Analisis terhadap belanja pegawai atas tunjangan jabatan fungsional agar seorang calon pengampu JF dapat proporsional dengan kenaikan pendapatan yang akan dia dapatkan, dan juga linier dengan kualitas yang dihasilkan sebagai pengampu jabatan fungsional
Policy note mitigasi pembengkakan belanja pegawai Melalui Pengawalan Kualitas JF
1. MITIGASI PEMBENGKAKAN BELANJA PEGAWAI MELALUI PENGAWALAN
KUALITAS JABATAN FUNGSIONAL
Tri Wahyuni
Analis Kebijakan Puslatbang KDOD LAN
UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN menyebutkan bahwa Jabatan Fungsional sebagai sekelompok
jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian dan keterampilan tertentu. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa jabatan Fungsional terdiri atas jabatan
fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Fungsional keahlian terdiri atas: a. ahli utama;
b. ahli madya; c. ahli muda; dan d. ahli pertama. Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas: a. penyelia; b. mahir; c. terampil; dan d. pemula. Berdasarkan infografis PNS di
BKN Per Juni 2021, jumlah pengampu jabatan fungsional sudah mencapai hampir lima puluh persen.
Secara keseluruhan, PNS berjumlah 4.081.824 pegawai. Pengampu jabatan Struktural : 434.370 pegawai,
JFT : 2.077.818, Pelaksana : 569.636. JF Guru : 66% (1.381.69), JF Medis : 19% (386.833), JF Teknis :
11% (233.64), Dosen 4% (75.637) (BKN, 2021).
Era saat ini, jabatan fungsional banyak dibicarakan dan menjadi bakal primadona pilihan karir bagi
PNS. Kondisi ini berbeda dengan masa sebelumnya, dimana jabatan fungsional dianggap jabatan kelas
dua dibanding jabatan struktral yang dianggap lebih menjanjikan dan prestis. Berkibarnya jabatan
fungsional saat ini tidak terlepas dari adanya kebijakan presiden terkait penyederhanaan jabatan struktural
menjadi dua level. Selanjutnya, jabatan struktural yang dipangkas diganti dengan jabatan fungsional
berbasis keahlian dan kompetensi (CNN, 2021). Dengan kebijakan tersebut, berbagai akselerasi terkait
peralihan jabatan fungsional diformulasikan.Salah satu formulasi kebijakan untuk memperkuat peralihan
jabatan fungsional,adalah terkait kesejahteraan pejabat fungsional. “Beralih ke jabatan fungsional,
penghasilannya tidak boleh turun,” terang Asisten Deputi Standardisasi Jabatan dan Pengembangan
Karier SDM Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja dalam Rapat Sosialisasi Kebijakan Penataan
Jabatan ASN di Bekasi, Selasa (29/10) (Menpan, 2019).
Namun, di tengah semangat dan eforia untuk mengejar peralihan jabatan fungsional, Instansi induk
pembuat kebijakan bagi aparatur sipil negara (Menpan), memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan
menghentikan sementara pengusulan jabatan fungsional baru bagi PNS. Kebijakan tersebut tertuang di
dalam Surat bernomor B/639/M.SM.02.00/2021 Tentang Moratorium Pengusulan JF baru tertanggal 03
November 2021. Salah satu butir (dari tiga butir yang dibuat) menyebutkan bahwa moratorium tersebut
terhitung sejak 3 November 2021 hingga selesainya perancangan jabatan fungsional termasuk penetapan
standar kompetensinya sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut. Terlepas dari tiga butir alasan
moratorium di surat yang dikeluarkan oleh Menpan, terdapat 1 (hal) hal yang menarik untuk
diperhatikan dari kebijakan moratorium, yakni: menteri Tjahjo sering mengatakan pengalihan PNS ke
jabatan fungsional malah membuat anggaran negara membengkak. Itu menjadi bukti bahwa pengalihan
jabatan struktural ke fungsional tidak membuat take home pay PNS berkurang, justru malah meningkat
(JPNN.Com,2021).
2. Kebijakan mendudukkan seseorang ke dalam jabatan fungsional sebagai bagian dari penyederhanaan
birokrasi, merupakan sebuah kebijakan yang sudah firm. Penting untuk mendapat perhatian selanjutnya
adalah terkait upaya untuk menempatkan seseorang sebagai pengampu jabatan fungsional dari jalur
regular, karena hal ini akan membawa konsekwensi anggaran. Dengan semakin banyaknya pengampu
jabatan fungsional dari jalur reguler, maka secara otomatis akan meningkatkan belanja pegawai dalam
sebuah K/L/Pemda, hal ini mengingat, seseorang yang menduduki jabatan fungsional, maka akan
mendapatkan perubahan (kenaikan grade) terkait tunjangan kinerjanya. Agar belanja pegawai atas
tunjangan jabatan fungsional dapat proporsional kenaikannya, dan juga linier dengan kualitas yang
dihasilkan seorang pegawai pengampu jabatan fungsional, maka beberapa hal dapat menjadi perhatian
sebagaimana yang tersebut di dalam gambar 1.
Gambar 1
Unsur Penguatan Jabatan Fungsional
Berdasarkan unsur dari penguatan jabatan fungsional, dapat kita jelaskan bahwa, kebijakan yang
akan dilakukan dimulai dari penguatan Peta Jabatan. Peta jabatan yang merupakan rangkaian dari Anjab
dan ABK, diupayakan steril dari kepentingan-kepentingan untuk merekayasa dengan menambah jumlah
dari sebuah jabatan yang telah dilakukan penghitungan sebelumnya secara obyektif. Unsur selanjutnya
yang harus diperhatikan adalah memilih orang yang berkualitas yang diseleksi secara ketat. Dengan
demikian, pengampu jabatan fungsional memang orang yang terpilih, dan keahlian fungsionalnya
memang dibutuhkan organisasi. Dengan demikian, bagi organisasi, menjadikan seseorang menjadi
seorang pejabat fungsional bukan sekedar mengejar prestise organisasi. Ada persepsi yang terbangun saat
ini, bahwa semakin banyak jabatan fungsional dalam sebuah organisasi, maka kinerja organisasi tersebut
semakin bagus.
Unsur memperketat uji kompetensi, dilakukan dengan memberikan pembekalan yang cukup baik
kepada calon JF, sedangkan bagi instansi Pembina, media uji kompetensi adalah media filter efektif untuk
menghasilkan JF yang berkualitas. Oleh karenanya, instansi Pembina JF harus mampu mengawal
substansi Ukom. Terakhir, unsur pemberlakuan waktu terkait hasil kerja minimal perlu dikawal ketat.
Unsur Penguatan Jabatan Fungsional
3. Saat ini masih banyak kita jumpai, sesorang yang menduduki jabatan fungsional, tidak perduli akan
Kewajibannya terhadap pemenuhan angka kredit (Hasil Kerja Minimal). Dengan dibiarkannya kelompok
seperti ini, maka akan menambah beban pemerintah terhadap belanja pegawai. Karena seumpama argo,
pendapatan sebagai fungsional terus berjalan, namun output kinerja pribadi dan organisasi tidak berjalan.
Oleh karenanya, perlu ada kebijakan mengenai batas waktu pengajuan angka krediat dalam kurun waktu
tertentu (misalanya minimal sekian dalam satu tahun). Dengan demikian akan ada tekanan dan semangat
untuk bertanggung jawab bagi yang bersangkutan untuk berkinerja secara profesional sebagai seorang
fungsional. Jika yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan kemampuannya, maka yang bersangkutan
dapat dicabut hak kefungsionalannya.
Daftar Pustaka
UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN
https://www.bkn.go.id/statistik-pns
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/empat-upaya-pemerintah-perkuat-jabatan-fungsional
https://www.jpnn.com/news/kabar-tak-sedap-dari-kemenpan-rb-soal-jabatan-fungsional-baru-pns-jangan-
kecewa
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200706134316-20-521376/tjahjo-pemangkasan-eselon-butuh-
anggaran-tambahan-rp53-t