EMLI Training-Default and Bankcruptcy-By: Rizky Dwinanto, S.H., M.H.-Partner at ADCO Attorneys at Law
9 May 2017•0 j'aime
1 j'aime
Soyez le premier à aimer ceci
afficher plus
•434 vues
vues
Nombre de vues
0
Sur Slideshare
0
À partir des intégrations
0
Nombre d'intégrations
0
Signaler
Droit
Materi Default and Bankcruptcy merupakan salah satu materi pembahasan dalam acara kegiatan Workshop Manajemen NPL dan Strategy Asset Recovery yang di selenggarakan oleh EMLI Training.
Objektivitas Materi Presentasi
• Mengenalkan terhadap beberapa metode
aset recovery
• Pengenalan Pengadilan dan lembaga
arbitase sebagai salah satu metode aset
recovery
• Kepailitan dan Penundaan kewajiban
pembayaran utang
• Mitigasi kerugian dalam aset recovery
Lingkup Acara Persidangan Perdata
• Pengajuan Gugatan Perkara
• Pemeriksaan di Persidangan (ex: Jawaban, Replik,
Duplik)
• Pembuktian (Bukti Tertulis, Saksi, Persangkaan, Pengakuan
dan Sumpah Vide: 1866 KUHPer) [Lain-lain: Pemeriksaan
setempat dan Keterangan Ahli]
• Putusan (Jenis: akhir dan sela), (sifat:Condemnatoir,
Constitutif, Declaratoir)
• Pelaksanaan Putusan
• Upaya Hukum (banding, Kasasi, PK)
Pengadilan Umum
1. Perhatikan Syarat Materil dan Formil dalam
penyusunan Gugatan.
Syarat Materil: Yurisprudensi MA No. 547K/SIP/1972
menjelaskan “Semua orang berhak menyusun dan merumuskan
gugatan namun harus memberikan gambaran tentang kejadian
yang nyata yang menjadi dasar gugatan”.
Syarat Formil: Syarat yang wajib dipenuhi dalam menyusun suatu
gugatan, akibat tidak penuhi syarat ini maka gugatan tidak dapat
diterima (Niet onvankelijke Verklaard “NO”)
Contoh: Surat Kuasa, Kompetensi Absolut dan Relatif, Gugatan
Prematur, Tidak Obscuur Libel dan lain-lain
Pengadilan Umum continued
2. Terangkan kepada klien bahwa Negara Indonesia
mengunakan azas Teritorial dalam hukum acaranya.
(436 Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering
“RV”)
3. Adanya upaya hukum jika salah satu pihak tidak
terima dengan putusan hakim.
4. Tidak ada gugatan tanpa permohonan sita jaminan.
5. Sajikan gugatan dengan sederhana dan mudah
dimengerti oleh Hakim
(Plus-Minus) Pengadilan Umum
+
• Putusan memiliki kekuatan
eksekutorial.
• Biaya pendaftaran yang
murah.
• Hukum acara yang mudah
dimengerti
-
• Waktu sengketa yang lama
(Bading, Kasasi, Peninjauan
Kembali)
• Hakim yang tidak
menguasai permasalahan
pertambangan.
• Tidak transparan dalam
mengambil putusan.
• Sidang terbuka untuk
umum
Definisi Arbitrase
• Cara penyelesaian suatu sengketa perdata
diluar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (Vide Pasal 1 ayat (1) UU
30/99)
Arbitrase
1. Sengketa/ketidaksefahaman.
2. Antara dua orang/kelompok atau lebih.
3. Diserahkan kepada pihak ketiga yang profesional
(mengerti permasalahan).
4. Penunjukannya “arbiter” disepakati bersama, Terdiri
dari satu atau lebih melalui penyederhanaan prosedur.
5. Dilakukan dengar pendapat secara hukum yang
disepakati.
6. Putusan final dan mengikat
Dasar Hukum
1. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa
2. Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
3. Keputusan Presiden No.34 Tahun 1981 Tentang
Pengakuan Konvensi New York 1958 tentang
Pengakuan Putusan Arbitrase Asing
4. Undang Undang No.5 Tahun 1968 Tentang Ratifikasi
World Bank Covention.
5. Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 1990 Tentang
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri
6. Perjanjian / klausula arbitrase dari para pihak
Sengketa Arbitrase
• Sengketa dalam bidang perdagangan yang bersifat
kontraktual ataupun non kontraktual;
• Sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya
oleh pihak yang bersengketa ( Hak-hak Keperdataan);
“Sengketa yang tidak dapat diselesakan melalui
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian
( Pasal 5 ayat 2 )”
Bentuk Sengketa Arbitrase
1. Perbedaan penafsiran berkenaan dengan Pelaksanaan
perjanjian:
• Kontraversi pendapat ( Contravercy )
• Kesalahan pengertian ( Misanderstanding )
• Ketidaksepakatan ( Disagreement )
2. Pelanggaran Perjanjian (BC)
• Sah tidaknya kontrak;
• Klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau
perbuatan melawan hukum
Ambigu Klausul Arbitrase
• “…if the claim is not settled at mediation, the parties
must refer the matter to arbitration under the Rules of
International Chamber of Commerce (ICC) on or before
(14) days after the date of the mediation.
• The arbitration is to be held in Jakarta, Indonesia, under
English language and is binding. Each Party may not
commence any litigation and must continue to perform
their obligations notwithstanding any dispute resolution
proceedings being heard or considered.”
Perhatian Utama dalam Arbitrase
1. Harus adanya perjanjian arbitrase, baik dibuat sebelum
ada sengketa (pactum de compromitendo) atau dibuat
setelah ada sengketa (akta kompromis).
2. Jelaskan Biaya untuk berpekara di Arbitrase berbeda
dengan berpekara di Peradilan Umum.
3. Arbitrase hanya akan efektif apabila para pihak
memiliki kesungguhan untuk menyelesaikan melalui
arbitrase
4. Putusan arbitrase telah diciptakan agar tidak dapat
dibatalkan (lihat perkara Bungo Raya Nusantara Vs. Jambi Resources)
Klausula Arbitrase vs Perbuatan
Melawan Hukum
• Adanya pihak ketiga yang terlibat dalam
sengketa, namun tidak terikat perjanjian
arbitrase.
• Gugatan PMH mengenai Perbuatan Melawan
Hukum yang terjadi sebelum dibuatnya
perjanjian arbitrase,
• Adendum perjanjian tidak mengatur pilihan
forum sengketa. (lihat kasus Conoco Phillips Vs. Sapta,
Indah Kiat Pulp and Paper dll)
Dasar hukum Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
• Undang-undang Republik Indonesia No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran
Hutang
• PP No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan
Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank
• Undang-undang Republik Indonesia No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
• Undang-undang Perpajakan
• KUHPerdata
• KUHDagang
Azas Hukum Kepailitan/PKPU
• Azas Keseimbangan
• Azas Kelangsungan Usaha
• Azas Keadilan
• Azas Itegrasi
(vide: Penjelasan Umum UU 37 Tahun 2004)
Kontruksi UUKPKPU
• Bab I : Ketentuan Umum
• Bab II : Kepailitan
• Bab III : Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
• Bab IV : Permohonan Peninjauan Kembali
• Bab V : Ketentuan Lain-lain
Definisi Kepailitan
• Berasal dr Bahasa perancis “Failite” yang
berarti Kemacetan pembayaran.
• “Kepailitan adalah SITA UMUM atas semua
kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh
Kurator di bawah Pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Ini.”
(Pasal 1 angka 1 UUK No. 37 Tahun 2004)
Perbedaan UUK Lama (diatur dalam
KUH Dagang) dengan UUK 37/2004
Faillisement verordening/
KUHDagang
UUK 37/2004
Perbedaan-perbedaan antara UU No. 4
Tahun 1988 dan UU No. 37 Tahun 2004
• P. Niaga (30 hr), Kasasi (30 Hr) dan PK (30Hr)
• Tidak ada penjelasan mengenai arti hutang
• Waktu dihitung berdasarkan jam
• Tidak ada definisi kreditur dan debitur
• Hak khusus untuk permohonan pailit hanya
untuk Perbankan dan Sekuritas.
• Tidak ada wewenang untuk menolak
pendaftaran pailit
• Hakim ad hoc hanya dikenal pada tinggkat P.
Niaga pada P. Negeri
• Tidak ada penjelasan lengkap mengenai
kewenangan arbitrase
• Tidak ada pembatasan jumlah pekerjaan bagi
kurator
• Tidak ada penjelasan lengkap mengenai hak
kreditur seperatis untuk mengajukan
permohonan pailit
• Kreditur seperatis tidak dapat terlibat dalam
voting kecuali melepas hak separatisnya
• Kreditur tidak dapat mengajukan PKPU
• P. Niaga (60 hr), Kasasi (60 Hr) dan PK (60Hr)
• Definisi hutang jelas
• Waktu dihitung berdasarkan Hari
• Definisi kreditur dan debitur cukup jelas
• Hak khusus untuk permohonan pailit diperluas
hingga BUMN, asuransi dan dana Pensiun.
• Panitera berhak menolak pendaftaran
terhadap perusahaan tertentu
• Hakim ad hoc dimungkinkan untuk semua
tingkatan
• Pengadilan Niaga memiliki kewenangan
terhadap klausula Arbitrase
• Pembatasan jumlah pekerjaan bagi kurator
maxsimal 3 perkara.
• kreditur seperatis dapat mengajukan
permohoan tanpa harus mengeksekusi
jaminan.
• Kreditur seperatis dapat terlibat dalam voting
tanpa melepas hak separatisnya
• Kreditur dapat mengajukan PKPU
UU 4 Tahun 1998 UU 37 Tahun 2004
Siapa yang dapat mengajukan
Permohonan Pailit
• Debitor
• Seorang atau lebih kreditor
• Kejaksaan demi kepentingan umum
• Bank Indonesia (BI)
• Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK)
• Menteri Keuangan (Menkeu)
(Pasal 2 UUK No 37 Tahun 2004)
Wajib didaftarkan oleh Advokat
(Pasal 7 UUK No 37 Tahun 2004)
Siapa Yang Dapat Dipailitkan
• Individu (Hidup atau Mati)
• Kumpulan Individu ( Partnership, Firma & CV)
• Perseroan Terbatas
• Yayasan
• Koperasi
• Badan Hukum Lainnya
• BUMN (Persero & Perum)
• BUMD
Akibat Kepailitan
•Harta debitor dalam Sita Umum
•Debitor Kehilangan hak untuk
menguasai/mengurus kekayaan harta pailit
•Semua perikatan debitor setelah putusan pailit
tidak dapat dibayarkan dari harta pailit.
•Tuntutan terhadap harta pailit diajukan ke Kurator
•Seluruh perkara yang sedang berjalan
ditangguhkan.
•Gugatan perdata terhadap harta debitor gugur
•Sita terhadap debitor diangkat
•PHK pekerja dapat dilakukan
Ciri – Ciri Khusus UUKPKPU
• Disidangkan oleh Pengadilan Khusus dalam lingkup Peradilan
umum
• Diperiksa dan Diputus oleh Majelis Hakim Niaga
• Diajukan di wilayah domisili hukum termohon pailit
• Terdapat 5 pengadilan Niaga (Jakarta, Surabaya, Medan,
Semarang, Unjung Pandang “Makasar”)
• Jenjang Pemeriksaan (Pailit: Pengadilan Negeri – Kasasi MA
dan Peninjauan Kembali) [PKPU: Tidak ada upaya Hukum]
• Hukum Acara diatur dalam UUK 37/04 Juncto HIR/RBG
• Bentuknya “Permohonan” namun hasilnya “Putusan”
• Jangka waktu persidangan, PKPU, Debitur 3 hari / Kreditur 20
Hari.
• Putusan bersifat serta merta (Uit Voorbar bij voraad)
Rasio Kepailitan
• Pasal 1131 KUH Perdata Juncto Pasal 21 UUK
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada,
maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”
• Pasal 1132 KUH Perdata
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama
bagi semua orang yang mengutangkan padanya,
pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para
berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan”.
Rasio Kepailitan [Continued]
•Pasal 1134 KUH Perdata
“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-
undang diberikan kepada seorang berpiutang
sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang
berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi
daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana
oleh Undang-Undang ditentukan sebaliknya”
•Pasal 1135 KUHPerdata
“Di antara orang-orang berpiutang yang
diistimewakan, tingkatannya diatur menurut berbagai-
bagai sifat hak-hak istimewanya”
Dengan demikian rasio dari kepailitan adalah
untuk mencegah terjadinya perebutan
pelunasan hutang diantara para kreditur.
Dimana dengan menggunakan mekanisme
kepailitan pembagian boedel pailit dilakukan
berdasarkan kedudukan kreditur sehingga
kreditur yang kedudukannya lebih tinggi
mendapatkan pembagian dahulu dari pada
yang kedudukannya lebih rendah dan kreditur
yang mempunyai hak sama memperoleh
pembayaran dengan asas prorata (pari passu
prorata parte)
Rasio Kepailitan [Continued]
Kreditur dalam Kepailitan
•Kreditur Separatis
Kreditur yang memegang agunan dengan
gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan,
Hipotek atau hak agunan atas kebendaan
lainnya yang telah sempurna
pengikatannya.
Kreditur ini tidak terkena akibat putusan
kepailitan namun hak eksekusi pemegang
agunan kebendaan ini ditangguhkan
selama 90 Hari sejak putusan pernyataan
pailit diucapkan (Vide Pasal 55 Jo 56 ayat (1)
UUK 37/2004)
•Kreditur Preferen
Kreditur yang karena sifatnya piutangnya oleh
undang-undang diberi kedudukan istimewa.
Pajak : 1137 KUHPerdata Jo UU Perpajakan
Khusus : 1139 KUHPerdata
Umum : 1149 KUHperdata
• Kreditur Kongkuren
Kreditur yang tidak dijamin dengan hak
kebendaan dan/atau tidak mempunyai
kedudukan istimewa (Vide Pasal 1131 KUHPerdata)
Kreditur dalam Kepailitan [Continued]
Kreditur dalam Kepailitan [Continued]
Kreditur
Preferensi
Tertinggi
(1137 Jo 1349 KUHPerd)
Separatis
(1133 KUHPerd)
Istimewa
(1134 KUHPerd)
Preferensi Khusus
(1139 KUHPerd)
Preferensi Umum
(1149 KUHPerd)
Kreditur
Kongkuren
(1131 KUHPer)
Pajak, UU Perpajakan dan Buruh (putsan
MK No. No. 67/PUU-XI/2013
Hak Tanggungan
(Pasal 1 ayat 1 dan 6 UUHT)
Gadai
(Pasal 1155 KUHPerd)
Fidusia
(Pasal 27 dan 15 UU Fidusia
Buruh
(Pasal 95 ayat (4) UU Perburuhan 13/2003 )
Hak Retain
(Psl 1812 KUHPerd)
Ex: Penjual yang sudah menyerahkan
barang tapi belum dibayar.
Ex: Penyewa yang tempatnya sudah
disewa tapi belum dibayar
Urutan pembagian boedel Pailit.
1. Biaya dan ongkos perkara dikeluarkan lebih
dahulu (Vide pasal 18 ayat 5 UUK 37/2004)
Ex: Yang termasuk biaya dan ongkos perkara
adalah seluruh biaya kepailitan termasuk
fee kurator, fee akuntan dan lain-lain.
2. Kreditur berdasarkan golongannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 189 UUK No.
37/2004. (Merujuk slide presentasi sebelumnya).
Stay Pelaksanaan Eksekusi Pemegang
Hak Agunan
Pailit
•Jangka waktu
eksekusi
pemegang Hak
Agunan dalam
proses pailit Max
2 bulan semenjak
keadaan
Insolvensi (Vide
Pasal 59 UUK)
PKPU
•Tidak dapat
melaksanakan
eksekusi selama
proses PKPU
berlangsung
(Vide Pasal 246
UUK)
Boedel Pailit/Harta Pailit
• Boedel Pailit/Harta Pailit adalah segala
harta kebendaan yang dimiliki oleh
Debitor pailit yang pengurusannya
dibawah kekuasaan Kurator.
• Ciri-ciri harta Pailit:
– Dikuasai penuh oleh Debitor pailit
– Kebendaan atas nama debitur pailit
– Tidak dalam penguasaan pihak lain.
Kedudukan Buruh dalam Kepailitan
•Karyawan digolongkan sebagai kreditur istimewa atas benda
pada umumnya (Pasal 1149 (4) KUHPerdata) dibayarkan dari
hasil penjualan yang tidak dijaminkan. (vide putusan . 18/PUU-
VI/2008)
•Putusan Mahkamah Konstitusi Terbaru No. 67/PUU-XI/2013
mepertegas kedudukan buruh/karyawan dimana “Kreditur
Istimewa (Buruh) kedudukannya berada diatas Kreditur
Separatis yang telah dijamin dengan gadai, hipotik, fidusia,
Hak Tanggungan dan Juga Tagihan Negara”
• Kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi: “Konteks Pasal 95 UU
Ketenagakerjaan harus dimaknai pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang
didahulukan atas semua jenis kreditor termasuk atas tagihan kreditur separati, tagihan hak
negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan
pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainya didahulukan atas semua tagihan hak negara,
kantor lelang dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali dari kreditor separatis”
Penundaan Kwajiban Pembayaran
Utang (PKPU)
Jenis PKPU:
• PKPU Sementara : 45 Hari
• PKPU Tetap : 270 Hari
Alasan PKPU :
• Debitur akan merektrurisasi Hutang
• Sebagai bentuk perlawanan dari Kepailitan
Akhir dari PKPU:
• Perdamaian di Homologasi
• Perdamaian ditolak Pailit Insolensi
Tangkisan Terhadap Permohonan Pailit
• Hutang Belum Jatuh Tempo.
• Tidak ada kreditur lain.
• Tidak ada hutang.
• Termohon pailit mengajukan PKPU.
• Exceptio non adimpleti contractus
(“Karena pihak yang satu tidak melakukan
kewajibannya maka pihak yang lain
mempunyai hak untuk menghentikan
kewajibannya yang belum dilaksanakan”)
Berakhirnya Kepailitan
•Karena dibatalkan oleh putusan kasasi
atau Peninjauan Kembali (PK)
•Karena tercapainya Perdamaian yang
telah dihomologasi.
•Dicabutnya pailit dengan alasan harta
debitur pailit tidak mencukupi untuk
membayar biaya kepailitan.
•Rehabilitasi.
Permasalahan pemegang hak jaminan
dalam kepailitan dan atau PKPU
• Jaminan kebendaan yang dilakukan
kreditur tidak dilakukan secara
sempurna.
• Kurangnya pemahaman dari Kreditur
pemegang hak jaminan terhadap
Hukum Kepailitan.
• Adanya itikad tidak baik dari Kurator
dan atau Pengurus.
Perbedaan Kepailitan dengan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Hutang
DESKRIPSI KEPAILITAN PKPU
Upaya Hukum Kasasi ke Mahkamah Agung
(Pasal 11 ayat (1) UUK)
Peninjauan Kembali ke
Mahkamah Agung
(Pasal 14 UUK)
Terhadap putusan PKPU
tidak dapat diajukan upaya
hukum apapun
(Pasal 235 ayat (1) UUK)
Yang bertanggung jawab Kurator
(Pasal 1 angka 5 UUK)
Pengurus
(Pasal 225 ayat (2) dan ayat
(3) UUK)
Waktu penyelesaian Hingga proses pemberesan
berakhir.
45 Hari dan perpanjangan
Maxsimal 270 hari.
(Pasal 225 ayat (4) jo 228
ayat (6) UUK)
Jangka Waktu Persidangan Max 60 Hari harus sudah
Putus
(Pasal 8 ayat (5) UUK)
Max 20 Hari putus jika
Pemohon adalah Kreditor
(Pasal 225 ayat (3) UUK)
Max 3 Hari putus jika
pemohon adalah Debitor
(Pasal 225 ayat (2) UUK)
Perbedaan Kepailitan dengan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Hutang Continued
DESKRIPSI KEPAILITAN PKPU
Kewenangan Debitur Tidak berwenang atas
harta kekayaannya
semenjak Putusan Pailit
(Pasal 24 ayat (1) UUK)
Debitur masih cakap
melakukan pengurusan
hartanya sepanjang
mendapat persetujuan
dari Pengurus
(Pasal 240 UUK)
Kreditor Separatis dalam
Voting Perdamaian
Tidak boleh
mengeluarkan suara
kecuali melepas Hak
Separatisnya
(Pasal 149 UUK)
Wajib ikut dalam voting
proses perdamaian
(Pasal 281 UUK)
Hasil Perdamaian Mengingat seluruh kreditur
selain kreditur Separatis
(pasal 162 UUK)
Mengingat seluruh kreditur
(Pasal 281 UUK)
Kepailitan Vs Arbitrase
• Pasal 303 UUK
“Pengadilan tetap berwenang memeriksa
dan menyelesaikan permohonan pernyataan
pailit dari para pihak yang terikat perjanjian
yang memuat klausula arbitrase, sepanjang
utang yang menjadi dasar permohonan
pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) Undang-undang ini.”
Kesimpulan
• Lakukan due deligece dan/atau uji tuntas
secara menyeluruh sebelum melakukan
langkah hukum
• Usahakan penyelesaian secara amicable
settlement .
• Lakukan langkah hukum sesegera mungkin
setelah ada default
Kasih Terima
Setiabudi 2 6th floor suite 605C
H.R. Rasuna Said, Kuningan
Jakarta 12920 - Indonesia
Telp. (021) 52903034
Fax. (021) 52903035
Mobile. 0818-101012/0811-8101012
rizky.dwinanto@adisuryo.com
rizky.dwinanto@adcolaw.com