1. KEMAMPUAN MANAJERIAL PENTING DALAM
MEMBENTUK TEAM KERJA YANG PRODUKTIF
Oleh : Drs. Supadi (Pusdata Dep. Kimpraswil)
Hanya mereka yang bertindak dengan sikap mental positif yang dapat menjadi
pimpinan.
(Napoleon Hill)
Team kerja yang produktif merupakan kata kunci dalam rangka mengoptimalkan
kinerja. Tujuan sasaran, target atau apalah namanya hanya akan tinggal sebagai obsesi bila
team kerjanya tidak produktif. Ketika Media Massa memberitakan tentang resuffle kabinet,
kita menjadi salah satu indikator bahwa kabiner kita belum menjadi team kerja yang
tangguh. Padahal masalah yang sedang dan akan dihadapi semakin semakin berat. Kadang
salah satu menteri mengeluarkan pernyataan yang tidak sejalan dengan pernyataan menteri
lainnya, padahal jika ditinjau dari ruang lingkup tugasnya justru mereka harus saling
berkoordinasi dan menunjang dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Mereka anggota kabinet.
Mereka anggota team kerja. Mereka harus mampu menunjukkan kompetensi dan
konstribusinya yang nyata dalam team kerja. Tidak saling menunggu dan kurang berani
berinisiatif. Kalau tidak kapan kita bisa keluar dan bangkit dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan ini.
Dilain pihak dikalangan masyarakat sendiri masih terjadi berbagai pertikaian dan
kerusuhan yang hingga kini belum tersolusi dengan tuntas. Seperti yang terjadi di Ambon.
Berbagai pertikaian yang berbau SARA dan primordial tersebut disebabkan rendahnya
tingkat kesadaran untuk bekerjasama dan tingginya tingkat kecurigaan diantara komponen-
komponen masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi lahan subur bagi para provokator yang
senang bermain di air keruh.
Menurut hemat penulis terhadap masalah tersebut bahwa akar persoalannya
bukanlah terletak pada rendahnya kompetensi mereka. Benar bahwa mereka masih perlu
meningkatkan kompetensinya agar dapat memberikan konstribusinya yang optimal pada
team. Tapi sebenarnya kompetensi personal hanyalah merupakan salah satu syarat agar
team kerja handal. Pokok persoalannya adalah bahwa karena rendahnya kemampuan
manajerial pimpinan untuk menciptakan dan memelihara team kerja yang solid. Karena itu,
apapun kinerja yang ditargetkan pimpinan tidak tercapai. Bisa jadi bawahan selalu
berpresepsi jika mereka sudah bekerja, itu sudah cukup. Atau mereka menggangap bahwa
mereka dieksploitasi demi ambisi pimpinan. Oleh Karena itu sebuah team yang terdiri dari
orang-orang yang kompeten saja belum merupakan jaminan bahwa team kerja bisa
memberikan konstribusi yang optimal dalam kinerja. Namun kadang yang personelnya tidak
begitu kompeten namun mampu memberikan konstribusi yang baik bagi team kerja. Dengan
demikian penanganan yang serius mutlak dilaksanakan. Penanganan masalah secara
tuntas harus dilakukan ke akar permasalahan yaitu rendahnya kemampuan manajerial
jajaran team leader atau bawahan dalam organisasi tersebut.
Apakah kemampuan manajerial itu ?
Dalam dunia kerja yang sangat kompleks sekarang ini, orang tidak dapat bekerja
sendiri-sendiri sebagai single fighter, tapi saling bergantung satu sama lain untuk mencapai
kesuksesan. Kondisi interpendensi ini membuat kemampuan manajerial seorang team
leader di tempat kerja menjadi bertambah penting. Trend teori-teori manajemen modernpun
juga mengarah kesana.
2. Kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk mengatur, mengkoordinasikan
dan menggerakkan para bawahan kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan
organisasi, tak soal apakah organisasi itu kecil atau besar. Dalam organisasi yang besar,
kesempatan manajer untuk mengadakan kontak dengan seluruh bawahan relatif kecil sekali.
Lebih-lebih dalam organisasi yang besar ruang lingkup operasinya nasional atau
internasional. Dengan demikian. Kegiatan mengintegrasikan, mengkoordonasikan dan
menggerakkan para bawahan oleh team leader sebagai manajer puncak dilakukan melalui
pendelegasian wewenang kepada manajer menengah dan manejer pengawas.
Kemampuan manejerial itu sendiri adalah sesuatu yang tidak given. Kemampuan itu
lahir dari suatu proses yang panjangnya yang terjadi secara berlahan-lahan melalui proses
pengamatan dan belajar. Bukti dari kemampuan manajerial adalah sejauh mana team kerja
mereka mampu berkinerja secara optimal. Dalam hal ini team leader pimpinan di semua
tingkatan haruslah mampu menunjukkan bahwa mereka sanggup dekat secara emosional
pada bawahan sehingga bawahan memberikan dukungan dengan komitmen yang kuat
pada team kerjanya.
Adanya kinerja manajerial yang dihasilkan merupakan bukti bahwa mereka mampu
memahami secara jelas kinerja yang diharapkan dari kegiatan mereka. Kinerja tentu yang
diharapkan dari manajer akan menentukan peran yang disandang oleh team leader. Kinerja
dan peran yang diharapkan dari team leader akan menentukan bakat dan kemampuan apa
yang diperlukan untuk mewujudkan kinerja memalui peran yang dimiliki oleh team leader
tentang peran mereka yang tidak akan menghasilkan kinerja tertentu yang diharapkan dari
mereka, jika tidak disertai dengan usaha keras mereka.
Penyebab rendahnya kemampuan manajerial.
Sekarang marilah kita perhatikan lingkungan kerja kita masing-masing. Apakah anda
berada dalam team kerja dimana team leader anda punya kemampuan manajerial yang
memadahi ? Jika tidak, apa yang akan terjadi sebaliknya ? Ada beberapa gejala (symptom)
yang dapat mengidentifikasikan rendahnya kemampuan manajerial team leader anda,
antara lain : rendahnya inisiatif bawahan, banyaknya desas-desus, kurangnya antusiasme
bawahan terhadap penugasan baru, ketidakmampuan orang untuk mengambil keputusan
atau adanya proses pengambilan keputusan yang panjang, rendahnya partisipasi dalam
pertemuan formal, ketakutan dan sikap defensif yang berlebihan.
Nah, bila anda menjumpai beberapa gejala di atas, itu pertanda bahwa kemampuan
manajerial team leader anda yang sedang menjadi masalah dalam team kerja anda. Untuk
dapat menyelesaikannya secara tuntas kita perlu menggali apa yang menjadi penyebab
rendahnya kemampuan manajerial di dalam suatu team kerja.
Dalam team kerja pada umumnya, tidak jarang kita jumpai team leader yang tidak
menghasilkan kinerja optimal bagi team yang dipimpinnya. Timbul pertanyaan, Sebenarnya
kinerja macam apakah yang diharapkan dari seorang team leader ? Banyak penyebab yang
menjadi team leader tidak menghasilkan kinerja bagi team yang dipimpinnya.
1. Kemungkinan Team Leader tidak memahami kinerja yang diharapkan dari posisinya
sebagai seorang pimpinan team kerja.
2. Kemungkinan Team Leader tidak memahami peran manajerial yang disandangnya.
3. Kemungkinan Team Leader tidak mempunyai manajerial skill yang diperlukan untuk
menghasilkan kinerja manajerial yang ditargetkan.
4. Kemungkinan Team Leader tidak memiliki semangat untuk mengfokuskan dan
mendorong aktivitasnya dalam menghasilkan kinerja manajerial.
Bagaimana mengoptimalkan kinerja ?
Menurut hasil pengamatan para praktisi manajemen, faktor yang menstimulasi
bawahan untuk berprestasi bukan hanya imbalan yang besar saja, tetapi ada faktor-faktor
3. lain yang lebih penting dari itu. Paling tidak, ada 10 (sepuluh) faktor yang diingini bawahan
untuk meningkatkan kinerja mereka antara lain :
1. Pekerjaan yang menarik
Team Leader hendaknya mampu meyakinkan bawahannya bahwa pekerjaannya sangat
menarik. Suatu pekerjaan dikatakan menarik bila orang yang mengerjakannya senang
dalam melakukannya. Berawal dari rasa senang itu pula diharapkan dapat meningkatkan
mutu suatu hasil kerja. Juga tak kalah pentingnya agar pimpinan bisa mengetahui jenis
pekerjaan yang cocok dan disenangi bawahannya.
2. Kesejakteraan yang memedahi
Team Leader harus bisa membuktikan bahwa dia mampu menentukan dan memberikan
kesejahteraan yang wajar pada bawahannya secara obyektif. Ini penting dalam
membangkitkan dan memelihara gairah kerja yang baik.
3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan
Team Leader hendaknya mampu memberikan pengarahan atau training yang memadahi
sebelum suatu pekerjaan dilakukan. Dengan demikian bisa mengurangi rasa kuatir bila
gagal dalam melakukan pekerjaan itu, sehingga terlalu hati-hati. Karena terlalu berhati-
hati akibatnya akan sama bila kita tidak berhati-hati.
4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan
Team Leader mampu membimbing bawahannya agar dapat menghayati atas maksud
dan makna pekerjaan. Dengan begitu dia akan tahu kegunaan dari pekerjaannya. Bila
dia telah tahu betapa sangat pentingnya pekerjaan itu, maka dalam mengerjakan
pekerjaan itu, dia akan lebih meningkatkan kinerjanya.
5. Suasana atau lingkungan kerja yang baik
Pimpinan mengetahui bagaimana agar membuat tempat kerja tenang dan hubungan
personal yang harmonis. Dari lingkungan kerja yang baik itu diharapkan akan mampu
membawa pengaruh yang baik pula dari semua pihak baik dari bawahan, Team Leader
ataupun dari hasil pekerjaannya.
6. Promosi dan perkembangan diri mereka sejalan dengan kompetensi dan konstribusi
Seorang bawahan akan merasa bangga bila team kerjanya meraih kemajuan dalam
kinerjanya. Lebih-lebih lagi bila promosi dan perkembangan diri mereka dihargai secara
fair berdasarkan pada kompetensi dan kontribusinya. Dengan kebanggaan itu pula dia
akan selalu menjaga prestasi dan citra team kerjanya.
7. Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan team kerja
Sense of belonging bawahan terhadap team kerjanya harus senantiasa ditumbuh
kembangkan melalui keterlibatan yang aktif dan tulus. Dengan demikian bawahan akan
merasa bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam team kerjanya. Dengan timbulnya
kecintaan dalam dirinya terhadap team kerjanya, maka ia akan selalu termotivasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
8. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi
Seorang Team Leader harus mampu menjalin hubungan emosional dengan sikap dan
prilakunya yang bijaksana terhadap bawahan. Jika diperlukan dengan batas-batas
tertentu dia akan memperhatikan bawahannya sampai pada urusan pribadinya tanpa
mengesankan turut campur. Dengan demikian hubungan kerja tidak terbatas pada
pendekatan formal legalistik, namun juga mempunyai pendekatan kekeluargaan atau
dari hati kehati antara Team Leader dan bawahannya.
9. Kesetiaan Team Leader pada bawahan
4. Tidak hanya bawahan yang perlu memberikan loyalitas pada pimpinan, namun penting
juga sebaliknya. Loyalitas demikian akan menajdi dasar rasa kepercayaan bawahan
terhadap team leadernya, sehingga mau memberikan dukungan yang penuh terhadap
aktivitas team kerjanya. Hal ini dapat juga mendatangkan wibawa terhadap atasan.
Apabila jika dia sanggup menyampaikan realita secara arif dan bijaksana. Tidak
mengobral janji-janji kosong hanya untuk meningkatkan kinerja sesaat yang berbuntut
pada rasa kesal pada diri bawahan, hingga bawahan berpendapat dia bukan team
leader yang pantas dipercaya dan didukungnya.
10. Disiplin kerja
Penerapan disiplin kerja dengan pendekatan legalitas formal hendaknya diminimasi
sekecil mungkin. Team Leader yang hanya berbicara tentang sangsi atau hukuman
dalam membenahi bawahannya hanya akan memberikan indikasi ketidakmampuan
memimpin. Hal demikian juga tidak selalu efektif. Adalah sudah menjadi sifat manusia
yang biasanya berego tinggi, sehingga pendekatan diatas akan sering menstimulasi
bawahan untuk bersikap defensif dan boleh jadu akan membalas tindakan itu dengan
diam-diam menurunkan kinerjanya dalam team dengan mengurangi keterlibatan dan
dukungan terhadap team kerjanya.
Strategi Pelaksanaan
Paling tidak ada tiga tahap dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku pada suatu
lingkungan team kerja agar kinerja bawahan dalam team kerja meningkat. Tiga tahapan itu
adalah :
1. Pengukuran Kinerja (Performance Measurement)
Agar peningkatan kinerja team leader dan bawahan bisa dinilai dan dipantau tingkat
keberhasilannya, maka usaha pengukuran atas setiap pengeluaran menjadi relevan
untuk dilakukan. Pengukuran kinerja yang selalu ap to date dengan kebutuhan team
kerja diharapkan dapat menajdi landasan dasar untuk mempertahankan dan
meningkatkan prestasi dimasa depan. Hal ini penting agar masalah prestasi tidak
terabaikan dan tidak terevaluasi atau bahkan tidak begitu dianggap penting, namun
sebaliknya agar bisa menjadi lebih obyektif diidentifikasi guna dijadikan pertimbangan
dalam pemberian penghargaan atau imbalan.
2. Sistem Umpan Balik
Adanya sistem umpan yang baik dan efektif dalam team kerja akan sangat baik
manfaatnya, baik bagi team leader maupun bagi bawahan. Dengan adanya sistem
dimaksud baik team leader maupun bawahan mendapat masukan-masukan dan
memberikan respon berupa perbaikan prestasi kerja. Kelemahan dalam aspek tersebut
bisa mengakibatkan kegagalan dalam mengidentifikasi mutu keluaran, tidak berhasil
menyediakan informasi aktual serta sulit dalam membuat rencana jangka panjang.
3. Peneguhan Positif (Positive Reinforcement)
Peneguhan Posistif harus langsung dan spesifik bila ditujukan kepada bawahan. Coba
bayangkan seandainya team leader menegur anda sebagai bawahan sambil marah-
marah tanpa bawahan mengetahui penyebabnya. Manfaat peneguhan positif adalah
dapat mengubah perilaku bawahan dengan cara membiarkan bawahan untuk belajar
secara individual dan mengalami keberhasilan psikologis. Betapa bahagianya jika
mampu mencapai kinerja yang ditargetkan dan mendapat imbalan atas perbaikan
kinerja, baik itu berupa pujian, pengalaman ataupun berupa intensif financial.
Hukuman kepada bawahan yang kurang berprestasi hendaknya dijadikan pilihan
terakhir. Hal ini perlu diperhatikan karena pembentukan prilaku bawahan dalam
kenyataannya akan lebih efektif melalui penghargaan, betapapun kecilnya hasil
peningkatan prestasinya.
5. Penutup
Akhirnya, salah satu syarat terpenting untuk dapat keluar dari krisis multidimensi
saat ini adalah para team leader dituntut untuk mempunyai kinerja manajerial yang optimal
melalui team-team kerja yang produktif disegala bidang apapun. Karena team kerja dimasa
mendatang harus dapat menajdi direktor, koordinator serta motivator yang handal, mampu
mengkomunikasikan visi, berhasil dalam membina team kerja dan mampu memimpin dan
mengembangkan bawahannya.
Dalam kaitannya dengan trend perampingan organisasi akhir-akhir ini, para team
leader di Indonesia ditantang untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya. Jika tidak,
pada era pasca krisis nanti team leader dari negara-negara tetangga akan datang
berbondong-bondong sehingga kita akan menjadi tamu di negara sendiri.
Daftar Pustaka :
1. Yulianti Pudjiwinarno, “Mengembangkan Bobot Keputusan Manajerial”, Majalah
Menejemen, September 1999
2. Panji Anoraga, “Psikologi Kerja”, Penerbit PT. Reneka Cipta, Jakarta, Tahun 1998
3. Onong Uchjana Effendy, “Psikologi manajemen dan Administrasi”, Penerbit CV. Mandar
Maju, Bandung, tahun 1989
4. Majalah Manajer, Nomor 21 April 1986
5. Majalah Manajemen, Nomor 29 Juli – Agustus 1985