkat kelaparan atau jumlah anak yang kurang gizi, seperti yang dapat dilihat pada table di bawah ini, Indonesia masih belum tuntas dalam memerangi anak kurang gizi, yang pada tahun 2003 tercatat 28% dari jumlah anak di bawah umur lima (5) tahun. Di lihat dari proporsi dari populasi di bawah tingkat konsumsi sehat minimum, Indonesia jauh lebih baik daripada Vietnam. Namun demikian, laju perbaikan kondisi ini cenderung lebih pesat di Vietnam daripada Indonesia. Tabel Tingkat Kelaparan di Negara-negara ASEAN* Anggota Anak di bawah 5 tahun yang kurang gizi (%), tahun terakhir Total Kamboja Indonesia Lao PDR Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam 45 28 28 40 11 32 28 3 18 28 Perempuan 46 - Lelaki Tahun 44 - 40 32 - 40 31 - 2000 2003 2005** 2000 2003 2003 2003 2000 1995 2003 Proporsi dari populasi di bawah tingkat konsumsi sehat minimum (%) 1990- 19952001-03 92 97 43 46 33 9 6 6 29 3 10 26 30 31 28 3 7 22 23 23 22 3 5 19 21 17 Pangsa dari quinitile termiskin di dalam konsumsi nasional (tahun terakhir) 6,9 (1997) 8,4 (2002) 8,1 (2002) 4,4 (1997) 5,4 (2000) 5,0 (1998) 6,3 (2002) 7,5 (2002) Keterangan: *) yang ada datanya; **)data SUSENAS Sumber: ADB (database) Pada awal orde baru tahun 1966, rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia hanya sekitar 50 dolar AS per tahun, dan lebih dari 80% dari populasi hidup di pedesaan atau sector pertanian, yang kebanyakan adalah petani kecil atau marjinal. Sekitar 60% dari anak-anak di Indonesia tidak bisa menulis dan membaca dan hampir 65% dari penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan. Pada tahun 1969 pemerintah orde baru mulai melaksanakan pembangunan dengan mencanangkan Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I) dan sejak itu dengan kebijakan ekonomi terbuka, investasi dan bantuan keuangan luar negeri membanjiri Indonesia. Dalam beberapa tahun saja inflasi yang sempat mencapai 650% menjelang jatuhnya pemerintahan Soeharto dapat ditekan hingga 1 digit dan pertumbuhan ekonomi meningkat, yang pada decade 1980-an hingga 1997 sesaat sebelum krisis terjadi, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun. Pada tahun 1970 rata-rata per kapita PDB (dengan memakai nilai riil dalam dolar AS 1999) hanya 940 dan pada tahun 2000 sudah mendekati 3000 dolar AS (walupun
  • 14. 14 pada saat krisis tahun 1998 sempat mengalami suatu penurunan hingga sekitar 450 dolar AS). Pertumbuhan PDB yang tinggi rata-rata per tahun dengan didukung oleh berbagai kebijakan dan program, terutama di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pembangunan ekonomi pedesaan, juga membuat indicator-indikator social, seperti jumlah bayi yang selamat dari 1000 bayi yang lahir, harapan hidup, jumlah penduduk yang bisa membaca dan menulis, dan jumlah anak yang sekolah, menunjukkan perbaikan yang sangat nyata selama periode orde baru. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan memberikan kontribusi yang besar terhadap pengurangan kemiskinan (yang diukur dari jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sebagai suatu persentase dari jumlah penduduk) yang terjadi setiap tahun selama periode orde baru. Seperti ditunjukkan oleh statistik dari BPS pada tabel di bawah tingkat kemiskinan menurun secara signifikan. Tahun Tabel Keminskinan di Indonesia, 1976-2008* Tingkat kemiskinan Jumlah orang miskin (%) (juta orang) Kota Desa Nasional Kota Desa Nasional 38,8 40,4 40,1 10,0 44,2 54,2 30,8 33,4 33,3 8,3 38,9 47,2 29,0 28,4 28,6 9,5 32,8 42,3 28,1 26,5 26,9 9,3 31,3 40,6 23,1 21,2 21,6 9,3 25,7 35,0 20,1 16,1 17,4 9,7 20,3 30,0 16,8 14,3 15,1 9,4 17,8 27,2 13,4 13,8 13,7 8,7 17,2 25,9 13,4 19,8 17,5 9,4 24,6 34,0 21,9 25,7 24,2 17,6 31,9 49,5 19,4 26,0 23,4 15,6 32,3 48,0 14,6 22,4 19,1 12,3 26,4 38,7 9,8 24,8 18,4 8,6 29,3 37,9 14,5 21,1 18,2 13,3 25,1 38,4 13,6 20,2 17,4 12,2 25,1 37,3 12,1 20,1 16,7 11,4 24,8 36,1 11,7 19,98 15,97 12,4 22,7 35,1 13,5 21,8 17,8 14,5 24,8 39,3 12,5 20,4 16,6 13,6 23,6 37,2 .... .... 15,4 .... .... 34,96 1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008* * Keterangan: *)angka dibulatkan; **)perkiraan maret Sumber BPS Selain tingkat kemiskinan di Indonesia, ada dua hal lain yang juga harus diperhatikan dalam membahas soal kemiskinan di Indonesia, yakni kedalaman kemsikinan dan keparahan kemiskinan terhadap batas miskin (garis kemiskinan), sedangkan
  • 15. 15 keparahan kemiskinan menunjukkan ketimpangan pengeluaran dari penduduk paling miskin atau yang makin jatuh di bawah garis kemiskinan. Semakin besar nilai kedua indeks ini di sebuah negara mencerminkan semakin seriusnya persoalan kemiskinan di negara tersebut. Data BPS (2005b) menunjukkan indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Indonesia mengalami penurunan setelah krisis ekonomi 1997/98 hingga 2005, tetapi setelah itu cenderung meningkat kembali. Keadaan ini menandakan bahwa antara tahun 1999 dan tahun 2005 di Indonesia terus terjadi penurunan besarnya ratarata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap batas miskin. Dalam kata lain, rata-rata pengeluaran kaum miskin di Indonesia cenderung meningkat atau mendekati garis kemiskinan (lihat tabel di bawah ini) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Indonesia 1999-2007 Tahun Perkotaan Perdesaan Nasional 1999 3,52 4,84 4,33 2000 1,89 4,68 3,51 2001 1,74 4,68 3,42 2002 2,59 3,34 3,01 2003 2,55 3,53 3,13 2004 2,18 3,43 2.89 2005 2,05 3,34 2,78 2006 (Maret) 2,61 4,22 3,43 2007 (Maret) 2,15 3,78 2,99 Keparahan kemiskinan (P2) di Indonesia juga menunjukkan tren yang menurun. Artinya selama periode tersebut ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di Indonesia secara umum semakin berkurang atau kondisi ekonomi penduduk miskin semakin membaik. Karena indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, maka dengan sendirinya indeks keparahan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan; bahkan lebih tinggi dibandingkan pada tingkat nasional. Ini merupakan indikasi bahwa tingkat ketimpangan dalam distribusi pengeluaran penduduk miskin di perdesaan lebih besar daripada di perkotaan. Tabel Indeks Keparahan Kemsikinan (P2) di Indonesia 1999-2007 Tahun Perkotaan Perdesaan Nasional 1999 0,98 1,39 1,23 2000 0,51 1,39 1,02 2001 0,45 1,36 0,97 2002 0,71 0,85 0,79 2003 0,74 0,93 0,85 2004 0,58 0,90 0,78 2005 0,60 0,89 0,76 2006 (Maret) 0,77 1,22 1,00 2007 (Maret) 0,57 1,09 0,84 Tabel berikut menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan juga terjadi di semua provinsi, terkecuali pada masa krisis 1988-1999. Setelah itu ada beberapa provinsi yang tingkat kemsikinannya mengalmai penurunan kembali, sedangkan di beberapa
  • 16. 16 provinsi lainnya masih terus memburuk. Variasi dalam perubahan kemiskinan antarprovinsi ini disebabkan oleh perbedaan antarprovinsi dalam banyak hal, seperti laju pertumbuhan ekonomi dan sifatnya (apakah padat tenaga kerja atau modal), struktur ekonomi, kondisi infrastruktur, tingkat keparahan kritis yang dialami oleh ekonomi provinsi, dan juga implementasi di tingkat provinsi dari program-program anti kemiskinan, khususnya pada masa krisis, dari pemerintah pusat. Tabel Kemiskinan menurut Provinsi, 1990-2006 (%) Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua Indonesia 1990 15,9 13,5 15,0 13,7 16,8 13,1 7,8 13,9 17,5 15,5 14,8 11,2 23,2 24,1 27,6 21,2 14,9 10,8 15,1 1993 13,5 12,3 13,5 11,2 13,4 14,9 13,1 11,7 5,7 12,2 15,8 11,8 13,3 9,5 19,5 21,8 25,1 20,9 18,6 13,8 11,8 10,5 9,0 10,8 23,9 24,2 13,7 1996 10,8 10,9 8,8 7,9 9,1 10,7 9,4 10,7 2,5 9,9 13,9 10,4 11,9 4,3 17,6 20,6 22,0 11,2 14,3 9,2 10,6 8,2 8,0 8,5 19,5 21,2 17,5 1999 14,8 16,7 13,2 14,0 26,6 23,5 19,8 29,1 4,0 19,8 28,5 26,1 29,5 8,5 33,0 46,7 26,2 15,1 14,4 20,2 18,2 28,7 18,3 29,5 46,1 54,8 23,4 2002 29,8 15,8 11,6 13,6 13,2 22,3 22,7 24,1 11,6 3,4 13,4 23,1 20,1 21,9 9,2 6,9 27,8 30,7 15,5 11,9 8,5 12,2 11,2 24,9 15,9 24,2 32,1 34,8 14,0 41,8 18,2 2005 28,7 14,7 10,9 12,5 11,9 21,01 22,2 21,4 9,7 10,97 3,6 13,1 20,5 18,95 19,95 8,9 6,7 25,9 28,2 14,2 10,7 7,2 10,6 9,3 21,8 14,98 21,5 29,05 32,3 13,2 40,8 15,97 2006 28, 15,01 12,5 11,9 11,4 20,99 23,0 22,8 10,9 12,2 4,6 14,5 22,2 19,2 21,1 9,8 7,1 27,2 29,3 15,2 11,0 8,3 11,4 11,5 23,6 14,6 23,4 29,1 20,7 33,03 12,7 41,3 41,5 17,8 Pertumbuhan ekonomi adalah satu faktor yang sangat penting bagi penurunan kemiskinan, tetapi bukan satu-satunya penentu. Kebijakan-kebijakan yang ”pro kemiskinan” sangat diperlukan agar pertumbuhan ekonomi bersifat PPG (pertumbuhan yang pro kemiskinan) yakni yang mempunyai suatu dampak positif
  • 17. 17 yang berarti bagi pengurangan kemiskinan, terutama kebijakan-kebijakan yang produktif, seperti perluasan akses bagi semua orang ke pendidikan (khususnya pendidikan dasar) dan pelayanan kesehatan, peningkatan kesempatan kerja, dan pembangunan sektor pertanian serta ekonomi perdesaan. Jumlah pengeluarlan konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah pendapatan yang diterimanya, bisa lebih besar atau lebih kecil. Misalnya, pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengerluaran konsumsinya juga besar; karena ada tabungan. Sedangkan, jika jumlah pendapatannya rendah tidak selalu berarti jumlah konsumsinya juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit bank untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya untuk beli rumah dan mobil, dan untuk membiayai sekolah anak bahkan untuk liburan. Dengan mengikut sertakan pola distribusi pendapatan sebagai suatu variabel yang juga harus diamati perkembangannya selama proses pembangunan berjalan, maka pembangunan ekonomi di Indonesia selama itu dapat dikatakan berhasil sepenuhnya apabila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil. Secara teoriti, perubahan pada distribusi pendapatan di perdesaan dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini: 1. Akibat arus penduduk/tenaga kerja dari perdesaan ke perkotaan yang selama orde baru berlangsung sangat pesat. Sesuai teori A.Lewis (1954), perpindahan orang dari perdesaan ke perkotaan memberi suatu dampak positif terhadap perekonomian di perdesaan: kesempatan kerja produktif, tingkat produktivitas dan pendapatan rata-rata masyarakat di perdesaan meningkat. Sedangkan, ekonomi perkotaan pada suatu saat akhirnya tidak mampu menampung suplai tenaga kerja yang meningkat terus menerus, yang sebagian besar adalah pendatang dari perdesaan, yang akhirnya berakibat pada peningkatan pengangguran, di satu pihak, dan menurunnya laju pertumbuhan tingkat upah/gaji, dipihak lain. 2. Struktur pasar dan besarnya distorsi yang berbeda di perdesaan dengan di perkotaan. Di perdesaan jumlah sektor relatif lebih kecil (dilihat dari jumlah unit usaha di dalam dan output yang dihasilkan oleh sektor) dibandingkan sektorsektor yang sama di perkotaan. Perbedaan ini ditambah dengan tingkat pendapatan per kapita di perdesaan yang lebih rendah daripada di perkotaan membuat struktur pasar di perdesaan jauh lebih sederhana daripada diperkotaan. Struktur pasar yang sederhana ini membuat distorsi pasar juga relatif kecil (kesempatan berusaha bagi individu lebih besar) di perdesaan dibandingkan di perkotaan. 3. Dampak positif dari proses pembangunan nasional, dampat tersebut bisa dalam beragam bentuk, di antaranya sebagai berikut: a. Semakin banyak kegiatan ekonomi di perdesaan di luar sektor pertanian, seperti industri manufaktur (kebanyakan dalam skala kecil, atau industri rumah tangga, perdagangan, perbengkelan dan jasa lainnya, dan bangunan). Diversifikasi ekonomi perdesaaan ini tentu menambah jumlah kesempatan kerja di perdesaan dan juga menambah pendapatan petani.
  • 18. 18 b. Tingkat produktivitas dan pendapatan riil tenaga kerja di sektor pertanian meningkat, bukan saja akibat arus menusia dari sektor tersebut ke sektorsektor lainnya di perkotaan (seperti di dalam teori A.Lewis), tetapi juga akibat penerapan/pemakaian teknologi baru dan penggunaan input-input yang lebih baik, seperti misalnya pupuk hasil pabrik dan permintaan pasar domestik serta ekspor terhadap komoditas-komoditas pertanian meningkat. c. Potensi SDA yang ada di perdesaan semakin baik, dimanfaatkan oleh penduduk desa (pemakaian semakin optimal) d. Pengaruh pembangunan teknologi informasi. F. PERTANIAN SUMBER UTAMA KEMISKINAN? Kemiskinan adalah suatu fenomena atau proses multidimensi, yang artinya kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor (World Bank, 2000), Namun, di Indonesia kemiskinan merupakan suatu fenomena yang erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi di perdesaan pada umumnya dan disektor pertanian pada khususnya. Oleh sebab itu, fenomena kemiskinan di Indonesia tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami fenomena kemiskinan di perdesaan atau di sektor pertanian. Pernyataan ini didukung oleh banyak faktor. Pertama, sebagian besar dari jumlah kesempatan kerja di Indonesia masih terdapat di perdesaan (lihat tabel dibawah), dan dari jumlah itu sebagian besar bekerja di pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani (lihat tabel). Sedangkan yang bekerja di sektor industri sangat kecil porsinya, karena memang sebagian besar industri di Indonesia, terutama yang sifatnya footlose, seperti elektronik, mesin, dan tekstil, serta pakian jadi, berada di daerah perkotaan atau pinggir kota-kota besar, seperti Jabotabek, Medan, Semarang, dan Makassar. Industri-industri seperti ini lebih tergantung pada pasar output daripada lokasi sumber daya alam dan untuk kebutuhan tenaga kerja mereka bisa dengan mudah didapat di daerah perkotaan. Sektor terbesar menyerap tenaga kerja di Indonesia ini adalah pertanian. Tabel Distribusi Kesempatan Kerja menurut Daerah di Indonesia, 1990-2003 (%) Wilayah 1990 1995 2000 2003 Perdesaan 75 67 62 60 Perkotaan 25 33 38 40 Sumber BPS Tabel Kesempatan Kerja di Perdesaan menurut Sektor di Indonesia, 1990-2003 Sektor 1990 1995 2000 2003 Pertanian 70 60 66 68 Industri 9 11 10 9 Jasa 21 29 34 23 Sumber BPS Masih dominannya sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja juga masih terlihat jelas pada tingkat nasional (lihat tabel di bawah), walaupun cenderung
  • 19. 19 menurun terus. Penurunan daya serap pertanian terhadap pertumbuhan tenaga kerja relatif dibandingkan sektor-sektor lain juga terjadi dibanyak negara lainnya, yang merupakan salah satu ciri dari proses transformasi ekonomi yang terjadi seiring dengan proses pembangunan ekonomi jangka panjang. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja menurut Sektor di Indonesia, 1990 – 2003 (%) Sektor 1971 1980 1985 1990 1995 2000 2003 Pertanian 67,04 56,3 54,66 55,87 43,98 45,28 46,26 Industri 6,92 9,14 9,24 10,14 12,64 12,96 12,04 Pertambangan 0,21 0,76 0,67 0,7 0,8 0,58 0,98 Lainnya 25,83 33,80 35,39 33,29 42,58 41,18 40,72 Sumber BPS Konsisten dengan fakta di atas, posisi pertanian masih sangat krusial sebagai sumber pendapatan di Indonesia. Di perdesaan, pada pertengahan 1995 tercatat sebanyak 46,3% dari RT di perdesaan tergantung pada pertanian sebagai sumber pendapatan satu-satunya, dan pertanian merupakan sumber pendapatan terbesar bagi sekitar 13,2% RT di perdesaan yang bergabung pada lebih dari satu sumber pendapatan. Bahkan di perkotaan ada sekitar 6% dan 2,6% dari jumlah RT yang sumber pendapatannya, masing-masing, hanya dan sebagian besar dari pertanian (lihat tabel) Tabel Pendapatan Keluarga menurut Sumber di Indonesia, 1995 (%) Sumber Nasional Perdesaan Perkotaan Semua: - Pertanian - NonPertanian Kombinasi: - Sebagian besar pertanian - Sebagian besar nonpertanian 24,9 52,5 22,6 9,9 12,7 46,3 27,4 26,3 13,2 13,1 6,0 84,0 10,0 2,6 7,4 Sumber BPS Fakta kedua, dan ini lebih langsung lagi menunjukkan betapa pentingnya pertumbuhan pendapatan di pertanian bagi upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia, adalah bahwa sebagian besar dari penduduk miskin di Indonesia bekerja di pertanian, seperti yang ditunjukkan oleh data SUSENAS pada tabel di bawah ini. Pada tahun 1996, tercatat hampir 69% dari jumlah keluarga miskin di Indonesia memiliki sumber pendapatan di pertanian, baik sebagai petani (dengan lahan atau tanpa lahan sendiri) maupun buruh (lepas atau kontrak), dan pada tahun 2002 porsinya sekitar 67%. Tabel Distribusi Keluarga Miskin menurut Pekerjaan Utama/Sumber Pendapatan, 1996 – 2002 (%) Sektor 1996 1998 1999 2000 2001 2002 Pertanian 68,5 56,7 58,4 51,7 63,0 67,4 Industri 6,7 7,4 8,7 13,8 11,9 10,3 Jasa 24,7 35,9 32,9 34,5 25,1 22,3 Sumber BPS
  • 20. 20 Bahkan, suatu hal yang menarik seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut di bawah ini, adalah bahwa kegiatan pertanian mempunyai suatu peran yang dominan sebagai sumber pendapatan bagi banyak keluarga miskin di daerah perkotaan. Bisa di lihat di pinggiran kota Jakarta, Bekasi, dan Tangerang, banyak keluarga miskin menaman berbagai jenis komoditas pertanian di lahan yang sempit di pinggir sungai dan menjualnya setiap hari ke pasar-pasar terdekat, yang merupakan sumber pendapatan mereka satu-satunya. Sektor Pertanian Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Listrik Konstruksi Pedagangan Transportasi Keuangan Jasa-jasa Lainnya Perkotaan 31,11 0,23 1,48 1,25 12,17 0,10 9,67 14,06 8,94 0,69 8,14 0,04 Perdesaan 69,09 1,34 2,23 0,49 4,98 0,02 3,63 5,00 2,73 0,08 2,40 0,06 Semua bukti empris ini merefleksi suatu hal yang jelas, yakni penduduk di sektor pertanian pada umumnya selalu lebih miskin dibandingkan penduduk yang sumber pendapatan utamanya dari sektor-sektor lainnya, terutama industri manufaktur, keuangan, dan perdagangan; walaupun pendapatan bervariasi menurut subsektor atau kelompok usaha di dalam masing-masing sektor tersebut. Sekarang pertanyaannya adalah: kenapa lebih banyak kemiskinan di pertanian daripada di sektor-sektor lainnya? Tidak sulit untuk mendapatkan jawabannya, di antaranya adalah karena distribusi lahan yang timpang, pendidikan petani dan pekerja yang rendah, sulitnya mendapatkan modal, dan nilai tukar petani yang terus menurun. Tabel Orang Miskin di Indonesia Dari setiap 100 orang Indonesia Dari setiap 100 orang miskin * 57 tinggal di perdesaan * 44 tidak mempunyai akses ke air bersih * 49 tidak punya akses ke sanitasi yang baik * 28 punya rumah tangga dengan lebih dari 5 anggota * 43 punya pendidikan lebih rendah dari pendidikan dasar * 11 tidak bisa membaca dan menulis * 44 kerja di pertanian * 60 kerja di sektor informal *16 kerja sebagai pekerja keluarga tidak dibayar * 42 tingal di desa-desa yang tidak punya SMP dan SMA * 36 tinggal di desa-desa tanpa akses ke telepon * Dari mereka yang umurnya di bawah 5 tahun, 25 kurang gizi dan 32 dilahirkan tanpa bidan * 69 tinggal di perdesaan * 52 tidak mempunyai akses ke air bersih * 73 tidak punya akses ke sanitasi yang baik * 48 punya rumah tangga dengan lebih dari 5 anggota * 55 punya pendidikan lebih rendah dari pendidikan dasar * 16 tidak bisa membaca dan menulis * 64 kerja di pertanian * 75 kerja di sektor informal * 22 kerja sebagai pekerja keluarga tidak dibayar * 50 tingal di desa-desa yang tidak punya SMP dan SMA * 49 tinggal di desa-desa tanpa akses ke telepon * Dari mereka yang umurnya di bawah 5 tahun, 25 kurang gizi dan 32 dilahirkan tanpa bidan
  • 21. 21 berpendidikan berpendidikan Beberapa penyebab petani Indonesia selalu miskin adalah: 1. Transformasi struktural yang massive yang dialami oleh perekonomian Indonesia sejak awal orde baru, dari sebuah ekonomi di mana sektor pertanian mempunyai suatu peran dominan di dalam PDB ke sebuah ekonomi di mana kontribusi output dari sektor ini terhadap pembentukan PDB semakin lemah. Sementara itu porses perubahan struktural di pasar tenaga kerja berjalan lebih lambah akibat terbatasnya kemampuan dari sektor-sektor nonpertanian dalam menciptkan kesempatan kerja baru relatif terhadap laju pertumbuhan rata-rata dalam menciptakan tenaga kerja baru atau laju peralihan dari pertanian. 2. Ketimpangan dalam distribusi lahan. 3. Tingkat pendidikan petani yang pada umumnya rendah 4. Kurang modal 5. Tata Niaga yang merugikan petani 6. Kurangnya perhatian serius terhadap kesejahteraan petani. 7. Pradoks produktivitas, sistem agrobisnis di Indonesia menempatkan posisi petani terjepit di antara dua kekuatan eksploitasi ekonomi. Pada faktor produksi, petani menghadapi kekuatan monopolistis. Di sisi lain, saat menjual hasil produksinya, petani menghadapi kekuatan monopsonistis. (pada usaha tani,nilai tambah yang dinikmati petani diperkecil struktur nonusaha tani yang bersifat dispersal, asimetris, dan cenderung terdistorsi. Penurunan harga di tingkat konsumen dengan cepat dan sempurna ditransmisi kepada petani. Sebaliknya, kenaikan harga ditransmisikan dengan lambat dan tidak sempurna. Selain itu, informasi pasar, seperti preferensi konsumen, dimanfaatkan untuk mengeksploitasi petani. Terjadilah apa yang disebut paradoks produktivitas.... Porsi terbesar nilai tambah peningkatan produktivitas usaha tani dinikmati mereka yang di luar usaha tani. Akibatnya, tingkat pendapatan riil petani kian tertinggal jauh dari pendapatan mereka yang ada pada sektor nonushatani.) 8. Petani Indonesia tidak terorganisir dengan baik dan tidak punya inforamsi yang lengkap atau database mengenai perkembangan produksi padi dan pergerakan harganya. Petani padi India, Thailand dan Vietnam memiliki kedua hal tersebut, meski harga pupuk di ketiga negara tersebut sedang naik, mereka tetap bisa mengekspor beras ke Indonesia sebab mereka selalu surplus. 9. Rendahnya harga jual yang diterima petani di satu sisi, dan di sisi lain tingginya biaya produksi yang dibayar petani. Perbedaan antara pemasukan dan pengeluaran tersebut bisa diukur dengan rasio yang disebut nilai tukar petani (NTP). Yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilai tukar suatu barang dengan barang lain, jadi suatu rasio harga (nominal atau indeks) dari dua barang yang berdeda. NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dan indeks harga yang dibayar petani (IB) untuk input-input yang digunakan untuk bertani, misalnya pupuk, pestisida, tenaga kerja, irigasi, bibit, sewa traktor; dan lainnya. Berdasarkan rasio ini, maka jelas bahwa kesejahteraan petani akan meningkat apabila selisih antara hasil penjualannya (IT) dan biaya produksinya (IB) bertambah besar, atau nilai tambah (NT)-nya meningkat. Jadi besar kecilnya NT petani ditentukan oleh besar kecilnya NTP 10. Harga pupuk yang bagi banyak petani padi terlalu mahal. (terjadi akibat distorsi di dalam pendistribusiannya)
  • 22. 22 11. Naiknya bahan bakar minyak (BBM) Satu-satunya cara yang bisa mendorong NTP naik atau paling tidak mengurangi kecepatan merosotnya adalah pemerintah lewat kebijakan perberasannya. G KEBIJAKAN ANTI-KEMISKINAN Kebijakan memengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, lewat sejumlah faktor yang menengahi. Dibawah ini digambarkan suatu hubungan alamiah antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan, dan penurunan kemiskinan. Kebijakan Pertumbuhan Perekonimian Pertumbuhan Ekonomi Penurunan Kemiskinan Pertumbuhan propemerataann Kelembagaan Gambar Hubungan antara Kelembagaan, Kebijakan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Penurunan Kemiskinan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan ”Tujuan Pembangunan Abad Milenium” (Millennium Development Goals; MDGs) yang harus dicapai 191 negara anggotanya pada tahun 2015. Ada delapan (8) target yang harus dicapai yang salah satunya fokus langsung terhadap permasalahan kemiskinan. Kedelapan target tersebut adalah sebagai berikut: 1. Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem. -> Mengurangi hingga setengah jumlah orang yang hidup dengan biaya kurang dari satu (1) dolar AS pe hari. -> Mengurangi hingga setengah proporsi penduduk dunia yang menderita kelaparan. 2. Mencapai pendidikan dasar secara universal. -> Memastikan bahwa semua anak lelaki dan perempuan menyelesaikan pendidikan dasar. 3. Meningkatkan kesetaraan jender dan memberdayakan wanita. -> Menghilangkan kesenjangan jender di tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, kalau bisa pada 2005, dan paling lambat 2015. 4. Mengurangi tingkat kematian anak. -> Mengurangi hingga dua pertiga (2/3) tingkat kematian bagi anak-anak di bawah usia lima (5) tahun. 5. Memperbaiki kesehatan ibu. -> Mengurangi hingga tiga perempat(3/4) tingkat kematian ibu. 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya.
  • 23. 23 -> Menghentikan dan mulai mencegah penyebaran HIV/AIDS. -> Menghentikan dan mulai mencegah wabah malaria dan penyakit utama lainnya. 7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup. -> Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkesinambungan lewat kebijakankebijakan dan penyusunan program-program, mencegah kerusakan sumber daya alam (SDA) -> Mengurangi hingga setengah (1/2) proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih untuk diminum. -> Mencapai secara signifikan perbaikan hidup dari setidaknya 100 juta penduduk dunia yang hidup di daerah-daerah kumuh pada 2020. 8. Membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan. -> Menciptakan lebih jauh sistem perdagagan dan keuangan lewat sebuah peraturan internasional, menciptakan aturan yang tidak diskriminatif dan bisa diterapkan di semua negara. Di dalam hal ini, tidak termasuk adanya sebuah komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang baik, program pembangunan, dan program pengurangan kemiskinan (di tingkat nasional maupun internasional) -> Menyusun daftar-daftar kebutuhan khusus yang paling diperlukan oleh negara-negara paling terbelakang. Di dalam konteks ini, di antaranya termasuk pembebasan tarif atau kuota atas ekspor negara terbelakang; meningkatkan porsi utang yang dihapuskan, penghapusan utang pemerintah secara bilateral; dan memberikan bantuan pemerintahan yang sifatnya lebih berupa kemurahan hati pada negara terbelakang dalam rangka pengurangan kemsikinan. -> Menyususun daftar kebutuhan bagi daerah terpencil dan negara-negara berkembang yang sangat kecil ukurannya dari segi jumlah penduduk dan luas wilayah. -> Mengupayakan secara komprehensif utang-utang negara berkembang lelwat perangkat nasional dan internasional agar utang tidak lagi menjadi beban. -> Meningkatkan keja sama dengan perusahaan farmasi agar tersedia akses bagi warga termiskin di negara berkembang untuk mendapatakn obat-obatan. -> Kerja sama dengan sektor swasta dalam rangka penyebaran teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, bagi semua negara yang paling membutuhkan. Intervensi pemerintah dalam jangka pendek yang dapat dilakukan dalam memerangi kemiskinan adalah: 1. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan. Pembangunan pertanian, usaha kecil dan ekonomi perdesaan dapat didorong lewat misalnya; pemberian kredit mikro dan fasilitas-fasilitas lainnya yang mempermudah proses produksi, penyediaan bahan baku dan input-input produksi lainnya, dan pemasaran dan pengembangan proyekproyek yang selain padat karya juga mempunyai keterkaitan produksi ke belakang maupun ke depan dengan sektor pertanian pada khususnya dan perkekonomian perdesaan pada umumnya.
  • 24. 24 2. Manajemen lingkungan dan SDA. 3. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan, dan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial). Intervensi pemerintah dalam jangka menengah dan jangka panjang untuk memerangi kemiskinan adalah: 1. Pembangunan/penguatan sektor swasta. Peranan aktif sektor ini sebagai motor utama penggerak ekonomi/sumber pertumbuhan dan penemu daya saing perekonomian nasional harus ditingkatkan. 2. Kerja sama regional. Hal ini menjadi sangat penting dalam kasus Indonesia sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Kerja sama yang baik dalam segala hal, baik di bidang ekonomi, industri dan perdaganan, maupun nonekonomi, seperti pembangunan sosial, bisa memperkecil kemungkinan meningkatnya gap antara provinsi-provinsi yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak punya (miskin) SDA. 3. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi. Perbaikan manajemen pengeluaran pemerintah untu kebutuhan publik, termasuk juga sistem administrasinya, sangat membantu usaha untuk meningkatkan efektivitas biaya dari pengeluaran pemerintah untuk membiayai penyediaan/pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum, seperti pendidikan, kesehatan, olah raga, dan lain-lain. 4. Desesntralisasi Tidak hanya desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan strategi/kebijakan pembangunan ekonomi dan sosial di daerah sangat membantu usaha pengurangan kemiskinan di dalam negeri. Karena hal ini memberi suatu kesempatan besar bagi masyarakat daerah untuk aktif berperan dan dapat menentukan sendiri strategi atau pola pembangunan ekonomi dan sosial di daerah sesuai faktor-faktor keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki masing-masing daerah. 5. Pendidikan dan kesehatan. Tidak diragukan lagi, pendidikan dan kesehatan yang baik bagi semua anggota masyarakat di suatu negara merupakan prakondisi bagi keberhasilan dari kebijakan anti-kemiskinan dari pemerintah negara tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan, terutama dasar, dan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari pemerintah, di manapun juga, baik di negara-negara maju maupun NSB. Pihak swasta bisa membantu dalam penyediaan tersebut, tetapi tidak mengambil alih peranan pemerintah tersebut. 6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan. Sama seperti penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan, penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan terutama pembangunan fasilitasfasilitas umum/utama, seperti pemukiman/perumahan bagi kelompok masyarakat miskin, fasilitas sanitasi dan transportasi, sekolah, komplek
  • 25. 25 olah raga, dan infrastruktur fisik, seperti jalan raya, waduk, listrik dan sebagainya, merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi tingkat kemiskinan, terutama di perkotaan. 7. Pembangian tanah yang merata. Pembagian tanah yang merata atau yang dikenal dengan land reform terutama sangat krusial di NSB karena sebagai suatu sumber penting bagi kehidupan di perdesaan. Lagi pula, banyak studi telah membuktikan bahwa pemilik-pemilik kecil lebih efisien dalam menggunakan tanah dibandingkan pemilik-pemilik besar, dan sistem bagi hasil, seperti yang dipraktikkan secara luas di Indonesia, kurang efisien dibandingkan pengolahan oleh pemilik sendiri. Kebijakan anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya pengeluarlan dalam APBN untuk membiayai program-program pemberantasan kemiskinan di tanah air. Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pemberantasan Kemiskinan, sebagai Suatu Persentase dari Pengeluaran Total dari Pemerintah Pusat 1994/95-2000 Bentuk Pengeluaran Transfer Kas Keuntungan dalam bentuk: Subsidi beeras (operasi pasar khusus (OPK) Pelayanan kesehatan Pendidikan Penciptaan Kesempatan Kerja Inpres Desa Tertinggal (IDT) Prog. Pengembangan Kecamatan Prog PengKemiskinan di Kota Prog Pemb Daerah mengatasi krisis ekonomi (skim kredit perdesaan) Infrastruktur Perkotaan & Perdesaan Padat Karya Skim-skim Pinjaman Lainnya Total Total Program Antikemiskinan - Nilai (Rp trilliun) - % daru PDB 94/95 97/98 98/99 99/00 2000 0,69 5,73 5,14 2,96 0,16 0,33 1,21 0,53 0,34 0,36 1,27 0,13 3,70 0,97 1,06 3,94 3,14 1,16 0,84 1,87 1,22 0,99 0,75 2,58 0,22 1,37 0,61 96/97 0,49 0,61 0,59 95/96 0,33 0,04 0,29 0,28 0,40 0,51 0,48 0,12 7,01 0,24 0,43 0,22 0,92 0,20 5,65 13,95 1,23 10,35 1,05 0,33 0,26 0,61 0,02 0,43 0,430 0,53 0,61 0,43 0,11 1,37 1,70 1,96 1,16 0,61 1,01 0,46 0,49 9,67 1,07 0,23 1,54 0,28 1,98 0,29 14,24 1,39 Pengeluarlan pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan adalah yang terpenting. Karena kedua fakktor ini sangat memengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif dan penyebab utama kemiskinan di Indonesia adalah karena banyak anggota masyarakat yang berpendidikan rendah dan dengan kondisi kesehatan yang buruk.
  • 26. 26 Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan di ASEAN (% dari PDB) Negara Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos PDR Malasya Myammar Filipina Singapura Thailand Vietman 90 4,0 0,8 1,0 … 5,5 … 3,1 4,2 …. … 95 4,6 0,9 0,7 … 4,8 … 3,2 3,0 3,5 … 96 4,6 0,9 1,4 … 4,9 …. 3,4 3,1 3,8 … 97 4,5 0,9 1,4 … 4,6 … 3,9 3,1 4,2 … 98 5,6 0,9 1,3 … 4,7 … 4,0 3,6 4,8 … 99 5,0 1,2 1,3 … 5,1 …. 3,7 3,7 4,7 … 00 4,2 1,3 0,9 … 5,6 … 3,5 4,0 4,5 … 01 4,0 1,3 0,8 … 7,0 … 3,2 4,3 4,3 … 02 4,7 1,7 0,9 … 7,7 …. 3,2 4,4 4,1 … 03 6,0 1,6 1,1 … 7,0 … 3,0 4,1 4,1 … 04 3,0 1,5 …. … 5,4 … 2,6 3,6 4,0 … 05 3,7 1,4 … … 5,1 …. 2,4 3,3 … … 06 … 1,5 … … 5,4 … 2,4 3,1 … … 07 …. 1,4 … … 5,7 …. … … … … 05 1,7 0,9 … … 1,7 … 0,3 0,9 … … 06 … 0,9 … … 1,7 … 0,3 0,9 … … 07 … 1,0 … … 1,8 … … … … … Sumber: ADB Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan di ASEAN (% dari Total Pengeluaran Pemerintah) Negara Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos PDR Malasya Myammar Filipina Singapura Thailand Vietman Sumber: ADB 90 1,6 1,5 0,3 … 1,5 … 0,7 1,0 … … 95 2,3 0,3 0,6 … 1,2 … 0,4 1,2 1,2 … 96 2,3 0,5 0,4 … 1,4 … 0,5 1,2 1,3 … 97 2,3 0,4 0,5 … 1,3 … 0,6 1,1 1,5 … 98 2,9 0,4 0,6 … 1,4 … 0,5 1,4 1,5 … 99 2,5 0,6 0,6 … 1,5 … 0,5 1,3 1,4 … 00 2,1 0,9 0,3 … 1,5 … 0,4 1,0 1,3 … 01 2,0 0,8 0,2 … 1,8 … 0,4 1,2 1,7 … 02 2,0 1,0 0,2 … 1,7 … 0,4 1,1 1,3 … 03 2,5 0,9 0,4 … 2,1 … 0,3 1,5 1,3 … 04 1,3 0,9 … … 2,0 … 0,3 1,0 1,4 …