SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  126
BAB I

                              PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

       Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lembaga peradilan yang

   ada di Indonesia. semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun

   2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang

   Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi

   absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan mengadili

   serta menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi syari’ah.

       Wewenang baru tersebut bisa dikatakan sebagai tantangan dan sekaligus

   peluang bagi lembaga peradilan agama. Dikatakan sebagai tantangan karena

   selama ini bagi Pengadilan Agama belum ada pengalaman apa pun dalam

   menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari’ah, sehingga kalau pun

   sekiranya datang suatu perkara tentang sengketa ekonomi syari’ah , maka

   bagi lembaga peradilan agama ini mesti mencari dan mempersiapkan diri

   dengan seperangkat peraturan perundangan maupun norma hukum yang

   terkait dengan persoalan ekonomi syari’ah.

      Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami

   perkembangan    yang    cukup   berarti   dalam   masa    kemerdekaan   ini.

   Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat     dari kewenangan yang

   dimiliki oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam di Indonesia.

   Dulunya, putusan PA murni berdasarkan fiqh para fuqaha', eksekusinya harus
2


    dikuatkan oleh      Peradilan Umum, Para          hakimnya hanya berpendidikan

    Syari'ah tradisional dan tidak berpendidikan hukum, organisasinya tidak

    berpuncak ke Mahkamah Agung, dan lain-lain. Sekarang keadaan sudah

    berubah. Salah satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan

    kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama yang baru, antara

    lain bidang ekonomi syari'ah.1

       Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum positive yang secara

    terperinci mengatur tentang acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah,

    namun demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata

    lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini. Karena pada

    asasnya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan

    memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum

    tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili 2

    Oleh karena itu walau pun aturan formal yang berkenaan dengan penyelesaian

    sengketa ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai lembaga

    yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa, mengadili dan

    menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah sudah seharusnya mengerahkan

    segenap potensinya untuk menjawab tantangan tersebut.

           Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses

    penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini kiranya pengadilan agama harus

    berani dan mampu menggali nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam,


1
      Rifyal Ka'bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah Sebagai Sebuah Kewenangan Baru
Peradilan Agama, dalam Varia Peradilan . tahun ke XXI, NOMOR245 April, 2006,hal. 12.
2
     Lihat pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
3


   baik yang terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun kitab-kitab fiqh

   /ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama’ yang dalam hal ini melalui

   Dewan Syari’ah Nasional yang berkaitan dengan persoalan-persoalan

   diseputar ekonomi syari’ah.



B. Rumusan Masalah

        Berdasarkan kepada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan

   pokok-pokok masalah sebagai berikut :

   1. Mengapa sengketa ekonomi syari’ah mesti diselesaikan melalui Badan

      Peradilan Agama ?

   2. Bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah

      di Pengadilan Agama ?

   3. Pengadilan Agama mana yang paling berwenang menyelesaikan sengketa

      ekonomi syari’ah (kompetnsi relative) ?



C. Tujuan Penelitian

     Penelitian tentang sengketa ekonomi syari’ah dan penyelesaiannya di

     Pengadilan Agama mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut:

     1. Untuk mengetahui lebih mendalam mengapa Pengadilan Agama lebih

        berwenang dalam meyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah ?

     2. Untuk menganalis lebih jelas bagaimana cara-cara dan proses

        penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama.
4


     3.     Untuk memperoleh informasi yang pasti tentang Pengadilan Agama

           mana yang paling berwenang (kompetensi relatif) memeriksa, mengadili

           dan menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syari’ah.



D. Manfaat Penelitian

      Penelitian tentang penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di lingkungan

   Pengadilan agama diharapkan memiliki manfaat tertentu.. Manfaat tersebut

   sekurang-kurangnya meliputi dua aspek, yaitu:

   1. Manfaat sosial (social value), yang diharapkan berguna untuk :

     a. Memberi gambaran atau pedoman awal bagi lembaga Peradilan Agama

           tentang bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi

           syari’ah.

     b. Memberi informasi kepada masyarakat muslim Indonesia pada

           umumnya, khususnya para pelaku bisnis syari’ah tentang cara-cara

           menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah melalui pengadilan agama.

     c. Memberi pedoman praktis kepada para praktisi hukum khususnya dalam

           hal-hal yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi

           syariah.

   2. Manfaat akademik (academic value)

          a. Diharapkan penulisan tesis   tentang proses penyelesaian sengketa

             ekonomi syari’ah di pengadilan agama ini dapat dijadikan sebagai

             pemenuhan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Studi

             Islam pada Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia.
5


        b. Manfaat lain dari penulisan tesis ini diharapkan            bisa menambah

            khazanah keilmuan dalam bidang penyelesaian sengkerta ekonomi

            syari’ah.



E. Telaah Pustaka

         Dari penelusuran referensi yang ada tidak banyak dijumpai karya-karya

    ilmiyah yang membahas persoalan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di

    lingkungan Pengadilan Agama . Hal ini bisa dimaklumi karena persoalan ini

    relatif masih baru. Namun demikian hal-hal yang masih ada relevansinya

    dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah dapat dijumpai pada beberapa

    karya ilmiyah, diantaranya adalah tulisan Dr. Dadan Muttaqien tentang

    “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Luar Lembaga Peradilan”.

    Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa pada prinsipnya penyelesaian sengketa

    ekonomi syari’ah di luar lembaga peradilan (non litigasi) ada dua cara yang

    bisa ditempuh, yaitu melalui lembaga perdamaian (al-Shulh) dan melalui

    lembaga arbitrase (al-Tahkim). 3

         Di Indonesia, lembaga perdamaian telah diakui keberadaannya melalui

    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

    Penyelesaaian Sengketa. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa

    negara memberi kebebasan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah




3
     Dadan Muttaqien, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Luar Lembaga Peradilan,
dalam Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun Ke XXIII NOMOR 266 Januari 2008 (Jakarta :
IKAHI, 2008) Hal. 60.
6


    sengketa bisnisnya di luar lembaga peradilan, baik melalui konsultasi,

    mediasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian para ahli.4

             Sedangkan lembaga tahkim disini yang dimaksud adalah penyelesaian

    sengketa ekonomi syari’ah melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional

    (BASYARNAS ). Sebagai gambaran tentang peraturan dan prosedur Badan

    Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) adalah sebagai berikut:

    1. Penagajuan Permohonan

            Proses arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan untuk

            mengadakan arbitrase oleh Sekretaris dalam Register Badan Arbitrase

            Syari’ah Nasional (BASYARNAS). Dalam surat permohonannya tersebut

            harus memuat sekurang-kurangnya nama lengkap dan tempat tinggal atau

            tempat kedudukan       kedua belah pihak,   suatu uraian singkat tentang

            salinan naskah perjanjian Arbitrasenya dan suatu surat kuasa khusus jika

            diajukan oleh kuasa hukum.

    2. Selanjutnya, surat permohonan itu akan diperiksa oleh Badan Arbitrase

            Syari’ah Nasional (BASYARNAS) , untuk menentukan apakah Badan

            Arbitrase   Nasional    (BASYARNAS)         berwenang   memeriksa   dan

            memutuskan sengketa arbitrase yang dimohonkan tadi.          Dalam hal

            perjanjian atau klausula arbitrase dianggap tidak cukup kuat dijadikan

            dasar kewenangan Badan Arbitrase Nasional (BASYARNAS) untuk

            memeriksa sengketa yang diajukan,       maka Badan Arbitrase Syari’ah

            Nasional (BASYARNAS) akan meyatakan permohonan itu tidak dapat

            diterima (niet outvankelijk verklaard) yang dituangkan dalam sebuah
4
    Ibid.
7


   penetapan yang dikeluarkan oleh Badan Arbitrase Syari’ah Nasional

   (BASYARNAS) sebelum pemeriksaan dimulai atau dapat pula dilakukan

   oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis yang ditunjuk dalam hal

   pemeriksaan telah dimulai.    Sebaliknya, jika perjanjian atau klausula

   arbitrase dianggap telah mencukupi,      maka Ketua Badan Arbitrase

   Syari’ah Nasional (BASYARNAS) segera menetapkan dan menunjuk

   arbiter tunggal atau majelis yang akan memeriksa dan memutus sengketa

   berdasarkan berat ringannya sengketa.    Arbiter yang ditunjuk tersebut

   dapat dipilih dari arbiter atau menunjuk seorang ahli dalam bidang khusus

   yang diperlukan untuk menjadi arbiter, karena pemeriksaanya memerlukan

   suatu keahlian khusus.    Dengan demikian susunan arbiter dapat pula

   dalam bentuk tunggal atau majelis.

3. Arbiter yang ditunjuk memerintahkan untuk menyampaikan salinan surat

   permohonan kepada Termohon disertai perintah untuk menanggapi

   permohonan tersebut dan memberikan jawabannya secara tertulis

   selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

   diterimanya salinan surat permohonan dan surat panggilan. Segera setelah

   diterimanya jawaban dari Termohon, atas perintah Arbiter tunggal atau

   Ketua ArbiterMajelis, salinan dari jawaban tersebut diserahkan kepada

   Pemohon dan bersamaan dengan itu memerintahkan kepada para pihak

   untuk menghadap di muka sidang Arbitrase pada tanggal yang ditetapkan,

   selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak

   tanggal dikeluarkannya perintah itu,     dengan pemberitahuan bahwa
8


   mereka boleh mewakilkan kepada kuasa hukumnya masing-masing

   dengan surat kuasa khusus.

4. Pemeriksaan persidangan Arbitrase dialakukan di tempat kedudukan

   Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS),              kecuali ada

   persetujuan dari kedua belah pihak,    pemeriksaan dapat dilakukan di

   tempat lain.   Arbiter Tunggal    atau Majelis dapat melakukan sidang

   ditempat untuk memeriksa saksi,     barang, atau benda dokumen yang

   mempunyai hubungan dengan para pihak yang bersengketa.           Putusan

   harus diambil dan dijatuhkan di tempat kedudukan Badan Arbitrase

   Syari’ah Nasional (BASYARNAS).

5. Selama proses dan pada setiap tahap pemeriksaan berlangsung Arbiter

   tunggaal atau majelis harus memberi perlakuan dan kesempatan yang

   sama sepenuhnya terhadap para pihak (equality before the law) untuk

   membela dan mempertahankan kepentingan yang disengketekannya.

   Arbiter tunggal atau Majelis , baik atas pendapat sendiri atau para pihak

   dapat melakukan pemeriksaan dengan mendengar keterangan saksi,

   termasuk saksi ahli dan pemeriksaan secara lisan di antara para pihak,

   setiap bukti atau dokumen yang disampaikan salah satu pihak kepada

   Arbiter Tunggal atau Majelis salinannya harus disampaikan kepada pihak

   lawan.   Namun, pemeriksaan dibolehkan secara lisan (oral hearing).

   Tahap pemeriksaan dimulai dari jawab-menjawab             (replik-duplik),

   pembuktian dan putusan dilakukan berdasarkan kebijakan Arbiter

   Tunggaal atau Majelis.
9


6. Dalam jawabannya, atau paling lambat pada sidang pertama pemeriksaan,

   Termohon dapat mengajukan suatu tuntutan balasan (reconventie).

   Terhadap bantahan yang diajukan Termohon, Pemohon dapat mengajukan

   jawaban (replik) yang dibarengi dengan tambahan tuntutan (Additional

   Claim)   asal hal itu mempunyai hubungan yang sangat erat langsung

   dengan pokok yang disengketekan serta termasuk dalam Yurisdiksi

   Badaan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS),          baik tuntutan

   konvensi, rekonvensi maupun addional Claim akan diperiksa dan diputus

   oleh Arbiter atau maajelis terlebih dulu akan mengusahakan tercapainya

   perdamaian.     Apabila usaha tersebut berhasil, maka Arbiter Tunggal

   akan membuat akta perdamaian dan mewajibkan kedua belah pihak untuk

   memenuhi dan mentaati perdamaian tersebut masing-masing. Sebaliknya,

   apabila perdamaian tidak berhasil, maka Arbiter Tunggal atau Majelis

   akan meneruskan pemeriksaan sengketa yang dimohon. Dalam hal yang

   diteruskan para pihak dipersilakan untuk memberikan argumentasi dan

   pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang dianggap

   perlu untuk mengatakannya.        Seluruh pemeriksaan dilakukan secara

   tertutup sesuai dengan saran arbitrase yang tertutup.

7. Arbiter tunggal atau Majelis       akan menutup pemeriksaan sengketa

   arbitrase dan menetapkan suatu hari sidang untuk mengucapkan putusan

   yang diambil, bila menganggap pemeriksaan telah cukup, dengan tidak

   menutup kemungkinan dapat membuka sekali lagi pemeriksaan (to open)

   sebelum putusan dijatuhkan bila dianggap perlu.
10


    8. Putusan diambil dan diputuskan dalam suatu sidang yang dihadiri kedua

         belah pihak. Bila para pihak telah dipanggil secara patut, tetapi jika tidak

         ada yang hadir, maka putusan tetap diucapkan.              Seluruh proses

         pemeriksaan sampai diucapkannya putusan oleh Arbiter Tunggal atau

         Majelis akan diselesaikan selambat-lambatnya sebelum jangka waktu 6

         (enam) bulan habis, terhitung sejak dipanggilnya pertama kali para pihak

         untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan.

    9. Putusan Arbitrase tersebut harus memuat alasan-alasan,          kecuali para

         pihak menyetujui putusan tidak perlu membuat alasan. Arbiter Tunggal

         atau Majelis harus memutus berdasar kepatutan dan keahlian sesuai

         dengan ketentuaan       hukum yang      berlaku bagi perjanjiaan yang

         menimbulkan sengketa dan disepakati para pihak.        Putusannya bersifat

         final dan mengikat para pihak yang bersengketa dan para pihak wajib

         mentaati seta memenuhi secara suka rela seperti yang disebut di atas.

         Apabila putusan tidak dipenuhi secara suka rela,            maka putusan

         dijalankan menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 637 RV dan Pasal

         639 RV. 5

              Walaupun putusan arbiter itu bersifat final , namun Peraturan Prosedur

         Badan Arbitrase Syari’ah Nasional memberikan kemungkinan kepada

         salah satu pihak untuk mengajukan secara tertulis, permintaan pembatalan

         putusan (annulment of the award) arbitrase tersebut yang disampaikan

         kepada sekretaris BASYARNAS dan tembusan kepada pihak lawan

         sebagai pemberitahuan. Pengajuan pembatalan putusan          paling lambat
5
    Ibid, hal. 65.
11


            dalam waktu 60 (enam puluh) hari dari tanggal putusan diterima, kecuali

            mengenai alasan penyelewengan dan hal itu berlaku paling lama dalam

            waktu 3 (tiga) tahun sejak putusan dijatuhkan. Permintaan pembatalan

            putusan hanya dapat dilakukan berdasarkan salah satu alasan sebagai

            berikut:

            a. Penunjukan Arbiter Tunggal atau Majelis tidak sesuai dengan

                ketentuan,

            b. Putusan melampaui batas kewenangan BASYARNAS,

            c. Putusan melebihi yang diminta para pihak,

            d. Terdapat penyelewengan diantara saalah salah seorang arbiter,

            e. Putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok dan putusan tidak

                memuat alasan-alasan yang menjadi landasan pengambilan putusan.6

                Sementara itu dalam tulisan Dr. Rifyal Ka’bah yang berjudul”

    Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Sebagai Sebuah Kewenangan Baru

    Peradilan Agama” yang termuat dalam Majalah Hukum Varia Peradilan tahun

    Ke XXI Nomor 245 April 2006, lebih banyak mambahas tentang pengalaman

    BASYARNAS dalam menyelesaian sengketa ekonomi syari’ah yang diajukan

    kepadanya, dimana didalam menyelesaiakan sengketa ekonomi syari’ah

    BASYARNAS menggunakan dua hukum yang berbeda, yakni hukum Islam

    seperti yang diformulasikan oleh DSN (Dewan Syari’ah Nasional) dan pasal-

    pasal dalam KUHPerdata. Hal ini dilakukan karena ketiadaan peraturan




6
    Ibid.
12


    perUndang-Undangan tentang perbankan syari’ah secara khusus dan ekonomi

    syari’ah secara umum.7

       Selain kedua referensi di atas terdapat satu tesis MSI-UII Yogyakarta yang

    disusun oleh Yususf Buchori dengan judul “Litigasi Sengketa Perbankan

    Syari’ah Dalam Persektif Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan

    Agama (Study Kasus Putusan Pada Pengadilan Agama Purbalingga)” , dalam

    pembahasannya lebih terfokus kepada studi kasus pada sengketa perbankan

    syari’ah yang diadili dan diselesaikan oleh pengadilan Agama Purbalinga,

    bukan kepada penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah pada umumnya.

    Sebaagaimana dalam salah satu kesimpulannya Yusuf Buchori menyatakan,

    bahwa dalam menyelesaikan sengketa perbankan syari’ah terdapat dua

    lapangan hukum (two level playing fields) , yaitu syari’ah level dan legal

    level. Hal ini dikarenakan dalam praktek Bank Syari’ah dalam mengadakan

    akad    secara formal berpedoman kepada KHUPerdata (BW) dan secara

    materiil atau substansinya berdasarkan prinsip syari’ah.8

       Dari ketiga referensi di atas secara jelas belum ada yang membahas proses

    penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah          dilingkungan Peradilan Agama.

    Oleh karena itu cukup alasan bagi diri Penyusun untuk menyusun tesis ini

    dalam rangka untuk menambah khazanah keilmuan dalam hal penyelesaian

    sengketa ekonomi syari’ah, khususnya bagi lembaga Pengadilan Agama.

7
    Rifyal Ka'bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah …,hal. 20.
8
      Yusuf Buchori, Litigasi Sengketa Perbankan Syari’ah Dalam Persektif Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama (Study Kasus Putusan Pada Pengadilan Agama Purbalingga)” , Tesis MSI-UII
Yogyakarta, 2007, hal. 148.
13




F. Kerangka Teori

         Ekonomi atau ilmu ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi atau ilmu

    ekonomi konvensional yang berkembang di dunia dewasa ini, karena yang

    pertama terikat kepada nilai-nilai Islam dan yang kedua memisahkan diri dari

    agama semenjak negara-negara Barat berpegang kepada sekularisme dan

    menjalankan politik sekularisasi.9 Sungguh pun demikian, tidak ada ekonomi

    yang terpisah dari nilai atau tingkah laku manusia, tetapi pada ekonomi

    konvensional, nilai yang digunakan adalah nilai duniawi semata (profane,

    mundane).

        Yang dimaksud dengan kata syari'ah dalam ekonomi syari'ah sebenarnya

    adalah fiqh para fuqaha'. Hal itu karena salah satu pengertian syari'ah yang

    berkembang dalam sejarah adalah fiqh dan bukan ayat-ayat dan/atau hadits-

    hadits semata sebagai inti agama Islam atau ayat-ayat dan/atau hadts-hadits

    hukum saja secara khusus. Pemakaian kata syari'ah sebagai fiqh tampak

    secara khusus pada pencantuman syari'ah Islam sebagai sumber legislasi di

    beberapa negara muslim (dan juga pada 7 kata dalam Piagam Jakarta),

    perbankan syari'ah, asuransi syari'ah, ekonomi dan keuangan syari'ah secara

    umum di Indonesia, serta Pengadilan Syari'ah (Mahkamah Syar'iyah) di

    Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Inilah yang diistilahkan dalam

    bahasa Barat sebagai Islamic Law, de Mohammadan wet/recht, la loi

    islamique, dan lain-lain.10
9
    Khurshid Ahmad (ed), Studies in Islamic Economics , dalam Rifyal Ka'bah, Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syari’ah., hal. 12.
10
     Rifyal Ka'bah,Hukum Islam di Indonesia, (Buletin Dahwah) DDII, DKI Jakarta, Mei 2006.
14


            Ada pun pengertian ekonomi Islam adalah merupakan suatu ilmu yang

     mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam

     yang mengikuti Al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad SAW., ijma’ dan qiyas.11

            Islam memang sebagai suatu sistem nilai yang sedemikian lengkap dan

     menyeluruh dalam mengatur kehidupan umat manusia di dunia ini, tak

     terkecuali di dalam persoalan perekonomian. Dalam hal ini Islam telah

     mengatur      bagaimana    nilai-nilai   yang    terkandung      di   dalam     sistem

     perekonomian Islam tersebut. Untuk ini Muhammad Syafi'i Antonio dalam

     bukunya Bank Syari'ah, dari Teori ke Praktek, telah menguraikan :12

     1.           Perekonomian masyarakat luas – bukan hanya masyarakat Muslim

          – akan menjadi baik bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-

          norma Islami.

             Banyak ayat Al-Qur'an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja

          perekonomian Islam, diantaranya adalah :

             
               
              
                                                           13
                                                               
     Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
              yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
              Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
              makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan
              kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

                 Semua ayat tersebut merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan

          Al-Qur'an dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat difahami

11
     Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah, Buku Saku Lembaga Bisnis Syari’ah , (Jakarta: PKES,
2006), hal.1
12
    Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Syari'ah, dari Teori ke Praktek, Cet.kesembilan (Jakarta:
Gema Insani, 2005)hal. 10.
13
     Q.S. Al-Baqarah (2): 87-88.
15


      bahwa Islam mendorong penganutnya untukmenikmati karunia yang telah

      diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan untuk

      meningkatkan pertumbuhan ,baik materi maupun non materi.

               Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan

      materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang

      telah ditetapkan.

           Salah satu hadits Rasulullah SAW menegaskan :

                 ‫االمســلمون على شروطـهم اال حرم حلال اواحل حـــرامـا‬
      Artinya :"Kaum Muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan kesepakatan
              mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
              haram."14


      Rambu-rambu tersebut di antaranya: carilah yang halal lagi baik; tidak

     menggunakan cara batil; tidak berlebih-lebihan/melampaui batas; tidak di

     zhalimi maupun menzhalimi; menjauhkan diri dari unsur riba; maisir

     (perjudian dan intended speculation); dan gharar (ketidak-jelasan dan

     manipulatif ) serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak

     dan sedekah. Ini yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan

     perekonomian konvensional yang menggunakan prinsip self interest

     (kepentingan pribadi) sebagai dasar perumusan konsepnya.

2. Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh.

        Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang

     solid. Dalam tatanan itu setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih

14
        H.R. At-Turmudzi, dalam kitab Subulus Salam,Syarah Bulughul Maram min Adillatil
Ahkam, Juz III, Jilid II, disusun oleh Imam Muhammad ibn Isma'il Al-Kahlaniy Al-Shan'aniy
(t.t.p., Dar al-Fikr, t.t.)hal. 59.
16


     sayang bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak

     diikat batas geografis.

      Keadilan dalam Islam memiliki implikasi sebagai berikut :

     a. Keadilan Sosial;

     b. Keadilan Ekonomi;

3. Keadilan Distribusi Pendapatan.

         Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat,

     berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan

     keadilan sosial-ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan menggunakan

     cara yang ditekankan Islam.

4. Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial.

     Konsep Islam amat jelas. Manusia dilahirkan merdeka. Karenanya tidak ada

seorang pun – bahkan negara mana pun – yang berhak mencabut kemerdekaan

tersebut dan membuat hidup manusia menjadi terikat. Dalam konsep ini setiap

individu berhak menggunakan kemerdekaannya tersebut sepanjang tetap berada

dalam kerangka norma-norma Islami. Dengan kata lain, sepanjang kebebasan

tersebut dapat dipertanggung-jawabkan, baik secara sosial maupun dihadapan

Allah.

       Sedangkan yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” menurut Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah” perbuatan atau kegiatan usaha

yang dilakukan menurut prinsip syari’ah,” 15 antara lain meliputi :

15
    Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 49 huruf i.
17


a.bank syari’ah;

b.asuransi syari’ah;

c.reasuransi syari’ah;

d.reksadana syari’ah;

e.lembaga keuangan mikro syari’ah;

f.obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;

g.sekuritas syari’ah;

h.pembiayaan syari’ah;

i.pegadaian syari’ah;

j.dana pensiun lembaga keuangan syari’ah;

k.bisnis syari’ah.

      Menegenai sendi-sendi Islam, menurut catatan Abu A’la Al-Maududi

terdapat tujuh hal sebagai berikut :

a. Adanya prinsip perbedaan antara yang halal dan yang haram mengenai jalan-

     jalan mencari kekayaan. Dalam hal ini Islam tidak membenarkan bagi

     umatnya untuk mencari kekayaan semau-mau mereka, tetapi Islam

     menegaskan perbedaan antara mereka dalam mencari penghidupan melalui

     jalan-jalan yang sah dan yang tidak sah. Prinsip ini diterangkan oleh Allah

     dalam firman-Nya :

           
              
             
             
                                              16
                                                    

16
     Q.S. An-Nisa’ (4) : 29-30.
18


     Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
              dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
              sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu 17; Sesungguhnya
              Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian
              dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke
              dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

     Ayat ini telah menetapkan              dua perkara sebagai syarat bagi sahnya

     perdagangan. Pertama, hendaklah perdagangan itu dilakukan dengan suka

     sama suka diantara kedua belah pihak. Kedua, hendaklah keuntungan satu

     pihak, tidak berdiri di atas dasar kerugian pihak yang lain. Maksudnya adalah

     bahwa tiap-tiap orang yang merugikan orang lain untuk membela kepentingan

     pribadinya, maka seolah-olah ia menumpahkan darahnya dan membukakan

     jalan kebinasaan bagi dirinya akhir kesudahannya. Pencurian, penyuapan,
                                                18
     perjudian, jual beli secara gharar              , penipuan, pemalsuan, membungakan

     uang dan lain-lain jalan mencari kekayaan, apabila terdapat di dalamnya

     kedua sebab ini menjadikan dia tidak sah. Dan jika hanya terdapat sebagian

     syarat , misalnya “suka sama suka”, diantara kedua belah pihak, maka ia

     masih membutuhkan satu syarat lagi, yaitu sebagaimana yang dimaksud

     dalam ayat :

                              
                     Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri.”



b. Larangan menumpuk / mengumpulkan harta.



17
    Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab
membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.
18
      Jual beli secara gharar, artinya jual beli yang membawa kebinasaan (resiko), seperti tidak
diketahuinya ketentuan barang yang diperjual belikan, atau tidak diketahui harganya,banyaknya,
temponya kalau di sana ada tempo, atau tidak diketahui kepastian adanya barang itu dan
keselamatannya.
19


      Bahwa seyogyanya seseorang yang baik tidak mengumpulkan harta yang

     didapatnya dengan jalan yang sah, karena yang demikian itu menghambat

     perputaran kekayaan dan merusak keseimbangan dalam pembagiannya

     dikalangan masyarakat ramai. Orang yang mengumpulkan harta dan tidak

     membelanjakannya, tidak hanya mencampakkan dirinya ke dalam berbagai

     penyakit moril saja, tetapi juga melakukan sesuatu kejahatan yang besar

     terhadap masyarakat seluruhnya, dimana madharatnya dan keburukannya akan

     kembali menimpa dirinya juga. Oleh karena itu Islam sangat mencela dan

     memerangi sifat kebakhilan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-

     Qur’an:

             
                
              
                                                19
                                                      
     Artinya :” Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
              kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi
              mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka
              bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan
              Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa
              yang kamu kerjakan.”



c. Perintah untuk membelanjakan harta. Tetapi walaupun demikian Islam tidak

     membenarkan umatnya membelanjakan hartanya dengan jalan boros, semata-

     mata untuk memuaskan hawa nafsu. Akan tetapi didalam membelanjakan

     harta tersebut haruslah didasari “fi sabilillah”. Hal ini sesuai dengan firman

     Allah SWT :




19
     Q.S. Ali Imran (5): 180.
20


             
                                20
                                      
     Artinya : “…. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "
              yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
              kepadamu supaya kamu berfikir.”


       

                                                                                      21
                                                                                           

     Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang
                (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
                meminta).”


               
             
               
                                                            22
                                                               
     Artinya : “ Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-
               lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa
               saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu
               untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan Karena
               mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,
               niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak
               akan dianiaya (dirugikan).”

d. Zakat.

     Kewajiban zakat dimaksudkan agar supaya               kekayaan        tidak dibiarkan

     terkumpul disalah satu tempat dalam masyarakat.

e.   Hukum Waris.

     Yang dikehendaki dalam aturan ini adalah apabila seseorang meninggalkan

     harta benda, maka harta bendanya tersebut dibagi-bagikan kepada sanak

     kerabatnya yang terdekat, dan apabila tidak meninggalkan sanak kerabat




20
     Q.S. Al-Baqarah (2) : 219.
21
     Q.S. Al-Ma’arij (70) : 24-25.
22
     Q.S. Al-Baqarah (2) : 272.
21


     semua harta peninggalannya harus diserahkan ke Baitul Mal kaum muslimin,

     supaya dapat dinikmati manfaatnya oleh seluruh umat.

f.   Pembagian rampasan perang.

     Islam telah mengatur harta-harta yang diperoleh dari hasil rampasan perang,

     secara lebih adil dan lebih bermanfaat bagi sesama pihak.

g. Perintah untuk berhemat dalam perbelanjaan.

      Islam menghendaki, bahwa tidak seyogyanya seseorang membelanjakan

     hartanya kecuali dalam batas-batas kemampuan ekonominya 23



         Berangkat dari uraian di atas, dapat dimunculkan kerangka teori sebagai

     berikut :“Bahwa ikatan antara kepentingan pribadi dan kepentingan

     masyarakat adalah erat-semata-mata karena fitrah keduanya. Antara keduanya

     harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertarungan.”24

        Sementara itu, untuk menyelesaikan sengketa ekonomi/bisnis syari’ah pada

     umumnya pihak penggugat menuntut ganti rugi dari pihak tergugat atas tidak

     terpenuhinya “prestasi” yang telah        disepakati bersama dalam suatu akad

     perjanjian yang telah dibuat oleh mereka. Oleh karena itu disini perlu

     dijelaskan beberapa teori ganti rugi (ta’wid, daman).

        Berkaitan dengan hal tersebut definisi .daman mengandung makna-makna

     sebagai berikut:

     1. Objek wajib ̣ḍaman terletak pada zimmah (perjanjian). Kewajiban .daman

         tidak akan gugur kecuali dengan memenuhi atau dibebaskan oleh pihak
23
    Abu A’la Al-Maududi, Dasar-Dasar Ekonomi Islam dan Berbagai System Masa Kini,alih
bahasa Abdullah Suhaili, cet. Kedua (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984) hal . 136
24
    Ibid, hal. 13.
22


   yang berhak menerima ganti rugi tersebut. Pihak yang dirugikan

   (mutadarrar) berhak mengadukan ke pengadilan untuk memaksa pihak

   yang menyebabkan terjadinya kerugian (mutasabbib) agar memenuhi

   kewajibannya. Hal ini berbeda dengan kewajiban yang bersifat moral atau

   keagamaan di mana Syari’ hanya mendorong untuk memenuhinya tanpa

   implikasi hukuman keduniaan atas pelenggaran itu. Hal ini termasuk

   katagori khitab al-targib yang meliputi, dalam istilah kaum ushuli,

   makruhat dan mandubat. Zimmah menurut bahasa adalah al-aqdu

   (perjanjian). Menurut tradisi fuqaha’ zimmah adalah suatau sifat yang

   menjadikan seseorang mempunyai kompetensi untuk menerima hak atau

   melakukan kewajiban.

2. Hak yang dibebankan kepada seseorang berdasarkan .daman berbeda

   dengan kewajiban seseorang berdasarkan ‘uqubah baik pada karakter

   maupun tujuannya. Wajib karena .daman disyariatkan untuk melindungi

   hak-hak individu. Pada saat yang sama ‘uqubah disyariatkan karena

   adanya unsur pelanggaran (al-ta’addi) terhadap hak-hak Allah SWT.

   Wajib pada .daman disyariatkan untuk mengganti atau menutupi (al-ajru)

   kerugian yang terjadi pada seseorang. Sementara ‘uqubah ditetapkan

   untuk menghukum pelaku agar jera dan tidak melakukan perbuatan itu

   kembali (al-zajru).

3. Sebab-sebab .daman adalah adanya unsur al-ta’adi , yaitu melakukan

   perbuatan terlarang dan atau tidak melakukan suatu kewajiban menurut

   hukum. Ta’addi dapat terjadi karena melanggar perjanjian dalam akad
23


   yang semestinya harus dipenuhi. Misalnya, tempat penitipan barang (al-

   muda) tidak memelihara barang sebagaimana mestinya, seorang al-ajir

   (buruh upahan, orang sewaan) dengan al-musta’jir (penyewa) sama-sama

   meyalahi akad.    Ta’addi juga dapat terjadi karena melanggar hukum

   syari’ah (mukhalafatu ahkam syari’ah) seperti pada kasus perusakan

   barang (al-itlaf), perampasan(al-gash), maupun kelalaian atau penyia-

   nyiaan barang secara sengaja (al-ihmal).

4. Ta’addi yang mewajibkan .daman benar-benar menimbulkan ..darar

   (kerugian). Jika tidak menimbulkan kerugian, maka tidak ada .daman,

   karena secara fatual tidak ada .darar yang harus digantirugikan. Itulah

   sebabnya jika seorang pengendara yang lalai menabrak barang orang lain

   tetapi tidak menimbulkan kerusakan, tidak diwajibkan untuk memberikan

   .daman. Namun demikian, tedapat suatu perbuatan dengan sendirinya

   mewajibkan .daman seperti al-gasbu (perampasan) . Menurut jumhur

   ulama, pelaku perampasan harus mengganti manfaat barang yang

   dirampas walaupun tidak memanfaatkannya. Ini adalah bagian dari adanya

   asumsi bahwa kerugian akan selalu ada pada kasus-kasus perampasan.

   Damikian pula diduga kuat akan terjadi kerugian (.darar) bagi seseorang

   yang dibatasi kebebasannya atau seseorang yang ditahan secara ilegal

   menurut fuqaha’ Hanabilah. Hal ini mirip dengan Strict Liability dalam

   hukum Inggris. Pengecualian ini memperkuat kaidah bahwa al-.darar

   syarthum liwujubi .daman (kerugian adalah syarat terhadap keharusan

   ganti rugi).
24


5. Antara ta’addi (pelanggaran) dengan .darar (kerugian) harus memiliki

   hubungan kausalitas. Artinya, .darar dapat dinisbatkan kepada pelaku

   pelanggaran secara langsung. Jika .darar dinisbatkan kepada sebab-sebab

   lain, bukan perbuatan pelaku pelanggaran (muta’addi) sendiri, maka

   .daman tidak dapat diberlakukan , karena seseorang tiadak dapat dibebani

   tanggungjawab atas akibat perbuatan orang lain. Kaidah syariah mengenai

   masalah ini adalah:

                         .‫غيره‬   ‫الزتزر وازرة وزر اخر ؛ ال يؤاخذ احد بجريرة‬

6. .darar harus bersifat umum sesuai dengan keumuman hadit Nabi: laa

   .darara wa la .dirara (tidak boleh merugikan diri sendiri dan merugikan

   orang lain). Tingkat .darar diukur berdasarkan ‘urf (kebiasaan) yang

   berlaku. Hal ini sejalan dengan kaidah ushul: yajibu hamlu al-laf.zi ‘ala

   ma’nahu al-muhaddah fi as-syar’i in wujida, wa illa wajaba hamluhu

   ‘ala ma’nahu al-‘urfi (suatu keharusan membawa kata kepada maknanya

   yang definitif secara syara’ jika ditemukan, tetapi kalau tidak ada harus

   dialihkan kepada makna definitif berdasarkan ‘urf). Karena Syari’ tidak

   menetapkan makna .darar , sehingga ukurannya, baik kualitas maupun

   kuantitas, mengaju kepada ‘urf. Dengan demikian, .darar yang diganti

   rugi berkaitan dengan harta benda, manfaat harta benda, jiwa, dan hak-hak

   yang berkaitan dengan keharta-bendaan jika selaras dengan ‘urf yang

   berlaku di tengah masyarakat.

7. Kualitas dan kuantitas .daman harus seimbang dengan .darar. Hal ini

   sejalan dengan filosofi .daman, yaitu untuk mengganti dan menutupi
25


         kerugian yang diderita pihak korban, bukan membuat pelakunya agar jera.

         Kendati demikian, tujuan ini selalu ada dalam berbagai sanksi, walau

         hanya bersifat konvensional.25



G. Metode Penelitian

     1. Sifat Penelitian

          Oleh karena penelitian ini bersifat penelitian pustaka ( Library Research),

       maka metode yang dipergunakan untuk memperoleh data yang dikehendaki

       adalah dengan jalan menggali/mengeksplorasi nilai-nilai maupun norma-

       norma hukum Islam yang berkaitan dengan persoalan yang sedang diteliti,

       baik yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur’an, kitab-kitab hadis, kitab-

       kitab fiqh/ushul fiqh, peraturan perUndang-Undangan, fatwa Majelis Ulama

       Indonesia maupun sumber-sumber lain yang berkaitan.



     2. Jenis Penelitian

                Dari segi kegunaan atau manfaatnya, penelitian ini lebih tepat

         dikategorikan sebagai jenis penelitian terapan (Applied Research), yakni

         jenis penelitian yang dilakukan dalam rangka menjawab kebutuhan dan

         memecahkan masalah-masalah praktis, sehingga jenis penelitian ini dapat

         juga di sebut dengan operational research (penelitian operasi) atau action

         research (penelitian kerja).26


25
     Asmuni Mth, Teori Ganti Rugi (.daman) Perspektif Hukum Islam, diktat kuliah pada program
Magister Studi Islam UII Yogyakarta. Hal. 8.
26
      Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Cet.1 (Yogyakrta: UII Press,2005)
,hal. 26
26




     3. Pendekatan

            Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam menjawab persoalan yang

        telah dirumuskan adalah menggunakan pendekatan perUndang-Undangan

        (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan

        sekiranya dalam proses penulisan tesis ini muncul kasus tentang sengketa

        ekonomi      syari’ah    di   Pengadilan     Agama,     maka     tidak    menutup

        kemungkinan juga akan dipergunakan pendekatan kasus (case approach).

            Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan

        menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut

        dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan

        praktis, pendekatan Undang-Undang ini akan membuka kesempatan bagi

        peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu

        Undang-Undang dengan Undang-Undang lainnya atau antara Undang-

        Undang dengan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan Undang-

        Undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk

        memecahkan suatu isu yang dihadapi. 27

            Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari

        pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam

        suatu ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan

        doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide

        yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum
27
     Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, cet. Ke-2 (Jakarta:
Kencana,2005), hal. 93
27


         dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman

         akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan

         sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam

         memecahkan isu yang dihadapi.28

              Sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah

         terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah

         menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

         tetap. Kasus bisa berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di

         negara lain. Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah

         ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk

         sampai kepada suatu putusan. Baik untuk keperluan praktik maupuin

         untuk kajian akademis, ractio decidendi atau reasonimg tersebut

         merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu

         hukum. Perlu dikekmukakan di sini bahwa pendekatan kasus tidak sama

         dengan studi kasus (case study). Didalam pendekatan kasus (case

         approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum.

         Studi kasus merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagi

         aspek hukum, …29



      4. Metode Analisis Data

             Lebih lanjut untuk menganalisis data yang diperoleh dipergunakan

         metode induktif, yakni berusaha mencari aturan-aturan, nilai-nilai maupun

28
     Ibid, hal. 95
29
     Ibid, hal. 94
28


      norma-norma hukum yang terdapat dalam pustaka yang terkait untuk

      dirumuskan sebagai suatu kaidah hukum tertentu yang bisa diberlakukan

      untuk menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan

      Agama.



H. Sistematika Pembahasan

        Untuk memperoleh gambaran awal tentang isi, pembahasan tesis ini

   disusun berdasaarkan sisitematika sebagai berikut:

        BAB I : Pendahuluan; dalam bab ini dibahas tentang latar belakang

   masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka dan

   kerangka teori serta metode penelitian dan sisitematika pembahasan.

        BAB II : Tinjauan Umum tantang Ekonomi Syariah; dalam bab ini

   dibahas tentang konsep dan sistem ekonomi syari’ah, macam-macam aktivitas

   ekonomi syari’ah, sumber-sumber hukum ekonomi syari’ah dan ragam

   konflik ekonomi syari’ah, bab ini dimaksudkan untuk menjawab persoalan

   hal-hal apa saja yang rawan terjadinya konflik atau sengketa dalam aktivitas

   perekonomian yang berbasis syari'ah, serta prinsip-prinsip ekonomi syari’ah.

        BAB III : Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah; dalam bab ini

   dibahas tentang penyelesaian     sengketa ekonomi syari’ah      dengan jalan

   musyawarah, melalui badan arbitrase dan penyelesaian sengketa ekonomi

   syari’ah melalui Badan Peradilan Agama. Dalam bab ini dimaksudkan untuk

   menjelaskan dan menjawab persoalan bagaimana mestinya sengketa dibidang

   perekonomian syari'ah tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan nilai-nilai
29


     yang Islami yang menjunjung tinggi rasa keadilan serta Pengadilan Agama

     mana yang berwenang menyelesaikan sengketa dimaksud .

         BAB IV : Analisis Data; Dalam bab ini dimaksudkan untuk menganalisis

     data yang diperoleh sepanjang penelusuran pustaka yang relevan mapun dari

     hasil wawancara dengan praktisi hukum yang berkompeten dalam

     penyelesaian perkara sengketa ekonom syari'ah.

          BAB V : Penutup; pada bab ini dideskripsikan kesimpulan penyusun

     hasil analisis pembahasan dan saran/rekomendasi yang dipandang perlu.

                                          BAB II

            TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI SYARI'AH


A. Konsep dan Sistem Ekonomi Syari'ah.

        Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

     kesejahteraan masyarakat, mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu,

     negara-negara muslim sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih baik

     yang mampu memberikan semua elemen berperan dalam rangka mencapai

     kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia sejati. Sesuai dengan firman

     Allah dalam Al-Qur’an :

              
                
                       30
                         .     
     Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila
              Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu 31,

30
     Q.S. Al-Anfal (8) : 24.
31
       Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat
membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. juga berarti menyeru kamu
kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
30


             Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya
             32
                dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan “.

       Sistem Ekonomi Islam yang dilandasi dan bersumber pada ketentuan Al-

     Qur’an dan Sunnah berisi tentang nilai persaudaraan, rasa cinta, penghargaan

     kepada waktu, dan kebersamaan. Adapun sistem ekonomi Islam meliputi

     antara lain :

     1.Mengakui hak milik individu sepanjang tidak merugikan masyarakat.

     2. Individu mempunyai perbedaan yang dapat dikembangkan berdasarkan

         potensi masing-masing.

     3.Adanya jaminan sosial dari negara untuk masyarakat terutama dalam

         pemenuhan kebutuihan pokok manusia .

     4.Mencegah konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang yang

         memiliki kekuasaan lebih.

     5. Melarang praktek penimbunan barang sehingga mengganggu distribusi

         dan stabilitas harga.

     6. Melarang praktek asosial (mal-bisnis).33



B.Macam-Macam Aktivitas Ekonomi Syari’ah

        Aktivitas ekonomi syari’ah atau ekonomi Islam sangatlah luas dan banyak

     sebanyak aktivitas kehidupan manusia didalam memperoleh kesejahteraan

     kehidupan di dunia ini, sebab menusia memang diperintahkan untuk

     memenuhi kesejahteraannya di dunia ini tanpa melupakan kebahagiannya di


32
     Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia
33
       Gita Danupranata, Ekonomi Islam, cetakan pertama (Yogyakarta : UPFE-UMY,2006) hal
26-27.
31


     akhirat kelak. Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-

     Qoshosh ayat 77 :

              
               
                       

     Artinya :” Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
              negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
              duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat
              baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
              Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”


             Namun dalam hal ini akan dibatasi pada aktivitas-aktivitas ekonomi

     syari’ah yang sudah populer dan melembaga di Indonesia, sebagaimana yang

     tercantum didalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

     perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

     Untuk itu berikut ini akan diuraiakan beberapa aktivitas ekonomi syari’ah

     yang berkembang di Indonesia , diantaranya :

     1.      Bank Syari’ah

          a.Pengertian

               Bank Islam atau bank syari’ah secara teknis mempunyai persamaan

           pengertian. Para Pakar pebankan Islam memberikan beberapa definisi.

              Menurut Karnaen A. Perwaatmadja, bank syari’ah adalah bank yang

           beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata

           cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah

           satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-

           praktik yang mengandung unsur riba.34

34
   Karnaen A. Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, dalam Sofiniyah
Ghufron (Penyunting) Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Konsep dan Implementasi
32


              Sedangkan Warkum Sumitro mengatakan bahwa bank Islam berarti

         bank yang tata cara operasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah

         secara Islami, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan

         hadits. Dalam operasionalisasinya, bank Islam harus mengikuti atau

         berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan pada zaman

         Rasulullah SAW, bentuk-bentuk yang sudah ada sebelumnya tetapi tidak

         dilarang oleh Rasulullah bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad

         para ulama atau cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari

         ketentuan Al-Qur’an dan hadits.35

              Senada dengan pengertian di atas, Amin Azis juga berpendapat bahwa

         bank Islam adalah lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan

         operasi berdasarkan syariah Islam. Hal ini berarti, operasional bank syari

         ’ah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an maupun hadits, yaitu

         menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya sesuai dengan

         syari’ah Islam.36

              Dari     beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang

         dimaksud dengan bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang

         berfungsi sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya kepada

         masyarakat. Di mana sistem, tata cara, dan mekanisme kegiatan usahanya

         berdasarkan pada syariat Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits.

              Dalam Al-Qur’an, istilah bank tidak pernah disebutkan secara

         eksplisit, tetapi menurut Arifin, jika yang dimaksud merujuk pada sesuatu

Bank Syari’ah, cet. 1, (Jakarta : Renaisan, 2005), hal.18.
35
    Ibid, hal.19.
36
    Ibid.
33


       yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan

       kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas seperti zakat,

       shodaqoh, ghanimah, bai’, dan sebagainya., atau segala sesuatu yang

       memiliki fungsi atau peran tertentu yang dilaksanakan dalam kegiatan

       ekonomi.37

           Sedangkan dilihat dari sisi ahlak, Al-Qu’an juga menyebutkan sebuah

       konsep yang secara eksplisit disebutkan dalam bentuk kisah maupun

       perintah. Konsep accountability merupakan contoh kongkrit yang tertera

       dalam beberapa ayat, misalnya QS al-Baqarah(2):282-283,

             
             
                 
             
                
                
             
              
              
                
              
              
               
              
                
               
                             
               
              
              

37
         Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, dalam Sofiniyah Ghufron
(Penyunting), Ibid, hal. 20.
34


                
                                                   

        Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah38 tidak secara
                 tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
                 hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
                 janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
                 maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
                 mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
                 Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
                 Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya)
                 atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
                 mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
                 orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh)
                 seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
                 supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
                 saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
                 janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
                 batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
                 lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
                 keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu
                 perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
                 bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
                 berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika
                 kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu
                 kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan
                 Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
        .            Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu ’amalah tidak secara tunai) sedang
                 kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
                 tanggungan yang dipegang 39 (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
                 kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
                 menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
                 Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
                 barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
                 yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
                 kerjakan.”(Q.S. Surat Al-Baqarah: 282-283)

                 Konsep trust (amanah) dalam QS al-Baqarah (2): 283, dan masih

        banyak ayat lain yang berkaitan dengan konsep keadilan, amar ma’ruf

        nahi mungkar, menegakkan kebenaran, dan berlaku sabar dalam rangka

        menjaga stabilitas lembaga tersebut.40

38
              Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.

39
     barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
40
      Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, cet. I (Jakarta:
Renaisan, 2005) hal.20.
35




          b.Prinsip-Prinsip Prilaku Bisnis Syari’ah

           Untuk menyesuaikan dengan aturan dan norma-norma Islam, sudah

           semestinya diterapkan dalam perilaku bisnis termasuk dalam hal ini

           praktek perbankan Islam, lima prinsip sebagai berikut :

           1). Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);

           2). Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat;

           3). Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem

               nilai Islam (haram);

           4). Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maisir (judi) dan

               gharar (ketidakpastian);

           5). Penyediaan Takaful (asuransi Islam).41



     2.       Reksadana Syari’ah

           a. Memahami Reksadana Syari’ah

                 Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor8 Tahun 1995, Pasal 1

             ayat 27, Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk

             menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya

             diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi yang telah

             mendapat izin dari Bapepam. Reksadana dapat terdiri dari berbagai

             macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen

             pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen di atas.
41
     Latifa M. Algaud dan Mervyn K. Lewis, Islamic Banking, diterjemahkan oleh Burhan
Wirasubrata dengan judul Perbankan Syari’ah, Prinsip, Praktek, Pospek, cet.II (Jakarta : PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 48.
36


    Dengan demikian, sebuah reksadana merupakan hubungan trilateral

karena melibatkan beberapa pihak yang terikat sebuah kontrak atau trust

deed secara legal. Mereka adalah pemilik modal, manajer investasi, dan

bank kustodian.

     Manajer investasi biasanya berbentuk perusahaan yang kegiatan

usahanya mengelola portofolio efek. Perusahaan pengelola disebut

dengan fund management company. Di samping sebagai pengelola

investasi, fund management company juga menangani masalah-masalah

yang berhubungan dengan pemasaran dan adaministrasi dana. Portofolio

efek adalah kumpulan (kombinasi) sekuritas, atau surat berharga atau

efek, atau instrumen yang dikelola.

      Reksadana Syari’ah (Islamic Investment Funds) dalam hal ini

memiliki pengertian yang sama dengan reksadana konvensional, hanya

saja cara pengelolaan dan kebijakan investasinya harus berdasarkan

pada syariat Islam, baik dari segi akad, pelaksanaan investasi, maupun

dari segi pembagian keuntungan.

     Islamic Investment Fund merupakan lembaga intermediaris yang

membantu      surplus   unit   melakukan    penempatan     dan   untuk

diinvestasikan. Salah satu tujuan dari Reksadana Syari’ah adalah

memenuhi kebutuhan kelompok investor yang ingin memperoleh

pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih dan dapat

dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan prinsip-

prinsip syari’ah.
37


     Dengan demikian, Reksadana Syari’ah adalah suatu wadah yang

-digunakan oleh masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, di mana

pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syri’at Islam.

     Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang

ingin ikut serta dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif

kecil dan kemampuan menanggung resiko yang sedikit. Reksadana

memiliki andil yang amat besar dalam perekonomian nasional karena

dapat memobilisasi dana untuk pertumbuhan dan pengembangan

perusahaan-perusahaan nasional, baik BUMN maupun swasta. Di sisi

lain, reksadana memberikan keuntungan kepada masyarakat berupa

keamanan dan keuntungan materi yang meningkatkan kesejahteraan

material.

   Dari sisi tujuan Reksadana Syari’ah dapat disejajarkan dengan Sosial

Responsible Investment (SRI) atau Etical Investment , Sosially Aware

Investment, dan Value-based investment. Tujuan utama Reksadana

Syari’ah bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga memiliki

tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, komitmen terhadap nilai-

nilai yang diyakini tanpa harus mengabaikan keinginan investornya.

   Oleh karena itu, Reksadana Syari’ah tidak boleh menginvestasikan

dananya pada bidang-bidang yang bertentangan dengan Syariat Islam,

misalnya saham-saham atau obligasi-obligasi dari perusahaan yang

pengelolaan dan produknya bertentangan dengan syariat islam; pabrik

makanan atau minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok,
38


           tembakau, jasa keuangan konvensional, pornografi, pelacuran, serta

           bisnis hiburan yang berbau maksiat.42

             Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Nomor 20/DSN-

           MUI/IV/2001, Reksadana Syari’ah adalah :

             “ Reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syari’ah
             Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta
             (shahibul maal/rabb al maal) dengan manajer investasi sebagai wakil
             shahibul maal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil
             shahibul maal dengan pengguna investasi.”


        b. Ciri-Ciri dan Mekanisme Operasional Reksadana Syari’ah

             Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syari’ah :

             1). Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan

                 kegiatan Manajer Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan

                 syariah Islam.

             2). Hubungan antara investor dari perusahaan didasarkan pada sistem

                 mudharabah, di mana satu pihak menyediakan 100% modal

                 (investor), sedangkan satu pihak lagi sebagai pengelola (manajer

                 investasi).

             3). Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang

                 tidak bertentangan dengan syariah Islam.



             Mekanisme Operasional Reksadana Syari’ah

                   Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan

             reksadana syari’ah adalah terletak tada proses screening dalam
42
     Sofiani Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Investasi Halal
di Reksa Dana Syari’ah, cet.1 (Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 16.
39


mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah adalah

mengeluarkan saham-saham yang memiliki aktifitas haram seperti

riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok dan lain

sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan

cara membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan

haram dan membersihkannya dengan cara charity.

    Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak

yang terlibat dalam pengelolaan dan, yaitu:

1). Manajer investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi

   ini bertanggungjawab atas kegiatan investasi, yang meliputi

   analisa dan pemilihan jenis investasi, mengambil keputusan-

   keputusan investasi, memonitor pasar investasi, dan melakukan

   tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan investor,.

   Manajer investasi (perusahaan pengelola) dapat berupa:

   a). Perusahaan efek, dimana umumnya berbentuk devisi tersendiri

       atau PT yang khusus menangani reksa dana.

   b). Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan

       manajemen      investasi (PMI) atau investment manajemen

       company.

2). Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang

   bertindak sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta

   administrator reksadana. Dana yang terkumpul dari sekian banyak

   investor bukan merupakan bagian kekayaan manajer investasi
40


                     maupun bank kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan

                     atas nama reksadana dari bank kustodian. Baik manajer investasi

                     maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlabih

                     dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam.

              3). Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun

                     di pasar uang (bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.



         c. Jenis dan Instrumen Investasi

           Investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai

           dengan syari’ah Islam, yaitu :

           1).Instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum dan

              pembagian deviden didasarkan atas tingkat laba usaha.

           2).Penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syari’ah.

           3) Surat hutang jangka panjang dan jangka pendek yang sesuai dengan

              prinsip syari’ah. 43

          Berikut ini adalah kaidah-kaidah syari’ah yang telah dipenuhi dalam

      instrumen saham :



      1). Kaidah syar’iah untuk saham :

           a). Bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara terbatas;

           b). Bersifat mudharabah jika saham ditawarkan secara terbatas.

           c).Tidak boleh ada perbedaan jenis saham karena resiko harus

              ditanggung oleh semua pihak.
43
     Ibid, hal.32.
41


   d).Seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan

     dibagi rugi bila perusahaan dilikuidasi.

   e). Investasi pada saham tidak dapat dicairkan kecuali setelah likuidasi.

2). Kaidah syari’ah untuk emiten :

   a). Produk/jasa yang dihasilkan dikategorikan halal. Dalam hal ini, JII

       (Jakarta Islamic Index) telah melakukan penyaringan terhadap

       saham yang listing. Berdasarkan fatwa DSN, BEJ memilih emiten

       yang unit usahanya sesuai dengan syari’ah.

    b). Hasil usaha tidak mengandung unsur riba dan tidak bersifat zalim.

    c). Tidak menempatkan investor dalam kondisi gharar atau maysir.

         _ Memberi informasi yang transparan

         _   Resiko usaha yang wajar dan memenuhi ketentuan.

         _   Manajemen Islami

         _   Menghormati HAM

         _   Menjaga sumber daya alam dan lingkungan hidup.

3). Kaidah syariah untuk pasar perdana :

   a). Semua akad harus berbasis pada transaksi yang riil (dengan

       penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.

   b). Tidak boleh menertibkan efek hutang untuk membayar kembali

       hutang.

   c). Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan akan dietrima oleh

       perusahaan.
42


     d). Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan

         manfaat yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana

         hasil penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi

         dari waktu..

 4). Kaidah syariah untuk pasar sekunder :

   a). Semua efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan)

       atas produk dan jasa yang halal.

   b). Tidak boleh membeli efek hutang dengan dana dari hutang atau

       menerbitkan surat hutang.

   c). Tidak boleh membeli berdasarkan tren atau indek.

   d). Tidak boleh memperjual belikan hasil yang diperoleh dari suatu efek

       (misalnya kupon, dividen) walaupun efeknya sendiri dapat

       diperjualbelikan.

   e). Tidak boleh melakukan transaksi murabahah dengan menjadikan objek

       transaksi sebagai jaminan.

   f). Transaksi tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu dan cornering

   Salah satu faktor utama yang menyebabkan gerakan yang tidak stabil

dalam harga saham adalah spekulasi dalam pembayaran uang muka atau obral

saham dengan harga marjinal. Para spekulan mencari keuntungan perbedaan

harga dalam transaksi jangka pendek.

  Spekulan berbeda kontras dengan investor. Tujuan investor yang sungguh-

sungguh adalah mencari jalan keluar dari tabungan saham yang mereka miliki

jika mereka benar-benar mau menjual di kemudian hari. Investor yang
43


     sesungguhnya tidak tertarik pada transaksi berjangka pendek dan tujuan

     mereka, setidaknya saat pembelian, adalah memegang saham dalam jangka

     panjang. Oleh karena itu, ada tiga hal yang mencirikan suatu inventasi di pasar

     modal yaitu ;

     a). Mengambil saham yang telah dibeli,

     b) Melakukan pembayaran penuh,

     c) Keinginan pada saat membeli untuk memegang saham dalam jangka waktu

     yang tidak tertentu.44



3. Gadai Syari’ah

     a. Rukun dan Syarat Transaksi Gadai

         Setiap akad harus memenuhi syarat syah dan rukun yang telah ditetapkan

       oleh para ulama fiqih. Walaupun terdapat perbedaan mengenai hal ini,

       namun secara syarat syah dan rukun dalam menjalankan pegadaian sebagai

       berikut:

       Rukun Gadai :

       1). Shigat adalah ucapan berupa ijab dan qabul.

       2). Orang yang berakad, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan orang

           yang menerima gadai (murtahin).

       3). Harta / barang yang dijadikan jaminan (marhun).

       4). Hutang (Marhun bih)




44
    Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Sistem
Keuangan dan Investasi Syari’ah, cet.I,(Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 33-36.
44


Syarat Sah Gadai :

1). Shigat

    Syarat shigat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan

    masa yang akan datang. Misalnya; rahin mensyaratkan apabila tenggang

    waktu marhunbih habis dan marhunbih belum terbayar, maka rahin

    dapat diperpanjang satu bulan. Kecuali jika syarat tersebut mendukung

    kelancaran akad maka diperbolehkan seperti pihak murtahin minta agar

    akad itu disaksikan oleh dua orang.

2). Orang yang berakad. Baik rahin maupun martahin harus cakap dalam

    melakukan tindakan hukum, baligh dan berakal sehat, serta mampu

    melakukan akad. Bahkan menurut ulama Hanafiyah, anak kecil yang

    mumayyis dapat melakukan akad, karena ia dapat membedakan yang

    baik dan yang buruk.

3). Marhun bih

    a). Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin.

    b).Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat

      dimanfaatkan, maka tidak syah.

    c). Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya.



4). Marhun

    a). Harus berupa harta yang bisa dijual dan nilainya seimbang dengan

        marhun bih.

    b). Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan.
45


        c). Harus jelas dan spesifik.

        d). Marhun itu secara sah dimiliki oleh rahin.

        e). Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat.



b. Hak dan Kewajiban pihak Penerima Gadai (Murtahin)


  1). Hak Murtahin ( Penerima Gadai ) :

       (a).Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat

          memenuhi kewajibannya pada sat jatuh tempo. Hasil penjualan barang

          gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun

          bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin.

       (b).Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah

          dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.

       (c).Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan

          barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).

   2.) Adapun kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah :

       (a) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya

           barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.

       (b) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk

          kepentingan sendiri.

       (c) Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum

          diadakan pelelangan barang gadai.



c. Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
46


 1). Hak pemberi gadai adalah:

   (a). Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia

        melunasi pinjaman.

   (b). Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan

        hilangnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima

        gadai.

   (c). Pembari gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah

        dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.

   (d). Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima

        gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai.

 2). Kewajiban pembari gadai:

     (a) Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam

         tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan

         oleh penerima gadai.

     (b) Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya,

         apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak

         dapat melunasi pinjamannya.

d. Akad Perjanjian Transaksi Gadai

      Untuk mempermudah mekanisme perjanjian gadai antara rahin (pemberi

   gadai) dan murtahin (penerima gadai), maka dapat menggunakan tiga akad

   perjanjian, antara lain:

   1). Akad Qard al-Hasan
47


          Akad ini biasanya dilakukan pada nasabah yang ingin menggadaikan

     barangnya untuk tujuan konsumtif. Untuk itu, nasabah (rahin) dikenakan

     biaya berupa upah / fee kepada pihak pegadaian (murtahin) karena telah

     menjaga dan merawat barang gadaian (marhun).

          Sebenarnya, dalam akad qard al-hasan tidak diperbolehkan memungut

     biaya kecuali biaya administrasi. Namun demikian, ketentuan untuk biaya

     administrasi pada pinjaman dengan cara:

     •                  Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase.

     •                  Sifatnya harus jelas, nyata dan pasti serta terbatas pada

         hal-hal yang mutlak diperlukan dalam kontrak.

     Mekanisme pelaksanaan akad qard al-hasan:

     (a). Barang gadai (marhun) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan,

          kecuali dengan jalan menjualnya dan berupa barang bergerak saja,

          seperti emas, barang elektronik, dan sebagainya.

     (b). Tidak ada pembagian bagi hasil, karena akad ini bersifat sosial. Tetap

          diperkenankan menerima fee sebagai pengganti biaya administrasi

          yang biasanya diberikan pihak pemberi gadai (rahin) kepada penerima

          gadai.

 .

2). Akad Mudharabah

          Akad mudharabah adalah akad yang dilakukan oleh nasabah yang

     menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha atau

     pembiayaan yang bersifat produktif. Dengan akad ini, nasabah (rahin)
48


   akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan yang didapat

   nasabah kepada pegadaian (marhum) sesuai dengan kesepakatan, sampai

   modal yang dipinjam dilunasi.

        Jika barang gadai (marhun) dapat dimanfaatkan, maka dapat

   diadakan kesepakatan baru mengenai pemanfaatan barang gadai, dengan

   jenis akad yang dapat disesuaikan dengan jenis barangnya. Jika pemilik

   barang gadai tidak berniat memanfaatkan barang gadai tersebut, penerima

   gadai dapat mengelola dan mengambil manfaat dari barang itu. Akan

   tetapi hasilnya harus diserahkan kepada pemilik barang gadai sebagian.

   Ketentuan akad mudharabah:

   .(a). Jenis barang gadai dalam akad ini adalah semua jenis barang asal bisa

        dimanfaatkan, baik berupa barang bergerak maupun barang tidak

        bergerak. Seperti kendaraan bermotor, barang elektronik, tanah,

        rumah, bangunan dan lain sebagainya.

   (b). Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah

        keuntungan setelah dikurangi biaya pengelolaan. Adapun ketentuan

        persentase nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan antara kedua

        belah pihak.

3). Akad Ba’i Muqayyadah

      Akad Ba’i Muqayyadah adalah akad yang dilakukan apabila nasabah

   (rahin) ingin menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif. Seperti

   pembelian peralatan untuk modal kerja. Untuk memperoleh pinjaman,

   nasabah harus menyerahkan barang sebagai jaminan berupa barang-
49


          barang yang dapat dimanfaatkan, baik oleh rahin maupun murtahin.

          Dalam hal ini, nasabah dapat memberi keuntungan berupa mark up atas

          barang yang dibelikan oleh murtahin. Atau dengan kata lain, murtahin

          (pihak pegadaian) dapat memberikan barang yang dibutuhkan oleh

          nasabah dengan akad jual beli, sehingga murtahin dapat mengambil

          keuntungan berupa margin dari penjualan barang tersebut sesuai dengan

          kesepakatan antara keduanya.

       4). Akad Ijarah

             Akad Ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat

          untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama

          dengan menjual manfaat. Dalam kontrak ini ada kebolehan untuk

          menggunakan manfaat atau jasa dengan ganti berupa kompensasi.

             Dalam gadai syariah, penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan

          tempat penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Barang

          titipan dapat berupa barang yang menghasilkan manfaat maupun tidak

          menghasilkan manfaat. Pemilik yang menyewakan disebut muajjir

          (pegadaian), sementara nasabah (penyewa) disebut mustajir, dan sesuatu

          yang diambil manfaatnya disebut major, sedangkan kompensasi atau balas

          jasa disebut ajron atau ujrah.45



4. Asuransi Syari’ah

     a. Pengertian Asuransi Syari’ah

45
   Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Mengatasi
Masalah Dengan Pegadaian Syari’ah, cet. I (Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 31.
50


         Sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu, dalam konsep

      agama Islam terdapat suatu terminologi yang membedakan hubungan

      manusia dengan Tuhan (hablum minallah) di satu sisi dan hubungan

      manusia dengan sesamanya (hablum minannas) dan lingkungan sekitarnya

      (hablum minal alam) di sisi lainnya. Hukum-hukum yang mengatur

      hubungan manusia dengan Tuhan seperti peribadatan misalnya adalah

      bersifat limitatif (ta’abudi) artinya tidak dimungkinkan bagi manusia untuk

      mengembangkannya. Sedangkan hukum-hukum yang mengatur hubungan

      manusia dengan sesamanya dan lingkungan alam di sekitarnya adalah

      bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-qur’an hanya memberikan

      aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi

      mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikirannya.

          Lapangan kehidupan ekonomi termasuk di dalamnya usaha

      perasuransian, digolongkan di dalam hukum-hukum yang mengatur

      hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut dengan hukum

      muamalah, oleh karena itu bersifat terbuka dalam pengembangannya.46

          Pengertian kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi

      menurut syari’ah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh

      berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi

      konvensional maupun asuransi syari’ah mempunyai persamaan yaitu

      perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan struktural

      antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima

46
    Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di
Indonesia , cetakan ke-4 (Jakarta : Kencana, 2007),hal. 135.
51


      pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering

      diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip

      operasionalnya didasarkan pada syarat Islam dengan mengacu kepada Al-

      Qur’an dan As-Sunnah.47

          Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam

      terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahsa Arab), ta’min (bahasa

      arab) dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada

      dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna

      pertanggungan atau menanggung. Namun dalam prakteknya istilah yang

      paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling

      banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah

      tafakul. Istilah tafakul ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Islami ,

      sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri pada tahun

      1983.48

         Istilah tafakul dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-

      takafala-yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau

      menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an namun

      demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti

      misalnya dalam QS. Thaha (20) : 40 :

                       
        Artinya :"Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" ِ




47
    H.A. Dzajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 120.
48
    Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum...., hal. 136.
52


     Apabila kita memasukkan asuransi tafakul ke dalam lapangan kehidupan

   muamalah, maka tafakul dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu

   saling menanggung resiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu

   dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko masing-masing. Dengan

   demikian, gagasan mengenai asuransi tafakul berkaitan dengan unsur saling

   menanggung resiko di antara para peserta asuransi, di mana peserta yang

   satu menjadi penanggung peserta yang lainnya. Tanggung menanggung

   resiko tersebut dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan

   dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk

   menanggung resiko tersebut. Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak

   sebagai fasilitator saling menanggung di antara para peserta asuransi. Hal

   inilah salah satu yang membedakan antara asuransi tafakul dengan asuransi

   konvensional, di mana dalam asuransi konvensional terjadi saling

   menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi.



b. Prinsip-prinsip Asuransi Syari’ah

      Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa

   al-taqwa (tolong –menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa)

   dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta

   asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya

   saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang

   dibuat dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling menanggung),

   bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh
53


 asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang

 pertanggungan.

     Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syari’ah atau

 asuransi tafakul ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu:

 1). Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful

     memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong

     peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan ikhlas,

     karena memikul tanggung jawab dengan niat akhlas adalah ibadah.

        Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap

     muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling

     menyayangi, mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan

     kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam

     mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa dan harmonis.

          Dengan prinsip ini, maka asuransi tafakul merealisir perintah Allah

     SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang

     kewajiban untuk tidak memerhatikan kepentingan diri sendiri semata

     tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.

2). Saling bekerjasama atau saling membantu, yang berarti di antara peserta

   asuransi tafakul yang satu dengan yang lainnya saling bekerja sama dan

   saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena

   sebab musibah yang diderita. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-

   Maidah ayat 2 :
54


           
                     
                                                              
   Artinya :”... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
            dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
            bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”


      Dengan prinsip ini maka asuransi takaful merealisir perintah Allah

   SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang

   kewajiban hidap bersama dan saling menolong di antara sesama unat

   manusia.

3). Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para

   peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi musibah

   yang di deritanya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Quraisy (106)

   ayat 4:

                    

 Artinya :”Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
          mengamankan mereka dari ketakutan.”



Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT tentang

kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.

   Karnaen A. Perwataatmadja mengemukakan prinsip-prinsip asuransi

takaful yang sama, namun beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang

telah ada yakni prinsip menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba.

Sehingga terdapat 4 prinsip asuransi syariah yaitu:

1. Saling bertanggung jawab;

2. Saling bekerja sama atau saling membantu;
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah

Contenu connexe

Tendances

Kontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnisKontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnismailinursal
 
Contoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasionalContoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasionalJohanez Diaz
 
HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA
HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA
HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA Fair Nurfachrizi
 
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..yudikrismen1
 
Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian Sewa MenyewaPerjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian Sewa MenyewaLeks&Co
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumrabu12
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatNakano
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASEeddy sanusi silitonga
 
Hak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminanHak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminanamanda lubis
 
Ppt Perlindungan Konsumen
Ppt Perlindungan KonsumenPpt Perlindungan Konsumen
Ppt Perlindungan Konsumenrianymonika
 
PERJANJIAN KONTRAK
PERJANJIAN KONTRAKPERJANJIAN KONTRAK
PERJANJIAN KONTRAKWahyu Ym
 
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...Idik Saeful Bahri
 
Murabahah salam istishna'
Murabahah salam istishna'Murabahah salam istishna'
Murabahah salam istishna'Marhamah Saleh
 
Perjanjian nominat dan anominat
Perjanjian nominat dan anominatPerjanjian nominat dan anominat
Perjanjian nominat dan anominatIAIN Ponorogo
 

Tendances (20)

Kontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnisKontrak dalam bisnis
Kontrak dalam bisnis
 
Contoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasionalContoh analisis perjanjian internasional
Contoh analisis perjanjian internasional
 
HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA
HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA
HUKUM SURAT-SURAT BERHARGA
 
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
P. 1 pengertian, tujuan, fungsi dan manfaat viktimologi..
 
Perancangan kontrak
Perancangan kontrakPerancangan kontrak
Perancangan kontrak
 
Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian Sewa MenyewaPerjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian Sewa Menyewa
 
Anatomi kontrak
Anatomi kontrakAnatomi kontrak
Anatomi kontrak
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugat
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
 
Hak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminanHak kebendaan bersifat jaminan
Hak kebendaan bersifat jaminan
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 
Ppt Perlindungan Konsumen
Ppt Perlindungan KonsumenPpt Perlindungan Konsumen
Ppt Perlindungan Konsumen
 
PERJANJIAN KONTRAK
PERJANJIAN KONTRAKPERJANJIAN KONTRAK
PERJANJIAN KONTRAK
 
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
Hukum acara perdata - Kompetensi dan tugas badan peradilan di Indonesia (Idik...
 
Murabahah salam istishna'
Murabahah salam istishna'Murabahah salam istishna'
Murabahah salam istishna'
 
Pegadaian syariah ppt
Pegadaian syariah pptPegadaian syariah ppt
Pegadaian syariah ppt
 
Perjanjian nominat dan anominat
Perjanjian nominat dan anominatPerjanjian nominat dan anominat
Perjanjian nominat dan anominat
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 

En vedette

Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah Eka Wibawa
 
Penyelesaian sengketa perbankan syari'ah
Penyelesaian sengketa perbankan syari'ahPenyelesaian sengketa perbankan syari'ah
Penyelesaian sengketa perbankan syari'ahNur Laily
 
Ekonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islam
Ekonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islamEkonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islam
Ekonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islamWorld Bank
 
Skripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan padaSkripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan padayogieardhensa
 
Skripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariah
Skripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariahSkripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariah
Skripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariahyogieardhensa
 
Skripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
Skripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaanSkripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
Skripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaanMarobo United
 
Administrasi dan proses pembiayaan pada bank syariah
Administrasi dan proses pembiayaan pada bank syariahAdministrasi dan proses pembiayaan pada bank syariah
Administrasi dan proses pembiayaan pada bank syariahmas karebet
 

En vedette (10)

Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah Makalah ekonomi syariah
Makalah ekonomi syariah
 
Penyelesaian sengketa perbankan syari'ah
Penyelesaian sengketa perbankan syari'ahPenyelesaian sengketa perbankan syari'ah
Penyelesaian sengketa perbankan syari'ah
 
Ekonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islam
Ekonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islamEkonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islam
Ekonomi syariah konsep harta dan kepemilikan dalam islam
 
Skripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan padaSkripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan pada
 
Perbankan Syariah
Perbankan SyariahPerbankan Syariah
Perbankan Syariah
 
Skripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariah
Skripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariahSkripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariah
Skripsi analisis kinerja keuangan pada bank syariah
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 
Skripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
Skripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaanSkripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
Skripsi laporan keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
 
Administrasi dan proses pembiayaan pada bank syariah
Administrasi dan proses pembiayaan pada bank syariahAdministrasi dan proses pembiayaan pada bank syariah
Administrasi dan proses pembiayaan pada bank syariah
 
bank syariah
bank syariahbank syariah
bank syariah
 

Similaire à Penyelesaian sengketa ekonomi syariah

Makalah sengketa
Makalah sengketa Makalah sengketa
Makalah sengketa devierlina1
 
Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer
Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer
Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer M. Zidny Nafi' Hasbi
 
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uupsPenyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uupsAgung Budiono
 
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uupsPenyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uupsAgung Budiono
 
MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIAMAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIAShafrinaLee
 
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihadMakalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihadInternet Explorer
 
PPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptxPPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptxKurniasaleh
 
PPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptxPPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptxKurniasaleh
 
Hukum_Acara_Peradilan_Agama.docx
Hukum_Acara_Peradilan_Agama.docxHukum_Acara_Peradilan_Agama.docx
Hukum_Acara_Peradilan_Agama.docxWahyuRamdani19
 
12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...
12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...
12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...annatasyamaryana
 
Pengertian sistem hukum
Pengertian sistem hukumPengertian sistem hukum
Pengertian sistem hukumaziz paloh
 
Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3
Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3
Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3hnnsyu
 
Tugas PPKn - Hukum Peradilan Agama
Tugas PPKn - Hukum Peradilan AgamaTugas PPKn - Hukum Peradilan Agama
Tugas PPKn - Hukum Peradilan Agamahnnsyu
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaHukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaSiddiki Syadzily
 

Similaire à Penyelesaian sengketa ekonomi syariah (20)

SKETSA PERADILAN AGAMA
SKETSA PERADILAN AGAMASKETSA PERADILAN AGAMA
SKETSA PERADILAN AGAMA
 
Makalah sengketa
Makalah sengketa Makalah sengketa
Makalah sengketa
 
Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer
Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer
Maqosid dan pekembangan doktrin Arbitrase syariah kontemporer
 
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uupsPenyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
 
A
AA
A
 
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uupsPenyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah antara uupa an uups
 
MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIAMAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
 
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihadMakalah  metode ijtihad dan macam macam ijtihad
Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad
 
Ppt sengketa
Ppt sengketa Ppt sengketa
Ppt sengketa
 
PPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptxPPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptx
 
PPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptxPPT Hukum Acara Perag.pptx
PPT Hukum Acara Perag.pptx
 
Hukum_Acara_Peradilan_Agama.docx
Hukum_Acara_Peradilan_Agama.docxHukum_Acara_Peradilan_Agama.docx
Hukum_Acara_Peradilan_Agama.docx
 
12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...
12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...
12eksistensi pengadilan-niaga-dan-perkembangannya-dalam-era-globalisasi -2008...
 
Pengertian sistem hukum
Pengertian sistem hukumPengertian sistem hukum
Pengertian sistem hukum
 
Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3
Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3
Tugas PPKn - Hannisa Yanuar Utama, X MIA 3
 
Tugas PPKn - Hukum Peradilan Agama
Tugas PPKn - Hukum Peradilan AgamaTugas PPKn - Hukum Peradilan Agama
Tugas PPKn - Hukum Peradilan Agama
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
 
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agamaHukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
 
Hukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaHukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan Agama
 

Plus de yogieardhensa

Perimbangan keuangan pusat dan daerah
Perimbangan keuangan pusat dan daerahPerimbangan keuangan pusat dan daerah
Perimbangan keuangan pusat dan daerahyogieardhensa
 
Pengungkapan laporan keuangan
Pengungkapan laporan keuanganPengungkapan laporan keuangan
Pengungkapan laporan keuanganyogieardhensa
 
Pengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp sahamPengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp sahamyogieardhensa
 
Pengembangan prototipe sistem pengadaan barang
Pengembangan prototipe sistem pengadaan barangPengembangan prototipe sistem pengadaan barang
Pengembangan prototipe sistem pengadaan barangyogieardhensa
 
Pengeluaran pemda jatim
Pengeluaran pemda jatimPengeluaran pemda jatim
Pengeluaran pemda jatimyogieardhensa
 
Pengaruh biaya kualitas terhadap
Pengaruh biaya kualitas terhadapPengaruh biaya kualitas terhadap
Pengaruh biaya kualitas terhadapyogieardhensa
 
Penerapan balanced scorecard sebagai
Penerapan balanced scorecard sebagaiPenerapan balanced scorecard sebagai
Penerapan balanced scorecard sebagaiyogieardhensa
 
Pedomanskripsijurakuntansi
PedomanskripsijurakuntansiPedomanskripsijurakuntansi
Pedomanskripsijurakuntansiyogieardhensa
 
Kinerja bank dan asuransi
Kinerja bank dan asuransiKinerja bank dan asuransi
Kinerja bank dan asuransiyogieardhensa
 
Kemampuan keuangan otda
Kemampuan keuangan otdaKemampuan keuangan otda
Kemampuan keuangan otdayogieardhensa
 
Ios dan pertumbuhan perusahaan
Ios dan pertumbuhan perusahaanIos dan pertumbuhan perusahaan
Ios dan pertumbuhan perusahaanyogieardhensa
 
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...yogieardhensa
 
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginanFaktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginanyogieardhensa
 
Faktor faktor pertumbuhan ekonomi
Faktor faktor pertumbuhan ekonomiFaktor faktor pertumbuhan ekonomi
Faktor faktor pertumbuhan ekonomiyogieardhensa
 
Faktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeu
Faktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeuFaktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeu
Faktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeuyogieardhensa
 
Faktor price earning ratio saham
Faktor price earning ratio sahamFaktor price earning ratio saham
Faktor price earning ratio sahamyogieardhensa
 

Plus de yogieardhensa (20)

Situs skripsi
Situs skripsiSitus skripsi
Situs skripsi
 
Pma di indonesia
Pma di indonesiaPma di indonesia
Pma di indonesia
 
Perimbangan keuangan pusat dan daerah
Perimbangan keuangan pusat dan daerahPerimbangan keuangan pusat dan daerah
Perimbangan keuangan pusat dan daerah
 
Pengungkapan laporan keuangan
Pengungkapan laporan keuanganPengungkapan laporan keuangan
Pengungkapan laporan keuangan
 
Pengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp sahamPengumuman dividen trhdp saham
Pengumuman dividen trhdp saham
 
Pengembangan prototipe sistem pengadaan barang
Pengembangan prototipe sistem pengadaan barangPengembangan prototipe sistem pengadaan barang
Pengembangan prototipe sistem pengadaan barang
 
Pengeluaran pemda jatim
Pengeluaran pemda jatimPengeluaran pemda jatim
Pengeluaran pemda jatim
 
Pengaruh biaya kualitas terhadap
Pengaruh biaya kualitas terhadapPengaruh biaya kualitas terhadap
Pengaruh biaya kualitas terhadap
 
Penerapan balanced scorecard sebagai
Penerapan balanced scorecard sebagaiPenerapan balanced scorecard sebagai
Penerapan balanced scorecard sebagai
 
Pedomanskripsijurakuntansi
PedomanskripsijurakuntansiPedomanskripsijurakuntansi
Pedomanskripsijurakuntansi
 
Nasabahbanksyariah
NasabahbanksyariahNasabahbanksyariah
Nasabahbanksyariah
 
Kinerja bank dan asuransi
Kinerja bank dan asuransiKinerja bank dan asuransi
Kinerja bank dan asuransi
 
Kemampuan keuangan otda
Kemampuan keuangan otdaKemampuan keuangan otda
Kemampuan keuangan otda
 
Ipo dan underpriced
Ipo dan underpricedIpo dan underpriced
Ipo dan underpriced
 
Ios dan pertumbuhan perusahaan
Ios dan pertumbuhan perusahaanIos dan pertumbuhan perusahaan
Ios dan pertumbuhan perusahaan
 
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
 
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginanFaktor faktor yang mempengaruhi keinginan
Faktor faktor yang mempengaruhi keinginan
 
Faktor faktor pertumbuhan ekonomi
Faktor faktor pertumbuhan ekonomiFaktor faktor pertumbuhan ekonomi
Faktor faktor pertumbuhan ekonomi
 
Faktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeu
Faktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeuFaktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeu
Faktor faktor kelengkapan pengungkapan lapkeu
 
Faktor price earning ratio saham
Faktor price earning ratio sahamFaktor price earning ratio saham
Faktor price earning ratio saham
 

Penyelesaian sengketa ekonomi syariah

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lembaga peradilan yang ada di Indonesia. semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi syari’ah. Wewenang baru tersebut bisa dikatakan sebagai tantangan dan sekaligus peluang bagi lembaga peradilan agama. Dikatakan sebagai tantangan karena selama ini bagi Pengadilan Agama belum ada pengalaman apa pun dalam menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari’ah, sehingga kalau pun sekiranya datang suatu perkara tentang sengketa ekonomi syari’ah , maka bagi lembaga peradilan agama ini mesti mencari dan mempersiapkan diri dengan seperangkat peraturan perundangan maupun norma hukum yang terkait dengan persoalan ekonomi syari’ah. Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami perkembangan yang cukup berarti dalam masa kemerdekaan ini. Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam di Indonesia. Dulunya, putusan PA murni berdasarkan fiqh para fuqaha', eksekusinya harus
  • 2. 2 dikuatkan oleh Peradilan Umum, Para hakimnya hanya berpendidikan Syari'ah tradisional dan tidak berpendidikan hukum, organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung, dan lain-lain. Sekarang keadaan sudah berubah. Salah satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama yang baru, antara lain bidang ekonomi syari'ah.1 Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum positive yang secara terperinci mengatur tentang acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini. Karena pada asasnya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili 2 Oleh karena itu walau pun aturan formal yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah sudah seharusnya mengerahkan segenap potensinya untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini kiranya pengadilan agama harus berani dan mampu menggali nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam, 1 Rifyal Ka'bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah Sebagai Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama, dalam Varia Peradilan . tahun ke XXI, NOMOR245 April, 2006,hal. 12. 2 Lihat pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
  • 3. 3 baik yang terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun kitab-kitab fiqh /ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama’ yang dalam hal ini melalui Dewan Syari’ah Nasional yang berkaitan dengan persoalan-persoalan diseputar ekonomi syari’ah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan kepada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pokok-pokok masalah sebagai berikut : 1. Mengapa sengketa ekonomi syari’ah mesti diselesaikan melalui Badan Peradilan Agama ? 2. Bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama ? 3. Pengadilan Agama mana yang paling berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah (kompetnsi relative) ? C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang sengketa ekonomi syari’ah dan penyelesaiannya di Pengadilan Agama mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui lebih mendalam mengapa Pengadilan Agama lebih berwenang dalam meyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah ? 2. Untuk menganalis lebih jelas bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama.
  • 4. 4 3. Untuk memperoleh informasi yang pasti tentang Pengadilan Agama mana yang paling berwenang (kompetensi relatif) memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syari’ah. D. Manfaat Penelitian Penelitian tentang penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di lingkungan Pengadilan agama diharapkan memiliki manfaat tertentu.. Manfaat tersebut sekurang-kurangnya meliputi dua aspek, yaitu: 1. Manfaat sosial (social value), yang diharapkan berguna untuk : a. Memberi gambaran atau pedoman awal bagi lembaga Peradilan Agama tentang bagaimana cara-cara dan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah. b. Memberi informasi kepada masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, khususnya para pelaku bisnis syari’ah tentang cara-cara menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah melalui pengadilan agama. c. Memberi pedoman praktis kepada para praktisi hukum khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah. 2. Manfaat akademik (academic value) a. Diharapkan penulisan tesis tentang proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di pengadilan agama ini dapat dijadikan sebagai pemenuhan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Studi Islam pada Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia.
  • 5. 5 b. Manfaat lain dari penulisan tesis ini diharapkan bisa menambah khazanah keilmuan dalam bidang penyelesaian sengkerta ekonomi syari’ah. E. Telaah Pustaka Dari penelusuran referensi yang ada tidak banyak dijumpai karya-karya ilmiyah yang membahas persoalan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di lingkungan Pengadilan Agama . Hal ini bisa dimaklumi karena persoalan ini relatif masih baru. Namun demikian hal-hal yang masih ada relevansinya dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah dapat dijumpai pada beberapa karya ilmiyah, diantaranya adalah tulisan Dr. Dadan Muttaqien tentang “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Luar Lembaga Peradilan”. Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa pada prinsipnya penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di luar lembaga peradilan (non litigasi) ada dua cara yang bisa ditempuh, yaitu melalui lembaga perdamaian (al-Shulh) dan melalui lembaga arbitrase (al-Tahkim). 3 Di Indonesia, lembaga perdamaian telah diakui keberadaannya melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaaian Sengketa. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa negara memberi kebebasan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah 3 Dadan Muttaqien, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Luar Lembaga Peradilan, dalam Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun Ke XXIII NOMOR 266 Januari 2008 (Jakarta : IKAHI, 2008) Hal. 60.
  • 6. 6 sengketa bisnisnya di luar lembaga peradilan, baik melalui konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian para ahli.4 Sedangkan lembaga tahkim disini yang dimaksud adalah penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS ). Sebagai gambaran tentang peraturan dan prosedur Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) adalah sebagai berikut: 1. Penagajuan Permohonan Proses arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase oleh Sekretaris dalam Register Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS). Dalam surat permohonannya tersebut harus memuat sekurang-kurangnya nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan kedua belah pihak, suatu uraian singkat tentang salinan naskah perjanjian Arbitrasenya dan suatu surat kuasa khusus jika diajukan oleh kuasa hukum. 2. Selanjutnya, surat permohonan itu akan diperiksa oleh Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) , untuk menentukan apakah Badan Arbitrase Nasional (BASYARNAS) berwenang memeriksa dan memutuskan sengketa arbitrase yang dimohonkan tadi. Dalam hal perjanjian atau klausula arbitrase dianggap tidak cukup kuat dijadikan dasar kewenangan Badan Arbitrase Nasional (BASYARNAS) untuk memeriksa sengketa yang diajukan, maka Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) akan meyatakan permohonan itu tidak dapat diterima (niet outvankelijk verklaard) yang dituangkan dalam sebuah 4 Ibid.
  • 7. 7 penetapan yang dikeluarkan oleh Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) sebelum pemeriksaan dimulai atau dapat pula dilakukan oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis yang ditunjuk dalam hal pemeriksaan telah dimulai. Sebaliknya, jika perjanjian atau klausula arbitrase dianggap telah mencukupi, maka Ketua Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) segera menetapkan dan menunjuk arbiter tunggal atau majelis yang akan memeriksa dan memutus sengketa berdasarkan berat ringannya sengketa. Arbiter yang ditunjuk tersebut dapat dipilih dari arbiter atau menunjuk seorang ahli dalam bidang khusus yang diperlukan untuk menjadi arbiter, karena pemeriksaanya memerlukan suatu keahlian khusus. Dengan demikian susunan arbiter dapat pula dalam bentuk tunggal atau majelis. 3. Arbiter yang ditunjuk memerintahkan untuk menyampaikan salinan surat permohonan kepada Termohon disertai perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawabannya secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya salinan surat permohonan dan surat panggilan. Segera setelah diterimanya jawaban dari Termohon, atas perintah Arbiter tunggal atau Ketua ArbiterMajelis, salinan dari jawaban tersebut diserahkan kepada Pemohon dan bersamaan dengan itu memerintahkan kepada para pihak untuk menghadap di muka sidang Arbitrase pada tanggal yang ditetapkan, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya perintah itu, dengan pemberitahuan bahwa
  • 8. 8 mereka boleh mewakilkan kepada kuasa hukumnya masing-masing dengan surat kuasa khusus. 4. Pemeriksaan persidangan Arbitrase dialakukan di tempat kedudukan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS), kecuali ada persetujuan dari kedua belah pihak, pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain. Arbiter Tunggal atau Majelis dapat melakukan sidang ditempat untuk memeriksa saksi, barang, atau benda dokumen yang mempunyai hubungan dengan para pihak yang bersengketa. Putusan harus diambil dan dijatuhkan di tempat kedudukan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS). 5. Selama proses dan pada setiap tahap pemeriksaan berlangsung Arbiter tunggaal atau majelis harus memberi perlakuan dan kesempatan yang sama sepenuhnya terhadap para pihak (equality before the law) untuk membela dan mempertahankan kepentingan yang disengketekannya. Arbiter tunggal atau Majelis , baik atas pendapat sendiri atau para pihak dapat melakukan pemeriksaan dengan mendengar keterangan saksi, termasuk saksi ahli dan pemeriksaan secara lisan di antara para pihak, setiap bukti atau dokumen yang disampaikan salah satu pihak kepada Arbiter Tunggal atau Majelis salinannya harus disampaikan kepada pihak lawan. Namun, pemeriksaan dibolehkan secara lisan (oral hearing). Tahap pemeriksaan dimulai dari jawab-menjawab (replik-duplik), pembuktian dan putusan dilakukan berdasarkan kebijakan Arbiter Tunggaal atau Majelis.
  • 9. 9 6. Dalam jawabannya, atau paling lambat pada sidang pertama pemeriksaan, Termohon dapat mengajukan suatu tuntutan balasan (reconventie). Terhadap bantahan yang diajukan Termohon, Pemohon dapat mengajukan jawaban (replik) yang dibarengi dengan tambahan tuntutan (Additional Claim) asal hal itu mempunyai hubungan yang sangat erat langsung dengan pokok yang disengketekan serta termasuk dalam Yurisdiksi Badaan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS), baik tuntutan konvensi, rekonvensi maupun addional Claim akan diperiksa dan diputus oleh Arbiter atau maajelis terlebih dulu akan mengusahakan tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil, maka Arbiter Tunggal akan membuat akta perdamaian dan mewajibkan kedua belah pihak untuk memenuhi dan mentaati perdamaian tersebut masing-masing. Sebaliknya, apabila perdamaian tidak berhasil, maka Arbiter Tunggal atau Majelis akan meneruskan pemeriksaan sengketa yang dimohon. Dalam hal yang diteruskan para pihak dipersilakan untuk memberikan argumentasi dan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk mengatakannya. Seluruh pemeriksaan dilakukan secara tertutup sesuai dengan saran arbitrase yang tertutup. 7. Arbiter tunggal atau Majelis akan menutup pemeriksaan sengketa arbitrase dan menetapkan suatu hari sidang untuk mengucapkan putusan yang diambil, bila menganggap pemeriksaan telah cukup, dengan tidak menutup kemungkinan dapat membuka sekali lagi pemeriksaan (to open) sebelum putusan dijatuhkan bila dianggap perlu.
  • 10. 10 8. Putusan diambil dan diputuskan dalam suatu sidang yang dihadiri kedua belah pihak. Bila para pihak telah dipanggil secara patut, tetapi jika tidak ada yang hadir, maka putusan tetap diucapkan. Seluruh proses pemeriksaan sampai diucapkannya putusan oleh Arbiter Tunggal atau Majelis akan diselesaikan selambat-lambatnya sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan habis, terhitung sejak dipanggilnya pertama kali para pihak untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan. 9. Putusan Arbitrase tersebut harus memuat alasan-alasan, kecuali para pihak menyetujui putusan tidak perlu membuat alasan. Arbiter Tunggal atau Majelis harus memutus berdasar kepatutan dan keahlian sesuai dengan ketentuaan hukum yang berlaku bagi perjanjiaan yang menimbulkan sengketa dan disepakati para pihak. Putusannya bersifat final dan mengikat para pihak yang bersengketa dan para pihak wajib mentaati seta memenuhi secara suka rela seperti yang disebut di atas. Apabila putusan tidak dipenuhi secara suka rela, maka putusan dijalankan menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 637 RV dan Pasal 639 RV. 5 Walaupun putusan arbiter itu bersifat final , namun Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Syari’ah Nasional memberikan kemungkinan kepada salah satu pihak untuk mengajukan secara tertulis, permintaan pembatalan putusan (annulment of the award) arbitrase tersebut yang disampaikan kepada sekretaris BASYARNAS dan tembusan kepada pihak lawan sebagai pemberitahuan. Pengajuan pembatalan putusan paling lambat 5 Ibid, hal. 65.
  • 11. 11 dalam waktu 60 (enam puluh) hari dari tanggal putusan diterima, kecuali mengenai alasan penyelewengan dan hal itu berlaku paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak putusan dijatuhkan. Permintaan pembatalan putusan hanya dapat dilakukan berdasarkan salah satu alasan sebagai berikut: a. Penunjukan Arbiter Tunggal atau Majelis tidak sesuai dengan ketentuan, b. Putusan melampaui batas kewenangan BASYARNAS, c. Putusan melebihi yang diminta para pihak, d. Terdapat penyelewengan diantara saalah salah seorang arbiter, e. Putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok dan putusan tidak memuat alasan-alasan yang menjadi landasan pengambilan putusan.6 Sementara itu dalam tulisan Dr. Rifyal Ka’bah yang berjudul” Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Sebagai Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama” yang termuat dalam Majalah Hukum Varia Peradilan tahun Ke XXI Nomor 245 April 2006, lebih banyak mambahas tentang pengalaman BASYARNAS dalam menyelesaian sengketa ekonomi syari’ah yang diajukan kepadanya, dimana didalam menyelesaiakan sengketa ekonomi syari’ah BASYARNAS menggunakan dua hukum yang berbeda, yakni hukum Islam seperti yang diformulasikan oleh DSN (Dewan Syari’ah Nasional) dan pasal- pasal dalam KUHPerdata. Hal ini dilakukan karena ketiadaan peraturan 6 Ibid.
  • 12. 12 perUndang-Undangan tentang perbankan syari’ah secara khusus dan ekonomi syari’ah secara umum.7 Selain kedua referensi di atas terdapat satu tesis MSI-UII Yogyakarta yang disusun oleh Yususf Buchori dengan judul “Litigasi Sengketa Perbankan Syari’ah Dalam Persektif Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (Study Kasus Putusan Pada Pengadilan Agama Purbalingga)” , dalam pembahasannya lebih terfokus kepada studi kasus pada sengketa perbankan syari’ah yang diadili dan diselesaikan oleh pengadilan Agama Purbalinga, bukan kepada penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah pada umumnya. Sebaagaimana dalam salah satu kesimpulannya Yusuf Buchori menyatakan, bahwa dalam menyelesaikan sengketa perbankan syari’ah terdapat dua lapangan hukum (two level playing fields) , yaitu syari’ah level dan legal level. Hal ini dikarenakan dalam praktek Bank Syari’ah dalam mengadakan akad secara formal berpedoman kepada KHUPerdata (BW) dan secara materiil atau substansinya berdasarkan prinsip syari’ah.8 Dari ketiga referensi di atas secara jelas belum ada yang membahas proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah dilingkungan Peradilan Agama. Oleh karena itu cukup alasan bagi diri Penyusun untuk menyusun tesis ini dalam rangka untuk menambah khazanah keilmuan dalam hal penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, khususnya bagi lembaga Pengadilan Agama. 7 Rifyal Ka'bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah …,hal. 20. 8 Yusuf Buchori, Litigasi Sengketa Perbankan Syari’ah Dalam Persektif Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (Study Kasus Putusan Pada Pengadilan Agama Purbalingga)” , Tesis MSI-UII Yogyakarta, 2007, hal. 148.
  • 13. 13 F. Kerangka Teori Ekonomi atau ilmu ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi atau ilmu ekonomi konvensional yang berkembang di dunia dewasa ini, karena yang pertama terikat kepada nilai-nilai Islam dan yang kedua memisahkan diri dari agama semenjak negara-negara Barat berpegang kepada sekularisme dan menjalankan politik sekularisasi.9 Sungguh pun demikian, tidak ada ekonomi yang terpisah dari nilai atau tingkah laku manusia, tetapi pada ekonomi konvensional, nilai yang digunakan adalah nilai duniawi semata (profane, mundane). Yang dimaksud dengan kata syari'ah dalam ekonomi syari'ah sebenarnya adalah fiqh para fuqaha'. Hal itu karena salah satu pengertian syari'ah yang berkembang dalam sejarah adalah fiqh dan bukan ayat-ayat dan/atau hadits- hadits semata sebagai inti agama Islam atau ayat-ayat dan/atau hadts-hadits hukum saja secara khusus. Pemakaian kata syari'ah sebagai fiqh tampak secara khusus pada pencantuman syari'ah Islam sebagai sumber legislasi di beberapa negara muslim (dan juga pada 7 kata dalam Piagam Jakarta), perbankan syari'ah, asuransi syari'ah, ekonomi dan keuangan syari'ah secara umum di Indonesia, serta Pengadilan Syari'ah (Mahkamah Syar'iyah) di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Inilah yang diistilahkan dalam bahasa Barat sebagai Islamic Law, de Mohammadan wet/recht, la loi islamique, dan lain-lain.10 9 Khurshid Ahmad (ed), Studies in Islamic Economics , dalam Rifyal Ka'bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah., hal. 12. 10 Rifyal Ka'bah,Hukum Islam di Indonesia, (Buletin Dahwah) DDII, DKI Jakarta, Mei 2006.
  • 14. 14 Ada pun pengertian ekonomi Islam adalah merupakan suatu ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad SAW., ijma’ dan qiyas.11 Islam memang sebagai suatu sistem nilai yang sedemikian lengkap dan menyeluruh dalam mengatur kehidupan umat manusia di dunia ini, tak terkecuali di dalam persoalan perekonomian. Dalam hal ini Islam telah mengatur bagaimana nilai-nilai yang terkandung di dalam sistem perekonomian Islam tersebut. Untuk ini Muhammad Syafi'i Antonio dalam bukunya Bank Syari'ah, dari Teori ke Praktek, telah menguraikan :12 1. Perekonomian masyarakat luas – bukan hanya masyarakat Muslim – akan menjadi baik bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma- norma Islami. Banyak ayat Al-Qur'an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian Islam, diantaranya adalah :                               13    Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” Semua ayat tersebut merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Qur'an dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat difahami 11 Pusat Komunikasi Ekonomi Syari’ah, Buku Saku Lembaga Bisnis Syari’ah , (Jakarta: PKES, 2006), hal.1 12 Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Syari'ah, dari Teori ke Praktek, Cet.kesembilan (Jakarta: Gema Insani, 2005)hal. 10. 13 Q.S. Al-Baqarah (2): 87-88.
  • 15. 15 bahwa Islam mendorong penganutnya untukmenikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ,baik materi maupun non materi. Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Salah satu hadits Rasulullah SAW menegaskan : ‫االمســلمون على شروطـهم اال حرم حلال اواحل حـــرامـا‬ Artinya :"Kaum Muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."14 Rambu-rambu tersebut di antaranya: carilah yang halal lagi baik; tidak menggunakan cara batil; tidak berlebih-lebihan/melampaui batas; tidak di zhalimi maupun menzhalimi; menjauhkan diri dari unsur riba; maisir (perjudian dan intended speculation); dan gharar (ketidak-jelasan dan manipulatif ) serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak dan sedekah. Ini yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan perekonomian konvensional yang menggunakan prinsip self interest (kepentingan pribadi) sebagai dasar perumusan konsepnya. 2. Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh. Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan itu setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih 14 H.R. At-Turmudzi, dalam kitab Subulus Salam,Syarah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Juz III, Jilid II, disusun oleh Imam Muhammad ibn Isma'il Al-Kahlaniy Al-Shan'aniy (t.t.p., Dar al-Fikr, t.t.)hal. 59.
  • 16. 16 sayang bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas geografis. Keadilan dalam Islam memiliki implikasi sebagai berikut : a. Keadilan Sosial; b. Keadilan Ekonomi; 3. Keadilan Distribusi Pendapatan. Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan menggunakan cara yang ditekankan Islam. 4. Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial. Konsep Islam amat jelas. Manusia dilahirkan merdeka. Karenanya tidak ada seorang pun – bahkan negara mana pun – yang berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia menjadi terikat. Dalam konsep ini setiap individu berhak menggunakan kemerdekaannya tersebut sepanjang tetap berada dalam kerangka norma-norma Islami. Dengan kata lain, sepanjang kebebasan tersebut dapat dipertanggung-jawabkan, baik secara sosial maupun dihadapan Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” menurut Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah” perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syari’ah,” 15 antara lain meliputi : 15 Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 49 huruf i.
  • 17. 17 a.bank syari’ah; b.asuransi syari’ah; c.reasuransi syari’ah; d.reksadana syari’ah; e.lembaga keuangan mikro syari’ah; f.obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; g.sekuritas syari’ah; h.pembiayaan syari’ah; i.pegadaian syari’ah; j.dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; k.bisnis syari’ah. Menegenai sendi-sendi Islam, menurut catatan Abu A’la Al-Maududi terdapat tujuh hal sebagai berikut : a. Adanya prinsip perbedaan antara yang halal dan yang haram mengenai jalan- jalan mencari kekayaan. Dalam hal ini Islam tidak membenarkan bagi umatnya untuk mencari kekayaan semau-mau mereka, tetapi Islam menegaskan perbedaan antara mereka dalam mencari penghidupan melalui jalan-jalan yang sah dan yang tidak sah. Prinsip ini diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya :                                    16      16 Q.S. An-Nisa’ (4) : 29-30.
  • 18. 18 Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu 17; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Ayat ini telah menetapkan dua perkara sebagai syarat bagi sahnya perdagangan. Pertama, hendaklah perdagangan itu dilakukan dengan suka sama suka diantara kedua belah pihak. Kedua, hendaklah keuntungan satu pihak, tidak berdiri di atas dasar kerugian pihak yang lain. Maksudnya adalah bahwa tiap-tiap orang yang merugikan orang lain untuk membela kepentingan pribadinya, maka seolah-olah ia menumpahkan darahnya dan membukakan jalan kebinasaan bagi dirinya akhir kesudahannya. Pencurian, penyuapan, 18 perjudian, jual beli secara gharar , penipuan, pemalsuan, membungakan uang dan lain-lain jalan mencari kekayaan, apabila terdapat di dalamnya kedua sebab ini menjadikan dia tidak sah. Dan jika hanya terdapat sebagian syarat , misalnya “suka sama suka”, diantara kedua belah pihak, maka ia masih membutuhkan satu syarat lagi, yaitu sebagaimana yang dimaksud dalam ayat :    Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri.” b. Larangan menumpuk / mengumpulkan harta. 17 Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan. 18 Jual beli secara gharar, artinya jual beli yang membawa kebinasaan (resiko), seperti tidak diketahuinya ketentuan barang yang diperjual belikan, atau tidak diketahui harganya,banyaknya, temponya kalau di sana ada tempo, atau tidak diketahui kepastian adanya barang itu dan keselamatannya.
  • 19. 19 Bahwa seyogyanya seseorang yang baik tidak mengumpulkan harta yang didapatnya dengan jalan yang sah, karena yang demikian itu menghambat perputaran kekayaan dan merusak keseimbangan dalam pembagiannya dikalangan masyarakat ramai. Orang yang mengumpulkan harta dan tidak membelanjakannya, tidak hanya mencampakkan dirinya ke dalam berbagai penyakit moril saja, tetapi juga melakukan sesuatu kejahatan yang besar terhadap masyarakat seluruhnya, dimana madharatnya dan keburukannya akan kembali menimpa dirinya juga. Oleh karena itu Islam sangat mencela dan memerangi sifat kebakhilan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al- Qur’an:                                19     Artinya :” Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” c. Perintah untuk membelanjakan harta. Tetapi walaupun demikian Islam tidak membenarkan umatnya membelanjakan hartanya dengan jalan boros, semata- mata untuk memuaskan hawa nafsu. Akan tetapi didalam membelanjakan harta tersebut haruslah didasari “fi sabilillah”. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : 19 Q.S. Ali Imran (5): 180.
  • 20. 20          20      Artinya : “…. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”         21  Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”                                22   Artinya : “ Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah- lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan Karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” d. Zakat. Kewajiban zakat dimaksudkan agar supaya kekayaan tidak dibiarkan terkumpul disalah satu tempat dalam masyarakat. e. Hukum Waris. Yang dikehendaki dalam aturan ini adalah apabila seseorang meninggalkan harta benda, maka harta bendanya tersebut dibagi-bagikan kepada sanak kerabatnya yang terdekat, dan apabila tidak meninggalkan sanak kerabat 20 Q.S. Al-Baqarah (2) : 219. 21 Q.S. Al-Ma’arij (70) : 24-25. 22 Q.S. Al-Baqarah (2) : 272.
  • 21. 21 semua harta peninggalannya harus diserahkan ke Baitul Mal kaum muslimin, supaya dapat dinikmati manfaatnya oleh seluruh umat. f. Pembagian rampasan perang. Islam telah mengatur harta-harta yang diperoleh dari hasil rampasan perang, secara lebih adil dan lebih bermanfaat bagi sesama pihak. g. Perintah untuk berhemat dalam perbelanjaan. Islam menghendaki, bahwa tidak seyogyanya seseorang membelanjakan hartanya kecuali dalam batas-batas kemampuan ekonominya 23 Berangkat dari uraian di atas, dapat dimunculkan kerangka teori sebagai berikut :“Bahwa ikatan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat adalah erat-semata-mata karena fitrah keduanya. Antara keduanya harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertarungan.”24 Sementara itu, untuk menyelesaikan sengketa ekonomi/bisnis syari’ah pada umumnya pihak penggugat menuntut ganti rugi dari pihak tergugat atas tidak terpenuhinya “prestasi” yang telah disepakati bersama dalam suatu akad perjanjian yang telah dibuat oleh mereka. Oleh karena itu disini perlu dijelaskan beberapa teori ganti rugi (ta’wid, daman). Berkaitan dengan hal tersebut definisi .daman mengandung makna-makna sebagai berikut: 1. Objek wajib ̣ḍaman terletak pada zimmah (perjanjian). Kewajiban .daman tidak akan gugur kecuali dengan memenuhi atau dibebaskan oleh pihak 23 Abu A’la Al-Maududi, Dasar-Dasar Ekonomi Islam dan Berbagai System Masa Kini,alih bahasa Abdullah Suhaili, cet. Kedua (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984) hal . 136 24 Ibid, hal. 13.
  • 22. 22 yang berhak menerima ganti rugi tersebut. Pihak yang dirugikan (mutadarrar) berhak mengadukan ke pengadilan untuk memaksa pihak yang menyebabkan terjadinya kerugian (mutasabbib) agar memenuhi kewajibannya. Hal ini berbeda dengan kewajiban yang bersifat moral atau keagamaan di mana Syari’ hanya mendorong untuk memenuhinya tanpa implikasi hukuman keduniaan atas pelenggaran itu. Hal ini termasuk katagori khitab al-targib yang meliputi, dalam istilah kaum ushuli, makruhat dan mandubat. Zimmah menurut bahasa adalah al-aqdu (perjanjian). Menurut tradisi fuqaha’ zimmah adalah suatau sifat yang menjadikan seseorang mempunyai kompetensi untuk menerima hak atau melakukan kewajiban. 2. Hak yang dibebankan kepada seseorang berdasarkan .daman berbeda dengan kewajiban seseorang berdasarkan ‘uqubah baik pada karakter maupun tujuannya. Wajib karena .daman disyariatkan untuk melindungi hak-hak individu. Pada saat yang sama ‘uqubah disyariatkan karena adanya unsur pelanggaran (al-ta’addi) terhadap hak-hak Allah SWT. Wajib pada .daman disyariatkan untuk mengganti atau menutupi (al-ajru) kerugian yang terjadi pada seseorang. Sementara ‘uqubah ditetapkan untuk menghukum pelaku agar jera dan tidak melakukan perbuatan itu kembali (al-zajru). 3. Sebab-sebab .daman adalah adanya unsur al-ta’adi , yaitu melakukan perbuatan terlarang dan atau tidak melakukan suatu kewajiban menurut hukum. Ta’addi dapat terjadi karena melanggar perjanjian dalam akad
  • 23. 23 yang semestinya harus dipenuhi. Misalnya, tempat penitipan barang (al- muda) tidak memelihara barang sebagaimana mestinya, seorang al-ajir (buruh upahan, orang sewaan) dengan al-musta’jir (penyewa) sama-sama meyalahi akad. Ta’addi juga dapat terjadi karena melanggar hukum syari’ah (mukhalafatu ahkam syari’ah) seperti pada kasus perusakan barang (al-itlaf), perampasan(al-gash), maupun kelalaian atau penyia- nyiaan barang secara sengaja (al-ihmal). 4. Ta’addi yang mewajibkan .daman benar-benar menimbulkan ..darar (kerugian). Jika tidak menimbulkan kerugian, maka tidak ada .daman, karena secara fatual tidak ada .darar yang harus digantirugikan. Itulah sebabnya jika seorang pengendara yang lalai menabrak barang orang lain tetapi tidak menimbulkan kerusakan, tidak diwajibkan untuk memberikan .daman. Namun demikian, tedapat suatu perbuatan dengan sendirinya mewajibkan .daman seperti al-gasbu (perampasan) . Menurut jumhur ulama, pelaku perampasan harus mengganti manfaat barang yang dirampas walaupun tidak memanfaatkannya. Ini adalah bagian dari adanya asumsi bahwa kerugian akan selalu ada pada kasus-kasus perampasan. Damikian pula diduga kuat akan terjadi kerugian (.darar) bagi seseorang yang dibatasi kebebasannya atau seseorang yang ditahan secara ilegal menurut fuqaha’ Hanabilah. Hal ini mirip dengan Strict Liability dalam hukum Inggris. Pengecualian ini memperkuat kaidah bahwa al-.darar syarthum liwujubi .daman (kerugian adalah syarat terhadap keharusan ganti rugi).
  • 24. 24 5. Antara ta’addi (pelanggaran) dengan .darar (kerugian) harus memiliki hubungan kausalitas. Artinya, .darar dapat dinisbatkan kepada pelaku pelanggaran secara langsung. Jika .darar dinisbatkan kepada sebab-sebab lain, bukan perbuatan pelaku pelanggaran (muta’addi) sendiri, maka .daman tidak dapat diberlakukan , karena seseorang tiadak dapat dibebani tanggungjawab atas akibat perbuatan orang lain. Kaidah syariah mengenai masalah ini adalah: .‫غيره‬ ‫الزتزر وازرة وزر اخر ؛ ال يؤاخذ احد بجريرة‬ 6. .darar harus bersifat umum sesuai dengan keumuman hadit Nabi: laa .darara wa la .dirara (tidak boleh merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain). Tingkat .darar diukur berdasarkan ‘urf (kebiasaan) yang berlaku. Hal ini sejalan dengan kaidah ushul: yajibu hamlu al-laf.zi ‘ala ma’nahu al-muhaddah fi as-syar’i in wujida, wa illa wajaba hamluhu ‘ala ma’nahu al-‘urfi (suatu keharusan membawa kata kepada maknanya yang definitif secara syara’ jika ditemukan, tetapi kalau tidak ada harus dialihkan kepada makna definitif berdasarkan ‘urf). Karena Syari’ tidak menetapkan makna .darar , sehingga ukurannya, baik kualitas maupun kuantitas, mengaju kepada ‘urf. Dengan demikian, .darar yang diganti rugi berkaitan dengan harta benda, manfaat harta benda, jiwa, dan hak-hak yang berkaitan dengan keharta-bendaan jika selaras dengan ‘urf yang berlaku di tengah masyarakat. 7. Kualitas dan kuantitas .daman harus seimbang dengan .darar. Hal ini sejalan dengan filosofi .daman, yaitu untuk mengganti dan menutupi
  • 25. 25 kerugian yang diderita pihak korban, bukan membuat pelakunya agar jera. Kendati demikian, tujuan ini selalu ada dalam berbagai sanksi, walau hanya bersifat konvensional.25 G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Oleh karena penelitian ini bersifat penelitian pustaka ( Library Research), maka metode yang dipergunakan untuk memperoleh data yang dikehendaki adalah dengan jalan menggali/mengeksplorasi nilai-nilai maupun norma- norma hukum Islam yang berkaitan dengan persoalan yang sedang diteliti, baik yang terdapat di dalam kitab suci Al-Qur’an, kitab-kitab hadis, kitab- kitab fiqh/ushul fiqh, peraturan perUndang-Undangan, fatwa Majelis Ulama Indonesia maupun sumber-sumber lain yang berkaitan. 2. Jenis Penelitian Dari segi kegunaan atau manfaatnya, penelitian ini lebih tepat dikategorikan sebagai jenis penelitian terapan (Applied Research), yakni jenis penelitian yang dilakukan dalam rangka menjawab kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah praktis, sehingga jenis penelitian ini dapat juga di sebut dengan operational research (penelitian operasi) atau action research (penelitian kerja).26 25 Asmuni Mth, Teori Ganti Rugi (.daman) Perspektif Hukum Islam, diktat kuliah pada program Magister Studi Islam UII Yogyakarta. Hal. 8. 26 Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Cet.1 (Yogyakrta: UII Press,2005) ,hal. 26
  • 26. 26 3. Pendekatan Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam menjawab persoalan yang telah dirumuskan adalah menggunakan pendekatan perUndang-Undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan sekiranya dalam proses penulisan tesis ini muncul kasus tentang sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama, maka tidak menutup kemungkinan juga akan dipergunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan Undang-Undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu Undang-Undang dengan Undang-Undang lainnya atau antara Undang- Undang dengan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan Undang- Undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan suatu isu yang dihadapi. 27 Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam suatu ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum 27 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, cet. Ke-2 (Jakarta: Kencana,2005), hal. 93
  • 27. 27 dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.28 Sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kasus bisa berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Baik untuk keperluan praktik maupuin untuk kajian akademis, ractio decidendi atau reasonimg tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu dikekmukakan di sini bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case study). Didalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Studi kasus merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari berbagi aspek hukum, …29 4. Metode Analisis Data Lebih lanjut untuk menganalisis data yang diperoleh dipergunakan metode induktif, yakni berusaha mencari aturan-aturan, nilai-nilai maupun 28 Ibid, hal. 95 29 Ibid, hal. 94
  • 28. 28 norma-norma hukum yang terdapat dalam pustaka yang terkait untuk dirumuskan sebagai suatu kaidah hukum tertentu yang bisa diberlakukan untuk menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama. H. Sistematika Pembahasan Untuk memperoleh gambaran awal tentang isi, pembahasan tesis ini disusun berdasaarkan sisitematika sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan; dalam bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka dan kerangka teori serta metode penelitian dan sisitematika pembahasan. BAB II : Tinjauan Umum tantang Ekonomi Syariah; dalam bab ini dibahas tentang konsep dan sistem ekonomi syari’ah, macam-macam aktivitas ekonomi syari’ah, sumber-sumber hukum ekonomi syari’ah dan ragam konflik ekonomi syari’ah, bab ini dimaksudkan untuk menjawab persoalan hal-hal apa saja yang rawan terjadinya konflik atau sengketa dalam aktivitas perekonomian yang berbasis syari'ah, serta prinsip-prinsip ekonomi syari’ah. BAB III : Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah; dalam bab ini dibahas tentang penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah dengan jalan musyawarah, melalui badan arbitrase dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah melalui Badan Peradilan Agama. Dalam bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan menjawab persoalan bagaimana mestinya sengketa dibidang perekonomian syari'ah tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan nilai-nilai
  • 29. 29 yang Islami yang menjunjung tinggi rasa keadilan serta Pengadilan Agama mana yang berwenang menyelesaikan sengketa dimaksud . BAB IV : Analisis Data; Dalam bab ini dimaksudkan untuk menganalisis data yang diperoleh sepanjang penelusuran pustaka yang relevan mapun dari hasil wawancara dengan praktisi hukum yang berkompeten dalam penyelesaian perkara sengketa ekonom syari'ah. BAB V : Penutup; pada bab ini dideskripsikan kesimpulan penyusun hasil analisis pembahasan dan saran/rekomendasi yang dipandang perlu. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI SYARI'AH A. Konsep dan Sistem Ekonomi Syari'ah. Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu, negara-negara muslim sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan semua elemen berperan dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia sejati. Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an :                 30 .      Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu 31, 30 Q.S. Al-Anfal (8) : 24. 31 Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. juga berarti menyeru kamu kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
  • 30. 30 Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya 32 dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan “. Sistem Ekonomi Islam yang dilandasi dan bersumber pada ketentuan Al- Qur’an dan Sunnah berisi tentang nilai persaudaraan, rasa cinta, penghargaan kepada waktu, dan kebersamaan. Adapun sistem ekonomi Islam meliputi antara lain : 1.Mengakui hak milik individu sepanjang tidak merugikan masyarakat. 2. Individu mempunyai perbedaan yang dapat dikembangkan berdasarkan potensi masing-masing. 3.Adanya jaminan sosial dari negara untuk masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuihan pokok manusia . 4.Mencegah konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang yang memiliki kekuasaan lebih. 5. Melarang praktek penimbunan barang sehingga mengganggu distribusi dan stabilitas harga. 6. Melarang praktek asosial (mal-bisnis).33 B.Macam-Macam Aktivitas Ekonomi Syari’ah Aktivitas ekonomi syari’ah atau ekonomi Islam sangatlah luas dan banyak sebanyak aktivitas kehidupan manusia didalam memperoleh kesejahteraan kehidupan di dunia ini, sebab menusia memang diperintahkan untuk memenuhi kesejahteraannya di dunia ini tanpa melupakan kebahagiannya di 32 Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia 33 Gita Danupranata, Ekonomi Islam, cetakan pertama (Yogyakarta : UPFE-UMY,2006) hal 26-27.
  • 31. 31 akhirat kelak. Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al- Qoshosh ayat 77 :                                Artinya :” Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Namun dalam hal ini akan dibatasi pada aktivitas-aktivitas ekonomi syari’ah yang sudah populer dan melembaga di Indonesia, sebagaimana yang tercantum didalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Untuk itu berikut ini akan diuraiakan beberapa aktivitas ekonomi syari’ah yang berkembang di Indonesia , diantaranya : 1. Bank Syari’ah a.Pengertian Bank Islam atau bank syari’ah secara teknis mempunyai persamaan pengertian. Para Pakar pebankan Islam memberikan beberapa definisi. Menurut Karnaen A. Perwaatmadja, bank syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik- praktik yang mengandung unsur riba.34 34 Karnaen A. Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, dalam Sofiniyah Ghufron (Penyunting) Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Konsep dan Implementasi
  • 32. 32 Sedangkan Warkum Sumitro mengatakan bahwa bank Islam berarti bank yang tata cara operasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islami, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadits. Dalam operasionalisasinya, bank Islam harus mengikuti atau berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, bentuk-bentuk yang sudah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan hadits.35 Senada dengan pengertian di atas, Amin Azis juga berpendapat bahwa bank Islam adalah lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan syariah Islam. Hal ini berarti, operasional bank syari ’ah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an maupun hadits, yaitu menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya sesuai dengan syari’ah Islam.36 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Di mana sistem, tata cara, dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan pada syariat Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits. Dalam Al-Qur’an, istilah bank tidak pernah disebutkan secara eksplisit, tetapi menurut Arifin, jika yang dimaksud merujuk pada sesuatu Bank Syari’ah, cet. 1, (Jakarta : Renaisan, 2005), hal.18. 35 Ibid, hal.19. 36 Ibid.
  • 33. 33 yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas seperti zakat, shodaqoh, ghanimah, bai’, dan sebagainya., atau segala sesuatu yang memiliki fungsi atau peran tertentu yang dilaksanakan dalam kegiatan ekonomi.37 Sedangkan dilihat dari sisi ahlak, Al-Qu’an juga menyebutkan sebuah konsep yang secara eksplisit disebutkan dalam bentuk kisah maupun perintah. Konsep accountability merupakan contoh kongkrit yang tertera dalam beberapa ayat, misalnya QS al-Baqarah(2):282-283,                                                                                                                                                                           37 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, dalam Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Ibid, hal. 20.
  • 34. 34              Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah38 tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. . Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu ’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang 39 (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Surat Al-Baqarah: 282-283) Konsep trust (amanah) dalam QS al-Baqarah (2): 283, dan masih banyak ayat lain yang berkaitan dengan konsep keadilan, amar ma’ruf nahi mungkar, menegakkan kebenaran, dan berlaku sabar dalam rangka menjaga stabilitas lembaga tersebut.40 38 Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya. 39 barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai. 40 Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, cet. I (Jakarta: Renaisan, 2005) hal.20.
  • 35. 35 b.Prinsip-Prinsip Prilaku Bisnis Syari’ah Untuk menyesuaikan dengan aturan dan norma-norma Islam, sudah semestinya diterapkan dalam perilaku bisnis termasuk dalam hal ini praktek perbankan Islam, lima prinsip sebagai berikut : 1). Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba); 2). Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat; 3). Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai Islam (haram); 4). Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maisir (judi) dan gharar (ketidakpastian); 5). Penyediaan Takaful (asuransi Islam).41 2. Reksadana Syari’ah a. Memahami Reksadana Syari’ah Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat 27, Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Reksadana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen di atas. 41 Latifa M. Algaud dan Mervyn K. Lewis, Islamic Banking, diterjemahkan oleh Burhan Wirasubrata dengan judul Perbankan Syari’ah, Prinsip, Praktek, Pospek, cet.II (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 48.
  • 36. 36 Dengan demikian, sebuah reksadana merupakan hubungan trilateral karena melibatkan beberapa pihak yang terikat sebuah kontrak atau trust deed secara legal. Mereka adalah pemilik modal, manajer investasi, dan bank kustodian. Manajer investasi biasanya berbentuk perusahaan yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek. Perusahaan pengelola disebut dengan fund management company. Di samping sebagai pengelola investasi, fund management company juga menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan pemasaran dan adaministrasi dana. Portofolio efek adalah kumpulan (kombinasi) sekuritas, atau surat berharga atau efek, atau instrumen yang dikelola. Reksadana Syari’ah (Islamic Investment Funds) dalam hal ini memiliki pengertian yang sama dengan reksadana konvensional, hanya saja cara pengelolaan dan kebijakan investasinya harus berdasarkan pada syariat Islam, baik dari segi akad, pelaksanaan investasi, maupun dari segi pembagian keuntungan. Islamic Investment Fund merupakan lembaga intermediaris yang membantu surplus unit melakukan penempatan dan untuk diinvestasikan. Salah satu tujuan dari Reksadana Syari’ah adalah memenuhi kebutuhan kelompok investor yang ingin memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih dan dapat dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan prinsip- prinsip syari’ah.
  • 37. 37 Dengan demikian, Reksadana Syari’ah adalah suatu wadah yang -digunakan oleh masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, di mana pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syri’at Islam. Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung resiko yang sedikit. Reksadana memiliki andil yang amat besar dalam perekonomian nasional karena dapat memobilisasi dana untuk pertumbuhan dan pengembangan perusahaan-perusahaan nasional, baik BUMN maupun swasta. Di sisi lain, reksadana memberikan keuntungan kepada masyarakat berupa keamanan dan keuntungan materi yang meningkatkan kesejahteraan material. Dari sisi tujuan Reksadana Syari’ah dapat disejajarkan dengan Sosial Responsible Investment (SRI) atau Etical Investment , Sosially Aware Investment, dan Value-based investment. Tujuan utama Reksadana Syari’ah bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga memiliki tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, komitmen terhadap nilai- nilai yang diyakini tanpa harus mengabaikan keinginan investornya. Oleh karena itu, Reksadana Syari’ah tidak boleh menginvestasikan dananya pada bidang-bidang yang bertentangan dengan Syariat Islam, misalnya saham-saham atau obligasi-obligasi dari perusahaan yang pengelolaan dan produknya bertentangan dengan syariat islam; pabrik makanan atau minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok,
  • 38. 38 tembakau, jasa keuangan konvensional, pornografi, pelacuran, serta bisnis hiburan yang berbau maksiat.42 Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Nomor 20/DSN- MUI/IV/2001, Reksadana Syari’ah adalah : “ Reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syari’ah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahibul maal/rabb al maal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahibul maal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahibul maal dengan pengguna investasi.” b. Ciri-Ciri dan Mekanisme Operasional Reksadana Syari’ah Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syari’ah : 1). Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan Manajer Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam. 2). Hubungan antara investor dari perusahaan didasarkan pada sistem mudharabah, di mana satu pihak menyediakan 100% modal (investor), sedangkan satu pihak lagi sebagai pengelola (manajer investasi). 3). Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariah Islam. Mekanisme Operasional Reksadana Syari’ah Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan reksadana syari’ah adalah terletak tada proses screening dalam 42 Sofiani Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Investasi Halal di Reksa Dana Syari’ah, cet.1 (Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 16.
  • 39. 39 mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki aktifitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok dan lain sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan membersihkannya dengan cara charity. Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan, yaitu: 1). Manajer investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini bertanggungjawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan pemilihan jenis investasi, mengambil keputusan- keputusan investasi, memonitor pasar investasi, dan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan investor,. Manajer investasi (perusahaan pengelola) dapat berupa: a). Perusahaan efek, dimana umumnya berbentuk devisi tersendiri atau PT yang khusus menangani reksa dana. b). Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan manajemen investasi (PMI) atau investment manajemen company. 2). Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana. Dana yang terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian kekayaan manajer investasi
  • 40. 40 maupun bank kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan atas nama reksadana dari bank kustodian. Baik manajer investasi maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlabih dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam. 3). Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar uang (bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam. c. Jenis dan Instrumen Investasi Investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan syari’ah Islam, yaitu : 1).Instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum dan pembagian deviden didasarkan atas tingkat laba usaha. 2).Penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syari’ah. 3) Surat hutang jangka panjang dan jangka pendek yang sesuai dengan prinsip syari’ah. 43 Berikut ini adalah kaidah-kaidah syari’ah yang telah dipenuhi dalam instrumen saham : 1). Kaidah syar’iah untuk saham : a). Bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara terbatas; b). Bersifat mudharabah jika saham ditawarkan secara terbatas. c).Tidak boleh ada perbedaan jenis saham karena resiko harus ditanggung oleh semua pihak. 43 Ibid, hal.32.
  • 41. 41 d).Seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi bila perusahaan dilikuidasi. e). Investasi pada saham tidak dapat dicairkan kecuali setelah likuidasi. 2). Kaidah syari’ah untuk emiten : a). Produk/jasa yang dihasilkan dikategorikan halal. Dalam hal ini, JII (Jakarta Islamic Index) telah melakukan penyaringan terhadap saham yang listing. Berdasarkan fatwa DSN, BEJ memilih emiten yang unit usahanya sesuai dengan syari’ah. b). Hasil usaha tidak mengandung unsur riba dan tidak bersifat zalim. c). Tidak menempatkan investor dalam kondisi gharar atau maysir. _ Memberi informasi yang transparan _ Resiko usaha yang wajar dan memenuhi ketentuan. _ Manajemen Islami _ Menghormati HAM _ Menjaga sumber daya alam dan lingkungan hidup. 3). Kaidah syariah untuk pasar perdana : a). Semua akad harus berbasis pada transaksi yang riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat. b). Tidak boleh menertibkan efek hutang untuk membayar kembali hutang. c). Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan akan dietrima oleh perusahaan.
  • 42. 42 d). Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan manfaat yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana hasil penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi dari waktu.. 4). Kaidah syariah untuk pasar sekunder : a). Semua efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal. b). Tidak boleh membeli efek hutang dengan dana dari hutang atau menerbitkan surat hutang. c). Tidak boleh membeli berdasarkan tren atau indek. d). Tidak boleh memperjual belikan hasil yang diperoleh dari suatu efek (misalnya kupon, dividen) walaupun efeknya sendiri dapat diperjualbelikan. e). Tidak boleh melakukan transaksi murabahah dengan menjadikan objek transaksi sebagai jaminan. f). Transaksi tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu dan cornering Salah satu faktor utama yang menyebabkan gerakan yang tidak stabil dalam harga saham adalah spekulasi dalam pembayaran uang muka atau obral saham dengan harga marjinal. Para spekulan mencari keuntungan perbedaan harga dalam transaksi jangka pendek. Spekulan berbeda kontras dengan investor. Tujuan investor yang sungguh- sungguh adalah mencari jalan keluar dari tabungan saham yang mereka miliki jika mereka benar-benar mau menjual di kemudian hari. Investor yang
  • 43. 43 sesungguhnya tidak tertarik pada transaksi berjangka pendek dan tujuan mereka, setidaknya saat pembelian, adalah memegang saham dalam jangka panjang. Oleh karena itu, ada tiga hal yang mencirikan suatu inventasi di pasar modal yaitu ; a). Mengambil saham yang telah dibeli, b) Melakukan pembayaran penuh, c) Keinginan pada saat membeli untuk memegang saham dalam jangka waktu yang tidak tertentu.44 3. Gadai Syari’ah a. Rukun dan Syarat Transaksi Gadai Setiap akad harus memenuhi syarat syah dan rukun yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqih. Walaupun terdapat perbedaan mengenai hal ini, namun secara syarat syah dan rukun dalam menjalankan pegadaian sebagai berikut: Rukun Gadai : 1). Shigat adalah ucapan berupa ijab dan qabul. 2). Orang yang berakad, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin). 3). Harta / barang yang dijadikan jaminan (marhun). 4). Hutang (Marhun bih) 44 Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Sistem Keuangan dan Investasi Syari’ah, cet.I,(Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 33-36.
  • 44. 44 Syarat Sah Gadai : 1). Shigat Syarat shigat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan masa yang akan datang. Misalnya; rahin mensyaratkan apabila tenggang waktu marhunbih habis dan marhunbih belum terbayar, maka rahin dapat diperpanjang satu bulan. Kecuali jika syarat tersebut mendukung kelancaran akad maka diperbolehkan seperti pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh dua orang. 2). Orang yang berakad. Baik rahin maupun martahin harus cakap dalam melakukan tindakan hukum, baligh dan berakal sehat, serta mampu melakukan akad. Bahkan menurut ulama Hanafiyah, anak kecil yang mumayyis dapat melakukan akad, karena ia dapat membedakan yang baik dan yang buruk. 3). Marhun bih a). Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin. b).Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak syah. c). Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya. 4). Marhun a). Harus berupa harta yang bisa dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih. b). Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan.
  • 45. 45 c). Harus jelas dan spesifik. d). Marhun itu secara sah dimiliki oleh rahin. e). Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat. b. Hak dan Kewajiban pihak Penerima Gadai (Murtahin) 1). Hak Murtahin ( Penerima Gadai ) : (a).Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada sat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin. (b).Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun. (c).Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin). 2.) Adapun kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah : (a) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya. (b) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri. (c) Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai. c. Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
  • 46. 46 1). Hak pemberi gadai adalah: (a). Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi pinjaman. (b). Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima gadai. (c). Pembari gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya. (d). Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai diketahui menyalahgunakan barang gadai. 2). Kewajiban pembari gadai: (a) Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai. (b) Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi pinjamannya. d. Akad Perjanjian Transaksi Gadai Untuk mempermudah mekanisme perjanjian gadai antara rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai), maka dapat menggunakan tiga akad perjanjian, antara lain: 1). Akad Qard al-Hasan
  • 47. 47 Akad ini biasanya dilakukan pada nasabah yang ingin menggadaikan barangnya untuk tujuan konsumtif. Untuk itu, nasabah (rahin) dikenakan biaya berupa upah / fee kepada pihak pegadaian (murtahin) karena telah menjaga dan merawat barang gadaian (marhun). Sebenarnya, dalam akad qard al-hasan tidak diperbolehkan memungut biaya kecuali biaya administrasi. Namun demikian, ketentuan untuk biaya administrasi pada pinjaman dengan cara: • Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase. • Sifatnya harus jelas, nyata dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan dalam kontrak. Mekanisme pelaksanaan akad qard al-hasan: (a). Barang gadai (marhun) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan jalan menjualnya dan berupa barang bergerak saja, seperti emas, barang elektronik, dan sebagainya. (b). Tidak ada pembagian bagi hasil, karena akad ini bersifat sosial. Tetap diperkenankan menerima fee sebagai pengganti biaya administrasi yang biasanya diberikan pihak pemberi gadai (rahin) kepada penerima gadai. . 2). Akad Mudharabah Akad mudharabah adalah akad yang dilakukan oleh nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha atau pembiayaan yang bersifat produktif. Dengan akad ini, nasabah (rahin)
  • 48. 48 akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan yang didapat nasabah kepada pegadaian (marhum) sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam dilunasi. Jika barang gadai (marhun) dapat dimanfaatkan, maka dapat diadakan kesepakatan baru mengenai pemanfaatan barang gadai, dengan jenis akad yang dapat disesuaikan dengan jenis barangnya. Jika pemilik barang gadai tidak berniat memanfaatkan barang gadai tersebut, penerima gadai dapat mengelola dan mengambil manfaat dari barang itu. Akan tetapi hasilnya harus diserahkan kepada pemilik barang gadai sebagian. Ketentuan akad mudharabah: .(a). Jenis barang gadai dalam akad ini adalah semua jenis barang asal bisa dimanfaatkan, baik berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Seperti kendaraan bermotor, barang elektronik, tanah, rumah, bangunan dan lain sebagainya. (b). Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan setelah dikurangi biaya pengelolaan. Adapun ketentuan persentase nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. 3). Akad Ba’i Muqayyadah Akad Ba’i Muqayyadah adalah akad yang dilakukan apabila nasabah (rahin) ingin menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif. Seperti pembelian peralatan untuk modal kerja. Untuk memperoleh pinjaman, nasabah harus menyerahkan barang sebagai jaminan berupa barang-
  • 49. 49 barang yang dapat dimanfaatkan, baik oleh rahin maupun murtahin. Dalam hal ini, nasabah dapat memberi keuntungan berupa mark up atas barang yang dibelikan oleh murtahin. Atau dengan kata lain, murtahin (pihak pegadaian) dapat memberikan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan akad jual beli, sehingga murtahin dapat mengambil keuntungan berupa margin dari penjualan barang tersebut sesuai dengan kesepakatan antara keduanya. 4). Akad Ijarah Akad Ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Dalam kontrak ini ada kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa dengan ganti berupa kompensasi. Dalam gadai syariah, penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Barang titipan dapat berupa barang yang menghasilkan manfaat maupun tidak menghasilkan manfaat. Pemilik yang menyewakan disebut muajjir (pegadaian), sementara nasabah (penyewa) disebut mustajir, dan sesuatu yang diambil manfaatnya disebut major, sedangkan kompensasi atau balas jasa disebut ajron atau ujrah.45 4. Asuransi Syari’ah a. Pengertian Asuransi Syari’ah 45 Sofiniyah Ghufron (Penyunting), Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syari’ah, cet. I (Jakarta : Renaisan, 2005), hal. 31.
  • 50. 50 Sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu, dalam konsep agama Islam terdapat suatu terminologi yang membedakan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah) di satu sisi dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas) dan lingkungan sekitarnya (hablum minal alam) di sisi lainnya. Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan seperti peribadatan misalnya adalah bersifat limitatif (ta’abudi) artinya tidak dimungkinkan bagi manusia untuk mengembangkannya. Sedangkan hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan lingkungan alam di sekitarnya adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikirannya. Lapangan kehidupan ekonomi termasuk di dalamnya usaha perasuransian, digolongkan di dalam hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut dengan hukum muamalah, oleh karena itu bersifat terbuka dalam pengembangannya.46 Pengertian kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syari’ah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syari’ah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima 46 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia , cetakan ke-4 (Jakarta : Kencana, 2007),hal. 135.
  • 51. 51 pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syarat Islam dengan mengacu kepada Al- Qur’an dan As-Sunnah.47 Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahsa Arab), ta’min (bahasa arab) dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau menanggung. Namun dalam prakteknya istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah tafakul. Istilah tafakul ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Islami , sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri pada tahun 1983.48 Istilah tafakul dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu- takafala-yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20) : 40 :       Artinya :"Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" ِ 47 H.A. Dzajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal. 120. 48 Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum...., hal. 136.
  • 52. 52 Apabila kita memasukkan asuransi tafakul ke dalam lapangan kehidupan muamalah, maka tafakul dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling menanggung resiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi tafakul berkaitan dengan unsur saling menanggung resiko di antara para peserta asuransi, di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya. Tanggung menanggung resiko tersebut dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut. Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator saling menanggung di antara para peserta asuransi. Hal inilah salah satu yang membedakan antara asuransi tafakul dengan asuransi konvensional, di mana dalam asuransi konvensional terjadi saling menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. b. Prinsip-prinsip Asuransi Syari’ah Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong –menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh
  • 53. 53 asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syari’ah atau asuransi tafakul ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu: 1). Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat akhlas adalah ibadah. Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa dan harmonis. Dengan prinsip ini, maka asuransi tafakul merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memerhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat. 2). Saling bekerjasama atau saling membantu, yang berarti di antara peserta asuransi tafakul yang satu dengan yang lainnya saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al- Maidah ayat 2 :
  • 54. 54                    Artinya :”... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” Dengan prinsip ini maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang kewajiban hidap bersama dan saling menolong di antara sesama unat manusia. 3). Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi musibah yang di deritanya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Quraisy (106) ayat 4:         Artinya :”Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT tentang kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat. Karnaen A. Perwataatmadja mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, namun beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba. Sehingga terdapat 4 prinsip asuransi syariah yaitu: 1. Saling bertanggung jawab; 2. Saling bekerja sama atau saling membantu;