Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Kti devi mandasari
1. 1
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN PERAWATAN
LUKA PERINEUM TERHADAP NY.V UMUR 19 TAHUN P1A0
6 JAM POST PARTUM DI BPS NURHASANAH, S.Tr. Keb
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun Oleh :
DEVI MANDASARI
NIM 201308010
AKADEMI KEBIDANAN ADILA
BANDAR LAMPUNG
2016
2. 2
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN PERAWATAN
LUKA PERINEUM TERHADAP NY.V UMUR 19 TAHUN P1A0
6 JAM POST PARTUM DI BPS NURHASANAH, S.Tr. Keb
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Akhir Program Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun Oleh :
DEVI MANDASARI
NIM 201308010
AKADEMI KEBIDANAN ADILA
BANDAR LAMPUNG
2016
i
3. 3
PERSETUJUAN
Diterima dan disetujui dan dipertahankan di depan
Tim penguji dalam ujian akhir program pendidikan
Diploma III Kebidanan Adila
Hari : Kamis
Tanggal : 9 Juni 2016
Pembimbing
ADHESTY NOVITA XANDA,S.ST, M.KES
NIK. 11402052
ii
4. Diterima dan Disahkan Oleh Tim Penguji Ujian Akhir Program Pendidikan
Penguji I
(Meryana Cevestin, SKM.,MM)
PENGESAHAN
Disahkan Oleh Tim Penguji Ujian Akhir Program Pendidikan
Diploma III Kebidanan Adila Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 29 Juni 2016
Penguji I Penguji II
(Meryana Cevestin, SKM.,MM) (Nopa Utari, S.ST)
Mengetahui :
Direktur
dr. Wazni Adila, MPH
NIK 2011041008
iii
4
Disahkan Oleh Tim Penguji Ujian Akhir Program Pendidikan
(Nopa Utari, S.ST)
5. 5
CURRICULUM VITAE
Nama : Devi Mandasari
Nim : 201308010
Alamat : Jl.Teratai Gg. Pancur jati agung lampung selatan
Tempat/tanggal lahir : Kota Gajah, 16 November 1994
Institusi : Akademi Kebidanan Adila Bandar Lampung
Angkatan : VIII (Delapan)
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Mesuji Rawa Jitu Utara
2. SMP N 2 Rawajitu Selatan
3. SMA AL-Mujtama’ AL-Islami
4. Pendidikan sekarang terdaftar sebagai mahasiswi di akademi kebidanan ADILA
Bandar Lampung 2013 sampai dengan sekarang.
iv
6. 6
MOTTO
TERUS BERJUANG DAN JANGAN MENYERAH DAN KATAKANLAH
I HARE TO SHOW THE WORLD CAUSE I’M STRONG
By. Devi Mandasari
v
7. 7
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN PERAWATAN
LUKA PERINEUM TERHADAP NY.V USIA 19TAHUN P1A0
6 JAM POST PARTUM DI BPS NURHASANAH, S.Tr. Keb
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2016
Devi Mandasari, Adhesty Novita Xanda, S.ST.,M.Kes
INTISARI
Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini membuat tentang Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia. Hasil pra survey yang dilakukan di BPS Nurhasanah, S.Tr.Keb pada
tanggal 30 April 2016 terdapat 2 (Dua) orang ibu yang bersalin keduanya sama-sama
mengalami robekan perineum akan tetapi Ny.M P2A0 mempunyai riwayat robekan perineum
pada persalinan yang pertama dan Ny.V P1A0 pertama kali mengalami robekan perineum.
Rumusan masalah dalam study kasus ini adalah “ Bagaiman Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas Dengan Perawatan Luka Perineum Terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post
partum di BPS Nurhasanah, S.Tr.Keb Bandar Lampung Tahun 2016?”. Tujuan umum
penelitian adalah diperolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan
pada ibu nifas terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 dengan perawatan luka perineum di BPS
Nurhasanah, S.Tr.Keb Bandar lampung tahun 2016. Ruang lingkup : Sasaran penelitian yaitu
Ny.V umur 19 tahun P1A0 yang mengalami luka pada perineum, tempat persalinan di BPS
Nurhasanah, S.Tr.Keb Teluk Betung Bandar Lampung, waktu penelitian pada tanggal 30
April- 06 Mei 2016. Metodologi penelitian adalah study kasus. Pembahsan : Dari hasil
penelitian Asuhan kebidanan Pada Ibu Ny.V umur 19 tahun P1A0 Dengan Perawatan Luka
Perineum di BPS Nurhasanah, S.Tr.Keb Bandar Lampung tahun 2016, dari metode varney
ditemukan kesenjangan yaitu di variabel umur dan suhu, sedangkan untuk variabel lainya
tidak ditemukan kesenjangan. Kesimpulan : Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada
perineum Ny.V. Saran : Bagi lahan praktik diharapkan para bidan dapat menangani
perawatan luka perineum dan bisa meningkatkan mutu pelayanan secara komprehensif
berdasarkan kewenangan bidan terutama dalam memberikan pelayanan pada ibu nifas dengan
perawatan luka perineum sesuai standar.
Kata kunci : Perawatan Luka Perineum
Referensi : 31 Kepustakaan (2008-2015)
Jumlah halaman : 164 Halaman
vi
8. 8
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadiran ALLAH SWT atas
rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanya Karya
Tulis Ilmiah ini dengan judul “ Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan
Perawatan Luka Perineum Terhadap Ny.V Usia 19 tahun P1A0 6 jam post
partum Di BPS Nurhasanah, S.Tr. Keb Bandar Lampung 2016”
Karya tulis ilmiah ini disusun untuk melengkapi persyaratan kelulusan
pendidikan Diploma III di akademi kebidanan adila Bandar lampung. Dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran dari
berbagai pihak baik dari dosen pembimbing dan keluarga. Untuk kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Wazni Adila, MPH selaku direktur akademi kebidanan adila Bandar lampung
2. Adhesty Novita Xanda, S.ST, M.Kes
3. BPS Nurhasanah,S.Tr. Keb Selaku Pemilik Lahan
4. Seluruh staf dan dosen akademi kebidanan adila Bandar lampung
Penulis menyadari penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun guna perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga karya tulis ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca umum.
Bandar Lampung, Agustus 2016
Penulis
vii
9. 9
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
INTISARI ....................................................................................................... v
CURRICULUM VITAE................................................................................ vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR.................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
D. Ruang Lingkup............................................................................... 5
E. Manfaat Penulisan.......................................................................... 6
F. Metedologi dan Teknik Memperoleh Data .................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis..................................................................... 10
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan ................................................ 68
C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan........................................... 91
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Data ............................................................................. 96
B. Matriks ........................................................................................... 106
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian...................................................................................... 120
B. Interprestasi Data ........................................................................... 143
C. Antisipasi Masalah Pontensial ....................................................... 144
D. Tindakan Segera............................................................................. 145
E. Perencanaa...................................................................................... 145
F. Pelaksanaan.................................................................................... 149
G. Evaluasi.......................................................................................... 157
viii
10. 10
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 161
B. Saran............................................................................................... 163
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
11. 11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas........................................ 12
Tabel 2.2 Perubahan Uterus Masa Nifas.......................................................... 23
Table 3.1 Matrik............................................................................................... 106
x
13. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir
biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forceps atau
vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.
Dampak dari luka perineum biasanya terjadi infeksi masa nifas yaitu pada
infeksi bekas sayatan efisiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tapi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, serta
luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus. Infeksi vagina dapat
terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan
mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung
nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada
umumnya infeksi tinggal terbatas. (Saleha, 2013; h. 96).
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan
rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka perineum dapat
dilakukan dengan cara mencuci daerah genetalia dengan air sabun setiap kali
habis BAK/BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kemudian
14. 2
daerah anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjurkan untuk mencuci tangan.
Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. (Sari dan Rimandini, 2014; h.
160).
WHO mengemukakan bahwa 500.000 perempuan meninggal setiap tahun
akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran, dan sebagian besar kematian terjadi
selama atau segera setelah melahirkan. Penyebab kematian terbanyak adalah
perdarahan dan infeksi setelah melahirkan, kelahiran prematur, asfiksia, dan
infeksi berat yang berkontribusi pada dua per tiga dari semua kematian neonatal.
Persalinan, kelahiran, dan periode nifas adalah yang paling penting bagi
kelangsungan hidup bayi dan ibu. Sayangnya, sebagian besar ibu dan bayi baru
lahir di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak menerima
asuhan yang optimal selama periode ini. (Astuti et. all, 2015; h. 2).
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Namun pada tahun 2012 SDKI kembali mencatat
kenaikan AKI yang signifikan, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, pada tahun 2012 kementrian kesehatan
meluncurkan program ekspanding maternal dan neonatal survival (EMAS)
dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%.
Lima penyebab kematian ibu terbesar di indonesia tahun 2013 yaitu
perdarahan 30,3%, hipertensi dalam kehamilan (HDK) 27,1%, infeksi 7,3 %,
partus lama/macet 1,8%, dan abortus 1,6. Kematian ibu di indonesia masih
15. 3
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. (Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Indonesia, 2014).
Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu dibanyak negara berkembang,
terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan, eklampsia, sepsis, dan
komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian
ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif,
beberapa negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ketingkat yang sangat rendah.
(Gulardi H.Wiknjosastro, 2008; h. 1).
Berdasarkan pra survey di BPS Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar Lampung pada
tanggal 30 April 2016 terdapat 2 orang ibu yang bersalin yaitu Ny.M dan Ny.V
keduanya sama-sama mengalami robekan perineum akan tetapi Ny.M P2A0 juga
mempunyai riwayat robekan perineum pada persalinan yang pertama dan Ny.V
umur 19 tahun P1A0 pertama kali mengalami robekan perineum yang disebabkan
karena pasien sudah kelelahan tidak mampu untuk meneran sehingga partus
diselesaikan dengan dorongan fundus uteri. Berdasarkan latar belakang dan
fenomena tersebut, peneliti sabgat tertarik untuk mengambil judul tentang
“Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum terhadap
Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS Nurhasanah, S.Tr. Keb
Bandar Lampung”.
16. 4
B. Rumusan Masalah
“Bagaimakah asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka
perineum terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS
Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar Lampung tahun 2016?”
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan
luka perineum terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS
Nurhasanah, S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa untuk dapat melakukan pengkajian data pada asuhan
kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum terhadap Ny.V
umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS Nurhasanah,S.Tr. Keb
Bandar lampung tahun 2016.
b. Mahasiswa untuk dapat menentukan diagnosa masalah dan kebutuhan
pada asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum
terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post patum di BPS
Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
c. Mahasiswa untuk dapat mengidentifikasikan diagnosa dan masalah
potensial pada asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka
17. 5
perineum terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS
Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
d. Mahasiswa untuk dapat melakukan tindakan segera dan mengantisipasi
masalah dengan melakukan penangan atau kolaborasi dengan dokter pada
asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum
terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS
Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
e. Mahasiswa untuk dapat menyusun rencana asuhan yang menyeluruh pada
asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum
terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS
Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
f. Mahasiswa untuk dapat melaksanakan dari rencana asuhan yang
menyeluruh pada asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka
perineum terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum di BPS
Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
g. Mahasiswa untuk dapat mengevaluasi hasil dari asuhan kebidanan pada
ibu nifas dengan perawatan luka perineum terhadap Ny.V umur 19 tahun
P1A0 6 jam post partum di BPS Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung
tahun 2016.
18. 6
D. Ruang lingkup
1. Sasaran
Subjek penelitian ini adalah satu orang ibu nifas dengan luka perineum yaitu
Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam post partum
2. Tempat
Di BPS Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung.
3. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 April-06 Mei 2016
E. Manfaat penulisan
1. Bagi institusi pendidikan
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan IPTEK
khususnya bagi mahasiswa kebidanan dan diharapkan hasil studi kasus ini
dapat di gunakan sebagai bahan bacaan dan bahan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Bagi lahan praktek
Hasil study kasus ini di harapkan dapat membantu lahan dalam memberikan
asuhan kebidanan pada ibu nifas yang mengalami luka perineum dan
mengetahui perkembangan secara nyata dilapangan sesuai teori yang ada serta
dapat dijadikan sebagai informasi untuk dapat meningkatkan manajemen
asuhan kebidanan yang diterapkan terhadap klien dalam memberikan asuhan.
19. 7
3. Bagi masyarakat
Di harapkan dapat memberikan masukan dan pengetahuan baru pada ibu
khususnya ibu yang baru pertama kali bersalin agar mengerti tentang
perawatan luka perineum dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bagi penulis
Diharapkan penulis mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan perawatan luka perineum terhadap Ny.V umur 19 tahun P1A0 6 jam
post partum di BPS Nurhasanah,S.Tr. Keb Bandar lampung tahun 2016.
F. Metedologi dan teknik memperoleh data
1. Metedologi penelitian
Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu
kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berarti satu
orang, sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah. Unit yang menjadi
kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan
dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-
kejadian khusus yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan
dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Meskipun
di dalam studi kasus ini yan diteliti hanya berbentuk unit tunggal, namun
dianalisis secara mendalam, meliputi berbagi asfek yang cukup luas, serta
penggunaan berbagai teknik secara integratif. (Notoatmodjo, 2010; h. 47).
20. 8
2. Teknik memproleh data
Untuk memperoleh data, teknik yang digunakan sebagai berikut:
a. Data primer
1) Wawancara
Salah satu metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data
adalah dengan wawancara, dimana penulis mendapatkan informasi
secara lisan dari seorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap-
cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). Jadi data
diperoleh langsung dari responden melalui salah suatu pertemuan atau
percakapan. (Notoadmodjo, 2010; h. 139)
2) Allo anamnesa
Wawancara yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan
keluarga pasien untuk memproleh data tentang pasien.
(Sulistyawati, 2011; h. 166)
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-
tanda vital,meliputi :
a) Pemeriksaan khusus (insfeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi)
b) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta
catatan sebelumnya). (Soepardan, 2008; h. 98)
21. 9
b. Data sekunder
1) Studi pustaka
Studi kepustakaan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dalam rangka mencari landasan teoretis dari permasalahan
penelitian. Selain itu, studi kepustakaan juga merupakan dokumentasi
dari tinjauan menyeluruh terhadap karya publikasi dan nonpublikasi,
sehingga peneliti bisa memastikan bahwa tidak ada variabel penting
dimasa lalu yang ditemukan berulang kali mempunyai pengaruh atas
masalah yang terlewatkan. Studi kepustakaan yang baik akan
menyediakan dasar untuk menyusun kerangka teoritis yang
komprehensif yakni hipotesis dapat dibuat untuk diuji. (Hidayat, 2014;
h. 40)
2) Studi dokumentasi
Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang
dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.
(Herdiansyah, 2012; h. 143).
22. 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis
1. Nifas
a. Definisi masa nifas
Masa nifas (puerpurium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. (Sulistyawati, 2009; h. 1).
Masa nifas (Puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali keadaan sebelum hamil. Masa
nifas atau puerpurium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Puerpurium adalah masa pulih
kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil. (Dewi dan Sunarsih, 2011; h. 1)
b. Tujuan asuhan masa nifas
Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk :
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi.
2) Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
3) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahlimana bila perlu.
10
23. 11
4) Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkinkan ibu
untuk mampu melaksankan peranya dalam situasi keluarga dan budaya
yang khusus.
5) Imunisasi ibu terhadap tetanus
6) Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan
anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu
dan anak.
c. Tahapan masa nifas
Tahapan masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1) Puerpurium dini
Merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerpurium intermedial
Merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote puerpurium
Merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan.
24. 12
d. Kebijakan program nasional masa nifas
Tabel 2.1. Kebijakan program nasional masa nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam setelah persalinan a) Mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebeb
lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan berlanjut
c) Memberikan konsling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga mengenai
bagaimana cara mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia
uteri.
d) Pemberian ASI awal
e) Melakukan hubungan antara ibu
dangan bayi yang baru lahir.
f) Menjaga bayi agar tetap sehat dengan
cara mencegah hypotermi
g) Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi yang baru lahir selama 2
jam pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayinya dalam
keadaan stabil.
2 6 hari setelah persalinan a) Memastikan involusi uterus berjalan
normal: uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat
d) Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperhatikan tanda-
tanda penyulit.
e) Memberikan konsling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan
merawat bayi sehari-hari.
3 2 minggu setelah
persalinan
Sama dengan 6 hari setelah persalinan
4 6 minggu setelah
persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang
kesulitan-kesulitan yang ia atau
bayinya alami
b) Memberikan konsling KB secara
dini.
(Sulistyawati, 2009; h. 2-7)
25. 13
e. Proses laktasi dan menyusui
1) Anatomi dan fisiologi payudara
Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit,
diatas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk
nutrisi bayi manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang
beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram, dan saat
menyusui 800 gram. Bagian-bagian payudara terdiri dari :
2) Struktur makroskopis
a) Cauda aksilaris
Adalah jaringan payudara yang meluas kearah aksila.
b) Areola
Adalah daerah lingkaran yang terdiri atas kulit yang longgar dan
mengalami pigmentasi. Areola pada masing-masing payudara
memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm
c) Papilla mammae (putting susu)
Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya variasi
berbentuk dan ukuran payudara, maka letaknya akan bervariasi
3) Struktur mikroskopis
a) Alveoli
Alveolus merupakan unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian
dari alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot
polos, dan pembuluh darah. Payudara terdiri dari 15-25 lobus.
26. 14
Masing-masing lobus terdiri atas 20-40 lobulus. Selanjutnya
masing-masing lobules terdiri atas 10-100 alveoli dan masing-
masing dihubungkan dengan saluran air susu (system duktus)
sehingga menyerupai suatu pohon.
b) Duktus lakteferus
Adalah saluran sentral yang merupakan muara beberapa tubulus
laktiferus.
c) Ampula
Adalah bagian dari duktus laktiferus yang melebar, merupakan
tempat penyimpanan air susu. Ampula terletak dibawah areola.
d) Lanjutan setiap duktus laktiferus
Meluas dari ampula sampai muara papilla mamae.
4) Asi dibedakan dalam tiga stadium yaitu sebagai berikut
a) Kolostrum
Cairan pertama yang diperoleh bayi pada ibunya adalah kolostrum,
yang mengandung campuran kaya akan protein, mineral, dan
antibodi dari pada ASI yang telah matang. Asi mulai ada kira-kira
pada hari ke-3 atau hari ke-4. Kolostrum berubah menjadi ASI
yang matang kira-kira 15 hari sesudah bayi lahir bila ibu menyusui
sesudah bayi lahir dan bayi sering menyusui, maka proses adanya
ASI akan meningkat. Kolostrum merupakan cairan dengan
viskositas kental, lengket, dan berwarna kekuningan. Kolostrum
27. 15
mengandung tinggi protein, mineral garam, vitamin A, nitrogen,
sel darah putih, dan antibodi yang tinggi dari pada ASI matur,
selain itu kolostrum masih mengandung rendah lemak dan laktosa.
b) ASI transisi/peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai
sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10.
Selama dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan
berubah warna, serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan
protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.
c) ASI matur
ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya. ASI matur
tampak berwarna putih. Kandungan ASI matur relatif konstan,
tidak mengumpul bila dipanaskan. Air susu yang mengalir pertama
kali atau saat lima menit pertama disebut foremilk. Foremilk lebih
encer, serta mempunyai kandungan rendah lemak, tinggi laktosa,
gula, protein, mineral, dan air. Selanjutnya,air susu berubah
menjadi hindmilk. Hindhmilk kaya akan lemak dan nutrisi.
Hindmilk membuat bayi akan lebih cepat kenyang. Dengan
demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik foremilk
maupun hindmilk. (Dewi dan Sunarsih, 2011; h. 7-21).
28. 16
5) Cara menyusui yang benar
a) Posisi ibu dan bayi yang benar
a) Berbaring miring
b) Duduk (Sulistyawati, 2009; h. 25)
b) Proses perlekatan bayi dengan ibu
Lankah-langkah dalam perlekatan/menyusi yang benar sebagai
berikut :
(1) Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit Asi dan
oleskan di sekitar puting, duduk dan berbaring dengan santai
(2) Ibu harus mencari posisi nyaman, biasanya duduk tegak di
tempat tidur/kursi. Ibu harus merasa rileks.
(3) Lengan ibu menopang kepala, leher, dan seluruh badan bayi
(kepala dan tubuh berada dalam garis lurus), muka bayi
menghadap ke payudara ibu, hidung bayi ddi depan puting susu
ibu. Posisi bayi harus sedemikian rupa sehingga perut bayi
menghadap perut ibu. Bayi seharusnya berbaring miring
dnegan seluruh tubuhnya meghadap ibu. Kepalanya harus
sejajar dengan tubuhnya, tidak melengkung ke
belakang/menyampign, telinga, bahu, dan panggul bayi berada
dalam satu garis lurus.
(4) Ibu mendekatkan bayi ketubuhnya (muka bayi ke payudara ibu)
dan mengamati bayi yang siap menyusu: membuka mulut,
29. 17
bergerak mencari, dan menoleh. Bayi harus berada dekat
dengan payudara ibu. Ibu tidak harus menyondongkan badan
dan bayi tidak meregangkan lehernya utnuk mencapai puting
susu ibu.
(5) Ibu menyentuhkan puting susunya ke bibr byai, menunggu
hingga mulut bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut
bayi ke puting susu ibu hingga bibir bayi dapat menangkap
puting susu tersebut. Ibu memegang payudara dengan datu
tangan dengan cara melekatkan empat jari di bawah payudara
dan ibu jari di atas payudara. Ibu jari dan telunjuk harus
membentuk huruf “C”. Semua jari ibu tidak boleh terlalu dekat
dengan areola.
(6) Pastikan bahwa sebagian besar areola masuk ke dalam mulut
bayi. Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh
bagian atas payudara. Bibir bawah bayi melengkung keluar.
(7) Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi danggaj
seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja,
kepala dan tubuh bayi harus lurus, hadapkan bayi ke adada ibu
sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan
badan bayi ke badan ibu, menyentuh bibir bayi ke puting
susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
30. 18
(8) Jiak bayi sudah selelsai menyusui, ibu mengeluarkan puting
dari mulut bayi dengan cara memasukkan jari kelingking ibu di
antara mulut dan payudara
(9) Menyendawakan bayi dengan menyadarkan bayi dipundak atau
menelungkupkan bayi melintnag kemudian menepuk-nepuk
punggung bayi.
6) Tanda bayi cukup ASI
Bayi usia 0-6 bulan, dapat dinilai mendapat kecukupan ASI bila
mencapai keadaan sebagai berikut :
a) Bayi minum ASI setiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal
mendapatkan ASI 8 kali pada 2-3 minggu pertama
b) Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan warna
menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir
c) Bayi akan buang air kecil ( BAK) paling tidak 6-8x sehari
d) Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI
e) Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis
f) Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal
g) Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi sesuai
dengan grafik pertumbuhan
h) Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai
dengan rentang usianya)
31. 19
i) Bayi kelihatan puas, sewaktu-waktu saat lapar akan bangun dan
tidur dengan cukup
j) Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian melemah dan
tertidur pulas.
7) Komposisi gizi dalam ASI
a) Protein
Keistimewaan protein dalam ASI dapat dilihat dari rasio protein
whey: kasein=60:40, dibandingkan dengan air susu sapi yang
rasionya= 20:80. Asi mengandung alfa-laktabumin, sedangkan air
susu sapi mengandung beta-laktaglobulin dan bovine serum
albumin. ASI mengandung asam amino asensial taurin yang tinggi.
Kadar methiolin dalam ASI lebih rendah dari pada susu sapi,
sedangkan sistim lebih tinggi.
b) Karbohidrat
ASI mengandung karbohidrat lebih tinggi dari pada susu sapi (6,5-
7 gram). Karbohidrat yang utama adalah laktosa
c) Lemak
Bentuk emulsi lebih sempurna. Kadar lemak tak jenuh dalam ASI
7-8 kali lebih besar dari air susu sapi. Asam lemak rantai panjang
berperan dalam perkembangan otak.
32. 20
d) Mineral
ASI mengandung mineral lengkap. Total mineral selama laktasi
adalah konstan.
e) Air
Kira-kira 88% ASI terdiri atas air yang berguna melarutkan zat-zat
yang terdapat didalam nya sekaligus juga dapat meredakan
rangsangan haus dari bayi
f) Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI adalah lengkap, vitamin A,D dan C
cukup. (Dewi dan Sunarsih, 2011; h. 19-34)
8) Rawat gabung
a) Pengertian
Suatu cara perawatan yang menyatukan ibu beserta bayinya dalam
satu ruangan kamar, atau suatu tempat secara bersama-sama dan
tidak dipisahkan dalam 24 jam penuh dalam seharianya.
b) Tujuan rawat gabung
Tujuan dilakukan rawat gabung ini adalah sebagai berikut:
(1) Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat
atau kapan saja saat dibutuhkan
(2) Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang
benar seperti yang dilakukan oleh petugas
33. 21
(3) Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat
bayinya
(4) Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk
mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat
bayinya secara baik dan benar
(5) Ibu dan bayi mendapatkan kehangatan emosional.
9) Hubungan awal antara ibu dan bayi
a) Pengertian bonding attachment
Bonding attachment terjadi pada kala IV, ketika terjadi kontak
antara ibu-ayah-anak yang berada dalam ikatan kasih. Menurut
brazelton (1978), bonding merupakan suatu ketertarikan mutual
pertama antarindividu, pertemuan pertama kali antara orang tua
dan anak. Sementara itu, attachment adalah suatu perasaan
menyayangi atau loyalitas yang mengikat individu dengan
individu lain.
b) Tahapan-tahapan bonding attachment
(1) Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata,
memeberikan sentuhan, mengajak berbicara, dan
mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
(2) Keterikatan (bonding)
(3) Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan
individu lain.(Dewi, 2010; h. 18-37)
34. 22
10) Inisiasi menyusui dini (IMD)
Inisiasi menyusui dini (early initiation) atau permulaan menyusui dini
adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah lahir. Cara bayi
melakukan inisiasi menyusui dini ini dinamakan the breas crawln atau
merangkak mencari payudara. Jika bayi baru lahir segera dikeringkan
dan diletakan diperut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak
dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui
lima tahapan perilaku (pre-feeding behavior) sebelum ia berhasil
menyusui. (Saleha, 2013; h. 28).
f. Perubahan fisiologis masa nifas
1) Perubahan system reproduksi
a) Uterus
(1) Involusi uterus (pengerutan rahim)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar
dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
neurotik (layu atau mati). (Sulistyawati, 2009; h. 73)
35. 23
Table 2.2 Perubahan uterus masa nifas
Involusi Tinggi fundus
uteri
Berat
uterus
(gr)
Diameter beka
melekat plasenta
(cm)
Keadaan
serviks
Bayi lahir Setinggi pusat 1000
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 12,5 Lembek
Satu minggu Pertengahan pusat-
simfisis
500 7,5 Beberapa hari
setelah
postpartum
dapat dilalui 2
jari akhir
minggu
pertama dapat
dimasuki 1
jari.
Dua minggu Tak teraba diatas
simfisis
350 3-4
Enam minggu Bertambah kecil 50-60 1-2
Delapan minggu Sebesar normal 30
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h. 57).
Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiapa hari. Pada hari kedua setelah
persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke
3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5-7
tinggi fundus uteri setengah pusat dan simfisis. Pada hari ke 10
tinggi fundus uteri tidak teraba. (Ambarwati dan Wulandari,
2010; h. 77).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
(a) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan
memendekan jaringan otot yang telah sempat mengendor
36. 24
10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebarnya dari
sebelum hamil. Sitoplasma sel yang berlebihan tercerna
sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastik dalam
jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
(b) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atropi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot
uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru.
(c) Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir. Diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat
besar.hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu proses homeostatis.
Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai
darah keuterus. Proses ini akan membantu mengurangi
bekas luka tempat implantasi lasenta dan mengurangi
37. 25
perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan
waktu 8 minggu untuk sembuh total. (Sulistyawati, 2009;
h. 74-75)
(d) Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri
dan vagina selama masa nifas. (Soleha, 2009; h. 55)
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa
atau alkalis yang dapat membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal.
Jenis-jenis lochea berdasarkan warna dan waktu keluarnya
1. Lochea rubra/merah
Lochea rubra atau merah (cruenta) lochea ini keluar
pada hari pertama sampai hari ke empat masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena
terisis darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding
rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan
mekonium.
38. 26
2. Lochea sanguelenta
Lochea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir,
serta berlangsung dari hari ke empat sampai hari
ketujuh post partum.
3. Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi
plasenta. Keluar pada hari ke tujuh sampai hari ke
empat belas
4. Lochea alba/putih
lochea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lender servik, dan serabut jaringan yang mati.
Lochea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu
post partum
5. Lochea purulenta
Lochea ini adalah bila terjadi infeksi, akan keluar cairan
seperti nanah dan berbau busuk.
6. Lochea statis
Lochea ini adalah pengeluaran lochea yang tidak lancer.
(e) Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks
agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir.
39. 27
Bentuk ini disebabkan oleh carpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
karpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks
berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan
pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Muara servik yang
berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup
secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan
dapat masuk kedalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya
dapat dimasuki 2-3 jari pada minggu ke-6 post partum,
serviks sudah menutup kembali.
(f) Perubahan pada vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahiran bayi. Dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua
organ ini tetap dalam keadaan kendur. Selama 3 minggu,
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul
kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
40. 28
(g) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang
bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap
lebih kendur dari pada keadaan sebelum hamil.
(Sulistyawati, 2009; h. 76-78)
(h) Perubahan payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi
terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua
mekanisme fisiologis, yaitu produksi susu dan sekresi susu
atau let down. Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan
payudara tumbuh dan menyiapakan fungsinya untuk
menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah
melahirkan, ketika hormone yang dihasilkan plasenta tidak
ada lagi untuk manghambatnya kelenjar pituitary akan
mengeluarkan prolaktin (hormone laktogenik). Sampai hari
ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara
mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi
bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat,
bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan
ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap putting
41. 29
reflek saraf merangsang lobus posterior pituitary untuk
menyekresi hormone aksitosin. Oksitosin merangsang
reflek let down ( mengalirkan), sehingga menyebabkan
ejeksi ASI melalui sinus laktiferus payudara ke duktus
yang terdapat pada putting. (Saleha, 2011; h. 57-58).
(i) Perubahan sistem pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan
anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan
alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan
kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebihan pada
waktu persalinan (dehidrasi), kurang makanan,
haemorroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar
kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup, bila
usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat
ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau
diberikan obat laksan yang lain. (Ambarwati dan
Wulandari, 2010; h. 80)
(j) Perubahan sistem perkemihan
Perubahan hormon pada masa hamil (kadar steroid yang
tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal,
sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
42. 30
melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi
ginjal pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam
waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan
kira-kira dua sampai delapan minggu untuk hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelpis ginjal kembali
kekaadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita,
dilatasi traktus urinarius dapat menetap selama tiga bulan.
(k) Perubahan sistem musculoskeletal atau diestatis rektie
abdominis
Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi selama
masa hamil berlangsung secara terbaik pascapartum.
Adaptasi tersebut mencakup hal-hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi serta perubahan pusat
berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi
lengkap pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah ibu
melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain
kembali normal sebelum hamil, kaki ibu tidak mengalami
perubahan setelah melahirkan. Wanita yang baru menjadi
ibu memerlukan sepatu yang berukuran lebih besar. (Roito
et. all, 2013; h. 65-67)
43. 31
(l) Perubahan sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormone-
hormon yang berperan dalam proses tersebut.
1. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormone
oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI
dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali kebentuk normal.
2. Prolaktin
Menurunnya kadar ekstrogen menimbulkan terangsangnya
kelenjar pituitary bagian belakang untuk mengeluarkan
prolaktin, hormone ini berperan dalam pembesaran
payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita
yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan
pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium
yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya
tingkat sirkulasi protein menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan
44. 32
otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola
produksi estrogen dan progesterone yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi dan menstruasi.
3. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti.
Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormone antidiuretik yang meningkat
volume darah. Disamping itu, progesterone
mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
sangat memengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,
dinding vena, dasar panggul, perineum, dan vulva, serta
vagina. (Saleha, 2013; h. 60)
4. Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu badan
1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik
sedikit (37,5-38 0
C) sebagai akibat kerja keras
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan
menjadi biasa. Biasanya, pada hari ke-3 suhu badan
naik lagi karena adanya pembentukan ASI dan
45. 33
payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena
banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan
adanya infeksi pada endometrium,mastitis,traktus
genetalis, atau sistem lain.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-
80x/menit. Denyut nadi sesudah melahirkan
biasanya akan lebih cepat. (Dewi dan Sunarsih,
2011; h. 60)
c. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah
pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh
jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Tekanan
darah normal manusia adalah sistolik 90-120
mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca
melahirkan pada kasus normal tekanan darah
biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah
menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan
darah tinggi pada post partum merupakan tanda
terjadinya pre eklamsi post partum. Namun
46. 34
demikian hal teresbut sangat jarang terjadi.
(Rukiyah et. all, 2011; h. 69)
d. Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang
normal, yaitu sekitar 20-30x/menit. (Ambarwati
dan Wulandari, 2010; h. 139)
(m) Perubahan sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung
meningkat sepanjang kehamilan. Segera setelah ibu
melahirkan, keadaan tersebut dapat meningkat bahkan
lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah
yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba
kembali kesirkuit umum. Nilai tersebut meningkat
pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaian
konduksi anastesi. Data mengenai hemodinamika
jantung yang secara pasti kembali normal tidak
tersedia, namun nilai curah jantung normal ditentukan,
bila pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu
setelah ibu melahirkan. (Roito et. all, 2013; h. 69-71)
(n) Perubahan sistem hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar
fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor pembekuan
47. 35
darah makin meningkat. Pada hari pertama post
partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun, akan tetapi darah akan mengental sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosit
yang meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat
mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetapi
tinggi dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel
darah tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-
30.000 tanpa adanya kondisi patologi jika wanita
tersebut mengalami persalinan yang lama.
(Sulistyawati, 2009; h. 82)
g. Proses adaptasi psikologis ibu masa nifas
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, focus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri pengalaman selama proses
persalinan sering berulang diceritakanya.
2) Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan dan pada fase
taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaanya sangat
sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang
48. 36
hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini
merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa
percaya diri
3) Fase latting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. (Ambarwati dan
Wulandari, 2010; h. 88-89)
h. Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas
1) Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius,
karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu
dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus
bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak
mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai
berikut :
a) Mengonsumsi tambahan 500 kalori setiapa hari
b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup.
49. 37
c) Minum sedikit 3 liter air setiap hari
d) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan.
e) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI. (Soleha, 2013; h. 71-72
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian
jaringan sangat membutuhkan protein. (Rukiyah dan Yulianti,
2014; h. 362)
2) Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus beristirahat, tidur terlentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kanan atau
ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboeboli. Pada
hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke tiga berjalan-jalan kecil.
(Rukiyah et. all, 2011; h. 128)
Keuntungan perawatan mobilisasi dini adalah:
a) Melancarkan pengeluaran lockea, mengurangi infeksi puerpurium.
b) Mempercepat involusi alat kandungan.
c) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
d) Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
(Roito et. all, 2013; h. 84-85).
50. 38
3) Eliminasi
a) Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam ibu
diusahakan mampu buang air kecil sendiri, bila tidak maka
dilakukan tindakan berikut ini.
(1) Dirangsang dengan mengalirkan air kran didekat klien
(2) Mengompres air hangat diatas simpisis
(3) Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK.
b) Buang air besar (BAB). Defekasi (buang air besar) harus ada
dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul koprostase
sehingga skibala (feses yang mengeras) tertimbun direktum,
mungkin akan terjadi febris. Bila terjadi hal demikian dapat
dilakukan klisma atau diberi laksan per os (melalui mulut). (Dewi
dan Sunarsih, 2011; h. 73)
4) Personal hygiene
Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.
Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah
terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap di jaga.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri
ibu post partum adalah sebagai berikut :
a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum
51. 39
b) Mengajarkann ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air.
c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari
d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum
dan sesudah membersihakan daerah kelaminya.
e) Jika ibu mempunyai luka episiotomy atau laserasi sarankan kepada
ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut. (Saleha, 2011;
h. 73-74)
5) Istirahat dan tidur
a) Anjurkan ibu untuk
(1) Istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan
(2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur
(3) Kembali kekegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan
(4) Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan
waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan pada
malam 7-8 jam. (Suherni et. all, 2009; h. 104)
b) Anjurkan ibu supaya istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan rumah
tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau
beristirahat selama bayi tidur. (Ambarwati dan Wulandari, 2010; h.
107-108)
52. 40
6) Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh
wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat kandungan.
Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek dan lemas
disertai adanya striae gravidarum yang membuat keindahan tubuh
akan sangat terganggu. Oleh karena itu, mereka akan selalu berusaha
untuk memulihkan dan mengencangkan keadaan dinding perut yang
sudah tidak indah lagi. Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh
menjadi indah dan langsing seperti semula adalah dengan melakukan
latihan dan senam nifas. (Saleha, 2011; h. 75)
i. Asuhan 6 jam post partum
1) Mencegah perdarahan pada masa nifas karena atonia uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi resiko
perdarahan post partum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebaga terapi. Manajemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah perdarhan dalam persalinan, anemia, dan
kebutuhan tranfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah
atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling
bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III
harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protocol
53. 41
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit perliter IV
drip 100-150 cc/jam.
Analog sinetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan
postpartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset
kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan
oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara
pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif disbanding
oksitosin (Rukiyah dan Yulianti, 2014; h. 289).
2) Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga
mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri yaitu dengan cara masase uterus. Secara perlahan, tangan
diletakan di atas fundus uterus dan masase dengan gerakan berputar
sambil menekan fundus selama 15 detik, raba kembali uterus setiap 1-
2 menit, jika lembek, ulangi masase. Ibu dan anggota keluarga perlu
diajarkan tentang cara memeriksa dan cara masase uterus agar uterus
keras. Pada saat melakukan masase uterus, jumlah darah yang keluar
dari vagina harus diperiksa (Astuti et. all, 2015 ; h 42).
54. 42
3) Pemberian ASI awal
a) Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin
Biasanya, bayi yang baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau
10-12 kali dalam 24 jam. Bila bayi tidak meminta diberikan ASI,
katakan pada ibu untuk memberikan ASI-nya pada bayi setidaknya
4 jam. Selama 2 hari pertama sesudah lahir, beberapa bayi tidur
panjang selama 6-8 jam. Untuk memberikan ASI pada bayi, yang
paling baik adalah membangunkannya selama siklus tidurnya. Pada
hari ke-3 setelah lahir, umumnya bayi menyusu 2-3 jam.
b) Hanya memberikan kolostrum dan ASI saja
Makanan lain (termasuk air) dapat membuat bayi sakit dan
menurunkan persediaan ASI ibunya karena produksi ASI ibu
tergantung pada seberapa banyak ASI dihisap oleh bayinya. Bila
minuman lain atau air diberikan, bayi tidak akan merasa lapar
sehingga ia tidak akan menyusu.
(Sulistyawati, 2009 ; h. 16-17)
c) ASI Ekslusif
Yang dimaksud dengan ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman pendamping (termasuk air jeruk, madu, air
gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir sampai dengan usia 6
bulan. Walaupun kenyataannya kebanyakan dari ibu yang bekerja
bermasalah dengan kebijakan ini karena hambatan waktu, namun
55. 43
sebagai bidan harus berupaya untuk memberikan solusi dari
hambatan ini melaui beberapa langkah.
Pemberia ASI eksklusif ini tidak selamanya harus langsung dari
payudara ibunya. Ternyata, ASI yang ditampung dari payudara ibu
dan ditunda pemberiannya kepada bayi melalui metode
penyimpanan yang benar relative masih lama kualitasnya dengan
ASI yang langsung dari payudara ibunya.
Komposisi ASI sampai dengan 6 bulan sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi, meskipun tanpa tambahan makanan
atau produk minuman pendamping. Kebijakan ini berdasarkan pada
beberapa hasil penelitian (evidenve based) yang menemukan bahwa
pemberian makanan pendamping ASI justru akan menyebabkan
pengurangan kapasitas lambung bayi dalam menampung asupan
cairan ASI sehingga pemenuhan ASI seharusnya dapat maksimal
telah tergantikan oleh makan pendamping. (Sulistyawati, 2009;
h.24).
4) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir. Yaitu dengan rawat gabung:
a) Pelaksanaan Rawat Gabung
Dalam rawat gabung, bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu
ruangan sedemikian rupa sehingga ibu dapat melihat dan
menjangkau kapan saja. Bayi dapat diletakan ditempat tidur
56. 44
bersama ibunya atau dalam boks disamping tempat tidur ibu, yang
terpenting adalah ibu harus melihat dan mengawasi bayinya, saat
bayinya menangis karena lapar, kencing, atau digigit nyamuk.
Tangis bayi merupakan rangsangan sendiri bagi ibu untuk
memproduksi ASI (Dewi, 2013 ; h 21).
5) Menjaga bayi tetap agar tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi
Prinsip umum pengaturan suhu tubuh bayi adalah sebagai berikut :
a) Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat agar tetap
hangat walaupun saat dilakukan tindakan. Bayi tetap memakai
pakaian dan mengenakan topi, bungkus bayi dengan pakaian yang
kering dan lembut serta selimut bayi, buka hanya bagian tubuh
yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
b) Rawat bayi diruanagn yang hangat (tidak kurang 25 0
C dan bebas
dari aliran angin)
c) Jangan meletakan bayi dekat dengan benda yang dingin walaupun
bayi dalam incubator
d) Jangan meletakan bayi langsung dipermukaan yang dingin.
Berikan alas tempat tidur atau meja priksa dengan kain atau
selimut hangat sebelum bayi diletakan
e) Pada waktu dipindipindahkan ketempat lain, jaga bayi agar tetap
hangat
f) Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan
57. 45
g) Ganti popok setiap kali basah
h) Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan dikulit (misalnya kasa
yang basah), usahakan agar bayi tetap hangat
i) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
(Rohani et. all,2011; h. 252-253)
j. Asuhan 6 hari post partum
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal uterus berkontraksi,
fundus dibawah umbilicus, tidak adaperdarahan abnormal, tidak ada
bau yaitu dengan mengetahui :
a) Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotik (layu atau
mati). (Sulistyawati, 2009; h. 7)
Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun
kira-kira 1 cm setiapa hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi
fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus
uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri
setengah pusat dan simfisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri
tidak teraba. (Ambarwati dan Wulandari, 2010; h. 77)
58. 46
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
(1) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekan
jaringan otot yang telah sempat mengendor 10 kali panjangnya
dari semula dan lima kali lebarnya dari sebelum hamil.
Sitoplasma sel yang berlebihan tercerna sendiri sehingga
tertinggal jaringan fibro elastik dalam jumlah renik sebagai
bukti kehamilan.
(2) Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atropi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot
uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru.
(3) Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir. Diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterine yang sangat besar.hormon
oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis memperkuat dan
59. 47
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan
membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri
akan mengurangi suplai darah keuterus. Proses ini akan
membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi lasenta
dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
(Sulistyawati, 2009; h. 74-75)
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal yaitu dengan :
(1) Mengetahui adanya tanda bahaya pada masa nifas
(a) Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-
tiba (Melebihi haid biasasanya atau jika perdarahan
tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut seniter dalam
waktu setengah jam)
(b) Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras
(c) Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
(d) Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastrik, atau
masalah penglihatan
(e) Pembengkakan pada wajah dan tangan
(f) Demam, muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni, atau
merasa tidak enak badan
(g) Payudara yang merah, panas, dan sakit
60. 48
(h) Kehilangan selera makan untuk waktu yang
berkepanjangan
(i) Rasa sakit, warna merah, kelembutan dan atau
pembengkakan pada kaki
(j) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri
sendiri atau bayinya
(k) Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah.
(Rukiyah et. all, 2011; h. 154)
(2) Infeksi masa nifas
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah
persalinan. Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab
tertinggi angka kematian ibu (AKI). Morbiditas nifas ditandai
dengan suhu 38 0
C atau lebih, yang terjadi selama 2 hari
berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam pasca
persalinan dalam 10 hari pertama masa nifas. Tanda dan gejala
infeksi pada umumnya adalah peningkatan suhu tubuh, malaise
umum, nyeri, dan lochea berbau tidak sedap. Peningkatan
kecepatan nadi dapat terjadi, terutama pada infeksi berat. (Dewi
dan Sunarsih, 2011; h. 109)
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
yaitu dengan :
(1) Nutrisi dan cairan
61. 49
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang
serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu.
Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi
sebagai berikut :
(a) Mengonsumsi tambahan 500 kalori setiapa hari
(b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup.
(c) Minum sedikit 3 liter air setiap hari
(d) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi,
setidaknya selama 40 hari pasca persalinan.
(e) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
(Soleha, 2013; h. 71-72)
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi
terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena
penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
(Rukiyah dan Yulianti, 2014; h. 362)
62. 50
(2) Istirahat dan tidur
(a) Anjurkan ibu untuk
(b) Istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan
(c) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur
(d) Kembali kekegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan
(e) Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan
waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan pada
malam 7-8 jam. (Suherni et. all, 2009; h. 104)
(3) Anjurkan ibu supaya istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan
rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau
beristirahat selama bayi tidur. (Ambarwati dan Wulandari,
2010; h. 107-108)
d) Memastikan ibu menyusu dengan baik dan tidak mempehatikan
tanda-tanda penyulit yaitu :
(1) Cara menyusui yang benar
(a) Posisi ibu dan bayi yang benar
(b) Berbaring miring
(c) Duduk (Sulistyawati, 2009; h. 25)
(2) Proses perlekatan bayi dengan ibu
Lankah-langkah dalam perlekatan/menyusi yang benar sebagai
berikut :
63. 51
(a) Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit Asi
dan oleskan di sekitar puting, duduk dan berbaring dengan
santai
(b) Ibu harus mencari posisi nyaman, biasanya duduk tegak di
tempat tidur/kursi. Ibu harus merasa rileks.
(c) Lengan ibu menopang kepala, leher, dan seluruh badan
bayi (kepala dan tubuh berada dalam garis lurus), muka
bayi menghadap ke payudara ibu, hidung bayi ddi depan
puting susu ibu. Posisi bayi harus sedemikian rupa
sehingga perut bayi menghadap perut ibu. Bayi seharusnya
berbaring miring dnegan seluruh tubuhnya meghadap ibu.
Kepalanya harus sejajar dengan tubuhnya, tidak
melengkung ke belakang/menyampign, telinga, bahu, dan
panggul bayi berada dalam satu garis lurus.
(d) Ibu mendekatkan bayi ketubuhnya (muka bayi ke payudara
ibu) dan mengamati bayi yang siap menyusu: membuka
mulut, bergerak mencari, dan menoleh. Bayi harus berada
dekat dengan payudara ibu. Ibu tidak harus
menyondongkan badan dan bayi tidak meregangkan
lehernya utnuk mencapai puting susu ibu.
(e) Ibu menyentuhkan puting susunya ke bibr byai, menunggu
hingga mulut bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan
64. 52
mulut bayi ke puting susu ibu hingga bibir bayi dapat
menangkap puting susu tersebut. Ibu memegang payudara
dengan datu tangan dengan cara melekatkan empat jari di
bawah payudara dan ibu jari di atas payudara. Ibu jari dan
telunjuk harus membentuk huruf “C”. Semua jari ibu tidak
boleh terlalu dekat dengan areola.
(f) Pastikan bahwa sebagian besar areola masuk ke dalam
mulut bayi. Dagu rapat ke payudara ibu dan hidungnya
menyentuh bagian atas payudara. Bibir bawah bayi
melengkung keluar.
(g) Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi danggaj
seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja,
kepala dan tubuh bayi harus lurus, hadapkan bayi ke adada
ibu sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu,
dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyentuh bibir bayi ke
puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka
lebar.
(h) Jiak bayi sudah selelsai menyusui, ibu mengeluarkan
puting dari mulut bayi dengan cara memasukkan jari
kelingking ibu di antara mulut dan payudara
65. 53
(i) Menyendawakan bayi dengan menyadarkan bayi dipundak
atau menelungkupkan bayi melintnag kemudian menepuk-
nepuk punggung bayi. (Dewi dan Sunarsih, 2011; h. 32-34)
e) Memberikan konsling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari
yaitu :
(1) Perawatan tali pusat
Banyak pendapat tentang cara tebaik dalam merawat tali pusat.
Telah dilaksanakan beberapa uji klinis untuk membandingkan
cara perawatan tali pusat agar tidak terjadi peningkatan infeksi,
yaitu dengan air bersih. Luka tali pusat terbuka dan
membersihkan luka hanya dengan air bersih. Negara-negara
yang beriklim tropis perlu mewaspadai penggunaan alkohol
yang dahulu populer dan terbukti efektif untuk membersihkan
tali pusat, karena sesungguhnya alkohol akan mudah menguap
di daerah panas dan dengan demikian efektifitasnya menurun.
Begitupun dengan bedak antideptik yang juga dapat
kehilangan efektifitasnya terutama dalam kelembapan tinggi
(bila tidak dijaga). Sehingga penggunaan bahan tersebut dapat
mengakibatkan peningkatan infeksi, kecuali bila obat tersebut
dapat dijaga tetap kering dan dingin. Oelh karena tidak ada
bukti yang kuat akan efektifitasnya penggunaan alkohol
66. 54
tersebut, disampung itu juga karena harganya yang mahal serta
sulit untuk mendapat bahan yang berkualitas, maka untuk
sementara ibu nifas dianjurkan untuk membiarkan tali puast
menghering, tidaj ditutup, dan hanya dibersihkan setiap hari
menggunakan air bersih, merupakan cara paling efektif dnga
biaya yang efisien pula (cost effective) untu perawatan tali
pusat.
Bidan hendaknya menasihati ibu agar tidak mebubuhkan
apapun pada daerah sekitar tali pusat karena dapat
mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya kelembapan (akibat penyerapan oelh bahan
tersebut) badan bayi sehingga menciptakan kondisi yang ideal
bagi tumbuhnya bakteri. Penting untuk diberitahukan kepada
ibu, agar tidak membubuhkan apa pun ke tali pusat terbuka
agar tetap kering.
(2) Pemberian ASI
(3) Jaga kehangatan bayi
Berikan bayi kepada ibunya secepat mungkin. Kontak ibu
dengan kulit bayi sangat penting dalam rangka menghangatkan
serta mempertahankan panas tubuh bayi. Gantilah handuk/kain
jika basah dengan kain yang kering, dan bungkus bayi dengan
selimut, serta jangan lupa untuk memastikan kepala bayi telah
67. 55
terlindungi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas.
(Dewi, 2013; h. 30-31).
2. Perineum
a. Pengertian perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus. Panjang rata-rata 4 cm. bisa
meregang saat persalinan dan bisa mengalami robekan jika perineum kaku
atau salah dalam menolong persalinan. (Kamariyah et. all, 2011; h. 24)
perineum merupakan bagian terendah dari badan sebuah garis yang
menyambung kedua tuberositas iski, daerah depan segitiga congenital dan
bagian belakang segitiga anal, titik tengahnya disebut badan perineum.
Perineum terdiri atas otot fibrosa yang kuat disebelah depan anus. Terletak
antara vulva dan anus, panjangnya lebih kurang 4 cm. (Hani et. all, 2014; h. 4)
b. Luka perineum
1) Definisi
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun juga dapat
bilateral. Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus
levatorani, yang terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan
dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada
vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar. Perlukaan demikian dapat
melemahkan dasar panggul, sehingga mudah terjadi prolapsus genetalis.
68. 56
Luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
a) Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau
bahu pada saat proses persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak
teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.
b) Menurut Eisenberg, A., 1996 dalam buku Rukiyah dan Yulianti,
2014 Episiotomy adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk
memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum
keluarnya kepala bayi.
2) Pencegahan laserasi
a) Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat
kepala janin dilahirkan. Kejadian ini akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Adanya kerjasama
yang baik antara pasien dengan penolong persalinan saat kepala
crowning (kepala tampak 5-6 cm di pulva) sangat berperan dalam
upaya pencegahan laserasi. Dalam tahap ini pasien dan penolong
bekerja sama untuk mengendalikan kecepatan dan pengaturan
diameter kepala saat melewati introitus vagina melalui pengaturan
irama, kekuatan, dan durasi meneran. (Sulistyawati dan Nugraheny,
2012; h. 126).
69. 57
b) Penyebab laserasi perineum
(1) Penyebab maternal
(a) Partus prespitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
(sebab paling sering)
(b) Pasien tidak mampu berhenti mengedan
(c) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan
(d) Edema dan kerapuhan pada perineum
(e) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
(f) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit
pula sehingga menekan kepala bayi kearah posterior
(g) Peluasan episiotomy
(2) Faktor janin
(a) Bayi yang besar
(b) Posisi kepala yang abnormal misalnya presentasi muka dan
accipitopoesterior
(c) Kelahiran bokong
(d) Ekstraksi forceps yang sukar
(e) Dystosia bahu
(f) Anomaly congenital, seperti hidrocepalus. (Oxorn dan Forte,
2010; h. 451-452)
70. 58
c) Derajat laserasi
Derajat 1 :Mukosa Vagina, komisura posterior, dan Kulit perineum
Derajat 2 : Mukosa Vagina, komisura posterior, kulit perineum dan
otot perineum
Derajat 3 : Mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani
Derajat 4 : Mukosa Vagina, Komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot sfingter ani dan dinding depan
rektum.
3) Episiotomi
Efisiotomi ialah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah rupture perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan untuk
melakukan episiotomy secara rutin yang tujuanya untuk mencegah
robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata agar mudah
dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup.
a) Tujuan tindakan episiotomy
(1) Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak
(2) Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit
(3) Menghindari robekan perineum spontan
(4) Memperlebar jalan lahir pada tindakan persalinan pervaginam.
71. 59
b) Keuntungan dan kerugian bentu episitomi
(1) Episiotomi medialis
(a) Mudah dijahit
(b) Anatomis maupun fungsional sembuh dengan baik
(c) Nyeri dalam nifas tak terlalu
(d) Dapat menjadi rupture perineum totalis
(2) Episiotomi mediolateralis
(a) Lebih sulit dijahit
(b) Anatomis maupun fungsional penyembuhan kurang
sempurna
(c) Nyeri pada hari pertama nifas
(d) Jarang menjadi rupture perineum totalis (Sulistyawati dan
Nugraheni, 2012; h. 124-181).
c. Perawatan luka perineum
1) Pengertian
Perawatan perineum menutut Hamilton adalah mencegah terjadinya
infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Perawatan luka
perineum menurut moorhouse et. al. adalah pencegahan terjadinya
infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah
kelahiran anak atau aborsi. Perawatan perineum adalah pemenuhan
kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva
dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai
72. 60
dengan kembalinya organ genetic seperti waktu sebelum hamil.
(Rukiyah et. all, 2011; h. 125)
2) Tujuan perawatan luka perineum
Tujuan perawatan perineum menurut hamilton dalam Rukiyah et. all,
2011 Adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan
penyembuhan jaringan dan pencegahan terhadap terjadinya infeksi
pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran
anak atau aborsi.
3) Lingkup perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk mencegah infeksi organ-
organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme
yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari
perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea
(pembalut) (feerer). Sedangkan menurut Hamilton dalam buku Rukiyah
dan Yulianti, 2014 lingkup perawatan perineum adalah :
a) Mencegah kontaminasi dari rectum
b) Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma
c) Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau
73. 61
4) Faktor yang mempengaruhi perawatan perineum
a) Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian
jaringan sangat membutuhkan protein
b) Obat-obatan
Steroid dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu
respon inflamasi normal. Antikoagulan dapat menyebabkan
hemoragi.
c) Keturunan
Sifat genetik seorang akan mempebgaruhi kemampuan dirinya
dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang
mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat
dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat
terjadi penipisan protein-kalori.
d) Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam
perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan
perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik
e) Budaya dan keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan
perineum. Misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam,
74. 62
akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat
mempengaruhi penyembuhan luka. (Rukiyah dan Yulianti, 2014; h.
362).
5) Fase–fase Penyembuhan Luka
Fase–fase penyembuhan luka menurut Smeltzer 2002 : 490 adalah
sebagai berikut :
a) Fase inflamasi berlangsung selama 1 sampai 4 hari.Respon vaskular
dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami cedera.
Vasokontriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk
dalam upaya untuk mengontrol. Reaksi berlangsung dari 5 menit
sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula.
Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokontriksi karena
norepinefrin dirusak oleh enzim intraseluler. Juga, histamin
dilepaskan, yang meningkatkan kapiler.
Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah
seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air
menembus spasium vaskular selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan
edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.
b) Fase proliferatif, berlangsung selama 5 sampai 20 hari.
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring–jaring untuk
sel–sel yang bermigrasi. Sel–sel epitel membentuk kuncup pada
75. 63
pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang
merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.
Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dari
kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59%
kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80%
kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama vitamin C,
membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam
penyembuhan luka.
c) Fase maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan
tahunan.
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggalkan
luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun
kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi,
mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya.
Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan
maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai
kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
Dalam penatalaksanaan bedah penyembuhan luka, luka
digambarkan sebagai penyembuhan melalui intensi pertama, kedua,
atau ketiga.
Penyembuhan melalui instensi pertama (Penyatuan Primer).
Luka dibuat secara aseptik, dengan pengerusakan jaringan
76. 64
minimum, dan penutupan dengan baik, seperti dengan suture,
sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama.
Ketika luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi
tidak tampak dan pembentukkan jaringan parut minimal.
6) Waktu perawatan luka perineum
Menurut feerer dalam buku Rukiyah dan Yulianti, 2014, 2010; h. 361-
364 waktu perawatan perineum adalah :
a) Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah
terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada
cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu
dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu,
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b) Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi kontaminasi
air seni pada rectum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri
pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum
c) Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari
anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan
77. 65
proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
(Rukiyah et. all, 2011; h. 125-126)
7) Penatalaksanaan
Perawatan perineum sebaiknya dilakukan dikamar mandi dengan posisi
ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki
terbuka. Alat yang digunakan adalah botol, baskom, dan gayung/
shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan nahan yag digunakan
adalah air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik. (Rukiyah dan
Yulianti, 2014; h. 365).
Cara perawatan luka perineum :
a) Mencuci tanganya
b) Mengisi botol plasti yang dimiliki dengan air hangat
c) Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah
mengarah kerektum dan letakan pembalut tersebut kedalam kantung
plastik
d) Berkemih dan BAB ketoilet
e) Semprotkan keseluruh perineum dengan air
f) Keringkan perineum dengan menggunakan tussue dari depan
kebelakang
g) Pasang pembalut dari depan kebelakang
h) Cuci kembali tangan. (Rukiyah et. all, 2011; h. 126-127)
78. 66
Perawatan perineum dan vagina
Ada beberapa hal yang dapat dianjurkan oleh ibu, antara lain ibu harus :
a) Membersihkan daerah kelamin dengan cara membersihkan daerah
disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan kebelakang, baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan vulva
setiap kali buang air kecil atau besar.
b) Mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari.
Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan dibawah matahari atau disetrika
c) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminya
d) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, maka ibu harus
menghindari menyentuh luka, cebok dengan air dingin atau cuci
menggunakan sabun. (Sari dan Rimandini, 2014; h. 159-160)
8) Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah
perineum tidak lembab, posisi pembalut tepat, serta ibu merasa
nyaman.
9) Dampak perawatan luka perineum yang tidak benar
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindari
hal berikut ini :
79. 67
a) Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan sangat
menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada perineum. (Rukiyah dan Yulianti, 2014; h.
363-365)
(1) Faktor terpenting yang memudahkan terjadinya infeksi nifas
adalah perdarahan dan trauma persalinan. Perdarahan
menurunkan daya tahan ibu. Sedangkan trauma membuat porte
d’entrée dan jaringan nekrosis merupakan lahan yang subur bagi
kuman. Selanjutnya, partum yang lama. Retensio plasenta
sebagian atau keseluruhan dapat memudahkan terjadinya
infeksi. Akhirnya, keadaan umum ibu merupakan faktor yang
ikut menentukan, seperti anemia, atau malnutrisi yang sangat
melemahkan daya tahan ibu.
Faktor lain mencakup :
(a) Teknik aseptik yang tidak baik dan benar
(b) Pemeriksaan vagina selama persalinan
(c) Manipulasi intrauterus
(d) Trauma/luka terbuka
(e) Perawatan perineum yang tidak tepat
(f) Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang
tidak ditangani (Astuti et. all, 1015; h. 87-88).
80. 68
b) Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran
kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada
munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada
jalan lahir.
c) Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post
partum masih lemah. (Rukiyah dan Yulianti, 2014; h. 363).
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Manajemen kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen
asuhan kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara
sistematis dan logis dalam memberikan asuhan kebidanan agar
menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberian asuhan.
Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan
oleh Helen Varney dalam buku Varney’s midwifery, edisi ketiga tahun
1997, menggambarkan proses managemen asuhan kebidanan yang terdiri
dari tujuh langkah yang berurut secara sistematis dan siklik. (Soepardan,
2008; h. 96)
81. 69
Varney menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses
pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal
1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian
pemikiran dan tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan,
baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan
bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan. Proses
manajemen bukan hanya terdiri atas pemikiran dan tindakan, melainkan
juga perilaku pada setiap langkah agar layanan yang komprehensif dan
aman dapat tercapai. Dengan demikian, proses manajemen harus
mengikuti urutan yang logis dan memberikan pengertian yang
menyatukan pengetahuan, hasil temuan, dan penilaian yang terpisah-pisah
menjadi satu kesatuan yang berfokus pada manajemen klien. Proses
manajemen terdiri atas tujuh langkah yang berurutan, dan setiap langkah
disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dengan mengumpulkan
data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut
membentuk suatu kerangkah lengkap yang dapat diuraikan lagi menjadi
langkah-langkah yang lebih detail dan ini bisa berubah sesuai dengan
kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39)
2. Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Helen Varney
a) Pengkajian
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari berbagai sumber yang berkaitan dengan kondisi
82. 70
klien. Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesis. Anamnesa
adalah pengkajian dalam rangkah mendapatkan data tentang pasien
melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.
Anamnesa dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu sebagai berikut :
1) Anamnesa
Anamnesa dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai
berikut :
(a) Auto anamnesa
Adalah anamnesa yang dilakukan kepada pasien langsung
jadi data yang diperoleh adalah data perimer, karena
langsung dari sumbernya.
(b) Allo anamnesa
Adalah anamnesa yang dilakukan pada keluarga pasien untuk
memperoleh data pasien. Ini dilakukan pada keadaan darurat
ketika pasien tidak memungkinkan lagi untuk memberikan
data yang akurat. (Sulistyawati, 2011; h. 110-166)
2) Pengkajian (pengumpulan data dasar)
Adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan pasien merupakan langkah pertama untuk
mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi pasien.
83. 71
(a) Data subjektif
Biodata yang mencakup identitas pasien
(1) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan. (Ambarwati dan Wulandari, 2010; h. 131)
(2) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan
umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi
perdarahan dalam masa nifas.
(3) Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-
hari.
(4) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
(5) Pendidikan
Untuk variabel pendidikan, hasil pengukuran : SD,
SMP, SMA, dst, atau : Rendah (Tidak sekolah dan SD),
84. 72
menengah (SMP dan SMA), dan tinggi (di atas SMA).
(Notoatmodjo, 2010; h. 112)
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,
sehingga bidan dapat memberikan konsling sesuai
dengan pendidikanya.
(6) Pekerjaan
Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut.
(7) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
3) Keluhan utama
Keluhan utama untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang
berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mulas,
sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum.
(Ambarwati dan Wulandari, 2010; h. 132)
4) Riwayat kesehatan
(a) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : jantung, DM,
85. 73
Hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa
nifas ini.
(b) Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubunganya dengan masa nifas dan bayinya.
(c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan
pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga
yang menyertainya. (Ambarwati dan Wulandari, 2010; h.
133)
5) Status perkawinan
Hal ini penting untuk bidan kaji karena dari data inilah bidan
akan mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah tangga
pasangan. (Sulistyawati, 2009; h. 114)
6) Riwayat obstetrik
(a) Riwayat kehamilan,persalinan, dan nifas yang lalu
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak,
cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan
nifas yang lalu.
86. 74
(b) Riwayat persalinan sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan bayi meliputi panjang badan, berat badan,
penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui
apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak
yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini.
(c) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
mengunkan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa
nifas ini dan beralih kekontrasepsi apa.
(d) Kehidupan sosial budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut
adat istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan
pasien khususnya pada masa nifas misalnya pada
kebiasaan pantang makanan.
(e) Data spikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan
emosi/psikologis selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Cukup sering ibu
menunjukan depresi ringan beberapa hari setelah kelahiran.
87. 75
Depresi tersebut sering disebut sebagai post partum blues.
Post partum blues sebagian besar merupakan perwujudan
fenomena psikologis yang dialami oleh wanita yang
terpisah dari kelurga dan bayinya. Hal ini seringa terjadi
diakibatkan oleh sejumlah faktor. Penyebab yang paling
menonjol adalah :
(1) Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan
takut yang dialami kebanyakan wanita selama
kehamilan dan persalinan.
(2) Rasa sakit masa nifas awal
(3) Kelelahan karena kurang tidur selama persalinan dan
post partum
(4) Kecemasan pada kemampuanya untuk merawat bayinya
setelah meninggalkan rumah sakit
(5) Rasa takut menjadi tidak menarik lagi bagi suaminya.
Menjelaskan pengkajian psikologis :
(1) Respon keluarga terhadap ibu dan bayinya
(2) Respon ibu terhadap bayinya
(3) Respon ibu terhadap dirinya
88. 76
(f) Data pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang
perawatan setelah melahirkan sehingga akan menguntungkan
selama masa nifas.
(g) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(1) Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum,
frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan
pantangan.
(2) Eliminasi
Menggambrakan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi
dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah.
(3) Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa
jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya
membaca, mendengarkan musik, kebiasaan
mengonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang,
penggunaan waktu luang. Istirahat sangat penting bagi
ibu masa nifas karena dengan istirahat yang cukup
dapat mempercepat penyembuhan.
89. 77
(4) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia,
karena pada masa nifas masih mengeluarkan lochea.
(5) Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada
pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatanya. Mobilisasi sedini mungkin dapat
mempercepat proses pengendalian alat-alat reproduksi.
Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering,
apakah kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah
ibu pusing ketika melakukan ambulasi. (Ambarwati dan
Wulandari, 2010; h. 133-137)
(6) Aktifitas seksual
Aktifitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa
nifas harus memenuhi syarat berikut ini
a. Secara fisik aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri begitu darah merah berhenti
dan ibu dapat memasukan satu atau dua jari
kedalam vagina tanpa adanya rasa nyeri, maka ibu
aman untuk memulai melakukan hubungan suami
istri kapan saja ibu siap
90. 78
b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda
hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu,
misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan. Keputusan ini bergantung pada
pasangan yang bersangkutan. (Saleha, 2013; h. 75)
(b) Data objektif
Untuk melengkapi data dalam menegakan diagnose, bidan
harus melakukan pengkajian data objektif melalui
pemeriksaan insfeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi yang
bidan lakukan secara berurutan.
Langkah-langkah pemeriksaan adalah sebagi berikut :
(1) Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini, bidan perlu mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan
akan bidan laporkan dengan criteria :
a. Baik
Pasien dimasukan dalam kriteria ini jika pasien
memperlihatkan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien
tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.
91. 79
b. Lemah
Pasien dimasukan dalam kriteria ini jika ia kurang
atau tidak memberikan respons yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, serta pasien sudah tidak
mampu lagi untuk berjalan sendiri.
(2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran
pasien, bidan dapat melakukan pengkajian derajat
kesadaran pasien dari keadaan composmentis
(kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar).
(3) Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan
akan naik sedikit (37,5-38 0
C) sebagai akibat kerja
keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan
naik lagi karena ada pembentukan ASI. Payudara
menjadi bengkak dan berwarna merah karena
banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan
92. 80
adanya infeksi pada endometrium (mastitis, traktus
genetalis, atau sistem lain)
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-
80x/menit. Denyut nadi sehabis melahirkan
biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang
melebihi 100x/menit adalah abnormal dan hal ini
menunjukan adanya kemungkinan infeksi.
(Sulistyawati, 2009; h. 80-122)
c. Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang
normal, yaitu sekitar 20-30x/menit. (Ambarwati dan
Wulandari, 2010; h. 139)
d. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah
pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh
jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Tekanan
darah normal manusia adalah sistolik 90-120
mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca
melahirkan pada kasus normal, tekanan darah
biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah
menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
93. 81
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan
darah tinggi pada post partum merupakan tanda
terjadinya pre eklamsi post partum. Namun
demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi.
(Rukiyah et. all, 2011; h. 69)
(4) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik seyogianya dilakukan berurutan
secara logis yakni bisa dilakukan menurut pendekatan
kepala ke kaki atau pendekatan system. Pengkajian
yang baik menurut penguasaan terhadap teknik
pemeriksaan, serta parameter-parameter ukuran normal
dari klien.
a. Kepala
Pengkajian diawali dengan insfeksi lalu palpasi.
Posisi klien dapat duduk atau berdiri (tergantung
kondidi klien). Kaeadaan rambut juga dinilai,
distribusi rambut bervariasi pada setiap orang. Kulit
kepala dikaji dari adanya peradangan, luka, maupun
tumor.
b. Mata
Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui
bentuk dan fungsi mata. Dalam setiap pengkajian
94. 82
selalu bandingkan antara mata kanan dan kiri.
Teknik yang digunakan adalah insfeksi dan palpasi.
Insfeksi merupakan teknik yang paling penting
dilakukan sebelum palpasi
c. Telinga
Telinga mempunyai fungsi sebagai alat
pendengaran dan menjaga keseimbangan.
Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk
mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga,
gendang telinga/membrane timpani, dan
pendengaran. Teknik pengkajian yang digunakan
umumnya adalah insfeksi dan palpasi. Pemeriksaan
pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi
telinga. Secara sederhana pendengaran dapat dikaji
dengan suara bisikan. Bila dicurigain pendengaran
tidak berfungsi baik, maka pemeriksaan yang lebih
teliti dapat dilakukan yaitu dengan menggunkan
garpu tala.
d. Hidung
Hidung dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk
dan fungsi hidung. Dimulai dari bagian luar hidung,
95. 83
bagian dalam, lalu sinus-sinus. Bila memungkinkan
selama pemeriksaan klien dalam posisi duduk.
e. Mulut
Pemeriksaan mulut dan faring harus dilakuakan
dengan pencahayaan yang baik sehingga dapat
melihat semua bagian dalam mulut. Pengkajian
mulut dan faring sebaiknya dilakukan dengan posisi
klien duduk. Pengkajian diawali dengan mengkaji
keadaan bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lender, pipi
bagian dalam, pelatum atau langit-langit mulut,
tonsil, kemudian faring. Umumnya teknik yang
digunakan dalam mengkaji adalah insfeksi, namun
bila secara insfeksi belum didapatkan data yang
akurat, maka dilakukan pengkajian secara palpasi.
Tujuan dilakukan palpasi adalah untuk mengetahui
bentuk dan kelainan pada mulut yang dapat
diketahui dengan palpasi. Palpasi mulut meliputi
pipi, palatum dan lidah.
f. Leher
Tujuan pengkajian leher adalah untuk mengetahui
bentuk leher, serta organ-organ penting yang
berkaitan. Pengkajian dimulai dengan insfeksi
96. 84
kemudian palpasi. Insfeksi dilakukan untuk melihat
apakah ada kelainan kulit termasuk keadaan pucat,
ikhterus, sinosis, dan ada tidaknya pembengkakan.
Pemeriksaan palpasi ditujukan untuk melihat
apakah ada massa yang teraba pada kelenjar limpe,
kelenjar tiroid, dan trakea.
g. Dada
Sistem pernafasan (paru)
Bila mengkaji pernafasan, perhatikan tahap
perkembangan klien, faktor spikososial seperti
keadaan cemas dan stress, faktor perawatan diri
seperti kebiasaan latihan (exercise) dan nutrisi, serta
faktor lingkungan seperti adanya polusi.
h. Payudara
1. Dalam pengkajian payuadra perlu diketahui
adanya riwayat anggota keluarga yang
menderita kanker payudara. Kanker payuadara
sering ditemukan pada wanita diatas 50 tahun
atau pada wanita yang sampai usia 30 tahun
belum mempunyai anak. Perawat harus
mempertimbangkan asfek spikososial dalam
melakukan pengkajian payudara khususnya
97. 85
pada wanita. Oleh karena payudara merupakan
organ yang sensitife, maka privasi klien harus
tetap dijaga selama pengkajian agar klien tidak
merasa malu. (Tambunan dan Kasim, 2012; h.
66-103)
2. Payudara
Bentuk, gangguan, ASI. Keadaan putting,
kebersihan, bentuk BH.
i. Abdomen
1. Tinggi fundus uteri (TFU)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya
uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan
involusi uterus ini, lapisan luar dari desisdua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
neuretik (layu/mati). Perubahan ini dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan
palpasi untuk meraba dimana TFU nya (tinggi
fundus uteri).
a) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi
pusat dengan berat 1000 gram
b) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari
dibawah pusat
98. 86
c) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba
pertengahan pusat simpisis dengan berat 500
gram
d) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba
diatas simpisis dengan berat 350 gram
e) Pada 6 minggu post partum, fundus uteri
mengecil (tak teraba) dengan berat 50 gram.
(Sulistyawati, 2009; h. 73-124)
2. Kontraksi uterus
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang. Selama tahap ketiga persalinan,
hormone oksitosin berperan dalam pelepasan
plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali kebentuk normal. (Soleha, 2013; h. 60)
3. Massase uterus
Secara perlahan, tangan diletakan diatas pundus
uteri dan massase dengan gerakan berputar
sambil menekan fundus selama 15 detik, raba
kembali uterus setiap 1-2 menit, jika lembek,
99. 87
ulangi massase. Pada saat melakukan massase
uterus, jumlah darah yang keluar dari vagina
harus diperiksa. (Astuti et. all, 2015; 42)
j. Genetalia : kebersihan, pengeluaran pervaginam,
keadaan luka jahitan, tanda-tanda infeksi vagina.
(Sulistyawati, 2009; h. 124)
1. Lochea
Lochea rubra (curenta) : berwarna merah karena
berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,
sel-sel desidua, verniks caserosa, lanigo, dan
mekonium selama 2 hari pasca persalinan.
Inilah lokia yang akan keluar selama dua
sampai tiga hari postpartum. (Saleha, 2009; h.
56)
2. Keadaan luka jahitan
Kondisi perineum yang terkena lochea dan
lembab akan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
(Rukiyah dan Yulianti, 2014; h. 363)
k. Perineum : oedema, hematoma, bekas luka
episotomi/robekan, hecting