Dokumen tersebut membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Ia menjelaskan pengertian K3, tujuannya, dan perundang-undangan terkait seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003) tentang Ketenagakerjaan. Dokumen ini juga menjelaskan hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja dalam pelaks
3. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah
suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam
usaha mencegah
kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Kesehatan dan
keselamatan kerja (K3)
mempunyai makna sebagai
suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada
khususnya dan manusia
pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju
masyarakat makmur dan
sejahtera.
Pengertian K3
4. Hakikat utama dari keselamatan dan kesehatan kerja
adalah :
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga
kerja yang setingitingginya,
dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan
tenaga kerja.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang
berlandaskan kepada
meningkatnya effisiensi dan daya produktivitas factor
manusia dalam produksi.
5. Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif,
tujuan tersebut dapat dicapai karena ada korelasi di
antara derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas
kerja, yang didasarkan oleh kenyataan-kenyataan
Tujuan
6. Pada prinsipnya perundang-undangan dan peraturaan
kesehatan dan keselamatan kerja didasarkan pada
standar umum yang menyatakan , “bahwa setiap tenaga
kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi dan
produktivitas nasional atau perusahaan harus
menyediakan bagi masing-masing karyawannya pekerjaan
dan tempat bekerja yang bebas dari hal-hal yang
diketahui dapat menyebabkan atau diduga dapat
menyebabkan kematian atau cacat fisik yang serius bagi
pekerjanya”.
Perundang-undangan
7. Undang-Undang ini menggantikan Veiligheids Reglement,
STBl No.406 tahun 1910. Di dalam peraturan ini tercakup
tentang ketentuan dan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, produk teknis,
dan alat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja
8. Tujuan umum dari dikeluarkannya undang-undang ini
adalah agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang
berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas
keselamatannya, dan setiap sumber-sumber produksi
dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien
sehingga akan meningkatkan produksi dan produktifitas
kerja.
9. Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
a. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga
kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber
atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan tempat kerja tersebut;
b. "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya
yang berdiri sendiri;
c. "pengusaha" ialah :
1. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja;
2. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu
mempergunakan tempat kerja;
3. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (1) dan (2), jikalau yang
diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
c. "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
d. "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
e. "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
Pasal 1
10. Hak dan kewajiban pengusaha dalam pelaksanaan K3 (Pasal 9 dan Pasal 14 UU1/1970) :
Kewajiban pengusaha :
1. Menunjukan dan menjelaskan kepada tiap pekerja baru tentang :
• kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya di tempat kerjanya .
• alat-alat pengamanan dan alat pelindung yang harus digunakan.
• cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang akan
diterima/dipindahkan.
3. Menempatkan syarat-syarat K3 yang diwajibkan ditempat kerja.
4. Memasang poster-poster K3.
5. Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala.
6. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan
tempat kerja yang dijalankan.
Hak pengusaha :
1. Meminta pekerja untuk mentaati syarat-syarat dan petunjuk-petunjuk K3
11. Kewajiban pekerja :
Pasal 12
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas dan atau ahli K3.
2. Memakai alat pelindung diri.
3. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
Hak pekerja :
1. Meminta kepada pengusaha agar melaksanakan semua
syarat K3 yang diwajibkan.
2. Menyatakan keberatan untuk bekerja apabila syarat-syarat
K3 dan alat pelindung diri tidak memenuhi syarat.
12. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja, undang-undang ini diganti dengan undang-undang no. 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. “bahwa sesuai dengan peranan dan
kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan
keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan
tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan dunia usaha.
Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 (Undang-Undang No. 13
Tahun 2003) tentang Ketenagakerjaan
13. PASAL 2
Pembangunan Ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila daan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
PASAL 3
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduaan dengan melalui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah.
PASAL 4
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
a. Memberdayakaaan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. Mewujdkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan nasional dan daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya;
Landasan, Asas dan Tujuan
14. Pasal 86
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
15. Pasal 103
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana:
a. Serikat pekerja/srikat buruh
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerja sama bipartit
d. Lembaga kerja sama tripartit
e. Peraturan perusahaan
f. Perjanjian kerja bersama
g. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dan
h. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Hubungan Industrial
16. Pasal 104
1. Setiap pekerjaa/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh
2. dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 102,
serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan
serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk cara
mogok
3. besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran
rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh
17. Pasal 105
1. setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha
2. ketentuaan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Organisasi Pengusaha
18. Pasal 106
1. setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang atau lebih wajib
membentuk lembaga kerja sama bipartit
2. lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di
perusahaan
3. susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang yang
ditunjuk oleh pekerja/buruh di perusahan yang bersangkutan
4. ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan
lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
diatur dengan keputusan menteri
Lembaga Kerja Sama Bipartit
19. Pasal 107
1. lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan
pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan
kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan
2. lembaga kerja sama tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
dari :
a. lembaga kerja sama tripartit nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
b. lembaga kerja sama tripartit sektoral nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota
Lembaga Kerja Sama Tripartit