Dokumen tersebut membahas tentang sektor pertanian di Indonesia, termasuk pengertian dan lingkupnya, perkembangan dan peranannya dalam perekonomian, permasalahan yang dihadapi, serta kebijakan dan strategi pengembangannya. Sektor pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia meskipun kontribusinya terhadap PDB mengalami penurunan. Berbagai tantangan seperti ketersediaan lahan
Makalah permasalahan dan strategi pengembangan sektor pertanian
1. BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan andalan untuk meningkatkan kesejahteraan sebagian
masyarakat Indonesia karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di desa dan
bekerja di sektor pertanian. Di lihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap
perekonomian secara makro terjadi penurunan, di mana kontribusi sektor pertanian
terhadap PDB pada tahun 2010 15,3 %, kemudian turun menjadi 14,7 % . Di tinjau
dari luas panen padi tahun 2010 sebesar 13.253.450 ha, kemudian turun menjadi
13.203.643 ha pada 2011. Sedangkan dari produksi padi pada tahun 2010 sebesar
66.469.394 ton, kemudian turun menjadi 65.756.904 ton padi tahun 2011. Dan dari
tingkat produktifitas padi pada tahun 2010 sebesar 50,15 (ku/ha), kemudian turun
menjadi 49,80 (ku/ha) pada tahun 2011. Fenomena ekonomi ini memberikan isyarat
terjadinya transformasi ekonomi pada perekonomian Indonesia secara makro baik
secara vertikal maupun horisontal.
Dengan menurunnya tingkat produktifitas, luas area lahan pertanian yang secara tidak
langsung menurunkan tingkat produksi pertanian khususnya pada produksi padi.
Dengan latar belakang tersebut penulis mengkaji sektor pertanian secara umum
dengan menitikberatkan pada permasalahan, kebijakan dan strategi dalam produksi
pangan khususnya produksi padi. Kita ketahui sektor pertanian ditopang oleh
subsektor lainnya, yakni sektor perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan
serta tanaman pangan, di mana sektor tanaman pangan yang menjadi prioritas karena
termasuk dalam kategori kebutuhan primer, maka tidak heran bila setiap negara
khususnya negara Indonesia yang merupakan negara agraris setiap tahun berupaya
untuk memaksimalkan sektor ini. Namun, kita sedikit bersedih karena sektor tersebut
bukan sektor utama yang menyumbang dalam laju pertumbuhan PDB. Hal ini
menandakan adanya transformasi dari sektor pertanian menuju sektor modern yang
berarti lahan pertanian semakin sempit karena pesatnya peertumbuhan dan
pembangunan gedung-gedung. Keadaan tersebut harus disikapi dengan segera
mungkin dari pusat hingga daerah, dari pejabat hingga rakyat agar tidak bertambah
2. masyarakat yang melarat dikarenakan pemerintah yang sibuk dengan rapat tanpa ada
tindak perbuat.
II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sektor pertanian ? dan apa saja subsektornya ?
2. Bagaimana perkembangan dan peranan sektor pertanian terhadap perekonomian ?
3. Apa problema sektor pertanian ? dan upaya untuk mengatasinya ?
4. Bagaimana kontribusi kebijakan dan strategi dalam pengembangan sektor
pertanian ?
III. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan ruang lingkup sektor pertanian beserta kontribusinya
dalam perekonomian.
2. Mempelajari perkembangan dan peranan sektor pertanian terhadap perekonomian.
3. Mampu menganalisis permasalahan dalam sektor pertanian dan mampu mencari
solusinya.
4. Mampu menilai, menimbang seberapa besar pengaruh kebijakan dan strategi pada
sektor pertanian.
3. BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian dan Lingkup Sektor Pertanian
Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut
lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas yang meliputi
lima subsektor yaitu :
1) Subsektor Tanaman Pangan
Subsektor tanaman pangan sering disebut subsektor pertanian rakyat karena
tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat.
2) Subsektor Perkebunan
Subsektor perkebunan dibedakkan atas perkebunan rakyat dan perkebunan
besar. Yang dimaksud dengan perkebunan rakyat ialah : Perkebunan yang
diusahakan sendiri oleh rakyat atau masyarakat biasanya dalam skala kecil-
kecilan dan dengan teknologi yang sederhana. Perkebunan besar ialah semua
kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan
berbadan hukum.
3) Subsektor Kehutanan
Subsektor kehutanan terdiri atas 3 macam kegiatan yaitu : Penebangan kayu,
Pengambilan hasil hutan lain, dan perburuan.
4) Subsektor Peternakan
Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan
pengusahaan hasil-hasilnya yang meliputi produksi ternak-ternak besar dan
kecil dan hasil pemotongan hewan.
5) Subsektor Perikanan
Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan
umum, dan pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan (
pengeringan dan pengasinan )
4. II. Perkembangan dan Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian
Sektor pertanian hingga kini masih menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian
besar penduduk Indonesia, pola perkembangan sektor pertanian Indonesia ditempuh
melalui 3 kemungkinan pola atau jalur :
1. Jalur kapitalistik , yakni melalui pengembangan usaha tani- usaha tani berskala
besar dan melibatkan satuan-satuan yang berskala kecil.
2. Jalur sosialistik, yakni melalui pembentukan usaha tani kolektif berskala besar
yang diprakarsai oleh negara.
3. Jalur koperasi semi kapitalistik yakni melalui pembinaan usaha tani- usaha tani
kecil padat modal yang digalang dalam suatu koperasi nasional dibawah
pengelolaan negara.
Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha
(Persen), 2007- 2010
Sektor - Subsektor 2007 2008 2009* 2010**
Sektor Pertanian 3,47 4,83 3,98 2,86
- Tanaman Pangan 3,35 6,06 4,97 1,81
- Perkebunan 4,55 3,67 1,84 2,51
- Peternakan 2,36 3,52 3,45 4,06
- Kehutanan -0,83 -0,03 1,82 2,07
- Perikanan 5,39 5,07 4,16 5,87
Ket : * Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat laju tumbuh sektor pertanian dalam
membentuk PDB pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 0,36 persen
sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1,53 persen dan 1,12
persen pada tahun 2010 menurut perhitungan sementara.
Salah satu teori yang menjelaskan peranan sektor pertanian dalam perekonomian
adalah teori petumbuhan ekonomi model lewis tentang proses tranformasi
pembangunan ekonomi di negara berkembang. Teori petumbuhan ekonomi lewis
diasumsikan bahwa terdapat kelebihan jumlah tenaa kerja dan perekonomian terdiri
5. dari sektor industri (kapitalis) dan sektor pertanian atau disebut dengan sektor
subsisten. Sektor ekonomi pertanian dicirikan dengan sektor yang memberikan tingkat
produktifitas ( marginal physical produck ) relatif lebih rendah daripada sektor
industri karena jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian lebih banyak
dengan tingkat keterampilan lebih rendah dibandingkan yang bekerja di sektor
industri. Adapun menurut Kuznet sektor pertanian mampu menghasilkan surplus atau
neraca pembayaran karena sumbangannya terhadap ekspor maupun pengembangan
produk substitusi impor dan ekspansi sektor non pertanian melalui penyediaan pangan
dan bahan baku bagi industry pengolahan.
Peranan penting pertanian antara lain adalah :
1. Menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk
menjamin ketahanan pangan.
2. Menyediakan bahan baku industri.
3. Sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan industri.
4. Sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan
sektor lain
5. Sumber perolehan devisa (Kuznets, 1964)
6. Mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan
7. Menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan.
III. Problematika Sektor Pertanian
Sebagian besar petani di Indonesia dikategorikan sebagai petani gurem, dengan
penguasaan asset produksi minimal dan jauh dari memadai untuk suatu usaha yang
layak bagi pemenuhan pendapatan keluarga . Dari keadaan ini tercermin bahwa
peningkatan kesejahteraan petani tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan
pada hasil pertaniannya. Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani dari usaha tani
yang diusahakan perlu di tambahkan dengan pendapatan yang diperoleh dari usaha
atau bekerja di luar usaha tani atau di luar sektor pertanian.
Fenomena ekspansi sektor indutri mendorong terjadinya proses transformasi ekonomi
dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Proses transformasi ini akan berhenti
manakala tingkat upah di sektor pertanian mendekati tingkat upah di sektor industri.
6. Fenomena ini menyebabkan luas lahan pertanian produktif relatif semakin sempit
karena terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian untuk kebutuhan pemukiman
industry infrakstruktur jalan dll. Ledakan jumlah penduduk menyebabkan krisis
terhadap tersedianya lahan pertanian karna terjadinya alih fungsi lahan yang
kecendrungan semakin meningkat dari waktu ke waktu dan menimbulkan persoalan
pengangguran tersembunyi atau pengangguran tak kentara suatu keadaan yang
ditimbulkan karena petani semakin kehilangan lahan pertanian serta dalam jangka
panjang kkrisis sektor pertanian akan menyebabkan terjadinya kemiskinan di
pedesaan.
Namun yang perlu di kritisi adalah bahwa peningkatan produksi pertanian lebih
banyak karena upaya intensifikasi pertanian melalui panen 2 atau 3 kali setahun dan
ekstentifikasi pertanian dengan memperluas lahan pertanian sementara relatif masih
sedikit yang berkaitan dengan upaya aplikasi teknologi. Hal ini cukup merisaukan
karena tekanan kebutuhan lahan yang cukup tinggi menyebabkan lahan pertanian
semakin termarginalkan dan bergeser ke daerah yang tingkat produktifitasnya lebih
rendah. Implikasi yang ditimbulkan dari fenomena ini adalah terjadinya penurunan
dan perlambatan produksi pertanian khususnya produksi padi.
Adapun kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani
skala kecil 1,
antara lain:
1. Lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan.
Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani adalah modal. Besar-kecilnya
kala usaha tani yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal. Secara umum
pemilikan modal petani masih relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber
dari penyisihan pendapatan usaha tani sebelumnya. Untuk memodali usaha tani
selanjutnya petani terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada
orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani
diambil dulu dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi
seperti inilah yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang
secara ekonomi merugikan pihak petani.
7. 2. Ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah.
Kesuburan tanah sebagai faktor produksi utama dalam pertanian.
Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat
dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku petani
dalam berusaha tani.
3. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi.
Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi itu bukan hanya menyangkut
ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis
dan kualitasnya.
4. Terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi.
Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu.
Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana
produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses
tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan.
5. Lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani.
Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama
kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi
(bottom up) para anggotanya.
6. Kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis.
Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam
menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan
pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri.
IV. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sektor Pertanian
Masa depresi ekonomi tahun 1930-an merupakan awal kebijakan pengendalian
langsung harga beras oleh pemerintah penjajahan belanda. Awal tahun 1933
pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan impor beras melalui cara lesensi dan
8. pengawasan harga secara langsung. Sekitar tahun 1939 dibentuk badan pemerintah
yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap produksi dan pemasaran beras
yaitu stichting het voedingsmidlendsfonts (VMF) pada masa orde lama kebijakan
pangan dilakukan pemerintah dalam bentuk pemberian gaji sebagian berupa beras
dengan tujuan mempertahankan pendapatan riil masyarakat. Pada tahun 1952
dikeluarkan program kesejahteraan kasimo untuk mencapai tujuan swasembada
pangan. Pada tahun 1959 digulirkan program padi sentral untuk mewujudkan sasaran
swasembada pangan namun program ini gagal. Pada tahun 1963 diselenggarakan
program penyuluhan pertanian yaitu BIMAS melalui panca usaha tani yaitu
penggunaan dan pengendalian air yang baik, penggunaan bibit unggul, penggunaan
pupuk dan pestisida yang rasional, cara bercocok tanam yang tepat dan lembaga
koperasi yang kuat.
Pada tahun 1966 pemerintah menggulirkan program KOLOGNAS ( Komando
Logistik Nasional ) yaitu suatu badan yang bertugas untuk menangani masalah
distribusi bahan kebutuhan pokok dan diberi wewenang tambahan yaitu menyalurkan
dana kredit pertanian kepada peserta BIMAS melalui gubernur dan bupati. Pada tahun
1967 terjadi krisis beras sehingga melahirkan program usaha intensifikasi masalah
(INMAS) yang berhasil mendorong peningkatan produksi beras namun tidak diikuti
dengan peningkatan kesejahteraan petani karena harga gabah lebih rendah dibanding
harga saprodi sehingga mengurangi intensif petani untuk menanam lahan pertanian.
Hal ini mendorong munculnya Rumus Tani yaitu kebijakan pengendalian harga beras
harus kurang lebih sama dengan harga pupuk agar petani dapat terus berproduksi dan
meningkatkan taraf kesejahteraannya. Pada 14 Mei 1967 lahirlah Badan Urusan
Logistik (Bulog), yang berfungsi sebagai agen pembeli beras tunggal. Berdirinya
Bulog sejak awal diproyeksikan untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia melalui
dua mekanisme yakni stabilisasi harga beras dan pengadaan bulanan untuk PNS dan
militer. Pada Repelita 1 dan 2 (1969-1979), Bulog mendapat tambahan tugas sebagai
manajemen stok penyangga pangan nasional dan penggunaan neraca pangan nasional
sebagai standar ketahanan pangan. Pada 1971, Bulog juga mempunyai tugas sebagai
pengimpor gula dan gandum. Pada 1973, lahirlah Serikat Petani Indonesia (SPI).
Untuk mencapai swasembada beras pada 1974, dikeluarkanlah Revolusi Hijau oleh
Soeharto. Namun Revolusi Hijau telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi
dan sosial pedesaan. Sebab, ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani
9. yang memiliki tanah lebih dari setengah hektare, dan petani kaya di pedesaan, serta
penyelenggara negara di tingkat pedesaan.
Pada 1977, Bulog mendapat tugas tambahan kembali, yakni sebagai kontrol impor
kedelai. Hingga 1978 ditetapkanlah harga dasar jagung, kedelai, kacang tanah, dan
kacang hijau. Pada Repelita 3 dan 4 Orde Baru, kebijakan pangan dari swasembada
beras beralih ke swasembada pangan. pada 1984 Indonesia mencapai level
swasembada pangan dan mendapat medali dari Food and Agriculture Organization
(FAO). Indonesia dinyatakan mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan beras atau
mencapai swasembada pangan. Pada Repelita 5, 6, dan 7 rezim pemerintahan
Soeharto, kebijakan pangan kembali ke swasembada beras. Tahun 1995, para pegawai
Bulog dianugrahi penghargaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada 1997,
fungsi Bulog ditetapkan hanya untuk mengontrol harga beras dan gula pasir.
Penyempitan peran Bulog kembali terjadi pada 1998, yakni hanya berfungsi sebagai
pengontrol beras. Masa reformasi pada rezim pemerintahaan Habibie tahun
1998/1999, keadaan ekonomi Indonesia memburuk, krisis moneter terjadi. Utang
negara menggelembung, rakyat miskin membengkak jumlahnya mencapai lebih dari
30 juta orang. Penjualan pesawat IPTN (dahulu Industri Pesawat Terbang Nurtanio)
dilakukan untuk ditukar dengan beras ketan Thailand. Kebijakan swasembada beras
masih berlangsung hingga era pemerintahan Gus Dur. Pada 2000, tugas Bulog
ditekankan untuk mengatur logistik beras, mulai dari penyediaan, distribusi, hingga
kontrol harga.
Setelah masa transisi usai, bergantilah ke pemerintahaan Megawati tahun 2000-2004.
Selama empat tahun kepemimpinan Megawati, penjiplakkan kebijakan swasembada
pangan terus dilakukan. Statement Megawati yang terkenal adalah ''tidak ada pilihan
lain kecuali swasembada''. Fakta menunjukan bahwa produksi pangan Indonesia tahun
2004 mampu memberikan hasil yang menggembirakan, hampir menyamai era 1984.
Perbedaannya, keberhasilan swasembada beras tahun 1984 itu dicapai melalui kerja
keras bertahun-tahun dengan aneka upaya pembangunan seperti irigasi, penyuluhan,
atau bimbingan masyarakat, pembangunan pabrik pupuk, pemberdayaan petani
melalui KUT, KUD, dan lain sebagainya. Lain halnya dengan keberhasilan
swasembada beras di tahun 2004 yang lebih banyak dipicu oleh membaiknya harga
beras di pasar internasional yang melonjak amat drastis, dari 165 dolar AS/ton tahun
10. 1998 menjadi 270 dolar AS/ton tahun 2005. Pada pemerintahan Megawati juga
melarang impor beras dengan dikeluarkannya Inpres No 9/2002 yang berlaku sejak
Januari 2003 hingga setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Efek positifnya, produksi beras mengalami peningkatan.
Saat ini, pemerintahan SBY menetapkan kebijakan Revitalisasi Pertanian yang
dicanangkan Juni 2005. Dalam kebijakan itu menetapkan target swasembada gula
tercapai tahun 2008, swasembada daging 2010 dan swasembada kedelai 2015.
Revitalisasi pertanian adalah sebuah komitmen untuk meningkatkan pendapatan
pertanian, pembangunan agribisnis yang mampu menyerap tenaga kerja dan
swasembada beras, jagung, serta palawija.Namun sehubungan dengan melonjaknya
harga kebutuhan pokok pada awal 2008, maka pemerintah akhirnya mengumumkan
paket kebijakan pangan untuk komoditi beras, minyak goreng, kedelai dan terigu
dalam rangka menstabilkan gejolak harga ke tingkat wajar. Pemerintah juga
memberikan subsidi pangan sebesar Rp 3,6 triliun. Yakni untuk penambahan
anggaran raskin Rp 2,6 triliun dengan volume raskin 5 kg per rumah tangga,
melanjutkan operasi pasar minyak goreng Rp 0,5 triliun, serta penyusunan program
bantuan langsung kepada perajin tempe tahu sebesar Rp 0,5 triliun2
. Selanjutnya
pelaksanaan dari Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014 yang telah
dibuat pemerintah harus dilakukan secara mengikat. bila KUKP tidak diterapkan
secara mengikat maka tidak akan terjadi sebuah perubahan yang signifikan dalam
mengatasi persoalan kerawanan pangan.
Endnotes :
1. http://agribisnis.blogspot.com/2010_11_01_archive.html
2. http://www.suaramerdeka.com/harian/0802/04/nas04.htm
11. BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk mewujudkan sektor pertanian yang maju, modern, berdaya saing, dan mampu
memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya diperlukan upaya-upaya yang terstruktur dan
terukur. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi pangan antara lain
:
1. Penyusunan Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) menuju surplus
beras 10 juta ton pada tahun 2014.
2. Audit lahan sawah di pulau Jawa.
3. Peningkatan produktifitas melalui peningkatan mutu benih.
4. Gerakan peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi ( GP3K ).
5. Penelitian dan pelepasan varietas unggul.
6. Introduksi teknologi pupuk berimbang.
7. Perluasan areal tanam.
8. Penyuluhan dan pendampingan.
Dalam rangka menentukan strategi dan kebijakan pertanian dan pangan pada masa depan
kiranya perlu mempertimbangkan beberapa aspek berikut :
1. Strategi pengembangn pertanian di sektor hulu lebih di orientasikan pada
pengembangan yang berbasis pasar dan agribisnis modern sehingga terkait dengan
bidang lainnya seperti penyediaan bibit unggul yang memadai, perluasan subsidi
pupuk, pelaksanaan dan pemantauan kredit pertanian yang murah, teknik dan
manajemen pertanian yang profesional.
2. Mekanisme penunjukkan rekanan impor beras harus dilakukan secara transparan agar
tercapai tingkat harga yang rasional di tingkat konsumen tanpa merugikan petani.
3. Kebijakan diversifikasi produk pangan melalui sosialisasi dengan pendekatan
ekonomi sehingga dapat mendorong motivasi petani menanam jenis tanaman
alternatif selain beras.
12. 4. Pembangunan sektor pertanian harus dilakukan secara terintegrasi dengan
pembangunan di daerah perdesaan dalam kerangka pembangunan kesejahteraaan
masyarakat petani di desa.
13. Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik
Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta
Imammudin Yuliadi, 2009, Perekonomian Indonesia : Masalah dan Implementasi Kebijakan,
UPFE, Yogyakarta
Kementerian Pertanian