SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  53
A N A L I S I S H U K U M P I D A N A
T E R H A D A P N O R M A H U K U M P I D A N A D A L A M
R U U P E N G H A P U S A N K E K E R A S A N
S E K S U A L
O L E H
D R . M U D Z A K K I R , S . H . , M . H
D O S E N P A D A F A K U L T A S H U K U M
U N I V E R S I T A S I S L A M I N D O N E S I A
Naskah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) Tentang
Permasalahan Norma Hukum Pidana Rancangan Undang-undang
Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Sistem Hukum Pidana Nasional”
diselenggarakan oleh DPR RI di Htl Menara Paninsula Jakarta
JAKARTA: SELASA, 28 AGUSTUS 2019
PERMASALAHAN HUKUM YANG
MENJADI FOKUS BAHASAN :
1. Perbuatan kekerasan dalam hukum pidana
Indonesia
2. Kekerasan dalam rumah tangga dan kekersan
seksual
3. Analisis Filosifis, Asas Hukum Dan Dasar Norma
Hukum Dan Hukum Pidana Penormaan Kekerasan
Seksual
4. Sistem Hukum Naasional Indonesia dan Sistem
Hukum Pidana Nasional Indonesia dan RUU
Kekerasan Seksual
JUDUL RUU: PENGHAPUSAN KEKERASAN
SEKSUAL
1. Kata “Penghapusan” bermakna proses penghapus. menghapus berarti sesuatu yang telah
ada (eksisting) kemudian dihilangkan atau dihapuskan, yang belum ada tidak mungkin
dihapuskan, karena tidak ada. penggunaan kata “penghapusan” ini tidak relevan, apalagi
menggunanan sarana hukum pidana dan sanksi pidana dipergunakan sebagai alat
penghapus. hal ini bertentang dengan amanat undang-undang dasar ri 1945 dalam pasal
24 uud 1945. Mirip dengan judul lain dlm undang-unang, misalnya “Pemberantasan...”.
2. Frasa “kekerasan seksual” konteksnya harus jelas, yakni dalam harus dalam makna hukum
dalam sistem hukum nasional indonesia. kekerasan telah masuk dalam terminologi
hukum pidana, yaitu tindak pidana yang tertentu yang salah satu pemberatannya
dilakukan dengan cara kekerasan.
3. Sebaiknya temanya mengenai “PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL” bukan tindak
pidana, karena tindak pidana seksual dan tindak pidana seksual dilakukan dengan cara
kekerasan sudah diatur dalam berbagai undang-undang (KUHP dan undang-undang
lainnya), sekarang sdh ada RUU KUHP.
1. PERBUATAN PIDANA KEKERASAN
DALAM HUKUM PIDANA
1. Pengertian kekerasan (ancaman kekerasan) dalam hukum
pidana ditujukan kepada kekerasan fisik dan terukur sehingga
ada alasan untuk melakukan pembelaan diri (Psl 49 KUHP)
2. Diperluas menjadi Membuat orang pingsan atau tidak berdaya
disamakan dengan menggunakan kekerasan (Psl 89).
3. Pengertian kekerasan dalam UU KDRT (lihat brkt)
4. Pengertian kekerasan RUU PKS (lihat brkt)
5. Pengertian kekerasan dalam UU Terorisme (lihay brkt)
KEKERASAN PKDRT
• Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga (Pasal 1 ke-1 UU 23 Th
2004).
• Jadi batasan kekerasan pada akibat, bukan pada
perbuatan.
RUU PKS: BAB V
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
Pasal 11
(1) Kekerasan seksual terdiri dari:
a. pelecehan seksual;
b. eksploitasi seksual;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan aborsi;
e. perkosaan;
f. pemaksaan perkawinan;
g. pemaksaan pelacuran;
h. perbudakan seksual; dan
i. penyiksaan seksual.
(2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa kekerasan seksual
dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, termasuk yang terjadi dalam
situasi konflik, bencana alam, dan situasi khusus lainnya.
PERMASALAH INTI KEBIJAKAN HUKUM
PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL
TINDAK PIDANA KEKERASAAN
SEKSUL RUU PKS HUKUM PIDANA NASIONAL CATATAN
1. PELECEHAN SEKSUAL SDH ADA Mengapa dikumpul
2. EKSPLOITASI SEKSUAL SDH ADA Kan yang kekerasan
3. PEMAKSAAN KONTRASEPSI BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ? Bagaimana dg yang
4. PEMAKSAAN ABORSI BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ? Tidak dg kekerasan?
5. PERKOSAAN SDH ADA
6. PEMAKSAAN PERKAWINAN BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ?
7. PEMAKSAAN PELACURAN BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ?
8. PERBUDAKAN SEKSUAL SDH ADA
9. PENYIKSAAN SEKSUAL SDH ADA
UU TERORISME UU 5 TH 2018:
1. Pasal 1 ke 2: Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas,
yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup,
fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau
gangguan keamanan (Psl 1 ke-2)
2. Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau
tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi
badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau
tidak berdaya (Psl 1 ke-3)
3. Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan,
tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa
menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat
menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau
mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat (Psl 1 ke-4)
2. KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA DAN KEKERSAN SEKSUAL
1. Masuknya kekerasan dalam rumah tangga dan
kekerasan seksual dalam sistem hukum pidana
Indonesia
2. Hendak dimasukannya kekerasan seksual ke dalam
sistem hukum nasional Indonesia dan sistem hukum
pidana nasional Indonesia dalam RUU PKS
3. Ruas lingkup pengaturan RUU PKS (liha bagian lain)
4. RUU KUHP (naskah yang diajukan ke DPR RI)
tentang seksual dan kekerasan seksual.
3. ANALISIS FILOSOFIS, ASAS HUKUM DAN
DASAR NORMA HUKUM DAN HUKUM PIDANA
PENORMAAN KEKERASAN SEKSUAL
• Politik hukum perumusan norma hukum hukum pidana
nasional Indonesia dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia
• Analisis filosofis atau nilai hukum, asas-asas hukum, dan
analisis norma hukum pidana terhadap norma hukum pidana
dalam Draft RUU PKS
• Nilai hubungan seksual dalam sistem hukum nasional
Indonesia dan hubungannya dengan seksual dengan
kekerasan dan kekerasan seksual dalam KUHP, KDRT, dan RUU
PKS.
HUBUNGAN UKUM PIDANA DENGAN NORMA
LAIN DALAM SHPNI
.
HUKUM
PIDANA
HUKUM
ADMNISTRASI
HUKUM
KEPERDATAAN
HUKUM
KELUARGA
HUKUM DAGANG
BIDANG HKM
TATANEGARA
DAN LAINNYA
NORMA
KESUSILAAN
NORMA KESOPANAN /
KEBIASAAN
NORMA AGAMA
NORMA LAINNYA DALAM MASYARAKAT
HUKUM INDONESIA
BATAS NORMA HUKUM NORMA
LAINNYA
NORMA
HUKUM
PIDANA
NORMA
AGAMA
NORMA
KESUSILA
AN
NORMA
KEBIASAAN
ETIKA
(PRIBADI,
KELUARGA,
MASYARAKAT,
NEGARA DLL)
NORMA
HUKUM
LAINNYA
(NON PIDANA)
4. SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA
DAN SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL
INDONESIA DAN RUU KEKERASAN SEKSUAL
1. Kedudukan hubungan seksual dalam RUU PKS
2. Dasar filosofis hubungan seksual dan kekerasan
sesual dalam RUU PKS
3. Implikasi hukum pidana jika RUU PKS disahkan
sebagai UU dan masuk ke dalam Sistem Hukum
Nasional Indonesia dan Sistem Hukum Pidana
Nasional Indonesia.
STRUKTUR SISTEM HUKUM
NILAI
HUKUM
ASAS
HUKUM
NORMA HUKUM
BENTUK FORMAL HUKUM/
UU
MASYARAKAT HUKUM
STRUKTUR SISTEM HUKUM
NILAI
HUKUM
ASAS
HUKUM
NORMA HUKUM
BENTUK FORMAL HUKUM/
UU
MASYARAKAT HUKUM
BASIK ILMU HUKUM
BASIK LOGIKA ILMU
HUKUM
BASIK ILMU HUKUM LOGIKA
ILMU HUKUM & TEORI
HUKUM & DOKTRIN HUKUM
FILSAFAT HUKUM
BASIK ILMU HUKUM
BASIK LOGIKA ILMU
HUKUM & TEORI HUKUM
BASIK ILMU HUKUM
OBJEK EMPIRI HUKUM &
TEORI HUKUM
NILAI
ASAS-ASAS
HUKUM
NORMA HUKUM
MASYARAKAT HUKUM
STATIKA
DLM
DINAMIKA
DINAMIKA DLM STATIKA
PERATURAN HUKUM
FORMAL
UU. 12 TAHUN
2011
NORMA DASAR
• Setiap sistem hukum nasional tunduk kepada norma
dasar
• Sebagai suatu sistem hukum nasional, tidak boleh
memuat norma yang saling bertentangan, karena
sistem hukum nasional berdasar kepada nilai hukum
nasional yang sama yang dimuat dalam norma dasar
dan sekaligus dijadikan sebagai cita hukum nasional.
• Setiap negara memiliki sistem hukum nasional yang
terikat pada norma dasar dan cita hukum nasional
masing-masing.
• Perumusan tindak pidana dalam hukum pidana
tidak berdiri sendiri dan pasal-pasal dalam hukum
pidana harus dipahami dalam satu kesatuan
sistem hukum pidana nasional dan dalam konteks
sistem hukum nasional.
• Oleh sebab itu, pengkajian suatu pasal saja dalam
hukum pidana tidak tepat jika dipahami secara
parsial hanya mengenai pasal tersebut, karena
keberadaaan suatu pasal dalam hukum pidana
tak terpisahkan dengan pasal-pasal lain dalam
hukum pidana dan norma-norma lain yang
memuat nilai hukum yang terkait dengan pasal
tersebut dan landasan filosofis norma-norma lain
tersebut.
STATUS HUBUNGAN SEKS
HUBUNGAN
SEKSUAL
DILARANG
KRN TANPA
IKATAN
PERKAWINAN
ZINA DAN
CABANGNYA
DILARANG
DENGAN
KEKERASAN SBG
PEMBERATAN
DALAM IKATAN
PERKAWINAN DG
LK/PR LAIN
SELINGKUH
DELIK ADUAN &
HRS CERAI
DENGAN KEKERASAN
SBG PEMBERATAN
TIDAK
DILARANG
SUKA SAMA SUKA
TIDAK BOLEH
DILAKUKAN DG
KEKERASAN
DENGAN
KEKERASAN
SEBAGAI BENTUK
PERLINDUNGAN
PEREMPUAN
PIDANA YG BERAT
Filsafat
Hubungan Seks
STATUS HUBUNGAN SEKSUAL MENURUT
HUKUM NASIONAL INDONESIA
Hubungan seksual tanpa ikatan perkawinan dilarang
Hubungan seksual boleh dilakukan dalam ikatan
perkawinan
Meskipun hubungan seksual dalam ikatan perkawinan, hubungan
seksual tidak boleh dilakukan dengan cara: 1) kekerasan, 2) ditempat
umum, 3) melanggar kesusilaan publik, 4) dengan anak yang belum
dewasa/baligh, dan 5) larangan lainnya
SEKSUAL DAN LARANGAN DLM
NORMA/ETIKA
HUBUNGAN
SEKSUAL YANG
SAH/ BOLEH
NORMA
ETIKA
larangan
NORMA
KESUSILA-
AN
larangan
NORMA
AGAMA
larangan
NORMA
HUKUM
larangan
NORMA
lainnya
larangan
HUB. SEKSUAL YANG DILARANG
HUBUNGAN
SEKSUAL
YANG
DILARANG
LARANGAN
UTK
PEMBERATAN
LARANGAN
UTK
PEMBERATAN
LARANGAN
UTK
PEMBERATAN
LARANGAN
UTK
PEMBERATAN
TIDAK ADA
PENGECU-
ALIAN
STRUKTUR PENGATURAN PERBUATAN
PIDANA DAN PENGANCAMAN SANKSI
PIDANA:
DELIK UMUM ATAU DELIK GENUS
DELIK KHUSUS ATAU DELIK SPECIES DARI
DELIK GENUS
DELIK GENUS DARI DELIK-DELIK SPECIES
DELIK-DELIK SPECIES
DELIK ZINA / KEJAHATAN KESUSILAAN
ZINA ATAU HUBUNGAN SEKSUAL SEBAGAI DELIK
GENUS DARI DELIK KESUSILAAN
PERBUATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN ZINA
SEBAGAI DELIK SPECIES DARI DELIK KESUSILAAN
DELIK GENUS DARI DELIK-DELIK SPECIES DI
BIDANG KEJAHATAN KESUSILAAN:
1. Perzinahan;
2. Percabulan
3. Pornografi dan porno aksi;
4. Pelecehan seksual
DELIK ZINA / KEJAHATAN KESUSILAAN
Zina adalah perbuatan persetubuhan antara laki-laki
dengan perempuan diluar ikatakan perkawinan yang
syah sebagai delik genus dari delik-delik kesusilaan
dalam RUU KUHP;
Selanjutnya, atas dasar rumusan delik genus tersebut
dirumuskan delik genus dari delik-delik species
tertentu mencakup:
Perzinahan;
Percabulan
Pornografi dan porno aksi;
Pelecehan seksual
KEDUDUKAN DELIK GENUS DAN DELIK
SPECIES
DELIK GENUS MENJADI DASAR UMUM
ATAU RASIONAL DAN FILOSOFIS
PELARANGAN SUATU PERBUATAN
DELIK GENUS SEBAGAI STANDAR
PENGANCAMAN PIDANA DELIK SPECIES
DELIK SPECIES BERFUNGSI
MEMPERBERAT ATAU MEMPERINGAN
ANCAMAN PIDANA
FUNGSI HUKUM
.
PERATURAN
HUKUM
IDEALITA
MASYARAKAT
KEADAAN MASYARAKAT
YANG DIKEHENDAKI
KEADAAN
MASYARAKAT
LAMA BARU
FUNGSI HUKUM
.
PERATURAN
HUKUM
IDEALITA
MASYARAKAT
KEADAAN MASYARAKAT
YANG DIKEHENDAKI
KEADAAN
MASYARAKAT
LAMA BARU
CITA
HUKUM
.
.
HUKUM HUKUM
HUKUM
PEMBENTUK
HUKUM
MASYARAKAT
HUKUM
BAHASA
HUKUM
SUBSTANSI
HUKUM
PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN HUKUM
.
IDEALITA
MASYARAKAT
PERATURAN
HUKUM
HUKUM LAIN
NON PIDANA
POSITIF
HUKUM PIDANA
NEGATIF
PENEGAKAN
HUKUM
EFEK KHUSUS
EFEK UMUM
IDEALITA
MASYARAKAT
CITA
HUKUM
SISTEM HUKUM NASIONAL NEGARA
REPUBLIK INDONESIA (SHNNRI ATAU
SHNI) NILAI
ASAS
HUKUM
NORMA HUKUM
PERATURAN
FORMAL/UU
MASYARAKAT HUKUM
SISTEM HUKUM MENURUT FULLER
1. Harus mengandung peraturan-peraturan
2. Diumumkan atau diketahui oleh umum.
3. Tidak berlaku surut
4. Disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti
5. Tidak bertentangan satu sama lain
6. Tidak mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan
7. Tidak boleh ada kebiasaan yang sering mengubah peraturan
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaan sehari-hari.
SASARAN PEMBAHARUAN HUKUM
PIDANA
NILAI
ASAS
HUKUM
NORMA HUKUM
PERATURAN FORMAL
MASYARAKAT HUKUM
FILSAFATNYA
ASAS
HUKUMNYA
NORMA
HUKUKMNYA
MASYARAKAT
HUKUMNYA
PASAL DALAM
UNDANG-UNDANG
PEMBAHARUAN NILAI HUKUM
PIDANA
• Pembaharuan nilai hukum pidana terjadi umumnya
disebabkan adanya perubahan yang mendasar akibat adanya
revolusi, reformasi, atau gerakan perubahan lain yang
mengubah secara fundamental dalam penyelenggaraan
negara.
• Perubahan nilai hukum disebabkan oleh:
a. Pergantian cita hukum (ideologi negara)
b. Pergantian atau perubahan konstitusi
c. Perubahan kebijakan oleh pemimpin yang baru
POLITIK HUKUM PIDANA KODIFIKASI
•KODIFIKASI HUKUM PIDANA DIMUAT DALAM
KUHP
•HUKUM KODIFIKASI MENJADI DASAR UMUM
PENGATURAN HUKUM PIDANA
•PENGATURAN HUKUM PIDANA DI LUAR
KODIFIKASI TIDAK BOLEH MENYIMPANG ATAU
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM KODIFIKASI.
PANDANGAN HUKUM PIDANA DI LUAR
KODIFIKASI
• ADA DUA PANDANGAN TENTANG PENGATURAN
HUKUM PIDANA DI LUAR KODIFIKASI:
 MEMBOLEHKAN ADANYA HUKUM PIDANA DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR
KODIFIKASI ATAU PANDANGAN YANG LUAS
 TIDAK MEMBOLEHKAN ADANYA HUKUM PIDANA DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR
KODIFIKASI
PANDANGAN KODIFIKASI YANG DIANUT
SEKARANG
.
BUKU I
KETENTUAN
UMUM
BUKU II
KEJAHATAN
BUKU III
PELANGGARAN
PERATURAN
PERUNDANGAN DI LUAR
KODIFIKASI
HUKUM PIDANA
UMUM
HUKUM PIDANA
KHUSUS
HUKUM PIDANA
ADMINISTRASI
POLITIK KODIFIKASI RUU KUHP
.
BUKU I
KETENTUAN
UMUM
BUKU II
TINDAK PIDANA
PERATURAN
PERUNDANGAN DI LUAR
KODIFIKASI
HUKUM PIDANA
ADMINISTRASI
AMANDEMEN
KUHP
PASAL 103 KUHP
• Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII
buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang
oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam
dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain.
PENAFSIRAN
• PENAFSIRAN LUAS:
Perundang-undang hukum pidana di luar KUHP dapat
mengatur ketentuan hukum pidana baik ketentuan umum
(asas-asas umum) atau perbuatan (tindak) pidana dan
dapat menyimpangi apa yang diatur dalam KUHP
• PENAFSIRAN TERBATAS:
Perundang-undangan hukum pidana di luar KUHP dibatasi
hanya ketentuan pidana di bidang hukum administrasi atau
dalam situasi yang khusus ketentuan hukum pidana yang
tidak ada delik “genus”nya dalam KUHP
TINDAK
PIDANA
KEKERASAN
SEKSUAL
RUU PKS: BAB V
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
Pasal 11
(1) Kekerasan seksual terdiri dari:
a. pelecehan seksual;
b. eksploitasi seksual;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan aborsi;
e. perkosaan;
f. pemaksaan perkawinan;
g. pemaksaan pelacuran;
h. perbudakan seksual; dan
i. penyiksaan seksual.
(2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa kekerasan seksual
dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, termasuk yang terjadi dalam
situasi konflik, bencana alam, dan situasi khusus lainnya.
PELECEHAN SEKSUAL
• Pasal 12
• Setiap orang yang melakukan tindakan fisik atau non-fisik
kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh
seseorang, yang terkait hasrat seksual, yang mengakibatkan
orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau
dipermalukan, diancam pidana pelecehan seksual.
EKSPOLITASI SEKSUAL & PEMAKSAAN KONTRASEPSI
• Pasal 13
• Setiap orang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian
kebohongan, nama atau identitas atau martabat palsu, atau penyalahgunaan
kepercayaan, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain,
atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait hasrat seksual,
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, diancam pidana
eksploitasi seksual.
• Pasal 14
• Setiap orang yang mengatur, menghentikan dan/atau merusak organ, fungsi dan/atau
sistem reproduksi biologis orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu
muslihat, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, sehingga orang
tersebut kehilangan kontrol terhadap organ, fungsi dan/atau sistem reproduksinya
dan/atau tidak dapat melanjutkan keturunan, diancam pidana pemaksaan kontrasepsi.
PEMAKSAAN ABORSI DAN
PERKOSAAN
• Pasal 15
• Setiap orang yang memaksa orang lain menghentikan kehamilan
dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian
kebohongan,penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi
seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan, diancam pidana
pemaksaan aborsi.
• Pasal 16
• Setiap orang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat,
atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan
persetujuan untuk melakukan hubungan seksual, diancam pidana
perkosaan.
PEMAKSAAN PERKAWINAN DAN
PELACURAN
• Pasal 17
• Setiap orang yang menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan, ancaman
kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya sehingga
seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan
perkawinan, diancam pidana pemaksaan perkawinan.
• Pasal 18
• Setiap orang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama,
identitas, atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacurkan
seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain, diancam
pidana pemaksaan pelacuran.
PERBUDAKAN SEKSUAL
• Pasal 19
• Setiap orang yang melakukan satu atau lebih tindakan
kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, 14, 16, 17 dan 18 yang dilakukan dengan
membatasi ruang gerak atau mencabut kebebasan
seseorang, dengan tujuan menempatkan orang
tersebut melayani kebutuhan seksual dirinya sendiri
atau orang lain dalam jangka waktu tertentu, diancam
pidana perbudakan seksual.
PENYIKSAAN SEKSUAL
• Pasal 20
• Setiap orang yang melakukan satu atau lebih tindak pidana kekerasan
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 18,
dengan tujuan:
a. memperoleh keterangan dari korban, saksi, atau dari orang ketiga; dan/atau
b. memaksa korban, saksi, atau dari orang ketiga untuk tidak memberikan
keterangan; dan/atau
c. menghakimi atau memberikan penghukuman atas suatu perbuatan yang diduga
telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang lain untuk mempermalukan atau
merendahkan martabatnya; dan/atau
d. tujuan lain yang didasarkan pada diskriminasi;
• diancam pidana penyiksaan seksual.
Simpulan dan
Rekomendasi
SIMPULAN
1. RUU PKS BERUSAHA UNTUK MEMBANGUN SISTEM HUKUM SENDIRI DILUAR
SISTEM HUKUM NASIONAL IDONESIA DAN SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL
INDONESIA YANG BERLAKU SEKARANG (HUKUM POTIF).
2. RUU PKS TELAH MENGATUR SECARA MENYELURUH DAN MEMATIKAN PASAL-PASAL
DALAM HUKUM PIDANA:
a. HUKUM PIDANA MATERIL
b. HUKUM PIDANA FORMIL
1) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
2) PENUNTUTAN
3) PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN DAN HAKIM
4) PELAPOR-SAKSI-AHLI, DAN ALAT BUKTI LAINNYA
5) PELAKSANAAN PIDANA
c. HAK KORBAN SETIAP TAHAP PROSES PERADILAN
REKOMENDASI
PERTIMBANGAN:
1. MATERI HUKUM RUU PKS TIDAK SESUAI DENGAN KEBUTUHAN HUKUM MASYARAKAT HUKUM
INDONESIA SEKARANG.
2. MATERI HUKUM RUU PKS TIDAK SESUAI DENGAN SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA DAN
SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA
3. RUU PKS BERPOTENSI UNTUK MEMPORAK-PORANDAKAN TAUTAN NORMA HUKUM DALAM
SISTEM NILAI, SISTEM ASAS-ASAS HUKUM DAN SISTEM NORMA HUKUM INDONESIA
4. SEKARANG SEDANG PROSES PEMBAHASAN RUU KUHP YANG TELAH MEMUAT SECARA SISTEMATIK
TINDAK PIDANA DI BIDANG SEKSUAL.
REKOMENDASI:
1. SEBAIKNYA TIDAK PERLU DIBAHAS LEBIH LANJUT DI LEMBAGA LEGISLATIF, MENUNGGU SAMPAI
SELESAINYA PEMABAHASAN DAN PENGEHSAHAN RUU KUHP (JANGAN ADA ANAK LAHIR
MENDAHULUI IBU KANDUNGNYA).
2. KALAU ADA MATERI HUKUM YANG BELUM DIATUR DALAM HUKUM PIDANA DAN RUU KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RUU KUHP), SEBAIKNYA DISELESAIKAN BERDASARKAN ILMU
HUKUM PIDANA.
3. ATAS DASAR PERTIMBANGAN TERSEBUT, SEBAIKNYA RUU INI FOKUSNYA PADA PENCEGAHAN
KEKERASAN SEKSUAL, BERADA DALAM LAPANGAN HUKUM ADMINISTRASI, DAN TIDAK ADA
NORMA HUKUM PIDANA DAN SANKSI PIDANA.
MOHON MAAF JIKA TIDAK BERKENAN
WASSALAAMU ‘ALAIKUM
WAROHMATULLAHI WABAROKATUHU
NUWUN

Contenu connexe

Similaire à Mudzakkir ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP NORMA HUKUM PIDANA DALAM RUU PKS.pptx

PENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDER
PENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDERPENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDER
PENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDERiiyuss88
 
Analisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan AgamaAnalisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan AgamaTotok Priyo Husodo
 
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptxIII Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptxdonihasmanto
 
RESUME MODULE 6.docx
RESUME MODULE 6.docxRESUME MODULE 6.docx
RESUME MODULE 6.docxratihmila211
 
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdfpenegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdfRendySahputra1
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismIsnaldi Utih
 
2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx
2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx
2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptxNadnosWolfrider
 
Hukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesia
Hukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesiaHukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesia
Hukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesiaSeptian Muna Barakati
 
PPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptx
PPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptxPPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptx
PPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptxMtsAlhidayahIbun
 
Tulisan Opini Politik
Tulisan Opini PolitikTulisan Opini Politik
Tulisan Opini Politiksalma banin
 
KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptx
KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptxKEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptx
KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptx22khasanAnshori085
 

Similaire à Mudzakkir ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP NORMA HUKUM PIDANA DALAM RUU PKS.pptx (20)

PENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDER
PENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDERPENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDER
PENANGGULANGAN PELACURAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN GENDER
 
HAM Dalam Perspektif Pancasila
HAM Dalam Perspektif PancasilaHAM Dalam Perspektif Pancasila
HAM Dalam Perspektif Pancasila
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
 
Law Sociology
Law SociologyLaw Sociology
Law Sociology
 
Pola-Pola
Pola-PolaPola-Pola
Pola-Pola
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Sinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukumSinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukum
 
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukumMakalah peran polisi sebagai penegak hukum
Makalah peran polisi sebagai penegak hukum
 
Analisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan AgamaAnalisis Kasus Penistaan Agama
Analisis Kasus Penistaan Agama
 
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptxIII Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
 
RESUME MODULE 6.docx
RESUME MODULE 6.docxRESUME MODULE 6.docx
RESUME MODULE 6.docx
 
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdfpenegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
 
ppt.pptx
ppt.pptxppt.pptx
ppt.pptx
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 
2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx
2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx
2. POLITIK DAN SISTEM HUKUM-KONFIGURASI POLITIK HUKUM-OK.pptx
 
Hukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesia
Hukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesiaHukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesia
Hukum islam dalam tata hukum dan pembinaan hukum nasional di indonesia
 
PPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptx
PPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptxPPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptx
PPT 1 BAB 3 MEMAKNAI PERATURAN PERUNDANGAN.pptx
 
Tulisan Opini Politik
Tulisan Opini PolitikTulisan Opini Politik
Tulisan Opini Politik
 
KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptx
KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptxKEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptx
KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT.pptx
 
Legislasi dprd
Legislasi dprdLegislasi dprd
Legislasi dprd
 

Dernier

OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptRyanWinter25
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxRyanWinter25
 
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024ssuser8905b3
 

Dernier (14)

OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
 
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
 

Mudzakkir ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP NORMA HUKUM PIDANA DALAM RUU PKS.pptx

  • 1. A N A L I S I S H U K U M P I D A N A T E R H A D A P N O R M A H U K U M P I D A N A D A L A M R U U P E N G H A P U S A N K E K E R A S A N S E K S U A L O L E H D R . M U D Z A K K I R , S . H . , M . H D O S E N P A D A F A K U L T A S H U K U M U N I V E R S I T A S I S L A M I N D O N E S I A
  • 2. Naskah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) Tentang Permasalahan Norma Hukum Pidana Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Sistem Hukum Pidana Nasional” diselenggarakan oleh DPR RI di Htl Menara Paninsula Jakarta JAKARTA: SELASA, 28 AGUSTUS 2019
  • 3. PERMASALAHAN HUKUM YANG MENJADI FOKUS BAHASAN : 1. Perbuatan kekerasan dalam hukum pidana Indonesia 2. Kekerasan dalam rumah tangga dan kekersan seksual 3. Analisis Filosifis, Asas Hukum Dan Dasar Norma Hukum Dan Hukum Pidana Penormaan Kekerasan Seksual 4. Sistem Hukum Naasional Indonesia dan Sistem Hukum Pidana Nasional Indonesia dan RUU Kekerasan Seksual
  • 4. JUDUL RUU: PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL 1. Kata “Penghapusan” bermakna proses penghapus. menghapus berarti sesuatu yang telah ada (eksisting) kemudian dihilangkan atau dihapuskan, yang belum ada tidak mungkin dihapuskan, karena tidak ada. penggunaan kata “penghapusan” ini tidak relevan, apalagi menggunanan sarana hukum pidana dan sanksi pidana dipergunakan sebagai alat penghapus. hal ini bertentang dengan amanat undang-undang dasar ri 1945 dalam pasal 24 uud 1945. Mirip dengan judul lain dlm undang-unang, misalnya “Pemberantasan...”. 2. Frasa “kekerasan seksual” konteksnya harus jelas, yakni dalam harus dalam makna hukum dalam sistem hukum nasional indonesia. kekerasan telah masuk dalam terminologi hukum pidana, yaitu tindak pidana yang tertentu yang salah satu pemberatannya dilakukan dengan cara kekerasan. 3. Sebaiknya temanya mengenai “PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL” bukan tindak pidana, karena tindak pidana seksual dan tindak pidana seksual dilakukan dengan cara kekerasan sudah diatur dalam berbagai undang-undang (KUHP dan undang-undang lainnya), sekarang sdh ada RUU KUHP.
  • 5. 1. PERBUATAN PIDANA KEKERASAN DALAM HUKUM PIDANA 1. Pengertian kekerasan (ancaman kekerasan) dalam hukum pidana ditujukan kepada kekerasan fisik dan terukur sehingga ada alasan untuk melakukan pembelaan diri (Psl 49 KUHP) 2. Diperluas menjadi Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan (Psl 89). 3. Pengertian kekerasan dalam UU KDRT (lihat brkt) 4. Pengertian kekerasan RUU PKS (lihat brkt) 5. Pengertian kekerasan dalam UU Terorisme (lihay brkt)
  • 6. KEKERASAN PKDRT • Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ke-1 UU 23 Th 2004). • Jadi batasan kekerasan pada akibat, bukan pada perbuatan.
  • 7. RUU PKS: BAB V TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL Pasal 11 (1) Kekerasan seksual terdiri dari: a. pelecehan seksual; b. eksploitasi seksual; c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan aborsi; e. perkosaan; f. pemaksaan perkawinan; g. pemaksaan pelacuran; h. perbudakan seksual; dan i. penyiksaan seksual. (2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa kekerasan seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, termasuk yang terjadi dalam situasi konflik, bencana alam, dan situasi khusus lainnya.
  • 8. PERMASALAH INTI KEBIJAKAN HUKUM PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL TINDAK PIDANA KEKERASAAN SEKSUL RUU PKS HUKUM PIDANA NASIONAL CATATAN 1. PELECEHAN SEKSUAL SDH ADA Mengapa dikumpul 2. EKSPLOITASI SEKSUAL SDH ADA Kan yang kekerasan 3. PEMAKSAAN KONTRASEPSI BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ? Bagaimana dg yang 4. PEMAKSAAN ABORSI BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ? Tidak dg kekerasan? 5. PERKOSAAN SDH ADA 6. PEMAKSAAN PERKAWINAN BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ? 7. PEMAKSAAN PELACURAN BGMN JIKA TIDAK DG KEKERASAN ? 8. PERBUDAKAN SEKSUAL SDH ADA 9. PENYIKSAAN SEKSUAL SDH ADA
  • 9. UU TERORISME UU 5 TH 2018: 1. Pasal 1 ke 2: Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan (Psl 1 ke-2) 2. Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya (Psl 1 ke-3) 3. Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat (Psl 1 ke-4)
  • 10. 2. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN KEKERSAN SEKSUAL 1. Masuknya kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual dalam sistem hukum pidana Indonesia 2. Hendak dimasukannya kekerasan seksual ke dalam sistem hukum nasional Indonesia dan sistem hukum pidana nasional Indonesia dalam RUU PKS 3. Ruas lingkup pengaturan RUU PKS (liha bagian lain) 4. RUU KUHP (naskah yang diajukan ke DPR RI) tentang seksual dan kekerasan seksual.
  • 11. 3. ANALISIS FILOSOFIS, ASAS HUKUM DAN DASAR NORMA HUKUM DAN HUKUM PIDANA PENORMAAN KEKERASAN SEKSUAL • Politik hukum perumusan norma hukum hukum pidana nasional Indonesia dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia • Analisis filosofis atau nilai hukum, asas-asas hukum, dan analisis norma hukum pidana terhadap norma hukum pidana dalam Draft RUU PKS • Nilai hubungan seksual dalam sistem hukum nasional Indonesia dan hubungannya dengan seksual dengan kekerasan dan kekerasan seksual dalam KUHP, KDRT, dan RUU PKS.
  • 12. HUBUNGAN UKUM PIDANA DENGAN NORMA LAIN DALAM SHPNI . HUKUM PIDANA HUKUM ADMNISTRASI HUKUM KEPERDATAAN HUKUM KELUARGA HUKUM DAGANG BIDANG HKM TATANEGARA DAN LAINNYA NORMA KESUSILAAN NORMA KESOPANAN / KEBIASAAN NORMA AGAMA NORMA LAINNYA DALAM MASYARAKAT HUKUM INDONESIA
  • 13. BATAS NORMA HUKUM NORMA LAINNYA NORMA HUKUM PIDANA NORMA AGAMA NORMA KESUSILA AN NORMA KEBIASAAN ETIKA (PRIBADI, KELUARGA, MASYARAKAT, NEGARA DLL) NORMA HUKUM LAINNYA (NON PIDANA)
  • 14. 4. SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA DAN SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA DAN RUU KEKERASAN SEKSUAL 1. Kedudukan hubungan seksual dalam RUU PKS 2. Dasar filosofis hubungan seksual dan kekerasan sesual dalam RUU PKS 3. Implikasi hukum pidana jika RUU PKS disahkan sebagai UU dan masuk ke dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia dan Sistem Hukum Pidana Nasional Indonesia.
  • 15. STRUKTUR SISTEM HUKUM NILAI HUKUM ASAS HUKUM NORMA HUKUM BENTUK FORMAL HUKUM/ UU MASYARAKAT HUKUM
  • 16. STRUKTUR SISTEM HUKUM NILAI HUKUM ASAS HUKUM NORMA HUKUM BENTUK FORMAL HUKUM/ UU MASYARAKAT HUKUM BASIK ILMU HUKUM BASIK LOGIKA ILMU HUKUM BASIK ILMU HUKUM LOGIKA ILMU HUKUM & TEORI HUKUM & DOKTRIN HUKUM FILSAFAT HUKUM BASIK ILMU HUKUM BASIK LOGIKA ILMU HUKUM & TEORI HUKUM BASIK ILMU HUKUM OBJEK EMPIRI HUKUM & TEORI HUKUM
  • 17. NILAI ASAS-ASAS HUKUM NORMA HUKUM MASYARAKAT HUKUM STATIKA DLM DINAMIKA DINAMIKA DLM STATIKA PERATURAN HUKUM FORMAL UU. 12 TAHUN 2011
  • 18. NORMA DASAR • Setiap sistem hukum nasional tunduk kepada norma dasar • Sebagai suatu sistem hukum nasional, tidak boleh memuat norma yang saling bertentangan, karena sistem hukum nasional berdasar kepada nilai hukum nasional yang sama yang dimuat dalam norma dasar dan sekaligus dijadikan sebagai cita hukum nasional. • Setiap negara memiliki sistem hukum nasional yang terikat pada norma dasar dan cita hukum nasional masing-masing.
  • 19. • Perumusan tindak pidana dalam hukum pidana tidak berdiri sendiri dan pasal-pasal dalam hukum pidana harus dipahami dalam satu kesatuan sistem hukum pidana nasional dan dalam konteks sistem hukum nasional. • Oleh sebab itu, pengkajian suatu pasal saja dalam hukum pidana tidak tepat jika dipahami secara parsial hanya mengenai pasal tersebut, karena keberadaaan suatu pasal dalam hukum pidana tak terpisahkan dengan pasal-pasal lain dalam hukum pidana dan norma-norma lain yang memuat nilai hukum yang terkait dengan pasal tersebut dan landasan filosofis norma-norma lain tersebut.
  • 20. STATUS HUBUNGAN SEKS HUBUNGAN SEKSUAL DILARANG KRN TANPA IKATAN PERKAWINAN ZINA DAN CABANGNYA DILARANG DENGAN KEKERASAN SBG PEMBERATAN DALAM IKATAN PERKAWINAN DG LK/PR LAIN SELINGKUH DELIK ADUAN & HRS CERAI DENGAN KEKERASAN SBG PEMBERATAN TIDAK DILARANG SUKA SAMA SUKA TIDAK BOLEH DILAKUKAN DG KEKERASAN DENGAN KEKERASAN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN PIDANA YG BERAT Filsafat Hubungan Seks
  • 21. STATUS HUBUNGAN SEKSUAL MENURUT HUKUM NASIONAL INDONESIA Hubungan seksual tanpa ikatan perkawinan dilarang Hubungan seksual boleh dilakukan dalam ikatan perkawinan Meskipun hubungan seksual dalam ikatan perkawinan, hubungan seksual tidak boleh dilakukan dengan cara: 1) kekerasan, 2) ditempat umum, 3) melanggar kesusilaan publik, 4) dengan anak yang belum dewasa/baligh, dan 5) larangan lainnya
  • 22. SEKSUAL DAN LARANGAN DLM NORMA/ETIKA HUBUNGAN SEKSUAL YANG SAH/ BOLEH NORMA ETIKA larangan NORMA KESUSILA- AN larangan NORMA AGAMA larangan NORMA HUKUM larangan NORMA lainnya larangan
  • 23. HUB. SEKSUAL YANG DILARANG HUBUNGAN SEKSUAL YANG DILARANG LARANGAN UTK PEMBERATAN LARANGAN UTK PEMBERATAN LARANGAN UTK PEMBERATAN LARANGAN UTK PEMBERATAN TIDAK ADA PENGECU- ALIAN
  • 24. STRUKTUR PENGATURAN PERBUATAN PIDANA DAN PENGANCAMAN SANKSI PIDANA: DELIK UMUM ATAU DELIK GENUS DELIK KHUSUS ATAU DELIK SPECIES DARI DELIK GENUS DELIK GENUS DARI DELIK-DELIK SPECIES DELIK-DELIK SPECIES
  • 25. DELIK ZINA / KEJAHATAN KESUSILAAN ZINA ATAU HUBUNGAN SEKSUAL SEBAGAI DELIK GENUS DARI DELIK KESUSILAAN PERBUATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN ZINA SEBAGAI DELIK SPECIES DARI DELIK KESUSILAAN DELIK GENUS DARI DELIK-DELIK SPECIES DI BIDANG KEJAHATAN KESUSILAAN: 1. Perzinahan; 2. Percabulan 3. Pornografi dan porno aksi; 4. Pelecehan seksual
  • 26. DELIK ZINA / KEJAHATAN KESUSILAAN Zina adalah perbuatan persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan diluar ikatakan perkawinan yang syah sebagai delik genus dari delik-delik kesusilaan dalam RUU KUHP; Selanjutnya, atas dasar rumusan delik genus tersebut dirumuskan delik genus dari delik-delik species tertentu mencakup: Perzinahan; Percabulan Pornografi dan porno aksi; Pelecehan seksual
  • 27. KEDUDUKAN DELIK GENUS DAN DELIK SPECIES DELIK GENUS MENJADI DASAR UMUM ATAU RASIONAL DAN FILOSOFIS PELARANGAN SUATU PERBUATAN DELIK GENUS SEBAGAI STANDAR PENGANCAMAN PIDANA DELIK SPECIES DELIK SPECIES BERFUNGSI MEMPERBERAT ATAU MEMPERINGAN ANCAMAN PIDANA
  • 29. FUNGSI HUKUM . PERATURAN HUKUM IDEALITA MASYARAKAT KEADAAN MASYARAKAT YANG DIKEHENDAKI KEADAAN MASYARAKAT LAMA BARU CITA HUKUM
  • 31. PEMBENTUKAN DAN PENEGAKAN HUKUM . IDEALITA MASYARAKAT PERATURAN HUKUM HUKUM LAIN NON PIDANA POSITIF HUKUM PIDANA NEGATIF PENEGAKAN HUKUM EFEK KHUSUS EFEK UMUM IDEALITA MASYARAKAT CITA HUKUM
  • 32. SISTEM HUKUM NASIONAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA (SHNNRI ATAU SHNI) NILAI ASAS HUKUM NORMA HUKUM PERATURAN FORMAL/UU MASYARAKAT HUKUM
  • 33. SISTEM HUKUM MENURUT FULLER 1. Harus mengandung peraturan-peraturan 2. Diumumkan atau diketahui oleh umum. 3. Tidak berlaku surut 4. Disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti 5. Tidak bertentangan satu sama lain 6. Tidak mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan 7. Tidak boleh ada kebiasaan yang sering mengubah peraturan 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari.
  • 34. SASARAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NILAI ASAS HUKUM NORMA HUKUM PERATURAN FORMAL MASYARAKAT HUKUM FILSAFATNYA ASAS HUKUMNYA NORMA HUKUKMNYA MASYARAKAT HUKUMNYA PASAL DALAM UNDANG-UNDANG
  • 35. PEMBAHARUAN NILAI HUKUM PIDANA • Pembaharuan nilai hukum pidana terjadi umumnya disebabkan adanya perubahan yang mendasar akibat adanya revolusi, reformasi, atau gerakan perubahan lain yang mengubah secara fundamental dalam penyelenggaraan negara. • Perubahan nilai hukum disebabkan oleh: a. Pergantian cita hukum (ideologi negara) b. Pergantian atau perubahan konstitusi c. Perubahan kebijakan oleh pemimpin yang baru
  • 36. POLITIK HUKUM PIDANA KODIFIKASI •KODIFIKASI HUKUM PIDANA DIMUAT DALAM KUHP •HUKUM KODIFIKASI MENJADI DASAR UMUM PENGATURAN HUKUM PIDANA •PENGATURAN HUKUM PIDANA DI LUAR KODIFIKASI TIDAK BOLEH MENYIMPANG ATAU BERTENTANGAN DENGAN HUKUM KODIFIKASI.
  • 37. PANDANGAN HUKUM PIDANA DI LUAR KODIFIKASI • ADA DUA PANDANGAN TENTANG PENGATURAN HUKUM PIDANA DI LUAR KODIFIKASI:  MEMBOLEHKAN ADANYA HUKUM PIDANA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI ATAU PANDANGAN YANG LUAS  TIDAK MEMBOLEHKAN ADANYA HUKUM PIDANA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI
  • 38. PANDANGAN KODIFIKASI YANG DIANUT SEKARANG . BUKU I KETENTUAN UMUM BUKU II KEJAHATAN BUKU III PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI HUKUM PIDANA UMUM HUKUM PIDANA KHUSUS HUKUM PIDANA ADMINISTRASI
  • 39. POLITIK KODIFIKASI RUU KUHP . BUKU I KETENTUAN UMUM BUKU II TINDAK PIDANA PERATURAN PERUNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI HUKUM PIDANA ADMINISTRASI AMANDEMEN KUHP
  • 40. PASAL 103 KUHP • Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.
  • 41. PENAFSIRAN • PENAFSIRAN LUAS: Perundang-undang hukum pidana di luar KUHP dapat mengatur ketentuan hukum pidana baik ketentuan umum (asas-asas umum) atau perbuatan (tindak) pidana dan dapat menyimpangi apa yang diatur dalam KUHP • PENAFSIRAN TERBATAS: Perundang-undangan hukum pidana di luar KUHP dibatasi hanya ketentuan pidana di bidang hukum administrasi atau dalam situasi yang khusus ketentuan hukum pidana yang tidak ada delik “genus”nya dalam KUHP
  • 43. RUU PKS: BAB V TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL Pasal 11 (1) Kekerasan seksual terdiri dari: a. pelecehan seksual; b. eksploitasi seksual; c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan aborsi; e. perkosaan; f. pemaksaan perkawinan; g. pemaksaan pelacuran; h. perbudakan seksual; dan i. penyiksaan seksual. (2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa kekerasan seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, termasuk yang terjadi dalam situasi konflik, bencana alam, dan situasi khusus lainnya.
  • 44. PELECEHAN SEKSUAL • Pasal 12 • Setiap orang yang melakukan tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang, yang terkait hasrat seksual, yang mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan, diancam pidana pelecehan seksual.
  • 45. EKSPOLITASI SEKSUAL & PEMAKSAAN KONTRASEPSI • Pasal 13 • Setiap orang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, nama atau identitas atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain, atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait hasrat seksual, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, diancam pidana eksploitasi seksual. • Pasal 14 • Setiap orang yang mengatur, menghentikan dan/atau merusak organ, fungsi dan/atau sistem reproduksi biologis orang lain, dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, sehingga orang tersebut kehilangan kontrol terhadap organ, fungsi dan/atau sistem reproduksinya dan/atau tidak dapat melanjutkan keturunan, diancam pidana pemaksaan kontrasepsi.
  • 46. PEMAKSAAN ABORSI DAN PERKOSAAN • Pasal 15 • Setiap orang yang memaksa orang lain menghentikan kehamilan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan,penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan, diancam pidana pemaksaan aborsi. • Pasal 16 • Setiap orang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual, diancam pidana perkosaan.
  • 47. PEMAKSAAN PERKAWINAN DAN PELACURAN • Pasal 17 • Setiap orang yang menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau tekanan psikis lainnya sehingga seseorang tidak dapat memberikan persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan, diancam pidana pemaksaan perkawinan. • Pasal 18 • Setiap orang dengan kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, identitas, atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacurkan seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain, diancam pidana pemaksaan pelacuran.
  • 48. PERBUDAKAN SEKSUAL • Pasal 19 • Setiap orang yang melakukan satu atau lebih tindakan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, 14, 16, 17 dan 18 yang dilakukan dengan membatasi ruang gerak atau mencabut kebebasan seseorang, dengan tujuan menempatkan orang tersebut melayani kebutuhan seksual dirinya sendiri atau orang lain dalam jangka waktu tertentu, diancam pidana perbudakan seksual.
  • 49. PENYIKSAAN SEKSUAL • Pasal 20 • Setiap orang yang melakukan satu atau lebih tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 18, dengan tujuan: a. memperoleh keterangan dari korban, saksi, atau dari orang ketiga; dan/atau b. memaksa korban, saksi, atau dari orang ketiga untuk tidak memberikan keterangan; dan/atau c. menghakimi atau memberikan penghukuman atas suatu perbuatan yang diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang lain untuk mempermalukan atau merendahkan martabatnya; dan/atau d. tujuan lain yang didasarkan pada diskriminasi; • diancam pidana penyiksaan seksual.
  • 51. SIMPULAN 1. RUU PKS BERUSAHA UNTUK MEMBANGUN SISTEM HUKUM SENDIRI DILUAR SISTEM HUKUM NASIONAL IDONESIA DAN SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA YANG BERLAKU SEKARANG (HUKUM POTIF). 2. RUU PKS TELAH MENGATUR SECARA MENYELURUH DAN MEMATIKAN PASAL-PASAL DALAM HUKUM PIDANA: a. HUKUM PIDANA MATERIL b. HUKUM PIDANA FORMIL 1) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN 2) PENUNTUTAN 3) PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN DAN HAKIM 4) PELAPOR-SAKSI-AHLI, DAN ALAT BUKTI LAINNYA 5) PELAKSANAAN PIDANA c. HAK KORBAN SETIAP TAHAP PROSES PERADILAN
  • 52. REKOMENDASI PERTIMBANGAN: 1. MATERI HUKUM RUU PKS TIDAK SESUAI DENGAN KEBUTUHAN HUKUM MASYARAKAT HUKUM INDONESIA SEKARANG. 2. MATERI HUKUM RUU PKS TIDAK SESUAI DENGAN SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA DAN SISTEM HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA 3. RUU PKS BERPOTENSI UNTUK MEMPORAK-PORANDAKAN TAUTAN NORMA HUKUM DALAM SISTEM NILAI, SISTEM ASAS-ASAS HUKUM DAN SISTEM NORMA HUKUM INDONESIA 4. SEKARANG SEDANG PROSES PEMBAHASAN RUU KUHP YANG TELAH MEMUAT SECARA SISTEMATIK TINDAK PIDANA DI BIDANG SEKSUAL. REKOMENDASI: 1. SEBAIKNYA TIDAK PERLU DIBAHAS LEBIH LANJUT DI LEMBAGA LEGISLATIF, MENUNGGU SAMPAI SELESAINYA PEMABAHASAN DAN PENGEHSAHAN RUU KUHP (JANGAN ADA ANAK LAHIR MENDAHULUI IBU KANDUNGNYA). 2. KALAU ADA MATERI HUKUM YANG BELUM DIATUR DALAM HUKUM PIDANA DAN RUU KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RUU KUHP), SEBAIKNYA DISELESAIKAN BERDASARKAN ILMU HUKUM PIDANA. 3. ATAS DASAR PERTIMBANGAN TERSEBUT, SEBAIKNYA RUU INI FOKUSNYA PADA PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL, BERADA DALAM LAPANGAN HUKUM ADMINISTRASI, DAN TIDAK ADA NORMA HUKUM PIDANA DAN SANKSI PIDANA.
  • 53. MOHON MAAF JIKA TIDAK BERKENAN WASSALAAMU ‘ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUHU NUWUN