Dokumen tersebut membahas sistem hukum dan peradilan internasional. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan pengertian hukum internasional, asal-usulnya, asas-asas yang dianut, sumber hukumnya, subjek yang tercakup didalamnya, hubungannya dengan hukum nasional, serta proses ratifikasi menjadi hukum nasional.
1. DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5
KELAS: XI IPA 4
1. RISKA DAMAYANTI
TAHUN
AJARAN 2. SISILIA TRESNAMIATI
3. SITI RAMONA INDAH
2013
4. SYAFRUDIN SYAPUTERA
5. SYAUMI RAHMA
6. YESI FERA MEFRANDA
7. YUNIA SARI UTAMI
8. ANGGA ARIA UTAMA
2. Sistem Hukum dan
Peradilan Internasional
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Sistem Hukum Internasional
Pengertian Hukum Internasional
Asal Mula Hukum Internasional
Hukum Internasional Dalam Arti Modern
Asas-asas Hukum Internasional
Sumber Hukum Internasional
Subjek Hukum Internasional
Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional
I. Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi
Hukum Nasional
J. Peradilan Internasional
3. A. Sistem Hukum Internasional
Sistem hukum internasional adalah satu
kesatuan hukum yang berlaku dan wajib dipatuhi
oleh seluruh komunitas internasional. Artinya
hukum internasional harus dipatuhi oleh setiap
negara. Sistem hukum internasional juga
merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan
bersama oleh negara-negara anggota yang
melintasi batas-batas negara.
4. B. Pengertian Hukum Internasional
Pengertian hukum internasional secara umum merupakan bagian
hukum yang mengatur aktifitas entitas dalan skala internasional. Awalnya
hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional
yang semakin kompleks pengertian ini mulai meluas sehingga hukum
internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi
internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan
individu.
Namun disamping itu, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya
mengenai hukum internasional. Diantaranya adalah :
1.
J.G Starke
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum-hukum (body of law)
yang sebagian besar terdiri dari asa-asas dan karena itu biasanya ditaati
dalam hubungan antarnegara.
2.
Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan
hukum antara berbagi bangsa di berbagai negara.
3.
Mochtar Kusumaatmaja
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara
antara :
·
Negara dengan negara
·
Negara dan subyek hukum lain bukan negara atau subjek hukum
bukan negara satu sama lain
5. C. Asal Mula Hukum Internasional
Hukum internasional sudah dikenal oleh bangsa
romawi sejak tahun 89 sebelum masehi. Mereka
mengenal adengan nama ius civile (hukum sipil) dan
ius gentium (hukum antar bangsa). Ius civile
merupakan hukum nasional yang berlaku yang berlaku
bagi warga romawi dimanapun mereka berada. Ius
gentium yang kemudian berkembang menjadi ius inter
gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari
hukum romawi yang diterapkan bagi orang asing yang
bukan orang romawi, yaitu orang-orang jajahan atau
orang-orang asing.
Kemudian hukum ini berkembang menjadi
volkernrecht (bahasa Jerman), droit des gens (bahasa
Prancis), dan law of nations atau international law
(bahasa Inggris).
6. Pengertian volkernrecht dan ius gentium sebenarnya tidak
sama karena dalam hukum Romawi, istilah ius gentium memiliki
pengertian :
a.
Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota
Roma dan orang asing.
b.
Hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur
masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam yang menjadi dasar
perkembangan hukum internasional di Eropa pada abad ke-15 sampai
dengan abad ke-19.
Seiring dengan perkembangan yang ada, pemahaman mengenai hukum
internasional dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu :
a.
Hukum Perdata Internasional. Yaitu hukum yang mengatur
hubungan hukum hukum antar warga negara suatu negara dan warga
negara dari negara lain.
b.
Hukum publik internasional, yaitu hukum yang mengatur negara
yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional
(hukum antarnegara).
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata
Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah
dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi
batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata.
Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya
7. D. Hukum Internasional Dalam Arti
Modern
Hukum internasional yang kita kenal
sekarang merupakan hasil dari
diadakannya konferensi Wina tahun 1969
yang diikuti oleh para pakar hukum
dunia. Hasil konferensi tersebut
menyepakati sebuah naskah hukum
internasional, baik yang menyangkut
hukum perdata maupun hukum publik
8. E.
Asas-asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, ada beberapa asas
yang harus diperhatikan oleh setiap negara.
a.
Asas Teritorial
Didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya.
Intinya, negara melaksanakan hukum bagi semua orang
dan semua barang yang ada di wilayah negaranya.
b.
Asas Kebangsaan
Didasarkan atas kekuasaan negara untuk warga
negaranya. Intinya, setiap warga negara dimanapun dia
berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari
negaranya sendiri meskipun sedang berada di negara
asing.
c.
Asas kepentingan umum
Didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi
dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat.
Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu
negara.
Ketiga asas ini sangat penting untuk diperhatikan,
apabila tidak diperhatikan dengan baik maka akan timbul
ketidak-sesuaian hukum dalam menjalankan hubungan
internasional.
9. F.
Sumber Hukum Internasional
Menurut Mochtar Kusumaatmaja dalam buku “Hukum Internasional
Humaniter”, sumber hukum internasional dapat dibedakan mennjadi sumber
hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.
a. Dalam Arti Material
Hukum internasional tidak dapat dipaksakan seperti hukum nasional. Pada
dasarnya masyarakat negara-negara atau masyarakat bangsa-bangsa yang
anggotanya didasarkan pada kesukarelaaan dan kesadaran, sedangkan
kekuasaan tertinggi tetap berada di negara masing-masing.
Meski demikian, ada sebagian besar negara anggota masyarakat yang
mentaati kaidah-kaidah hukum internasional. Mengenai hal ini ada dua aliran
yang memiliki pendapat berbeda.
· Aliran naturalis
Bersandar pada hak asasi dan hak alamiah. Menurut teori ini, hukum
internasional adalah hukum alam sehingga kedudukannya dianggap lebih tinggi
dari pada hukum nasional. Pencetus teori ini adalah Grotius (Hugo De Groot)
dan kemudian disempurnakan oleh Emmerich Vattel, ahli hukum dan diplomat
Swiss.
· Aliran positivisme
Mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama
dari negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servanda yang dianut
oleh mazhab Wina dengan pelopornya yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans
Kelsen pacta sunt servanda merupakan kaidah dasar pasal 26 Konvensi Wina
tentang Hukum Perjanjian (Viena Convention of The Law of treatis) tahun 1969.
10. b.
Dalam Arti Formal
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti
formal merupakan sumber hukum paling utama dan memiliki
otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh
Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa
internasional. Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional
Permanen tertanggal 16 Desember 1920 dapat dipakai oleh
Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan persoalan
Internasional.
Sumber-sumber hukum internasional sesuai dengan yang
tercantum di dalam Piagam Mahkamah Internasional pasal 38
adalah sebagai berikut :
Perjanjian Internasional (Traktat=Teraty)
Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktik
umum dan diterima sebagai hukum
Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa
beradab
Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum
internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk
menentukan hukum, dan
Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka
11. G. Subjek Hukum Internasional
Pihak-pihak yang dapat disebut sebagai subyek hukum internasional
adalah sebagi berikut :
a. Negara
Merupakan subyek hukum internasional dalam arti klasik, artinya
bahwa lahirnya hukum internasional negara sudah diakui sebagi subyek
hukum internasional.
b. Takhta Suci
Subyek hukum yang merupakan peninggalan sejarah sejak zaman
dahulu ketika paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma tetapi juga
memiliki kekuasaan duniawi.
c. Palang Merah Internasional
Merupakan salah satu subyek hukum internasional dan hal ini
diperkuat dengan adanya perjanjian, kemudian diperkuat oleh beberapa
konvensi Palang Merah (konvensi Jenewa) tentang perlindungan korban
perang.
d. Organisasi Internasional
Merupakan subyek hukum yang mempunyai hak-hak dan kewajiban
yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional.
e. Orang Perseorangan
Dalam arti yang terbatas orang perseorangan dapat dianggap sebagai
subyek hukum internasional.
f. Pemberontakan dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan
dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam beberapa hal tertentu.
12. H. Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Adanya hubungan antara hukum internasional dengan hukum
nasional ternyata menarik para ahli hukum untuk menganalisis lebih
jauh. Terdapat 2 aliran yang coba memberikan gambaran bagaimana
keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Kedua
aliran itu adalah :
a.
Aliran monisme
Tokoh nya ialah Hanz kelsen dan george scelle. Menurut aliran ini
hukum nasional dan internasional merupakan satu kesatuan. Hal ini
disebabkan :
1. Walaupun kedua sistem hukum tersebut mempunyai istilah yang
berbeda, tetapi subjek hukumnya tetap sama, yaitu individu yang
terdapat dalam suatu negara.
2. Sama-sama meiliki kekuatan hukum yang mengikat
b.
Aliran Dualisme
Tokohnya adalah Triepel dan anzilotti aliran ini beranggapan bahwa
hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem
terpisah yang berbeda satu sama lain. Menurut aliran ini perbedaan
kedua hukum tersebut disebabakan oleh :
1.
Perbedaan sumber hukum
2.
Perbedaan mengenai subjek
3.
Perbedaan mengenai kekuatan hukum
13. I.
Proses Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum
Nasional
1.
Proses ratifikasi hukum internasional menurut UU no 24 tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional menimbang :
a.
Bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia
sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah Negara
Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional, melakukan
hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian
internasional;
b.
Bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian
internasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat
ringkas, sehingga perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan
perundang-undangan;
c.
bahwa Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22
Agustus 1960 tentang "Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain"
yang selama ini digunakan sebagai pedoman untuk membuat dan
mengesahkan perjanjian internasional sudah tidak sesuai lagi dengan
semangat reformasi;
d.
bahwa pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara
Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara-negara lain, organisasi
internasional, dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan
hukum yang sangat penting karena mengikat negara pada bidang-bidang
14. Pasal 5 :
1)
Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana
untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan
konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri.
2)
Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan
perjanjian internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi
Pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman
delegasi Republik Indonesia.
3)
Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan
Menteri, memuat hal-hal sebagai berikut :
a)
b)
latar belakang permasalahan;
analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek
lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
c)
posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk
mencapai kesepakatan.
4)
Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh
Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain
sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
15. 2.
Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD
1945
a)
Pengertian Ratifikasi
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam
kegiatan hukum (perjanjian) internasional. Hal ini menunbuhkan
keyakinan pada lembaga-lambaga perwakilan-perwakilan rakyat
bahwa wakil yang menandatangani suatu perjanjian tidak
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum.
b)
Proses Ratifikasi
Ratifikasi merupakan proses pengesahan.
Berikut adalah contoh proses ratifikasi hukum (perjanjian
internasional) menjadi hukum nasional :
Persetujuan Indonesia-Belanda mengenai penyerahan Irian Barat
yang ditandatangani di New York (15
Januari 1962) disebut Agreement.
Perjanjian Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara
Indonesia dengan Papua Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12
Februari 1973 dalam bentuk agreement.
Persetujuan garis batas landas kontinen antara IndonesiaSingapura 25 Mei 1973
16. 3.
Proses ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain”. Untuk menjamin
kelancaran pelaksanaan kerja sama antara eksekutif
(Presiden) dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat),
harus diperhatikan hal-hal berikut :
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional
lainnya yang dapat menimbulkan akibat luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian
internasional diatur dengan undang-undang
17. Tahap-tahap Dalam Pembuatan Perjanjian Internasional
Negara
A
Penjajakan
Negara
B,C,D
dst.
Perundingan
Perumusan naskah
Penandatanganan
Penerimaan
Penandatanganan suatu perjanjian internasional dapat
merupakan persetujuan atas naskah yang dihasilkan dan
merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara
definitif.
18. Pengesahan perjanjian internasional mrp tahap
penting dalam proses pembuatan perjanjian
internasional, karena suatu negara telah menyatakan
diri untuk terikat secara definitif.
Tentang pengesahan
perjanjian internasional,
dapat dibedakan antara
pengesahan dengan undangundang dan pengesahan
dengan keputusan presiden.
19. PENGESAHAN
PERJANJIAN
INTERNASIONAL
DENGAN UNDANGUNDANG
DENGAN KEPUTUSAN
PRESIDEN
Apabila berkenaan dengan :
a. Masalah politik, perdamaian,
pertahanan, dan keamanan negara;
b. Perubahan wilayah atau penetapan
batas wilayah;
c. Kedaulatan negara;
d. Hak asasi manusia dan lingkungan
hidup;
e. Pembentukkan kaidah hukum baru;
f. Pinjaman atau hibah luar negeri.
Jenis-jenis perjanjian yang
pengesahannya melalui keputusan
presiden pada umumnya memiliki
materi yang bersifat prosedural dan
memerlukan penerapan dalam
waktu singkat tanpa mempengaruhi
peraturan perundang-undangan
nasional, di antaranya adalah
perjanjian induk yang menyangkut
kerjasama di bidang Iptek, ekonomi
dan teknik, perdagangan,
kebudayaan, pelayaran niaga,
kerjasama penghindaran pajak
berganda, dll.
Pengesahan perjanjian internasional
dilakukan berdasarkan materi perjanjian
dan bukan berdasarkan bentuk atau
nama perjanjian.
20. Suatu perjanjian internasional dapat berakhir
bila :
1. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yg
ditetapkan dalam perjanjian;
2. Tujuan perjanjian tersebut telah dicapai;
3. Terdapat perubahan dasar yang mempengaruhi
pelaksanaan perjanjian;
4. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar
ketentuan dalam perjanjian;
5. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan
perjanjian lama;
6. Munculnya norma-norma baru dalam hukum
internasional;
7. Hilangnya objek perjanjian
8. Terdapat hal-hal yg merugikan kepentingan nasional.
21. Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan negara lain”.
Bahwa perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk
mendapat persetujuan sebelum disahkan oleh presiden ialah
perjanjian-perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty dan
mengandung materi :
1. Soal-soal politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi
haluan politik negara (perjanjian persahabatan, perubahan
wilayah, atau penetapan tapal batas.
2. Ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya dapat
mempengaruhi haluan politik negara, perjanjian kerjasma
ekonomi, atau pinjaman uang.
3. Soal-soal yang menurut UUD atau menurut sistem
perundangan harus diatur dengan undang-undang, seperti
soal-soal kewarganegaraan dan soal-soal kehakiman.
22. J.
Peradilan Internasional
Peradilan Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang
merupakan salah satu organ perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhaag
(Belanda).
Para angota nya terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang
dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatan
mereka 9 tahun, sedangkan tugasnya antara lain selain memberi nasehat tentang
persoalan hukum kepada majelis umum dan dewan keamanan, juga memeriksa
perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan
kepada mahkamah internasional.
Mahkamah internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada
perjanjian-perjanjian internasional ( traktat-traktat dan kebiasaan- kebiasaan
internasional ) sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional
merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Disamping
pengadilan mahkamah internasional, terdapat juga pengadilan arbitrase internasionl.
Arbitrase internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet
tidak perlu berdasarkan peraturan hukum
Dalam hukum internasional dikenal juga istilah adjudikation, yaitu suatu tehnik
hukum untuk meyelesaikan persengketaan internasional dengan menyerahkan
keputusan kepada peradilan. Adjudikasi berbeda dengan arbitrase karena adjudikasi
mencangkup proses kelembagaan. Yang dilakukan oleh lembaga peradialan tetap
semntara arbitrase dilakukan melalui prosedur ade hoc. Lembaga peradilan
internasional pertama yang berkaitan dengan adjudikasi adalah permanent court of
internasional justice ( PCJI ) yang berfungsi sebagai bagian dari sistem LBB mulai
tahun 1920 hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran internasional court of
23. Peradilan Internasional
Komponen-komponen Lembaga
Peradilan Internasional
Komposisi terdiri dari 15 orang
Hakim dan masa jabatan 9 tahun.
Dipilih oleh MU & DK (5 ang dari
negara anggota tetap DK PBB)
Berfungsi, menyelesaikan kasus –
kasus persengketaan
internasional yang subjeknya
negara.
Yurisdiksi adalah kewenangan MI
untuk memu-tuskan perkaraperkara pertikaian dan memberi
opini yang bersifat nasihat.
1) Mahkamah
Internasion
al (The
Internation
al Court of
Justice)
24. Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu
perkara, berpedoman pada perjanjian-perjanjian
internasional (traktat-traktat dan kebiasaan-kebiasaan
internasional) sebagai sumber hukum.
Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan
keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding.
Di samping pengadilan Mahkamah Internasional,
terdapat juga pengadilan arbitrasi internasional.
Arbitrasi internasional hanya untuk perselisihan
hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu
berdasarkan peraturan hukum.
25. 2)
Mahkamah Pidana Internasional
(The International Criminal Court)
Yurisdiksi adalah
kewenangan untuk
menegakkan aturan
hukum internasional
terhadap pelaku
kejahatan berat.
Komposisi
adalah 18
orang hakim yang masa
jabatannya 9 tahun.
Dipilih berdasarkan 2/3
suara Majelis Negara
Pihak.
4 Jenis
Kejahatan
(Pasal 5-8
Statuta
Mahkamah)
Kejahatan Genosida
Kejahatan terhadap
kemanusiaan
Kejahatan perang
Kejahatan agresi
26. 3)Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional ( The
International Criminal Tribunals/ICT)
Berwenang mengadili
para tersangka
kejahatan berat
internasional yang
bersifat tidak
permanen, artinya
setelah selesai
mengadili, peradilan
dibubarkan
Contoh :
• International Criminal
Tribunal for Former
Yugoslavia
• Special Court for
cambodia
27. 1. Penyebab Timbulnya Sengketa
Internasional oleh Mahkamah Internasional
a. Sengketa Internasional dan Faktor Penyebabnya
Sengketa internasional adalah sengketa atau
perselisihan yang terjadi antar negara baik yang
berupa masalah :
Wilayah,
Warganegara,
Hak Asasi Manusia,
Terorisme, dll.
Faktor politis atau
perbatasan wilayah, mrp
faktor potensial timbulnya
ketegangan dan sengketa
internasional yg dapat
memicu terjadi perang
terbuka.
28. 1. Segi Politis (Adanya Pakta
Pertahanan atau Pakta
Perdamaian)
2. Hak Atas Suatu Wilayah Teritorial
3. Pengembangan Senjata Nuklir
atau Senjata Biologi
4. Permasalahan Terorisme
5. Ketidakpuasan Terhadap Rezim
Yang Berkuasa.
6. Adanya Hegemoni (pengaruh
kekuatan) Amerika.
29. b.Peran mahkamah Internasional Dlm Menyelesaikan
Sengketa Internasional
Dalam prosedur penyelesaian sengketa internasional
melalui Mahkamah Internasional, dikenal dengan
istilah Adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk
menyelesaikan persengkataan internasional dengan
menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan.
Adjudikasi berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi
mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh
lembaga peradilan tetap, sementara arbitrase
dilakukan melalui prosedur ad hoc.
30. Lanjutan ………….
Mahkamah
Internasional
Wewenang ratione personae, yaitu
siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke mahkamah, dan
Wewenang ratione materiae, yaitu
mengenai jenis sengketa-sengketa
yang dapat diajukan.
Wewenang wajib (compulsory jurisdiction), yaitu
hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya
dalam suatu persetujuan menerima wewenang tsb.
Berdasarkan Ketentuan Konvensional
Klausula Opsional
31. Lanjutan
………….
Mahkamah
Internasional
Fungsi konsultatif, yaitu
memberikan pendapat-pendapat
yang tidak mengikat atau apa
yang disebut advisory opinion :
1. Natur Yuridik Pendapat Hukum
(Advisory Opinion)
2. Permintaan Pendapat
Mahkamah Internasional :
Badan yang dapat meminta
pendapat mahkamah
Pemberian pendapat oleh
mahkamah
32. Beberapa istilah penting yang berhubungan dengan
upaya-upaya penyelesaian Internasional.
1. Advisory Opinion, suatu opini hukum yang dibuat oleh
pengadilan dalam melarasi permasalahan yang diajukan oleh
lembaga berwenang.
2. Compromis, suatu kesepakatan awal di antara pihak yang
bersengketa yang menetapkan ketentuan ihwal persengketaan
yang akan diselesaikan, melalui :
Penetapan ihwal persengketaan,
Menetapkan prinsip untuk memandu peradilan, dan
Membuat aturan prosedur yang harus diikuti dalam
menentukan kasus.
Suatu putusan dapat bersifat nihil bila peradilan melampaui
otoritasnya seperti yang ditentukan oleh pihak yang
bersangkutan dalam compromis.
3. Ex Aequo Et Bono, asas untuk menetapkan keputusan oleh
pengadilan internasional atas dasar keadilan dan keterbukaan.
33. c. Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui
Mahkamah Internasional
D
Pemeriksaan Dan
Penyeledikan
C
E
Proses
Peradilan s.d.
Pemberian
Sanksi
Komisi Tinggi
HAM PBB/
Lembaga HAM
Internasional
B
Ada Pengaduan
Dari Negara
Yang Dirugikan
MAHKAMAH
INTERNASIONAL
Negara-Negara
Anggota/Buka
n
PBB
A
Telah Terjadi
Pelanggaran
HAM
Terjadi
Sengketa/
Konflik
34. Lanjutan ………….
Beberapa hal terkait dengan prosedur penyelesaian
sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional.
Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil tindakan
sementara dalam bentuk ordonasi (melindungi hak-hak dan
kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil
menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya
secara defenitif.
Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah satu
pihak tidak muncul di mahkamah atau tidak
mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta
mahkamah mengambil keputusan untuk mendukung
tuntutannya. Jika negara bersengketa tidak hadir di
mahkamah, tidak menghalangi organ tersebut untuk
mengambil keputusan.
35. Lanjutan ………….
d. Kep Mahkamah Internasional dlm Menyelesaikan
Sengketa Internasional
Keputusan Mahkamah Internasional diambil dengan suara mayo
ritas dari hakim-hakim yang hadir. Jika suara seimbang, suara
ketua atau wakilnya yg menentukan. Terdiri dari 3 bagian :
Pertama berisikan komposisi mahkamah, informasi mengenai
pihak-pihak yang bersengketa, serta wakil-wakilnya, analisis
mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak
yang bersengketa.
Kedua berisikan penjelasan mengenai motivasi mahkamah
yang merupakan suatu keharusan karena penyelesaian
yuridiksional sering merupakan salah satu unsur dari
penyelesaian yang lebih luas dari sengketa dan karena itu,
perlu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa.
Ketiga berisi dispositif, yaitu berisikan keputusan mahkamah
yang mengikat negara-negara yang bersengketa.
36. e. Peranan Hukum Internasional Dalam Menjaga
Perdamaian Dunia
Berikut ini ada beberapa contoh mengenai peranan
hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya)
dalam menjaga perdamaian dunia :
1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara
damai (Antartika Treaty) pada tahun 1959.
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan
perdamaian (Non-Proliferation Treaty) tahun 1968.
3. Perjanjian damai Dayton (Ohio- AS) tahun 1995 yang
mengharuskan pihak Serbia, Muslim Bosnia, dan
Kroasia untuk mematuhinya. Untuk itu, NATO
menempatkan pasukannya guna meneggakkan
hukum internasional yang telah disepakati.
37. f. Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai
Berdasarkan Persamaan Derajat
Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku
secara universal :
1. Bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang
bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan
politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya
yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.
2. Non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri
suatu negara.
3. Persamaan hak menentukan nasib sendiri bg setiap bangsa.
4. Persamaan kedaulatan negara.
5. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan,
kedaulatan, dan integritas teritorial suatu negara.
6. Itikad baik dalam hubungan internasional.
7. Keadilan dan hukum internasional.
38. 2. Menghargai Keputusan Internasional
No
1.
Pihak-Pihak
Yang Terlibat
Amerika
Serikat di
Filipina, Indo
China &
Jepang
Uraian Kasus atau Kejadian
Tahun 1906, tentara Amerika telah
melakukan kejahatan perang dengan
membunuh warga Filipina (moro
massacre).
Keterangan
Para pelaku kejahatan perang
telah diajukan ke
pengadilan militer, namun tidak
Tahun 1968, peristiwa yang lebih lama kemudian
dikenal dengan My Lai Massacre, banyak yang disebuah kompi Amerika menyapu bebaskan. (Mahwarga desa dengan senjata otomatis kamah internahingga menewaskan sekitar 500 sional
belum
korban.
dapat
berbuat
banyak).
Pada tahun 1945, lebih dari 40.000
rakyat Jepang yang tidak berdosa
telah
terpanggang
dengan
dijatuhkannya bom atom di Hirosima
dan Nagasaki (Jepang).
39. 2.
Jerman &
Jepang dalam
aksinya di
Eropa dan Asia.
Periode antara tahun 1933 s.d. 1939
Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler
telah melakukan pembasmian terhadap
lawan politik maupun orang-orang
Yahudi serta penyerbuan terhadap
negara
Austria,
Polandia
dan
Cekoslowakia dengan cara-cara yang
sangat biadab (holocaust).
Pasukan Jepang baik di Indonesia,
Korea maupun di China yang sangat
kejam
selama
pendudukan.
Di
Indonesia, selama pendudukan Jepang
Tidak kurang dari 10.000 rakyat hilang
dan tidak pernah kembali selama
berlangsungnya romusha tersebut.
Sebelum Perang
Dunia II, kolonialisme Barat dengan jutaan korban tidak tersentuh. Baru setelah
sekutu membuka
Pengadilan Nuremberg (19451946) untuk Nazi
dan Jepang, dimulailah proses
pelembagaan
untuk kejahatan
perang
melalui
empat Konvensi
Geneva
tahun
1949.
40. 3
Serbia di
Kroasia dan
Bosnia
Herzegovina
(Yugoslavia)
Kurun waktu antara tahun 1992-1995,
pasukan
Serbia
telah
melakukan
pemmbersihan etnik (etnic cleansing)
terutama terhadap warga sipil muslim
Bosnia (di Sarajevo) dan daerah-daerah
lain serta di Kroasia yang ingin
melepaskan diri dari Serbia setelah
bubarnya negara federasi Yugoslavia.
Tidak kurang 700.000 warga sipil telah
disiksa dan dibunuh dengan kejam.
Beberapa
nama
yang
harus
bertanggungjawab
atas
perbuatan
kejahatan perang tersebut antara lain :
Stanislav Galic, Gojko Jankovic, Janco
Janjic, Dragon Zelenovic, Karadzic,
Mladic, dan lain-lain.
Tahun 1994 pengadilan terhadap
para penjahat perag telah terbukti
di
Den
Haag
(Belanda).
Proses
pengadilan terus
berlangsung,
namun hasilnya
belum
sesuai
harapan. Banyak
yang masih gagal
ditangkap.
41. 4
Pemerintah
Rwanda
terhadap etnis
Hutu dan Tutsi
Catatan :
Dalam waktu tiga bulan di tahun 1994,
tidak kurang 500.000 etnis Hutu dan
Tutsi
telah
terbunuh.
Pemerintah
Rwanda bertanggung-jawab atas kasus
terbunuhnya kedua etnis tersebut.
PBB menggelar
pengadilan kejahatan
perang
yang digelar di
Arusha
(Tanzania),
namun
hanya
mampu
menyerat
29
orang
yang
diadilli.
Berdasarkan modal Pengadilan Rwanda ini, akhirnya PBB menggelar pengadilan untuk
penjahat-penjahat perang. Internasionalisasi pengadilan penjahat perang semakin
menjadi penting dengan disetujuinya oleh 91 negara sebuah Statuta Roma 1998, sebuah
langkah untuk membentuk ICC (International Criminal Court) yang permanen. Namun,
banyak pengamat mengkritik pengadilan di Den Haag saja, lebih banyak gagal daripada
suksesnya, apalagi model ICC.
42. STUDI KASUS
Tugas Pengadilan Internasional
Kongo: Satu-satunya pengadilan kejahatan perang internasional yang
permanen memulai perkara pertamanya, dalam kasus pemimpin milisi di
Republik Demokratik Kongo. Para hakim di Pengadilan Kejahatan Internasional
(ICC) akan memutuskan apakah Thomas Lubanga akan diadili atas tuduhan
merekrut tentara anak-anak. Konflik di Kongo yang terjadi selama empat tahun
menyebabkan sekitar empat juta orang tewas.
Amerika Serikat dengan keras menentang pembentukan ICC, karena
khawatir tentaranya akan diadili secara politik. ICC dirancang untuk
menggantikan berbagai pengadilan ad hoc kejahatan perang yang didirikan di
beberapa negara, termasuk pengadilan yang menangani kejahatan perang di
bekas Yugoslavia dan pembantaian etnik di Rwanda. Thomas Lubanga, 45
tahun, memimpin milisi Persatuan Patriot Kongo (UPC) di distrik Ituri di Kongo
timur laut, tempat peperangan terus pecah setelah perang lima tahun secara
resmi berakhir pada tahun 2003.
Jaksa mengatakan dia mengunjungi kamp latihan bagi tentara milisi etnik
Hema, yang termasuk anak-anak mulai umur 10 tahun, sewaktu mereka
mempersiapkan diri untuk bertempur dengan lawan mereka, milisi etnik Lendu.
“Sambil mendorong mereka untuk bertempur, mereka -- Lubanga dan wakilnya
-- juga mengancam anak-anak itu akan dibunuh jika berusaha melarikan diri
dari kamp,” kata pernyataan kantor jaksa yang dikutip oleh kantor berita AFP.
43. Tentara anak-anak itu kemudian diperintahkan “untuk membunuh
semua etnik Lendu termasuk pria, wanita dan anak-anak”, tambah
pernyataan itu, berdasarkan kesaksian dari enam orang anak.
Lubanga menyangkal tiga dakwaan kejahatan perang. Para
pengacaranya mengatakan Lubanga berusaha menghentikan
konflik dan dia dihukum oleh masyarakat internasional karena
menolak untuk memberi kemudahan bagi perusahaan-perusahaan
asing di daerah pertambangan yang dia kuasai.
Berbicara tentang musuh-musuhnya, Lubanga pernah mengatakan
kepada pasukan penjaga perdamaian PBB: “Mereka yang
melakukan melakukan genosida atau pembantaian harus
dihukum.” Wartawan BBC Mark Doyle mengatakan konflik di Ituri
terlihat seperti perang antar etnik, tetapi akar permasalahannya
adalah penambangan emas dan mineral lainnya.
Sumber: BBCIndonesia (Faisal - Tempo News Room)
http://acehlong.wordpress.com/2006/11/09/tugas-pengadilaninternasional/