SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  30
LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN TANAMAN
ACARA II
REKAYASA TEKNIK BUDIDAYA DENGAN PENGATURAN JARAK TANAM DAN
VARIETAS DALAM SISTEM TUMPANG SARI
Disusun oleh :
Nama : AndrewBudiherlando
NIM : 13188
Asisten : M. Syam Widi
Bayu Setiawan
Indra Kurniawan
Risda Hapsari
LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
SUB MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA II
REKAYASA TEKNIK BUDIDAYA DENGAN PENGATURAN JARAK TANAM DAN
VARIETAS DALAM SISTEM TUMPANG SARI
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pertanian merupakan basis yang mayoritas di Indonesia lebih dari 65% penduduk Indonesia
hidup dengan pertanian. Sebagai negara agraris kehidupan petani kalangan bawah selalu
terabaikan dari segala sektor pembangunan di Indonesia. Dari 27% penduduk miskin di sumatra
barat 65% adalah yang bermata pencaharian sebagai petani, jadi lebih dari separuhnya dari
masyarakat miskin di Sumatara barat adalah petani. Pengangguran yang ada di Sumatra barat
52.8% berasal dari petani, Kalau dilihat lagi lahan yang dimiliki petani hanya 0,4 hektar rata-rata
yang dipunyai perpetani, jadi sangatlah sempit lahan yang digarap oleh petani, apalagi sekarang
dinegri ini ekonomi masyarakatnya sedang terpuruk dan sangatlah sulit bagi petani untuk bangkit
dalan meningkatkan taraf hidupnya. Untuk mengubah pola pikir dan karakter kehidupan dalam
masyarakat tani sangat perlu sekali di masukan unsur pendidikan supaya petani lebih mempunyai
solusi untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi dan mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang menyokong usaha yang akan dilaksanakan petani itu sendiri. Melihat
permasalahan tersebut perlu adanya usaha dalam manajemen produksi pertanian.
Manajemen Produksi adalah suatu pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian)
proses pengubahan/konversi dari sumberdaya yang merupakan input menjadi barang atau jasa
(sebagai output) yang dilakukan oleh suatu organisasi berdasarkan tujuannya.
Tanaman adalah tumbuhan yang sudah dibudidayakan. Sedangkan Tanaman Pertanian adalah
segala tanaman yang digunakan manusia untuk tujuan apapun, yang berfaedah yang secara
ekonomi cocok dengan rencana kerja dan eksistensi manusia dan dikelola sampai tingkat
tertentu. Produksi tanaman adalah pengelolaan tanaman yang bermanfaat. Ilmu yang
mempelajari produksi tanaman adalah Agronomi. Sehingga Agronomi adalah ilmu yang
mempelajari cara pengelolaan tanaman pertanian dan lingkungannya untuk memperoleh
produksi yang maksimum dan lestari. Secara lebih rinci Budidaya Tanaman adalah pengelolaan
sumberdaya nabati dengan melakukan rekayasa terhadap lingkungan tumbuh, potensi genetik
dan potensi fisiologinya dalam kegiatan produksi tanaman dan penanganan hasil dengan tujuan
untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, bahan baku industri, obat-obatan dan rempah,
serta kenyamanan hidup. Orientasi budidaya tanaman adalah produksi maksimum dan
mempertahankan sistem produksi yang berkelanjutan.
Dari pengertian mengenai tanaman dan budidaya tanaman tersebut maka, difinisi dari
Manajemen Produksi Tanaman adalah sebagai berikut: Ilmu terapan yang menggabungkan
fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan budidaya tanaman untuk menghasilkan suatu produk
baik berupa benih/bibit/bahan tanam, hasil tanaman (pangan, sandang, papan, bahan industri,
bunga, getah, dsb.) maupun keindahan dan kenyamanan.
2. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh interaksi antara jarak tanam dan macam legum dalam sistem
tumpangsari.
2. Menentukan jarak tanam dan macam legum yang tepat dalam sistem tumpangsari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua
untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang,
daun, bunga, dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007).
Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar
lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air
serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa
yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat
mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang
cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu
menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak
seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi
antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya
berkisar antara 60-300 cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak
banyak mengandung lignin (Rukmana, 1997).
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai
daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin
dan ada pula yang berambut. Setiap stoma dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas.
Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun
(Wirawan dan Wahab, 2007).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu
tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae,
yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga
(inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam
tongkol yang tumbuh diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya
dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga (Suprapto, 1999).
Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai
bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Umumnya
buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan
berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2006).
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung adaah antara 21oC-30o C. Akan tetapi, untuk
pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khusunya jagung hibrida, suhu optimum adalah
23o C-27o C. Suhu yang terlalu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat mengganggu peroses
persarian. Jagung hibrida memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat
berbunga dan pengisian biji. Curah hujan normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah
sekitar 250 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun (Warisno, 2007).
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah
beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di
daerah yang terletak antara 0o-50o LU hingga 0o-40o LS. Jagung bisa ditanam di daerah dataran
rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian tempat antara 1000-1800 meter
dari permukaan laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari permukaan
laut dapat berproduksi dengan baik (AAK, 2006).
Waktu fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang
ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan
tidak dapat membentuk buah (AAK, 1993).
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung harus mempunyai kandungan hara yang
cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah
dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus
dapat memberi hasil yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan
membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung
adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir (AAK, 2006).
Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman jagung hibrida adalah 5,5-
7,0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung banyak tersedia di
dalamnya. Tanah-tanah yang pH nya kurang dari 5,5 dianjurkan diberi pengapuran untuk
menaikkan pH (Warisno, 2007).
Kacang hijau (Vigna radiata L.) memiliki sistem perakaran yang bercabang banyak dan
membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Nodul atau bintil akar merupakan bentuk simbiosis
mutualisme antara bakteri nitrogen dengan tanaman kacang-kacangan sehingga tanaman mampu
mengikat nitrogen bebas dari udara. Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen
(N) yang diikat dari udara sehingga meningkatkan kesuburan tanah (Rukmana, 1997: 16).
Rukmana (1997: 16) mengungkapkan kacang hijau memiliki ukuran batang yang kecil, berbulu,
berwarna hijau kecoklat-coklatan atau kemerah-merahan. Batang tumbuh tegak mencapai
ketinggian 30 cm – 110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun kacang hijau adalah
daun majemuk, dengan tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan
ujung lancip dan berwarna hijau. Rukmana (1997: 16) mengungkapkan bunga kacang hijau
berkelamin sempurna atau hermaphrodite, berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Purwono
dan Hartono (2005) (dalam Anggraini, 2012: 14) menyebutkan proses penyerbukan bunga
kacang hijau (Vigna radiata L.)terjadi pada malam hari, pada pagi hari bunga akan mekar dan
menjadi layu pada sore hari. Buah kacang hijau berbentuk polong dengan panjang antara 6 cm –
15 cm. Tiap polong berisi 6 -16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot
(berat) tiap butir 0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g (Rukmana, 1997:
16). Biji umumnya berwarna hijau kusam atau hijau mengkilap, namun adapula yang berwarna
kuning dan coklat (Fachruddin, 2000: 64).
Dalam proses pertumbuhannya, tanaman kacang hijau memerlukan tanah yang tidak
terlalu banyak mengandung partikel liat. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat
cocok untuk tanaman kacang hijau. Tanah berpasir pun dapat digunakan untuk menanam
tanaman kacang hijau, asalkan kandungan air tanahnya tetap terjaga dengan baik. Adapun tanah
yang dianjurkan, yaitu tanah latosol dan regosol. Kedua jenis tanah ini akan lebih baik bila
digunakan setelah ditanami tanaman padi terlebih dahulu. Keasaman tanah (pH) yang diperlukan
untuk pertumbuhan optimal, yaitu antara 5,5- 6,5. Pada tanah dengan pH di bawah 5,5 perlu
diberi pengapuran untuk meningkatkan pH dan menetralisir keracunan aluminium. Sedangkan
untuk pH tanah di atas 6,5 tidak diperlukan perlakuan tersebut. Kacang hijau (Vigna radiata L.)
dapat dibudidayakan pada ketinggian 5-700 dpl. Di daerah dengan ketinggian di atas 700 dpl
produktivitas kacang hijau menurun dan umur panennya pun menjadi lebih panjang. Tanaman
akan tumbuh dengan baik pada suhu opti mal 25- 270 C dan tumbuh dengan baik di daerah yang
relatif kering dengan kelembaban udara 50- 90% (Purwono dan Hartono, 2005: 21).
Menurut AAK (1989) pertumbuhan kacang tanah secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua macam tipe, yaitu tipe tegak (Bunch type, Erect type, Fastigiate) dan tipe menjalar
(Runner type, Prostrate type, Procumbent). Pada umumnya percabangan tanaman kacang tanah
tipe tegak sedikit banyak melurus atau hanya agak miring ke atas. Batang utama tanaman kacang
tanah tipe menjalar lebih panjang daripada batang utama tipe tegak, biasanya panjang batang
utama antara 33-50 cm. Kacang tanah tipe tegak lebih disukai daripada tipe menjalar, karena
umurnya lebih genjah, yakni antara 100-120 hari, sedangkan umur tanaman kacang tanah tipe
menjalar kira-kira 150-180 hari.
Penyebaran tanaman kacang tanah di seluruh dunia meliputi wilayah berlintang 40oLU-
40oLS yang diyakini sebagai wilayah tropik, subtropik, atau suhu hangat. Wilayah ini memiliki
tanah yang ringan, netral atau alkalin, dan curah hujannya atau pengairan menyediakan paling
sedikit 450 mm air per musim tumbuh (Goldsworthy and Fisher, 1983). Secara spesifik, tanaman
ini sangat cocok ditanam pada jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat.
Kemasaman (pH) tanah yang cocok untuk kacang tanah adalah 6.5 - 7.0. Tanah yang baik
sistem drainasenya akan menciptakan aerase yang lebih baik, sehingga akar tanaman akan lebih
mudah menyerap air, hara nitrogen, dan O2. Drainase yang kurang baik akan berpengaruh buruk
terhadap respirasi akar tanaman, karena persediaan O2 dalam tanah rendah (Kasno et al., 1993).
Selain tanah, faktor iklim memiliki pengaruh besar terhadap pertanaman kacang tanah.
Faktor iklim terdiri atas suhu, cahaya, dan curah hujan. Secara umum, tanaman ini tumbuh paling
baik dalam kisaran suhu udara 25-35oC dan tidak tahan terhadap embun dingin. Suhu tanah
merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman. Suhu
tanah yang ideal untuk perkembangan ginofor adalah 30-34oC, sementara suhu optimal untuk
perkecambahan benih berkisar antara 20-30oC (Pitojo, 2005).
Pitojo (2005) menyatakan bahwa kacang tanah termasuk tanaman yang memerlukan sinar
matahari penuh. Adanya keterbatasan cahaya matahari akibat adanya naungan atau terhalang
oleh tanaman dan atau awan lebih dari 30% akan menurunkan hasil kacang tanah, karena cahaya
mempengaruhi fotosintesis dan respirasi.
Menurut Suprapto (2004) curah hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara maupun
tanah. Kelembaban tanah yang cukup pada awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat
pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Curah hujan yang
cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar kacang tanah dapat berkecambah dengan baik,
dan apabila distribusi curah hujan merata selama curah hujan optimal selama pertumbuhan
sampai panen adalah 300-500 mm.Jarak Tanam menentukan efisiensi pemanfaatan ruang
tumbuh, mempermudah tindakan budidaya lainnya, tingkat dan jenis teknologi yang digunakan
yang dapat ditentukan oleh : Jenis tanaman, Kesuburan tanah, kelembaban tanah, dan tujuan
pengusahaan, Teknologi yang digunakan (manual atau mesin). Pengaturan jarak tanam terbagi
menjadi beberapa yaitu : baris tunggal (single row), baris rangkap (double row), bujur sangkar
(on the square), sama segala penjuru (equidistant), atau hexagonal, dan sebagainya (Mahdi,
2011).
Tanjuk tanaman, perakaran serta kondisi tanah menentukan jarak tanam antar tanaman.
Hal ini berkaitan dengan penyerapan sinar matahari dan penyerapan unsur hara oleh tanaman,
sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman dengan jarak yang
lebih luas mendapatkan sinar matahari dan unsur hara yang cukup karena persaingan antar
tanaman lebih kecil (Pima, 2000).
Semakin banyak tanaman per satuan luas maka semakin tinggi indeks luas daun sehingga
persen cahaya yang diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat
adanya penghalang cahaya oleh daun-daun diatasnya (Hanafi, 2005). Peningkatan produksi
akibat pengaturan jarak tanam juga didapat oleh (Andrade, dkk.,2002) yaitu ketika jarak antar
tanaman berkurang, persentase pe-ningkatan produksi per lahan secara nyata ditentukan oleh
persentase peningkatan intersepsi cahaya. Hasil panen kacang tanah yang tinggi juga di tentukan
oleh populasi tanaman, jumlah populasi tanaman per satuan luas ditentukan oleh jarak tanamnya.
Pengaturan jarak tanam sangat mendukung pertumbuhan tanaman dan produksi. Jarak
tanam juga sangat berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro disekitar tanaman dan penerimaan
sinar matahari. Jarak tanam yang rapat dapat menyebabkan kelembapan udara yang tinggi
disekitar tanaman. Kondisi ini tidak menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman karena
tanaman mudah terserang penyakit (Cahyono, 2003).
Jarak tanama yang tidak tepat akan menimbulkan pengaruh negatif dan beberapa
kerugian. Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan pertumbuhan dahan terhambat sehingga
mahkota pohon yang tidak rimbun. Jarak tanam yang terlalu rapat juga menyebabkan cahaya
matahari tidak dapat diterima dengan baik oleh tanaman sehingga proses fotosintesis terhambat
dan produksi buah tidak maksimal, meskipun tanaman diberikan pupuk yang cukup yang banyak
mengandung fosfor (Sarpian, 2003).
Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih dari
satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir. Bisa juga Multiple cropping
atau sistem tanam ganda merupakan usaha petanian untuk mendapatkan hasil panen lebih dari
satu kali dari jenis atau beberapa jenis pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. Sistem
ini dapat menunjang strategi pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi
pertanian yang diarahkan untuk dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya
dengan tetap memperhatikan kelestariannya.
Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di daerah
tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah sekaligus
meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu keuntungan lain dari sistem
ini : (a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah, (b) memperbaiki tata air pada tanah-
tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga
cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia, (c) menyuburkan dan
memperbaiki struktur tanah, (d) mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan
meningkat pula, (e) mampu menghemat tenaga kerja, (f) menghindari terjadinya pengangguran
musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu
dilakukan berulang kali, (h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i)
memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.
Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping).
Sistem tumpang sari, yaitu sistem bercocok tanaman pada sebidang tanah dengan menanam dua
atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan. Sistem tumpang sari ini, disamping
petani dapat panen lebih dari sekali setahun dengan beraneka komoditas (deversifikasi hasil),
juga resiko kegagalan panen dapat ditekan, intensitas tanaman dapat meningkat dan pemanfaatan
sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada akan lebih efisien.
Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih
sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin serta dapat
menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Sehingga jenis tanaman yang digunakan
dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan
dapat saling melengkapi. Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan yang diselang seling
atau tidak membentuk barisan. Misalnya tumpang sari kacang tanah dengan ketela pohon,
kedelai diantara tanaman jagung, atau jagung dengan padi gogo, serta dapat memasukan sayuran
seperti kacang panjang di dalamnya.
Sistem penanaman ganda yang lain yaitu sistem tumpang gilir, yang merupakan cara
bercocok tanaman dengan menggunakan 2 atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah dengan
pengaturan waktu. Penanaman kedua dilakukan setelah tanaman pertama berbunga. Sehingga
nantinya tanaman bisa hidup bersamaan dalam waktu relatif lama dan penutupan tanah dapat
terjamin selama musim hujan.
Ada beberapa jenis multiple cropping, seperti mixed cropping, relay planting,
intercropping dan lain-lain. Intercropping (tumpangsari) merupakan salah satu jenis multiple
cropping yang paling umum dan sering dilakukan oleh petani di Indonesia. Biasanya pada
system tumpangsari, hasil dari masing-masing jenis tanaman akan berkurang apabila
dibandingkan dengan system monokultur, tetapi hasil secara keseluruhan lebih tinggi.
Multiple cropping merupakan system budidaya tanaman yang dapat meningkatkan
produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan
Lahan) atau LER (Land Equivalent Ratio). Sebagai contoh nilai NKL atau LER = 1,8; artinya
bahwa untuk mendapatkan hasil atau produksi yang sama dengan 1 hektar diperlukan 1,8 hektar
pertanaman secara monokultur.
HA1 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari.
HB1 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari.
HA2 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur.
Pada prinsipnya teknik budidaya tanaman sama, seperti tanaman pangan, industri, atau
yang lainnya. Bentuk sistem budidaya sangat bermacam, contohnya Multiple Croping. Bentuk
sistem Multiple Croping yang telah lama dikenal adalah tanaman campuran, tumpang sari dan
pergiliran tanaman kemudian tanaman sisipan. Tumpang sari sering dijumpai di daerah sawah
tadah hujan, tegalan dataran rendah maupun dataran tinggi. Tumpang sari di dataran rendah
biasanya terdiri dari berbagai macam palawija atau padi dan palawija, sedangkan di dataran
tinggi biasanya terdiri dari berbagai macam tanaman hortikultura (sayuran) (Thahir, M. et al.
1985).
Peran lain dari multiple cropping adalah dapat mengurangi resiko kegagalan panen satu
jenis tanaman serta stabilitas biologis, dapat menyerap tenaga kerja, penggunaan cahaya
matahari lebih efisien, dapat menekan pertumbuhan gulma dan mencegah erosi.
III. METODOLOGI
Praktikum Manajemen Tanaman Acara II yang berjudul Rekayasa Teknik Budidaya
Dengan Pengaturan Jarak Tanam dan Macam Legum dalam Sistem Tumpangsari telah
dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2016 hingga 25 April 2016 di Kebun Percobaan
Tridharma, Banguntapan, Bantul. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain alat
tulis, meteran, tali, gunting, pisau cutter, kantong plastik, kantong kertas, ember, timbangan,
oven, dan alat-alat pertanian seperti bajak dan cangkul. Bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah benih jagung, benih kacang tanah, benih kacang hijau, pupuk kandang, dan
pupuk NPK.
Penelitian dilakukan dengan metode percobaan lapangan yang terdiri atas dua fakor dan
dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial. Faktor
pertama berupa jarak tanam jagung yang terdiri dari: jarak tanam 80 cm x 25 cm (J1), jarak
tanam 70 cm x 25 cm (J2), dan jarak tanam 60 cm x 25 cm (J3). Faktor kedua berupa macam
legum yang terdiri dari: kacang tanah (K1) dan kacang hijau (K2), sehingga total ada 6
kombinasi dengan 3 kali ulangan + kontrol monokultur.
Pelaksanaan praktikum diawali dengan tanah yang digemburkan dan dibuat petak
berukuran 2 m x 3 m untuk tiap petaknya. Jagung dan legum ditanam sesuai dengan jarak tanam.
Tanaman legum disisipkan di antara jarak antar baris jagung. Pemupukan dan pemeliharaan
disesuaikan dengan kondisi pertanaman. Pengamatan dilakukan satu kali dalam seminggu.
Variabel yang diamati setiap minggunya adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Panen
dilakukan setelah tanaman mengalam masak fisiologis. Hasil praktikum di lapangan dianalisis.
Data sampel meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun diamati setiap minggu. Dibuat
grafik jumlah daun dan kurva sigmoid tinggi tanaman. Data korban meliputi bobot segar akar
dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk dan luas daun diamati pada umur 4 mst dan 8 mst untuk
jagung dan kacang tanah, untuk kacang hijau pad umur 3 mst dan 7 mst. Data hasil meliputi
petak ubinan pada masing-masing perlakuan. Data komponen hasil meliputi jagung (panjang
tongkol, jumlah baris biji per tongkol, jumlah biji per tongkol, dan bobot 100 biji), sedangkan
tanaman legun meliputi jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, persentase
polong isi, jumlah biji per polong, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 biji kering. Analisis
pertumbuhan meliputi laju asimilasi bersih, laju pertumbuhan tanaman, bobot daun khas, nisbah
akar tajuk, dan nisbah luas daun.
Analisis nisbah kesetaraan lahan (LER) menggunakan rumus sebagai berikut:
LER= ∑_(i=0)^n▒hi/Hi
Keterangan : hi = hasil tumpangsari tanaman jenis i
Hi = hasil monokultur tanaman jenis i
i = macam tanaman yang dibudidayakan atau ditumpangsarikan
Nilai LER > 1 menunjukkan peningkatan produktivitas lahan
Data hasil praktikum dianalisis dengan analisis varian 5%. Jika terjadi perbedaan yang
nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT 5%
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jarak tanam atau kerapatan tanaman merupakan bagian dari teknik bercocok tanam yang
perlu diperhatikan secara serius agar pemanfaatan sumber daya lingkungan dapat maksimal.
dalam sistem bercocok tanam kerapatan tanaman atau jarak tanam perlu diperhatikan
dengan baik sehingga didalam pemanfaatan sumber daya lingkungan dapat dilakukan secara
maksimal. Pada sistem bercocok tanam, apabila kerapatan tanaman (jumlah populasi) melebihi
batas optimum, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan tanaman akibat tidak tahan bersaing
dengan tanaman lain. Semakin dekat jarak tanam antara satu tanaman dengan tanaman lain,
makin serupa sifat pertumbuhan yang dperlukan, makin hebat pula persaingannya (Aryawijaya,
dalam Candrakirana;1993). Praktikum kali ini membahas mengenai jarak tanam dan macam
legum dalam sistem tumpangsari dengan berbagai jarak tanam (125x25, 100x25 dan 75x25)
Gambar 1. Tinggi tanaman jagung yang ditumpangsari dengan macam legum pada berbagai
jarak tanam jagung pada 0—12 mst.
Gambar 1 menunjukkan tinggi tanaman jagung dengan berbagai perlakuan. Nilai tertinggi
diperoleh pada perlakuan JKH 100X25 dilanjutkan secara berturut-turut yaitu JKT 125X5, JKH
125X25, JKH 100X25, JKT, 75X25, JKH 75X25, serta yang terendah adalah JKT 100X25.
Berdasarkan grafik, tren yang terlihat adalah jagung yang ditanaman secara tumpangsari dengan
dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini
memungkinkan terjadi karena kacang tanah KT dan kacang hijau KH merupakan varietas dengan
ciri morfologi bercabang sehingga memungkinkan menyebabkan kebutuhan hara yang besar
sehingga kompetisi dengan jagung lebih tinggi. Perlakuan JKH 100X25 memiliki tinggi dengan
nilai paling besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung
dan kacang-kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhan
vegetatifnya.
Gambar 2. Tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung pada berbagai
jarak tanam jagung pada 0—12 mst.
Gambar 2 menunjukkan tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung.
Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KT 125X25, KT 75X25, dan KT 100X25. Berdasarkan
grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan
jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan
terjadi karena semakin sempit jarak tanam memungkinkan terjadinya persaingan air dan hara
antar tanaman. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang
membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat
memperhambat pertumbuhannya. Perlakuan JKH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling
besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang-
kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
Gambar 3. Tinggi tanaman kacang hijau yang ditumpangsari dengan jagung pada berbagai
jarak tanam jagung pada 0—12 mst.
Gambar 3 menunjukkan tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung.
Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KT 125X25, KT 75X25, dan KT 100X25. Berdasarkan
grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan
jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan
terjadi karena semakin sempit jarak tanam memungkinkan terjadinya persaingan air dan hara
antar tanaman. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang
membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat
memperhambat pertumbuhannya. Perlakuan JKH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling
besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang-
kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
Gambar 4. Grafik jumlah daun jagung yang ditumpangsari dengan macam legum dan
berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst.
Gambar 4 menunjukkan jumlah daun jagung yang ditumpangsari dengan macam legum.
Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan JKH 75X25 dilanjutkan secara berturut-turut yaitu JKT
125X25, JKT 100X25, JKH 125X25, JKT, 75X25, serta yang terendah adalah JKH 100X25.
Berdasarkan grafik, jumlah daun memiliki selisih yang tidak begitu signifikan, namun yang
dilihat dari hasil akhir adalah jagung yang ditumpangsarikan dengan kacang hijau yang
ditanaman dengan dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih
kecil, sedangkan pada kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak
tanam relative besar menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa
simbiosis jagung dengan kacang hijau dapat terjadi dengan baik apabila ditanam dengan jarak
yang lebih rapat. sedangkan simbiosis jagung dengan kacang tanah dapat terjadi dengan baik
apabila ditanam dengan jarak yang lebih renggang. Simbiosis yang terjadi adalah jagung
memperoleh unsur N yang ditambatkan oleh tanaman legume, sedangkan tanaman legume yang
merupakan tanaman C3 mendapatkan naungan dari tanaman jagung. (AAK, 1989)
Gambar 5. Grafik jumlah daun kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung pada
berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst.
Gambar 5 menunjukkan jumlah kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung. Nilai
tertinggi diperoleh pada perlakuan KT 75X25, KT 125X25, dan KT 100X25. Berdasarkan grafik,
tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak
tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan terjadi
karena semakin sempit jarak tanam memungkinkan terjadinya persaingan air dan hara antar
tanaman. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang
membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat
memperhambat pertumbuhannya. Perlakuan KT 75X25 memiliki tinggi dengan nilai paling
besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang-
kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
Gambar 6. Grafik jumlah daun kacang hijau yang ditumpangsari dengan jagung pada
berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst.
Gambar 6 menunjukkan tinggi tanaman kacang hijau yang ditumpangsari dengan jagung.
Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KH 100X25, KH 125X25, dan KH 75X25. Berdasarkan
grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan
jarak tanam relative lebar menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan
terjadi karena tajuk kacang hijau yang besar membutuhkan ruang yang lebar juga untuk
mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume)
merupakan tanaman C3 yang membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang
terlalu rapat justru dapat memperhambat cahaya masuk yang menghambat pertumbuhannya.
Perlakuan KH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling besar karena jarak tanam yang
relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang-kacangan mempunyai ruang
yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
Tabel 1. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman jagung
yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah pada 4 mst
Jarak
Tana
m
Bobot Segar Akar
(gram)
Bobot Segar Tajuk
(gram)
Bobot Kering Akar
(gram)
Bobot Kering Tajuk
(gram)
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tanah
Rera
ta
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tana
h
Rerat
a
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tanah
Rerat
a
Kacan
g
Hijau
Kaca
ng
Tana
h
Rera
ta
75 x
25
4,29 7,61 5,95
a
27,28 69,84 48,56
a
0,50 1,01 0,75
a
2,78 6,98 4,88
b
100 x
25
10,90 4,83 7,86
a
64,82 31,31 48,06
a
1,50 0,45 0,97
a
6,67 3,49 5,08
b
125 x
25
7,88 9,53 8,70
a
69,77 39,43 54,60
a
1,22 1,09 1,15
a
7,08 4,57 5,82
a
Rerata 7,69
a
7,32 a - 53,95
a
46,86
a
- 1,07 a 0,85 a - 5,51 a 5,01 a -
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji
interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan
hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama
menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 1 menunjukkan Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk
tanaman jagung dengan perlakuan tumpangsari pada 4 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa pada rerata
dicantumkan huruf “a” yang menunjukkan bahwa bobot segar akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk
pada kacang hijau dengan kacang tanah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini
dimungkinkan karena pada 4 mst kacang tanah dan kacang hijau masih dalam proses pertumbuhan dan
pengaruh perlakuan jarak tanam masih belum memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan kacang
tanah dan kacang hijau, sehingga hasil yang diperoleh masih tidak ada beda nyata.
Tabel 2. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman jagung
yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah pada 8 mst
Jarak
Tanam
Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar
Tajuk (gram)
Bobot Kering
Akar (gram)
Bobot Kering
Tajuk (gram)
Luas Daun (cm2)
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
75 x
25
61,21 178,02 119,65
ab
305,27
b
598,75
a
1,43 b 4,14 a 6,30 b 13,07 a 3873,47
b
5824,82
a
100 x
25
162,27 29,01 95,63
b
648,37
a
246,67
b
6,39 a 0,77 a 17,87 a 4,37 b 5157,14
a
3212,93
b
125 x
25
205,07 62,47 133,77
a
461,60
ab
334,61
ab
2,66 ab 1,37 a 11,33
ab
9,20 ab 3850,63
a
4695,24
a
Rerata 142,85
a
89,83 b - + + + +
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji
interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan
hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama
menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 2 menunjukkan Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk
tanaman jagung dengan perlakuan tumpangsari pada 8 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa pada rerata
dicantumkan huruf “a” dan “ab” yang menunjukkan bahwa menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan. Pada 8 mst jagung dengan tumpangsari kacang tanah dan kacang hijau dimungkinkan sudah
dapat merasakan pengaruh perlakuan jarak tanam terhadap pertumbuhan, sehingga dapat memberikan
respon berbeda terhadap berbagai macam perlakuan. Dapat dilihat bahwa jagung dengan kacang hijau
memiliki bobot segar dan kering tajuk dan akar lebih besar daripada jagung dengan kacang tanah sementara
jagung dengankacang tanah memiliki luas daun yang lebih besar dibanding dengan jagung dengan kacang
hijau. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tajuk dan akar tanaman jagung dengan kacang hijau lebih cepat
dibanding dengan jagung dengan kacang tanah. Bobot segar dan kering baik tajuk dan akar pada kacang
hijau dan kacang tanah memiliki hasil paling besar pada perlakuan 125x25. Hal ini menunjukkan pada
perlakuan jarak tanam tersebut dapat memberikan simbiosis yang maksimal pada jagung serta kacang-
kacangan (legume). Bobot segar akar memberikan tanda “-“ yang berarti bobot segar akar tidak ada interaksi
dengan jarak tanam yang diberikan.
Tabel 3. Komponen hasil tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau
kacang tanah berupa panjang tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, dan
bobot 100 biji pada 8 mst
Jarak
Tanam
Panjang Tongkol
(cm)
Baris per Tongkol Biji per Tongkol Bobot 100 biji
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
75 x
25
15,97 b 16,09 a 15,57 15,50 15,53
a
449,97 444,47 447,22
a
2,49 b 5,08 a
100 x
25
14,99 b 13,25 a 16,30 15,37 15,84
a
418,14 319,67 368,90
b
2,98 b 2,93 b
125 x 23,20 a 14,22 a 15,17 a 14,81 14,99 396,21 348,83 372,52 5,97 a 2,74 b
25 a b
Rerata + 15,68 a 15,23 a - 421,44
a
370,99
b
- +
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut
menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada
interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda
menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 3 menunjukkan komponen hasil tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau
kacang tanah pada 8 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa pada rerata dicantumkan huruf “a” dan “ab”
yang menunjukkan bahwa menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada 8 mst jagung dengan
tumpangsari kacang tanah dan kacang hijau dimungkinkan sudah dapat merasakan pengaruh perlakuan jarak
tanam terhadap pertumbuhan, sehingga dapat memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam
perlakuan. Dapat dilihat bahwa jagung dengan kacang hijau memiliki bobot segar dan kering tajuk dan akar
lebih besar daripada jagung dengan kacang tanah sementara jagung dengankacang tanah memiliki luas daun
yang lebih besar dibanding dengan jagung dengan kacang hijau. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tajuk dan
akar tanaman jagung dengan kacang hijau lebih cepat dibanding dengan jagung dengan kacang tanah. Bobot
segar dan kering baik tajuk dan akar pada kacang hijau dan kacang tanah memiliki hasil paling besar pada
perlakuan 125x25. Hal ini menunjukkan pada perlakuan jarak tanam tersebut dapat memberikan simbiosis
yang maksimal pada jagung serta kacang-kacangan (legume). Pada baris per tongkol memberikan nilai “-“
yang berarti baris tongkol tidak berinteraksi dengan jarak tanam yang diberikan
Tabel 4. Analisis pertumbuhan tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau
kacang tanah berupa indeks luas daun, nisbah akar per tajuk, laju asimilasi bersih, dan laju
pertumbuhan tanaman pada 4—8 mst
Jarak
Tanam
Indeks Luas
Daun
Nisbah Akar per
Tajuk
Laju Asimilasi
Bersih (gr cm-2
minggu-1)
Laju Pertumbuhan
Tanaman (gr cm-2
minggu-1)
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tana
h
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tana
h
Rerat
a
Kacan
g Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
75 x 25 2,07
a
3,11 a 0,23 0,28 0,26
a
0,0005
b
0,0005
a
6,17 b 12,74 a
100 x 2,06 1,28 0,37 0,20 0,29 0,0010 0,0002 17,45 a 4,15 b
25 a b a a a
125 x
25
1,23
b
1,50
b
0,27 0,15 0,21
a
0,0004
b
0,0005
a
10,78 b 8,85 ab
Rerata + 0,29
a
0,21
a
- + +
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut
menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada
interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda
menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 4 menunjukkan komponen hasil tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau
kacang tanah pada 4-8 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya perbedaan yang signifikan. Pada
indeks luas daun, jagung memiliki hasil terbaik saat ditumpangsarikan dengan kacang tanah dengan
perlakuan 75x25 dan 100x25 dan dengan kacang hijau dengan perlakuan 100x25. Tumpang sari kacang
dengan jagung tidak memberikan pengaruh terhadap nisbah akar per tajuk pada tanaman jagung. Sementara
laju asimilasi bersih terbaik pada kacang hijau dengan perlakuan 100x25 dan kacang tanah dengan
perlakuan 125x25. Laju pertumbuhan jagung optimal apabila ditumpangsarikan dengan kacang tanah
dengan perlakuan 75x25 dan dengan kacang hijau dengan perlakuan 100x25 dan 125x25. Hal ini
menunjukkan ada pengaruh nyata/signifikan pada pertumbuhan jagung saat ditumpangsarikan dengan
kacang-kacangan (legume). Nisbah akar per tajuk memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada
interaksi antara nisbah akar per tajuk terhadap jarak tanam hal ini dimungkinkan karena tanaman jagung
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman legume
Tabel 5. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman legum
yang ditumpangsari dengan jagung pada 3 mst
Jarak
Tanam
Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar
Tajuk (gram)
Bobot Kering
Akar (gram)
Bobot Kering Tajuk
(gram)
Luas Daun (cm2)
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacan
g
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata
75 x
25
0,09 1,58 0,84 b 34,50 a 33,69 b 0,03 a 0,18 a 0,17 3,38 1,78
ab
34,69 739,01 386,85
b
100 x
25
0,34 3,91 2,12 a 13,05 b 14,60 c 0,08 a 0,20 a 0,58 2,67 1,62 b 109,52 605,44 357,48
a
125 x
25
0,28 1,98 1,13 b 23,24
ab
69,00 a 0,08 a 0,04 b 0,57 3,84 2,21 a 105,44 1148,98 627,21
a
Rerata 0,24 b 2,49 a - + + 0,44 b 3,30 a - 83,22 b 831,14
a
-
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji
interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan
hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama
menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 5 menunjukkan bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk
tanaman legum dengan berbagai perlakuan pada 3 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya
perbedaan yang signifikan. Tanaman kacang tanah memiliki bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot
kering akar, dan bobot kering tajuk paling baik dibanding dengan kacang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa
kacang tanah dapat bersimbiosis baik dengan tanaman jagung. Ini dimungkinkan karena tanaman kacang
membutuhkan naungan lebih disbanding dengan kacang hijau meski sama-sama tanaman C3. Pada bobot
segar akar, bobot kering akar dan luas daun memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada
interaksi antara bobot segar akar, bobot kering akar dan luas daun terhadap jarak tanam hal ini
dimungkinkan karena tanaman jagung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman legume
Tabel 6. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman
legum yang ditumpangsari dengan jagung pada 7 mst
Jarak
Tanam
Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar Tajuk (gram) Bobot Kering Akar (gram) Bobot Kering
Tajuk (gram)
Luas Daun (cm2)
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
75 x
25
3,20 8,75 5,98 c 154,44 178,35 166,39
b
0,81 0,25 0,53 c 8,87 b 6,77 a 1284,35
b
3146,81
a
100 x
25
6,01 22,16 14,09
a
145,14 84,32 114,73
c
1,72 0,45 1,08 b 22,68 a 4,83 a 2514,29
a
1978,23
b
125 x
25
6,59 9,19 7,89 b 159,59 288,18 223,88
a
2,30 0,61 1,46 a 31,65 a 8,44 a 2776,11
a
2737,42
ab
Rerata 5,27 b 13,37 a - 153,06
a
183,62
a
- 1,61 a 0,43 b - + +
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji
interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan
hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama
menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 6 menunjukkan bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk
tanaman legum dengan berbagai perlakuan pada 7 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya
perbedaan yang signifikan. Tanaman kacang tanah memiliki bobot segar akar dan bobot segar tajuk, paling
baik dibanding dengan kacang hijau namun paling rendah oada bobot kering akar dan daunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa kacang tanah dapat bersimbiosis baik dengan tanaman jagung. Ini dimungkinkan
karena tanaman kacang membutuhkan naungan lebih disbanding dengan kacang hijau meski sama-sama
tanaman C3. Pada bobot segar akar, bobot kering akar dan bobot kering tajuk memberikan nilai “-“ yang
menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara bobot segar akar, bobot kering akar dan bobot kering tajuk
terhadap jarak tanam hal ini dimungkinkan karena tanaman jagung yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tanaman legume
Tabel 7. Komponen hasil tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung berupa jumlah polong per
tanaman, jumlah polong isi, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering 100 biji pada
7 mst
Jarak
Tanam
Polong per
Tanaman
Jumlah Polong Isi Persentase Polong Isi Jumlah Biji per
Polong
Jumlah Biji per
Tanaman
Bobot Kering 100
Biji (gram)
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacan
g
Tanah
Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
75 x 25 22,33 b 133,33
a
14,33 c 116,33
a
73,41 87,11 80,26
a
10,14 a 1,74 b 147,67
b
18,05 b 20,94 a 27,82 b
100 x 25 293 a 19,06 b 229 b 11,05 b 80,68 56,96 68,82
a
9,35 a 18,11 a 369,44
a
2,00 c 23,63 a 45,19 a
125 x 25 462,67
a
24,33 b 383,67
a
18,67 b 82,69 76,75 79,72
a
7,24 a 1,83 b 117,33
b
43,17 a 22,90 a 50,31 a
Rerata + + 78,93 a 73,61 a - + + +
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji
interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan
hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama
menunjukkan tidak ada beda nyata
Pada tabel 7 menunjukkan komponen hasil tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung berupa
jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot
kering 100 biji pada 7 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya perbedaan yang signifikan.
Tanaman kacang hijau memiliki komponen hasil tanaman paling baik dibanding dengan kacang tanah. Hal
ini menunjukkan bahwa kacang hijau dapat bersimbiosis baik dengan tanaman jagung. Pada persentase
polong isi memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara persentase polong isi
terhadap jarak tanam.
Tabel 8. Analisis pertumbuhan tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung berupa indeks luas
daun, nisbah akar per tajuk, laju asimilasi bersih, dan laju pertumbuhan tanaman pada 3—7 mst
Jarak
Tanam
Indeks Luas
Daun
Nisbah Akar per
Tajuk
Laju Asimilasi Bersih (gr cm-2
minggu-1)
Laju Pertumbuhan
Tanaman (gr cm-2
minggu-1)
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tana
h
Kaca
ng
Hijau
Kaca
ng
Tana
h
Rerat
a
Kacan
g Hijau
Kacang
Tanah
Rerata Kacang
Hijau
Kacang
Tanah
75 x 25 0,68
a
1,67 a 0,11 0,04 0,07
a
0,0061 0,0005 0,0033 a 8,87 b 6,72 a
100 x
25
1,01
a
0,79
b
0,08 0,10 0,09
a
0,0073 0,0006 0,0039 a 22,68 a 4,78 a
125 x
25
0,88
a
0,87
b
0,07 0,07 0,07
a
0,0095 0,0006 0,0051 a 31,64 a 8,38 a
Rerata + 0,09
a
0,07
a
- 0,0076
a
0,0005
a
- +
Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji
interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan
hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama
menunjukkan tidak ada beda nyata
Tabel 8. Hasil Produksi dan Analisis Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)
Perlakuan Hasil Produksi (ton ha-1) LER
Jagung Legum
MJ1 1,98 - -
MJ2 1,19 - -
MJ3 0,81 - -
MK1 - 1,47 -
MK2 - 0,79 -
J1K1 1,19 0,75 1.11
J2K1 0,34 0,13 0.37
J3K1 0,29 0,21 0.50
J1K2 0,60 0,47 0.89
J2K2 0,49 0,29 0.78
J3K2 0,75 0,39 1.42
Keterangan:
- MJ1 : Monokultur Jagung 75 x 25
- MJ2 : Monokultur Jagung 100 x 25
- MJ3 : Monokultur Jagung 125 x 25
- MK1 : Monokultur Kacang Tanah 25 x 25
- MK2 : Monokultur Kacang Hijau 25 x 25
- J1K1 : Polikultur Jagung 75 x 25 dan Kacang Tanah
- J2K1 : Polikultur Jagung 100 x 25 dan Kacang Tanah
- J3K1 : Polikultur Jagung 125 x 25 dan Kacang Tanah
- J1K2 : Polikultur Jagung 75 x 25 dan Kacang Hijau
- J2K2 : Polikultur Jagung 100 x 25 dan Kacang Hijau
- J3K2 : Polikultur Jagung 125 x 25 dan Kacang Hijau
Land Equivalent Ratio (LER) atau Ratio Setara Tanah (RST), adalah perbandingan antara luas
lahan yang diperlukan untuk menanam tanaman secara tunggal dengan penanaman secara
tumpangsari untuk mendapatkan hasil yang sama pada tingkat pengelolaan yang sama. Sistem tanam
yang menghasilkan LER > 1 menunjukkan peningkatan produktivitas lahan.
Polikultur Jagung 75 x 25 dengan Kacang Tanah dan Polikultur Jagung 125 x 25 dengan Kacang
Hijau memiliki nilai LER lebih dari 1 yang berarti memiliki peningkatan terhadap produktifitas
lahan. Dengan kata lain dianjurkan untuk pola tanam Polikultur Jagung 75 x 25 dengan Kacang
Tanah dan Polikultur Jagung 125 x 25 dengan Kacang Hijau untuk mendapatkan produktifitas baik
V. KESIMPULAN
1. Pengaruh jarak tanam serta jenis varietas memberikan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung dan legume.
2. Perlakuan terbaik dalam pemberian jarak tanam dan pemilihan varietas adalah Polikultur
Jagung 75 x 25 dengan Kacang Tanah dan Polikultur Jagung 125 x 25 dengan Kacang
Hijau
DAFTAR PUSTAKA
———-. 1983. Dasar-dasar Bercocok Tanam. Kanisius, Yogyakarta.
Andrade, F.H, P. Calvino, A.Carilo and P. Barbieri., 2002. Yield response to narrow row depend on
increased radiatin interseption. Agron. dalam Suryadi, Setyobudi, dan Soelistyono, R.,
2013. Kajian Intersepsi cahaya Matahari Pada Kacang Tanah(Arachis hypogaea L.) Diantara
Tanaman Melinjo menggunakan Jarak Tanam Berbeda. (Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang).
Candrakirana, I Wayan. 1993. Studi Tentang Pengaruh Pengaturan Jarak Tanam Terhapan Jumlah
Tanaman Padi IR-64 (Oryza sativa L. Varietas IR-64). (skripsi;tidakditerbitkan). Program Studi
Pendidikan Biologi. Universitas Udayana. Singaraja.
Cahyono, B., 2003. Kacang Buncis Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.
Hal : 42.
Hanafi,M. Arief. 2005.Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar
Jagung (Zea mays L) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang. dalam Suryadi, Setyobudi, dan Soelistyono, R., 2013. Kajian
Intersepsi cahaya Matahari Pada Kacang Tanah(Arachis hypogaea L.) Diantara Tanaman
Melinjo menggunakan Jarak Tanam Berbeda. (Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang).
Hidayat, N., 55 Pertumbuhan dan Prodiksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Varietas Lokal Madura
Pada Berbagai Jarak Tanam dan Dosis Pupuk Fosfor. Serial online (http://pertanian
trunojoyo.ac.id/wp-content /uploads/2013/02/7.-Agrovigor-Sept-2008-Vol-1-No-1-
Pertumbuhan-dan-Produksi-Kacang-Tanah-Yayak-.pdf). diakses pada tanggal 23 Mei 2015.
Kanisius. 1976. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius, Yogyakarta.
Mahdi, R., 2011. Teknik Budidaya. Serial online (http://rizalmahdi.files.wordpress.com/2011/01/bab-
9.pdf) ). diakses pada tanggal 23 Mei 2015.
Pima, D., 2009. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi. Serial online (http://
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7592/1/09E01219.pdf). diakses pada tanggal 23 Mei
2015.
Sarpian, T., 2003. Pedoman Berkebun Lada dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 71.
Setyamidjaja, D., 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen. Konisius. Yogyakarta. Hal : 59.
Sunu, P. dan Wartoyo. 2006. Dasar-dasar Hortikultura (on-
line).http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html, diakses pada tanggal 23 Mei 2015.
Susanto , 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengelohan Hasil. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 74.
Thahir S.M., Hadmadi. 1985. Tumpang Gilir. Yasaguna, Jakarta.

Contenu connexe

Tendances

6. buah (fructus) & biji (semen)
6. buah (fructus) & biji (semen)6. buah (fructus) & biji (semen)
6. buah (fructus) & biji (semen)Rendy Bagus
 
25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini
25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini
25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andinitani57
 
Tugas pspb sejarah pertanian berkelanjutan
Tugas pspb sejarah pertanian berkelanjutanTugas pspb sejarah pertanian berkelanjutan
Tugas pspb sejarah pertanian berkelanjutanIssuchii Liescahyani
 
keputusan dalam keadaan risiko
keputusan dalam keadaan risikokeputusan dalam keadaan risiko
keputusan dalam keadaan risikoAbu Tholib
 
ILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYU
ILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYUILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYU
ILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYUEDIS BLOG
 
Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Mohammad Muttaqien
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAlfian Nopara Saifudin
 
Daun Majemuk Menjari
Daun Majemuk MenjariDaun Majemuk Menjari
Daun Majemuk Menjariyuliartiramli
 
Laporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan camLaporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan camfahmiganteng
 
Peranan Biologi di bidang pertanian
Peranan Biologi di bidang pertanianPeranan Biologi di bidang pertanian
Peranan Biologi di bidang pertanianf' yagami
 
EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI
EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASIEKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI
EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASIAna Puja Prihatin
 

Tendances (20)

Enzim dan Fotosintesis
Enzim dan FotosintesisEnzim dan Fotosintesis
Enzim dan Fotosintesis
 
6. buah (fructus) & biji (semen)
6. buah (fructus) & biji (semen)6. buah (fructus) & biji (semen)
6. buah (fructus) & biji (semen)
 
Botani
BotaniBotani
Botani
 
4. Morfologi Bunga
4. Morfologi Bunga4. Morfologi Bunga
4. Morfologi Bunga
 
25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini
25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini
25. Sistem tanam tumpang sari oleh monika andini
 
Botani umum
Botani umumBotani umum
Botani umum
 
Tugas pspb sejarah pertanian berkelanjutan
Tugas pspb sejarah pertanian berkelanjutanTugas pspb sejarah pertanian berkelanjutan
Tugas pspb sejarah pertanian berkelanjutan
 
Laporan DIT lapangan
Laporan DIT lapanganLaporan DIT lapangan
Laporan DIT lapangan
 
keputusan dalam keadaan risiko
keputusan dalam keadaan risikokeputusan dalam keadaan risiko
keputusan dalam keadaan risiko
 
ILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYU
ILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYUILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYU
ILMU KAYU ULTRA STRUKTUR KAYU
 
Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
 
Daun Majemuk Menjari
Daun Majemuk MenjariDaun Majemuk Menjari
Daun Majemuk Menjari
 
Morfologi Tanaman
Morfologi Tanaman Morfologi Tanaman
Morfologi Tanaman
 
RAL
RALRAL
RAL
 
Laporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan camLaporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan cam
 
Acara i
Acara iAcara i
Acara i
 
Peranan Biologi di bidang pertanian
Peranan Biologi di bidang pertanianPeranan Biologi di bidang pertanian
Peranan Biologi di bidang pertanian
 
EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI
EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASIEKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI
EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI
 
M18 kelompok 7 nutrisi tanaman
M18 kelompok 7 nutrisi tanamanM18 kelompok 7 nutrisi tanaman
M18 kelompok 7 nutrisi tanaman
 

Similaire à Praktikum Manajemen Tanaman

Similaire à Praktikum Manajemen Tanaman (20)

Makalah opt
Makalah optMakalah opt
Makalah opt
 
Paper agroteknologi tanaman pangan i ip
Paper agroteknologi tanaman pangan i ipPaper agroteknologi tanaman pangan i ip
Paper agroteknologi tanaman pangan i ip
 
Avivmus
AvivmusAvivmus
Avivmus
 
Makalah Sambiloto
Makalah Sambiloto Makalah Sambiloto
Makalah Sambiloto
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
331347360 laporan-slpht
331347360 laporan-slpht331347360 laporan-slpht
331347360 laporan-slpht
 
Makalah sayur bayam
Makalah sayur bayamMakalah sayur bayam
Makalah sayur bayam
 
Laporan acara 2 ( tp)
Laporan acara 2 ( tp)Laporan acara 2 ( tp)
Laporan acara 2 ( tp)
 
Pembahasan legume
Pembahasan legumePembahasan legume
Pembahasan legume
 
Papaer agt tan pangan ii
Papaer agt tan pangan iiPapaer agt tan pangan ii
Papaer agt tan pangan ii
 
Laporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpadu
Laporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpaduLaporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpadu
Laporan praktikum ii sistem pertanian peternakan terpadu
 
Jagung
JagungJagung
Jagung
 
Kacang hijau
Kacang hijauKacang hijau
Kacang hijau
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayu
 
Laporan Biogul
Laporan Biogul Laporan Biogul
Laporan Biogul
 
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padiTeknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung Laporan produksi tanaman jagung
Laporan produksi tanaman jagung
 
Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)
Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)
Makalah tbt rempah dan khasiat obat (beluntas)
 
135.pdf
135.pdf135.pdf
135.pdf
 

Plus de Andrew Hutabarat

Plus de Andrew Hutabarat (20)

Jabs 0910 213
Jabs 0910 213Jabs 0910 213
Jabs 0910 213
 
Format proposal 2
Format proposal 2Format proposal 2
Format proposal 2
 
Format laporan acara 1
Format laporan acara 1Format laporan acara 1
Format laporan acara 1
 
Sistem Komputer
Sistem KomputerSistem Komputer
Sistem Komputer
 
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada TanamanKonsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
Konsentrasi Klorofil Daun sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman
 
Contoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiahContoh proposal penelitian ilmiah
Contoh proposal penelitian ilmiah
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind 1
 
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 indKuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
Kuliah fisiologi lingkungan 2014 ind
 
Integrated weed
Integrated weedIntegrated weed
Integrated weed
 
Ekotan 15
Ekotan 15Ekotan 15
Ekotan 15
 
The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014The biodiversity budiastuti 2014
The biodiversity budiastuti 2014
 
Site dan mode of action
Site dan mode of actionSite dan mode of action
Site dan mode of action
 
Seed bank
Seed bankSeed bank
Seed bank
 
Managemen gulma
Managemen gulmaManagemen gulma
Managemen gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2 1
 
I gulma l2
I gulma l2I gulma l2
I gulma l2
 
Ecologi gulma
Ecologi gulmaEcologi gulma
Ecologi gulma
 
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
Kuliang fisiologi lingkungan ing 2014 2
 
Ekotanjut1
Ekotanjut1Ekotanjut1
Ekotanjut1
 
The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015The biodiversity ho 2015
The biodiversity ho 2015
 

Praktikum Manajemen Tanaman

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN TANAMAN ACARA II REKAYASA TEKNIK BUDIDAYA DENGAN PENGATURAN JARAK TANAM DAN VARIETAS DALAM SISTEM TUMPANG SARI Disusun oleh : Nama : AndrewBudiherlando NIM : 13188 Asisten : M. Syam Widi Bayu Setiawan Indra Kurniawan Risda Hapsari LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN SUB MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016
  • 2. ACARA II REKAYASA TEKNIK BUDIDAYA DENGAN PENGATURAN JARAK TANAM DAN VARIETAS DALAM SISTEM TUMPANG SARI I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan basis yang mayoritas di Indonesia lebih dari 65% penduduk Indonesia hidup dengan pertanian. Sebagai negara agraris kehidupan petani kalangan bawah selalu terabaikan dari segala sektor pembangunan di Indonesia. Dari 27% penduduk miskin di sumatra barat 65% adalah yang bermata pencaharian sebagai petani, jadi lebih dari separuhnya dari masyarakat miskin di Sumatara barat adalah petani. Pengangguran yang ada di Sumatra barat 52.8% berasal dari petani, Kalau dilihat lagi lahan yang dimiliki petani hanya 0,4 hektar rata-rata yang dipunyai perpetani, jadi sangatlah sempit lahan yang digarap oleh petani, apalagi sekarang dinegri ini ekonomi masyarakatnya sedang terpuruk dan sangatlah sulit bagi petani untuk bangkit dalan meningkatkan taraf hidupnya. Untuk mengubah pola pikir dan karakter kehidupan dalam masyarakat tani sangat perlu sekali di masukan unsur pendidikan supaya petani lebih mempunyai solusi untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi dan mampu memenuhi kebutuhan- kebutuhan yang menyokong usaha yang akan dilaksanakan petani itu sendiri. Melihat permasalahan tersebut perlu adanya usaha dalam manajemen produksi pertanian. Manajemen Produksi adalah suatu pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) proses pengubahan/konversi dari sumberdaya yang merupakan input menjadi barang atau jasa (sebagai output) yang dilakukan oleh suatu organisasi berdasarkan tujuannya. Tanaman adalah tumbuhan yang sudah dibudidayakan. Sedangkan Tanaman Pertanian adalah segala tanaman yang digunakan manusia untuk tujuan apapun, yang berfaedah yang secara ekonomi cocok dengan rencana kerja dan eksistensi manusia dan dikelola sampai tingkat tertentu. Produksi tanaman adalah pengelolaan tanaman yang bermanfaat. Ilmu yang mempelajari produksi tanaman adalah Agronomi. Sehingga Agronomi adalah ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman pertanian dan lingkungannya untuk memperoleh produksi yang maksimum dan lestari. Secara lebih rinci Budidaya Tanaman adalah pengelolaan sumberdaya nabati dengan melakukan rekayasa terhadap lingkungan tumbuh, potensi genetik
  • 3. dan potensi fisiologinya dalam kegiatan produksi tanaman dan penanganan hasil dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, bahan baku industri, obat-obatan dan rempah, serta kenyamanan hidup. Orientasi budidaya tanaman adalah produksi maksimum dan mempertahankan sistem produksi yang berkelanjutan. Dari pengertian mengenai tanaman dan budidaya tanaman tersebut maka, difinisi dari Manajemen Produksi Tanaman adalah sebagai berikut: Ilmu terapan yang menggabungkan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan budidaya tanaman untuk menghasilkan suatu produk baik berupa benih/bibit/bahan tanam, hasil tanaman (pangan, sandang, papan, bahan industri, bunga, getah, dsb.) maupun keindahan dan kenyamanan. 2. Tujuan 1. Mengetahui pengaruh interaksi antara jarak tanam dan macam legum dalam sistem tumpangsari. 2. Menentukan jarak tanam dan macam legum yang tepat dalam sistem tumpangsari.
  • 4. II. TINJAUAN PUSTAKA Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007). Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999). Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300 cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Rukmana, 1997). Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga (Suprapto, 1999). Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Umumnya
  • 5. buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2006). Suhu yang dikehendaki tanaman jagung adaah antara 21oC-30o C. Akan tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khusunya jagung hibrida, suhu optimum adalah 23o C-27o C. Suhu yang terlalu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat mengganggu peroses persarian. Jagung hibrida memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat berbunga dan pengisian biji. Curah hujan normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah sekitar 250 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun (Warisno, 2007). Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o LU hingga 0o-40o LS. Jagung bisa ditanam di daerah dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian tempat antara 1000-1800 meter dari permukaan laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari permukaan laut dapat berproduksi dengan baik (AAK, 2006). Waktu fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah (AAK, 1993). Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung harus mempunyai kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir (AAK, 2006). Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman jagung hibrida adalah 5,5- 7,0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya. Tanah-tanah yang pH nya kurang dari 5,5 dianjurkan diberi pengapuran untuk menaikkan pH (Warisno, 2007). Kacang hijau (Vigna radiata L.) memiliki sistem perakaran yang bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Nodul atau bintil akar merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara bakteri nitrogen dengan tanaman kacang-kacangan sehingga tanaman mampu
  • 6. mengikat nitrogen bebas dari udara. Makin banyak nodul akar, makin tinggi kandungan nitrogen (N) yang diikat dari udara sehingga meningkatkan kesuburan tanah (Rukmana, 1997: 16). Rukmana (1997: 16) mengungkapkan kacang hijau memiliki ukuran batang yang kecil, berbulu, berwarna hijau kecoklat-coklatan atau kemerah-merahan. Batang tumbuh tegak mencapai ketinggian 30 cm – 110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun kacang hijau adalah daun majemuk, dengan tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau. Rukmana (1997: 16) mengungkapkan bunga kacang hijau berkelamin sempurna atau hermaphrodite, berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Purwono dan Hartono (2005) (dalam Anggraini, 2012: 14) menyebutkan proses penyerbukan bunga kacang hijau (Vigna radiata L.)terjadi pada malam hari, pada pagi hari bunga akan mekar dan menjadi layu pada sore hari. Buah kacang hijau berbentuk polong dengan panjang antara 6 cm – 15 cm. Tiap polong berisi 6 -16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir 0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g (Rukmana, 1997: 16). Biji umumnya berwarna hijau kusam atau hijau mengkilap, namun adapula yang berwarna kuning dan coklat (Fachruddin, 2000: 64). Dalam proses pertumbuhannya, tanaman kacang hijau memerlukan tanah yang tidak terlalu banyak mengandung partikel liat. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat cocok untuk tanaman kacang hijau. Tanah berpasir pun dapat digunakan untuk menanam tanaman kacang hijau, asalkan kandungan air tanahnya tetap terjaga dengan baik. Adapun tanah yang dianjurkan, yaitu tanah latosol dan regosol. Kedua jenis tanah ini akan lebih baik bila digunakan setelah ditanami tanaman padi terlebih dahulu. Keasaman tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal, yaitu antara 5,5- 6,5. Pada tanah dengan pH di bawah 5,5 perlu diberi pengapuran untuk meningkatkan pH dan menetralisir keracunan aluminium. Sedangkan untuk pH tanah di atas 6,5 tidak diperlukan perlakuan tersebut. Kacang hijau (Vigna radiata L.) dapat dibudidayakan pada ketinggian 5-700 dpl. Di daerah dengan ketinggian di atas 700 dpl produktivitas kacang hijau menurun dan umur panennya pun menjadi lebih panjang. Tanaman akan tumbuh dengan baik pada suhu opti mal 25- 270 C dan tumbuh dengan baik di daerah yang relatif kering dengan kelembaban udara 50- 90% (Purwono dan Hartono, 2005: 21). Menurut AAK (1989) pertumbuhan kacang tanah secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam tipe, yaitu tipe tegak (Bunch type, Erect type, Fastigiate) dan tipe menjalar (Runner type, Prostrate type, Procumbent). Pada umumnya percabangan tanaman kacang tanah
  • 7. tipe tegak sedikit banyak melurus atau hanya agak miring ke atas. Batang utama tanaman kacang tanah tipe menjalar lebih panjang daripada batang utama tipe tegak, biasanya panjang batang utama antara 33-50 cm. Kacang tanah tipe tegak lebih disukai daripada tipe menjalar, karena umurnya lebih genjah, yakni antara 100-120 hari, sedangkan umur tanaman kacang tanah tipe menjalar kira-kira 150-180 hari. Penyebaran tanaman kacang tanah di seluruh dunia meliputi wilayah berlintang 40oLU- 40oLS yang diyakini sebagai wilayah tropik, subtropik, atau suhu hangat. Wilayah ini memiliki tanah yang ringan, netral atau alkalin, dan curah hujannya atau pengairan menyediakan paling sedikit 450 mm air per musim tumbuh (Goldsworthy and Fisher, 1983). Secara spesifik, tanaman ini sangat cocok ditanam pada jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat. Kemasaman (pH) tanah yang cocok untuk kacang tanah adalah 6.5 - 7.0. Tanah yang baik sistem drainasenya akan menciptakan aerase yang lebih baik, sehingga akar tanaman akan lebih mudah menyerap air, hara nitrogen, dan O2. Drainase yang kurang baik akan berpengaruh buruk terhadap respirasi akar tanaman, karena persediaan O2 dalam tanah rendah (Kasno et al., 1993). Selain tanah, faktor iklim memiliki pengaruh besar terhadap pertanaman kacang tanah. Faktor iklim terdiri atas suhu, cahaya, dan curah hujan. Secara umum, tanaman ini tumbuh paling baik dalam kisaran suhu udara 25-35oC dan tidak tahan terhadap embun dingin. Suhu tanah merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman. Suhu tanah yang ideal untuk perkembangan ginofor adalah 30-34oC, sementara suhu optimal untuk perkecambahan benih berkisar antara 20-30oC (Pitojo, 2005). Pitojo (2005) menyatakan bahwa kacang tanah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh. Adanya keterbatasan cahaya matahari akibat adanya naungan atau terhalang oleh tanaman dan atau awan lebih dari 30% akan menurunkan hasil kacang tanah, karena cahaya mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Menurut Suprapto (2004) curah hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara maupun tanah. Kelembaban tanah yang cukup pada awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Curah hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar kacang tanah dapat berkecambah dengan baik, dan apabila distribusi curah hujan merata selama curah hujan optimal selama pertumbuhan sampai panen adalah 300-500 mm.Jarak Tanam menentukan efisiensi pemanfaatan ruang tumbuh, mempermudah tindakan budidaya lainnya, tingkat dan jenis teknologi yang digunakan
  • 8. yang dapat ditentukan oleh : Jenis tanaman, Kesuburan tanah, kelembaban tanah, dan tujuan pengusahaan, Teknologi yang digunakan (manual atau mesin). Pengaturan jarak tanam terbagi menjadi beberapa yaitu : baris tunggal (single row), baris rangkap (double row), bujur sangkar (on the square), sama segala penjuru (equidistant), atau hexagonal, dan sebagainya (Mahdi, 2011). Tanjuk tanaman, perakaran serta kondisi tanah menentukan jarak tanam antar tanaman. Hal ini berkaitan dengan penyerapan sinar matahari dan penyerapan unsur hara oleh tanaman, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman dengan jarak yang lebih luas mendapatkan sinar matahari dan unsur hara yang cukup karena persaingan antar tanaman lebih kecil (Pima, 2000). Semakin banyak tanaman per satuan luas maka semakin tinggi indeks luas daun sehingga persen cahaya yang diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun diatasnya (Hanafi, 2005). Peningkatan produksi akibat pengaturan jarak tanam juga didapat oleh (Andrade, dkk.,2002) yaitu ketika jarak antar tanaman berkurang, persentase pe-ningkatan produksi per lahan secara nyata ditentukan oleh persentase peningkatan intersepsi cahaya. Hasil panen kacang tanah yang tinggi juga di tentukan oleh populasi tanaman, jumlah populasi tanaman per satuan luas ditentukan oleh jarak tanamnya. Pengaturan jarak tanam sangat mendukung pertumbuhan tanaman dan produksi. Jarak tanam juga sangat berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro disekitar tanaman dan penerimaan sinar matahari. Jarak tanam yang rapat dapat menyebabkan kelembapan udara yang tinggi disekitar tanaman. Kondisi ini tidak menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman karena tanaman mudah terserang penyakit (Cahyono, 2003). Jarak tanama yang tidak tepat akan menimbulkan pengaruh negatif dan beberapa kerugian. Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan pertumbuhan dahan terhambat sehingga mahkota pohon yang tidak rimbun. Jarak tanam yang terlalu rapat juga menyebabkan cahaya matahari tidak dapat diterima dengan baik oleh tanaman sehingga proses fotosintesis terhambat dan produksi buah tidak maksimal, meskipun tanaman diberikan pupuk yang cukup yang banyak mengandung fosfor (Sarpian, 2003). Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir. Bisa juga Multiple cropping atau sistem tanam ganda merupakan usaha petanian untuk mendapatkan hasil panen lebih dari
  • 9. satu kali dari jenis atau beberapa jenis pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. Sistem ini dapat menunjang strategi pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi pertanian yang diarahkan untuk dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu keuntungan lain dari sistem ini : (a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah, (b) memperbaiki tata air pada tanah- tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia, (c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, (d) mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula, (e) mampu menghemat tenaga kerja, (f) menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali, (h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i) memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik. Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping). Sistem tumpang sari, yaitu sistem bercocok tanaman pada sebidang tanah dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan. Sistem tumpang sari ini, disamping petani dapat panen lebih dari sekali setahun dengan beraneka komoditas (deversifikasi hasil), juga resiko kegagalan panen dapat ditekan, intensitas tanaman dapat meningkat dan pemanfaatan sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada akan lebih efisien. Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Sehingga jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi. Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan yang diselang seling atau tidak membentuk barisan. Misalnya tumpang sari kacang tanah dengan ketela pohon, kedelai diantara tanaman jagung, atau jagung dengan padi gogo, serta dapat memasukan sayuran seperti kacang panjang di dalamnya.
  • 10. Sistem penanaman ganda yang lain yaitu sistem tumpang gilir, yang merupakan cara bercocok tanaman dengan menggunakan 2 atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah dengan pengaturan waktu. Penanaman kedua dilakukan setelah tanaman pertama berbunga. Sehingga nantinya tanaman bisa hidup bersamaan dalam waktu relatif lama dan penutupan tanah dapat terjamin selama musim hujan. Ada beberapa jenis multiple cropping, seperti mixed cropping, relay planting, intercropping dan lain-lain. Intercropping (tumpangsari) merupakan salah satu jenis multiple cropping yang paling umum dan sering dilakukan oleh petani di Indonesia. Biasanya pada system tumpangsari, hasil dari masing-masing jenis tanaman akan berkurang apabila dibandingkan dengan system monokultur, tetapi hasil secara keseluruhan lebih tinggi. Multiple cropping merupakan system budidaya tanaman yang dapat meningkatkan produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan) atau LER (Land Equivalent Ratio). Sebagai contoh nilai NKL atau LER = 1,8; artinya bahwa untuk mendapatkan hasil atau produksi yang sama dengan 1 hektar diperlukan 1,8 hektar pertanaman secara monokultur. HA1 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari. HB1 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari. HA2 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur. Pada prinsipnya teknik budidaya tanaman sama, seperti tanaman pangan, industri, atau yang lainnya. Bentuk sistem budidaya sangat bermacam, contohnya Multiple Croping. Bentuk sistem Multiple Croping yang telah lama dikenal adalah tanaman campuran, tumpang sari dan pergiliran tanaman kemudian tanaman sisipan. Tumpang sari sering dijumpai di daerah sawah tadah hujan, tegalan dataran rendah maupun dataran tinggi. Tumpang sari di dataran rendah biasanya terdiri dari berbagai macam palawija atau padi dan palawija, sedangkan di dataran tinggi biasanya terdiri dari berbagai macam tanaman hortikultura (sayuran) (Thahir, M. et al. 1985).
  • 11. Peran lain dari multiple cropping adalah dapat mengurangi resiko kegagalan panen satu jenis tanaman serta stabilitas biologis, dapat menyerap tenaga kerja, penggunaan cahaya matahari lebih efisien, dapat menekan pertumbuhan gulma dan mencegah erosi.
  • 12. III. METODOLOGI Praktikum Manajemen Tanaman Acara II yang berjudul Rekayasa Teknik Budidaya Dengan Pengaturan Jarak Tanam dan Macam Legum dalam Sistem Tumpangsari telah dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2016 hingga 25 April 2016 di Kebun Percobaan Tridharma, Banguntapan, Bantul. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain alat tulis, meteran, tali, gunting, pisau cutter, kantong plastik, kantong kertas, ember, timbangan, oven, dan alat-alat pertanian seperti bajak dan cangkul. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih jagung, benih kacang tanah, benih kacang hijau, pupuk kandang, dan pupuk NPK. Penelitian dilakukan dengan metode percobaan lapangan yang terdiri atas dua fakor dan dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial. Faktor pertama berupa jarak tanam jagung yang terdiri dari: jarak tanam 80 cm x 25 cm (J1), jarak tanam 70 cm x 25 cm (J2), dan jarak tanam 60 cm x 25 cm (J3). Faktor kedua berupa macam legum yang terdiri dari: kacang tanah (K1) dan kacang hijau (K2), sehingga total ada 6 kombinasi dengan 3 kali ulangan + kontrol monokultur. Pelaksanaan praktikum diawali dengan tanah yang digemburkan dan dibuat petak berukuran 2 m x 3 m untuk tiap petaknya. Jagung dan legum ditanam sesuai dengan jarak tanam. Tanaman legum disisipkan di antara jarak antar baris jagung. Pemupukan dan pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi pertanaman. Pengamatan dilakukan satu kali dalam seminggu. Variabel yang diamati setiap minggunya adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Panen dilakukan setelah tanaman mengalam masak fisiologis. Hasil praktikum di lapangan dianalisis. Data sampel meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun diamati setiap minggu. Dibuat grafik jumlah daun dan kurva sigmoid tinggi tanaman. Data korban meliputi bobot segar akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk dan luas daun diamati pada umur 4 mst dan 8 mst untuk jagung dan kacang tanah, untuk kacang hijau pad umur 3 mst dan 7 mst. Data hasil meliputi petak ubinan pada masing-masing perlakuan. Data komponen hasil meliputi jagung (panjang tongkol, jumlah baris biji per tongkol, jumlah biji per tongkol, dan bobot 100 biji), sedangkan tanaman legun meliputi jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, persentase polong isi, jumlah biji per polong, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 biji kering. Analisis pertumbuhan meliputi laju asimilasi bersih, laju pertumbuhan tanaman, bobot daun khas, nisbah akar tajuk, dan nisbah luas daun.
  • 13. Analisis nisbah kesetaraan lahan (LER) menggunakan rumus sebagai berikut: LER= ∑_(i=0)^n▒hi/Hi Keterangan : hi = hasil tumpangsari tanaman jenis i Hi = hasil monokultur tanaman jenis i i = macam tanaman yang dibudidayakan atau ditumpangsarikan Nilai LER > 1 menunjukkan peningkatan produktivitas lahan Data hasil praktikum dianalisis dengan analisis varian 5%. Jika terjadi perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT 5%
  • 14. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jarak tanam atau kerapatan tanaman merupakan bagian dari teknik bercocok tanam yang perlu diperhatikan secara serius agar pemanfaatan sumber daya lingkungan dapat maksimal. dalam sistem bercocok tanam kerapatan tanaman atau jarak tanam perlu diperhatikan dengan baik sehingga didalam pemanfaatan sumber daya lingkungan dapat dilakukan secara maksimal. Pada sistem bercocok tanam, apabila kerapatan tanaman (jumlah populasi) melebihi batas optimum, maka akan terjadi hambatan pertumbuhan tanaman akibat tidak tahan bersaing dengan tanaman lain. Semakin dekat jarak tanam antara satu tanaman dengan tanaman lain, makin serupa sifat pertumbuhan yang dperlukan, makin hebat pula persaingannya (Aryawijaya, dalam Candrakirana;1993). Praktikum kali ini membahas mengenai jarak tanam dan macam legum dalam sistem tumpangsari dengan berbagai jarak tanam (125x25, 100x25 dan 75x25) Gambar 1. Tinggi tanaman jagung yang ditumpangsari dengan macam legum pada berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst. Gambar 1 menunjukkan tinggi tanaman jagung dengan berbagai perlakuan. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan JKH 100X25 dilanjutkan secara berturut-turut yaitu JKT 125X5, JKH 125X25, JKH 100X25, JKT, 75X25, JKH 75X25, serta yang terendah adalah JKT 100X25. Berdasarkan grafik, tren yang terlihat adalah jagung yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan terjadi karena kacang tanah KT dan kacang hijau KH merupakan varietas dengan ciri morfologi bercabang sehingga memungkinkan menyebabkan kebutuhan hara yang besar
  • 15. sehingga kompetisi dengan jagung lebih tinggi. Perlakuan JKH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang-kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhan vegetatifnya. Gambar 2. Tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung pada berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst. Gambar 2 menunjukkan tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KT 125X25, KT 75X25, dan KT 100X25. Berdasarkan grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan terjadi karena semakin sempit jarak tanam memungkinkan terjadinya persaingan air dan hara antar tanaman. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat memperhambat pertumbuhannya. Perlakuan JKH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang- kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
  • 16. Gambar 3. Tinggi tanaman kacang hijau yang ditumpangsari dengan jagung pada berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst. Gambar 3 menunjukkan tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KT 125X25, KT 75X25, dan KT 100X25. Berdasarkan grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan terjadi karena semakin sempit jarak tanam memungkinkan terjadinya persaingan air dan hara antar tanaman. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat memperhambat pertumbuhannya. Perlakuan JKH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang- kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
  • 17. Gambar 4. Grafik jumlah daun jagung yang ditumpangsari dengan macam legum dan berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst. Gambar 4 menunjukkan jumlah daun jagung yang ditumpangsari dengan macam legum. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan JKH 75X25 dilanjutkan secara berturut-turut yaitu JKT 125X25, JKT 100X25, JKH 125X25, JKT, 75X25, serta yang terendah adalah JKH 100X25. Berdasarkan grafik, jumlah daun memiliki selisih yang tidak begitu signifikan, namun yang dilihat dari hasil akhir adalah jagung yang ditumpangsarikan dengan kacang hijau yang ditanaman dengan dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil, sedangkan pada kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak tanam relative besar menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa simbiosis jagung dengan kacang hijau dapat terjadi dengan baik apabila ditanam dengan jarak yang lebih rapat. sedangkan simbiosis jagung dengan kacang tanah dapat terjadi dengan baik apabila ditanam dengan jarak yang lebih renggang. Simbiosis yang terjadi adalah jagung memperoleh unsur N yang ditambatkan oleh tanaman legume, sedangkan tanaman legume yang merupakan tanaman C3 mendapatkan naungan dari tanaman jagung. (AAK, 1989)
  • 18. Gambar 5. Grafik jumlah daun kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung pada berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst. Gambar 5 menunjukkan jumlah kacang tanah yang ditumpangsari dengan jagung. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KT 75X25, KT 125X25, dan KT 100X25. Berdasarkan grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak tanam relative pendek menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan terjadi karena semakin sempit jarak tanam memungkinkan terjadinya persaingan air dan hara antar tanaman. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat memperhambat pertumbuhannya. Perlakuan KT 75X25 memiliki tinggi dengan nilai paling besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang- kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
  • 19. Gambar 6. Grafik jumlah daun kacang hijau yang ditumpangsari dengan jagung pada berbagai jarak tanam jagung pada 0—12 mst. Gambar 6 menunjukkan tinggi tanaman kacang hijau yang ditumpangsari dengan jagung. Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan KH 100X25, KH 125X25, dan KH 75X25. Berdasarkan grafik, tren yang terlihat adalah kacang tanah yang ditanaman secara tumpangsari dengan dengan jarak tanam relative lebar menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan terjadi karena tajuk kacang hijau yang besar membutuhkan ruang yang lebar juga untuk mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Menurut AAK (1989) kacang-kacangan (legume) merupakan tanaman C3 yang membutuhkan naungan. Namun demikian apabila jarak tanam yang terlalu rapat justru dapat memperhambat cahaya masuk yang menghambat pertumbuhannya. Perlakuan KH 100X25 memiliki tinggi dengan nilai paling besar karena jarak tanam yang relative lebih longgar dan sehingga membuat jagung dan kacang-kacangan mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
  • 20. Tabel 1. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah pada 4 mst Jarak Tana m Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar Tajuk (gram) Bobot Kering Akar (gram) Bobot Kering Tajuk (gram) Kaca ng Hijau Kaca ng Tanah Rera ta Kaca ng Hijau Kaca ng Tana h Rerat a Kaca ng Hijau Kaca ng Tanah Rerat a Kacan g Hijau Kaca ng Tana h Rera ta 75 x 25 4,29 7,61 5,95 a 27,28 69,84 48,56 a 0,50 1,01 0,75 a 2,78 6,98 4,88 b 100 x 25 10,90 4,83 7,86 a 64,82 31,31 48,06 a 1,50 0,45 0,97 a 6,67 3,49 5,08 b 125 x 25 7,88 9,53 8,70 a 69,77 39,43 54,60 a 1,22 1,09 1,15 a 7,08 4,57 5,82 a Rerata 7,69 a 7,32 a - 53,95 a 46,86 a - 1,07 a 0,85 a - 5,51 a 5,01 a - Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 1 menunjukkan Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman jagung dengan perlakuan tumpangsari pada 4 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa pada rerata dicantumkan huruf “a” yang menunjukkan bahwa bobot segar akar dan tajuk, bobot kering akar dan tajuk pada kacang hijau dengan kacang tanah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena pada 4 mst kacang tanah dan kacang hijau masih dalam proses pertumbuhan dan pengaruh perlakuan jarak tanam masih belum memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan kacang tanah dan kacang hijau, sehingga hasil yang diperoleh masih tidak ada beda nyata. Tabel 2. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah pada 8 mst Jarak Tanam Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar Tajuk (gram) Bobot Kering Akar (gram) Bobot Kering Tajuk (gram) Luas Daun (cm2) Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah 75 x 25 61,21 178,02 119,65 ab 305,27 b 598,75 a 1,43 b 4,14 a 6,30 b 13,07 a 3873,47 b 5824,82 a 100 x 25 162,27 29,01 95,63 b 648,37 a 246,67 b 6,39 a 0,77 a 17,87 a 4,37 b 5157,14 a 3212,93 b
  • 21. 125 x 25 205,07 62,47 133,77 a 461,60 ab 334,61 ab 2,66 ab 1,37 a 11,33 ab 9,20 ab 3850,63 a 4695,24 a Rerata 142,85 a 89,83 b - + + + + Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 2 menunjukkan Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman jagung dengan perlakuan tumpangsari pada 8 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa pada rerata dicantumkan huruf “a” dan “ab” yang menunjukkan bahwa menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada 8 mst jagung dengan tumpangsari kacang tanah dan kacang hijau dimungkinkan sudah dapat merasakan pengaruh perlakuan jarak tanam terhadap pertumbuhan, sehingga dapat memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam perlakuan. Dapat dilihat bahwa jagung dengan kacang hijau memiliki bobot segar dan kering tajuk dan akar lebih besar daripada jagung dengan kacang tanah sementara jagung dengankacang tanah memiliki luas daun yang lebih besar dibanding dengan jagung dengan kacang hijau. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tajuk dan akar tanaman jagung dengan kacang hijau lebih cepat dibanding dengan jagung dengan kacang tanah. Bobot segar dan kering baik tajuk dan akar pada kacang hijau dan kacang tanah memiliki hasil paling besar pada perlakuan 125x25. Hal ini menunjukkan pada perlakuan jarak tanam tersebut dapat memberikan simbiosis yang maksimal pada jagung serta kacang- kacangan (legume). Bobot segar akar memberikan tanda “-“ yang berarti bobot segar akar tidak ada interaksi dengan jarak tanam yang diberikan. Tabel 3. Komponen hasil tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah berupa panjang tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, dan bobot 100 biji pada 8 mst Jarak Tanam Panjang Tongkol (cm) Baris per Tongkol Biji per Tongkol Bobot 100 biji Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah 75 x 25 15,97 b 16,09 a 15,57 15,50 15,53 a 449,97 444,47 447,22 a 2,49 b 5,08 a 100 x 25 14,99 b 13,25 a 16,30 15,37 15,84 a 418,14 319,67 368,90 b 2,98 b 2,93 b 125 x 23,20 a 14,22 a 15,17 a 14,81 14,99 396,21 348,83 372,52 5,97 a 2,74 b
  • 22. 25 a b Rerata + 15,68 a 15,23 a - 421,44 a 370,99 b - + Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 3 menunjukkan komponen hasil tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah pada 8 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa pada rerata dicantumkan huruf “a” dan “ab” yang menunjukkan bahwa menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada 8 mst jagung dengan tumpangsari kacang tanah dan kacang hijau dimungkinkan sudah dapat merasakan pengaruh perlakuan jarak tanam terhadap pertumbuhan, sehingga dapat memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam perlakuan. Dapat dilihat bahwa jagung dengan kacang hijau memiliki bobot segar dan kering tajuk dan akar lebih besar daripada jagung dengan kacang tanah sementara jagung dengankacang tanah memiliki luas daun yang lebih besar dibanding dengan jagung dengan kacang hijau. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tajuk dan akar tanaman jagung dengan kacang hijau lebih cepat dibanding dengan jagung dengan kacang tanah. Bobot segar dan kering baik tajuk dan akar pada kacang hijau dan kacang tanah memiliki hasil paling besar pada perlakuan 125x25. Hal ini menunjukkan pada perlakuan jarak tanam tersebut dapat memberikan simbiosis yang maksimal pada jagung serta kacang-kacangan (legume). Pada baris per tongkol memberikan nilai “-“ yang berarti baris tongkol tidak berinteraksi dengan jarak tanam yang diberikan Tabel 4. Analisis pertumbuhan tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah berupa indeks luas daun, nisbah akar per tajuk, laju asimilasi bersih, dan laju pertumbuhan tanaman pada 4—8 mst Jarak Tanam Indeks Luas Daun Nisbah Akar per Tajuk Laju Asimilasi Bersih (gr cm-2 minggu-1) Laju Pertumbuhan Tanaman (gr cm-2 minggu-1) Kaca ng Hijau Kaca ng Tana h Kaca ng Hijau Kaca ng Tana h Rerat a Kacan g Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah 75 x 25 2,07 a 3,11 a 0,23 0,28 0,26 a 0,0005 b 0,0005 a 6,17 b 12,74 a 100 x 2,06 1,28 0,37 0,20 0,29 0,0010 0,0002 17,45 a 4,15 b
  • 23. 25 a b a a a 125 x 25 1,23 b 1,50 b 0,27 0,15 0,21 a 0,0004 b 0,0005 a 10,78 b 8,85 ab Rerata + 0,29 a 0,21 a - + + Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 4 menunjukkan komponen hasil tanaman jagung yang ditumpangsari dengan kacang hijau atau kacang tanah pada 4-8 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya perbedaan yang signifikan. Pada indeks luas daun, jagung memiliki hasil terbaik saat ditumpangsarikan dengan kacang tanah dengan perlakuan 75x25 dan 100x25 dan dengan kacang hijau dengan perlakuan 100x25. Tumpang sari kacang dengan jagung tidak memberikan pengaruh terhadap nisbah akar per tajuk pada tanaman jagung. Sementara laju asimilasi bersih terbaik pada kacang hijau dengan perlakuan 100x25 dan kacang tanah dengan perlakuan 125x25. Laju pertumbuhan jagung optimal apabila ditumpangsarikan dengan kacang tanah dengan perlakuan 75x25 dan dengan kacang hijau dengan perlakuan 100x25 dan 125x25. Hal ini menunjukkan ada pengaruh nyata/signifikan pada pertumbuhan jagung saat ditumpangsarikan dengan kacang-kacangan (legume). Nisbah akar per tajuk memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara nisbah akar per tajuk terhadap jarak tanam hal ini dimungkinkan karena tanaman jagung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman legume Tabel 5. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung pada 3 mst Jarak Tanam Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar Tajuk (gram) Bobot Kering Akar (gram) Bobot Kering Tajuk (gram) Luas Daun (cm2) Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacan g Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata 75 x 25 0,09 1,58 0,84 b 34,50 a 33,69 b 0,03 a 0,18 a 0,17 3,38 1,78 ab 34,69 739,01 386,85 b 100 x 25 0,34 3,91 2,12 a 13,05 b 14,60 c 0,08 a 0,20 a 0,58 2,67 1,62 b 109,52 605,44 357,48 a 125 x 25 0,28 1,98 1,13 b 23,24 ab 69,00 a 0,08 a 0,04 b 0,57 3,84 2,21 a 105,44 1148,98 627,21 a Rerata 0,24 b 2,49 a - + + 0,44 b 3,30 a - 83,22 b 831,14 a -
  • 24. Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 5 menunjukkan bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman legum dengan berbagai perlakuan pada 3 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya perbedaan yang signifikan. Tanaman kacang tanah memiliki bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk paling baik dibanding dengan kacang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa kacang tanah dapat bersimbiosis baik dengan tanaman jagung. Ini dimungkinkan karena tanaman kacang membutuhkan naungan lebih disbanding dengan kacang hijau meski sama-sama tanaman C3. Pada bobot segar akar, bobot kering akar dan luas daun memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara bobot segar akar, bobot kering akar dan luas daun terhadap jarak tanam hal ini dimungkinkan karena tanaman jagung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman legume Tabel 6. Bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung pada 7 mst Jarak Tanam Bobot Segar Akar (gram) Bobot Segar Tajuk (gram) Bobot Kering Akar (gram) Bobot Kering Tajuk (gram) Luas Daun (cm2) Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah 75 x 25 3,20 8,75 5,98 c 154,44 178,35 166,39 b 0,81 0,25 0,53 c 8,87 b 6,77 a 1284,35 b 3146,81 a 100 x 25 6,01 22,16 14,09 a 145,14 84,32 114,73 c 1,72 0,45 1,08 b 22,68 a 4,83 a 2514,29 a 1978,23 b 125 x 25 6,59 9,19 7,89 b 159,59 288,18 223,88 a 2,30 0,61 1,46 a 31,65 a 8,44 a 2776,11 a 2737,42 ab Rerata 5,27 b 13,37 a - 153,06 a 183,62 a - 1,61 a 0,43 b - + + Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 6 menunjukkan bobot segar akar, bobot segar tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk tanaman legum dengan berbagai perlakuan pada 7 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya
  • 25. perbedaan yang signifikan. Tanaman kacang tanah memiliki bobot segar akar dan bobot segar tajuk, paling baik dibanding dengan kacang hijau namun paling rendah oada bobot kering akar dan daunnya. Hal ini menunjukkan bahwa kacang tanah dapat bersimbiosis baik dengan tanaman jagung. Ini dimungkinkan karena tanaman kacang membutuhkan naungan lebih disbanding dengan kacang hijau meski sama-sama tanaman C3. Pada bobot segar akar, bobot kering akar dan bobot kering tajuk memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara bobot segar akar, bobot kering akar dan bobot kering tajuk terhadap jarak tanam hal ini dimungkinkan karena tanaman jagung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman legume Tabel 7. Komponen hasil tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung berupa jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering 100 biji pada 7 mst Jarak Tanam Polong per Tanaman Jumlah Polong Isi Persentase Polong Isi Jumlah Biji per Polong Jumlah Biji per Tanaman Bobot Kering 100 Biji (gram) Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah Kacan g Tanah Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Hijau 75 x 25 22,33 b 133,33 a 14,33 c 116,33 a 73,41 87,11 80,26 a 10,14 a 1,74 b 147,67 b 18,05 b 20,94 a 27,82 b 100 x 25 293 a 19,06 b 229 b 11,05 b 80,68 56,96 68,82 a 9,35 a 18,11 a 369,44 a 2,00 c 23,63 a 45,19 a 125 x 25 462,67 a 24,33 b 383,67 a 18,67 b 82,69 76,75 79,72 a 7,24 a 1,83 b 117,33 b 43,17 a 22,90 a 50,31 a Rerata + + 78,93 a 73,61 a - + + + Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Pada tabel 7 menunjukkan komponen hasil tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung berupa jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi, jumlah biji per polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering 100 biji pada 7 mst. Dapat diketahui melalui tabel bahwa adanya perbedaan yang signifikan. Tanaman kacang hijau memiliki komponen hasil tanaman paling baik dibanding dengan kacang tanah. Hal ini menunjukkan bahwa kacang hijau dapat bersimbiosis baik dengan tanaman jagung. Pada persentase polong isi memberikan nilai “-“ yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara persentase polong isi terhadap jarak tanam.
  • 26. Tabel 8. Analisis pertumbuhan tanaman legum yang ditumpangsari dengan jagung berupa indeks luas daun, nisbah akar per tajuk, laju asimilasi bersih, dan laju pertumbuhan tanaman pada 3—7 mst Jarak Tanam Indeks Luas Daun Nisbah Akar per Tajuk Laju Asimilasi Bersih (gr cm-2 minggu-1) Laju Pertumbuhan Tanaman (gr cm-2 minggu-1) Kaca ng Hijau Kaca ng Tana h Kaca ng Hijau Kaca ng Tana h Rerat a Kacan g Hijau Kacang Tanah Rerata Kacang Hijau Kacang Tanah 75 x 25 0,68 a 1,67 a 0,11 0,04 0,07 a 0,0061 0,0005 0,0033 a 8,87 b 6,72 a 100 x 25 1,01 a 0,79 b 0,08 0,10 0,09 a 0,0073 0,0006 0,0039 a 22,68 a 4,78 a 125 x 25 0,88 a 0,87 b 0,07 0,07 0,07 a 0,0095 0,0006 0,0051 a 31,64 a 8,38 a Rerata + 0,09 a 0,07 a - 0,0076 a 0,0005 a - + Keterangan: Angka yang ditampilkan berupa rerata tiap variabel yang diuji lanjut menggunakan uji interaksi, + menunjukkan adanya interaksi, - menunjukkan tidak ada interaksi; notasi huruf menunjukkan hasil uji lanjut DMRT (α=5%), huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata Tabel 8. Hasil Produksi dan Analisis Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) Perlakuan Hasil Produksi (ton ha-1) LER Jagung Legum MJ1 1,98 - - MJ2 1,19 - - MJ3 0,81 - - MK1 - 1,47 - MK2 - 0,79 - J1K1 1,19 0,75 1.11 J2K1 0,34 0,13 0.37 J3K1 0,29 0,21 0.50 J1K2 0,60 0,47 0.89 J2K2 0,49 0,29 0.78 J3K2 0,75 0,39 1.42 Keterangan: - MJ1 : Monokultur Jagung 75 x 25 - MJ2 : Monokultur Jagung 100 x 25 - MJ3 : Monokultur Jagung 125 x 25
  • 27. - MK1 : Monokultur Kacang Tanah 25 x 25 - MK2 : Monokultur Kacang Hijau 25 x 25 - J1K1 : Polikultur Jagung 75 x 25 dan Kacang Tanah - J2K1 : Polikultur Jagung 100 x 25 dan Kacang Tanah - J3K1 : Polikultur Jagung 125 x 25 dan Kacang Tanah - J1K2 : Polikultur Jagung 75 x 25 dan Kacang Hijau - J2K2 : Polikultur Jagung 100 x 25 dan Kacang Hijau - J3K2 : Polikultur Jagung 125 x 25 dan Kacang Hijau Land Equivalent Ratio (LER) atau Ratio Setara Tanah (RST), adalah perbandingan antara luas lahan yang diperlukan untuk menanam tanaman secara tunggal dengan penanaman secara tumpangsari untuk mendapatkan hasil yang sama pada tingkat pengelolaan yang sama. Sistem tanam yang menghasilkan LER > 1 menunjukkan peningkatan produktivitas lahan. Polikultur Jagung 75 x 25 dengan Kacang Tanah dan Polikultur Jagung 125 x 25 dengan Kacang Hijau memiliki nilai LER lebih dari 1 yang berarti memiliki peningkatan terhadap produktifitas lahan. Dengan kata lain dianjurkan untuk pola tanam Polikultur Jagung 75 x 25 dengan Kacang Tanah dan Polikultur Jagung 125 x 25 dengan Kacang Hijau untuk mendapatkan produktifitas baik
  • 28. V. KESIMPULAN 1. Pengaruh jarak tanam serta jenis varietas memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung dan legume. 2. Perlakuan terbaik dalam pemberian jarak tanam dan pemilihan varietas adalah Polikultur Jagung 75 x 25 dengan Kacang Tanah dan Polikultur Jagung 125 x 25 dengan Kacang Hijau
  • 29. DAFTAR PUSTAKA ———-. 1983. Dasar-dasar Bercocok Tanam. Kanisius, Yogyakarta. Andrade, F.H, P. Calvino, A.Carilo and P. Barbieri., 2002. Yield response to narrow row depend on increased radiatin interseption. Agron. dalam Suryadi, Setyobudi, dan Soelistyono, R., 2013. Kajian Intersepsi cahaya Matahari Pada Kacang Tanah(Arachis hypogaea L.) Diantara Tanaman Melinjo menggunakan Jarak Tanam Berbeda. (Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang). Candrakirana, I Wayan. 1993. Studi Tentang Pengaruh Pengaturan Jarak Tanam Terhapan Jumlah Tanaman Padi IR-64 (Oryza sativa L. Varietas IR-64). (skripsi;tidakditerbitkan). Program Studi Pendidikan Biologi. Universitas Udayana. Singaraja. Cahyono, B., 2003. Kacang Buncis Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 42. Hanafi,M. Arief. 2005.Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Jagung (Zea mays L) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. dalam Suryadi, Setyobudi, dan Soelistyono, R., 2013. Kajian Intersepsi cahaya Matahari Pada Kacang Tanah(Arachis hypogaea L.) Diantara Tanaman Melinjo menggunakan Jarak Tanam Berbeda. (Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang). Hidayat, N., 55 Pertumbuhan dan Prodiksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Varietas Lokal Madura Pada Berbagai Jarak Tanam dan Dosis Pupuk Fosfor. Serial online (http://pertanian trunojoyo.ac.id/wp-content /uploads/2013/02/7.-Agrovigor-Sept-2008-Vol-1-No-1- Pertumbuhan-dan-Produksi-Kacang-Tanah-Yayak-.pdf). diakses pada tanggal 23 Mei 2015. Kanisius. 1976. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius, Yogyakarta. Mahdi, R., 2011. Teknik Budidaya. Serial online (http://rizalmahdi.files.wordpress.com/2011/01/bab- 9.pdf) ). diakses pada tanggal 23 Mei 2015. Pima, D., 2009. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Produksi. Serial online (http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7592/1/09E01219.pdf). diakses pada tanggal 23 Mei 2015. Sarpian, T., 2003. Pedoman Berkebun Lada dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 71.
  • 30. Setyamidjaja, D., 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen. Konisius. Yogyakarta. Hal : 59. Sunu, P. dan Wartoyo. 2006. Dasar-dasar Hortikultura (on- line).http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html, diakses pada tanggal 23 Mei 2015. Susanto , 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengelohan Hasil. Kanisius. Yogyakarta. Hal : 74. Thahir S.M., Hadmadi. 1985. Tumpang Gilir. Yasaguna, Jakarta.