tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
Hukum PTUN
1. HUKUM ACARA PERADILAN
TATA USAHA NEGARA
Disampaikan pada forum
Kuliah Semester Pendek
Tanggal 8, 9, 10 Juli 2014
Oleh:
Zaki Ulya,S.H.,M.H.
Fakultas Hukum
Universitas Samudra
Langsa
2014
2. PERADILAN TATA USAHA NEGARA
( P T U N )
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG
PERADILAN TATA USAHA NEGARA.
2. UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN
1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PTUN ADALAH LEMBAGA PERADILAN YANG MENGADILI
SENGKETA TUN, TERMASUK SENGKETA KEPEGAWAIAN
ANTARA BADAN ATAU PEJABAT TUN/ADMINISTRASI
NEGARA (PEJABAT PEMERINTAHAN) DENGAN SESEORANG
ATAU BADAN HUKUM PERDATA SEPERTI PT, YAYASAN DAN
BADAN HUKUM LAINNYA
3. ISTILAH-ISTILAH DALAM PTUN
TUN ADALAH ADMINISTRASI NEGARA YANG
MELAKSANAKAN FUNGSI UNTUK MENYELENGGARAKAN
URUSAN PEMERINTAHAN BAIK DI PUSAT MAUPUN DI
DAERAH.
BADAN ATAU PEJABAT TUN ADALAH BADAN ATAU PEJABAT
YANG MELAKSANAKAN URUSAN PEMERINTAHAN
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG BERLAKU.
KEPUTUSAN TUN ADALAH SUATU PENETAPAN TERTULIS
YANG DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT TUN
YANG BERISI TINDAKAN HUKUM TUN YANG BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU,
YANG BERSIFAT KONKRET, INDIVIDUAL DAN FINAL, YANG
MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM BAGI SESEORANG ATAU
BADAN HUKUM PERDATA
4. TINDAKAN HUKUM TUN ADALAH PERBUATAN HUKUM
BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG BERSUMBER PADA
SUATU KETENTUAN HUKUM TUN YANG DAPAT
MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN PADA ORANG LAIN.
BERSIFAT KONKRET ARTINYA OBYEK YANG DIPUTUSKAN
DALAM KEPUTUSAN TUN ITU TIDAK ABSTRAK, TETAPI
BERWUJUD, TERTENTU ATAU DAPAT DITENTUKAN,
MISALNYA KEPUTUSAN MENGENAI RUMAH SI A, IZIN USAHA
BAGI SI B, PEMBERHENTIAN SI C SEBAGAI PEGAWAI NEGERI
DSB.
BERSIFAT INDIVIDU ARTINYA KEPUTUSAN TUN ITU TIDAK
DITUJUKAN UNTUK UMUM, TETAPI TERTENTU BAIK
ALAMAT MAUPUN HAL YANG DITUJU. KALAU YANG DITUJU
ITU LEBIH DARI SEORANG, TIAP-TIAP NAMA ORANG YANG
TERKENA KEPUTUSAN ITU DISEBUTKAN.
BERSIFAT FINAL ARTINYA SUDAH DEFINITIF DAN
KARENANYA DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM
5. SENGKETA TUN ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM
BIDANG TUN ANTARA ORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA
DENGAN BADAN ATAU PEJABAT TUN, BAIK DI PUSAT MAUPUN DI
DAERAH, SEBAGAI AKIBAT DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN TUN,
TERMASUK SENGKETA KEPEGAWAIAN BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
GUGATAN ADALAH PERMOHONAN YANG BERISI TUNTUTAN
TERHADAP BADAN ATAU PEJABAT TUN DAN DIAJUKAN KE
PENGADILAN UNTUK MENDAPATKAN PUTUSAN.
TERGUGAT ADALAH BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
MENGELUARKAN KEPUTUSAN BERDASARKAN WEWENANG
YANG ADA PADANYA ATAU YANG DILIMPAHKAN KEPADANYA,
YANG DIGUGAT OLEH ORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA.
PENGADILAN ADALAH PENGADILAN TUN DAN/ATAU
PENGADILAN TINGGI TUN DILINGKUNGAN PERADILAN TUN.
HAKIM ADALAH HAKIM PADA PENGADILAN TUN DAN/ATAU
PENGADILAN TINGGI TUN.
6. TUJUAN DAN FUNGSI PEMBENTUKAN
PTUN
TUJUAN
1. MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HAK-HAK YANG
BERSUMBER PADA HAK-HAK INDIVIDU.
2. MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK
MASYARAKAT YANG DIDASARKAN KEPADA KEPENTINGAN
BERSAMA DARI INDIVIDU YANG HIDUP DALAM
MASYARAKAT TERSEBUT.
FUNGSI
SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KONFLIK YANG
TIMBUL ANTARA PEMERINTAH (BADAN ATAU PEJABAT TUN)
DENGAN RAKYAT (ORANG PERORANGAN MAUPUN BADAN
HUKUM PERDATA) SEBAGAI AKIBAT DIKELUARKAN ATAU
TIDAK DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN TUN.
7. MENURUT F.J. STAHL PEMBETUKAN LEMBAGA PERADILAN
ADMINISTRASI DIMAKSUDKAN ANTARA LAIN :
1. MENGAKUI DAN MELINDUNGI HAK-HAK ASASI MANUSIA.
2. UNTUK MELINDUNGI HAK-HAK ASASI TERSEBUT, MAKA
NEGARA HARUS BERDASARKAN PADA TRIAS POLITIKA.
3. DALAM MENJALANKAN TUGASNYA, PEMERINTAH
BERDASARKAN ATAS UNDANG-UNDANG.
4. APABILA DALAM TUGASNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
ITU PEMERINTAH MASIH MELANGGAR HAK ASASI
YAITU ADANYA CAMPUR TANGAN PEMERINTAH DALAM
KEHIDUPAN PRIBADI SESEORANG, MAKA ADA
PENGADILAN ADMINISTRASI YANG AKAN MENYELESAIKAN.
8. DASAR HUKUM PTUN
1. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 :
PASAL 24
(1) KEKUASAAN KEHAKIMAN MERUPAKAN KEKUASAAN
YANG MERDEKA UNTUK MENYELENGARAKAN PERADILAN
GUNA MENEGAKKAN HUKUM DAN KEADILAN.
(2) KEKUASAAN KEHAKIMAN DILAKUKAN OLEH SEBUAH
MAHKAMAH AGUNG DAN BADAN PERADILAN YANG BERADA
DIBAWAHNYA DALAM LINGKUNGAN PERADILAN UMUM,
LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA, LINGKUNGAN
PERADILAN MILITER, LINGKUNGAN PERADILAN TATA
USAHA NEGARA DAN OLEH SEBUAH MAHKAMAH
KONSTITUSI
9. 2. TAP MPR RI NOMOR IV/MPR/1978 DIHUBUNGKAN
DENGAN TAP MPR RI NOMOR II/MPR/1983 TENTANG GBHN
3. UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN
KEHAKIMAN.
4. UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG
KEKUASAAN KEHAKIMAN
5. UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG
MAHKAMAH AGUNG.
6. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
10. AZAS-AZAS DALAM PTUN
1. AZAS PRADUGA RECHTMATIG, MENGANDUNG
MAKNA BAHWA SETIAP TINDAKAN PENGUASA
SELALU HARUS DIANGGAP BENAR (RECHTMATIG)
SAMPAI ADA PEMBATALANNYA. DENGAN AZAS INI
GUGATAN TIDAK MENUNDA PELAKSANAAN
KEPUTUSAN TUN YANG DIGUGAT.
2. AZAS PEMBUKTIAN BEBAS, MAKSUDNYA HAKIM
YANG MENETAPKAN BEBAN PEMBUKTIAN.
11. 3. AZAS KEAKTIFAN HAKIM (DOMINUS LITIS) KEAKTIFAN HAKIM
DIMAKSUDKAN UNTUK MENGIMBANGI KEDUDUKAN PARA PIHAK
YANG TIDAK SEIMBANG. PIHAK TERGUGAT ADALAH BADAN ATAU
PEJABAT TUN YANG MENGUASAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG BERKAITAN DENGAN KEWENANGAN DAN/ATAU
DASAR DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN YANG DIGUGAT,
SEDANGKAN PIHAK PENGGUGAT ADALAH ORANG PERORANGAN
ATAU BADAN HUKUM PERDATA YANG DALAM POSISI LEMAH,
KARENA BELUM TENTU MEREKA MENGETAHUI BETUL PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG DIJADIKAN SUMBER UNTUK
DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN YANG DIGUGAT.
4. AZAS PUTUSAN PENGADILAN YANG MEMPUNYAI KEKUATAN
MENGIKAT (ERGA OMNES), SENGKETA TUN ADALAH SENGKETA
DALAM RANAH HUKUM PUBLIK, DIMANA AKIBAT HUKUM YANG
TIMBUL DARI PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPUNYAI
KEKUATAN HUKUM TETAP AKAN MENGIKAT TIDAK HANYA PARA
PIHAK YANG BERSENGKETA, NAMUN BERDASARKAN AZAS INI
PUTUSAN TERSEBUT AKAN MENGIKAT SIAPA SAJA.
12. UNSUR-UNSUR SENGKETA
TUN
SUATU KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DAPAT
DIGUGAT MELALUI PERADILAN TUN :
1. KEPUTUSAN TUN YANG BERTENTANGAN DENGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
2. PEJABAT TUN PADA WAKTU MENGELUARKAN
KEPUTUSAN TUN TELAH MENGGUNAKAN WEWENANGNYA
UNTUK TUJUAN LAIN DARI MAKSUD DIBERIKANNYA
WEWENANG TERSEBUT.
3. PEJABAT TUN PADA WAKTU MENGELUARKAN ATAU
TIDAK MENGELUARKAN KEPUTUSAN TUN SETELAH
MEMPERTIMBANGKAN SEMUA KEPENTINGAN YANG
TERSANGKUT DENGAN KEPUTUSAN ITU.
13. SUATU KEPUTUSAN TUN DAPAT DINILAI BERTENTANGAN
DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERLAKU, APABILA KEPUTUSAN YANG BERSANGKUTAN ITU:
1. BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN DALAM
PERETURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT
PROSEDURAL/FORMAL (BIASANYA MENYANGKUT MENGENAI
PERSIAPAN, TERJADINYA, SUSUNAN ATAU PENGUMUMAN
KEPUTUSAN YANG BERSANGKUTAN.
2. BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT
MATERIIL/SUBSTANSIAL ( CACAT MENGENAI ISINYA MISALNYA
KPTSN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERTENTANGAN
DENGAN RENCANA YANG TELAH DITENTUKAN)
3. DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
TIDAK BERWENANG (CACAT KEWENANGAN)
14. CACAT KEWENANGAN TERDIRI ATAS :
A. APABILA SUATU KEPUTUSAN TUN TIDAK ADA DASARNYA
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ATAU APABILA
KEPUTUSAN ITU DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT
TUN YANG TIDAK BERWENANG UNTUK MENGELUARKANNYA.
B. BADAN ATAU PEJABAT TUN BELUM BERWENANG ATAU
TIDAK BERWENANG LAGI MENGELUARKAN KEPUTUSAN TUN,
MISALNYA KARENA JANGKA WAKTUNYA SUDAH LAMPAU
ATAU MENERAPKAN PERATURAN LAIN SEMENTARA ITU
SUDAH BERLAKU PERATURAN BARU
C. KEPUTUSAN YANG DIAMBIL OLEH BADAN ATAU PEJABAT
TUN TERSEBUT MENYANGKUT HAL YANG BERADA DILUAR
BATAS WILAYAHNYA.
15. UNTUK BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG PADA WAKTU
MENGELUARKAN KEPUTUSAN TELAH MENGGUNAKAN
KEWENANGANNYA UNTUK TUJUAN LAIN DARI MAKSUD
DIBERIKANNYA KEWENANGAN TERSEBUT SERING
DISEBUT JUGA DENGAN PENYALAHGUNAAN
KEWENANGAN ( DETOURNEMENT DE POUVOIR).
SEDANGKAN UNTUK BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
PADA WAKTU MENGELUARKAN ATAU TIDAK
MENGELUARKAN KEPUTUSAN SETELAH
MEMPERTIMBANGKAN SEMUA KEPENTINGAN YANG
TERSANGKUT DENGAN KEPUTUSAN ITU SEHARUSNYA
TIDAK SAMPAI PADA PENGAMBILAN ATAU TIDAK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERSEBUT, SERING JUGA
DISEBUT DENGAN BERBUAT SEWENANG-WENANG
(WILLEKEUR)
16. DENGAN DEMIKIAN YANG DAPAT DIJADIKAN OBYEK
PERADILAN TUN SEMATA-MATA TERBATAS PADA
PENETAPAN (KEPUTUSAN) TERTULIS YANG
DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT TUN
YANG MEMENUHI UNSUR-UNSUR BERTENTANGAN
DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERLAKU, BADAN ATAU PEJABAT TUN YANG
MENGELUARKAN KEPUTUSAN TERSEBUT TELAH
MENYALAHGUNAKAN WEWENANGNYA DAN BADAN
ATAU PEJABAT TUN TERSEBUT TELAH BERBUAT
SEWENANG-WENANG.
17. GUGATAN SENGKETA TUN
GUGATAN SENGKETA TUN DIAJUKAN KEPADA PENGADILAN
YANG BERWENANG YANG DAERAH HUKUMNYA MELIPUTI
TEMPAT KEDUDUKUAN TERGUGAT.
DALAM HAL TEMPAT KEDUDUKAN TERGUGAT TIDAK
BERADA DALAM DAERAH HUKUM PENGADILAN TEMPAT
KEDIAMAN PENGGUGAT, MAKA GUGATAN DAPAT
DIAJUKAN KE PENGADILAN YANG DAERAH HUKUMNYA
MELIPUTI TEMPAT KEDIAMAN PENGGUGAT UNTUK
SELANJUTNYA DITERUSKAN KEPADA PENGADILAN YANG
BERSANGKUTAN.
GUGATAN DAPAT DIAJUKAN HANYA DALAM TENGGANG
WAKTU 90 HARI TERHITUNG SEJAK SAAT DITERIMANYA
ATAU DIUMUMKANNYA KEPUTUSAN BADAN ATAU PEJABAT
TUN
18. GUGATAN HARUS MEMUAT :
1. NAMA, KEWARGANEGARAAN, TEMPAT TINGGAL
DAN PEKERJAAN PENGGUGAT ATAU KUASAHUKUMNYA.
2. NAMA, JABATAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN TERGUGAT.
3. DASAR GUGATAN DAN HAL YANG DIMINTA UNTUK
DIPUTUSKAN OLEH PENGADILAN
APABILA GUGATAN DIBUAT DAN DITANDATANGAI OLEH
SEORANG KUASA PENGGUGAT, MAKA GUGATAN HARUS
DISERTAI SURAT KUASA YANG SAH.
GUGATAN SEDAPAT MUNGKIN JUGA DISERTAI KEPUTUSAN
TUN YANG DISENGKETAKAN OLEH PENGGUGAT.
19. AGAR SESEORANG DAPAT BERTINDAK SEBAGAI WAKIL ATAU KUASA
HUKUM DARI PARA PIHAK, MAKA IA HARUS MEMENUHI SYARAT-SYARAT
:
A. MEMPUNYAI SURAT KUASA KHUSUS.
B. DITUNJUK SECARA LISAN DIPERSIDANGAN OLEH PARA PIHAK.
C. SURAT KUASA YANG DIBUAT DILUAR NEGERI BENTUKNYA HARUS
MEMENUHI PERSYARATAN DI NEGARA YANG BERSANGKUTAN DAN
DIKETAHUI OLEH PERWAKILAN RI DI NEGARA TERSEBUT, SERTA
KEMUDIAN DITERJEMAHKAN DALAM BAHASA INDONESIA OLEH
PENTERJEMAH RESMI.
KENDATIPUN PARA PIHAK TELAH MENGGUNAKAN KUASA HUKUM
ATAU WAKIL, NAMUN APABILA DIPANDANG PERLU HAKIM DAPAT
MDEMERINTAHKAN PARA PIHAK UNTUK DATANG MENGHADAP
SENDIRI.
20. BIAYA PERKARA
PADA PRINSIPNYA UNTUK BERPERKARA DIPERLUKAN BIAYA. UANG MUKA
BIAYA PERKARA ADALAH BIAYA YANG HARUS DIBAYAR LEBIH DAHULU
SEBAGAI UANG PANJAR OLEH PENGGUGAT .
YANG TERMASUK BIAYA PERKARA ADAALAH BIAYA-BIAYA
KEPANITERAAN, MATERAI, SAKSI-SAKSI, AHLI, ALIH BAHASA,
PEMERIKSAAN DILUAR SIDANG DAN BIAYA-BIAYA LAIN YANG
DIPERLUKAN UNTUK KEPENTINGAN PEMUTUSAN SENGKETA ATAS
PERINTAH HAKIM.
SETELAH PEMERIKSAAN PERKARA ITU SELESAI, MAKA UANG MUKA BIAYA
PERKARA ITU AKAN DIPERHITUNGKAN KEMBALI DENGAN KESELURUHAN
BIAYA PERKARA. APABILA PENGGUGAT DIKALAHKAN DAN MASIH ADA
KELEBIHAN UANG MUKA BIAYA PERKARA, MAKA UANG KELEBIHAN
TERSEBUT DIKEMBALIKAN KEPADA PENGGUGAT. DAN APABILA KURANG
MAKA IA DIWAJIBKAN UNTUK MEMBAYAR KEKURANGANNYA.
SEBALIKNYA APABILA PENGGUGAT MENANG, MAKA UANG MUKA
TERSEBUT AKAN DIKEMBALIKAN SELURUHNYA KEPADA PENGGUGAT
DAN BIAYA PERKARA DIBEBANKANKEPADA TERGUGAT.
21. DENGAN PRINSIP DIATAS TIDAK MENUTUP
KEMUNGKINAN UNTUK BERPERKARA TANPA BIAYA.
DALAM BERPERKARA TANPA BIAYA INI, PENGGUGAT
DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN KEPADA KETUA
PENGADILAN UNTUK BERPERKARA SECARA CUMA-CUMA
DENGAN DISERTAI SURAT KETERANGAN TIDAK
MAMPU DARI KEPALA DESA ATAU LURAH TEMPAT
KEDIAMANNYA.
PERMOHONAN INI HARUS DIPERIKSA DAN
DITETAPKAN SEBELUM POKOK SENGKETA DIPERIKSA.
PENETAPAN DIAMBIL DI TINGKAT PERTAMA DAN
TERAKHIR, ARTINYA APABILA PEMOHONAN
DIKABULKAN, BERPERKARA SECARA CUMA CUMA INI
BERLAKU JUGA DITINGKAT BANDING DAN KASASI.
22. PENCATATAN PERKARA
BAGI MEREKA YANG BERPERKARA SECARA
CUMA-CUMA, GUGATAN BARU DICATAT DALAM
DAFTAR PERKARA SETELAH
ADANYAPENETAPAN TENTANG PENGABULAN
BERPERKARA SECARA CUMA-CUMA.
23. Pendahuluan
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
(HAPTUN/HATUN) adalah Peraturan Hukum
yg mengatur proses penyelesaian perkara TUN
melalui pengadilan (hakim), sejak pengajuan
gugatan sampai keluarnya putusan pengadilan
(hakim).
HAPTUN/HATUN disebut juga hukum formal
yang berfungsi mempertahankan berlakunya
HTUN (HAN) sebagai hukum material.
24. Pengaturan Hukum Formal dapat
digolongkan menjadi 2 cara, yaitu:
Diatur bersama dg hkm materialnya. ketentuan mengenai
prosedur berperkara diatur bersama dg hkm materialnya/ dg
susunan, kompetensi badan peradilan dlm bentuk UU/Peraturan
lain.
HAPTUN sbg pelaksana Pasal 12 UU No. 14 Tahun 1970 diatur
bersama hkm materialnya, yang selanjutnya dirubah dengan UU
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman.
Prosedur berperkara diatur tersendiri dalam bentuk
UU/Peraturan lainnya.
UU No. 5/1986 tentang PTUN
UU No.9/2004 tentang PTUN
UU No. 51/2009 tentang PTUN
25. Karakteristik PTUN
Salah 1 unsur PTUN adlh pihak2 dan slh 1 pihak
itu adlh Badan atau Pejabat TUN dlm
kedudukanya dan bertindak berdasarkan
wewenang yang diberikan oleh HTUN (HAN)
dlm menjalankan tugas pelayanan umum.
Dimuka PTUN para pihak yg berperkara
mempunyai kedudukan yg sama. Hakim harus
memperlakukan kedua belah pihak dg sama adil.
26. Badan atau Pejabat TUN dlm menjalankan fungsinya mempunyai
kewenangan berdasarkan ketentuan per-uu-an baik secara
langsung (atribusi) maupun pelimpahan (delegasi) serta mandat
dan kebebasan bertindak yang dalam ilmu hkm dikenal dg istilah
freis Ermessen.
Dlm menjalankan tgsnya, tdk jarang terjadi bahwa tindakan
badan atau Pejabat TUN melanggar batas, shgga menimbulkan
kerugian bagi yg terkena. Hal demikian disebut perbuatan
melanggar hkm oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
27. Karakteristik Acara
No Pembeda HAPTUN Acara Perdata
1 Subjek/Pihak badan/Pejabat TUN
lawan warga
masyarakat
Warga masy. Lawan
warga masyarakat
2 Pangkal sengketa Ketetapan tertulis
pejabat
Kepentingan perdata
warga masyarakat
3 Tindakan Perbuatan melawan
hukum penguasa
Perbuatan melawan
hukum masy.
wanprestasi
4 Peran hakim Hakim aktif Hakim pasif
5 Rekonvensi Tidak dikenal Dikenal, diatur
28. Alur Penyelesaian Sengketa TUN
Mahkamah Agung
“Keberatan”
Sema No.
2/1991
Individu/Badan
Hukum Perdata
Ps 53 ayat 1
PT TUN
Pasal 51 ayat 3
“Banding Adm”
Ps. 48 jo Sema
No. 2/1991
PT TUN
P. TUN
29. Sengketa TUN
Subjek PTUN
1. pihak penggugat.
Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukum,
orang maupun badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan
Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
di Pusat maupun di Daerah (Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka
4 UU no. 5 tahun 1986)
30. 2. Pihak Tergugat
.Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya
atau yang dilimpahkan kepadanya (Pasal 1 angka 6 UU no. 5 tahun
1986).
Yang dimaksud wewenang tersebut adalah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku oleh SF.MARBUN dikemukakan
bahwa:menurut hokum administrasi,pengertian kewenangan adalah
kekuasaan yang diformalkan,baik dalam suatu bidang pemerintahan
yang berasal dari kekuasaan legislative atau dari kekuasaan
pemerintah,sedangkan pengertian wewenang hanya onderdil tertentu
atau bidang tertentu.dengan demikian wewenang adalah kemampuan
bertindak yang diberikan undang-undang yang berlaku untuk
melakukan hubungan hokum tersebut
31. 3. Pihak Ketiga yg Berkepentingan
Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang
berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa
oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan
permohonan, maupun atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam
sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai: pihak yang
membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu
pihak yang bersengketa (pasal 83)
Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut
sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan,
pihak ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan
terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada
Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut pada tingkat
pertama (pasal 118 ayat 1)
32. Objek PTUN
1. Keputusan Tata Usaha Negara
“suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata
Usaha Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum
Perdata.” (Pasal 1 angka 3 UU no. 5 tahun 1986).
2. yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang
dimaksud diatas adalah sebagaimana yang disebut dalam
ketentuan Pasal 3 Uu no. 5 tahun 1986.
33. Lanjutan maksud yg dipersamakan dgn KTUN: ……
1) apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut
disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana
ditentukan dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah
lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap
telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3) dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) :
“maka setelah lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya
permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan Keputusan Penolakan.”
34. Upaya Hukum thdp Putusan
PTUN
Jenis upaya hkm:
a. Upaya hkm biasa yg berupa pengadilan
tingkat banding dan peradilan tingkat
kasasi.
b. Upaya hkm luar biasa, yaitu perlawanan
phk ketiga dan peninjauan kembali.
36. Hal yg berbeda dengan peradilan lainnya,
kekhususan dari PTUN adalah mengenal
tahapan pemeriksaan pendahuluan;
Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari:
a.Rapat permusyawaratan (pasal 62)
b.Pemeriksaan persiapan (pasal 63)
36
37. a. Rapat permusyawaratan
Disebut jg sebagai dismissel process (tahap
penyaringan). Tujuannya adalah memeriksa
gugatan yg masuk, apakah memenuhi syarat yg
ditentukan atau melihat kompetensi peradilan
TUN yg mengadili.
Jika suatu gugatan dilanjutkan tanpa adanya
dismissal process maka dikhawatirkan akan
membuang waktu & biaya.
37
38. Dalam dismissal process, Ketua berhak memutuskan
penetapan bahwa gugatan tdk dapat diterima/ tdk
berdasar, apabila:
1)Pokok gugatan tidak masuk kewenangan TUN;
2)Syarat gugatan sbgmn pasal 56 tidak terpenuhi;
3)Gugatan didasarkan pada alasan tidak layak;
4)Gugatan sudah dipenuhi dalam KTUN yg digugat;
5)Gugatan diajukan sebelum/telah lewat waktu.
38
39. Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai hal ini
diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan
ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk
mendengarkannya. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan
surat tercatat oleh panitera atas perintah Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan. Terhadap penetapan ketua pengadilan
tersebut diajukan perlawanan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah diucapakan.
Perlawanan tersebut diajukan harus dengan memenuhi syarat-syarat
seperti yang gugatan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 56 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986. Perlawanan diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara denga acara cepat, maka penetapan
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara yang yang diambil dalam rapat
permusyawaratan tesebut dinyatakan gugur demi hukum dan pokok
gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa
39
40. b. Pemeriksaan Persiapan
Diatur lebih lanjut dalam Pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986 yang berbunyi :
1) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan pemeriksaan
persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas
2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim :
1. Wajib member nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan
melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari
2. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan
3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, penggugat
belum menyempurnakan gugatannya, maka hakim menyatakan dengan putusan bahwa
gugatannya tidak dapat diterima;
4) Terhadap putusan sebagaimana diatur dalam ayat (3) tidak dapat digunakan upaya hukum,
tetapi dapat diajukan gugatan yang baru.
40
41. PEMERIKSAAN TINGKAT
PERTAMA PERADILAN TUN
Dilakukan dengan dua cara:
1.Acara cepat;
2.Acara biasa.
Selama pemeriksaan berlangsung, pihak yg
berkepentingan dapat mengajukan diri sebagai
para pihak atau keikutsertaan pihak ketiga.
41
42. Keikutsertaan pihak ketiga dalam pemeriksaan tgkt
pertama dpt dalam bentuk:
a.Tussenkomst: pihak ketiga yg ikut serta dalam
pemeriksaan PTUN dgn kemauan sendiri, tujuannya
mempertahankan kepentingannya, agar tidak
dirugikan baik KTUN yg diperiksa maupun akibat
putusan TUN. Jika gugatan pihak ketiga dikabulkan
maka disebut sebagai penggugat intervensi
(intervenient)
42
43. b. voeging
Yaitu keikutsertaan pihak ketiga dalam
pemeriksaan tingkat pertama PTUN atas
permintaan para pihat baik penggugat maupun
tergugat. Tujuan voeging ini adalah memperkuat
kedudukan salah satu pihak, baik penggugat
maupun tergugat.
43
44. c. Intervensi khusus
Intervensi khusus terjadi dalam pemeriksaan tingkat
pertama atas permintaan sendiri dari hakim yang
mengadili sengketa TUN. Kedudukan pihak ketiga
tersebut yaitu sebagai tergugat II intervensi.
Pemanggilan tergugat II intervensi tersebut,
dilakukan oleh hakim TUN lewat putusan sela.
44
46. EKSEPSI
• Eksepsi adalah tangkisan hal-hal di luar pokok perkara, sehingga gugatan dinyatakan
tidak dapat diterima.
a) Eksepsi dalam perkara Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 77 UU.No. 5/1986
terdiri dari:
a. Eksepsi Absolut :
- Kopetensi Absolut.
Yakni eksepsi tentang kompetensi absolut pengadilan dapat diajukan setiap waktu
selama pemeriksaan berjalan. Bahwa meskipun tidak diajukan, Pengadilan wajib
untuk memeriksanya dan menyatakan tidak berwenang mengadili perkara.
- Kopetensi Relatif.
Eksepsi diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok perkara. Eksepsi ini harus
diputus sebelum pokok perkara diperiksa. Jadi untuk itu pengadilan terlebih dahulu
harus menetapkan putusan sela.
47. b. Eksepsi Relatif :
Eksepsi Relatif adalah tangkisan mengenai hal-hal
kekurangan/kesalahan mengenai pembuatan gugatan.
Misalnya : Penggugat tidak berkualitas sebagai Penggugat, Objek
gugatan bukan objek TUN, identitas para pihak tidak lengkap,
gugatan kabur, gugatan telah daluwarsa, gugatan nebis in idem
dll. Eksepsi relatif ini tidak terbatas, asal itu merupakan
kelemahan dari gugatan diajukan sebagai eksepsi relatif.
48. Tentang Jawaban
Setelah mengemukakan eksepsi (tangkisan), selanjutnya disampaikan jawaban terhadap pokok
perkara (Pasal 74 ayat 1 UU.No. 5/1986). Suatu jawaban biasanya berisikan :
1. Bantahan
Bantahan yang dimaksud adalah suatu pengingkaran terhadap apa yang dikemukakan
penggugat dalam dalil-dalil gugatannya.
2. Pengakuan/pembenaran
Di dalam Jawaban ada kemungkinan Tergugat mengakui kebenaraan dalil-dalil gugatan
Penggugat. Untuk menghidarkan agar jangan sampai ada pengakuan yang tidak memerlukan
pembuktian lagi biasanya dipergunakan kata-kata “ seandanyapun itu benar” atau “qwodnoon.
Maksudnya tidak membantah secara tegas, tetapi juga tidak mengakui secara tegas, tetapi juga
tidak mengakui secara pasti.
3. Fakta-fakta lain
Di dalam jawaban itu Tergugat ada kemungkinan juga mengemukakan fakta-fakta baru untuk
membenarkan kedudukannya.
49. FORMAT JAWABAN
Hal : Jawaban Perkara Tata Usaha Negara
No. : ....../G/..../PTUN......
Dengan Hormat,
Tergugat dengan ini menyampaikan Eksepsi dan Jawaban sebagai berikut :
I. TENTANG EKSEPSI
A. Eksepsi Absolut (kalau ada)
1. Kopentensi Absolut (uraikan)
2. Kopetensi Relatif (uraikan)
B. Eksepsi relatif
1. Daluwarsa (uraikan)
2. Gugatan Nebis in idem (uraikan)
3. dll (uraikan)
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas mohon PTUN menyatakan diri tidak berwenang mengadili perkara ini (kalau menyangkut eksepsi
absolut) dan karenanya/atau menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
II. TENTANG POKOK PERKARA
- Bahwa Tergugat dengan ini membantah seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali atas hal-hal yang secara tegas diakui oleh Tergugat
dalam jawaban ini ;
- Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam eksepsi, secara mutatismutandis juga masuk kedalam jawaban terhadap pokok perkara,
sehingga tidak perlu diulagi lagi ;
- Bahwa ............... (dan seterusnya) merupakan bantahan terhadap dailil-dalil gugatan Penggugat poin demi poin.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas mohon Majelis hakim yang memeriksa perkara ini menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau
setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima.
Terima Kasih
........ (domisili), tanggal .....
Hormat Tergugat
Kuasa Hukumnya
(........................)
50. Replik yaitu bantahan penggugat atas keterangan / jawaban tergugat.
Atas jawaban Tergugat, selanjutnya kepada Penggugat diberikan
kesempatan untuk membantah, menguatkan alasan-alasan gugatan yang
diajukan (Pasal 75 (1) UU. No. 51/1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004).
Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal tambahan untuk
menguatkan dalil-dalil gugatan Penggugat. Penggugat dalam replik ini
dapat niengemukakan sumber-sumber kepustaaan, pendapat para ahli,
doktrin, kebiasaan, dan sébagainya.
Perananan Yurisprudensi sangat penting dalam Replik, mengingat
kedudukannya sebagai salah sam sumber hukum.
Dalam rnenyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti poin-poin
jawaban Tergugat. Dalam replik Penggugat dapat mengajukan hal-hal
baru untuk menguatkan dalil gugatanya.
51. Duplik yaitu jawaban tergugat atas bantahan penggugat
Terhadap Replik Peggugat, maka kepada Tergugat diberi
kesempatan untuk menyampaikan Duplik, yang isinya berupa
dalil-dalil bantahan atas Replik Penggugat atau dalil-dalil utuk
menguatkan jawaban Tergugat (Pasal 75 ayat (2) UU.No. 5/1986
Jo. VU No. 9 Tahun 2004). Penyusunan duplik biasanya
berdasarkan poin-poin replik Penggugat.
Pada Duplik Tergugat masih dapat mengemukakan dalil-dalil baru
tentang bantahannya terhadap gugatan, atau sekedar untuk
rnenguatkan dalil-dalil jawabannya. Dengan adanya jawab-menjawab
ini menjadi jelas permasalahan perkara.
52. Contoh Replik
Hal : REPLIK dalam Perkara No. …/…../2014/PTUN ….
Kepada Yang Terhormat,
Ketua Majelis Hakim Perkara No. …/…../2014/PTUN ...
Pengadilan Tata Usaha Negara ……..
Di
…………
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Penggugat dengan ini mengajukan REPLIK atas JAWABAN TERGUGAT, yang telah diuraikan tertanggal ………….
2014, sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA
Penggugat tetap pada dalil-dalil sebagaimana terurai dalam surat Gugatan aquo, dan selanjutnya membantah seluruh dalil-dalil Tergugal
sebagaimana diuraikan dalam Jawabannya, dengan uraian seperti dibawah ini.
1. Bahwa …….
2. Bahwa …….
3. Bahwa ……..
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Penggugat tetap pada tuntutan semula dan mohon Majelis Hakim dapat memutuskan sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya;
2. Memutuskan ………………………………………. ;
3. Mengadili perkara ini dengan seadil-adilnya
Hormat Kami,
Penggugat/Kuasa Penggugat,
53. Contoh Duplik
Banda Aceh, ………. 2014
Hal : Duplik atas Replik Penggugat
Kepada
Yth. Majelis Hakim Pemeriksa
Perkara No. …. /…../2014/PTUN.Bna
Pada Pengadilan Tata Usaha Negara
di –
Banda Aceh
Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama klien kami Tergugat (nama tergugat) dalam Perkara No. …/…../2014/PTUN.Bna, Pada Pengadilan
Tata Usaha Negara di Banda Aceh dengan ini menyampaikan Duplik atas Replik Penggugat.
Adapun Duplik atas Replik Penggugat adalah sebagai berikut :
Dalam Eksepsi:
1. Bahwa …………
2. Bahwa ………….
3. Bahwa …………
Dalam Pokok Perkara:
1. Bahwa …………
2. Bahwa ………..
3. Bahwa ………..
54. Dalam rekonpensi:
1. Bahwa ….
2. Bahwa ….
3. Bahwa ….
Berdasarkan alasan tersebut diatas Penggugat Rekonpensi/Tergugat Konpensi mohon kepada Majelis
Hakim Pemeriksa Perkara, agar berkenan memutus perkara sebagai berikut :
Dalam Eksepsi
PRIMER:
1. Menerima dan mengabulkan eksepsi Tergugat untuk seluruhnya.
2. Menolak atau setidak-tidaknya tidak menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
3. Menghukum Penggugat) untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat adanya perkara ini.
Dalam Pokok Perkara :
Dalam Konpensi :
PRIMER :
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menolak …………………
3. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat adanya perkara
55. Dalam Rekonpensi :
PRIMER :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Rekonpensi Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menetapkan dan menyatakan bahwa, …..
3. Menghukum Tergugat Rekonpensi/Penggugat Konpensi untuk membayar seluruh biaya yang timbul akibat adanya
perkara ini.
Dalam Eksepsi, Konpensi, dan Rekonpensi.
Subsider :
Mohon Putusan seadil-adilnya.
Demikian Eksepsi, Jawaban serta gugatan balik kami, atas perkenan Yang Terhormat Hakim Pemeriksa Perkara, diucapkan
Terima Kasih.
Hormat Kami
Kuasa Hukum Tergugat
Konsepsi/Penggugat
Rekonsepsi.
(Nama Kuasa Hukum)
56. PENGERTIAN KUASA HUKUM
Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoording
atau legal mandatory (legal representative). Artinya, undang-undang
menetapkan bahwa seseorang atau badan hukum dengan
sendirinya menurut hukum berhak bertindak mewakili orang atau
badan hukum tersebut tanpa memerlukan surat kuasa.
Pengertian kuasa merujuk pada wewenang, jadi pemberian kuasa
berarti pemberian/pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa
kepada penerima kuasa, untuk mewakili kepentingannya.
Kuasa hukum yaitu pihak yang diberikan kewenangan untuk
melaksanakan proses hukum di muka pengadilan.
Pengacara atau advokat atau kuasa hukum adalah kata benda,
subyek. Dalam praktik dikenal juga dengan istilah Konsultan Hukum.
Dapat berarti seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat
(advis) dan pembelaan “mewakili” bagi orang lain yang berhubungan
(klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum
57. JENIS KUASA
1. Kuasa Umum
Kuasa Umum diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, dimana kuasa umum bertujuan untuk memberi
kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa mengenai pengurusan , yang disebut
berharder untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Dengan demikian , dari segi hukum , surat kuasa
umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab, sesuai dengan
ketentuan Pasal 123 HIR, untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, Penerima
Kuasa haruslah mendapat surat kuasa khusus.
2. Kuasa Khusus
Adapun pengaturan mengenai surat kuasa khusus diatur dalam pasal 1975 BW yaitu mengenai pemberian
kuasa mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal ini sah
sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan , kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu
dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam pasal 123 HIR.
3. Kuasa Istimewa
Kuasa Istimewa diatur dalam pasal 1796 BW dikaitkan dengan Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBG.
58. SYARAT KUASA KHUSUS
• Menurut SEMA No.2 Tahun 1959, digariskan syarat khusus
antara lain;
1. menyebutkan kompetensi relatif, di PN mana kuasa itu
dipergunakan mewakili kepentingan pemberi kuasa;
2. menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak (sebagai
penggugat dan tergugat);
3. menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan objek
sengketa yang diperkarakan antara pihak yang berperkara.
59. FORMAT SURAT KUASA DALAM HPTUN
KANTOR HUKUM ADVOKAT/PENGACARA & KONSULTAN HUKUM
(NAMA KANTOR)
Alamat kantor
Yang bertanda tangan di bawah ini :
o Nama : …..
o Umur : ……
o Pekerjaan : …….
o Kewarganegaraan : Indonesia
o Alamat : ……
Selanjutnya disebut PEMBERI KUASA.
Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya tersebut di bawah ini, menerangkan bahwa dengan ini memberi
kuasa penuh kepada :
1. ……..
2. ……..
3. ……..
adalah Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum
“……………”, beralamat di ………………….., untuk selanjutnya disebut sebagai PENERIMA KUASA.
------------------------------------------------------- KHUSUS ---------------------------------------------------
60. Untuk dan atas nama pemberi kuasa, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mengurus
kepentingan pemberi kuasa untuk mengurus perkara : “Atas diterbitkannya Surat Keputusan Tata Usaha
Negara No. … /…/…./…./2014 tertanggal …………. 2014, Tentang ……………… atas nama
…………………. oleh …………………. (LEMBAGA PEMERINTAH).
Untuk itu penerima kuasa dikuasakan untuk melakukan perbuatan hukum untuk
………………………….. (uraian-uraian terkait hal yg dapat dilakukan oleh kuasa hukum)
Demikian surat kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi dan
seterusnya menurut hukum, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1812 KUH Perdata dan menurut syarat-syarat
lainya ditetapkan dalam Undang-undang.
Langsa, ……….. 2014
PENERIMA KUASA PEMBERI KUASA
(PENGACARA/KUASA HUKUM) (Nama Pemberi Kuasa)
63. PROSEDUR PENERIMAAN GUGATAN
DI PTUN
1. Tempat Mengajukan Gugatan
Gugatan yang telah disusun / dibuat ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya,
kemudian didaftarkan di Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang
sesuai dengan ketentuan Pasal 54.
Ayat (1) Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat
Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
berkedudukan tidak dalam satu faerah Hukum Pengadilan, Gugatan diajukan
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kedudukan salah satu Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara
Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum
Pengadilan tempat kediaman Pengugat, maka Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat selanjutnya
diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
64. Ayat (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata
Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah, Gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
Penggugat
Ayat (5) Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau
berada di luar negeri, Gugatan diajukan kepada Pengadilan di
Jakarta.
Ayat (6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan
Penggugat di luar negeri, Gugatan diajukan kepada Pengadilan
ditempat kedudukan Tergugat.
65. Administrasi di Pengadilan Tata
Usaha Negara
Panitera menaksir biaya panjer ongkos perkara yang harus dibayar
oleh Penggugat atau Kuasanya yang diwujudkan dalam bentuk
SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) atau antara lain:
Biaya Kepaniteraan
Biaya Materai
Biaya Saksi
Biaya Saksi Ahli
Biaya Alih Bahasa
Biaya Pemeriksaan Setempat
Biaya lain untuk Penebusan Perkara
66. Gugatan yang telah dilampiri SKUM tersebut kemudian
diteruskan ke Sub bagian Kepaniteraan Muda Perkara untuk
penyelesaian perkara lebih lanjut.
Atas dasar SKUM tersebut kemudian Penggugat atau kuasanya
dapat membayar di kasir (dibagian Kepaniteraan Muda Perkara)
dan atas pembayaran tersebut kemudian dikeluarkan, kwitansi
pembayarannya. Gugatan yang telah dibayar panjer biaya perkara
tersebut kemudian didaftarkan didalam buku register perkara dan
mendapat nomor register perkara.
67. Gugatan yang sudah didaftarkan dan mendapat nomor register
tersebut kemudian dilengkapi dengan formulir-formulir yang
diperlukan dan Gugatan tersebut diserahkan kembali kepada
Panitera dengan buku ekspedisi penyerahan berkas.
Selanjutnya berkas perkara gugatan tersebut oleh Panitera
diteruskan / diserahkan kepada Ketua Pengadilan untuk
dilakukan Penelitian terhadap Gugatan tersebut, yaitu dalam
proses dismissal ataupun apakah ada permohonan penundaan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, beracara
cepat maupun ber-acara Cuma-Cuma.
68. Syarat Gugatan
Terdapat dua syarat yg harus dipenuhi, yaitu syarat formal dan
syarat materiil.
1. Syarat Formal
Pasal 56 (1) UU no 5 tahun 1986 Jo uu no 9 tahun 2004
menentukan bahwa suatu gugatan harus memuat :
a. Identitas Penggugat
1. Nama lengkap Penggugat
2. Kewarganegaraan Penggugat
3. Tempat Tinggal penggugat
4. Pekerjaaan penggugat
69. b. Identitas Tergugat
1) Nama., Jabatan, Misalnya : Kepala Dinas…, Bupati….,
Gubenur…., Menteri…, Camat…, Lurah….dan sebgainya
2) Tempat kedudukan tergugat
c. Tenggang waktu mengajukan gugatan
Gugatan terhadap suatu Keputusan/Penetapan tertulis atau yang
disamakan dengan itu, hanya dapat dilakukan dalam tenggang
waktu 90 hari terhitung sejak keputusan itu:
1) Setelah diterima atau dikeluarkan SK.
2) Setelah 4 bulan dilakukan permintaan dikeluarkan SK.
3) Setelah banding administratif
70. d. Diberi Tanggal; Suatu gugatan biasanya diberi
tanggal, hal ini berkaitan dengan tenggang
waktu untuk mengajukan gugatan.
e. Ditandatangani; Suatu surat gugatan haruslah
ditanda tangani oleh Penggugat atau oleh
kuasanya yang sah untuk itu. Surat gugatan
tidak perlu diberi materai, karena biaya
materai tersebut telah dihitung dalam biaya
perkara (SEMA No. 2 Tahun 1991).
71. 2. Syarat Materiil
a. Objek gugatan (misal Perkara Tata Usaha Negara
No. 01/G/l 994/PTUN-MDN, tanggal 14
November 1994, objek gugatanya adalah Sertifikat
Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) No. 22
tertanggal 7 Januari 1982 atas nama M.KADIRAN)
b. Posita gugatan: Posita atau dasar-dasar gugatan,
benisikan dalil Penggugat untuk mengajukan
gugatan. yang diuraikan secara ringkas dan
sederhana
72. Posita gugatan meliputi:
Fakta Hukum Fakta Hukum berisi fakta-fakta secara kronologis
tentang adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan
Tergugat maupun dengan objek.gugatan.
Kualifikasi Perbuatan Tergugat, Dalam gugatan harus diuraikan
secara ringkas dan tegas serta jelas tentang kualifikasi kesalahan
dari tergugat.
Uraikan Kerugian Penggugat: Seandainya akibat perbuatan
tergugat menerbitkan keputusan yang disengketakan itu telah
menimbulkan kerugian bagi penggugat, maka hal itu dapat
digugat dalam Gugatan Tata Usaha Negara sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1991
73. Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan
hal-hal yang dituntut oleh penggugat untuk
diputuskan oleh hakim.
Petitum (apa yang menjadi tuntutan/ yang diminta)
Ada beberapa alternatif :
1)Pembatalan atau menyatakan tidak sah SK yang
dikeluarkan Tergugat.
2)Ganti rugi
3)Rehabilitasi
4)Bisa mengajukan penangguhan pelaksanaan SK
74. Petitum itu umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut :
Mengabulkan/ menerima gugatan Penggugat seluruhnya
Menyatakan perbuatan Tergugat adalah perbuatan yang sewenang-wenang
atau perbuatan yang bertentangan dengan Undang-
Undang
Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan No…. Tanggal
…… yang dikeluarkan oleh tergugat:
Menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian sebesar
Rp……………. Kepada Penggugat (Jika ada)
Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini untuk semua tingkatan
75. Dalam hal ada gugatan privisi maka hal tersebut harus
diuraikan terlebih dahulu setelah identitas para pihak dan objek
gugatan diuraikan. Gugaatn provisi itu dapat menyangkut
tindakan tertentu yaitu: menunda pelaksanaan keputusan Usaha
Negara yang disengketakan sampai ada putusan Pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. Atau untuk megizinkan penggugat
berperkara secara prodeo atau Cuma-Cuma.atau mungkin juga
untuk meminta suatu perkara diperiksa dengan acara cepat,
Untuk itu harus dikemukakan alasan-alasanya dalam gugatan
provisi tersebut