Jurnal ini membahas tentang ruang publik dan tata kota Bekasi. Ruang publik didefinisikan sebagai ruang terbuka yang dapat diakses oleh semua orang untuk berinteraksi dan beraktivitas bersama. Jurnal ini menjelaskan berbagai jenis ruang publik dan pentingnya peranan ruang publik dalam kota. Di Bekasi, ruang terbuka hijau publik baru mencapai 11% dari total wilayah dan pemerintah berupaya meningkatkannya.
2. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
3. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
4. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
5. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
Salam Tata Kota…
Syukurlah, setelah melewati serangkaian diskusi
panjang, akhirnya Jurnal TataKota Bekasi edisi perdana
sampai di tangan Anda. Kami berharap jurnal ini selalu
ditunggu kehadiran Anda: dua bulan sekali.
Jurnal ini lahir dari ide sekelompok masyarakat yang
peduli terhadap masa depan Kota Bekasi. Persoalan
tata kota bukanlah persoalan sederhana. Bukan sebatas
berkaitan aspek materil. Di sana banyak aspek yang
sangat kompleks.
Pemilihan kata “Jurnal” sengaja kami pilih sebagai
identitas intelektualitas. Seluruh materi tulisannya
didasari dengan kajian ilimiah. Namun dikemas
menggunakan bahasa yang enak dibaca agar mudah
dipahami khalayak.
Edisi perdana kali ini mengangkat tema “Revitalisasi
Ruang Publik”. Tema ini kami pandang sangat relevan
dengan kondisi Kota Bekasi. Saat ini ruang publik seolah
kehilangan bentuk dan makna. Padahal keberadaannya
sangat penting bagi sebuah kota.
Jurnal ini menyuguhkan beberapa artikel. Mulai
dari definisi dan fungsi ruang publik, arah kebijakan
pembangunan Kota Bekasi, keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan hingga sumbangan pemikiran
dari tokoh-tokoh intelektual yang konsen di bidang
ruang publik.
Kami berharap kehadiran jurnal ini mampu
merangsang gairah intelektual masyarakat Kota Bekasi.
Sehingga kita bisa sama-sama “iuran gagasan dan
pemikiran” untuk pembangunan Kota Bekasi.
Kami sadar bahwa media ini tidak lepas dari banyak
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu sumbang saran
dan gagasan sangat kami butuhkan dari Anda. Selamat
membaca!
Salam Redaksi
Pemimpin Umum:
Ir. Koswara
Pimpinan Perusahaan:
Warso Sunaryo
Pemimpin Redaksi:
Denny Bratha,
Dewan Redaksi
Respati Wasesa, Ichsanuddin
Sekretaris Redaksi:
Farah
Marketing dan Sirkulasi:
Anggi Kusumah, Anggoro
Design /Layout:
Ipank Farizi
Media Social Officer:
Adhitya Galuh Sasongko
Bagian Umum
Wahyu Aji
Telp: (021) 82436656
Mail: jurnaltatakota@gmail.com
Daftar Isi PengantarRedaksi
Revisi Alamat: Perum Bumi Bekasi Baru Utara Blok V/28 RT 002 RW 09 Kota Bekasi
Rupa Ruang Kota Kita 6
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
Rupa Ruang Kota Kita 10
6. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
Laporan Utama Rupa Ruang Kota Kita
RupaRuang
KotaKita
7. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
8. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
Ruang publik menjadi elemen penting
dalam sebuah kota. Ia ibarat wajah. Ruang
publik yang baik bisa membawa citra kota
yang baik pula. Namun, definisi ruang pub-
lik ternyata begitu luas. Sehingga perlu diu-
rai terlebih dahulu mengenai itu sebelum
kita menjabarkan lebih jauh tentang kondisi
riil di lapangan.
Ada pendapat, ruang publik merupakan
ruang terbuka, sebagaimana taman-taman
di pusat kota. Pendapat yang lebih kritis
lagi: ruang publik adalah ruang demokra-
tis. Di mana ada warga duduk berkumpul
mendiskusikan tema-tema relevan, maka
hadirlah ruang publik.
Stephen Carr, dari Cambridge Uni-
versity, dalam buku Publik Space (1993)
menulis, ruang publik ada beberapa tipe.
Antara lain taman umum (public parks),
meliputi; taman nasional, taman pusat
kota, taman lingkungan dan taman kecil.
Lapangan dan plasa (squares and pla-
zas), meliputi; lapangan pusat kota dan
lapangan pengikat di gedung-gedung per-
kantoran. Ruang peringatan (memorial
space) yang dibangun untuk mengenang
peristiwa penting.
Kemudian pasar (markets) di ruas
jalan, biasanya bersifat temporer. Ja-
lan (streets), meliputi; jalur transportasi
umum, pedestrian dan gang. Tempat ber-
main (playground) di lingkugan peruma-
han dan sekolah. Ruang komunitas (com-
munity open space) meliputi; lahan ko-
song di permukiman yang dimanfaatkan
warga untuk kepentingan bersama.
Ada juga jalan hijau dan jalan taman
(green ways and parkways), biasanya di-
penuhi pepohonan. Atrium/pasar di dalam
ruang (atrium indoor market place) yang di-
fungsikan area jalan di dalam pasar. Ruang
di lingkungan rumah (found/neighborhood
spaces) seperti kapling kosong. Terakhir,
Waterfront, seperti pelabuhan, pantai dan
bantaran sungai.
Filsuf dan sosiolog Jerman, Jurgen
Habermas yang masyhur itu mengatakan,
ruang publik memiliki peran penting dalam
prosesdemokrasi.Wargadapatmenyatakan
opini, kepentingan dan mencurahkan keg-
elisahan-kegelisahan politisnya.
Pengamatperkotaan,MarcoKusumawi-
jaya, dalam makalahnya berjudul Merawat
Khalayak dan Ruang Khalayak mengurai-
kan, kalangan geografer—sebutan ahli geo-
grafi— membedakan ‘ruang publik’ (public
space) dan ‘ranah publik’ (public sphere).
Ranah publik merujuk ‘ruang politik’,
tempat berlangsungnya pembahasan,
perdebatan dan pengambilan keputusan
bersama atas urusan umum. Sedangkan
ruang publik mengacu tempat fisik di mana
setiap warga bebas mengakses. Ruang
publik berbeda dengan ruang privat yang
memungkinkan si empunya menolak keha-
diran orang lain.
Filsuf dan teoretisi politik Iris Marion
Young menyebut ruang publik ini dengan is-
tilah ‘embodied public space’. Meski berbe-
da, ruang publik dan ranah publik bertalian
erat. Perencanaan dan penataan ruang
publik berdampak pada ruang dan kehidu-
pan politik warga.
Young mengatakan, ruang publik,
bagaimana pun, adalah tempat setiap
orang punya akses, ruang terbuka seka-
ligus ruang keterbukaan (space of open-
ness and exposure). Yang dimaksud Young
itu ruang-ruang fisik di mana warga benar
hadir, berjumpa, berinteraksi, bebas be-
raktivitas ataupun sekadar menikmati
‘rasa’ ruang tersebut.
Menurut Marco, di dalam kota, ruang-
ruang publik semacam itu muncul melalui
berbagai bentuk. Ada ruang-ruang publik
yang sifatnya terbuka (outdoor) dan bi-
asanya dicirikan dalam bentuk ruang fisi-
kalnya. Ada pula yang sifatnya tertutup
(indoor). Ruang publik terbuka bisa berupa
alun-alun, jalan raya, trotoar, lapangan
olahraga, dan seterusnya. Museum adalah
salah satu contoh ruang publik tertutup.
Dari segi fungsi, kita melihat ada ru-
ang publik untuk berlangsungnya kegiatan
sehari-hari, misalnya transportasi umum
dan jalan raya. Ada ruang publik untuk
kegiatan rekreatif, misalnya taman kota.
Ada ruang publik untuk kegiatan berkese-
nian, misalnya taman budaya. Di sisi lain,
kita juga bisa membedakan ruang publik
yang sifatnya legal-formal seperti Gedung
DPR dan ruang publik yang sifatnya infor-
mal seperti alun-alun.
Ciri kuat pada ruang publik adalah ruang
itu memungkinkan berlangsungnya aksi ko-
munikatif antarwarga dengan berbagai ra-
gam kepentingan, identitas, nilai, dan cara
berpikir mereka.
Meskipun secara aktual aksi komuni-
katif itu tidak atawa belum berlangsung,
bila ruang tersebut memungkinkan, teru-
tama memang dirancang untuk memung-
kinkan berlangsungnya aksi komunikatif
antarwarga guna mematangkan kehidu-
Laporan Utama Rupa Ruang Kota Kita
pan bersama, maka ruang tersebut bisa
kita sebut ruang publik.
Ketika datang ke alun-alun kota, Anda
mungkin tidak kenal dengan orang yang
juga datang ke tempat tersebut. Tapi, alun-
alun sangat memungkinkan Anda dan oran-
glain bisa saling berinteraksi. Tiba-tiba, mis-
alnya, Anda didatangi seorang pengemis. Si
pengemis mengeluh belum makan dan me-
minta uang. Anda kemudian memberikan
sedikit uang. Anda berarti telah berinteraksi
dengan seorang pengemis.
Sebagai ruang publik, alun-alun tidak
pernah memuat larangan terhadap siapa
pun, termasuk pengemis. Semua orang
boleh datang ke tempat tersebut. Mal ti-
dak bisa dikatakan sebagai ruang publik
secara utuh karena tidak semua orang
bisa masuk. Artinya, mal tidak dirancang
untuk dijadikan sekadar tempat rekreasi
tanpa komersialisasi.
Di ruang publik, warga boleh melakukan
kegiatan apa pun, karena ruang publik hadir
sebagai wadah ekspresi. Dari mulai upacara
bendera, ritual keagamaan, olahraga, kon-
ser musik, demonstrasi, hingga kampanye.
Ruang publik juga menjadi area hijau dan
belakangan ini dimanfaatkan pula untuk
evakuasi bencana.
Ruang publik yang menarik akan se-
l Plasa Alun-alun Kota Bekasi
9. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
lalu dikunjungi warga. Para ahli tata ruang
berpendapat, esensi ruang publik ada tiga
macam. Pertama, ia memberikan arti bagi
warga (meaningful), kemudian tanggap
dan mengakomodir semua kepentingan
(responsiv) dan menerima kehadiran siapa
saja (demokratic).
Di Indonesia, pembangunan ruang-ru-
ang publik belum mengakomodir mereka
yang memiliki kemampuan khusus atau
difabel. Bagi mereka, ini menyusahkan.
Seorang difabel netra akan kesulitan ke-
tika berjalan di pedestrian yang buruk,
apalagi berlubang. Tentu juga sangat
membahayakan. Padahal Peraturan Men-
teri Pekerjaan Umum mewajibkan setiap
fasilitas publik aksesibel.
Di kota-kota besar, penataan pedes-
trian memang menjadi masalah serius.
Kalau tidak untuk berdagang, pedestrian
dijadikan tempat parkir liar mengingat
minimnya lahan untuk parkir kendaraan.
Di sinilah dibutuhkan peran pemerintah
untuk mengelola fasilitas publik agar ber-
fungsi sebagaimana mestinya. Perlu tero-
bosan kreatif, seperti memusatkan peda-
gang kaki lima dan tempat parkir.
Ruang Hijau untuk Publik
Undang-undang nomor 26 tahun 2007
tentang penataan ruang mendefinisikan ru-
ang publik lebih dekat dengan ruang terbu-
ka hijau (RTH). Dalam pasal 29, RTH dibagi
menjadi dua: RTH Privat dan RTH Publik.
Masing-masing wilayah kota diwajibkan
menyediakan 30 persen dari total lahannya
untuk RTH. Proporsinya disesuaikan den-
gan sebaran penduduk.
Tetapi perlu diperhatikan pula bahwa
RTH tidak otomatis dapat dikategorikan
sebagai ruang publik. Ruang publik yang
baik harus dapat berfungsi dan dimanfaat-
kan warga untuk berkumpul, berinteraksi,
dan beraktivitas dengan aman dan nyaman.
Tanpa adanya aktivitas dan interaksi sosial
manusia di dalamnya, maka suatu ruang
publik telah gagal mengemban misinya. Lain
halnya dengan RTH, tidak ada pun aktivitas
manusia dan interaksi sosial di dalamnya,
tak jadi soal.
Meski demikian, RTH Publik sangat
memungkinkan terbentuk menjadi ruang
publik. Satu faktor yang perlu diperhatikan
adalah melibatkan peran serta masyarakat
di dalam penyediaan ruang publik. Meski
tidak menjanjikan nilai komersial, pemerin-
tah dapat menawarkan kerja sama kepada
pihak swasta (public private partnership).
Dalam hal ini, misalnya, swasta dapat di-
berikan insentif menyediakan iklan di ru-
ang publik. Namun, timbal baliknya, swasta
ikut membantu membangun fasilitas yang
harus disediakan dalam ruang publik.
Di Kota Bekasi, RTH Privat maupun Pub-
lik baru mencapai sekitar 11 persen dari to-
tal luas wilayah. Pemerintah menargetkan
6.700 hektare RTH atau 30 persen dari luas
wilayahsampaitahun2032mendatang.Pro-
porsinya, 10 persen merupakan RTH Publik,
20 persen RTH Privat. Dalam Rencana Tata
Ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) Kota
Bekasi 20 tahun ke depan disebutkan, RTH
yang dikembangkan tidak hanya berupa ta-
man kota. Beberapa komponen RTH lainnya
juga direncanakan.
Keseluruhan komponen tersebut an-
tara lain; sempadan sungai, jalur hijau sem-
padan jalan, hutan kota, taman pusat Ba-
gian Wilayah Kota (BWK), taman lingkungan
(kecamatan, kelurahan atau perumahan),
taman rekreasi, tempat pemakaman umum
(TPU), lapangan olahraga atau lapangan
terbuka, pulau jalan, sempadan instalasi
berbahaya, sempadan kereta api.
Rencana tersebut disusun berdasarkan
analisis kondisi eksisting (yang sudah ada)
dan potensi lahan RTH di Kota Bekasi. RTH
sangat penting dikembangkan karena ber-
fungsi sebagai penyeimbang ekologi ling-
kungan dan pembangunan kota yang se-
dang berjalan. 11 komponen RTH tersebut
memiliki peran dan fungsi masing-masing.
Penghijauan di sempadan atau ban-
taran sungai, misalnya, bisa mengurangi
potensi banjir. Kota Bekasi merupakan
daerah yang memiliki banyak sungai. Jika
penghijauan ini dilakukan, luasan RTH
bisa meningkat. Bahkan sangat memung-
kinkan RTH di sempadan sungai ini dijadi-
kan sarana rekreatif warga.
Pemenuhan target RTH 30 persen me-
mang tidak bisa dilakukan sendirian oleh
pemerintah. Semua pihak mesti terlibat.
Maka, pengembangan RTH Privat juga men-
jadi perhatian serius. Lokasinya antara lain
bisa berupa pekarangan perumahan, pe-
karangan fasilitas pendidikan, halaman per-
kantoran. Masing-masing bangunan mesti
menyediakan 10 persen untuk ruang ter-
buka hijau dari luas lahan terbangun.
Perencanaan ruang publik seringkali
gagap dalam perawatan dan pengelolaan-
nya. Banyak ruang-ruang kota tak berfung-
si, baik yang kecil atau besar, yang belum
disentuh untuk pengembangan ruang pub-
lik. Persepsi warga terhadap pentingnya
ruang publik dalam pembangunan kota se-
mestinya perlu ditingkatkan.
Barangkali Surabaya adalah kota yang
patut dicontoh. Di sana, pemerintah berani
”merebut” kembali lahan-lahan 14 stasiun
pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU)
yang berdiri di atas ruang terbuka hijau
(RTH). Lahan tersebut kemudian disulap
menjadi ruang publik.
Dalam wawancara khusus dengan ju-
rnal ini, Walikota Bekasi Rahmat Effendi
menjelaskan wilayah terbangun di Kota
Bekasi tahun 2010 saja sudah lebih dari
60 persen. Sementara areal yang belum
terbangun umumnya sudah dikuasai
pengembang. Sehingga besar kemungki-
nan lahan tersebut akan berubah menjadi
lahan terbangun.
Sulitnya memenuhi target RTH memang
menjadi kendala utama kota-kota di Pulau
Jawa mengingat penduduknya yang padat.
Untuk melibatkan pihak swasta, beberapa
upaya telah dilakukan Pemerintah Kota
Bekasi. Salah satunya dengan diterbitkan-
nya Perda tentang Fasilitas Sosial-Fasilitas
Umum (Fasos-Fasum). Perda tersebut me-
wajibkan pengembang—perumahan, mal
maupun industri—menyediakan RTH.
Yang termasuk Fasos ialah fasilitas olah-
10. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201410
Landmark Summarecon Bekasi / Foto: Miftah
raga, pendidikan, ibadah, kantor pemerin-
tahan. Sedangkan Fasum antara lain berupa
jaringan jalan, saluran drainase serta taman
lingkungan. Umumnya, pengembang me-
nyiapkan kavling-kavling kosong. Peman-
faatannya ditentukan kepentingan dan ke-
sepakatan warga sekitar setelah disetujui
pemerintah.
“Tetapi kalau yang di dalam perenca-
naannya taman, itu tidak bisa diubah jadi
bangunan. Harus tetap taman. Kita baru
punya RTH Publik 3 persen. Padahal RTH
Publik ini sangat penting keberadaannya se-
bagai sarana sosialisasi warga dan penjaga
ekologi lingkungan,” kata Rahmat.
Menjadi pertanyaan besar ketika mal
dibangun begitu gencar, sementara ta-
man kota jumlahnya masih tetap. Dalam
setahun ini saja, 7 mal berdiri. Ini be-
lum termasuk perumahan dan industri.
Menurut Rahmat hal tersebut sangat
dilematis. Di satu sisi pemerintah beru-
saha menyediakan lapangan kerja seban-
yak-banyaknya. Di sisi lain RTH juga tidak
kalah penting untuk ditingkatkan.
“Yang bisa dilakukan ialah menguatkan
dan menerapkan regulasi tentang Tata Ru-
ang sebaik-baiknya. Sehingga pembangu-
nan infrastruktur kota dan pertumbuhan
RTH seimbang,” katanya.
Mengembangkan Ruang Publik yang Estetik
Ditilik dari segi estetika ruang publik
sangat memengaruhi citra kota. Barangkali
kita perlu membayangkan kota impian. Es-
tetika tidak terhenti di rumah-rumah saja.
Warga juga bisa merasakan keindahan ke-
tika memasuki gerbang kota melintasi per-
simpangan, berjalan di pedestrian, atau
duduk di taman kota. Demikian dikatakan
Kepala Pusat Kajian Otonomi dan Pemban-
gunan Daerah (Puskopda) Universitas Islam
‘45’ Bekasi Haris Budiyono.
Haris kemudian menjabarkan gagasan
Laporan Utama Rupa Ruang Kota Kita
Ruang publik yang
menarik akan selalu
dikunjungi warga. Para ahli
tata ruang berpendapat,
esensi ruang publik ada
tiga macam. Pertama,
ia memberikan arti bagi
warga (meaningful),
kemudian tanggap dan
mengakomodir semua
kepentingan (responsiv)
dan menerima kehadiran
siapa saja (demokratic).
11. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 11
Masjid Agung Al-Barkah / Foto: Respati
peneliti dari Amerika Serikat, Kevin Lynch,
yang menjadikan Imagine of The City seb-
agai judul bukunya. Lynch percaya, setiap
setiap orang selalu memiliki kesan terhadap
lingkungannya. Ada lima elemen dasar yang
menurut Lynch bisa menguatkan citra kota.
Antara lain Path, Node, Landmark District
dan Edge. Kelima elemen tersebut menurut
Haris adalah juga ruang publik.
Haris cenderung memandang ruang
publik sebagai tempat yang diharapkan
publik sehingga publik bangga terhadap
daerahnya. Maka menurutnya apa yang
disampaikan Lynch sangat relevan dengan
pembangunan Kota Bekasi.
Path yang berarti saluran gerak manu-
sia bisa berupa pedestrian dan jalan umum
yang padat dengan aktivitas. Path bisa di-
tonjolkan di titik tertentu. Terutama di ja-
lan utama yang aksesnya ke mana-mana
tidak susah. Di Kota Bekasi path memung-
kinkan dibangun di Jalan Ahmad Yani untuk
menguatkan citra kota. Jalan ini strategis:
menghubungkan gerbang tol, pusat bisnis
dan pusat pemerintahan. Pemerintah Kota
Bekasi mewacanakan Jalan Ahmad Yani se-
bagai percontohan penataan jalan terbaik.
Letak reklame ditata ulang, jembatan pe-
nyeberangan dan pedestrian diperlebar.
Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi
Koswara punya gagasan menarik tentang
pedestrian. Ia merencanakan sisi kanan dan
kiri Jalan Ahmad Yani diperlebar untuk jalur
pejalan kaki. Pagar perkantoran di sepan-
jang jalan tersebut dibongkar. Beberapa ti-
tik parkir dibangun. Dengan demikian area
yang biasanya untuk parkir kendaraan ditata
kembali untuk pejalan kaki. Di pedestrian ini
bisa dipercantik dengan pohon dan bangku
taman untuk menambah kesan asri.
Node atau persimpangan di banyak
daerah di Indonesia seringkali ditandangi
dengan tugu atau monomen. Di Yogya-
karta sebuah tugu di persimpangan Jalan
Jenderal Sudirman dan Jalan Pangeran
Mangkubumi memunculkan citra san-
gat kuat. Ketika orang datang Yogyakarta
rasanya tak lengkap jika belum ‘narsis’ di
tugu tersebut. Di Kota Bekasi persimpan-
gan ini justru diduduki area komersial.
Sebut saja pusat perbelanjaan Bekasi Junc-
tion, Bekasi Cyber Park, Mega Bekasi Hyper-
mall dan Metropolitan Mal. Wajar saja jika
kesan yang muncul ialah Bekasi merupakan
kota jasa atau bisnis.
Bagaimana dengan Landmark? Kota
Bekasi belum memiliki ikon yang ‘kuat’
berupa monumen atau penanda kota.
Landmark justru ditemui di beberapa pe-
rumahan. Summarecon, misalnya, memiliki
landmark segitiga terbalik. Dengan adanya
landmark tersebut warga kemudian ber-
duyun-duyun datang. Belakangan Pemer-
intah Kota Bekasi mengadakan lomba mem-
buat desain landmark. Desain tersebut ren-
cananya diaplikasikan di pintu gerbang Tol
Bekasi Barat di Jalan Ahmad Yani.
Khusus Landmark Kota Bekasi dirund-
ung beberapa peristiwa mengejutkan. Pada
tahun 2002 sebuah patung berbentuk ikan
lele di dekat Stasiun Bekasi dirobohkan
massa. Delapan tahun kemudian, 2010, di
Perumahan Harapan Indah, Patung Tiga
Mojang karya Nyoman Nuarta seharga
Rp2,5 miliar juga dibongkar massa. Mereka
menganggap kedua patung tersebut tidak
mencerminkan kebekasian.
Kemudian, District, ialah daerah atau
situs yang memiliki karakter unik dan kre-
atif. Jakarta punya Setu Babakan sebagai
pusat perkampungan budaya Betawi.
Kota Bekasi belum punya. Haris mengu-
sulkan Distric di Kota Bekasi tidak mesti
sebuah situs. Bisa juga dibangun sentra
bisnis kuliner atau kerajinan tangan. Kota
Bekasi bahkan memungkinkan munculnya
budaya kontemporer. Karakteristik Bekasi
sebagai kota urban sangat memungkinkan
terjadinya pembauran budaya.
Ada pun Edge, atau titik pandang men-
arik dari luar, di Kota Bekasi belum banyak
terlihat. Untuk itu perlu dibangun sebuah
titik pandang yang menarik. Jakarta pu-
nya Monas, Bandung punya Gedung Sate,
Semarang punya Gedung Lawang Sewu.
“Edge Kota Bekasi, diakui atau tidak, jus-
tru ada di Bekasi Square. Dari Jalan Tol,
orang tahu Bekasi melalui bangunan Bekasi
Square,” kata Haris.
Menurut Haris ruang publik sangat
bisa direkayasa. Di antara beberapa uku-
ran kualitas tentang ruang publik, citra dan
identitas paling menentukan. Antara kota
satu dan lainnya tentu akan memunculkan
karakteristik berbeda. Untuk itu unsur bu-
daya juga tidak bisa dilepaskan dari peren-
canaan kota.
“Kota Bekasi lahir dalam kondisi yang
given. Artinya, infrastruktur sudah ada.
Sebut saja jalan tol dan irigasi Kalimalang.
Inilah yang membuat Bekasi seolah-olah ke-
hilangan identitas. Kita perlu back to plan-
ing, merekayasa kota ini!” kata Haris. ***
Rujukan:
Darmawan, Edy. (2007). Peranan Ru-
ang Publik dalam Perancangan Kota (Ur-
ban Design). Semarang: Ilmu Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Kusumawijaya, Marco. (2011).
Merawat Khalayak dan Ruang Khalayak.
Jakarta: Yayasan Tifa.
12. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201412
Kaki lima di GOR Bekasi / Foto: Brat
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
Dengan luas sekitar 210, 49 km2 yang ter-
diri dari 12 kecamatan dan 56 kelurahan pem-
bangunan di Kota Bekasi berlangsung pesat.
Saat ini saja jumlah lahan terbangun sudah
mencapai 52,09 persen. Kebanyakan berupa
perumahan. Sedangkan yang belum terban-
gun 48,91 persen. 11,4 persen di antaranya
merupakan ruang terbuka hijau (RTH). Se-
mentara sisanya sudah dikuasai pengembang
perumahan.
Padahal idealnya komposisi RTH di se-
buah daerah adalah 30 persen sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. 30
persen tersebut dialokasikan untuk RTH Pub-
lik yang dimiliki dan dikelola pemerintah kota
untuk kepentingan masyarakat umum RTH
Privat pada lahan-lahan yang dimiliki swasta
atau masyarakat. Secara spesifik Pemerintah
Kota Bekasi tidak memisahkan RTH dan Ruang
Publik. Sehingga pembahasan mengenai ru-
ang publik masih termasuk di dalam pemba-
hasan ruang terbuka hijau.
Meski demikian baik RTH maupun ruang
publik dapat dibedakan berdasarkan jenis ke-
giatan, bentuk dan sifatnya. Ditinjau kegiatan-
nya ada ruang terbuka aktif dan ruang terbuka
Revitalisasi
Ruang Publik
Kota Bekasi
Ruang publik menjadi
wacana besar dalam konsep
pembangunan perkotaan.
Pembangunan di Kota
Bekasi sudah seharusnya
diimbangi terobosan baru
untuk mewujudkan lingkungan
hidup perkotaan yang lebih
berkualitas, layak huni dan
manusiawi.
13. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 13
pasif. Ruang terbuka aktif adalah ruang ter-
buka yang mengandung unsur-unsur kegiatan
di dalamnya. Antara lain bermain, olahraga,
upacara dan berjalan-jalan. Ruang ini dapat
berupa plasa, lapangan dan tempat rekreasi.
Sedangkan ruang terbuka pasif adalah ruang
terbuka yang di dalamnya tidak mengandung
kegiatan manusia. Misalnya ruang yang di-
fungsikan sebagai jarak rel kereta api.
Selanjutnya ruang terbuka yang ditinjau
dari bentuknya. Secara garis besar dibagi men-
jadi dua jenis yaitu berbentuk memanjang dan
berbentuk mencuat. Ruang terbuka
berbentuk memanjang mempunyai ba-
tas-batas pada sisi-sisinya. Misalnya jalan dan
sungai—ini biasanya disebut sempadan. Ruang
terbuka berbentuk mencuat mempunyai ba-
tas-batas di sekelilingnya misalnya lapangan,
alun-alun atau bundaran. Sementara ditinjau
sifatnya ada ruang terbuka lingkungan dan
ruang terbuka bangunan. Ruang terbuka ling-
kungan terdapat pada suatu lingkungan dan si-
fatnya umum. Ada pun tata letak penyusunan
ruang-ruang terbuka dan ruang-ruang tertu-
tupnya akan mempengaruhi keserasian ling-
kungan. Sedangkan ruang terbuka bangunan
dibatasi dinding bangunan dan lantai halaman
bangunan. Ruang terbuka ini bersifat umum
atau pribadi sesuai fungsi bangunannya.
Secara umum ruang publik kota dapat
dipahami sebagai bagian dari ruang kota
yang dapat dimanfaatkan warganya secara
tidak terkecuali (inclusive) untuk menyalur-
kan hasrat dasar sebagai mahluk sosial yang
membutuhkan interaksi. Terlebih bagi ma-
syarakat perkotaan yang kebutuhan ruang
publiknya terasa lebih mendesak dibanding
wilayah perdesaan. Terutama karena di kota
ruang untuk beraktivitas masyarakat semakin
menyempit akibat pertumbuhan permukiman
dan berbagai peruntukan lainnya. Walaupun
secara umum ruang publik bisa diakses semua
manusia namun norma untuk tidak merugikan
kepentingan umum di dalamnya tetap dijaga.
Salah satu fungsi utama ruang publik ialah
sebagai wahana interaksi antarkomunitas untuk
berbagaitujuanbaikindividumaupunkelompok.
Dalam hal ini ruang publik merupakan bagian
dari sistem sosial masyarakat yang keberadaan-
nya tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial.
Di samping itu ruang publik berfungsi mem-
berikan nilai tambah bagi lingkungan. Misalnya
dalam segi estetika kota, pengendalian pence-
maran udara, pengendalian iklim mikro serta
memberikan “image” kota.
Penataan ruang publik kota sangat berpen-
garuh pada karakteristik warga kotanya. Hal ini
sesuai ungkapan bijak Winston Churchill “We
shape our public spaces, and; Thereafter, our
public spaces shape us”. Bila diterjemahkan ke
Bahasa Indonesia ungkapan itu bermakna “Jika
kita memulai membentuk atau menata ruang
publik dengan baik maka ruang yang ditata itu
akan membentuk sikap dan perilaku kita dalam
berkehidupan”.
Aspek Ruang Publik
Beranjak dari pemahaman tentang ruang
publik dan fungsinya setidaknya ada beberapa
aspek yang sepantasnya dapat dipenuhi ruang
publik. Pertama adalah aspek aksesibel tan-
pa terkecuali (accessible for all). Dimaksud-
kan bahwa ruang publik dapat dimanfaatkan
seluruh warga kota yang membutuhkan.
Namun pada kenyatannya fenomena yang
ada di Kota Bekasi justru banyak ruang publik
yang dikuasai sekelompok masyarakat. Sep-
erti pemanfaatan pedestrian oleh pedagang
kaki lima atau pemanfaatan bahu jalan untuk
parkir liar. Ini sangat menghalangi warga kota
untuk memanfaatkan ruang publik tersebut.
Kevin Lynch dalam bukunya The Image of The
City (1960) menyebutkan jalan, garis sepan-
dan sungai dan pedistrian merupakan elemen
ruang publik.
Kondisi semacam ini mudah dijumpai di
Kota Bekasi. Di Jalan Ahmad Yani di depan
kantor Samsat deretan kendaraan setiap hari
memenuhi lajur lambat. Begitu juga di depan
Rumah Sakit Mitra Keluarga. Operasi yang
kerap digelar Dinas Perhubungan tidak mem-
buat efek jera bagi pengguna kendaraan. Hal
sama terjadi di Jalan Juanda tepatnya di Pasar
Proyek, Terminal Bekasi, sepanjang wilayah
Ampera hingga pertigaan Bulak Kapal.
Pedestrian yang seharusnya bisa diman-
faatkan pejalan kaki juga dirampas lapak-
lapak pedagang kaki lima. Pedestrian Jalan
Juanda di perempatan Bulan-bulan setiap hari
penuh sesak dengan berbagai macam lapak
pegadang yang menjajakan aneka barang.
Selain itu bahu jalan juga digunakan parkir
kendaraan. Pemerintah Kota Bekasi terkesan
membiarkan keberadaan para pedagang yang
telah merampas hak pejalan kaki itu. Kemu-
dian di Jalan Baru Kranji pedagang juga den-
gan leluasa menggelar lapaknya di bahu jalan
sehingga pada jam-jam sibuk menimbulkan
kemacetan.
Keberadaan pedestrian di jalan-jalan uta-
ma di Kota Bekasi tidak ditata dengan baik dan
tidak terawat. Banyak lubang dibiarkan men-
ganga. Bahkan di tengah-tengah pedestrian
juga dimanfaatkan sebagai tempat menan-
capkan tiang listrik, reklame, pot bunga, se-
hingga menghilangkan fungsinya sebagai ru-
ang publik.
Pemanfaatkan jalur hijau di sempadan sun-
gai pun marak terjadi. Seperti di jalan utama
Perumahan Bumi Bekasi Baru Kecamatan Rawa-
lumbu. Sepanjang jalan di tepian sungai berder-
et lapak-lapak semi permanen.
Aspek kedua ruang publik adalah univer-
salitas. Dimaksudkan penyediaan ruang pub-
lik semestinya dapat mengakomodir berbagai
kelas, status dan kebutuhan masyarakat baik
kelas atas sampai bawah, normal sampai difa-
bel, anak-anak sampai dewasa dan pria atau
wanita.
Namun fenomena yang muncul justru
menjamurnya pembangunan “pola kontainer”
(container development) yaitu bangunan yang
mampu menampung berbagai aktivitas sos-
ial ekonomi secara sekaligus. Misalnya mal. Ini
cenderung hanya dapat dinikmati sekelompok
masyarakat menengah ke atas saja. Mal juga
tidak akan peduli dengan kaum difabel. Pada-
hal semestinya bentuk container ini tidak selalu
berarti negatif sepanjang bisa menjawab secara
positif ruang di mana ia berada.
Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Pe-
nyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Siswadi
mengatakan Pemkot Bekasi sampai saat ini
belum mengakomodir kebutuhan kaum difa-
bel di ruang publik. Pedestrian di jalan-jalan
utama Kota Bekasi tidak bisa diakses untuk
kaum difabel. Termasuk taman kota, sarana
transportasi dan fasilitas layanan umum. Pa-
dahal penyediaan akses untuk kaum difabel di
ruang publik diatur dalam Peraturan Pemerin-
tah Nomor 43 Tahun 1998.
Aspek ketiga adalah keberlanjutan fungsi
(functionability). Dimaksudkan ruang publik
Tiang listrik di tengah trotoar jalan A. Yani yang rusak / Foto: Respati
14. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201414
dapat dijamin dan dirawat secara berkelan-
jutan sehingga terus berfungsi sebagaimana
yang diharapkan. Tidak hanya secara fisik
namun yang jauh lebih penting adalah aspek
fungsinya itu sendiri. Di Kota Bekasi bebera-
pa pengembang perumahan besar menutup
akses tamannya untuk publik dengan alasan
keamanan (safety reason) maupun kenya-
manan. Misalnya karena dikotori pengunjung.
Padahal sebelumnya taman tersebut dibuka
untuk umum.
Aspek keempat adalah kesesuaian fungsi.
Dimaksudkanruangpublikdijamindapatdiman-
faatkan sesuai dengan fungsinya. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa wujud ruang pub-
lik dapat berbentuk ruang terbuka hijau/taman,
fasilitas umum/sosial, pedestrian, dan lain seb-
againya. Namun demikian dapat kita lihat secara
kasat mata terutama setelah krisis ekonomi ban-
yak ruang publik tersebut telah beralih fungsi.
Sebagai contoh pedestrian dimanfaatkan untuk
pedagang kaki lima, badan jalan dimanfaatkan
untuk tempat parkir, dan lain sebagainya.
Praktik privatisasi ruang publik ini hampir
dilakukan semua pengelola gedung perkan-
toran, areal bisnis dan mal yang ada di Kota
Bekasi. Ruang publik disulap menjadi lahan
parkir komersial. Selain itu banyak ruang
publik milik pemerintah yang sudah tidak lagi
sesuai dengan fungsinya. Seperti kompleks
GOR Bekasi yang seharusnya bisa dimanfaat-
kan warga untuk berolahraga secara penuh
setiap Minggu tapi sebagian malah dikuasai
pedagang kaki lima. Kondisi serupa terjadi di
Lapangan Pondok Gede di mana kondisinya
tidak terawat karena hampir separuh luas la-
pangan dikuasai pedagang.
Revitalisasi
Keinginan menciptakan ruang publik yang
memenuhi berbagai aspek di atas ternyata bu-
kan perkara mudah. Apalagi Kota Bekasi tidak
dirancang menjadi Kota Taman (Garden City)
yang mengedepankan ruang publik atau ruang
terbuka sebagai elemen utamanya. Saat ini ru-
ang publik di Kota Bekasi semakin jauh dari gam-
baran sebagai tempat berinteraksi yang nya-
man, memadai dan aman. Kalau tidak kotor dan
semrawut oleh pedagang kaki-lima ruang publik
di Kota Bekasi rawan tindak kriminal. Fasilitas
publik yang disediakan pun seringkali rusak aki-
bat vandalisasi.
Untuk itu kita perlu Merevitaliasi Ruang
Publik di Kota Bekasi agar kembali kepada fung-
sinya. Keterlibatan masyarakat sangat penting
terutama dalam pemeliharaannya. Masyarakat
tidak hanya memiliki hak mendapatkan fasilitas
ruang publik namun juga sekaligus memiliki ke-
wajiban memeliharanya.
Dengan keterlibatan masyarakat maka jami-
nan keberlanjutan fungsi ruang publik tersebut
semakin besar. Dalam konteks ini masyarakat
harus dipandang sebagai elemen vital: sebagai
elemen paling memahami hal-hal yang menjadi
kebutuhannya sehingga ruang publik tercipta
sesuai dengan kebutuhan. Pada gilirannya ini
mendorong tumbuhnya rasa memiliki.
Kedua, kemitraan dengan dunia usaha.
Walapun pemerintah memiliki tanggung jawab
menjamin tersedianya ruang publik namun
penyediaanya dapat diserahkan kepada dunia
usaha.Pemerintahdapatbertindaksebagai“fasil-
itator dan regulator” melalui berbagai perangkat
pengaturannya dan sekaligus sebagai pengawas
yang menjamin penyediaan fasilitas ruang publik
sesuai dengan kebutuhan warga kota.
Prinsip lain yang perlu diperhatikan untuk
menjamin tersedianya fasilitas ruang publik
ini adalah dengan menerapkan penegakan
hukum (law enforcement). Hukum mesti
ditegakkan tanpa pandang bulu agar peman-
faatan fasilitas umum untuk kepentingan prib-
adi tidak menjadi hal biasa.
Selanjutnya adalah pengendalian. Instru-
men yang dapat digunakan sebagai landasan
penegakan hukum yaitu peraturan mintakat
(zoning regulations) yang juga ditetapkan
melalui Perda. Instrumen ini memungkinkan
peran kuat para ahli perencanaan kota, arsi-
tektur-lanskap, lingkungan, dan sosial-buda-
ya, untuk bersama-sama duduk dalam Komisi
Perencanaan Kota (Planning Commission).
Mereka bertugas memantau penyelenggara-
an pengaturan zoning. Khususnya zoning yang
ditetapkan sebagai ruang-ruang publik.
Kemudian yang juga penting adalah keber-
pihakan penyediaan anggaranmelalui APBD. Ini
untuk menjamin adanya pemihakan yang tegas
terhadap kelompok masyarakat menengah ke
bawah agar dapat memiliki akses dan alternatif
(choice) yang sama dengan kelompok lainnya.
Misalkan saja anggaran tersebut digunakan un-
tuk membangun taman-taman kota.
Terakhir adalah penataan kelembagaan.
Selama ini ruang terbuka hijau di Kota Bekasi
pengelolaanya masih tumpang tindih. Taman
Alun-alun Bekasi dikelola Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Hutan Kota Bina Bangsa
dikelola Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan
dan Pariwisata. Taman di pinggir jalan dikelola
Dinas Pertamanan Pemakaman Penerangan
Jalan Umum. Dalam satu ruang publik saja
seperti pedestrian ada banyak kepentingan.
Di sana ada pot-pot, tiang listrik, drainase dan
reklame. Penataan kelembagaan ini perlu di-
lakukan agar tidak ada konflik kepentingan se-
hingga fungsi utamanya tetap terjaga.
Pada akhirnya ruang publik yang baik tidak
hanya bergantung pada pemerintah semata.
Tapi juga sangat ditentukan adanya dukungan
dan kerjasama semua pihak.***
Rujukan
Makalah Seminar Menejemen Ruang Publik
Jakarta, Soenarno, 2012
Konsep Penataan dan Pengelolaan Ruang
Publik Pada Wilayah Perkotaan, Drs Oman Suk-
mana, 2007
Naskah Akademik Perda RTRW Kota Bekasi
2011-2031
Kajian Potensi dan Ruang Pengembangan In-
dustri Kreatif di Kota Bekasi, Haris Budiyono, 2012
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
Garis sempadan sungai dijadikan parkiran di depan Mall Metropolitan / Foto: Mbot
15. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 15
Taman menjadi pilihan karena kota besar tak mungkin lagi membuka hu-
tan sungguhan. Lahan sudah sangat terbatas. Bahkan boleh dibilang la-
han untuk hunian saja jadi bahan rebutan. Imbasnya harga lahan semakin
mahal. Rumah murah pun mustahil didapat. Namun beruntunglah Undang Un-
dang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mewajibkan pemerintah daerah
menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari luas keseluruhannya.
Ini artinya peluang untuk menghijaukan kota masih ada.
Di Indonesia kota yang punya terobosan kreatif dalam membangun ta-
man ialah Surabaya. Di sana pemerintah berani ”merebut” kembali lahan-
lahan 14 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) yang berdiri
di atas ruang terbuka hijau (RTH). Lahan tersebut kemudian disulap men-
jadi taman dan bisa diakses publik. Banyak pihak akhirnya mengacungkan
jempol kepada kota yang juga terkenal baik dalam menyediakan jalur bagi
pejalan kaki itu.
Tamanmerupakanelemenkotayangbanyakfungsinya.Selainuntukkeindahan
taman juga berfungsi sebagai tempat bermain, berolahraga, mendapatkan udara
segar, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembut arsitektur kota. Bagi warga
kota taman merupakan pemeliharaan hubungan emosional dengan alam lingkun-
gan dan arena bersosialisasi dengan warga lain dengan suasana santai. Singkatnya
taman bisa menjadi ruang publik.
Mengingat pentingnya taman bagi kota ES Savas dalam bukunya Privati-
Ketika kota berubah wajah
dengan gedung-gedung
menjulang tinggi, warga tetap
akan rindu dengan keramahan
alam. Seruan “hijau”
menggema di mana-mana.
Terutama di kota besar yang
sesak polusi. Maka wajarlah
jika kota yang dipuji-puji saat
ini adalah kota yang gencar
melakukan penghijauan. Salah
satunya dengan membangun
taman kota.
Taman Perumahan Kemang Pratama. Sekarang dipagar / Foto: Firman
Taman, Nafas Kotaku
16. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201416
zation and Publik Private Partnership, (New
York-London, 2000), menempatkannya se-
bagai publik goods yakni natural resources
atau man made features yang dapat dinikmati
orang secara gratis. Pemerintah di negara-
negara maju umumnya sangat serius mem-
perhatikan aspek pertamanan.
Di New York, misalnya, salah satu program
pokok pemerintah kota adalah memelihara dan
mengembangkan taman untuk kepentingan
publik. Fokusnya ialah meningkatkan kualitas
kondisi area bermain, menambah dan memper-
baiki pepohonan di ruang terbuka hijau, menye-
diakan tempat rekreasi dan hiburan,mengawasi
kebersihan dan keamanannya, dan sebagainya.
Yang menarik pengelolaan taman di New York
tidak semata-mata menjadi kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah. Melainkan melalui
bentuk-bentuk kemitraan antara pemerintah
dan warga yang tinggal di sekitar taman.
Tingginya partisipasi warga tersebut tentu
berhubungan erat dengan tingkat kesadaran
mereka dalam masalah pertamanan. Terutama
fungsitamanbagikehidupanpublik. Hasilsurvei
Steven Cohen dan Bill Elmicke (1996) terhadap
warga New York menunjukkan 74 persen warga
kota berpendapat bahwa taman adalah kebutu-
han hidup yang esensial. 17 persen mengang-
gap taman sebagai elemen penting dan hanya
2,4 persen yang menyatakan tidak penting.
Di United Kingdom (U.K), Commission
for Architecture and the Built Environment
atau biasa disebut CABE, komisi independen
yang juga memperhatikan persoalan ruang
publik, punya hasil survei menarik. 87 persen
penduduk di wilayah perkotaan Inggris telah
mengunjungi taman kota mereka dalam satu
tahun terakhir. Hampir dua pertiga kota Lon-
don terdiri atas ruang hijau dengan komposisi
23.9 persen taman privat dan 38.3 persen ru-
ang hijau seperti taman pemakaman, perke-
bunan, taman publik, lapangan golf, lapangan
rumput, habitat alami, country park, cagar
alam, dan taman konservasi. Presentase ru-
ang hijau terhadap penduduk adalah 1,24
hektar per 1.000 orang.
The Green Flag Award adalah standar na-
sional untuk mengukur kualitas ruang terbuka
hijau di Inggris. The Green Flag Award per-
tama kali diselenggarakan tahun 1996 untuk
memilih dan menganugerahkan ruang terbuka
hijau terbaik di negara tersebut. Ada 8 kriteria
penilaian taman kota, yakni (1). Keramahan
(welcoming), (2). Kebersihan, keamanan, dan
keselamatan, (3). Kebersihan, (4). Kelestarian,
(5). Perawatan dan Konservasi, (6). Keterli-
batan komunitas dan masyarakat, (7). Publika-
si dan pemasaran, dan (8). Manajemen.
Taman di Kota Bekasi
Kota Bekasi memang bukan New York.
Namun melihat visi-misi pembangunan Kota
Bekasi jelas ada keinginan yang sama. Yaitu in-
gin membangun kota modern yang layak huni,
ramah lingkungan dan manusiawi. Hanya saja
implementasi keinginan tersebut berbeda.
Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi.
Dari mulai lemahnya kebijakan pemerintah
hingga minimnya kesadaran warga.Mari ten-
gok beberapa taman di pusat Kota Bekasi.
Pertama ialah Taman Alun-alun Kota
Bekasi. Sejak dibuka untuk umum akhir tahun
lalu taman kota di Jalan Veteran Kota Bekasi
seluas 2 hektar ini tak pernah sepi. Tiap pagi
dan sore nampak anak-anak kecil menghabis-
kan waktu di taman bersama orangtuanya. Ini-
lah taman yang tengah dibangga-banggakan
Pemerintah Kota Bekasi.
Sebelum memasuki gerbang pengun-
jung disambut gerombolan burung merpati.
Pemerintah Kota Bekasi sengaja menyediakan
sangkar yang dipasang di pohon. Merpati-
merpati itu jinak. Berkeliaran hanya di area
taman saja. Tentu saja petugas harus berepot-
repot membersihkan kotorannya.
Ada tiga jalur utama berupa trotoar. War-
ga bisa berjalan kaki atau naik sepeda untuk
mengitari taman. Bentuk jalurnya semacam
huruf O yang dihalangi garis-garis lurus di
dalamnya. Di tengah-tengah ada sebuah ban-
gunan tempat untuk berteduh.
Fasilitas bermain anak juga disediakan sep-
erti perosotan dan ayunan. Ada pula kolam
dan air mancur yang berisi berbagai jenis ikan.
Rindangnya pepohonan membuat taman kota
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
Data Taman DPPPJU Tahun 2012
Taman Alun-alun Kota Bekasi / Foto: Respati
17. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 17
menjadi area paling mencolok di antara masjid,
rumah sakit dan kantor kepolisian. Semua fasili-
tas itu disediakan atas kerjasama pemerintah
dan swasta.
Kepala Bagian Badan Pengendalian Lingkun-
gan Hidup (BPLH) Kota Bekasi Dadang Hidayat
mengatakan beberapa area di taman kota akan
ditambahkan beberapa fasilitas rekreasi sep-
erti flying fox dan outbond. Selain itu akan ada
papan catur permanen di belakang taman agar
bisa dimanfaatkan semua orang yang berkun-
jung. Toilet akan diperbagus.
Untuk mengantisipasi adanya perusakan
pihaknya menyiapkan penjaga sebanyak 10
orang bergantian setiap hari. Ada juga petu-
gas kebersihan, petugas perawatan tanaman
dan petugas perawatan peralatan. Beberapa
motor pengangkut sampah juga disediakan.
Di sebelah selatan taman ada ruang terbu-
ka berpaving. Area ini biasanya ramai malam
hari. Para pedagang berderet di pinggir jalan.
Pengunjung bisa duduk di atas tikar sambil
menikmati makanan. Hanya dibatasi pagar,
sebelahnya lagi, ada lapangan. Ini kerap digu-
nakan untuk upacara dan olahraga. Lapangan
ini juga terhubung dengan taman kecil tempat
Tugu Resolusi Bekasi berdiri.
Walikota Bekasi Rahmat Effendi meng-
inginkan taman kecil tersebut dipugar men-
jadi taman lalu lintas. Menurutnya taman lalu
lintas adalah miniatur kawasan tertib lalu lin-
tas. Ia berharap ini bisa memenuhi kebutuhan
ruang rekreasi warga terutama anak-anak.
Yang juga tak kalah ramai ialah taman di
kompleks GOR Bekasi. Taman ini dinamai Hu-
tan Kota Bina Bangsa. Terletak berada di bagian
utara Stadion Bekasi. Untuk mengaksesnya pen-
gunjung bisa masuk melalui pintu utama di Ja-
lan Ahmad Yani. Atau tepatnya sebelum Flyover
Noer Ali Summarecon. Setelah itu ada pintu ger-
bang khusus untuk memasuki area taman.
Luas taman ini kira-kira dua kali lebih be-
sar dari Taman Alun-alun. Jenis tanaman di
sini juga berbeda. Kebanyakan merupakan
pohon dengan ukuran besar. Kesan pertama
pengunjung ketika memasuki taman ini cend-
erung akan sama: teduh dan alami. Wajar jika
taman ini juga dijadikan area untuk kemah.
Begitu memasuki pintu gerbang pen-
gunjung disuguhi suasana patriotik. Monu-
men Perjuangan Rakyat Bekasi tegak berdiri.
Dibangun di era pemerintahan Bupati Abdul
Fatah tahun 1978. Monumen ini berbentuk
tugu lima buah setinggi 17 meter yang melam-
bangkan Pancasila dan Hari Kemerdekaan. Di
belakangnya terdapat relief yang menggam-
barkan perjuangan Rakyat Bekasi dalam em-
pat periode. Tugu ini berdiri di tengah-tengah
kolam.
Mengitari seluruh area taman kita sera-
sa menyusuri perkampungan di tengah hu-
tan. Ada areal terbuka yang diperuntukkan
untuk aktivitas pengunjung. Ada pula bang-
ku-bangku permanen. Setiap pagi taman ini
ramai. Bahkan ketika bukan hari libur. Siswa
sekolah memanfaatkannya secara rutin un-
tuk olahraga. Bila sore hari para pemain
sepatu roda berlatih di lintasan yang berada
di area taman. Ibarat pemain sirkus mereka
pun ditonton para pengunjung.
Mari kita bertolak ke Bekasi bagian Timur. Di
sekitar Terminal Bekasi ada Taman Cut Mutia.
Taman ini berada di Jalan Cut Mutia tepatnya
di persimpangan terminal. Sepintas bentuknya
mirip segitiga. Mengerucut. Tidak terlalu luas
memang. Tapi dibanding taman-taman di sim-
pang jalan lainnya ini yang paling luas. Pohon-
pohonnya tertata apik seperti taman di depan
perkantoran. Cara menanamnya pun sengaja
lebih tinggi dari area untuk beraktivitas.
Di tengah-tengah taman ada bundaran
air mancur. Pengunjung kerap duduk-duduk
di sekitar air mancur ini. Tempat-tempat un-
tuk pohon yang berbentuk kotak-kotak jus-
tru menambah kesan artistik jalur taman.
Mengingat tempatnya di persimpangan jalan
agaknya taman ini sengaja dirancang hanya
untuk singgah. Tapi setidaknya taman ini men-
jadi semacam penanda masuk Kota Bekasi
dari arah Kabupaten Bekasi. Ada tugu menju-
lang yang memuat tulisan “Kota Bekasi”.
Pemerintah Kota Bekasi mengaku hanya
mengelola 9 taman yang seperti di Jalan Cut
Mutia. Antara lain taman pemisah Jalan Ha-
sibuan Bekasi Timur. Taman pemisah jalan di
sepanjang Jalan KH Noer Alie. Taman pertigaan
Stasiun Bekasi. Taman di sepanjang Jalan Djuan-
da. Taman di sepanjang Jalan Ahmad Yani, ter-
masuk di depan area perkantoran Pemerintah
Kota Bekasi. Kemudian di area pintu keluar Tol
Bekasi Timur dan di daerah Jakasampurna.
Sedangkan taman yang sekelas dengan di
GOR dan Alun-alun antara lain Taman Lapan-
gan Multiguna Bekasi Timur, Taman Lapangan
Pondok Gede dan Taman Lapangan Mustik-
jaya. Ini belum termasuk taman-taman di ke-
lurahan dan perumahan.
Masalah yang Harus Diatasi
Permasalahan serius yang belum terpecah-
kan ialah kebersihan. Hampir semua taman di
Kota Bekasi penuh sampah. Di samping per-
awatan yang terkesan tidak intens kesadaran
warga membuang sampah pada tempatnya juga
masih rendah. Taman di Jalan Veteran yang di-
jadikan andalan saja kebersihannya diragukan.
Sampah mudah ditemui di mana-mana.
Begitu pula di Hutan Kota Bina Bangsa.
Saluran drainase dipenuhi sampah sehingga
kerap menimbulkan genangan ketika banjir.
Kolam yang seharusnya bisa menjadi daya
tarik pengunjung justru terlihat kotor. Air
mancur di Taman Cut Mutia juga mengalami
hal sama. Tidak berjalan. Bahkan genangan-
nya menimbulkan bau tidak sedap. Ini menan-
dakan bahwa tidak ada perawatan yang intens
dari pihak pengelola taman.
Taman Lapangan Multiguna juga semakin
memprihatinkan. Rumput-rumput yang dulu-
nya terawat dan bisa digunakan sebagai arena
pertandingan sepak bola kini semakin rusak.
Bahkan ketika turun hujan menjadi becek. Ini
terjadi lantaran fungsinya tidak termanajemen
dengan baik. Misalnya sering dijadikan tempat
konser musik dan kegiatan lainnya yang cend-
erung merusak vegetasi di dalamnya.
Yang lebih mengkhawatirkan ialah adan-
ya ‘mafia tanah’. Mereka memanfaatkan ta-
nah pemerintah untuk kepentingan pribadi.
Sebut saja Taman Lapangan Pondok Gede.
Di sekelilingnya berdiri bangunan-bangunan
semi permanen yang sebenarnya fungsinya
untuk kepentingan publik. Bahkan ada yang
warga mengklaim bahwa tanah tersebut mi-
liknya sehingga menimbulkan sengketa.
Karena taman sangat penting bagi kehidu-
pan warga kota sudah seharusnya upaya un-
tuk mengembangkan dan merawatnya diting-
katkan. Pemerintah bisa menjalin kerja sama
dengan pihak swasta agar taman-taman terse-
but tidak hanya punya lahan dan pohon saja.
Tapi juga ada fasilitas-fasilitas lain yang mem-
buat orang tertarik mengunjungi. Pemerintah
juga harus mampu merawat taman yang ada
agar tidak beralih fungsi menjadi bangunan.
Sudah saatnya Kota Bekasi menerapkan
manajemen pertamanan yang benar-benar
profesional. Selain membangun dan merawat,
taman mesti menjadi pusat interaksi warga
yang nyaman dan aman.***
Rujukan:
Mokoginta, Lukman. (2006). Politik Kota
dan Hak Warga Kota. Jakarta: Kompas.
Narasoma, Giri. (2011). Ruang Publik
Hyde Park London. Majalah Ruang Edisi 6.
SampahberserakandiHutanKotaBinaBangsaBekasi/Foto:Imam
18. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201418
Sejak Tugu Kali Bekasi dibangun area di sekitarnya tak
pernah sepi. Para pedagang memanfaatkan trotoar untuk
berjualan. Barang dagangan yang ada di sini cukup bera-
gam. Selain batu akik ada bermacam handpone bekas,
keris, uang kuno, jam, kamera bekas, dan banyak lagi. Po-
hon-pohon besar menjadi daya tarik pejalan kaki untuk
berteduh sambil melihat-lihat barang. Akhirnya membeli.
Namun tak banyak orang mengetahui makna tugu
tersebut. Di tempat ini pernah terjadi pembantaian 90
tentara Jepang oleh Pejuang Bekasi pada 18 Agustus
Ada
Makna
yang
Terlupa
Sinta, gadis tujuh tahun, nampak
heran melihat Tugu Kali Bekasi di
Jalan Juanda. Bentuk tugu yang
aneh. Di bawahnya dikeilingi
relief bernuansa patriotik.
Anak kecil itu menarik baju
sang ayah yang sedang asyik
tawar-menawar harga dengan
pedagang di trotoar. “Ayah,
itu bangunan apa?”. Ayahnya
gelagapan menjawab. Maklum,
tujuan dia ke situ hanya berburu
batu akik.
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
l Tugu Resolusi Bekasi Jalan Veteran Bekasi Selatan/ Foto: Miftah
19. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 19
1945. “Tragedi Kali Bekasi” membuat Soek-
arno bertandang. Ia menenangkan rakyat
supaya tidak meluas menjadi kerusuhan
rasial. Tempat ini kerap dikunjungi orang-
orang Jepang untuk ritual tabur bunga.
Belum ada penjelasan resmi dari Pemkot
Bekasi tentang filosofi bangunan tersebut.
Di sekitar Stasiun Kota Bekasi ada satu
lagi tugu yang menarik perhatian. Orang
menyebutnya Patung Lele. Kini bentuknya
berupa batangan lurus saja seperti jarum.
Di atasnya terdapat jam rusak. Sepintas
mirip Jam Gadang di Bukit Tinggi Padang.
Kondisinya cukup memprihatinkan. Lem-
pengan-lempengan besi dibiarkan tak be-
raturan setelah papan iklan yang menem-
pel dicopot.
Tugu ini terletak tepat di perempa-
tan dekat stasiun. Orang tidak tahu apa
makna di balik bangunan ini. Dulu memang
berbentuk ikan lele serta memiliki filososi
tersendiri. Namun sebagian masyarakat
menolak kemudian ramai-ramai membong-
karnya pada tahun 2002. Konon lele diang-
gap hewan rakus,pemakan kotoran.
Kondisi ini akhirnya mengundang per-
tanyaan banyak orang. Wina (32) misal-
nya, wanita yang tiap hari lewat tugu itu,
berkomentar, “harusnya bisa seperti tugu di
Yogyakarta. Tempatnya di perempatan dan
menjadi ciri khas kota. Kalau begini tak ada
kesan keindahannya sama sekali.”
Padahal di sebelah timur Patung Lele
ada taman kecil yang teduh. Bila ditata
dengan baik dan dipadu dengan ikon kota
pasti lebih apik. Sayangnya pagar yang
mengelilingi taman kota dipenuhi bendera
partai, spanduk berwajah politisi, serta ba-
liho-baliho. Seolah-olah ruang publik telah
menjadi ‘panggung narsisme’.
Bertolak ke arah selatan dekat Masjid Al
Barkah ada sebuah tugu lagi yang memiliki
nilai sejarah tinggi. Ini merupakan monu-
men tonggak berdirinya Bekasi. Terletak di
Jalan Veteran depan Kodim 0507. Tugu Res-
olusi—begitu namanya—berbentuk segi
lima dengan tinggi 5,8 meter. Berdiri tegak
di tengah lapangan yang dikelilingi pagar
persegi lima setinggi satu meter. Dominasi
angka lima melambangkan dasar negara
Pancasila.
Di tugu ini pernah terjadi peristiwa pent-
ing. Pada 17 Januari 1950 ada rapat akbar
yang dipimpin KH. Noer Alie dan diikuti
40.000 warga Bekasi. Rapat akbar menghasil-
kan pernyataan bahwa rakyat Bekasi setia ke-
padaRepublikIndonesia.Rakyatberkeinginan
melepaskan diri dari Karisidenan Jatinegara.
Mandiri menjadi Kabupaten Bekasi. Namun
tak ada penanda apa. Wajar jika warga pun
acuh tak acuh.
Ada lagi monumen di Jalan Agus Salim.
Dibangun pada 13 Desember 1949 untuk
menandai pembumihangusan Bekasi oleh
tentara sekutu pada 13 Desember 1945 .
Monumeniniberbentuktugupersegiempat
dengan tinggi 210 cm. Puncaknya atau dise-
but kepala tugu tingginya 75 cm. Kabarnya
dilengkapi dengan pecahan peluru, mortir,
granat tangan dan sepucuk pistol genggam
milik pejuang. Kondisi tugu saat ini cukup
memprihatinkan. Tidak terawat.
Di Kompleks GOR Bekasi berdiri Monu-
men Perjuangan Rakyat Bekasi. Ini dibangun
di era pemerintahan Bupati Abdul Fatah
tahun 1978. Monumen ini berbentuk tugu
lima buah setinggi 17 meter yang melam-
bangkan Pancasila dan hari kemerdekaan.
Di belakangnya terdapat relief yang meng-
gambarkan perjuangan rakyat Bekasi dalam
empat periode.
Mengukuhkan Identitas
Monumen erat hubungannya dengan
landmark atau penanda kota. Sebab monu-
men ditunjang sejumlah elemen yang mam-
pu memberikan citra melalui seni bangun
arsitekturnya. Monumen bahkan sering-
kali dibangun di lokasi yang pada masa lalu
pernah terjadi peristiwa penting. Tugu Kali
Bekasi dan Tugu Resolusi Bekasi merupakan
contohnya.
Namun monumen dibangun tidak saja
untuk keperluan estetika kota saja. Lebih
dari itu monumen bisa menjadi mendium
warga kota merefleksikan nilai sosial bu-
daya. Juga sebagai medium pewarisan
nilai tertentu yang dianggap penting dari
generasi satu ke generasi yang lain. Jika
nilai itu sampai kepada penerima maka
monumen telah berhasil membangkitkan
spirit warga kota.
Peneliti dari Amerika Serikat, Kevin
Lynch, dalam bukunya Imagine of The City,
mengemukakan bahwa setiap setiap orang
selalu memiliki kesan terhadap lingkungan-
nya. Ada lima elemen dasar yang menurut
Lynch bisa menguatkan citra kota. Antara
lain Path, Node, Landmark, District dan
Edge. Kepala Pusat Kajian Otonomi dan
Pembangunan Daerah (Puskopda) Universi-
tas Islam ‘45’ Bekasi Haris Budiyono men-
coba menjelaskan gagasan Lynch.
Menurut Haris monumen seringkali
dibangun di persimpangan. Atau node
dalam istilah Lynch. Di persimpangan-per-
simpangan jalan itulah ingatan warga kota
kadang melekat. Maka jika monumen di-
hadirkan setiap yang lewat pastilah mem-
perhatikan. Purwakarta adalah daerah yang
saat ini gencar membangun monumen di
tiap-tiap persimpangan. Efeknya kesan yang
muncul dalam ingatan publik ialah Purwa-
karta Kota Estetik.
Namun menurut Haris apalah arti se-
buah penanda dalam kota jika tidak memi-
liki arti apa-apa bagi warganya. Apalagi ti-
dak dibanggakan. Sebuah monumen adalah
ruang publik di mana setiap orang merasa
hadir di sana meski tidak secara fisik.Maka
konsep yang matang sangat dibutuhkan ke-
tika membangun monumen. Ada unsur es-
tetika tapi juga ada nilai sejarah dan budaya
di dalamnya.
Ketua Dewan Kesenian Kota Bekasi Rid-
wan Marhid menyesalkan kondisi monumen-
monumen di kota ini. Ke depan ia berharap
monumen bersejarah di Kota Bekasi lebih
mudah diakses publik dan memiliki kesan
yang menarik. Contoh kecil ialah dengan me-
nambahkan papan informasi di area monu-
men agar pengunjung tahu lebih banyak apa
yang melatarbelakangi dibangunnya monu-
men tersebut.***
l Tugu Kali Bekasi Jalan Juanda / Foto: Miftah
20. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201420
Permukiman padat Kota Bekasi / Foto: Dok. Distakot Bekasi
Melihat Bekasi
Lebih Dekat
Kota Bekasi tidak bisa dilepaskan dari desain pembangunan nasional, provinsi dan kawasan. Kota Bekasi
berperan sebagai pengimbang (counter magnet) ibu kota mengingat letaknya yang berdekatan. Juga
merupakan perbatasan dua provinsi. Dalam struktur tata ruang makro tersebut Kota Bekasi diarahkan
pengembangannya sebagai pusat kegiatan bidang jasa, perdagangan, industri dan permukiman. Maka
kebijakan sangat penting dan berpengaruh dalam pembangunan Kota Bekasi ke depan.
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
21. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 21
Dengan luas sekitar 210, 49 km2 , Kota
Bekasi memiliki 12 kecamatan dan 56 kelura-
han. Mustika Jaya merupakan wilayah terluas
(24,73 Km2) sedangkan Bekasi Timur terkecil
(13,49 Km2). Kota Bekasi dikepung Kabupaten
Bekasi sebelah utara dan timur, Kabupaten
Bogor di sebelah selatan, Jakarta Timur sebe-
lah Barat.
Wilayah Kota Bekasi terletak pada keting-
gian dan rata-rata kurang 25 m di atas permu-
kaan air laut. Ketinggian kurang dari 25 meter
berada pada Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi
Selatan, Bekasi Timur, dan Pondok Gede. Se-
dangkan ketinggian antara 25-100 meter di
atas permukaan air laut berada di Kecamatan
Bantargebang, Jatiasih dan Jatisampurna.
Keadaan morfologi wilayah Kota Bekasi rela-
tif berawa, datar dan menyebar. Kemiringan lah-
annya bervariasi antara 0-2%. Jadi kota ini mus-
tahil punya bukit. Dari peta aliran sungai di Kota
Bekasi berkelok-kelok dan bercabang.
Kondisi tanah kota Bekasi yang relatif da-
tar menyebabkan adanya potensi bencana
berupa banjir. Ini belum lagi mempertimbang-
kan kondisi aliran air permukaan dan air tanah
Kota Bekasi. Maka sistem drainase yang bagus
adalah keharusan.
Ada beberapa daerah langganan banjir.
Antara lain sebagian Kelurahan Jatirahayu, Ke-
lurahan Jatirasa, Kelurahan Jatimekar, Kelura-
han Bojongmenteng, Kelurahan Jakasetia, Ke-
lurahan Pekayon Jaya, Kelurahan Pengasinan,
Kelurahan Arenjaya, Kelurahan Bintarajaya,
Kelurahan Kotabaru, Kelurahan Durenjaya dan
Kelurahan Margajaya.
Lahan Semakin Terbatas
Perkembangan jumlah dan laju penduduk
Kota Bekasi yang sangat tinggi dihadapkan
pada keterbatasan lahan. Pada masa-masa
mendatang ini dapat menimbulkan perma-
salahan antara lain sulitnya warga mendapat-
kan lahan murah untuk rumah. Kualitas ling-
kungan hidup juga terancam karena ambang
batas kepadatan penduduk telah terlampaui
terutama di wilayah pusat kota.
Lokasi perumahan saat ini sebagian be-
sar berada di Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi
Barat, Bekasi Selatan dan Bekasi Utara. Lahan
tidak terbangun berada di wilayah selatan
Kota Bekasi seperti Kecamatan Jatiasih, Jati-
sampurna, Bantargebang dan Mustikajaya.
Dimanfaatkan untuk sawah, kebun campuran
maupun tegalan.
Karena pertumbuhan dan kegiatan eko-
nomi di Jakarta dan sekitarnya begitu pesat
maka kebutuhan lahan perumahan menjadi
lebih tinggi. Kota Bekasi salah satu wilayah
yang sangat diminati investor. Ini terlihat dari
izin lokasi perumahan yang masuk ke pemer-
intah. Izin lokasi perumahan sebagian besar
terdapat di wilayah selatan karena memang
masih ada lahan dan infrastrukturnya pun
relatif memadai.
Data Dinas Tata Kota Bekasi menyebutkan
alokasi lahan untuk perumahan tinggal 8 pers-
en. Jika 8 persen itu sudah terbangun maka
tidak ada lagi lahan untuk perumahan. Sejak
tahun 1997 sampai 2011 sedikitnya ada 210
perumahan baru berdiri. Tahun 2012 ada 75
perumahan dan tahun 2013 ini sudah ada 13
perumahan yang dibangun. Jika dirata-rata 19
perumahan baru dibangun tiap tahunnya.
Keterbatasan lahan perlu diantisipasi
dengan penataan kawasan tersebut. Salah
satunya mengenalkan permukiman vertikal
dalam bentuk rumah susun atau apartemen.
Pengembangan pola-pola permukiman ver-
tikal ini di samping dapat mengatasi keter-
batasan lahan juga dapat menambah ruang
terbuka hijau di kawasan perkotaan. Sehingga
dapat meningkatkan kualitas lingkungan ka-
wasan perkotaan. Dan yang terpenting harga
bisa terjangkau.
Dengan bangunan vertikal maka kepadatan
penduduk suatu kawasan dapat meningkat den-
gan pemenuhan kebutuhan akan ruang bagi
masing-masing orang tetap terpenuhi. Kebutu-
han akan ruang untuk aktivitas lain juga tetap
terpenuhi. Seperti kegiatan perdagangan dan
jasa dapat dialokasikan di lantai dasar bangu-
nan. Begitu pula dengan kebutuhan akan ruang
terbuka hijau dapat dipenuhi.
Pemerintah Kota Bekasi berencana mendiri-
kan rumah-rumah vertikal ini di daerah yang
mudahmenjangkautransportasiumum.Pertim-
bangannya, itu akan semakin meringankan pen-
ghuninya. Di pusat kota rumah vertikal dibangun
di Kelurahan Margahayu.
Di bagian utara dan tengah dibangun di
Bekasi Jaya, Aren Jaya, Duren Jaya, Kranji, Kota
Baru, Pekayon Jaya, Kayuringin Jaya, Sepan-
jang Jaya, Pengasinan, Medansatria, Harapan
Mulya, Jatiwaringin, Jaticempaka dan Jatira-
hayu. Kemudian di daerah Selatan dibangun di
Kelurahan Jatisampurna, Jatirangga, Jatikarya,
Bantargebang, Cikiwul dan Pedurenan.
Peluang Ekonomi
Tingkat penyerapan tenaga kerja dari sek-
tor-sektor ekonomi Kota Bekasi masih rendah
sementara pencari kerja cukup besar. Ini pada
akhirnya dapat menimbulkan masalah pen-
gangguran. Heterogenitas masyarakat baik
secara sosial-ekonomi maupun sosial-budaya
yang menuntut pemenuhan kebutuhan bera-
gam pun belum terakomodasi dalam peman-
faatan ruang kota.
Penduduk Kota Bekasi terdiri dari pen-
duduk asli dan migran. Para pendatang hadir
dan bekerja di Bekasi dan Jakarta. Penduduk
migran lebih banyak jumlahnya dibanding
dengan penduduk asli. Sebabnya perkemban-
gan kegiatan di Jakarta menjadikan Kota Beka-
si menjadi penyangga. Namun ini sebenarnya
berpeluang bagi Kota Bekasi untuk membuka
lapangan kerja.
Seperti di Jakarta jenis lapangan pekerjaan
di Kota Bekasi yang tepat adalah pekerjaan yang
memberikan kontribusi tinggi terhadap pereko-
nomian daerah seperti industri pengolahan,
jasa, perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor-
sektor inilah kini berpeluang di Kota Bekasi.
Berdasarkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Kota Bekasi dari tahun 2005
hingga tahun 2011, sektor yang memberikan
kontribusi terbesar adalah sektor industri pen-
golahan khususnya industri nonmigas. Pada
tahun 2005 kontribusinya cenderung stabil
sekitar 47,1% dari total PDRB Kota Bekasi.
Sedangkan sektor lain yang juga memberikan
kontribusi besar tinggi setelah industri pengo-
lahan adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran dengan peranan sekitar 28,%. Sektor
pengangkutan pada tahun 2010-2011 kontri-
businya naik dari sekitar 4% menjadi sekitar
7%. Kemudian disusul sektor jasa, keuangan,
bangunan dan listrik. Yang kontribusinya san-
gat kecil hanya pertanian.
Meski demikian lahan di Kota Bekasi san-
gatterbatassehingadiperlukankebijakanyang
lebihprogresifuntukmendukungpengemban-
gan sektor yang berkontribusi tersebut tanpa
mengurangi ketersediaan ruang terbuka.
Kota Bekasi bagian utara saja semakin pa-
dat baik untuk industri maupun permukiman.
Melihat daya dukung lingkungan bangunan
berat dan perluasan industri janganlah di-
lakukan. Muka air tanah daerah ini berpotensi
turun. Kontur tanahnya lunak pula. Kegiatan
industri sebaiknya diarahkan ke wilayah Kota
Bekasi bagian selatan di sekitar Kecamatan
Bantargebang.
Menuju Industri yang Ramah
Secara umum kegiatan perdagangan dan
jasa yang berkembang di Kota Bekasi menem-
patilokasidisepanjangjalanutamabaikitujalan
Karena pertumbuhan kegiatan
ekonomi di Jakarta dan sekitarnya
begitu pesat maka kebutuhan lahan
perumahan menjadi lebih tinggi.
Kota Bekasi salah satu wilayah yang
sangat diminati investor.
22. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201422
arteri maupun jalan kolektor. Kegiatan perda-
gangan dan jasa berkembang di pusat kota um-
umnya terpusat di Jalan Juanda, Jalan Ahmad
Yani, dan Jalan Sudirman, Jalan Kartini.
Melihat kecenderungan perkembangan
kota maka kawasan ini diharapkan dapat
menjadi Pusat Kota (Centre Business Dis-
trict). Untuk membentuk kegiatan pusat
kota dibutuhkan pengaturan jenis dan skala
kegiatan sehingga “image” yang terbentuk
bisa lebih utuh. Untuk itu pengaturan peng-
gunaan ruang diarahkan dengan kriteria
tertentu agar dapat berdayaguna dan ber-
hasilguna. Sayangnya sebagian besar keg-
iatan perdagangan dan jasa tersebut belum
menyediakan fasilitas parkir yang memadai
sehingga seringkali menimbulkan kemac-
etan arus lalu lintas.
Sementara kegiatan industri di Kota Bekasi
masih acak di beberapa lokasi-lokasi industri
seperti di Kelurahan Harapan Jaya, Medan-
satria, Kalibaru, dan Pejuang. Lokasi industri
juga berkembang di sekitar Kecamatan Ban-
targebang.
Yang menjadi permasalahan keberadaan
kegiatan industri ini kemudian bercampur
dengan kegiatan lain seperti perumahan atau
perdagangan dan jasa. Apabila tidak ditan-
gani dan dikontrol dengan benar tentu dapat
mencemari lingkungan sekitar baik berupa
pencemaran suara, udara, ataupun limbah.
Untuk mencegah pencemaran maka kegiatan
industri penghasil limbah berbahaya perlu
dilengkapi fasilitas pengolahan limbah yang
baik. Ke depan perkembangan kegiatan in-
dustri ini mesti ramah lingkungan atau akrab
disebut clean industry.
Kondisi ruang terbuka hijau juga semakin
memprihatinkan. Ruang terbuka hijau berupa
lahan pertanian di sebagian Kecamatan Ban-
targebang, Jatisampurna, Medansatria saat
ini mulai terkikis digantikan dengan bangu-
nan khususnya permukiman skala besar yang
dikembangkan swasta.
Jalur hijau seperti di sepanjang jalur
sungai, jalan utama kota dan jalur rel kereta
api, pun digeser bangunan, baik untuk ke-
giatan perdagangan, jasa, industri, pergu-
dangan maupun perumahan. Kondisi ini
sangat menyulitkan pelebaran jalan apabila
dipandang perlu. Akhirnya jika terpaksa di-
lakukan pembebasan lahan tentu memakan
biaya besar.
Hilangnya ruang hijau di jalur hijau ini jika
tidak direspon serius bisa menimbulkan persoa-
lan lebih gawat. Bantaran sungai di pusat Kota
Bekasi berganti menjadi daerah terbangun. Per-
masalahan akan muncul pada saat sungai melu-
ap di musim hujan. Daerah dekat sungai di Kota
Bekasi dipastikan langganan banjir.
Pengembangan Jaringan Jalan
Berdasarkan Sistem Permukiman Nasi-
onal Kota Bekasi dalam lingkup regional telah
ditetapkan sebagai pusat permukiman. Guna
mendukung fungsi dan peran ini Kota Bekasi
perlu mempersiapkan pengembangan jar-
ingan jalan primer baik jalan arteri maupun
jalan kolektor. Jalan arteri primer berfungsi
menghubungkan pusat kegiatan nasional den-
gan pusat kegiatan wilayah. Sedangkan jalan
kolektor primer berfungsi menghubungkan
antarpusat kegiatan wilayah.
Akses jalan di dalam kawasan perumahan di
Kota Bekasi relatif bagus. Namun akses antarka-
wasan perumahan kurang memadai karena ma-
sih menggunakan jalan arteri maupun kolektor
yang melewati areal permukiman padat.
Saat ini jaringan jalan primer di Kota
Bekasi belum berfungsi maksimal. Untuk
itu pengembangan jaringan jalan primer di
masa mendatang harus dirancang sungguh-
sungguh. Ini perlu mempertimbangkan kon-
disi sistem jaringan jalan regional di luar Kota
Bekasi seperti Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Bogor, dan DKI Jakarta.
Kondisi struktur jalan Kota Bekasi saat ini
menimbulkan berbagai permasalahan krusial.
Kota Bekasi memiliki struktur jalan dengan pola
terpusatdanberorientasikepusatkota.Jalanre-
gional juga melintasi kawasan pusat kota.
Kita perlu membangun jalan alternatif un-
tuk menghubungkan pusat-pusat kegiatan di
luar dan di dalam Kota Bekasi. Sehingga setiap
pergerakan baik eksternal-eksternal, ekster-
nal-internal, maupun internal-internal, tidak
harus selalu melalui wilayah pusat kota yang
saat ini sudah ramai.
Pada umumnya kota-kota di negara berkem-
bang memiliki segudang permasalahan trans-
portasi akibat konsep pengembangan jaringan
jalan yang kurang baik. Kita lebih sering melaku-
kan perbaikan jaringan jalan daripada mencoba
menyediakan jaringan jalan.
Beberapa rencana pembangunan jalan
regional strategis yang melintasi atau berada
di Kota Bekasi antara lain pembangunan Jalan
Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Jati Asih-
Cikunir, Jalan Tol Layang Cawang-Bekasi, Jalan
Tol Jatiasih-Setu (Penghubung JORR 2 dan
JORR I), Jalan Tol JORR 2 dari Cibubur-Cileung-
si-Setu-Babelan hingga JORR I di Cakung.
Kemudian pelebaran dan pembangunan
jalan baru di Jalan Raya Bekasi, meliputi Jalan
Pejuang-Kaliabang- Cikarang, pelebaran Ja-
lan Siliwangi. Kemudian pembangunan jalur
Busway dari Setu-Jalan Siliwangi – Tol Bekasi
– Jakarta. Jalur double double track Cikarang-
Jakarta sepanjang jalur kereta api yang ada.
Pemerintah Kota Bekasi sendiri juga beren-
cana membangun jalan tol dalam kota. Antara
lain Tol dari Bintara (terusan Jalan Ngurah Rai)
hingga Aren Jaya (Jalan Pahlawan). Jalan ini
dikembangkan untuk mengantisipasi rencana
Double Double Track Kereta Api dari Mangga-
rai (Jakarta) ke Cikarang. Kemudian tol dari Ja-
lan Ahmad Yani hingga Jalan Pejuang. Jalan ini
dikembangkan untuk melancarkan pergerakan
wilayah Bekasi utara dengan daerah selatan.
Untuk meminimalisasir kemacetan arus
lalu lintas yang terjadi akibat tingkat kepa-
datan kendaraan, terutama di persimpangan-
persimpangan yang ada di jalan utama pusat
kota dan di persimpangan sebidang dengan
rel Kereta api, Kota Bekasi akan merealisasi-
kan pengembangan interchange, baik berupa
flyover, skycross maupun underpass.
Yang direncanakan akan dibangun antara
lain Interchange Ahmad Yani, Flyover dari Ja-
lan Pahlawan-Jalan Joyomartono, Flyover H.
Agus Salim, Interchange JORR – Jalan Hankam
Raya, Interchange JORR – Jalan Jatikramat.
Perlu Infrastruktur Memadai
Sepertidipaparkandiatas,penetapansektor
permukiman sebagai salah satu sektor unggulan
di Kota Bekasi membawa konsekuensi pesatnya
pertumbuhan penduduk. Namun ketika permu-
kiman-permukiman terbangun apakah sarana
dan prasarana bagi warga terpenuhi? Ternyata
masih banyak masalah.
Pelayanan kesehatan dan pendidikan belum
merata. Sekolah, rumah sakit, klinik maupun
puskesmas, masih terpusat di tengah kota. Pa-
dahalkeduabidanginimenjadipenjagagenerasi
penerus bangsa. Kegiatan yang terpusat di satu
titik tentu membawa dampak keruwetan.
Kemudian yang perlu dipikirkan juga
adalah penyediaan sarana air bersih. Di masa
mendatang, pelayanan air bersih kota Bekasi
tidak dapat bergantung pada sumber air baku
dari Tarum Barat saja. Mengingat saluran ter-
sebut terbatas kapasitasnya karena harus me-
layani DKI Jakarta.
Jaringan drainase pun mengalami kendala
dengan adanya sarana lain seperti jalur kereta
api, jalan tol dan jalan arteri. Prasarana trans-
portasi yang membelah kota Bekasi dari Timur
ke Barat tentu mengganggu penyaluran air
limpasan hujan. Dan saat ini banjir telah akrab
dengan Kota Bekasi.
Seiring dengan bertambahnya penduduk
perlu juga diperhatikan permasalahan pengelo-
laan air limbah yang timbul di wilayah dengan
kepadatan tinggi. Pada daerah tersebut sistem
on-site yang menggunakan cubluk atau jamban
tangki septik tidak mungkin lagi dapat diterap-
kan. Dan di waktu bersamaan sistem prasarana
persampahan menghadapi banyak kendala. Ini
terutama disebabkan semakin sulitnya mencari
lahan untuk lokasi TPA.***
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
23. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 23
24. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201424
Pergerakan komuter ini membebani
jalan penghubung Kota Bekasi-Jakarta.
Antara lain Jalan Sultan Agung, Jalan K. H
Noer Ali, Jalan Raya Jatiwaringin, dan Ja-
lan Tol Bekasi-Jakarta. Saat ini saja jum-
lah kendaraan—berbagai jenis—di Kota
Bekasi berkisar 500.000 unit. Tahun 2012,
70.715.032 kendaraan memasuki jalan tol
di Kota Bekasi. Jumlah ini terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Pemerintah Kota Bekasi juga mencatat
penambahan titik kemacetan pada tahun
2013. Tahun 2011 hanya 11 titik, tahun
2012 naik menjadi 17 titik, kemudian men-
jadi 19 titik. Titik macet tersebut antara lain
di depan Metropolitan Mal, Jalan KH Noer
Ali depan Bekasi Cyber Park, Jalan Jenderal
Sudirman depan Grand Mall.
Kemudian sekitar Pintu Tol Bekasi
Timur, pintu keluar Tol Bekasi Barat, pintu
keluar Tol Jatiwaringin, simpang Harapan
Indah, simpang Pondok Ungu, simpang
Alexindo, Jalan Caman, Simpang Rumah
Sakit Bella Bekasi Timur, Jalan Perjuangan,
Jalan Juanda, simpang Kemang Pratama,
Jalan Siliwangi-Pendawa, simpang Komsen-
Jatiasih, putaran Pasar Pondokgede, Super
Indo Giant Galaxy, dan Jalan Cut Mutia.
Pesatnya pembangunan perumahan
ternyata tidak dibarengi dengan pengem-
bangan jaringan jalan primer, baik arteri
maupun kolektor. Sampai tahun 2012,
panjang jalan di Kota Bekasi mencapai
3.193,037 km dengan rincian 132,182 km
merupakan jalan primer dan 1.527,355 km
jalan sekunder. Sedangkan jalan lingkungan
yang terdapat di Kota Bekasi tahun 2012
adalah 1.533,50 km.
LOS (Level of Service) adalah salah satu
metode menilai kinerja jalan. Nilai LoS E
berarti arus tidak stabil, kecepatan ren-
dah dan berbeda-beda, volume mendekati
kapasitas. Sedangkan nilai LoS F berarti
arus terhambat, kecepatan rendah, volume
di atas kapasitas, sering terjadi kemacetan
cukup lama.
Kapasitas jaringan jalan utama di Kota
Bekasi tidak mampu menampung volume
pergerakan. Nilai LoS menunjukkan E dan
F. LoS E berada di jalan-jalan utama pusat
kota, seperti Jalan Juanda, Ahmad Yani, dan
akses menuju Jakarta. Sedangkan LoS F be-
rada pada akses menuju utara dan selatan.
Antara lain Jalan Perjuangan, Joyomartono
dan Pengasinan.
Kondisi ini diperparah dengan berjum-
Sejenak
Menengok
Macet
Kemacetan menjadi pemandangan lazim di Kota Bekasi. Hampir semua
jalan utama di kota ini mengalami kemacetan. Apa penyebabnya?
Banyak faktor. Terutama karena kita warga kumuter. Suka mondar-
mandir.Bolak-balik dengan kendaraan pribadi.
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
l Kepadatan lalulintas simpang Tol Bekasi Barat / Foto: Miftah
25. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 25
lahnya kendaraan setiap tahunnya, saat ini
saja jumlah kendaraan berbagai jenis di Kota
Bekasi yang berkisar 500.000 unit. 260.000
di antaranya jenis motor. Kepadatan lalu
lintas terlihat pada volume kendaraan yang
masuk melalui gerbang tol di Kota Bekasi
tahun 2012 ada sebanyak 70.715.032 kend-
araan. Jumlah ini meningkat sebesar 62,34
persen dibandingkan tahun yang lalu,dan
ini diperkirakan akan terus meningkat se-
tiap tahunnya.
Hal ini mengakibatkan perempatan
yang terdapat lampu lalu lintas. Kendaraan
pun terhambat dan akhirnya macet. Para
pengendara juga kerap menerabas rambu
sehingga menimbulkan kekacauan. Namun,
benarkah angkutan umum adalah solusi ke-
macetan?
***
Angkutan umum yang dominan dalam
pergerakan internal Kota Bekasi adalah
paratransit dan angkutan kota. Paratransit
yang dominan ialah ojeg. Masing-masing
angkutan umum tersebut memiliki perma-
salahan tersendiri.
Paratransit memang dibutuhkan untuk
melayani pergerakan yang tidak terjangkau
angkutan kota. Terutama bagi yang tidak
memiliki kendaraan pribadi. Namun, di sisi
lain, daya tampung paratransit sangat ter-
batas. Jalan pun terbebani lebih berat.
Ada pun isu krusial seputar angkutan
kota tidak terlepas dari keterbatasan ke-
mampuan jalan. Trayek-trayek angkutan
kota di Kota Bekasi telah mencapai batas
yang ditentukan. Hal inilah yang menyebab-
kan sulitnya pengembangan angkutan kota
di Kota Bekasi. Menurut Kepala Dinas Per-
hubungan Kota Bekasi Supandi Budiman,
angkutan umum juga ternyata menyum-
bang 30 persen kemacetan. Data yang ada
menunjukan, tahun 2012 jumlah angkutan
kota sebanyak 3.762 unit yang melayani 34
trayek. Sedangkan mikrobus sebanyak 414
unit dan taksi sebanyak 6.875 unit.
Bagaimana mengatasinya? Jumlah ar-
mada harus ditentukan dan trayek diatur
lagi. Kualitas ditingkatkan. Ini demi kenya-
manan penumpang. Sebab, angkutan kota
sering dicap ugal-ugalan dan tidak tertib.
Maka, pengaturan lalu lintas sangat pent-
ing. Antara lain menertibkan pedagang di
simpang jalan, mengatur jam operasional
angkutan berat, menata angkutan umum
paratransit, serta memperjelas trayek ang-
kutan luar kota.
Sistem transportasi perkotaan merupak-
an sistem yang kompleks dan melibatkan
berbagai instansi atau lembaga. Lembaga
yang terkait dengan sistem transportasi di
Kota Bekasi dapat dikelompokkan menjadi
Lembaga Perencanaan, Lembaga Pelaksana
Teknis, dan Lembaga Pengawasan.
Sedangkan yang termasuk lembaga
pelaksana teknis antara lain Dinas Per-
hubungan, Dinas Bina Marga dan Tata Air,
Kepolisian, Perum Damri, PT. KAI, Asosiasi
Angkutan Umum, dan sebagainya. Bentuk
koordinasi kelembagaan antarlembaga ter-
kait dalam sistem transportasi di Kota Beka-
si dilakukan mulai dari tahap perencanaan
transportasi, pelaksanaan pembangunan
transportasi, hingga monitoring dan evalu-
asi pelaksanaan pembangunan.
Di samping bentuk koordinasi kelem-
bagaan antarlembaga di lingkungan Pemer-
intah Kota Bekasi, mengingat sifat trans-
portasi yang lintas wilayah, maka koordi-
nasi kelembagaan juga perlu dilakukan.
Yaitu antarinstansi kabupaten/kota terkait,
dalam hal ini Pemerintah DKI Jakarta, Ka-
bupaten Bogor dan Pemerintah Kabupaten
Bekasi, termasuk di lingkungan Provinsi
Jawa Barat.
***
Jumlah tempat parkir di Bekasi belum
mencukupi. Padahal ada dua jenis tem-
pat parkir: di badan jalan (on-street park-
ing) dan luar jalan (off-street parking. Dari
sisi pergerakan lalu lintas, keberadaan on-
street parking mengurangi kapasitas efektif
jalan dan menghambat arus lalu lintas. Ini
terlihat di semua jalan utama. Dinas Per-
hubungan mencatat, sedikitnya ada 70 titik
parkir liar di bahu-bahu jalan ini.
Penertiban terhadap on-street parking
di ruas-ruas jalan Kota Bekasi perlu segera
dilakukan. Hal ini mengingat kondisi ruas-
ruas jalan Kota Bekasi yang digunakan on-
street parking tidak begitu lebar. Selain itu,
kegiatan on-street parking yang tidak tertib
akan menyebabkan penurunan kapasitas
efektif ruas jalannya sehingga pada akh-
irnya akan menimbulkan kemacetan.
Ada beberapa langkah menertibkan
on-street parking. On-street parking harus
ditentukan di beberapa titik saja. Kemu-
dian dibatasi jam operasionalnya. Misal di
luar jam berangkat dan pulang kerja. Setiap
kendaraan juga dibatasi lama parkirnya.
Ruas jalan mesti dipasangi rambu, baik yang
boleh untuk parkir maupun tidak. Bagi yang
melanggar, kenakan sanksi. Manajemen
yang baik sangat menentukan keberhasilan
26. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201426
Berebut jalan di perempatan Jalan A. Yani / Foto: Miftah
on-steet parking ini.
Namun, yang menjadi prioritas semes-
tinya ialah pengadaan off-street parking.
Setiap bangunan wajib menyediakan lahan
parkir yang memadai. Solusi lain ialah mem-
bangun parkir bersama di beberapa titik.
Area parkir bersama ini hendaknya mudah
menjangkau transportasi umum. Di Stasiun
Bekasi, misalnya, lahan parkir sangat dibu-
tuhkan. Warga yang hendak ke Jakarta ting-
gal menitipkan kendaraan di Stasiun. Kemu-
dian ia naik KRL.
Kota Bekasi juga belum memiliki ter-
minal yang representatif. Padahal jumlah
trayek maupun kendaraan angkutan kota
sangat banyak. Kondisi terminal tipe B di
Jalan Juandatidak layak akibat bercampur
dengan pasar. Jaringan jalan telah rusak se-
hingga mengakibatkan kemacetan di sekitar
akses keluar-masuk terminal ini.
Sedangkan di Pondokgede, yang selama
ini berfungsi sebagai terminal tipe C, ternyata
tidakditemuifisikterminal.Kemacetandidae-
rah Pasar Pondokgede mengakibatkan akses
menuju Kota Jakarta terhambat. Permasala-
han lainnya adalah tumbuhnya terminal-ter-
minal bayangan. Terminal ini menggunakan
badan jalan. Jelas menggangu lalu lintas.
Kemacetan seringkali terjadi pula di jalan
depan stasiun. Stasiun yang ada di Kota Beka-
si adalah Stasiun Bekasi dan Stasiun Kranji.
Stasiun Bekasi berada di pusat kota dengan
jaringan jalan yang relatif padat lalu lintas.
Pengaturan lalulintas di daerah ini perlu di-
lakukan, terutama menertibkan ojeg dan ang-
kutan kota yang berhenti sembarangan.
Persoalan struktur jalan dan transpor-
tasi juga menjadi perhatian serius Pemkot
Bekasi. Ini terlihat dalam rencana pena-
taan struktur jalan yang tertuang di Perda
RTRW 2011-2031. Penataan jalan diarahan
untuk memudahkan warga mengakses ke-
luar atau menuju Kota Bekasi. Perencanaan
tentu menyesuaikan kebijakan DKI Jakarta,
Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kabu-
paten Bogor.
Pemerintah Kota Bekasi berencana
membuka jaringan jalan baru yang melint-
ang baik dari arah utara-selatan maupun
barat-timur. Jaringan jalan ini dapat berupa
jaringan jalan raya ataupun jalan bebas
hambatan (jalan tol). Secara lebih detail,
rencana pengembangan meliputi rencana
pembangunan jalan regional, rencana pem-
bangunan jalan tol dalam kota; rencana
pengembangan jaringan jalan internal; ren-
cana penanganan persimpangan sebidang;
serta rencana penanganan parkir.
Kepala Dinas Tata Kota Bekasi, Koswara,
menjelaskan dalam naskah akademik Perda
RTRW terdapat beberapa pembangunan
jalan regional strategis yang melintasi atau
berada di Kota Bekasi. Salah satu di antarnya
yang sudah selesai tahap pembangunan
dan dioperasikan adalah pembangunan Ja-
lan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Ruas
Jati Asih-Cikunir dan Jalan Tol Bekasi-Cawa-
ng-Kampung Melayu. “Keberadaan jalan
regional strategis tersebut secara langsung
mempengaruhi struktur penaataan jalan di
Kota Bekasi,” jelas Koswara.
Pembangunan struktur jalan dalam kota
juga disiapkan. Untuk mengurai kemacetan
di pusat kota, flyover Summarecon telah
dibangun. Flyover ini menghubungkan Jalan
Ahmad Yani dan Jalan Pejuang. Dengan be-
gitu, pergerakan warga Bekasi dari wilayah
utara ke selatan tidak terganggu dengan ad-
anya rencana Double Double Track Kereta
Api. Frekuensi perjalanan kereta dari akan
ditambah, dari 238 kereta per hari menjadi
500 kereta per hari.
Yang direncanakan akan dibangun antara
lainInterchangeAhmadYani,FlyoverdariJalan
Pahlawan-JalanJoyomartono, FlyoverH.Agus
Salim, Interchange JORR – Jalan Hankam Raya,
Interchange JORR – Jalan Jatikramat. ***
Laporan Utama Revitalisasi Ruang Publik Kota Bekasi
27. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 27
28. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201428
Bekasi penuh SESAK
Kota Bekasi semakin disesaki bangunan. Lahan yang tadinya belum terbangun mulai
berubah rupa menjadi permukiman, pabrik, pusat perbelanjaan dan perkantoran. Kota
Bekasi sangat diminati para investor. Saat ini saja Kota Bekasi baru memiliki sekitar
11% ruang terbuka hijau. 5% di antaranya disumbang dari kawasan lindung dan hutan
kota. Undang-undang mewajibkan setiap kota memenuhi 30 persen ruang terbuka
hijau. Nah, Perda RTRW Kota Bekasi 2011-2031 menjadi semacam panduan untuk
memastikan keseimbangan ruang tetap terjaga. Balance life harus diwujudkan. Sebab
jika peruntukan lahan tidak diatur dengan baik maka dikhawatirkan Kota Bekasi masa
depan menjadi menjadi belantara beton belaka.
Laporan Utama Kebijakan Pembangunan Kota
29. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 29
30. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201430
Laporan Utama Kebijakan Pembangunan Kota
Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, se-
bagai pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat
kebudayaan, dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup. Kota
adalah suatu lingkungan binaan manusia, merupakan hasil cipta-
rasa dan karsa manusia yang secara sengaja dibentuk atau tidak
sengaja terbentuk, mempunyai karakteristik tersendiri sesuai den-
gan daya dukung lingkungannya dan menjadi wadah bagi kegiatan
manusia dengan segala aspek kehidupan yang dinamis. Perkem-
bangan kegiatan manusia di wilayah perkotaan akan mengarahkan
perkembangan tampilan fisik kota, baik secara luasan horizontal
maupun luasan vertikalnya yang pada akhirnya akan mempenga-
ruhi lingkungan alam sekitarnya.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mam-
pu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemam-
puan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Persyaratan minimum pembangunan berkelanjutan berupa terpeli-
haranya apa yang disebut dengan “total natural capital stock” pada
tingkat yang lama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding dengan ke-
adaan sekarang.
Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan kota yang cermat
dan matang. Sesuai dengan amanat Undang-undang 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang. Setiap kota diwajibkan untuk me-
miliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR). Kedua rencana tersebut merupakan dokumen
dilengkapi dengan penjelasan peta grafis mengenai segala hal/fak-
tor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota. Produk grafis
tersebut merupakan penjabaran dari naskah dokumen rancangan
yang memberikan gambaran visual secara dua dimensi tentang
penggunaan wilayah atau bagian ruang sesuai dengan fungsi dan
pemanfaatannya. Produk normatif dan grafis tersebut adalah
merupakan suatu upaya untuk pengerahan sumber-sumber daya
perkotaan, baik meliputi alam, ekonomi, dan manusia, untuk men-
Kebijakan
Penataan Ruang Kota Bekasi
31. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 31
capai tujuan pembangunan kota yang dicita-citakan.
Raperda RDTR Kota Bekasi 2011-2013 sudah diparpurnakan
pada tahun 2012, saat ini sedang menunggu pengesahan dari Gu-
bernur Jawa Barat. RDTR merupakan operasionalisasi dari RTRW.
Dengan skala 1:5000, RDTR merupakan rencana tata ruang paling
detail, sehingga, dengan kedetailannya tersebut batasan fisik anta-
ra wilayah dan pemanfaatan lahan dapat dilihat dengan jelas. Salah
satu tujuan RDTR adalah sebagai alat pengendalian pemanfaatan
ruang terutama perizinan. Oleh karena itu, peraturan zonasi meru-
pakan bagian tidak terpisahkan dari RDTR karena akan menjadi
acuan dalam hal perizinan yang diharapkan mampu menghilangkan
ranah abu-abu dalam penataan ruang.
Bagian Wilayah Pelayanan (BWP)
Raperda RDTR Kota Bekasi mengatur secara detail tentang be-
berapa elemen tata ruang, seperti misalnya; Zona Rawan Bencana,
Zona Lindung, Ruang Terbuka Hijau, Sistem Transportasi, Rencana
Jaringan Prasarana, Rencana Pengembangan Sarana Dan Prasarana
Transportasi, Rencana Pengembangan Transit Oriented Develop-
ment (TOD), Rencana Pengembangan Sistem Perparkiran, Rencana
Pengembangan Jalur Pejalan Kaki, Rencana Pengembangan Jalur
Sepeda, Rencana Pengembangan Sarana Pelengkap Jalan, Rencana
Sistem Jaringan Energi atau Listrik, Rencana Sistem Jaringan Teleko-
munikasi, Rencana Sistem Jaringan Gas, Rencana Penyediaan Air
Bersih, Rencana Penanganan dan Pengelolaan Air Kotor atau Lim-
bah, Rencana Sistem Persampahan, Rencana Pengembangan Jar-
ingan Sistem Drainase, Rencana Jalur Evakuasi Bencana, Rencana
Sistem Pemadam Kebakaran, Prioritas pengembangan, Ketentuan
Peyediaan Sarana dan Prasarana, Ketentuan Penyediaan Prasarana
dan Sarana Dasar Minimal, Ketentuan Penyediaan Tempat Pemaka-
man Umum (TPU), Ketentuan Pemanfaatan Ruang, dan lainnya.
Tulisan ini dibatasi pada pembahasan Bagian Wilayan Pelayanan
(BWP) sebagai elemen paling penting dalam penataan ruang. Ma-
teri tulisan ini disarikan dari Raperda RDTR 2011-2031. Kota Bekasi
dibagi menjadi 5 BWP. BWP adalah Satuan zonasi pada kawasan
perkotaan yang dikelompokkan sesuai dengan kesamaan fungsi
adanya sesuai dengan kesamaan fungsi, adanya pusat tersendiri,
kemudahan aksesibilitas, dan batasan-batasan, baik fisik maupun
administrasi. Kelima BWP tersebut adalah;
1) BWP Pusat Kota dengan luas wilayah 6284,70 Ha, dikembang-
kan menjadi pusat aktivitas pemerintahan, sosial, ekonomi dan
rekreasi Kota Bekasi yang berwawasan Lingkungan, strategis
pertumbuhan ekonomi dan sebagai pusat kegiatan ekonomi
kota dan regional. BWP Pusat Kota meliputi; Kecamatan Bekasi
Barat (Kelurahan Bintara Jaya, Kelurahan Bintara, Kelurahan
Kranji, Kelurahan Kota Baru dan Kelurahan Jaka Sampurna).
Kecamatan Bekasi Timur (Kelurahan Margahayu, Kelurahan
Bekasi Jaya, Kelurahan Aren Jaya dan Kelurahan Duren Jaya).
Kecamatan Bekasi Selatan (Kelurahan Jaka Mulya, Kelurahan
Jaka Setia, Kelurahan Pekayon Jaya, Kelurahan Marga Jaya, Ke-
lurahan Kayuringin Jaya), dan Kecamatan Rawalumbu (Kelura-
han Bojong Menteng, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kelurahan
Sepanjang Jaya, Kelurahan Pengasinan).
Pengembangan Perumahan di kawasan BWP Pusat Kota di-
arahkan untuk bangunan dengan kepadatan tinggi (R2) dengan KDB
maksimal 70% dan KLB maksimal 2,1 dan Kepadatan Rendah (R4)
dengan KDB maksimal 30 %, KLB 0,9. Selain itu diprioritaskan untuk
pengembangan perumahan skala besar (Kasiba atau Lisiba) yang
dilakukan oleh pengembang diprioritaskan pada lahan yang telah
dikeluarkan izinnya. Pengembangan perumahan oleh pengembang
ini meliputi tiga tipe (jenis) perumahan dengan komposisi perband-
ingan 1 : 3 : 6 dan pengembangan perumahan skala besar ini di
arahkan untuk mengembangkan konsep pengembangan rumah
taman atau rumah kebun dengan ketentuan KDB maksimal 50%.
Selain itu juga diarahkan untuk hunian vertical yang tersebar di
beberapa sub Blok diantaranya; Kelurahan Margahayu, Kelurahan
Bekasi Jaya, Kelurahan Bojongrawalumbu dan Kecamatan Bojong
Menteng. Pengembangan perumahan di kawasan tersebut diwajib-
kan menyediakan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai.
Persoalan yang ada di Pusat Kota adalah permukiman kumuh
sehingga perlu ada peremajaan, yang tersebar di Kelurahan Marga-
hayu, Bintara, Kota Baru, Kelurahan Kranji, Sepanjang Jaya, Pengas-
inan, Bojong Rawalumbu, dan Bojong Menteng.
BWP Pusat Kota diprioritaskan menjadi Zona Perdagangan dan
Jasa, pengembangan Central Bussines District (CBD) yang ramah
lingkungan dengan menyediakan minimal 20 persen ruang terbuka
hijau (RTH) dan minimal 20 persen untuk prasarana, sarana dan
utilitas, dan menyediakan lahan resapan air atau tampungan air.
Pengembangan CBD diarahkan di kawasan Karang Kitri Kelurahan
Margahayu Bekasi Timur. Saat ini pembangunan CBD Karang Kitri
sudah mulai berjalan.
Pengembangan lain di BWP Pusat Kota adalah untuk Zona
Komersil skala pelayanan regional dan kota, yang berkembang
secara linier di sepanjang Kalimalang, Jalan Jendral Sudirman,
Jalan Kartini, Jalan Cut Mutia, Jalan Siliwangi Narogong, Jalan
Agus Salim, Jalan Pahlawan dan Jalan A.Yani. Sementara pem-
bangunan pusat perbelanjaan modern (Mall, Super Mall, Shop-
ing Centre, Hypermall) diarahkan ke wilayah Kelurahan Marga-
hayu, Margajaya dan Kranji.
Pengembangan untuk Zona Industri di BWP Pusat Kota dibatasi
pada industrikecil dan menengah yangberwawasan lingkungan non
polutan. Dalam arti, industri yang tidak menguras air terutama air
tanah dalam, dan tidak menimbulkan gangguan lingkungan seperti
pencemaran udara, suara, limbah cair, dan limbah padat berbahaya
(B3). Pengembangan zona industri diarahkan ke wilayah Kecamatan
Rawalumbu koridor Jalan Siliwangi-Narogong, Jalan Cipendawa, Ja-
lan Prapatan Bojong Menteng.
Di dalam BWP Pusat Kota nantinya akan diarahkan memiliki
Zona Pariwisata Perkotaan di kawasan CBD yang terletak di Karang
Kitri Kelurahan Kelurahan Margahayu, Wisata Alam di Situ Lumbu
di Kelurahan Bojong Rawalumbu Kecamatan Rawalumbu, Situ Gede
di Kelurahan Bojong Menteng, Situ Harapan Baru di Kota Baru, dan
Bumi Perkemahan Pramuka di Kelurahan Kayuringin. Sementara
Kompleks GOR dan Stadion Bekasi akan dikembangkan menjadi
Zona Pariwisata Olahraga.
2. BWP Bekasi Utara dengan luasan 3.436 Ha diarahkan menjadi
kawasan permukiman dan perdagangan yang berwawasan ling-
kungan. BWP Bekasi Utara terdiri atas 2 Kecamatan dan 10 ke-
lurahan, meliputi Kecamatan Bekasi Utara (Kelurahan Harapan
Jaya, Kelurahan Kaliabang Tengah, Kelurahan Perwira, Kelura-
han Harapan Baru, Kelurahan Teluk Pucung, Kelurahan Marga
32. Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 201432
Laporan Utama Kebijakan Pembangunan Kota
Mulya) dan Kecamatan Medan Satria (Kelurahan Harapan Mu-
lya, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Medan Satria, dan Kelurahan
Pejuang).
Pengembangan perumahan di BWP Bekasi Utara diarahkan
memiliki kepadatan tinggi (R2) dengan KDB maksimal 70% dan KLB
maksimal 2,1 dan diarahkan untuk lebih mengoptimalkan lahan-la-
han kosong yang potensial untuk pengembangan perumahan yang
tersebar di BWP Bekasi Utara. Terutama di Kelurahan Harapan Mu-
lya dan Kelurahan Margamulya. Tipe atau jenis rumah yang dapat
dikembangkan adalah Rumah Tunggal (R-1), Rumah Kopel (R-2),
Rumah deret (R-3), Rumah Townhous (R-4), Rumah susun (R-6)
dan (R-7), serta Rumah Kampung (R-8).
Sementara pengembangan hunian vertikal diarahkan pada
wilayah padat penduduk dan konsentrasi industry seperti di Kelura-
han Harapan Jaya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perkem-
bangan penduduk dan kegiatannya yang disebabkan oleh adanya
kegiatan industri.
Penataan kawasan kumuh di wilayah BWP Bekasi Utara terse-
bar di Kelurahan Medan Satria, Kelurahan Harapan Jaya, Kaliabang
Tengah dan di sepanjang bantaran sungai di wilayah sekitar.
Skenario pengembangan kawasan komersial diarahkan untuk
menata dan meningkatkan kawasan perdagangan dan jasa yang
berkembang secara linier di Jalan Sultan Agung, Jalan Sudirman
terdapat Kelurahan Harapan Mulya. Pembangunan pusat perbelan-
jaan modern (mall, super mall, shoping centre, hypermall) dialoka-
sikan di Kelurahan Harapan Mulya dan Marga Mulya.
Untuk Zona Industri diarahkan pada pengembangan industri
yang sudah ada saat ini dan telah memiliki izin perluasan kawasan-
nya. Dan melarang pemberian izin lokasi baru atau pengemban-
gan atau perluasan bagi industri yang polutif dan lapar air. Selain
itu, diberlakukan aturan pengadaan ruang terbuka hijau sebagai
pembatas (Buffer) antara kawasan industry dan permukiman pen-
duduk.
Pengembangan wilayah BWP Bekasi Utara juga termasuk pena-
taan dan pengembangan olahraga/rekreasi berupa taman bermain
di setiap Kelurahan. Sedangkan lapangan terbuka akan dikembang-
kan di Kelurahan Kaliabang, Periwira, Teluk Pucung dan Marga Mu-
lya. Pengembangan rekreasi berupa Danau Duta Harapan yang ter-
dapat di Kelurahan Harapan Baru. Saat ini kondisi Danau tersebut
tidak terawat dengan baik dan kotor.
3. BWP Pondok Gede dengan luas wilayah 3525,48 Ha, di-
arahkan untuk menjadi kawasan perdagangan dan jasa dan pen-
didikan yang terpadu dan terstruktur. BWP Pondok Gede meliputi
3 Kecamatan dan 11 Kelurahan yaitu Kecamatan Pondok Gede
(Kelurahan Jatiwaringin, Kelurahan Jatibening, Kelurahan Jatiben-
ing Baru, Kelurahan Jaticempaka, Kelurahan Jatimakmur). Sebagian
Kecamatan Jatiasih (Kelurahan Jatikramat, Kelurahan Jatimekar,
Kelurahan Jatiasih, Kelurahan Jatirasa). Sebagian Kecamatan Jati
Asih (Kelurahan Jatirahayu dan Kelurahan Jatiwarna).
Skenario pengembangan zona perumahan di BWP Pondok Gede
diarahkan memiliki kepadatan tinggi (R2) KDB 70 %, KLB 2,1 dan ke-
padatan sedang (R-3) dengan KDB maksimal 50% dan KLB maksimal
1,5 dan pengembangnnya di arahkan untuk lebih mengoptimalkan
lahan-lahan kosong yang potensial untuk pengembangan peruma-
han yang tersebar di BWP Pondok Gede. Tipe atau jenis rumah yang
dapat dikembangkan di BWP Pondok Gede meliputi Rumah Tunggal
(R-1), Rumah Kopel ( R-2), Rumah deret (R-3), Rumah Townhouse
(R-4), Rumah susun (R-6) dan (R-7) serta Rumah Kampung (R-8).
Arahan Pengembangan untuk hunian kepadatan tinggi diarahkan
di bagian Utara BWP Pondok Gede yaitu di Kelurahan Jatiwangin, Jati
Cempaka (JTC) Kelurahan Jati Bening Baru, Kelurahan Jati Bening dan
Kelurahan Jati Makmur (JTM). Sedangkan untuk hunian kepadatan se-
dang diarahkan di Kecamatan Pondok Melati yaitu di Kelurahan Jati
Rahayu dan Jati Warna. Serta di Kecamatan Jati Asih di Kelurahan Jati
Mekar, Jati Kramat, Jati Asih dan Kelurahan Jati Rasa. Sementara itu,
penataan kawasan kumuh diarahkan pada perumahan tidak terstruk-
tur yang berkembang di Kelurahan Jatiwarna.
Pengembangan rumah vertikal diarahkan pada wilayah padat
penduduk di Kelurahan Jatibening Jatirahayu. Rencana apartemen
swasta atau condominium dibatasi dengan ketinggian lantai 8 lan-
tai bangunan , KDB 40% dan KLB 3,2, hal ini terkait dengan BWP
Pondok Gede yang berdekatan dengan Bandara Halim Perdana Ku-
sumah, rencana pengembangannya di arahkan di Kelurahan Jati-
waringin dan Kelurahan Jati Cempaka.
Pengembangan Zona Perdagangan dan Jasa di BWP Pondok
Gede diarahkan untuk menata dan meningkatkan pasar modern
yang telah ada dan berkembang di Jatiwaringin menjadi pusat per-
belanjaan modern melalui penataan parkir dan pedestrian.
Pembangunan Frontage di Jalan Cikunir sebagai kawasan perda-
gangan dan jasa skala regional di Kelurahan Jatiasih dan Kelurahan
Jatimekar. Selain itu juga dilakukan penataan Pasar Tradisional di
Pasar Kecapi Kelurahan Jatiwarna dan Pasar Jatiasih di Kelurahan
Jati Rasa.
Selain itu, penataan kawasan komersil yang sudah ada saat ini
diarahkan memiliki jalur pejalan kaki dan perparkiran. Seperti di
koridor Jalan Jatiwaringin-Jati Makmur-Jalan Hankam di Kelurahan
Jatiwaringin dan Kelurahan Jatirahayu. Koridor Jalan Jati Asih–Jalan
Jati Rasa–Jalan Wibawa Mukti–Jalan Swatantra di Kelurahan Jatia-
sih dan Kelurahan Jatirasa. Koridor Jalan Caman–Jalan Dr Ratna di
Kelurahan Jatibening. Sementara pengembangan kawasan komer-
sial campuran diarahkan di Kelurahan Jatiwaringin, Kelurahan Jati
Warna, dan Kelurahan Jatirahayu.
Untuk Kawasan pendidikan terpadu akan diarahkan di Kelura-
han Jatiwaringin, Kelurahan Jaticempaka, Kelurahan Jatirahayu dan
Kelurahan Jatibening, dimana kawasan ini akan terdiri dari TK, SD,
SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi atau akademi.
Zona khusus di BWP Pondok Gede adalah terdapatnya kawasan
militer yang merupakan Radar Angkatan Udara yang mendukung
kawasan strategis kepentingan pertahanan dam keamanan nasi-
onal. Zona lainnya yang terdapat di BWP Pondok Gede adalah zona
Bebas Keselamatan, Keamanan Operasional Penerbangan (KKOP)
Bandara Udara Halim Perdana Kusumah.
4. BWP Mustikajaya dengan luas wilayah 4525,21 Ha, diarah-
kan kawasan perdagangan dan jasa, permukiman skala
besar, dan kawasan industri. Meliputi 2 Kecamatan dan 8
Kelurahan yaitu Kecamatan Mustikajaya (Kelurahan Musti-
kajaya, Kelurahan Mustikasari, Kelurahan Pedurenan, Kelu-
rahan Cimuning) dan Kecamatan Bantar Gebang (Kelurahan
Bantar Gebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Sumur Batu
dan Kelurahan Cikeuting Udik).
Rencana pengembangan zona perumahan pada BWP Mustika-
jaya diarahkan untuk hunian kepadatan sedang-tinggi (R3 dan R2)